Askep Dermatitis Pada Anak
ASUHAN KEPERAWATAN DERMATITIS PADA ANAK A. Konsep Dasar Penyakit 1 Definisi Dermatitis adalah peradangan kulit ( epidermis dan dermis ) sebagai respon terhadap pengaruh fakor f akor eksogen atau pengaruh factor f actor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik ( eritema, edema, papul, vesikel, skuama ) dan keluhan gatal ( Djuanda, Adhi, 2007 ). 2 Epidemiologi Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup banyak, namun angkanya secara tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat. Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka (hipersensitif). Namun sedikit sekali informasi mengenai prevalensi dermatitis ini di masyarakat.
3 Etiologi Penyebabnya secara umum dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : Luar ( eksogen ) misalnya bahan kimia ( deterjen, oli, semen ), fisik ( sinar matahari, suhu ), mikroorganisme ( mikroorganisme, jamur). Dalam ( endogen ) misalnya dermatitis atopik. 4 Faktor Predisposisi Keringnya kulit. Iritasi oleh sabun, deterjen, pelembut pakaian, dan bahan kimia lain. Menciptakan kondisi yang terlalu hangat untuk anak, misal nya membungkus anak dengan pakaian berlapis. Alergi atau intoleransi terhadap makanan tertentu. Alergi terhadap debu, serbuk bunga, atau bulu hewan. Virus dan infeksi lain. Perjalan ke Negara dengan iklim berbeda. 5 Gejala klinis Pada umumnya penderita dermatitis akan meneluh gatal, dimana gejala klinis lainnya bergantung pada stradium penyakitnya. penyakitnya. Stadium akut : kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi dan eksudasi sehingga tampak basah. Stadium subakut : eritema, dan edema berkurang, eksudat mongering menjadi kusta. Stadium kronis : lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul dan likenefikasi. Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja sejak awal suatu dermatitis sejak awal memberikan gambaran klinis berupa kelainan kulit stadium kronis. 6 Patofisologi
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh iritan melalui kerja kimiawi atau fisik. Bahan irisan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit. Keadaan ini akan merusak sel epidermis. Ada 2 jenis bahan iritan yaitu: iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor lain yang dapat mempengaruhi yaitu: kelembaban udara, tekanan, gesekan, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut. Berkaitan dengan gejala diatas dapat menimbulkan rasa nyeri yang timbul akibat lesi kulit, erupsi dan gatal. Selain itu, dapat menimbulkan gangguan intergritas kulit dan gangguan citra tubuh yang timbul karena vesikel kecil, kulit kering, pecah-pecah dan kulit bersisik. 7 Klasifikasi Berdasarkan etiologinya dermatitis diklasifikasikan menjadi 3 yaitu : a. Dermatitis kontak ( dermatitis venemata ) Merupakan dermatitis yang disebabkan oleh bahan yang menempel pada kulit atau dermatitis kontak merupakan respon reaksi hipersensitivitas lambat tipe IV. Penyakit ini adalah kelainan inflamasi yang sering bersifat ekzematosa yang disebabkan oleh reaksi kulit terhadap sejumlah bahan yang iritatif atau alergenik.
Ada 4 bentuk dermatitis kontak yaitu : • Dermatitis kontak iritan Dermatitis yang terjadi akibat kontak dengan bahan yang secara kimiawi atau fisik merusak kulit tanpa dasar imunologik. Terjadi sesudah kontak pertama dengan iritan atau kontak ulang dengan iritan ringan selama waktu yang lama. Dermatitis ini terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut, lama kontak, kekerapan, gesekan dan trauma fisis, shu serta kelembaban. Selain faktor diatas faktor lain yang mendukung terjadinya dermatitis kontak alergik adalah faktor individu misalnya perbedaan kelembaban kulit, usia ( anak dibawah umur 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teritasi ), ras ( kulit hitam lebih rentan dari kulit putih ) dan jenis kelamin ( insidans DKI lebih banyak pad wanita ). Gejala klinis yang terjadi adalah kekeringan kulit yang berlangsung beberapa hari hingga bulan. Vesikulasi, fisura dan pecah-pecah. Tangan dan lengan bawah merupakan bagian yang paling sering terkena.
• Dermatitis kontak alergik. Merupakan reaksi hipersensitivitas tipe IV yang terjadi akibat kontak kulit dengan bahan alergik ( bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas ). Tipe ini memiliki periode sensitisasi 10 – 14 hari. Reaksi hipersensitivitas tipe IV terjadi melalui 2 fase yaitu: Fase sensitisasi Hapten masuk ke dalam epidermis melewati stratum korneum akan ditangkap oleh sel langerhans denagn cara pinositosis dan diproses secara kimiawi oleh enzim lisosom. Pada awalnya sel langerhans dalam keadaan istirahat, dan hanya berfungsi sebagai makrofag dengan sedikit kemampuan menstimulasi sel T. Terjadinya sensitisasi kontak tergantung pada sinyal iritan yang dapat berasal dari alergen kontak sendiri dari ambang rangsang yang rendah terhadap respon iritan, dari bahan kimia inflamasi pada kulit yang meradang. Jadi sinyal bahaya yang menyebabkan sensitisasi tidak berasal dari sinyal antigenik sendiri melainkan dari iritasi yang menyertainya. Suatu tindakan mengurangi iritasi akan menurunkan potensi sensitisasi.
• Fase elisitasi Fase kedua (elisitasi) hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada pajanan ulang alergen (hapten), hapten akan ditangkap sel langerhans dan diproses secara kimiawi menjadi antigen, diikat oleh HLA-DR, kemudian diekskresi di permukaan kulit. Selanjutnya kompleks HLADR-antigen akan dipresentasikan kepada sel T yang telah tersensitisasi baik di kulit maupun di kelenjar limfe sehingga terjadi proses aktivasi. Fase elisitasi umumnya berlangsung antara 24-48 jam. Gambaran klinisnya dapat berupa vasodilatasi dan infiltrat perivaskuler pada dermis, edema intrasel, biasanya terlihat pada permukaan dorsal tangan. • Dermatitis kontak fototoksik Merupakan dermatitis yang menyerupai tipe iritan tetapi memerlukan kombinasi sinar matahari dan bahan kimia yang merusak epidermis kulit. Gambaran klinis yang terjadi serupa dengan dermatitis iritan. • Dermatitis kontak fotoalergik Menyerupai dermatitis alergi tetapi memerlukan pajanan cahaya disamping kontak alergen untuk menimbulkan reaktivitas imunologik. Gambaran klinis serupa dengan dermatitis iritan. b. Dermatitis Atopik Adalah peradangan kulit yang melibatkan perangsangan berlebihan limfosit T dan sel Mast. Tipe gatal kronik yang sering timbul, dalam keadaan yang sering disebut eksema. Manifestasi klinik dimulai sejak selama kanak-kanak. Dalam keadaan akut, yang pertama tampak kemerahan dan banyak kerak. Pada bayi lesi kulit tampak pada wajah dan bokong. Pada anak yang yang lebih tua dan remaja, lesi tampak lebih sering muncul di tangan dan kaki, di belakang lutut dan lipat siku. Gejala terbesar adalah pruritus hebat menyebabkan berulangnya peradangan dan pembentukan lesi yang merupakan keluahan utama mencari bantuan. c. Dermatitis medikamentosa Adalah kelainan hipersensitivitas tipe I, merupakan istilah yang digunakan untuk ruang kulit karen pemakaian internal obat-obatan atau medikasi tertentu. Pada umumnya reaksi obat timbul mendadak, ruam dapat disertai dengan gejala si stemik atau menyeluruh. Berdasarkan morfologinya, dermatitis dapat diklasifikasikan menjadi 4 , yaitu : • Dermatitis papulosa • Dermatitis vesikulosa • Dermatitis madidans • Dermatitis eksfloliative Berdasarkan bentuknya , dermatitis diklasifikasikan menjadi : • Dermatitis numularis Merupakan dermatitis yng lesinya berbentuk mata uang atau agak lonjong, berbatas tegas, dengan efloresensi berupa papulovesikel, biasanya mudah pecah sehingga basah. Gambaran klinis yang terjadi adalah : umumnya mengeluh sangat gatal, lesi akut berupa vesikel dan papolu vesikel ( 0,3 – 1.0 cm ) kemudian membesar dengan cara berkonploensi atau meluas kesamping. Membentuk satu lesi karakteristik seperti uang logam ( koin ), eritematosa, sedikit edematosa, dan berbatas tegas. Jumlah lesi dapat 1 dapat pula banyak dan tersebar, bilateral atau simetris dengan ukuran bervariasi mulai dari miliar – numular.
Pemeriksaan fisik • Kulit Pemeriksaan kulit meliputi pemeriksaan inspeksi dan palpasi. 1. Inspeksi a. Higiene kulit Penilaian atas kebersihan yang merupakan petunjuk umum atas kesehatan seseorang. b. Kelainan yang bisa nampak pada inspeksi, yaitu: Makula: suatu bercak yang nampak berwarna kemerahan, permukaan kulit datar dan ukurannya kurang dari 1 cm, misalnya pada morbili atau campak. Eritema: suatu bercak kemerahan yang ukurannya lebih besar dari makula, misalnya:crysipelas Papula: suatu lesi kulit yang menonjol lebih tinggi daripada sekitarnya, misalnya gigitan. Vesikula: suatu tonjolan kecil kurang dari 1 cm, berisi cairan yang jernih, misalnya cacar air herpes simpleks. Jika tonjolannya besar-besar lebih dari 1 cm disebut bula, misalnya lukabakar. Pustula: suatu tonjolan berisi cairan nanah, misalnya impetigo, jerawat, infeksi kuman staphilococcus (bisul ). Ulkus: suatu lesi yang terbuka yang diakibatkan pecahnya vesikula dan pustula. Crusta: cairan tubuh yang mengering bisa dari serum, nanah, darah dsb. Eksoriasis: pengelupasan epidermis pada luka lecet atau abrasi. Fisurre: retak / pecahnya jaringan kulit sehingga terbentuk celah retakan. Hal ini diakibatkan penurunan elastisitas jaringan kulit. Cicatrix: pembentukan jaringan ikat pada kulit sesudah penyembuhan luka. Hal ini bisa karena bakat ( mempunyai kecenderungan untuk itu) ada pula yang spesifik, yaitu cicatrixbekas irisan kulit pada seseorang mofinis dan bekas suntikan BCG. Petekie: ada bercak pendarahan yang terbatas dan terletak di epidermis kulit berukuran kurang dari 1 cm. Hematoma: pendarahan di bawah kulit yang umumnya berukuran lebih besar dan berwarna merah, biru, ungu sampai biru. Naevus pigmentosus: andeng- andeng atau tahi lalat, hiperpigmentasi pada suatu daerah kulit dengan batas tegas. Hiperpigmentasi: suatu daerah di kulit yang lebih tua warnanya dari kulit sekitarnya. Vitiligo/hipopigmentasi: daerah kulit yang tidak berpigmen/ kurang pigmen daripada kulit sekitarnya. Tatttoo: hiperpigmentasi buatan dengan masukan zat warna. Hemangioma: suatu bercak kemerahan akibat pelebaran pembuluh- pembuluh darah setempat yang biasanya kongenital. Spider naevi: suatu pelebaran pembuluh- pembuluh darah arteriola di kulit yang khas bentuk dan arah aliran darahnya ( keluar) misalnya pada penderita sirosis hepatis. Lichenifikasi: penebalan epidermis dan kekakuan kulit. Striae: suatu garis- garis putih kulit yang bisa ditemui pada kulit perut wanita hamil, orangorang yang sangat gemuk ( daerah gluteal, lipat bahu, ketiak ini karena regangan kulit yang melebihi ekstisitisitasnya). Mongolian spot: suatu bercak kebiruan yang sering didapat di daerah gluteal sampai lumbal, bayi-bayi dari ras oriental, Indian, Amerika, dan Negro. Uremie frost: bedak ureum, salju ureum di kulit merupakan kristal halus ureum yang terjadi akibat menguapnya keringat pasien uremia sehingga di kulit tertinggal ”bedak” ureum.
Anemi: pucat bisa dilihat dari telapak tangan mulosa bibir, konjungtiva, warna dasar kuku karena kurangnya Hb. Cyanosis: tampak kulit warna kebiruan akibat jumlah reduced Hb melebihi kadar 5 % akibat kegagalan transport oksigen atau menumpuknya CO2 di jaringan. Ikterus: warna kuning- kuning kehijauan yang bisa tampak di kulit, telapak tangan, dan sklera mata karena bilirubin yang tinggi pada penyakit-penyakit hati. 2. Palpasi Pada palpasi pertama dirasakan kehangatan kulit ( dingin, hangat, deman ) kemudian kelembabannya, pasien dehidrasi terasa kering dan pasien hipertiroidisme berkeringat terlalu banyak. a. Tekstur kulit dirasakan halus, lunak, lentur, pada kulit normal. Teraba ksar pada defisiensi vitamin A, hipotitoid, terlalu sering mandi, banyak ketombe, diaper-rash (di selangkangan bayi ) akibat popok bayi. b. Turgor dinilai pada kulit perut dengan cubitan ringan. Bila lambat kembali ke keadaan semula menunjukkan turgor turun pada pasien dehidrasi. c. Krepitasi teraba ada gelembung-gelembung udara di bawah kulit akibat fraktura tulang-tulang iga atau trauma leher yang menusuk kulit sehingga udara paru-paru bisa berada di bawah kulit dada. d. Edema adalah terkumpulnya cairan tubuh di jaringan tubuh lebih daripada jumlah semestinya.
Pemeriksaan Penunjang a. Tes Tempel Terbuka. Pada uji terbuka bahan yang dicurigai ditempelkan pada daerah belakang telinga karena daerah tersebut sukar dihapus selama 24 jam. Setelah itu dibaca dan dievaluasi hasilnya. Indikasi uji tempel terbuka adalah alergen yang menguap. b. Tes Tempel Tertutup. Untuk uji tertutup diperlukan Unit Uji Tempel yang berbentuk semacam plester yang pada bagian tengahnya terdapat lokasi dimana bahan tersebut diletakkan. Bahan yang dicurigai ditempelkan dipunggung atau lengan atas penderita selama 48 jam setelah itu hasilnya dievaluasi.
c. Tes tempel dengan Sinar Uji tempel sinar dilakukan untuk bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan yang dengan sinar ultra violet baru akan bersifat sebagai alergen. Tehnik sama dengan uji tempel tertutup, hanya dilakukan secara duplo. Dua baris dimana satu baris bersifat sebagai kontrol. Setelah 24 jam ditempelkan pada kulit salah satu baris dibuka dan disinari dengan sinar ultraviolet dan 24 jam berikutnya dievaluasi hasilnya. Untuk menghindari efek daripada sinar, maka punggung atau bahan test tersebut dilindungi dengan secarik kain hitam atau plester hitam agar sinar tidak bisa menembus bahan tersebut. Untuk dapat melaksanakan uji tempel ini sebaiknya penderita sudah dalam keadaan tenang penyakitnya, karena bila masih dalam keadaan akut kemungkinan salah satu bahan uji tempel merupakan penyebab dermatitis sehingga akan menjadi lebih berat. Tidak perlu sembuh tapi dalam keadaan tenang. Disamping itu berbagai macam obat dapat mempengaruhi uji tempel sebaiknya juga dihindari paling tidak 24 jam sebelum melakukan uji tempel misalnya obat antihistamin dan kortikosteroid. Dalam melaksanakan uji tempel diperlukan bahan standar yang umumnya telah disediakan oleh International Contact dermatitis risert group, unit uji tempel dan penderita
maka dengan mudah dilihat perubahan pada kulit penderita. Untuk mengambil kesimpulan dari hasil yang didapat dari penderita diperlukan keterampilan khusus karena bila gegabah mungkin akan merugikan penderita sendiri. Kadang-kadang hasil ini merupakan vonis penderita dimana misalnya hasilnya positif maka penderita diminta untuk menghindari bahan itu. Penderita harus hidup dengan menghindari ini itu, tidak boleh ini dan itu sehingga berdampak negatif dan penderita dapat jatuh ke dalam neurosis misalnya. Karenanya dalam mengevaluasi hasil uji tempel dilakukan oleh seorang yang sudah mendapat latihan dan berpengalaman di bidang itu. Tes in vitro menggunakan transformasi limfosit atau inhibisi migrasi makrofag untuk pengukuran dermatitis kontak alergik pada manusia dan hewan. Namun hal tersebut belum standar dan secara klinis belum bernilai diagnosis. Penatalaksanaan Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik yang baik adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada kulit. • Pencegahan Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat dilaksanakan misalnya penggunaan sarung tangan karet di ganti dengan sarung tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat bergagang panjang, penggunaan deterjen. • Pengobatan Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan sistemik. • Pengobatan topical Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila kering berikan terapi kering. Makin akut penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin ), bila kronik berikan salep. Bila basah berikan kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep. Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan. Jenis-jenisnya adalah : 1. Kortikosteroid Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian topikal akan menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis kontak alergik. Steroid menghambat aktivasi dan proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin disebabkan karena efek langsung pada sel penyaji antigen dan sel T. Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul CD1 dan HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi penyaji antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian profilerasi sel T dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan respon imun yang terjadi dalam proses dermatitis kontak dengan demikian efek terapetik. Jenis yang dapat diberikan adalah hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara pemakaian topikal dengan menggosok secara lembut. Untuk meningkatan penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan, dapat dilakukan secara tertutup dengan film plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu diperhatikan timbulnya efek samping berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis.
2.
Radiasi ultraviolet Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis kontak melalui sistem imun. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi sel Langerhans dan menginduksi timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T supresor. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya molekul
permukaan sel langehans (CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya. Kombinasi 8-methoxy-psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan reaksi peradangan dan imunitis. Secara imunologis dan histologis PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh UVB. Melalui mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel Langerhans akan sangat berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik. UVB juga merangsang ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans. 3. Siklosporin A Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas kontak pada marmut percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek minimal, mungkin disebabkan oleh kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis 4
Antibiotika dan antimikotika Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus, E. coli, Proteus dan Candida sp. Pada keadaan superinfeksi tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya gentamisin) dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk topikal.
5.
Imunosupresif topical Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus) dan SDZ ASM 981. Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T melalui penurunan sekresi sitokin seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini akan mengurangi peradangan kulit dengan tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping sistemik. SDZ ASM 981 merupakan derivat askomisin makrolatum yang berefek anti inflamasi yang tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding dengan kortikosteroid klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1% sebanding dengan betametason 17valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi yang diajurkan adalah 1%. Efek anti peradangan tidak mengganggu respon imun siste mik dan penggunaan secara topikal sama efektifnya dengan pemakaian secara oral.
• Pengobatan sistemik Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya adalah : 1. Antihistamin Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya. Ada yang berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga yang berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin dan asetilkolin. 2. Kortikosteroid Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral, intramuskular atau intravena. Pilihan terbaik adalah prednison dan prednisolon. Steroid lain lebih mahal dan memiliki kekurangan karena berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam waktu singkat maka efek sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus pada penderita ulkus peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek sampingnya terutama pertambahan berat badan, gangguan gastrointestinal dan perubahan dari insomnia hingga depresi. Kortikosteroid bekerja dengan menghambat proliferasi limfosit, mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR pada sel Langerhans, menghambat pelepasan IL-2 dari limfosit T dan menghambat sekresi IL-1, TNFa dan MCAF. 3. Siklosporin
4.
5.
6. 7.
8.
Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T penolong dan menghambat produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8. Mengurangi aktivitas sel T, monosit, makrofag dan keratinosit serta menghambat ekspresi ICAM-1. Pentoksifilin Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans. Merupakan derivat teobromin yang memiliki efek menghambat peradangan. FK 506 (Takrolimus) Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan selular. Menghambat sekresi IL2R, INF-r, TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis leukotrin pada sel mast serta pelepasan histamin dan serotonin. Dapat juga diberikan secara topikal. Ca++ antagonis Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisn ya seperti nifedipin dan amilorid. Derivat vitamin D3 Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6 dan INF-r yang merupakan mediator-mediator poten dari peradangan. Contohnya adalah kalsitriol. SDZ ASM 981 Merupakan derivay askomisin dengan aktifitas anti inflamasi yang tinggi. Dapat juga diberikan secara topical, pemberian secara oral lebih baik daripada siklosporin Diet Penatalaksanaan diet pada dermatitis msih merupakan masalah yang kontriversional. Alergi makanan yang signifikan tidak diketahui seganai penyebab dari dermatitis atau berapa persentase dari klien dermatitis yang mempunyai alergi terhadap makanan. Diet pada penyakit dermatitis adalah diet TKTP ( Tinggi Kalori Tinggi Protein). a. Tujuan diet dermatitis: Memberikan makanan secukupnya tanpa menimbulkan gejala alergi, meringankan intensitas serangan, mengurangi frekuensi serangan. Mencapai status gizi yang optimal. b. Syarat diet dermatitis: Tinggi Energi, protein, mineral dan vitamin sesuai dengan kebutuhan. Tidak menggunakan bahan makanan yg disangka menimbulkan alergi. c. Bahan makanan yang dapat menimbulkan alergi: Sumber zat tenaga : beras, gandum, cantel, havemut, jagung, kentang, lombok, terong . Sumber zat pembangun : daging sapi, susu sapi, ayam, kalkun, itik, burung dara dan telur hewan tsb., ikan tawar, ikan laut, cumi, kerang, keong, kepiting, rajungan, udang, belut, kurakura,penyu, telur penyu, ular , kacang tanah,kacang polong, kedelai dan hasil olahan. Sumber Zat Pengatur : daun selada, bit, bawang merah,bawang putih, labu, ragi, semangka, kurma, peterseli, brocoli,lobak,kol,anggur, apel, murbei, stroberi,kayu manis, kakao, coklat.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Menetapkan bahan alergen penyebab dermatitis kontak alergik diperlukan anamnesis yang teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik dan uji tempel. Anamnesis ditujukan selain untuk menegakkan diagnosis juga untuk mencari kausanya. Karena hal ini penting dalam menentukan terapi dan tindak lanjutnya, yaitu mencegah kekambuhan. Diperlukan kesabaran, ketelitian, pengertian dan kerjasama yang baik dengan pasien. Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh dokter maupun dilakukan sendiri, obyek personal meliputi pertanyaan tentang pakaian baru, sepatu lama,
kosmetika, kaca mata, dan jam tangan serta kondisi lain yaitu riwayat medis umum dan mungkin faktor psikologik. Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah sekitarnya. Karena beberapa bagian tubuh sangat mudah tersensitisasi dibandingkan bagian tubuh yang lain maka predileksi regional diagnosis regional akan sangat membantu penegakan diagnosis.
-
-
• Kriteria diagnosis dermatitis kontak alergik adalah : Adanya riwayat kontak dengan suatu bahan satu kali tetapi lama, beberapa kali atau Satu kali tetapi sebelumnya pernah atau sering kontak dengan bahan serupa. Terdapat tanda-tanda dermatitis terutama pada tempat kontak. Terdapat tanda-tanda dermatitis disekitar tempat kontak dan lain tempat yang serupa dengan tempat kontak tetapi lebih ringan serta timbulnya lebih lambat, yang tumbuhnya setelah pada tempat kontak. Rasa gatal. Uji tempel dengan bahan yang dicurigai hasilnya positif. • Dermatitis atopik : Erupsi kulit yang bersifat kronik residif, pada tempat-tempat tertentu seperti lipat siku, lipat lutut dise rtai riwayat atopi pada penderita atau keluarganya. Penderita dermatitis atopik mengalami efek pada sisitem imunitas seluler, dimana sel TH2 akan memsekresi IL-4 yang akan merangsang sel Buntuk memproduksi IgE, dan IL-5 yang merangsang pembentukan eosinofil. Sebaliknya jumlah sel T dalam sirkulasi menurun dan kepekaan terhadap alergen kontak menurun. • Dermatitis numularis : Merupakan dermatitis yang bersifat kronik residif dengan lesi berukuran sebesar uang logam dan umumnya berlokasi pada sisi ekstensor ekstremitas. • Dermatitis medikamentosa: Adanya riwayat minum obat sebelumnya, setelah itu timbul reaksi obat mendadak, ruam dapat disertai dengan gejala sistemik atau menyeluruh. 2. Diagnosa Keperawatan • Kerusakan integritas kulit b/d adanya lesi, perubahan pigmentasi, penebalan epidermis dan kekakuan kulit. • Nyeri b/d agen cedera fisik: adanya vesikel atau bula, erosi , papula, garukan berulang • Gangguan pola tidur b/d pruritus, nyeri. • Ganguan citra tubuh b/d penyakit dermatitis. • Kurang pengetahuan b/d program terapi. 3. Intervensi dan Rasionalisasi Dx 1: Kerusakan integritas kulit b/d adanya lesi, perubahan pigmentasi, penebalan epidermis dan kekakuan kulit. Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan 3x24 jam kondisi kulit klien menunjukkan perbaikan. Kriteria hasil : Klien akan mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yang baik dan turunnya peradangan, ditandai dengan:
- Mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit. - Berkurangnya derajat pengelupasan kulit, berkurangnya kemerahan, berkurangnya lecet karena garukan, penyembuhan area kulit yang telah rusak. Intervensi: • Mandi paling tidak sekali sehari selama 15 – 20 menit. Segera oleskan salep atau krim yang telah diresepkan setelah mandi. Mandi lebih sering jika tanda dan gejala meningkat. Rasional : dengan mandi air akan meresap dalam saturasi kulit. Pengolesan krim pelembab selama 2 – 4 menit setelah mandi untuk mencegah penguapan air dari kulit. • Gunakan air hangat jangan panas. Rasional : air panas menyebabkan vasodilatasi yang akan meningkatkan pruritus. • Gunakan sabun yang mengandung pelembab atau sabun untuk kulit sensitive. Hindari mandi busa. Rasional : sabun yang mengandung pelembab lebih sedikit kandungan alkalin dan tidak membuat kulit kering, sabun kering dapat meningkatkan keluhan. • Kolaborasi: oleskan/berikan salep atau krim yang telah diresepkan 2 atau tiga kali per hari. Rasional : salep atau krim akan melembabkan kulit. Dx 2: Nyeri b/d agen cedera fisik: adanya vesikel atau bula, erosi , papula, garukan berulang. Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan 3x24 jam, rasa nyeri pasien dapat berkurang Kriteria Hasil: - Melaporkan nyeri berkurang/ terkontrol. - Menunjukkan ekspresi wajah/ postur tubuh rileks. - Berpartisipasi dalam aktivitas dan tidur atau istirahat dengan tepat. Intervensi: • Observasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi atau karakter dan intensitas skala nyeri (0-10 ) Rasional: dapat mengidentifikasi terjadinya komplikasi dan untuk intervensi selanjutnya. • Ajarkan tehnik relaksasi progresif, nafas dalam guided imagery. Rasional: membantu klien untuk mengurangi persepsi nyeri atau mangalihkan perhatian klien dari nyeri. • Kolaborasi: Berikan obat sesuai indikasi topikal maupun sistemik; pentoksifilin Rasional: pemberian obat membantu mengurangi efek peradangan. Dx 3: Gangguan pola tidur b/d pruritus, nyeri. Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan 3x 24 jam klien bisa beristirahat secara optimal. Kriteria Hasil : - Mencapai tidur yang nyenyak. - Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat. - Menghindari konsumsi kafein. - Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur. - Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan.
Intervensi : • Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan kelembaban yang baik. Rasional: Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang nyaman meningkatkan relaksasi. • Menjaga agar kulit selalu lembab.
Rasional: Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan gatal biasanya tidak dapat disembuhkan tetapi bisa dikendalikan. • Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur. Rasional: kafein memiliki efek puncak 2-4 jam setelah dikonsumsi. • Melaksanakan gerak badan secara teratur. Rasional: memberikan efek menguntungkan bila dilaksanakan di sore hari. • Mengerjakan hal ritual menjelang tidur. Rasional: Memudahkan peralihan dari keadaan terjaga ke keadaan tertidur. Dx 4: Ganguan citra tubuh b/d penyakit dermatitis Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan 3x24 jam pengembangan peningkatan penerimaan diri pada klien tercapai. Kriteria Hasil : - Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri. - Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri. - Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi. - Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri. - Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat. - Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik untuk meningkatkan penampilan. Intervensi : • Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkan diri sendiri). • Rasional: Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang tampak nyata bagi klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh terhadap konsep diri. • Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan. • Rasional: Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya. • Berikan kesempatan pengungkapan perasaan. • Rasional: klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami. • Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya. Rasional: Memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan kecemasan yang tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi, ketakutan merusak adaptasi klien . • Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias, merapikan. Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi. • Mendorong sosialisasi dengan orang lain. Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
Dx 5: Kurang pengetahuan b/d program terapi Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan 3x 24 jam terapi dapat dipahami dan dijalankan Kriteria Hasil : - Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit. - Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi. - Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program. - Menggunakan obat topikal dengan tepat. - Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit. Intervensi :
• Kaji apakah klien memahami dan mengerti tentang penyakitnya. Rasional: memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana penyuluhan. • Jaga agar klien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki kesalahan konsepsi/informasi. Rasional: Klien harus memiliki perasaan bahwa sesuatu dapat mereka lakukan, kebanyakan klien merasakan manfaat. • Peragakan penerapan terapi seperti, mandi dan penggunaan obat-obatan lainnya. Rasional: memungkinkan klien memperoleh cara yang tepat untuk melakukan terapi. • Nasihati klien agar selalu menjaga hygiene pribadi juga lingkungan. Rasional: dengan terjaganya hygiene, dermatitis alergi sukar untuk kambuh kembali. 4. Evaluasi Dx 1: - Mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit. - Berkurangnya derajat pengelupasan kulit, berkur angnya kemerahan, berkurangnya lecet karena garukan, penyembuhan area kulit yang telah rusak. Dx 2: - Melaporkan nyeri berkurang/ terkontrol. - Menunjukkan ekspresi wajah/ postur tubuh rileks. - Berpartisipasi dalam aktivitas dan tiduratau istirahat dengan tepat. Dx 3: - Mencapai tidur yang nyenyak. - Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat. - Menghindari konsumsi kafein. - Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur. - Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan. Dx 4: - Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri. - Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri. - Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi. - Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri. - Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat. - Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik untuk meningkatkan penampilan. Dx 5: - Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit. - Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi. - Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program. - Menggunakan obat topikal dengan tepat. - Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.
DAFTAR PUSTAKA
Panduan Diagnosa Keperaewatan Nanda 2005-2006 Definisi dan Klasifikasi.Jakarta: Prima Medika, 2009. Dermatitis. (http:/ www.wikipedia.com), diakses 17 Oktober 2009. Djuanda, Adhi dkk. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI. Doenges, Marlynn E dkk.2005. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan pasien, Ed III. Jakarta: EGC