BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Program pemuliaan tanaman merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas jagungg. Program yang bertujuan untuk mendapatkan varietas unggul berdaya saing dan dapat diterima oleh petani sebagai onsumen. Uji multilokasi adalah suatu tahapan yang harus dilakukan sebelum suatu varietas dilepas ke petani. Dari hasil uji multilokasi diharapkan memperoleh varietas jagung hibrida yang beradaptasi baik dan stabil pada lingungan tertentu dan stabil pada beberapa lingkungan. Genotipe hasil pengujian multilokasi dapat dilepas sebagai varietas unggul baru. Jagung
merupakan
tanaman
serealia
penting
yang dibudidayakan
hampir di berbagai daerah pertanaman di Papua. Jagung digunakan sebagai bahan pakan, bahan baku industri dan bahan pangan yang penting bagi peningkatan ketahanan pangan Nasional (Subandi et al. 2003). Produksi dan produktivitas jagung di Papua belum optimal karena tingginya variasi agroekosistem dan rendahnya pemanfaatan kultivar baru seperti kultivar hibrida. Dalam program
pemuliaan
jagung,
pencarian genotipe dengan hasil tinggi
diadaptasi dalam lingkungan yang beragam adalah salah satu tujuan paling penting bagi peningkatan peningkatan produksi tanaman pangan. Pelepasan
varietas
merupakan salah s alah
satu
tahapan penting dalam dala m
pembentukan genotipe baru. Sebelum dilepas dan dikembangkan ke masyarakat sebagai varietas unggul, genotipe perlu mendapat pengujian daya hasil
pada
berbagai lokasi. Uji multilokasi bertujuan untuk mengetahui daya hasil dan daya adaptasi dari genotipe-genotipe diberbagai lokasi yang berbeda dan mengkaji interaksi genotipe x lingkungan. Menurut Tariq et al. (2003) dan Min et al. (2003), bahwa kajian uji stabilitas dan adaptasi genotipe/galur pada berbagai lingkungan bermanfaat dalam pemberiaan rekomendasi varietas yang dapat dibudidayakan pada suatu tempat. Selanjutnya informasi
tentang
stabilitas
fenotipe bermanfaat untuk
seleksi varietas dan program pemuliaan tanaman (Admassu et al., 2008). Menurut
1
Baihaki dan Wicaksana (2005), informasi interaksi G × E sangat penting bagi negara-negara yang variabilitas biogeofisiknya luas seperti Indonesia. Pemulia dapat memanfaatkan potensi lingkungan spesifik dalam kebijakan penentuan penerapan kebijakan wilayah sebaran suatu varietas unggul baru. Dalam hal ini ada dua alternatif pilihan, yaitu : (1) melepas varietas unggul baru dengan
potensi
hasil
tinggi
untuk
kisaran
spatial
yang luas (wide
adaptability), (2) melepas varietas unggul baru dengan potensi hasil tinggi pada wilayah tumbuh yang spesifik (spesifik lingkungan tumbuh-spesific adaptability). Daya adaptasi genotipe dapat diamati dengan mempelajari interaksi antara genotipe x lingkungan atau genotipe x musim tanam tan am (Finlay dan Wilkinson, 1963).
Adaptabilitas
dan
stabilitas
adalah
kemampuan suatu
genotip untuk tetap hidup dan melakukan erkembangbiakan dalam keadaan lingkungan
yang beragam (Nor dan Cady, Cady, 1979). Stabilitas hasil merupakan
karakter yang diwariskan melalui daya sangga populasi yang secara genetik heterogen. Additive main effects and multiplicative interaction model (AMMI model) merupakan suatu model multivariat yang digunakan dalam penelitian pemuliaan untuk mengkaji genotype x enviroment interaction (GEI) pada suatu percobaan uji multilokasi. multi lokasi.
Gauch & Zobel (1996), mengemukakan
bahwa model AMMI merupakan suatu model pengabungan dari pengaruh aditif pada analisis ragam dan pengaruh multiplikatif pada analisis komponen utama. Selanjutnya Ruswandi et al. (2008), mengemukakan bahwa metode AMMI dapat menyeleksi hibrida superior potensial baik yang stabil pada lingkungan yang luas maupun pada lingkungan yang spesifik. Analisis AMMI
dapat
menjelaskan
interaksi galur
dengan
lokasi.
Hasil analisis AMMI dapat ditampilkan secara grafik dalam bentuk biplot supaya mudah menginterpretasi interaksi antara genotipe dan lingkungan (Yan et al. 2000; Yan et al. 2007). Dalam Dala m menyajikan pola sebaran titik-titik genotipe dengan kedudukan kedudukan relatifnya pada lokasi, maka hasil penguraian nilai singular diplotkan antara satu komponen genotipe dengan secara simultan. Biplot
2
komponen
lokasi
AMMI meringkas pola hubungan antar galur, antar lingkungan, dan antara galur dan lingkungan. Biplot tersebut menyajikan nilai komponen utama pertama dan rataan. Biplot antara nilai komponen utama kedua dan nilai komponen utama pertama bisa ditambahkan jika komponen utama kedua tersebut nyata (Mattjik dan Sumertajaya, 2002; Aggia et al. 2009). Dengan demikian analisis AMMI dapat meningkatkan keakuratan dugaan respon interaksi galur dengan lingkungannya
1.2
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan ini adalah untuk untuk menilai stabilitas hasil dan adaptabilitas galur harapan jagung hibrida pada tiga lokasi menggunakan analisis additive main effects and multiplicative interaction(AMMI).
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Analisis Stabilitas
Pemahaman tentang interaksi genotipe dengan lingkungan diperlukan untuk membantu proses identifikasi genotipe unggul. Cara yang umum digunakan untuk mengenali genotipe ideal adalah dengan menguji seperangkat genotipe atau galur harapan pada beberapa lingkungan. Berdasarkan pada hasil analisis variannya akan diketahui ada tidaknya interaksi genotipe dengan lingkungan (GXE). Interaksi GXE dapat dipergunakan untuk mengukur stabilitas suatu genotipe (Nasrullah, 1981; Gray, 1982; Lin dan Binns, 1988) karena stabilitas penampilan pada suatu kisaran lingkungan tergantung dari besarnya interaksi GXE. Jika tidak terjadi interaksi GXE penentuan genotipe ideal akan sangat mudah dilakukan, yaitu dengan memilih genotipe-genotipe harapan dengan ratarata hasil yang lebih tinggi. Namun apabila terjadi interaksi GxE, genotipe yang diuji di berbagai lokasi kemampuan daya hasilnya berbeda pada setiap lokasi pengujian.Hal ini berarti juga hasil tertinggi suatu genotipe pada suatu lingkungan tertentu belum tentu memberikan hasil tertinggi pula pada lingkungan yang berbeda. Hal yang demikian akan menyulitkan dalam pemilihan genotipe ideal yang beradaptasi dan stabil pada semua lingkungan (Finlay dan Wilkinson, 1963; Eberhart dan Russell, 1966; Perkins dan Jinks, 1968). Suatu galur dapat stabil karena galur tersebut mampu membentuk sejumlah genotipe yang beradaptasi di lingkungan yang berbeda dan individuindividu galur dapat berperan dengan baik sebagai penyangga. Dengan demikian, populasi yang bersangkutan dapat beradaptasi baik bai k pada kisaran lingkunagn l ingkunagn yang luas. Pada umumnya untuk galur murni atau populasi yang homogen secara genetik, stabilitasnya sangat tergantung pada penyangga individu (individual buffering). Sebaliknya, varietas yang heterogen secara genetik, seperti varietas campuran dan varietas komposit, mekanisme stabilitas untuk daya hasil
4
ditentukan oleh kemampuan penyangga individu dan penyangga populasi (population buffering) (Allard dan Bradshaw, 1964). Dengan demikian stabilitas hasil ditentukan oleh kemposisi genetik galur dengan reaksi genotipe secara individu dan populasi secara keseluruhan terhadap te rhadap lingkungan (Borojevic, 1990). Genotipe-genotipe yang ditanam di berbagai kondisi lingkungan bervariasi seringkali menunjukkan perbedaan hasil. Hal ini terutama terlihat pada karakter kuantitatif yang dikendalikan secara poligenik. Hasil merupakan karakter kuantitatif yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Perbedaan respon genotipe tersebut merupakan indikator adanya interaksi genotipe x lingkungan (Fehr 1987, Kearsey dan Pooni 1996). Dampak langsung dari interaksi genotipe x lingkungan adalah rendahnya stabilitas hasil suatu genotipe. Stabilitas hasil merupakan salah satu syarat pelepasan suatu varietas (Baihaki 2000). Istilah stabilitas merujuk kepada perilaku tanaman pada lingkungan yang bervariasi di mana variasi lingkungan mencakup lokasi, musim, ataupun kombinasi keduanya (Piepho 1996). Kultivar yang memperlihatkan konsistensi hasil menjadi pilihan petani, dibandingkan dengan kultivar yang tidak stabil (Tarakanovas dan Ruzgas 2006). Oleh karena itu, kepentingan para pemulia berkaitan dengan pengembangan kultivar yang stabil pada lingkungan yang bervariasi. Dalam mengkaji stabilitas hasil terdapat dua pendekatan yang berbeda, yaitu pendekatan yang mengacu pada konsep statis dan konsep dinamis (Becker dan Leon 1988). Menurut konsep statis, stabilitas maksimum terjadi bila hasil suatu genotipe konstan terhadap lingkungan dan disebut homeostasis. Menurut konsep dinamis, suatu genotipe dianggap stabil jika penampilannya pada lingkungan yang berbeda mendekati apa yang diharapkan dari potensi suatu lingkungan. Stabilitas maksimum terjadi jika perbedaan antara hasil genotipe dan indeks lingkungan (rata-rata genotipe yang diuji) konstan terhadap lingkungan. Oleh karena itu, mengacu kepada konsep dinamis, tujuan pemuliaan genotipe yang stabil dapat diartikan minimisasi interaksi genotipe x lingkungan (Piepho 1996). Untuk mengetahui pemahaman tentang penyebab terjadinya interaksi perlu digunakan metode yang tepat. Secara umum metode tersebut dibagi menjadi dua
5
kelompok utama, utama, yaitu multivariat dan dan univariat (Lin (Lin et al.1986 dalam Adugna Adugna dan Labuschagne 2002). Metode regresi gabungan (joint regression) paling populer di antara metode-metodean sebagainyA, univariat karena menggunakan perhitungan dan aplikasi yang sederhana. Additif main effect and multiplicative interaction (AMMI) adalah metode yang populer dan merupakan alternatif utama untuk pendekatan multivariat dalam program pemuliaan (Adugna dan Labuschagne 2002). AMMI adalah metode analisis data percobaan dua faktor perlakuan dengan pengaruh utama bersifat aditif dan pengaruh interaksi bersifat multiplikatif. Pada prakteknya, AMMI menggabungkan analisis varians sebagai model aditif dan analisis komponen utama (Principal Component Analysis) sebagai model multiplikatif (Gauch dan Zobel 1996). Akhir-akhir ini, model AMMI menjadi pilihan utama dalam mengkaji data percobaan multilokasi (Gauch 1992). Menurut Crossa (1990) dan Sumertajaya (1998), pendekatan AMMI jauh lebih baik dibandingkan dengan metode regresi bersama (joint regression) dalam mengkaji interaksi genotipe x lingkungan li ngkungan.. Suatu metode yang dapat digunakan untuk menganalisis percobaan uji daya
hasil
Interaction).
adalah AMMI
(Additive (Additive
Main Effects
and
Multiplicative
Additive main effects and multiplicative multipli cative interaction model
(AMMI model) merupakan suatu metode multivariat yang relatif baru digunakan akhir-akhir ini dalam penelitian-penelitian pemuliaan tanaman untuk mengkaji GEI pada suatu percobaan multilokasi. Model ini sebenarnya telah dikembangkan oleh Mandel pada tahun 1961 (Husein, 2000). Model AMMI mampu menjelaskan rata-rata pengaruh genotipe dan interaksi genotipe × lingkungan, dengan menggunakan pendekatan analisis komponen utama (AKU). Gauch dan Zobel (1990) mengemukakan bahwa model AMMI merupakan suatu model gabungan dari pengaruh aditif pada analisis ragam dan pengaruh multiplikatif pada analisis komponen utama. Pengaruh multiplikatif multi plikatif diperoleh dari penguraian interaksi genotipe dengan lokasi menjadi komponen utama interaksi (KUI). Interpretasi analisis
6
AMMI menggunakan biplot. Tiga tujuan utama analisis AMMI adalah (Crossa, 1990): 1.
Analisis AMMI dapat digunakan sebagai analisis pendahuluan untuk mencari model yang lebih tepat. Jika tidak ada satupun komponen yang nyata maka pemodelan cukup dengan pengaruh aditif saja. Sebaliknya
jika
hanya
pemodelan
sepenuhnya
pengaruh ganda ganda,
berarti
saja sa ja
yang
analisis
nyata
yang tepat
maka adalah
analisis komponen utama saja. Sedangkan jika komponen interaksi nyata berarti pengaruh interaksi benar-benar sangat kompleks, tidak mungkin dilakukan pereduksian tanpa kehilangan informasi penting (Bradu adn Bariel, 1978, Gauch, 1985) 2.
Analisis AMMI adalah analisis untuk menjelaskan interaksi genotipe x lingkungan. AMMI dengan biplotnya meringkas merin gkas pola hubungan antar genotipe, antar lingkungan dan antar genotipe dan lingkungan (Kempton, 1984;Zobel et. Al, 1988; Crossa, 1980)
3.
Meningkatkan keakuratan dugaan respon interaksi genotipe x lingkungan. Hal ini terlaksana jika hanya sedikit komponen AMMI saja yang nyata
dan
tidak mencakup seluruh jumlah kuadrat interaksi. Dengan
sedikitnya komponen AMMI yang menyatakan bahwa jumlah kuadrat
nyata
sama
artinya
dengan
sisa hanya galat (noise) ( noise) saja. sa ja.
Dengan menghilangkan galat ini berarti memperkuat dugan respon per genotipe x lokasi (Zobe et al; Crossa, 1980) Pada analisis ragam model AMMI komponen genotipe lokasi (interaksi) diuraikan menjadi m buah KUI dan komponen sisaan Dalam menyajikan pola sebaran titik-titik genotipe dengan kedudukan relatifnya pada lokasi, maka hasil penguraian nilai singular diplotkan antara satu komponen genotype dengan komponen lokasi secara simultan. Biplot AMMI meringkas pola hubungan antar galur, antar lingkungan, dan antara galur dan lingkungan. Biplot tersebut menyajikan nilai nil ai komponen utama pertama dan rataan. Biplot antara nilai komponen utama kedua dan nilai komponen utama pertama bisa ditambahkan jika komponen utama kedua
7
tersebut nyata (Mattjik dan Sumertajaya, 2002; Aggia et al. 2009). Dengan demikian analisis AMMI dapat meningkatkan keakuratan dugaan respon interaksi galur dengan lingkungan. Analisis AMMI mengikuti metode AMMI (Gauch 1992) sebagai berikut : Yge= µ + αg + βe + Σ λnɣgnδen λnɣgnδen +ρge +ρge Dimana : Yge
= hasil galur ke-g pada lingkungan ke-e
µ
= rata-rata umum
αg
= simpangan galur ke-g terhadap rata-rata umum
βe
= simpangan lingkungan ke-e terhadap rata-rata
Σ
= jumlah sumbu PCA (Principle Component
Λn
= nilai singular untuk PCA sumbu ke-n
ɣgn
= nilai vektor ciri galur untuk PCA sumbu ke-n
δen
= nilai vektor ciri lingkungan untuk PCA
ρge
= galat sisa
umum
Analysis) dalam model
sumbu ke-n
Dalam pengembangan suatu kultivar, pemulia berkepentingan dengan genotipe-genotipe yang stabil dibandingkan dengan genotipe-genotipe berdaya hasil tinggi namun tidak stabil. Salah satu metode yang dapat dipergunakan dalam menduga adaptabilitas dan stabilitas fenotipik seperti hasil adalah dengan cara melakukan pengujian berulang pada berbagai lingkungan tumbuh yang bervariasi (Singh dan Chaudhary, 1979). Beberapa metode yang sering digunakan untuk menguji daya adaptasi dan stabilitas hasil suatu varietas adalah metode Finlay dan Wilkinson (1963) serta Eberhart dan Russell (1966). Parameter adaptabilitas dan stabilitas hasil yang digunakan adalah koefisien regresi (βi), simpangan regresi (δi) dan rata-rata rata -rata hasil dari suatu varietas. Finlay dan Wilkinson (1963) memberikan panduan penilaian adaptabilitas adaptabilitas suatu genotipe yang didasarkan atas nilai koefisien regresi (βi) dan rata-rata rata-rata hasilnya. Genotipe dengan nilai koefisien regresi (βi) <1 berarti genotipe memiliki stabilitas di atas rata-rata, genotipe beradaptasi khusus di lingkungan yang produktivitasnya rendah dan kurang peka terhadap perubahan lingkungan, artinya dengan adanya perubahan lingkungan, genotipe hanya memberikan sedikit perubahan terhadap hasil. Nilai βi
>1 artinya genotipe memiliki stabilitas di
8
bawah rata-rata dan beradaptasi khusus di lingkungan yang produktivitasnya tinggi, sedangkan nilai βi = 1 dan genotipe memiliki rata-rata rata -rata hasil di atas rata-rata umum berarti genotipe yang demikian beradaptasi baik pada semua lingkungan. Nilai βi = 1 dan genotipe memiliki rata r ata-ratahasil -ratahasil di bawah rata-rata umum berarti genotipe tersebut beradaptasi jelek pada semua lingkungan dan peka terhadap perubahan lingkungan. lingkungan. Parameter yang digunakan untuk menentukan uji daya adaptasi dan stabilitas hasil suatu genotipe menurut Eberhart dan Russell (1966) adalah nilai koefisien regresi (βi) dan simpangan regresi (δi). Suatu genotipe dikatakan stabil jika mempunyai koefisien regresi regresi (βi) sebesar 1 dan simpangan regresi (δi) sama dengan nol. Genotipe yang mempunyai koefisien regresi (βi) >1 akan beradaptasi dengan baik pada lingkungan yang produktif dan genotipe dengan koefisien regresi (βi) <1 akan beradaptasi dengan baik pada lingkungan li ngkungan yang marginal. Persamaan regresi adalah sebagai berikut : Yij = µ + Bi Ij + dij
Dimana : Yij
= Rata-rata Rata-r ata hasil genotipe i pada lokasi j
µ
= Rata-rata hasil genotipe ke-i di seluruh lokasi
Bi
= Koefisien Koefisie n regresi genotipe ke-i
Ij
= Indeks lingkungan pada lokasi j
dij
= Simpangan regresi genotipe i pada lokasi j
Genotipe yang memiliki garis regresi di atas rata-rata hasil seluruh genotipe di semua lokasi berarti memiliki stabilitas hasil tinggi dan mampu beradaptasi di semua lokasi. Genotipe dengan garis regresi memotong ratarata hasil seluruh genotipe di semua lokasi diperkirakan mampu beradaptasi bera daptasi di spesifik lokasi. Genotipe dengan garis regresi di bawahnya berarti memiliki daya hasil dan adaptasi yang rendah. Adaptabilitas
dan
stabilitas
suatu tanaman
diukur
berdasarkan
koefisien regresi antara hasil rata-rata suatu genotipe dengan rata-rata umum semua
genotipe
pada
suatu
lingkungan
dikelompokkan menjadi tiga kemungkinan :
9
tertentu.
Sehingga
stabilitas
1)
Jika koefisien regresi (bi) mendekati atau sama dengan satu maka stabilitasnya adalah rata-rata (average stability). Jika stabilitasnya ratarata dan hasilnya rata-rata lebih tinggi dari rata-rata semua genotipe pada semua
lingkungan maka genotipe tersebut
memiliki
adaptasi
umum yang baik (general adaptability). Sebaliknya jika rata-rata hasil lebih rendah dari rata-rata umum, maka adaptasinya buruk (Poorly adapted) pada semua lingkungan. li ngkungan. 2)
Jika koefisien regresi (bi) lebih besar dari satu maka stabilitasnya berada di bawah rata-rata (below average stability). Genotipe demikian peka terhadap perubahan lingkungan dan beradaptasi khusus pada lingkungan yang menguntungkan (favorable) atau produktivitasnya tinggi.
3)
Jika koefisien regresi (bi) lebih kecil dari satu maka stabilitasnya berada di atas rata-rata (above average stability). Genotipe beradaptasi ber adaptasi khusus pada lingkungan sub optimum dan kurang
peka
terhadap
perubahan lingkungan. Dengan adanya perubahan lingkungan, genotype hanya memberikan sedikit perubahan pada hasil. Penampilan tanaman tergantung kepada genotipe serta lingkungan dimana tanaman tumbuh dan interaksi antaraa genotipe dan
lingkungan.
Faktor
lingkungan yang tidak dapat dikendalikan, seperti cahaya matahari, curah hujan, tanah, dan ketinggian tempat sulit diubah pada suatu lokasi dan musim tanam. Dalam penelitian, menilai pengaruh factor lingkungan yang tidak dapat dikendalikan pada respon tanaman adalah dengan melakukan percobaan di beberapa lokasi, atau antar
beberapa
menggunakan analisis gabungan. .
10
musim
atau keduanya dengan
BAB V
11
12
Gambar 2.
Bibplot antara Komponen Komponen Utama Interaksi 1 (IPCA 1) dan dan Komponen Utama Interaksi 2 (IPCA 2) untuk hasil galur harapan jagung hibrida.
BAB III PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
1.
Galur G1002, G1003, G1008 dan Galur G1009 teridentifikasi sebagai galur stabil pada tiga lokasi uji (beradaptasi luas), berdaya hasil lebih tinggi dari varietas pembanding Bima 4, Makmur 4 dan varietas AS1.
2.
Galur G1006 spesifik untuk lokasi Keerom, G1005 spesifik untuk lokasi Nimbokrang dan galur G1007 untuk spesifik lokasi Koya Barat.
3.
Galur G1009 berpeluang diusulkan sebagai varietas unggul jagung hibrida berdaya hasil tinggi.
3.2.
Saran
Uji multilokasi tidak hanya di loasi tersebut akan tetapi di lokasi lain juga dicobakan dan galur yang digunakan lebih banyak sehingga diharapkan dapat memperoleh varietas unggul jagung hibrida lain.
13
DAFTAR PUSTAKA
Admassu, S, Nigussie M and Zelleke H. 2008. Genotype Enviroment Interaction and
Stabililty
Analysis
for Grain Yield of Maize(Zea mays. L) in
Ethiopia. Ethiopia. Asian Journal of Plant Sciences 7(2): 163-169 Adugna, W. and M.T. Labuschagne. 2002. Genotype-environment interactions and phenotypic stability analyses of linseed in Ethiopia. Plant Ethiopia. Plant Breeding 121:66-71. Anggia E.P., N. Rostini., Tri Hastini, E. Suryadi.,
S. Ruswandi dan D.
Ruswandi,. 2009. Seleksi Hibrida Jagung DR Unpad Berdasarkan B erdasarkan Metode Eberhart – Russel Russel dan AMMI. Zuriat AMMI. Zuriat Vol. 20 (2): 134-145. Baihaki, A. 2000. Teknik Analisis Rancangan Pemuliaan. Kumpulan Materi Latihan Teknik Pemuliaan dan Hibrida. Hibrida. Universitas Padjadjaran Bandung. Baihaki dan Wicaksana. 2005. Interaksi Genotip x Lingkungan Adaptabilitas dan Stabilitas Hasil dalam Pengembangan Tanaman Varietas Unggul di Indonesia. Jurnal Indonesia. Jurnal Zuriat 16 (1): 1-8 Becker, H.C. and J. Leon. 1988. Stability analysis in plant breeding . Plant Breeding 101:1-23. Crossa, J. 1990. Statistical analysis of multilocation trial s. s. Advances in Agronomy 44:55-85.
14
de Melo, E.P., N. Krieger, and T.L.M. Stamford. 1994. Physchochemical properties of Jacatupe (Pachyrhizus erosus L. Urban) starch. starch. Starch 46:245-247. Djufry, F dan Martina S.L. 2012. Stabilitas Hasil dan Adaptabilitas Genotipe Jagung Hibrida Toleran Kekeringan Menggunakan Metode Additive Main Effect Multiplicative Interaction (AMMI). Papua: (AMMI). Papua: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Informatika Pertanian 21(2): 89 - 94 Fehr, W.R. 1987. Principles of Cultivar Development, Vol 1, Theory and Technique. Technique. Macmillan Publishing Co. New York. Finlay, K.W., and G.N. Wilkinson. 1963. The Analysis of Adaptation in Plant Breeding Progame.Aust. J. Progame.Aust. J. Agric. Res. 14:742-754. Gauch, Jr., H.G. 1992. Statistical Analysis of Regional Trials: AMMI Analysis of Factorial Design. Design. Elsevier Science Publisher. Amsterdam. Gauch Jr., H.G. and R.W. Zobel. 1996. AMMI analysis of yield trials. trials. In Kang, M.S. and H.G. Gauch, Jr. (Eds.). Genotype-by-Environment Interaction. CRC Press, Boca Raton. New York, United States of American. Lestari , Angelita Puji; Erwina Lubis; Supartopo, Suwarno. 2012. Keragaan Karakter Agronomi dan Stabilitas Hasil Padi Gogo pada Sembilan Lokasi Percobaan. Percobaan. Jawa Barat: Bogor. Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan. Vol 1: 1. 1-7 hal Karuniawan, A. 2004. Cultivation status and genetic diversity of yam bean (Pachyrhizus
erosus(L).
Urban)
in
Indonesia . Indonesia.
Cuvillier
Verlag
Gottingen. Germany. Kaya, Y., C. Palta, and S. Taner. 2002. Additive main effects and multiplicative interactions analysis of yield performances in bread wheat genotypes across environments. Turk environments. Turk J. Agric. For. 26:275-279. Kearsey, M.J. and H.S. Pooni. 1996. The Genetical Analysis of Quantitative Traits. Chapman Traits. Chapman & Hall. London. Mattjik,
A.A.
dan
Sumertajaya.2002.
Perancangan Percobaan
Aplikasi SAS dan Minitab. Edisi ke-2. IPB Press, Bogor.
15
dengan
Min T. And. Saleh, G.B. 2003. Phenotypic Stability of Selected Tropical Maize Genotypes at Four Locations. Locations . Asian Journal of Plant Sciences 2(10): 743-747 Nor,
K.M..,
and
F.B.
Cady.
1979. Metodology
for Indentifiying
Wide
Stability in Crops. Agron. Agron . J. 71:556-559. Nusifera, Sosiawan dan Agung Karuniawan. 2008. Analisis Stabilitas Hasil Ubi 27 Genotipe Bengkuang (Pachyrhizus erosusL. Urban) di Jatinangor Jawa Barat Berdasarkan Model AMMI. Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Buletin Plasma Nutfah 14 (1) Piepho, H.P. 1996. Analysis of genotype-by-environment interaction and phenotipeic stability.In stability.In Kang, M.S. and H.G. Gauch, Jr. (Eds.). Genotype-by-Environment Interaction. CRC Press, Boca Raton. New York, United States of America. Ratanadilok, N., K. Suriyawan, and S. Thanaisawanrayangkura. 1998. Yam bean (Pachyrhizus erosus L. Urban) and its economic potential . potential . InSorensen, M. J.E. Estrella, O.J. Hamann, and S.A. Rios Ruiz (Eds.). Proceedings of the 2nd International Symposium on Tuberous Legumes, Celaya, Guanajuato, Mexico 5-8 August 1996. Copenhagen, Denmark. Ruswandi, D., Anggia E.P., E. Suryadi., Sur yadi., S. Ruswandi, dan N. Rostini. 2008. Seleksi
Hibrida
Jagung
DR Unpad Berdasarkan Stabilitas dan
Adaptabilitas Hasil di Delapan Lokasi di Indonesia. Indonesia . Zuriat Vol. 19 (1): 71-85 Samonte, S.O.P., L.T. Wilson, A.M. McClung, and J.C. Medley. 2005. Targeting cultivars onto rice growing environments using AMMI and SREG GGE Biplot analysis. Crop analysis. Crop Science 45:2414-2424 Sorensen, M. 1996. Promoting The Conservation and Use of Neglected Crops 2: Yam Bean Pachyrhizus DC . International Plant Genetic Resources Institute. Italy. Sumertajaya, I.M. 1998. Perbandingan model AMMI dan regresi linier untuk menerangkan pengaruh interaksi percobaan lokasi ganda. Tesis Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor (Tidak dipublikasi).
16
Tarakanovas, P. and V. Ruzgas. 2006. Additive main effect and multiplicative interaction analysis of grain yield of wheat varieties in Lithuania. Agronomy Research 4(1):91-98. Tariq M, Irshad, M. Ulhaq, Kiami, A.A and Kamal, N. 2003. Phenotypic Stability
for
Grain
in
Maize Genotypes Under Varied Rainfed
Enviroments. Enviroments. Asian Journal of Plant Sciences 2(1): 80-82 Yan W, Hunt LA, Sheng Q and Szlavnics Z. 2000. Cultivar Evaluation and Mega-Environment
Investigation Based on The GGE biplot . Crop
Science 40: 597-605. Yan W, Kang MS, Ma B, Woods S and Cornelius PL.2007. GGE biplot vs. AMMI Analysis of Genotype-byEnvironment Data. Data. Crop Science 47: 643-655
MAKALAH ANALISIS RANCANGAN DALAM PEMULIAAN TANAMAN “
Stabilitas dalam Pemuliaan Tanaman
”
DISUSUN OLEH : Kelompo Kelompok kI
Fanny Amelia
(1110211014)
Darmiawati
(1110211017)
17
Sanna Paija Hasibuan
(1110211020)
Muhammad Alfatih
(111021
Pepriandi Lukman
(11102130
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLO AGROEKOTEKNOLOGI GI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2013
18