Arsitektur Tradisional Batak Toba
Arsitektur Tradisional Batak Toba Suku bangsa Batak mendiami daerah dataran tinggi Karo, Dairi, Toba, Humbang, Barus, Angkola dan Mandailing. Wilayah ini dikenal Tapian
dengan Nauli
nama
(Tapanuli).
Karena kondisi geografis daerahnya
yang
bergunung-gunung Gambar 1 Ruma tradisional Batak Toba Sumber: http://www.hlc.unimelb.edu.au_dalli_Indonesian_stories
menyebabkan suku Batak terbagi atas 6 anak suku, yaitu Batak Karo, Batak
Simalungun, Batak Pakpak, Batak Toba, Batak Angkola, dan Batak Mandailing. Setiap suku memiliki seni arsitektur yang menarik.
A. Kajian Pertapakan Suku Batak Toba bertempat tinggal di sekitar pulau Samosir dan pinggiran Danau Toba dari Prapat sampai Balige. Di sebelah timur danau dibatasi perbukitan dan guriung-gunung berdiam suku Batak Simalungun. Suku Batak Karo berada di ujung utara danau dipisahkan deretan perbukitan. Di sebelab barat danau bermukim suku Batak Pakpak. Suku Batak Mandailing menempati wilayah selatan berbatasan dengan propinsi Sumatera Barat. Sedangkan suku Batak Angkola mendiami daerah Tapanuli Selatan, dekat perbatasan Riau. Setiap anak suku memiliki langgam seni bangunan (arsitektur) yang unik dan indah. Sayangnya tidak banyak lagi yang tersisa dari bangunan tradisional di tanah Tapanuli, terutama seni arsitektur dari Batak Pakpak dan Batak Angkola. Perwujudan arsitektur tradisional Batak Simalungun masih dapat disaksikan di desa Pematang Purba, yaitu bekas kerajaan Simalungun. Sedangkan wujud arsitektur Batak Mandailing tersisa di desa-desa Hutagodang, Penyabungan, Pakantan, dan Busortolang. Hutagodang dan Pakantan adalah kampung raja-raja Mandailing, di mana terdapat rumah pria, rumah
ARSITEKTUR NUSANTARA
1
Arsitektur Tradisional Batak Toba wanita dan lumbung. Langgam arsitekturnya bercirikan peralihan bentuk atap rumah Batak dan rumah Minangkabau, Dewasa ini yang masih banyak ditemui adalah wujud arsitektur tradisional dan Batak Toba dan Batak Karo.
Gambar 2 Sketsa desa adat Lumban Nabolon Parbagasan Sumber: Soeroto (2003: 102)
Gambar di samping menunjukkan pola perkampungan adat Batak Toba yang menyerupai benteng dengan dua gerbang
Perkampungan suku Batak Toba mengikuti pola berbanjar dua, yaitu suatu tata ruang lingkungan dengan komunitas yang utuh dan mantap. Desanya disebut lumban/ huta yang dilengkapi 2 pintu gerbang (bahal) di sisi utara dan selatan huta. Sekeliling kampong dipagar batu setinggi 2.00 m, yang disebut parik. Di setiap sudut dibuat menara untuk mengintai musuh. Menurut sejarahnya, antar sesama suku Batak sering sekali berperang. Itu sebabnya bentuk kampungnya menyerupai benteng, Huta masih dapat disaksikan di Kabupaten Tapanuli Utara di desa-desa Tomok, Ambarita, Silaen, dan Lumban Nabolon Parbagasan. Desa-desa tersebut merupakan daya tarik wisata budaya yang banyak dikunjungi wisatawan.
Makna dan Simbolisme Pola penataan desa atau lumban/ huta terdiri dari beberapa ruma dan sopo. Perletakan ruma dan sopo tersebut saling berhadapan dan mengacu pada poros utara selatan. Sopo merupakan lumbung, sebagi tempat penyimpanan makanan. Dalam hal ini, menunjukkan bahwa masyarakat Batak selalu menghargai kehidupan, karena padi merupakan sumber kehidupan bagi mereka.
Penafsiran Pola penataan lumban yang terlindungi dengan pagar yang kokoh, dengan dua gerbang yang mengarah utara-selatan, menunjukkan bahwa masyarakat Batak, memiliki persaingan dalam kehidupan kesehariannya. Jika kita mengamati peta perkampungan
ARSITEKTUR NUSANTARA
2
Arsitektur Tradisional Batak Toba Batak, maka dapat kita ketahui terdapat beragam suku Batak, dengan lokasi yang berdekatan. Oleh karena iu, pola penataan lumban berbentuk lebih menyerupai sebuah benteng dari pada sebuah desa. Pada penataan bangunan yang sangat menghargai keberadaan sopo, yaitu selalu berhadapan dengan ruma. Hal ini menunjukkan pola kehidupan masyarakat Batak Toba yang didominasi oleh bertani, dengan padi sebagai sumber kehidupan yang sangat dihargainya. Di dalam lumban, terdapat beberapa ruma dan sopo yang tertata secara linear. Beberapa ruma tersebut menunjukkan bahwa ikatan keluarga yang dikenal dengan extended family dapat kita ketemukan dalam masyarakat Batak Toba.
B. Kajian Perangkaan Ahli bangunan adat (arsitek tradisional) suku Batak disebut pande. Seperti rumah tradisional lain, rumah
adat
Batak
merupakan
mikro
kosmos
perlambang makro kosmos yang terbagi alas 3 bagian atau tritunggal banua, yakni banua tongga (bawah bumi) untuk kaki rumah, banua tonga (dunia) untuk badan rumah, banua ginjang (singa dilangit) untuk atap rumah. Arsitektur Batak Toba terdiri atas ruma dan sopo (lumbung) yang saling berhadapan. Ruma dan sopo dipisahkan oleh pelataran luas yang berfungsi sebagai ruang bersama warga huta. Ada beberapa sebutan untuk rumah Batak, sesuai dengan kondisi rumahnya. Rumah adat dengan banyak hiasan (gorga), disebut Ruma Gorga Sarimunggu atau Jabu
Gambar 3 Rumah adat Batak Toba Sumber: http://artasia.www2.50megs.com
Batara Guru. Sedangkan rumah adat yang tidak berukir, disebut Jabu Ereng atau Jabu Batara Siang. Rumah berukuran besar, disebut Ruma Bolon. dan rumah yang berukuran kecil, disebut Jabu Parbale-balean. Selain itu, terdapat Ruma Parsantian, yaitu rumah adat yang menjadi hak anak bungsu.
ARSITEKTUR NUSANTARA
3
Arsitektur Tradisional Batak Toba Rumah Batak berbentuk 4 persegi panjang dengan ukuran panjang 2 kali lebarnya. Tinggi bangunan mulai dari batu fondasi sampai ke puncak atapnya (ulu paung) sekitar 13,00 m. Rumah panggung dengan konstruksi kayu ini berdiri di atas tiang-tiang yang diletakkan di atas batu ojahan (fondasi). Tiang-tiang rumah terdiri atas tiang panjang (basiha rea) dan tiang pendek
(basi
pandak).
Bentuknya
bulat
berdiameter 50 - 70 cm, sehingga terkesan sangat kokoh. Tiang-tiang dan
muka
belakang
dihubungkan oleh 4 baris Gambar 4 Rumah adat Batak Toba ”Bolon”
papan
tebal,
tustus
parbarat
disebut
Sumberhttp://i.f.alexander.users.btopenworld.com
pangaruhut
ni
atau banua
(pengikat benua). Tiang-tiang kanan dan kiri diikat oleh 4 baris papan tebal, disebut tustus ganjang atau pangaruhut ni portibi (pengikat dunia tengah). Bagian atas tiang-tiangnya dihubungkan oleh balok ransang yang diikat dengan solang-solang. Atap yang tinggi besar merupakan unsur paling dominan dari keseluruhan bangunan. Konstruksi atapnya dari kayu dan bambu dengan penutup atap dari ijuk.
Rumah adat Batak Toba yang disebut Rumah Bolon, berbentuk empat persegi panjang dan kadang-kadang dihuni oleh 5 sampai 6 keluarga batih. Lantai rumah kadang-kadang sampai 1,75 meter di atas tanah, dan bagian bawah dipergunakan untuk kandang babi, ayam, dan sebagainya. Dahulu pintu masuk mempunyai 2 macam daun pintu, yaitu daun pintu yang horizontal
Gambar 5 Ruma Bolon Raja di desa tradisional Simanindo
dan vertikal, tapi sekarang daun pintu
Sumber: Soeroto (2003: 101)
yang horizontal tak dipakai lagi. Untuk memasuki rumah harus menaiki tangga yang terletak di tengah-tengah rumah, dengan jumlah anak tangga yang ganjil.
ARSITEKTUR NUSANTARA
4
Arsitektur Tradisional Batak Toba
Gambar 6 Denah dan potongan melintang Ruma Bolon Sumber: Soeroto (2003: 104-105)
Bila orang hendak masuk rumah Batak Toba harus menundukkan kepala agar tidak terbentur pada balok yang melintang, hal ini diartikan tamu harus menghormati si pemilik rumah. Ruangan dalam rumah adat merupakan ruangan terbuka tanpa kamarkamar, walaupun berdiam disitu lebih dari satu keluarga, tapi bukan berarti tidak ada pembagian ruangan, karena dalam rumah adat ini pembagian ruangan dibatasi oleh adat mereka yang kuat. Ruang dalamnya terbagi menurut struktur adat Dalihan Natolu, yakni sistem kekerabatan suku Batak Toba. Karena itu ruma terbagi atas jabu soding, jabu bona, jabo tonga-tonga, jabu sukat, jabu tampar piring, dan jamhur. Jabu bona dan jabu tampar piring di sisi kanan, sedang jabu soding dan jabu sukat di sisi kiri. Dekat pintu terletak jamhur, sedang dapur di antara jabu tonga-tonga, jabu bona, dan jabu soding. Setiap jabu
mempunyai
fungsi
yang
berbeda-beda. Jabu bona berfungsi sebagai tempat tinggal pemilik ruma Gambar 9 Axonometri konstruksi atap Ruma Bolon Sumber: Indonesian Heritage (1998: 10)
ARSITEKTUR NUSANTARA
dan tempat menerima upacara adat.
5
Arsitektur Tradisional Batak Toba Jabu tampar piring tempat saudara pria pihak istri (hula-hula) serta tempat duduk anggi ni partibi (semarga yang bungsu). Jabu soding adalah tempat anak gadis pemilik rumah dan tempat upacara adat. Jabu sukat untuk tempat tinggal anak laki-laki pemilik ruma serta tempat duduk para boru. Sedangkan jabu tonga-tonga untuk tempat berkumpul seisi rumah.
Gambar 7 Sopo (lumbung) Sumber: Soeroto (2003: 102)
Dalam ukuran yang lebih kecil, bentuk arsitektur sopo sama persis dengan ruma bolon, hal ini sebagai bukti penghargaan yang diberikan pada lumbung sebagai sumber pangan dan kehidupan
Bangunan
lumbung
(sopo)
dibangun
berhadapan dengan ruma. Sopo dibedakan menurut jumlah tiangnya, yaitu antara 4 sampai 12 tiang. Sopo siopat bertiang 14, Sopo sionam bertiang 6, sopo si ualu bertiang 8 dan sopo bolon bertiang 12. Sopo bolon masih dapat dilihat di desa Lumban Nabolon, Tapanuli Utara. Sopo juga merupakam bangunan panggung yang
melambangkan
kolongnya
tempat
tri-tunggal
ternak,
bagian
banua. tengah
Bagian tempat
menenun dan bersantai, sedang bagian atasnya tempat menyimpan padi. Tiang-tiang sopo berdiri di atas batu ojahan, berbentuk bulat dengan diameter 20 cm di bawah dan 40 cm di atas. Selain tiang utama terdapat tiang-dang pembantu berbentuk bulat berdiameter 20
Gambar 8 Denah Sopo Sumber: Soeroto (2003: 104)
cm. Seluruh tiang diikat oleh 4 balok ransang pada tiap sisinya. Bagian atas tiang dihubungkan oleh balok galapang. Di atas balok galapang terletak sumban dan di atas sumban terdapat gulang-gulang.
Makna dan Simbolisme ARSITEKTUR NUSANTARA
6
Arsitektur Tradisional Batak Toba Pada bangunan ruma, terbagi dalam tiga bagian atau tritunggal banua, yakni banua tongga (bawah bumi) untuk kaki rumah, banua tonga (dunia) untuk badan rumah, banua ginjang (singa dilangit) untuk atap rumah. Hal ini menunjukkan kepatuhan masyarakat tradisional Batak, dalam menghargai keberadaan dirinya sebagai mikro kosmos di tengah lingkungan alam (makro kosmos) yang sudah ada. Bentuk dan posisi perletakan bolon dalam rumah Batak Toba yang menyerupai ruma, menunjukkan penghargaan tertinggi yang diberikan oleh masyarakat Batak Toba terhadap hasil alam, sebagai sumber kehidupan. Dalam Ruma, terdapat beberapa keluarga yang tinggal di dalamnya, akan tetapi tidak terdapat sekat yang jelas di dalamnya, karena lebih menyerupai ruang yang terbuka. Hal ini menggambarkan bahwa masyarakat Batak Toba yang sangat patuh terhadap adat yang mengaturnya, sehingga tidak diperlukan suatu wujud aturan secara fisik, karena moralitas mereka masih mengakui kekuatan dan kebenaran adat yang mereka yakini.
Penafsiran Rumah tradisional Batak Toba senantiasa dirancang untuk pola kehidupan kolektif, yang mampu menampung 4 – 8 keluarga. Perkembangan peradaban dan kehidupan masyarakat, telah mempengaruhi berbagai perubahan yang terdapat di dalamnya, termasuk pemanfaatan ruang pada rumah tradisional. Pergeseran nilai-nilai sosial tersebut juga akan mempengaruhi bentuk dan pola arsitekturnya. Suku Batak memiliki sistem kekerabatan yang sangat baik. Hal itu sangat diperlukan untuk melangsungkan dan memelihara adat istiadat, termasuk rumah tradisional. Kebiasaan merantau yang banyak dijumpai pada masyarakat Batak, dapat emperburuk serta mempengaruhi keberlangsungan adat istiadat. Bentuk Lumban (desa) yang terdiri dari beberapa ruma dan bolon yang tertata secara rapi dan berjajar, dapat menjadi sebagai salah satu upaya keberlangsungan budaya. Tatanan kehidupan kolektif di daerah pedesaan merupakan suatu benteng bagi keberlangsungan desa-desa tradisional beserta arsitekturnya. Konservasi arsitektur bukan hanya melestarikan seni budaya peninggalan nenek moyang, akan tetapui bagaimana kita dapat menjaga dan melestarikan nilai-nilai yang terkandung di dalmnya. Sudah banyak nilai-nilai luhur yang telah kita tinggalkan dengan alasan modernisasi, yang pada akhirnya hanya akan membawa kita pada suatu krisis dan kehancuran.
C. Kajian Persolekan ARSITEKTUR NUSANTARA
7
Arsitektur Tradisional Batak Toba Sebelum
mendirikan
bangunan
diadakan upacara mangunsong bunti, yaitu upacara
memohon
kepada
Tri-tunggal
Dewa (Mula Jadi Nabolon, Silaon Nabolon, dan
Mengalabulan).
Peserta
upacara
melipud Datu Ari (dukum), Raja Perhata (ahli hukum adat), Raja Huta (kepala desa) dan Dalihan Natolu (raja ni hula-hula, dongan tubu dan boru). Waktu mendirikan bangunan diadakan upacara paraik tiang dan paraik urur (memasang tiang dan urur). Setelah bangunan selesai diadakan 2 Gambar 11 Tempat upacara Sumber: Soeroto (2003: 103)
upacara,
yakni:
mangompoi
jabu
(memasuki rumah baru) dan pamestahon jabu (pesta perhelatan rumah baru).
Gambar 12 Ragam hias pada beranda Roma Bolon Raja Simanindo Sumber: Soeroto (2003: 106)
Beranda Ruma Bolon Raja Simanindo merupakan tempat raja menyampaikan perintah atau menyaksikan pagelaran seni dan upacara adat
Ragam hias (gorga) pada bangunan Batak Toba banya mengenal 3 warna, yaitu merah, putih dan hitam yang dibuat dari bahan alam. Setiap hiasan dan ukiran mengandung
makna
yang
melambangkan
kepercayaan
bersifat magis religius.
Pemasangan ragam hias juga harus mengikuti aturan adat yang berlaku. Bentuk dan corak ragam hiasnya banyak mengambil bentuk dari alam semesta, flora, dan fauna. Hiasan dari alam, di antaranya at matani ari (matahari) dan desa ni ualu (8 mata angin). Hiasan berasal dari flora, antara lain simeol-eol, sitompi, sitangan, iran-iran, hariara sudung ni langit. Sedang hiasan berasal dari fauna, yaitu hoda-hoda (kuda), boraspati (cecak besar), sijonggi, dan gajah dompak. Ada juga hiasan geometris, seperti silintong (garis-garis) dan ipon-ipon.
ARSITEKTUR NUSANTARA
8
Arsitektur Tradisional Batak Toba
Makna dan Simbolisme Pada
hiasan
Gambar 13 Detail ukiran pada balok utama, papan lis atap dan papan beranda Sumber: Soeroto (2003: 106)
runmah
tradisional Batak Toba, merupakan desain bentuk dari binatang dan tumbuhan. Pewarnaan yang digunakanpun hanya menggunakan tiga warna, yaitu hitam, merah dan putih. Hal ini merupakan warna dsar yang dapat ditemukan dari alam. Selain bentuk tumbuhan dan binatang, terdapat juga hiasan geometris, baik garus lurus maupun lengkung. Adapun bentukan garis lengkung merupakan hiasan yang memiliki nilai historis yang sangat tinggi, karena hal tersebut dapat ditemukan pula pada arsitektur kalimantan dan sulawesi. Selain bentuk ruma secara individu, keberadaan tempat upacara juga merupakan slaha satu pelengkap bagi keberadaan lumban. Hal ini merupakan salah satu bangunan yang memiliki nilai yang tidak kalah pentingnya dengan keberadaan ruma dan sopo sebagai inti dari keberadaan lumban.
Penafsiran Hiasan yang digunakan pada arsitektur tradisional Batak Toba merupakan seni ukir dan lukis. Hal ini menunjukkan bahwa keindahan merupakan salah satu hal yang sangat erat kaitannya dalam kehidupan manusia. Selain keindahan, hiasan yang ada pada rumah tradisional Batak Toba juga memiliki nilai yang sangat penting dalam menentukan jati diri penghuni ruma. Oleh karena itu, selain bentuk ruma, hiasan juga merupakan suatu kebanggan dan penghargaan yang diberikan untuk menunjukkan penghuni ruma. Dengan adanya hiasan pada rumaha tradisional Batak Toba, hal tersebut dapat digunakan sebagai nilai spesifik yang dimiliki oleh suatu ruma sebagai bangunan personal, bukan sekedar bangunan tradisional. Misalnya rumah raja memiliki ragam dan bentuk hiasan yang berbeda dengan rumah tradisional pada umumnya. Hal ini menunjukkan bahwa hiasan atau nilai keindahan menjadi sesuatu yang sangat penting dan sifatnya sakral.
ARSITEKTUR NUSANTARA
9
Arsitektur Tradisional Batak Toba
ARSITEKTUR NUSANTARA
10
Arsitektur Tradisional Batak Toba
DAFTAR PUSTAKA Soeroto, Myrtha. 2003 Dari Arsitektur Tradisional Menuju Arsitektur Indonesia. Ghalia Indonesia: Jakarta Soebadio Haryati. 1998 Indonesian Heritage. Buku Antar Bangsa: Jakarta Building Research Institute. 1973. Traditional Building of Indonesia: Batak Toba. Ministry of Public Works: Bandung http://artasia.www2.50megs.com http://www.hlc.unimelb.edu.au_dalli_Indonesian_stories http://students.ukdw.ac.id http://ms.wikipedia.org/w/index.php http://i.f.alexander.users.btopenworld.com
ARSITEKTUR NUSANTARA
11