E. Analisis
Setiap karya sastra memiliki unsur intrinsic yang bersifat saling mempengaruhi dal stu, begitu juga dengan ―1980‖. Dalam ―1980‖ unsur -unsur -unsur intrinsiknya adalah sebagai berikut a. Tokoh, watak, dan penokohan Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan cara sastrawan menampilkan tokoh disebut penokohan. Tokoh dalam karya rekaan selalu mempunyai sifat, sikap, tingkah laku, atau watakwatak tertentu. Pemberian watak pada tokoh suatu karya oleh sastrawan disebut perwatakan (Siswanto, 2008:143). Bentuk penokohan yang paling sederhana adalah pemberian nama. Setiap ―sebutan‖ adalah sejenis cara memberi kepribadian, menghidupkan (Wellek, 1989:287). 1989:287). Dalam cerpen ini tokohnya adalah sebagai berikut: 1. Karyamin Seorang lelaki yang berprofesi sebagai kuli pengangkut batu yang miskin dengan penghasilan yang minim dan banyak hutang. Karyamin digambarka sebagai seorang yang sabar dan tak mudah putus asa dalam menjalani hidupnya yang penuh konflik, hal tersebut terbukti saat ia merasa lapar ia tak mengeluh pada teman-temannya dan hanya tersenyum dalam menghadapi masalahnya. Namun terlepas dari semu a itu, Karyamin juga memiliki sifat yang kasar sebagai seorang kuli, yang nampak pada saat ia berkata ―bangsat‖ dan berniat membabat burung paruh udang yang melintasinya. Selain itu, Karyamin juga memiliki sifat pengecut, terbukti ketika sampai di depan rumahnya dan mengira da penagih hutang, ia hendak menghidar. 2. Sardji Teman Karyamin yang juga berprofesi sebagai kuli pengangkut batu. Dalam hal nasib, Sardji sama dengan Karyamin, banyak hutang. Sardji merupakan orang yang banyak omong dan suka mencampuri urusan orang lain, terbukti ketik a ia terus saja berkomentar tentang istri Karyamin dan berseloroh dalam bekerja. Sardi juga digambarkan sebagai seorang yang suka menghasut. 3. Saidah Seorang perempuan penjual nasi pecel, teman Karyamin yang juga bekerja di area tambang batu sungai. Saidah merupakan sosok wanita yang sabar dan peduli akan nasib orang
lain, hal itu terbukti ketika ia menawari makan Karyamin yang tengah kelaparan, walaupun sebenarnya Karyamin masih memiliki hutang padanya. 4. Pak Pamong Seorang pejabat desa yang kurang memperhatikan kondisi masyarakatnya, tidak peka,mudah tersinggung dan berrtindak seenaknya dalam menyelesaikan tugasnya. Hal tersebut terbukti ketika ia menagih uang iuran pada Karyamin dengan menganggap Karyamin mempersulit dirinya, padahal Karyamin memang tidak memiliki uang, untuk dirinya sendiri saja tidak ada, apalagi untuk membayar uang iuran. Ahmad Tohari tentu tidak asal dalam memilih sebuah nama untuk tokohnya berikut karakternya. Nama Karyamin adalah nama yang masih terkesan Jawa dan desa, yang bisa kita analogikan dengan ―karya‖ orang yang selalu bekerja keras ―makaryo‖ dan ―min‖ bisa kita analogikan dalam ―minim‖ atau berpendapatan minim, dengan itu dapat diartikan bahwa Karyamin adalah pribadi yang selalu bekerja keras meski dengan penghasilan minimum. Pemaparan lengkapnya akan diuraikan pada analisis menggunakan pendekatan psikologi di bawah. b. Latar Dalam cerpen ini latar alam merupankan hal yang sangat menonjol. Seperti cerpencerpennya yang lain Ahmad Tohari sangat kuat dalam menggambarkan latar alam. Lataralam di cerpen ini adalah sebuah kali yang masih asri dan masih dapat diambil batunya. Berikut kutipan latar alam cerpen ―Seyum Karyamin‖: “Sebelum naik meninggalkan pelataran sungai, mata Karyamin menangkap sesuatu yang bergerak pada sebuah ranting yang menggantung di atas air. Oh si paruh udang. punggugnya biru mengkilap, dadanya putih bersih, dan paruhnya merah sanga. Tiba-tiba burung itu menukik menyambar ikan kepala timah sehingga air berkecipak. Dengan mangsa diparuhnya mangsa diparuhnya burung itu melesat melintasi para pencari batu, naik
menghindari rumpun gelagah dan lenyap dibalik gerumbul pandan.”
Penulis benar-benar dengan sangan sangat detail menggambarkan suasana alam yang ada didaerah tersebut. Baik dari kebiasaan burung si paruh udang yang lengkap dengan morfologi burung tersebut.
Pada khususnya latar cerpen ini dibagi menjadi dua yakni di daerah sekitar sungai yang merupakan tempat Karyamin mencari batu bersama teman-temannya. Yang kedua adalah di depan rumah Karyamin diatas lerengan, yaitu ketika Karyamin bertemu dengan Pak Pamong. c. Alur Dalam cerpen senyum karyamin ini, alur yang digunakan adalah alur maju. Dimulai dengan Karyamin yang tengah memindahkan batu dan terjatuh karena keseimbangan badannya yang tidak terjaga akibat merasa sangat lapar . Alur mulai menarik ketika Karyamin dan temantemannya mulai menertawakan diri mereka masing-masing untuk menghibur diri mereka sendiri. Alur selanjutnya yaitu klimaks, ketika Karyamin sampai di depan rumahnya dan bertemu Pak Pamong yang meminta dana sumbangan, kemudian ditanggapi Karyamin dengan tertawa keraskeras lalu pingsan. Dalam cerpen ini tidak dimunculkan alur antiklimaks. d. Gaya Bahasa Dalam cerpen ini, pengarang menggunakan diksi dan istilah yang sederhana dan mudah dipahami oleh pembaca. Penyampaian cerita dituliskan tanpa banyak basa basi, lugas dan langsung pada pokok persoalan. Dalam cerpen ini masih terdapat diksi yang berasal dari bahasa Jawa, yaitu ―mbeling‖ dan‖kempong‖. penggunaan diksi dari bahasa Jawa tersebut mungkin dipengaruhi oleh latar belakang pengarang yang tinggal di Jawa. Selain itu, penggunaan bahasa Jawa juga untuk menunjukkan segi latar yang memang berada di daerah desa yang pada umumnya masyarakat kurang mendapatkan pendidikan. Hal yang perlu dicatat dari gaya bahasa Ahmad Tohari dalam bercerita pada cerpen ―Senyum Karyamin‖ ini terdapat kalimat yang diulang beberapa kali yaitu; “Mereka, para pengumpul batu itu, senang mencari hiburan dengan cara menertawakan diri mereka sendiri.”
Kalimat tersebut diulang dengan maksud menegaskan pola perilaku orang desa yang akrab dan asosiatif secara bersama-sama menjalani kehidupan. e. Tema Cerpen Senyum Karyamin ini bertemakan mengenai kehidupan sosial masyarakat kalangan ekonomi kelas bawah yang hidup di daerah pinggiran. Dalam menjalani hidup mereka, kaum kuli harus bekerja keras demi mencukupi kebutuhan keluarga dan membayar hutang, yang kian hari kian menumpuk. Meski hidup mereka berat, mereka tidak menyerah dan tetap berusaha. Untuk menghibur diri, mereka hanya perlu menertawakan diri mereka sendiri, karena tidak ada
lagi hal yang bisa mereka lakukan untuk menghibur diri tanpa uang, hanya senyuman yang mampu meredam segala perasaan pedih yang mereka rasakan.
Pendekatan selanjutnya untuk lenih mendalami potret manusia dalam cerpen ―Senyum Karyamin‖ adalah menggunakan pendekatan psikologi dengan uraian sebagai berikut. Tokoh Karyamin sebagai tokoh utama dalam Cerpen ―Senyum Karyamin‖ digamabarkan sebagai orang desa yang miskin. Ia bekerja sebagai penambang batu di sungai. Penulis mengambarkan karakter Karyamin sebagai seseorang laki-laki yang pantang menyerah ia berusaha terus menerus walaupun ia jatuh sampai beberapa kali.berikut kutipannya: ―Meskipun demikian, pagi ini Karyamin sudah du a kali tergelincir. Tubuhnya rubuh,lalu menggelinding ke bawah, berkejaran dengan batu-batu yang tumpah dari keranjangnya. Dan setiap kali jatuh, Karyamin menjadi bahan tertawaan kawan-kawannya.‖ Dari kutipan diatas dapat kita lihat bahwa Ka ryamin adala pribadi yang berhati dan pantang menyerah untuk mengankat batu ke atas walaupun ia sudah jatuh du a kali pada pagi itu. Terlebih lagi ia menjadi bahan tertawaan teman-temannya. ―Meskipun demikian, pagi ini Karyamin sudah dua kali tergelincir. Tubuhnya rubuh, lalu menggelinding ke bawah, berkejaran dengan batu-batu yang tumpah dari keranjangnya. Dan setiap kali jatuh, Karyamin menjadi bahan tertawaan kawan-kawannya.‖ ―Kali ini Karyamin merayap lebih hati-hati. Meski dengan lutut yang sudah bergetar, jemari kaki dicengkeramkannya ke tanah. Segala perhatian dipusatkan pada pengendalian keseimbangan sehingga wajahnya kelihatan tegang. Sementara itu, air terus mengucur dari celana dan tubuhnya yang basah. Dan karena pundaknya ditekan oleh beban yang sangat berat maka nadi di lehernya muncul menyembul kulit.‖ Karyamin adalah orang miskin dengan penghasilan yang minim, banyak hutang dan bodoh. Yang sudah ditipu tengkulak yang membawa batun ya. Penulis melukiskan Karyamin sebagai orang desa yang identik dengan kebodohan, kemiskinan dan bersahaja. Penulis menggambarkan kemiskinan tersebut dengan Karyamin yang terbelit oleh banyak utang.
Maka Karyamin sungguh-sungguh berhenti, dan termangu. Dibayangkan istrinya yang sedang sakit harus menghadapi dua penagih bank harian. Padahal Karyamin tahu, istrinya tidak mampu membayar kewajibannya hari ini, h ari esok, hari lusa, dan entah hingga kapan, seperti entah kapan datangnya tengkulak yang telah setengah bulan membawa batunya. Selain itu Karyamin juga digambarkan sebagai seorang yang sabar dan tak mudah putus asa dalam menjalani hidupnya yang penuh konflik, hal tersebut terbukti saat ia merasa lapar ia tak mengeluh pada teman-temannya dan hanya tersenyum dalam menghadapi masalahnya. Namun terlepas dari semua itu, Karyamin juga memiliki sifat yang kasar sebagai seorang kuli, yang nampak pada saat ia berkata ―bangsat‖ dan berniat membabat burung paruh udang yang melintasinya. Selain itu, Karyamin juga memiliki sifat pengecut, terbukti ke tika sampai di depan rumahnya dan mengira da penagih hutang, ia hendak menghidar. Maka Karyamin sungguh-sungguh berhenti, dan termangu. Dibayangkan istrinya yang sedang sakit harus menghadapi dua penagih bank harian. Masih dengan seribu kunang-kunang di matanya, Karyamin mulai berpikir apa perlunya dia pulang. Dia merasa pasti tak bisa menolong keadaan, atau setidaknya menolong istrinya yang sedang menghadapi dua penagih bank harian. Maka pelan-pelan Karyamin membalikkan badan, siap kembali turun. Karna kemiskinan Karyamin yang demikian itu bahkan ia tidak mampu untuk mengisiperutnya sendiri. Berikut kutipannya: ―Jadi kamu sungguh tak mau makan, Min?‖ Tanya Saidah melihat Karyamin bangkit. ―Tidak. Kalau kamu tak tahan melihat aku lapar, aku pun tak tega melihat daganganmu habis karena utang –utangku dan kawan kawan.‖
Kutipan diatas juga menggambarkan pola kehidupan masyarakat desa yang bersifat saling membantu seperti halnya karakter Saidah yang mengutangkan dagangannya kepada Karyamin
dan teman-temannya. Rasa solidaritas tersebut dimunculkan pengarang sebagai kekhasan budaya masyarakat desa dimana saling gotong-royong dan tepo sliro. Karakter tidak mau merepotkan orang lain ditambahkan penulis sebagai sifat Karyamin. Sebagai mana orang desa yang tahu diri. Karyamin adalah orang yang sabar ia mengahadapi cobaan hanya dengan tersenyum. Karena ia tidak tahu lagi harus berbuat apa dengan kesulitan yang ia alami. Penulis menggambarkan senyuman Karyamin sebagai suatu kemenangan atas segala kesuliatan yang menimpa Karyamin. Karyamin juga sangat mencintai istrinya dan ia tidak mau membuat istrinya bersedih atas apa yang menimpanya. Ia tidak mau menambah penderitaan yang sedang dialami istrinya. Yang kini sudah jarang ditemui di kota. Penulis juga menggambarkan pedesaan sebagai dunia yang jujur dan masih erat sekali rasa saling menolong. Selain itu penulis benar-benar dengan jelas mengetahui bagai mana cara mengangkat batu. Dari tempat yang miring.hal itu menambah kesan benar-benar seperti nyata. Terlepas dari itu pengarang juga menghadirkan sisi k eburuka dari seorang tokoh yaitu Pak Pamong yang dengan seenaknya menagih iuran sumbangan untuk Afrika kepada Karyamin yang dianggap mempersulit dirinya tanpa melihat bahwa sebenarnya Karyaminlah yang perlu mendapat sumbangan untuk menyambung hidupnya. Pribadi tersebut dirasa tidak seimbang antara id, superego, dan ego. Demikian halnya dengan pikiran teman-teman Karyamin yang suka menertawakan orang lain, meski hal itu dianggap sebagai rasa kesetiakawanan dalam hal mencairkan suasana. Tokoh Sardi juga digambarkan sebagai tokoh penghasut seperti pada kutipan. 'Memang bahaya meninggalkan istrimu seorang diri di rumah. Min, kamu ingat anak-anak muda petugas bank harian itu? Jangan kira mereka hanya datang setiap hari buat menagih setoran kepada istrimu. Jangan percaya kepada anak-anak muda penjual duit itu. Pulanglah. Istrimu kini pasti sedang digodanya." Agaknya, judul itu sendiri dapat menyuratkan makna yang ingin diangkat dalam cerpencerpen di dalamnya. Senyum — untuk kepahitan hidup yang sering mendera Karyamin (wakil dari orang-orang desa yang miskin, yang pinggiran, dan juga yang tersingkir dari masyarakat desa)
tanpa mengetahui jalan keluar darinya, dari kepahitan itu. Senyum sebagai lambang dari usaha menerima nasib, bahkan menertawainya, karena apa boleh buat. Dalam kenyataanya sebagai manusia sosial, ―senyum‖ itu akan selalu ada.