Laporan Praktikum
Hari/tanggal : Selasa,14 Desember 2010
m.k Oseanografi Fisika
Asisten
: Tri Hartanto, S.pi
Arus Geostropik di Perairan Barat Sumatera Koordinat 4,9481˚LS – 8,8636˚LS 8,8636˚LS dan 102,079˚BT 102,079˚BT - 103,117˚BT.
Disusun oleh : Arif Baswantara C54080027
BAGIAN OSEANOGRAFI FISIK DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
1. Pe Pend ndah ahul ulua uan n
1
1.1 1.1 Lata Latarr Bela Belaka kang ng Dalam perkembangan teknologi saat ini, perkembangan penelitian dibidang ilmu dan teknologi kelautan. Salah satu perkembangan teknologi itu ikut terasa pada penelitian oseanografi kelautan. Banyak parameter oseanografi yang dapat diketahui melaui penelitian-penelitian yang dilakukan, salah satu dari parameter tersbut adalah arus. Arus biasa dikenalk juga sebagai pergerakan massa air dari suatu tempat ke tempat lain. Arus sangat penting untuk diketahui karena dengan mengetahui parameter arus, maka dapat diketahui juga pola penyebaran parameter biologi, bahang dan sendimentasi. Karena pentingnya parameter ini untuk diketahui, maka kemampuan dalam mengolah data arus ini pun sangat dibutuhkan. Hasil pengolahan data ini yang dapat digunakan dalam melakukan analisis terhadap parameter-parameter oseanografi lainnya. Salah satu jenis arus yang akan dapat diketahui itu adalah arus geostrofik. Arus Geostrofik merupakan arus yang disebabkan karena beda gradien tekanan dan gaya coriolis bumi.
1.2 Tujuan Dari pengolahan data arus Geostrofik laut ini, maka hal yang diharapkan adalah dapat menampilkan sebaran menegak dan melintang suhu, salinitas dan densitas, kemudian menentukan massa jenis suatu peraira n, dapat menampilkan sebaran menegak dan melintang kedalaman dinamik suatu perairan, dapat menentukan kecepatan arus Geostrofik dan dapat menghitung volume transpor (Sv) massa air laut.
2. Tinjau Tinjauan an Pustak Pustaka a
2.1 Suhu
2
Suhu merupakan suatu besaran fisika yang menyatakan besarnya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu benda. Suhu menjadi faktor penting dalam lingkungan laut karena secara langsung berpengaruh terhadap tumbuh-tumbuhan dan hewan, yakni pada laju fotosintesis tumbuh–tumbuhan tumbuh–tumbuhan dan proses fisiologi hewan, khususnya derajat metabolisme dan siklus reproduksinya (Sverdrup et al, 1942). Berdasarkan gradien suhu secara vertikal di dalam kolom perairan, Wyrtki (1961) membagi perairan menjadi 3 (tiga) lapisan, yaitu: a) lapisan homogen pada permukaan perairan atau disebut juga lapisan permukaan tercampur; b) lapisan diskontinuitas atau biasa disebut lapisan termoklin; c) lapisan di bawah termoklin dengan kondisi yang hampir homogen, dimana suhu berkurang secara perlahanlahan ke arah dasar perairan. Suhu permukaan laut tergantung pada beberapa faktor, seperti presipitasi, evaporasi, kecepatan angin, intensitas cahaya matahari, dan faktor-faktor fisika yang terjadi di dalam kolom perairan. Presipitasi terjadi di laut melalui curah hujan yang dapat menurunkan suhu permukaan laut, sedangkan evaporasi dapat meningkatkan suhu permukaan akibat adanya aliran bahang dari udara ke lapisan permukaan perairan. Disamping itu Lukas and Lindstrom (1991) mengatakan bahwa perubahan suhu permukaan laut sangat ter gantung pada termodinamika di lapisan permukaan tercampur.
2.2 2.2 Sali Salini nita tass Salinitas didefinisikan sebagai jumlah gram seluruh zat yang larut dalam 1 kg air laut, dengan anggapan bahwa seluruh karbonat telah diubah menjadi oksida, semua brom dan iod diganti dengan khlor yang setara dan semua zat organik mengalami oksidasi sempurna (Sverdrup et al., 1942). Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. sungai. Perairan dengan tingkat curah hujan tinggi dan dipengaruhi oleh aliran sungai memiliki salinitas yang rendah rendah sedangkan sedangkan perairan yang memiliki penguapan penguapan yang tinggi, tinggi, salinitas salinitas perairannya tinggi. Selain itu pola sirkulasi juga berperan dalam penyebaran salinitas di suatu perairan. Secara vertikal nilai salinitas a ir laut akan semakin besar besar dengan dengan bertambahn bertambahnya ya kedalaman. kedalaman. Di perairan perairan laut lepas, angin sangat menentukan penyebaran salinitas secara vertikal. Pengadukan di dalam lapisan 3
permukaan memungkinkan salinitas menjadi homogen. Terjadinya upwelling yang yang mengan mengangka gkatt massa massa air bersal bersalini initas tas tinggi tinggi di lapisa lapisan n dalam dalam juga juga mengakibatkan meningkatnya salinitas permukaan perairan. Nilai salinitas rata-rata tahunan di perairan Indonesia yang terendah sering hampir dijumpai pada bagian barat dan semakin ke daerah timur, salinitas akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh pengaruh massa air dengan salinitas tinggi dari Samudera Pasifk sepanjang tahun dan lebih sedikit pengaruh massa air daratan yang disebabkan oleh sedikitnya sungai-sungai besar di Indonesia bagian timur dibandingkan di bagian barat (Wyrtki, 1961).
2.3 Dens Densit itas as Densitas (ρ) didefinisikan sebagai massa per unit volume (gr/cm') yang merupakan fungsi dari suhu, salinitas, dan sedikit pengaruh dari komprebilitas tekanan air laut (Tampubolon, 2003). Distribusi densitas dalam perairan dapat dilihat melalui stratifikasi densitas secara vertikal di dalam kolom perairan, dan perbedaan secara horisontal yang disebabkan oleh arus. Distribusi densitas berhubungan berhubungan dengan karakter karakter arus dan daya tenggelam suatu massa air yang berdensitas tinggi pada lapisan permukaan ke kedalaman tertentu. Densitas air laut tergantung pada pada suhu dan salinitas serta semua proses yang yang mengakibatkan berubahnya berubahnya suhu dan salinitas. Densitas permukaan laut berkurang karena ada pemanasan, presipitasi, run off dari daratan serta meningkat jika terjadi evaporasi dan menurunnya suhu permukaan. Nilai densitas air laut kerap dinyatakan dalam bentuk σ t (sigma-t). σt adalah lambang yang mengekspresikan densitas sampel air laut pada tekanan atmosfer seperti yang ditentukan dari pengukuran temperatur in situ dan salinitasnya (Supangat, A. dan Susanna, Susanna, 2003).
2.4 Kedala Kedalaman man Dinami Dinamik k Untuk dapat menjelaskan tentang arus laut berdasarkan konsep kedalaman dinamik, maka perlu dijelaskan tentang istilah permukaan isobar (isobaric surface) dan permukaan datar (level surface). Permukaan isobar adalah suatu permukaan dimana disepanjang permukaan tersebut tekanan terhadap fluida adalah sama (Sverdrup et al., 1942). Permukaan datar adalah suatu permukaan imaginer dimana permukaan itu posisinya tegak lurus dengan arah gaya gravitasi (Sverdrup 4
et al., 1942), atau permukaan dimana energi potensialnya konstan (Neumann dan Pierson, 1966). Di dalam air laut tekanan meningkat sesuai dengan bertambahnya kedalaman, oleh karena itu gradien tekanan dalam air laut memiliki arah ke atas. Gradien tekanan yang memiliki arah vertikal ke atas tersebut, dapat mengimbangi percepatan gaya gravitasi yang arahnya ke bawah, maka akan membuat permukaan isobar sejajar dengan permukaan datar. Kenyataannya permukaan isobar jarang sekali identik dengan permukaan datar, melainkan selalu berbeda walupun dengan jarak yang sangat kecil (Sverdrup et al., 1942).
2.5 2.5 Arus Arus Geos Geostr trof ofik ik Arus geostrofik merupakan arus yang terjadi akibat adanya keseimbangan geostrofik. Keseimbangan geostrofik yang terjadi karena adanya gradien tekanan mendatar/horizontal yang bekerja pada massa air yang bergerak, dan diseimbangkan oleh gaya Coriolis (Svedruv et al., 1989). Arus tipe ini tidak dipengaruhi oleh pergerakan angin (gesekan antara air dan udara), sehingga Pond dan Pickard (1983) memasukkan arus tipe ini ke dalam pada golongan arus tanpa gesekan. Penelitian mengenai arus geostrofik sangat penting karena dapat menggambarkan sistem peredaran massa air dan melengkapi sikulasi termohaline global. Beberapa metode pendekatan untuk meneliti arus antara lain (Sverdrup et.al., 1945) : Perhitungan arus berdasarkan sebaran densitas yang diperoleh dari observasi suhu dan salinitas, penggambaran arus berdasarkan data angin dan pendugaan arus berdasarkan hasil dari perbedaan proses pemanasan atau pendinginan, pengembunan atau penguapan.
3. Meto Metodo dolo logi gi
3.1 Peta Lokasi Lokasi dan dan Sebaran Sebaran Stasiun Stasiun
5
Gambar 1. Peta Lokasi Stasiun
Lokasi pengambilan data arus geostrofik berada di pantai barat Sumatera, Samudera Hindia. Tedapat empat stasiun yang menjadi titik pengambilan data. Stasiun tersebut terletak pada koordinat 4,9481˚LS – 8,8636˚LS dan 102,079˚BT 103,117˚BT.
3.2
Perolehan dan pengolahan data dengan perangkat lunak Matlab dan ODV Pada awalnya, data yang diperoleh dari CTD di buka pada sofware ODV
dengan menu import. Setelah itu data tersebut diolah terlebih dahulu pada ODV sehingga diperoleh gambar sebaran melintang dari suhu, salinitas, densitas, anomali kedalaman, dan kecepatan geostrofik. Setelah diperoleh gambar kecepatan geostrofik, data di export dengan menu ODV Spreadsheet . Sebelumnya data di export pada saat setelah penentuan stasiun yang akan diolah. Pengolahan data pada Matlab, menggunakan data hasil export ODV pada stasiun yang akan diolah. Pada Matlab, data diolah sehingga diperoleh gambar sebaran menegak dari suhu, salinitas, densitas, dan kecepatan geostrofik. Data yang diperoleh dari gambar kecepatan geostrok di export dengan format *.txt.
3.3
Perhitungan sigma-t ( σ ) t t
Perhitungan nilai sigma-t dilakukan dengan menggunakan nilai-nilai parameter yang telah ada, yaitu parameter parameter suhu, salinitas, dan konduktivitas. konduktivitas. Nilai 6
sigma-t digunakan untuk menghitung volume spesifik, dan nilai volume spesifik yang diperoleh digunakan digunakan untuk menghitung menghitung anomali volume spesifik. Nilai sigma-t diperoleh dengan terlebih dahulu menghitung sigma-0 ( σ 0) dengan rumus di bawah ini (Neumann dan Pierson, 1966) :
3
σ 0 =
j B S ∑ j j = 0
Dimana : B0 = -0,09344586324 -0,09344586324 B1 = 0,814876576925 0,814876576925 B2 = -4,824961403E-4 -4,824961403E-4 B3 = 6,767861356E-6 6,767861356E-6
Dari nilai
0
tersebut nilai
dapat dihitung berdasarkan nilai empiris
t
Forch (1902) dalam Neumann dan Pierson (1966) yang telah diubah kedalam bahasa pemprograman Fortran-IVG oleh Fofonoff dan Tabata dalam Admadipoera (1991) berikut ini : 4
∑ A1T
i
σ i
=
i =1
T + A0
Dima Dimana na : T = Suhu Suhu (ºC) (ºC)
3
2
+ ∑ ∑ Aij (σ 0 ) i T i j = 0 i =1
i,j i,j = Inde Indeks ks dari dari suat suatu u peub peubah ah a, A,B, A,B, dan dan T
A0 = 67,26
A1 = 4,5316842620 4,5316842620
A2 = -0,54593391107
A 3 = -1,9824839871 E-3
A4 = -1.438030609 E-7
A 10 = 1,0
A11 = -4,7867 E-3
A 12 = 9,8185 E-5
A13 = -1,0843 E-6
A 20 = 0
A21 = 1,8030 E-5
A 22 = -8,164 E-7
A23 = 1,667 E-8
3.4 Perhitung Perhitungan an anomali anomali volume volume spesifik spesifik Anomali volume spesifik ( δ ) dihitung dengan menggunakan nilai yang didapat dari perhitungan volume volume spesifik. Perhitungan anomali volume spesifik 7
(
) dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (Neumann dan Pierson,
1966) : 5 5 10 δ = 10 (σ s ,t , p − σ 35, 0 , p )
Konstanta 10 5 adalah untuk mengkonversi satuan (m3kg-1).
α
33,0,p
δ
dari (cm3gr -1) ke dalam
adalah volume spesifik air laut baku pada suhu 0 ºC,salinitas 35
‰ dan tekanan p. Untuk menghitung
α
33,0,p
digunakan rumus yang dikembangkan oleh Fofonoff
dan Tabata (1958 dalam Atmadipoera (1991), yaitu : 3
∑ C P n
σ
0 , 35 , p
=
n =0
1 + 1,83 E − 5 p
Dimana : p = Tekanan (dbar) C0 = 0,97264310
C 1 = -1,326963403 - 1,326963403E-5 E-5
C2 = -6,22760321E-12
C 3 = -1,88511480E - 1,88511480E-16 -16
3.5 Perhitung Perhitungan an arus geostr geostrofik ofik dan volume volume transpo transporr Dalam perhitungan kecepatan relatif arus geostrofik terlebih dahulu kita harus menentukan papar acuan ( reference level ). ). Kedalaman papar acuan ialah kedalaman dimana tidak ada gerak relatif antara dua stasiun, yang dikenal sebagai
level of no motion . Papar acuan dapat diketahui dengan memplotkan data kedalaman dengan selisih anomali kedalaman dinamik antara dua stasiun yang berdekatan (Neumann dan Pierson, 1966).
3.6 Diagram Diagram suhu-sali suhu-salinitas nitas (T-S) Diagram T-S diperoleh dengan memplotkan data suhu dan salinitas pada masing-masing transek pengamatan. pengamatan. Sumbu x pada diagram ini mewakili nilai salinitas dan sumbu sumbu y mewakili nilai suhu. suhu. Diagram T-S ini digunakan digunakan untuk mengidentifikasi massa air yang melalui area pengamatan, karena dari informasi suhu dan salinitas diketahui karakteristik suatu massa air yang selanjutnya dapat diperkirakan asal-usulnya. Dalam hal ini langkah untuk untuk memperoleh diagram T-S sama dengan memperoleh profil menegak salinitas, namun untuk kedalaman (sby) diganti menjadi suhu potensial. 8
4. Hasil Hasil dan Pemb Pembaha ahasan san
4.1
Sebaran menegak dan melintang suhu, salinitas dan densitas
9
Dari data CTD yang diolah, maka akan diperoleh sebaran secara melintang dan menegak dari suhu, salinitas, dan densitas. Pengolahan data menggunakan software ODV dan Matlab.
Gambar 2. Sebaran Melintang dan Menegak Suhu
Gambar 3. Sebaran Melintang Salinitas
Gambar 4. Sebaran Melintang Densitas
Dari gambar 2, gambar 3 dan gambar 4, dapat dilihat sebaran dari suhu, salinitas dan densitas pada pantai Barat Sumatera. Terlihat penurunan suhu seiring dengan pertambahan kedalaman. Pada salinitas dan densitas terjadi kenaikan seiring dengan pertambahan kedalaman. Pada salinitas, terdapat penurunan yang drastis pada kedalaman 1000m. Sedangkan pada sebaran densitas terjadi penurunan yang terus menerus mulai dari kedalaman 1000m.
10
4.2 Diagram Diagram suhu-sali suhu-salinitas nitas (T-S)
Gambar 5. Diagram suhu-salinitas
Diagram suhu-salinitas pada gambar 5 merupakan diagram yang menggambarkan hubungan dari salinitas, suhu potensial dan densitas. Suhu potensial pada perairan Barat Sumatera mengalami penurunan yang drastis pada salinitas 34-35 psu. Garis isopicnal pada gambar menghubungkan titik yang memiliki densitas yang sama pada hubungan salinitas dan suhu potensial yang diolah.
4.3 Sebaran Sebaran menegak menegak dan melintang melintang anomali anomali kedalam kedalaman an dinamik dinamik
Gambar 6. Sebaran Melintang Anomali Kedalaman
11
Pada gambar 6, dapat dilihat sebaran dari anomali kedalaman. Terjadi penurunan nilai anomali kedalaman seiring dengan semakin dalamnya perairan. Penurunan tersebut mengalami penurunan mulai dari kedalaman 1000m.
4.4
Kecepatan arus geostrofik secara menegak
Gambar 7. Sebaran Melintang Arus Geostrofik
Dari gambar 7, terlihat bahwa pada pantai barat Sumatera, arus geostrofik yang paling cepat terdapat pada kedalamankisaran 1000m. Dan pada permukaan, kecepatan arus geostrofik sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa arus geostrofik terjadi pada perairan yang dalam, dan memiliki sebaran kecepatan yang semakin rendah pada permukaan dan tinggi pada kedalaman ribuan meter.
4.5 Volume Volume transpor transpor (Sv) massa massa air yang yang melui kedua kedua stasiun stasiun Dari gambar 8, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan volume yang berpindah pada masing-masing stasiun. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan kecepatan arus geostrofik pada stasiun-stasiun tersebut. Volume terbesar air yang dipindahkan terdapat pada kedalaman antara 1000m - 2000m. Sesuai dengan sebaran kecepatan arus geostrofik yang juga memiliki nialai terbesar pada kedalaman antara 1000m – 2000m.
Gambar 8. Volume Transpor Masa air
12
5. Kesi Kesimp mpul ulan an
Untuk mengetahui kecepatan arus geostrofik dalam suatu perairan, perlu diketahui juga besarnya nilai salinitas, suhu dan densitas. Pada arus geostrofik juga perlu diketahui nilai dari anomali kedalaman dinamik. Dari semua data tersebut maka dapat diketahui sebaran dari nilai kecepatan arus geostrofik. Dari kecepatan arus geostrofik ini, untuk selanjutnya dapat diketahui volume massa air yang dipindahkan dalam setiap kedalaman disuatu perairan.
13
Daftar Pustaka
-Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.
Supangat, A. Dan Susanna. 2003. Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumber Daya Non-Hayati Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Sverdrup, H. V., M. w. Johnson, and R. H. Fleming. 1942. The Ocean Their Physic, Chemistry and General Biology. Prentice Hall Inc. Englewood.
Wyrtki, K. 1961. Physical Oceanography of Southeast Asean Waters . Naga Report \',I. 2. The University of California, La Jolla, California.
14