keadaan pada pasien dengan hepatitis kronik, kegagalan fungsi hati, hipertensi portal, yang ditandai dengan gangguan fungsi ginjal dansirkulasi darah. Sindrom ini mempunyai risiko kematian yang tinggi.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 1.2.2 1.2.3 1.2.4 1.2.5 1.2.6 1.2.7
Bagaimana definisi dari Hepatoma? Bagaimana etiologi dari Hepatoma? Bagaimana Patofisiologi dari Hepatoma? Bagaimana manifestasi klinis Hepatoma? Bagaimana komplikasi Hepatoma? Bagaimana pemeriksaan diagnostik Hepatoma ? Bagaimana asuhan keperawatan dari Hepatoma?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengeahui definisi dari Hepatoma 1.3.2 Untuk mengeahui etiologi dari Hepatoma 1.3.3 Untuk mengeahui Patofisiologi dari Hepatoma 1.3.4 Untuk mengeahui manifestasi klinis Hepatoma 1.3.5 Untuk mengeahui komplikasi Hepaoma 1.3.6 Untuk mengeahui pemeriksaan diagnostik Hepatoma 1.3.7 Untuk mengeahui definisi asuhan keperawatan dari Hepatoma
2
BAB II PEMBAHASAN 2.1 DEFINISI
Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma adalah tumor ganas hati primer dan paling sering ditemukan daripada tumor ganas hati primer lainnya seperti limfoma maligna, fibrosarkoma, dan hemangioendotelioma. Sementara beberapa ahli mendefinisikan hepatoma sebagai berikut : 1. Hepatocellular Carcinoma (HCC) atau disebut juga hepatoma atau kanker hati primer atau Karsinoma Hepato Selular (KHS) adalah satu dari jenis kanker yang berasal dari sel hati (Misnadiarly, 2007). 2. Hepatoma adalah kanker hati primer dapat timbul dari hepatosit (sel hati), jaringan penyambung, pembuluh darah, empedu. (Ester, 2002 : hlm 137). 3. Hepatoma atau Karsinoma hepatoseluler (hepatocellular carcinoma=HCC) merupakan tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit. (Sudoyo, 2007 : hlm 455).
2.2 ETIOLOGI a. Virus Hepatitis B Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya hepatoma
terbukti kuat, baik secara epidemiologis, klinis maupun eksperimental. Sebagian besar wilayah yang hiperendemik HBV menunjukkan angka
3
kekerapan hepatoma yang tinggi. Umur saat terjadinya infeksi merupakan faktor resiko penting karena infeksi HBV pada usia dini berakibat akan terjadinya kronisitas. Karsinogenitas HBV terhadap hati mungkin terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel penjamu, dan aktifitas protein spesifik-HBV berinteraksi dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan hepatosit dari kondisi inaktif menjadi sel yang aktif bereplikasi menentukan tingkat karsinogenesis hati. Siklus sel dapat diaktifkan secara tidak langsung akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu atau beberapa gen yang berubah akibat HBV. Infeksi HBV dengan pajanan agen onkogenik seperti aflatoksin dapat menyebabkan terjadinya hepatoma tanpa melalui sirosis hati. b. Virus Hepatitis C
Di wilayah dengan tingkat infeksi HBV rendah, HCV merupakan faktor resiko penting dari hepatoma. Infeksi HCV telah menjadi penyebab paling umum karsinoma hepatoseluler di Jepang dan Eropa, dan juga bertanggung jawab atas meningkatnya insiden karsinoma hepatoseluler di Amerika Serikat, 30% dari kasus karsinoma hepatoseluler dianggap terkait dengan infeksi HCV. Sekitar
5-30%
orang
dengan
infeksi
HCV
akan
berkembang
menjadipenyakit hati kronis. Dalam kelompok ini, sekitar 30% berkembang menjadi sirosis, dan sekitar 1-2% per tahun berkembang menjadi karsinoma hepatoseluler. Resiko karsinoma hepatoseluler pada pasien dengan HCV sekitar 5% dan muncul 30 tahun setelah infeksi. Penggunaan alkohol oleh pasien dengan
HCV
kronis
lebih
beresiko
terkena
karsinoma
hepatoseluler
dibandingkan dengan infeksi HCV saja. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa penggunaan antivirus pada infeksi HCV kronis dapat mengurangi risiko karsinoma hepatoseluler secara signifikan. c. Sirosis Hati
Sirosis hati merupakan faktor resiko utama hepatoma di dunia dan melatarbelakangi lebih dari 80% kasus hepatoma. Penyebab utama sirosis di Amerika Serikat dikaitkan dengan alkohol, infeksi hepatitis C, dan infeksi hepatitis B. Setiap tahun, 3-5% dari pasien dengan sirosis hati akan menderita
4
hepatoma. Hepatoma merupakan penyebab utama kematian pada sirosis hati. Pada otopsi pada pasien dengan sirosis hati , 20-80% di antaranya telah menderita hepatoma. d. Aflatoksin
Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur Aspergillus. Dari percobaan pada hewan diketahui bahwa AFB1 bersifat karsinogen. Aflatoksin B1 ditemukan di seluruh dunia dan terutama banyak berhubungan
dengan
makanan
1
berjamur. Pertumbuhan
jamur
yang
menghasilkan aflatoksin berkembang subur pada suhu 13°C, terutama pada makanan yang menghasilkan protein. Di Indonesia terlihat berbagai makanan yang tercemar dengan aflatoksin seperti kacang-kacangan, umbi-umbian ( kentang rusak, umbi rambat rusak, singkong, dan lain-lain), jamu, bihun, dan beras berjamur. Salah satu mekanisme hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada gen supresor tumor p53. Berbagai penelitian dengan menggunakan biomarker menunjukkan ada korelasi kuat antara pajanan aflatoksin dalam diet dengan morbiditas dan mortalitas hepatoma. e. Obesitas
Suatu penelitian pada lebih dari 900.000 individu di Amerika Serikat diketahui bahwa terjadinya peningkatan angka mortalitas sebesar 5x akibat kanker pada kelompok individu dengan berat badan tertinggi (IMT 35-40 2
kg/m )
dibandingkan dengan kelompok individu yang IMT-nya normal.
Obesitas merupakan faktor resiko utama untuk non-alcoholic fatty liver disesease (NAFLD), khususnya non-alcoholic
steatohepatitis
(NASH) yang
dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian berlanjut menjadi hepatoma. f. Diabetes Mellitus
Tidak lama ditengarai bahwa DM menjadi faktor resiko baik untuk penyakit hati kronis maupun untuk hepatoma melalui terjadinya perlemakan hati dan steatohepatitis non-alkoholik ( NASH ). Di samping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan insulin-like growth factors
5
( IGFs ) yang merupakan faktor promotif potensial untuk kanker. Indikasi kuatnya asosiasi antara DM dan hepatoma terlihat dari banyak penelitian. Penelitian oleh El Serag dkk. yang melibatkan173.643 pasien DM dan 650.620 pasien bukan DM menunjukkan bahwa insidensi hepatoma pada kelompok DM lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan insidensi hepatoma kelompok bukan DM. g. Alkohol
Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat alkohol (>50-70 g/hari atau > 6-7 botol per hari) selama lebih dari 10 tahun meningkatkan risiko karsinoma hepatoseluler 5 kali lipat. Hanya sedikit bukti adanya
efek
karsinogenik
langsung
dari
alkohol.
Alkoholisme
juga
meningkatkan resiko terjadinya sirosis hati dan hepatoma pada pengidap infeksi HBV atau HVC. Sebaliknya, pada sirosis alkoholik terjadinya HCC juga meningkat bermakna pada pasien dengan HBsAg positif atau anti-HCV positif. Ini menunjukkan adanya peran sinergistik alkohol terhadap infeksi HBV maupun infeksi HCV.
3.3 PATOFISIOLOGI
Hepatoma 75 % berasal dari sirosis hati yang lama / menahun. Khususnya yang disebabkan oleh alkoholik dan post nekrotik . Pedoman diagnostik yang paling penting adalah terjadinya kerusakan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Pada penderita sirosis hati yang disertai pembesaran hati mendadak. Matastase ke hati dapat terdeteksi pada lebih dari 50 % kematian akibat kanker. Diagnosa sulit ditentukan, sebab tumor biasanya tidak diketahui sampai penyebaran tumor yang luas, sehingga tidak dapat dilakukan reseksi lokal lagi. Stadium hepatoma :
- Stadium I : Satu fokal tumor berdiameter < 3 cm - Stadium II : Satu fokal tumor berdiameter > 3 cm. Tumor terbatas pada segment I atau multi-fokal tumor terbatas padlobus kanan atau lobus kiri hati.
6
- Stadium III : Tumor pada segment I meluas ke lobus kiri (segment IV) atau ke lobus kanan segment V dan VIII atau tumor dengan invasi peripheral ke sistem pembuluh darah (vascular) atau pembuluh empedu (biliary duct) tetapi hanya terbatas pada lobus kanan atau lobus kiri hati.
- Stadium IV :Multi-fokal atau diffuse tumor yang mengenai lobus kanan dan lobus kiri hati. atau tumor dengan invasi ke dalam pembuluh darah hati (intra hepaticvaskuler ) ataupun pembuluh empedu (biliary duct) atau tumor dengan invasi ke pembuluh darah di luar hati (extra hepatic vessel) seperti pembuluh darah vena limpa (vena lienalis) atau vena cava inferior-atau adanya metastase keluar dari hati (extra hepatic metastase).
Patway
Virus Hepatitis B atau C dan Bahan-bahan Hepatokarsinogenik
Terjadinya peradangan sel hepar
Percabangan pembuluh hepatik dan aliran darah pada portal
Hipertensi portal (peningkatan tekanan aliran darah portal diatas 10-12 mmHg yang menetap, dimana tekanan dalam keadaan normal berkisar 4-8 mmHg)
Meningkatnya resistensi portal dan aliran darah portal
Pemekaran pembuluh vena esofagus, vena rektum superior dan vena kolateral dinding perut
Perdarahan (hematemesis melena)
Perubahan arsitektur vaskuler hati
7
Kongesti vena mesentrika Penimbunan cairan abnormal dalam perut (acites)
Kelebihan volume cairan
Memacu proses regenerasi sel-sel hepar secara terus menerus (fibrogenesis)
Gangguan kemampuan fungsi hepar
Produksi albumin menurun
Tidak dapat mempertahankan tekanan osmotik koloid
Terjadinya acites dan oedema
Depot glikogen di hati menurun
Kanker hati (Hepatoma)
3.4 MANIFESTASI KLINIS
1. Gangguan nutrisi
Penurunan berat badan yang baru saja terjadi
Kehilangan kekuatan
Anoreksia ( kehilangan kesadaran )
Anemia
2. Nyeri abdomen dapat ditemukan, disertai dengan pembesaran hati yang cepat serta permukaan yang teraba ireguler pada palpasi.gejala ikterus hanya terjadi jika saluran empedu yang besar tersumbat oleh ekanan nodul malignan dalm hilus hati. Asietes timbul setelah nodul tersebut menyumbat vena forta atau bila jaringan tumor tertanam dalam rongga peritoneal.
8
3.5 KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis adalah asites, perdarahan saluran cerna bagian atas, ensefalopati hepatika, dan sindrom hepatorenal. Sindrom hepatorenal adalah suatu keadaan pada pasien dengan hepatitis kronik, kegagalan fungsi hati, hipertensi portal, yang ditandai dengan gangguan fungsi ginjal dan sirkulasi darah Sindrom ini mempunyai risiko kematianyangtinggi. Terjadinya gangguan ginjal pada pasien dengan sirosis hati ini baru dikenal pada akhir abad 19 dan pertamakali dideskripsikan oleh Flint dan Frerichs. 3.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSIK
Pemilihan terapi kanker hati ini sangat tergantung pada hasil pemeriksaan radiologi dan biopsi. Sebelum ditentukan pilihan terapi hendaklah dipastikan besarnya ukuran kanker,lokasi kanker di bagian hati yang mana, apakah lesinya tunggal (soliter) atau banyak (multiple), atau merupakan satu kanker yang sangat besar berkapsul, atau kanker sudah merata pada seluruh hati, serta ada tidaknya metastasis ( penyebaran ) ke tempat lain di dalam tubuh penderita ataukah sudah ada tumor thrombus di dalam vena porta dan apakah sudah ada sirrhosis hati. Tahap penatalaksanaan dibagi menjadi dua yaitu tindakan non-bedah dan tindakan bedah. Penatalaksanaan Non-Bedah : 1. Terapi radiasi dan kemoterapi Nyeri dan gangguan rasa nyaman dapat dikurangi secara efektif dengan terapi radiasi. Metode pelaksanaan terapui mencakup: penyuntikan antibodi berlabel isotop radioaktif secara spesifik dapat menyerang antigen yang berkaitan dengan tumor. Kemoterapi sistemik dan infus regional merupakan dua metode yang memberikan preparat antineoplastik kepada pasien tumor primer dan metastasis hati. 2. Biopsi Biopsi aspirasi dengan jarum halus (fine needle aspiration biopsy) terutama ditujukan untuk menilai apakah suatu lesi yang ditemukan pada pemeriksaan radiologi imaging dan laboratorium AFP itu benar pasti suatu h epatoma.
9
Cara melakukan biopsi dengan dituntun oleh USG ataupun CTscann mudah, aman, dan dapat ditolerir oleh pasien dan tumor yang akan dibiopsi dapat terlihat jelas pada layar televisi berikut dengan jarum biopsi yang berjalan persis menuju tumor, sehingga jelaslah hasil yang diperoleh mempunyai nilai diagnostik dan akurasi yang tinggi karena benar jaringan tumor ini yang diambil oleh jarum biopsi itu dan bukanlah jaringan sehat di sekitar tumor. 3. Radiologi untuk mendeteksi kanker hati stadium dini dan berperan sangat menentukan dalam pengobatannya. Kanker hepato selular ini bisa dijumpai di dalam hati berupa benjolan berbentuk kebulatan ( nodule ) satu buah,dua buah atau lebih atau bisa sangat banyak dan diffuse (merata) pada seluruh hati atau berkelompok di dalam hati kanan atau kiri membentuk benjolan besar yang bisa berkapsul. 4. Ultrasonografi Dengan USG hitam putih (grey scale) yang sederhana (conventional) hati yang normal tampak warna ke-abuan dan texture merata (homogen). USG conventional hanya dapat memperlihatkan benjolan kanker hatidiameter 2 cm – 3 cm saja. Tapi bila USG conventional ini dilengkapi dengan perangkat lunak harmonik sistem bisa mendeteksi benjolan kanker diameter 1 cm – 2 cm13, namun nilai akurasi ketepatan diagnosanya hanya 60%. 5. CT scan CT scann sebagai pelengkap yang dapat menilai seluruh segmen hati dalam satu potongan gambar yang dengan USG gambar hati itu hanya bisa dibuat sebagian-sebagian saja. CTscann dapat membuat gambar kanker dalam tiga dimensi dan empat dimensi dengan sangat jelas dan dapat pula memperlihatkan hubungan kanker ini dengan jaringan tubuh sekitarnya.
6. Angiografi
10
Angiografi ini dapat dilihat berapa luas kanker yang sebenarnya. Kanker yang kita lihat dengan USG yang diperkirakan kecil sesuai dengan ukuran pada USG bisa saja ukuran sebenarnya dua atau tiga kali lebih besar. Angigrafi bisa memperlihatkan ukuran kanker yang sebenarnya. 7. MRI (Magnetic Resonance Imaging) MRI yang dilengkapi dengan perangkat lunak Magnetic Resonance Angiography (MRA) sudah pula mampu menampilkan dan membuat peta pembuluh darah kanker hati ini. 8. PET (Positron Emission Tomography) Positron Emission Tomography (PET) yang merupakan alat pendiagnosis kanker menggunakan glukosa radioaktif yang dikenal sebagai flourine18 atau Fluorodeoxyglucose (FGD) yang mampu mendiagnosa kanker dengan cepat dan dalam stadium dini. Caranya, pasien disuntik dengan glukosa radioaktif untuk mendiagnosis sel-sel kanker di dalam tubuh. Cairan glukosa ini akan bermetabolisme di dalam tubuh dan memunculkan respons terhadap sel-sel yang terkena kanker. PET dapat menetapkan tingkat atau stadium kanker hati sehingga tindakan lanjut penanganan kanker ini serta pengobatannya menjadi lebih mudah. Di samping itu juga dapat melihat metastase (penyebaran).
11
ASUHAN KEPERAWATAN HEPATOMA 1. Pengkajian
a. Identitas Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku, bangsa, no. registrasi b. Riwayat kesehatan
- Keluhan utama: klien biasanya mengeluh mual, muntah, nyeri perut kanan atas, pembesaran perut, berak hitam
- Riwayat penyakit sekarang: biasanya klien awalnya mengalami mual, nyeri perut kanan atas, berak hitam, kemudian perut klien membesar dan sesak nafas.
- Riwayat penyakit dahulu: biasanya klien pernah mengalami penyakit hepatitis B atau C atau D. Dan mengalami sirosis hepatik
- Riwayat penyakit keluarga: biasanya salah satu atau lebih keluarga klien menderita penyakit hepatitis B atau C atau D. Biasanya ibu klien menderita hepatitis B atau C atau D yang diturunkan kepada anaknya pada waktu hamil.
- Riwayat lingkungan: biasanya klien inggal di lingkungan yang kumuh dan kotor
- Riwayat imunisasi: biasanya klien tidak diimunisasi untuk penyakit hepatitis B c. Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum - Biasanya klien terlihat lemah, letih, dengan perut membesar dan sesak nafas, penurunan BB.
- TTV o
TD: >120/80 mmHg, N: >100 x/mnt, RR: <16 x/mnt, S: >37,5 C
- Kepala dan leher Biasanya terjadi pernafasan cuping hidung, ikterus, muntah
- Thoraks
12
Biasanya terjadi retraksi dada dikarenakan kesulitas bernafas, penggunaan otot-otot bantu pernafasan
- Abdomen Biasanya terjadi pembesaran hati (hepatomegali), permukaan hati terasa kasar, asites, nyeri perut bagian kanan atas dengan skala 7-10, splenomegali
- Ekstremitas Biasanya terjadi gatal-gatal, kelenahan otot
- Breath Biasanya klien mengalami sesak nafas
- Blood Biasanya klien anemi dikarenakan adanya perdarahan
- Brain Jika sudah metastase akan terjadi enselofaty hepatik
- Bowel Biasanya klien mengalami anoreksia, mual, muntah, melena, bahkan mungkin terjadi hematomesis. Terjadi penurunan BB, turgor kulit lebih dari 2 detik, rambut kering, mukosa oral kering, penurunan serum albumn.
- Blader Biasanya klien mengeluarkan urin berwarna seperti teh pekat
- Bone Jika terjadi metastase ke tulang akan terjadi n yeri tulang d. Pola fungsi kesehatan
- Pola aktivitas Biasanya klien mengalami gangguan dalam beraktivitas dikarenakan nyeri, kelemahan otot, mual, dan muntah
- Pola nutrisi Biasanya klien mengalami anoreksia, mual dan muntah
- Pola eliminasi Biasanya klien mengeluarkan urin berwarna seperti teh dan pekat. Feses klien berwarna hitam (melena)
- Pola istirahat
13
Biasanya klien mengalami insomnia
- Pola seksual Biasanya klien mengalami penurunan libido
- Pola spiritual Biasanya klien terganggu dalam menjalani ibadah H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidak seimbangan nutrisi berhubungan dengan anoreksia, mual, gangguan absorbsi, metabolisme vitamin di hati. TUJUAN: Mendemontrasikan BB stabil, penembahan BB progresif kearah tujuan dengan normalisasi nilai laboratorium dan batas tanda-tanda malnutrisi INTERVENSI 1. Pantau masukan makanan setiap hari, beri pasein buku harian tentang makanan sesuai indikasi 2. Dorong pasien utk makan deit tinggi kalori kaya protein dg masukan cairan adekuat. Dorong penggunaan suplemen dan makanan sering / lebih sedikit yg dibagi bagi selama sehari. 3. Berikan antiemetik pada jadwal reguler sebelum / selama dan setelah pemberian agent antineoplastik yang sesuai . RASIONAL : 1. Keefektifan penilaian diet individual dalam penghilangan mual pascaterapi. Pasien harus mencoba untuk menemukan solusi/kombinasi terbaik. 2. Kebutuhan jaringan metabolek ditingkatkan begitu juga cairan ( untuk menghilangkan produksi sisa ). Suplemen dapat memainkan peranan penting dalam mempertahankan masukan kalori dan protein adekuat. 3. Mual/muntah paling menurunkan kemampuan dan efek samping psikologis kemoterapi yang menimbulkan stess. 2. Nyeri berhubungan dengan tegangnya dinding perut ( asites ) TUJUAN 1. Mendemontrasikan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan sesuai indikasi nyeri. 2. Melaporkan penghilangan nyeri maksimal / kontrol dengan pengaruh minimal pada AKS
14
INTERVENSI 1. Tentukan riwayat nyeri misalnya lokasi , frekwensi, durasi dan intensitas ( 0-10 ) dan tindakan penghilang rasa nyeri misalkan berikan posisi yang duduk tengkurap dengan dialas bantal pada daerah antara perut dan dada. 2. Berikan tindakan kenyamanan dasar misalnya reposisi, gosok punggung. 3. kaji tingkat nyeri / kontrol nilai RASIONAL 1. memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan / keefektifan intervensi misalnya: nyeri adalahindividual yang digabungkan baik respons fisik dan emesional 2. meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan kembali perhatian 3. kontrol nyeri maksimum dengan pengaruh minimum pada AKS. 3. Intoleransi aktivitas b.d ketidak seimbangan antara suplai O2 dengan kebutuhan TUJUAN : 1. dapat melakukan aktivitas sesuai kemampuan tubuh.
INTERVENSI 1. dorong pasein untuk melakukan apa saja bila mungkin, misalnya mandi, bangun dari kursi/ tempat tidur, berjalan. Tingkatkan aktivitas sesuai kemampuan. 2. pantau respon fisiologi terhadap aktivitas misalnya; perubahan pada TD/ frekuensi jantung / pernapasan. 3. beri oksigen sesuai indikasi RASIONAL 1. meningkatkan kekuatan / stamina dan memampukan pasein menjadi lebih aktif tanpa kelelahan yang berarti. 2. teloransi sangat tergantung pada tahap proses penyakit, status nutrisi, keseimbnagan cairan dan reaksi terhadap aturan terapeutik. 3. adanya hifoksia menurunkan kesediaan O2 untuk ambilan seluler dan memperberat keletihan. 4. Resiko terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan pruritus, edema dan asites
15
TUJUAN : 1. Mengedentifikasi fiksi intervensi yang tepat untuk kondisi kusus. 2. Berpartisipasi dalam tehnik untuk mencegah komplikasi / meningkatkan penyembuhan INTERVENSI 1. Kaji kulit terhadap efek samping terapi kanker. Perhatikan kerusakan atau perlambatan penyembuhan . 2. Mandikan dengan air hangat dan sabun 3. Dorong pasien untuk menghindari menggaruk dan menepuk kulit yang kering dari pada menggaruk. 4. Balikkan / ubah posisi dengan sering 5. Anjurkan pasein untuk menghindari krim kulit apapun ,salep dan bedak kecuali seijin dokter
RASIONAL 1. Efek kemerahan atau reaksi radiasi dapat terjadi dalam area radiasi dapat terjadi dalam area radiasi. Deskuamasi kering dan deskuamasi kering,ulserasi. 2. Mempertahankan kebersihan tanpa mengiritasi kulit. 3. Membantu mencegah friksi atau trauma fisik. 4. Untuk meningkatkan sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit/ jaringan yang tidak perlu. 5. Dapat meningkatkan iritasi atau reaksi secara nyata
16
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan
Ca Hepar adalah Tumor ganas primer pada hati yang berasal dari sel parenkim atau epitel saluran empedu atau metastase dari tumor jaringan lainnya dan kanker hati terjadi apabila sel kanker berkembang pada jaringan hati.. Merupakan tumor ganas nomor 2 diseluruh dunia, diasia pasifik terutama Taiwan ,hepatoma menduduki tempat tertinggi dari tomur-tomur ganas lainnya. Ca Hepar disebabkan karena adanya infeksi hepatitis B kronis apabila terjadi dalam jangka waktu lama. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan virus hepatitis B (VHB) yang menyerang hati. Penyakit ini adalah penyakit yang tidak mengenal umur. Selain itu, masalah penyakit kanker hati ini sangat erat kaitannya dengan penyakit hepatitis B dan hepatitis C. Meningkatnya penderita kanker hati setiap tahunnya ini disebabkan tingginya kasus hepatitis B dan C kronis di Indonesia. Dua penyakit ini penyebab terjadinya kanker hati. Selain itu penyakit ini sulit terdeteksi. Kanker hati terutama apa yang disebut Hepatoma merupakan penyebab kematian ketiga dari seluruh macam kanker di dunia, dan lebih dari setengah juta orang menderita penyakit tersebut1. Di Inggris terdapat sekitar 3000 (tiga ribu) penderita tiap tahunnya,terutama pada orang dengan usia di atas 65 tahun. Anakanak dengan kelainan atresia saluran empedu, kholestasis khronik dan kelainan genetik penimbunan glikogen mempunyai resiko menderita hepatoma. Kanker hati jarang dijumpai di Eropah Barat dan Amerika Utara, namun kejadiannya ada kecendrungan meningkat. Kanker hati banyak dijumpai di Afrika dan di Asia Tenggara, yang mana terjadi 20 hingga 30 kali lebih banyak dari di Eropah Barat dan Amerika Utara. Tingginya kejadian kanker hati di Afrika dan Asia sering dihubungkan dengan adanya endemik hepatitis B dan Hepatitis C di daerah tersebut. Lagi pula keadaan udara yang tinggi uap air menyebabkan kacang tanah sering berjamur. Ini dapat menyebabkan kacang tanah tersebut mengandung aflatoksin, yang juga ikut andil sebagai penyebab kanker hati.
17
3.2 Saran
Disarankan untuk ssemua masyarakat, bahwa penyakit kanker hati ini tidak mengenal umur, yang bias terjadi pada ank anak, remaja, dewasa maupun lansia. Jadi kita sebagai masyarakat jangan pernah mendekati factor resiko, misalnya tidur terlalu malam dan bagung terlalu siang, lalu makan tidak teratur. Mulai sekarang tanamkan dalam diri kita bahwa bahwa sehat itu penting Mengetahui gejala kanker hati sama halnya dengan melakukan trial error. Gejala yang sering ditunjukkan kadang tidak menunjukkan seseorang menderita kanker hati. Untuk memastikan bahwa seseorang menderita kanker hati, diperlukan perawatan oleh dokter. Beberapa tes yang bisa dilakukan adalah:
Tes darah untuk memeriksa kandungan enzim pada liver Abdominal ultrasound untuk mengetahui ukuran liver dan apakah ada tumor di dalamnya Magnetic resonance imaging (MRI) pada abdomen Computed tomography (CT) scan pada abdomen Laparoscopy Biopsy Angiography Sinar X pada dada untuk mengetahui persebaran sel kanker
18
DAFTAR PUSTAKA Gale, Danielle, Charette, Jane. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, Jakarta: EGC. Joyce, M. 1993. Luckmann and Sorensen’s Medical Surgical Nursing: A Psychophysiologic Approach. Fourth Edition. Philadelphia: W.B Saunders Company. Corwin, J. Elizabeth. 2009. buku saku patofisiologi edisi 3. Jakarta ; EGC Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih, Jakarta : EGC, 1997. Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002 . Sylvia Anderson Price, Ph D. R.N. dan L.Mc.Carty Wilson, Ph D. R.N, Pathofisiologi proses-proses penyakit , edisi I, Buku ke empat. Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, UI Pres Buku I, Edisi Ke 2 Timby, Barbara, Jeanne C Scherer, Nancy E Smith. 1999. Introductory Medical-Surgical Nursing . Seventh Edition. Lippincott Williams & Wilkins: Philadelphia. Doengus.RN,NSN.MA. Cs dan M.F. Moorhouse R. N. CCP.R.N. A.C. Geissler R.N. R.N. BsN.CERN. Nursing Care Plans. Guideliner for Planing and documenting Patien Care.\ Barbidero, Mary. 2008. Asuhan Keperawatan Endokrin.EGC. Jakarta Black, Joyce. M. 1993. Medica Surgical Nursing H. WB. Saundea Company : Phyladelpia. Dongoes, Marlyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3, EGC Jakarta. Japaries, Willie. 1991. Hepatitis, Arcan : Jakarta. http://www.penyakithepatiitis.com// http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/06/asuhan-keperawatan-hepatitis.html Price, Sylviana Anderson. 1985. Patofisiologi Konsep Klinik Proses Penyakit EGC : Jakarta.
19