Arsitektur Tradisional dan Arsitektur Modern A. Arsitektur Tradisional
Tradisionalisme timbul sebagai reaksi terhadap adanya tidak adanya kesinambungan antara yang lama dan yang baru (Curtis, 1985). Arsitektur Tradisional (Traditional Architecture) menurut Bruce Allsop (1980) adalah arsitektur yang dibuat dengan cara yang sama secara turun temurun dengan sedikit / tanpa perubahan sering disebut arsitektur kedaerahan. Gaya arsitektur kultural secara umum sering disebut gaya arsitektur tradisional dan perkembangannya adalah gaya arsitektur vernakular. Arsitektur tradisional lekat dengan tradisi yang masih hidup, tatanan, wawasan, dan tata laku yang berlaku seharihari secara umum. Sebagian besar konsep dasar bangunan arsitektur tradisional bersumber dari alam (kosmos) yang digambarkan melalui mitos-mitos, kepercayaan atau agama. Refleksi kekuatan di luar manusia tersebut acapkali diwujudkan dalam berbagai hal, misalnya dalam wujud bangunan, penataan kawasan maupun penggunaan elemen dekorasi. Tata cara dalam perwujudan suatu arsitektur tradisional dilihat sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai budaya yang ada dalam kelompok masyarakat terkait; karena pada dasarnya tata cara tersebut merupakan pelembagaan dari nilai-nilai tertentu tersebut. Seringkali rangkaian upacara menyertai setiap tahapan pembangunannya dan hal ini semakin menegaskan arti penting arsitektur tradisional ditengah masyarakat. Begitu pula elemen-elemen arsitektural pada arsitektur tradisional yang umumnya memiliki arti perlambang / symbol tersendiri bagi masyarakatnya sehingga menimbulkan pola-pola komunikasi arsitektural yang dituangkan melalui ungkapan spatial, bentuk maupun ornamentasinya. Arsitektur tradisional Indonesia yang dapat kita lihat pada rumah adat di Nusantara menggunakan bahan-bahan bangunan natural seperti kayu, rotan, bambu dan sebagainya bahkan di beberapa daerah penggunaan paku digantukan dengan bahan natural. Biasanya tidak penggunaan arsitek untuk membangun rumah adat di Indonesia tidak diperlukan karena penduduk membangun rumah sesuai dengan adat. Rumah-rumah adat tersebut mencerminkan segala aktivitas penghuninya. Biasanya satu rumah ditempati oleh banyak keluarga dan setiap ruang tidak ada sekatnya, namun hanya dibatasi oleh garis adat dan setiap ruang memiliki fungsinya masingmasing. Rumah adat Nusantara selalu dihiasi dengan banyak ornamen sesuai adatnya. Ornamen-ornamen tersebut merupakan simbol yang memiliki arti masing-masing.
B. Arsitektur Modern
Periode "20-keatas; kaitan antara arsitekur modern dengan revolusi industri Revolusi industri dalam material dan teknologi mempengaruhi bentuk-bentuk arsitektur modern. Dengan hadirnya IPTEK, manusia memuja 'pembaharuan pembaharuan' dan 'perubahan'. Perubahan pada tradisi-tradisi sosial and estetis (nilainilai lama). Dengan IPTEK, kemungkinan untuk mengembangkan/mewujudkan ide-ide tentang bentuk yang mengikuti fungsi (form follows function) semakin bertambah. Gerakan modern dalam arsitektur mencoba menyederhanakan dan menyatukan kerumitan permasalahan yang ada. Arsitektur Modern merupakan sebuah karya yang kompleks dan kontradiktif, ia memiliki kemampuan untuk menunjukan sebuah karya baru yang melanggar tradisitradisi yang telah ada. Meski demikian karya arsitektur modern tetap mengutamakan kesederhanaan sehinggatidak menampakkan kerumitan, Mies Van der Rohe menyebutnya dengan “ Less is More” atau mengutamakan fungsi dari suatu bangunan. Usaha untuk menghadirkan satu gaya arsitektur untuk seluruh umat manusia, di berbagai tempat berbeda, secara sadar, propagandis, didominasi para arsitek Modernis akhir abad ke-19 sampai sekarang. Salah satu penggerak utamanya adalah revolusi industri, terutama industri konstruksi, dan meluasnya pemanfaatan energi listrik yang memacu pemanfaatan teknologi secara aktif di dalam bangunan. Situasi klimaks yang berbeda, direspons dengan penggunaan teknologi secara ekstensif. Salah satu gaya yang menyebar sangat luas dan hampir merata di seluruh dunia adalah gaya “international style” yang dinyatakan dengan tampilan bangunan berwujud geometris murni, terutama kotak kaca-aluminium-dengan konstruksi baja atau beton yang dibangun berdasarkan ukuran standar modul industri konstruksi. Gaya arsitektur ini dilatari orientasi cost-benefit dalam rangka memacu percepatan penambahan jumlah meter persegi bangunan yang merupakan simbol “kemajuan” bagi zaman tersebut. Arsitektur bergaya “internasional” muncul sekaligus sebagai reaksi terhadap gaya agung dan tinggi yang lekat dengan citra borjuasi. Sangat jelas penolakan terhadap citra historis, terhadap penggunaan elemen yang membutuhkan rancangan dan keahlian tangan khusus, untuk klien khusus yang berorientasi mahal secara ekonomis dan tidak mungkin dijangkau masyarakat kebanyakan. Arsitektur direduksi menjadi susunan elemen hasil industri yang standar, massal. Pada ekstremnya muncul diktum seperti ornament is crime (Adolf Loos), less is more (Mies Van de Rohe). Dan, simplifikasi form follows function (Louis Sullivan) ke dalam fungsionalisme, berhasil diwujudkan dan menjadi arus utama arsitektur, bahkan sampai sekarang. Munculnya gaya arsitektur minimalis belakangan ini adalah perkembangan dari universalitas gaya tersebut. Arsitektur modern dibangun tanpa adanya batas-batas yang mengukung; dindingdindingnya hadir tanpa bingkai yang memenjarakan. Arsitektur modern juga menjadikan ruang publik sebagai nadi masyarakatnya dengan menghadirkan sifat-sifat batiniah: penggunaan warna-warna primer, penambahan ramp untuk para cacat, membaginya dengan zona-zona yang tampak jelas secara visual, membedakan secara dinamis area berkumpul dan area kosong, membubuhkan drama dalam pengalaman ruang serta areal entrance dan jalan-jalan setapak, juga meragamkan garis-garis pandang dan pergerakan para penggunanya. Di tahun 1920an, arsitektur membebaskan diri dari batasan-batasan fungsinya. Perancangan ruang publik berawal dari perancangan sebuah bangunan. Perluasan interior menuju ruang publik ini diantisipasi pertama kali oleh kritik metafisik Gaston Bachelard yang berbicara
tentang batas-batas konsepsi interior dan eksterior. Pandangan dogmatik Romawi Kuno yang mengartikan 'ruang' sebagai ruang dalam (interior) perlahan dikikis oleh pandangan yang mengartikan 'ruang' sebagai perluasan dari volum. Pandangan ini dengan sendirinya meredefinisi ruang eksterior menjadi sejajar dengan interior. Seperti yang dikatakan oleh Sigfried Gideon bahwa bentuk tidak hanya dilihat dari daya ekspansi fisikalnya. Lebih dari itu bentuk juga meradiasi dan menciptakan ruang. Kulit permukaan tidak hanya sebatas mendefinisikan ruang tertutup, t etapi juga memberikan efek di luar batas dimensi-dimensi terukurnya.
Karakteristik arsitektur modern: Penolakan akan gaya histories sebagai sumber bentuk arsitektur Mengadopsi prinsip dimana syarat material dan fungsi menentukan hasil Mengadopsi machine aesthetic Penolakan akan ornament Bentuk yang simpel dan mengeliminasi detail yang tidak perlu Mengadopsi stuktur yang ekspresif • • • • • •
•
Bentuk yang mengikuti fungsi
C. Perbedaan Arsitektur Tradisional dan Arsitektur Modern
Arsitektur Tradisional mempunyai lingkup regional sedangkan Arsitektur Modern mempunyai lingkup universal. Pada umumnya konsep arsitektur tradisional menempatkan unsur alam sebagai konsep dasar rancangannya. Sebaliknya di dalam arsitektur modern aspek manusia berdiri sebagai pusat segalanya atau sebagai titik sentral. Perbedaan pun terlihat pada bahan bangunan yang digunakan, misalnya arsitektur tradisional lebih banyak menggunakan bahan bangunan natural dari alam sedangkan untuk arsitektur modern lebih banyak menggunakan material besi dan beton.