Askep pada klien dengan gangguan spiritual Klien yang butuh spiritualitas adalah
Pasien kesepian Pasien yang ketakutan dan cemas Pasien menghadapi pembedahan
Alat Pengkajian B-E-L-I-E-F (mc Evoy, 2003) B = belief system E = Ethics or value L = Live style I = involvement in a spiritual community E = Education F = Future events
Skala Spiritual Well Being (SWB)(Gray, (SWB)(Gray, 2006) èkehidupan dan kekuatan tertinggi The spiritual perspective scale (SPS)(Gray,2006) è hubungan dengan kekuatan tertinggi, orang laindan diri sendiri. kepercayaan/ kepercayaan/ keyakinan, kehidupan/ tanggung jawab diri, kepuasan hidup/aktualisasi diri.
Informasi awal yang perlu dikaji
1. Alifiasi nilai 2. Keyakinan agama dan spiritual 3. Nilai agama atau spiritual Apa yang akan anda kaji
Spiritual dan kesehatan spiritual Kepercayaan, keyakinan, kelompok dan komunitas Kehidupan dan tanggung jawab diri Kepuasan hidup Keterhubungan Pekerjaan
Diagnosa Keperawatan :
Distress spiritual Koping inefektif Ansietas Disfungsi seksual Harga diri rendah Keputusasaan
Distress spiritual b.d anxietas Definisi : gangguan pada prinsip prinsip hidup yang yang meliputi semua semua aspek dari seseorang yang menggabungkan aspek psikososial dan biologis NOC
Menunjukkan harapan Menunjukkan kesejahteraan spiritual: Berarti dalam hidup Pandangan tentang spiritual Ketentraman, kasih sayang dan ampunan Berdoa atau beribadah Berinteraksi dengan pembimbing ibadah Keterkaitan denganorang lain, untuk berbagi pikiran, perasaan dan kenyataan Klien tenang
NIC
Kaji adanya indikasi ketaatan dalam beragama Tentukan konsep ketuhanan klien Kaji sumber-sumber sumber-sumber harapan dan kekuatan pasisien Dengarkan pandangan pasien tentang hubungan spiritiual dan kesehatan Berikan prifasi dan waktu bagi pasien untuk mengamati praktik keagamaan Ajarkan tehnik meditasi Jelaskan pentingnya hubungan dengan Tuhan Kolaborasi dengan pastoral
Koping inefektif b.d krisis situasi Definisi : ketidakmampuan membuat penilaian yang tepat terhadap stressor, pilihan respon respon untuk bertindak secara tidak adekuat dan atau ketidakmampuan menggunakan sumber yang tersedia. NOC
Koping efektif Kemampuan untuk memilih antara 2 alternatif Pengendalian impuls : kemampuan mengendalikan diri dari prilaku kompulsif Pemrosesan informasi : kemampuan untuk mendapatkan dan menggunakan informasi
NIC
Identifikasi pandangan klien terhadap kondisi dan kesesuaiannya Bantu klien mengidentifikasi kekuatan personal Peningkatan koping: ènilai kesesuaian pasien terhadap perubahan gambaran diri ènilai dampak situasi kehidupan terhadap peran èevaluasi kemampuan pasien dalam membuat keputusan èAnjurkan klien menggunakan tehnik relakssi èBerikan pelatihan ketrampilan sosial yang sesuai Libatkan sumber – sumber – sumber sumber yang ada untuk mendukung pemberian pelayanan kesehatan
Pelaksanaan Sesuai dengan NOC yang telah ditentukan Evaluasi Evaluasi dengan melihat NOC yang telah ditentukan , secara umum tujuan tercapai apabila klien (Achir Yani, 1999) :
Mampu beristirahat dengan tenang Menyatakan penerimaan keputusan moral Mengekspresikan rasa damai Menunjukkan hubungan yang hangat dan terbuka Menunjukkan sikap efektif tanpa rasa marah, rasa bersalah dan ansietas Menunjukkan prilaku lebih positif Mengekspresikan arti positif terhadap situasi dan keberadaannya
ASUHAN KEPERAWATAN PADA DISTRES SPIRITUAL
Pengertian :
Distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri, orang lain, seni, musik, literature, alam dan kekuatan yang lebih besr dari dirinya (Nanda, 2005).
Definisi lain mengatakan bahwa distres spiritual adalah gangguan dalam prinsip hidup yang meliputi seluruh kehidupan seseorang dan diintegrasikan biologis dan psikososial (Varcarolis, 2000).
Dengan kata lain kita dapat katakan bahwa distres spiritual adalah kegagalan individu dalam menemukan arti kehidupannya.
Patofisiologi :
Patofisiologi distress spiritual tidak bisa dilepaskan dari stress dan struktur serta fungsi otak.
Stress adalah realitas kehidupan manusia sehari-hari. Setiap orang tidak dapat dapat menghindari stres, namun setiap orang diharpakan melakukan penyesuaian terhadap perubahan akibat stres. Ketika kita mengalami stres, otak kita akan berespon untuk terjadi. Konsep ini sesuai dengan yang disampikan oleh Cannon, W.B. dalam Davis M, dan kawan-kawan (1988) yang menguraikan respon respon “melawan atau melarikan diri” d iri” sebagai suatu rangkaian perubahan biokimia didalam otak yang menyiapkan seseorang menghadapi ancaman yaitu stres.
Stres akan menyebabkan korteks serebri mengirimkan tanda bahaya ke hipotalamus. Hipotalamus kemudian akan menstimuli saraf simpatis untuk melakukan perubahan. Sinyal dari hipotalamus ini kemudian ditangkap oleh sistem limbik dimana salah satu bagian pentingnya adalah amigdala yang bertangung jawab terhadap status emosional seseorang. Gangguan pada sistem limbik menyebabkan perubahan emosional, perilaku dan kepribadian. Gejalanya adalah perubahan status mental, masalah ingatan, kecemasan dan perubahan kepribadian termasuk halusinasi (Kaplan et all, 1996), depresi, nyeri dan lama gagguan (Blesch et al, 1991).
Kegagalan otak untuk melakukan fungsi kompensasi terhadap stresor akan menyebabkan seseorang mengalami perilaku maladaptif dan sering dihubungkan dengan munculnya gangguan jiwa. Kegagalan fungsi kompensasi dapat ditandai dengan munculnya gangguan pada perilaku sehari-hari baik secara fisik, psikologis, sosial termasuk spiritual.
Gangguan pada dimensi spritual atau distres spritual dapat dihubungkan dengan timbulnya depresi.
Tidak diketahui secara pasti bagaimana mekanisme patofisiologi terjadinya depresi. Namun ada beberapa faktor yang berperan terhadap terjadinya depresi antara lain faktor genetik, lingkungan dan neurobiologi.
Perilaku ini yang diperkirakan dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan spiritualnya sehingga terjadi distres spritiual karena pada kasus depresi seseorang telah kehilangan motivasi dalam memenuhi k ebutuhannya termasuk kebutuhan spritual.
Karakteristik Distres Spritual menurut Nanda (2005) meliputi empat hubungan dasar yaitu : A. Hubungan dengan diri 1. Ungkapan kekurangan a. Harapan b. Arti dan tujuan hidup c. Perdamaian/ketenangan d. Penerimaan e. Cinta f.
Memaafkan diri sendiri
g. Keberanian 2. Marah 3. Kesalahan 4. Koping yang buruk B. Hubungan dengan orang lain 1. Menolak berhubungan dengan tokoh agama 2. Menolak interaksi dengan tujuan dan keluarga 3. Mengungkapkan terpisah dari sistem pendukung 4. Mengungkapkan pengasingan diri
C. Hubungan dengan seni, musik, literatur, dan alam 1. Ketidakmampuan untuk mengungkapkan kreativitas (bernyanyi, mendengarkan musik, menulis) 2. Tidak tertarik dengan alam 3. Tidak tertarik dengan bacaan keagamaan D. Hubungan dengan kekuatan yang lebih besar dari dirinya 1. Ketidakmampuan untuk berdo’a 2. Ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan 3. Mengungkapkan terbuang oleh atau karena kemarahan Tuhan 4. Meminta untuk bertemu dengan tokoh agama 5. Tiba-tiba berubah praktik agama 6. Ketidakmampuan untuk introspeksi 7. Mengungkapkan hidup tanpa harpaan, menderita
Penyebab :
Menurut Vacarolis (2000) penyebab distres spiritual adalah sebagai berikut :
Pengkajian Fisik Abuse
Pengkajian Psikologis Status mental, mungkin adanya depresi, marah, kecemasan, ketakutan, makna nyeri, kehilangan kontrol, harga diri rendah, dan pemikiran yang bertentangan (Otis-Green, 2002).
Pengkajian Sosial Budaya dukungan sosial dalam memahami keyakinan klien (Spencer, 1998).
Pengkajian Spiritual
Salah satu instrumen yang dapat digunakan adalah Puchalski’s FICA Spritiual History Tool (Pulschalski, 1999) :
F : Faith atau keyakinan (apa keyakinan saudara?) Apakah saudara memikirkan diri saudara menjadi sesorang yang spritual ata religius? Apa yang saudara pikirkan tentang keyakinan saudara dalam pemberian makna hidup?
I : Impotance dan influence. (apakah hal ini penting dalam kehidupan saudara). Apa pengaruhnya terhadap bagaimana saudara melakukan perawatan terhadap d iri sendiri? Dapatkah keyakinan saudara mempengaruhi perilaku selama sakit?
C : Community (Apakah saudara bagian dari sebuah komunitas spiritual atau religius?) Apakah komunitas tersebut mendukung saudara dan bagaimana? Apakah ada seseorang didalam kelompok tersebut yang benar-benar saudara cintai atua begini penting bagi saudara?
A : Adress bagaimana saudara akan mencintai saya sebagai seorang perawat, untuk membantu dalam asuhan keperawatan saudara?
Pengkajian aktifitas sehari-hari pasian yang mengkarakteristikan distres spiritual, mendengarkan berbagai pernyataan penting seperti :
Perasaan ketika seseorang gagal
Perasaan tidak stabil
Perasaan ketidakmmapuan mengontrol diri
Pertanyaan tentang makna hidup dan hal-hal penting dalam kehidupan
Perasaan hampa
Faktor Predisposisi :
Gangguan pada dimensi biologis akan mempengaruhi fungsi kognitif seseorang sehingga akan mengganggu proses interaksi dimana dalam proses interaksi ini akan terjadi transfer pengalaman yang pentingbagi perkembangan spiritual seseorang.
Faktor frediposisi sosiokultural meliputi usia, gender, pendidikan, pendapattan, okupasi, posisi sosial, latar belakang budaya, keyakinan, politik, pengalaman sosial, tingkatan sosial.
Faktor Presipitasi :
Kejadian Stresful
Mempengaruhi perkembangan spiritual seseorang dapat terjadi karena perbedaan tujuan hidup, kehilangan hubungan dengan orang yang terdekat karena kematian, kegagalan dalam menjalin hubungan baik dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan dan zat yang maha tinggi.
Ketegangan Hidup
Beberapa ketegangan hidup yang berkonstribusi terhadap terjadinya distres spiritual adalah ketegangan dalam menjalankan ritual keagamaan, perbedaan keyakinan dan ketidakmampuan menjalankan peran spiritual baik dalam keluarga, kelompok maupun komunitas.
Penilaian Terhadap Stressor :
Respon Kognitif
Respon Afektif
Respon Fisiologis
Respon Sosial
Respon Perilaku
Sumber Koping :
Menurut Safarino (2002) terdapat lima tipe dasar duku ngan sosial bagi distres spiritual : 1. Dukungan emosi yang terdiri atas rasa empati, caring, memfokuskan pada kepentingan orang lain.
2. Tipe yang kedua adalah dukungan esteem yang terdiri atas ekspresi positif thingking, mendorong atau setuju dengan pendapat orang lain. 3. Dukungan yang ketiga adalah dukungan instrumental yaitu menyediakan pelayanan langsung yang berkaitan dengan dimensi spiritual. 4. Tipe keempat adalah dukungan informasi yaitu memberikan nasehat, petunjuk dan umpan balik bagaimana seseorang harus berperilaku berdasarkan keyakinan spiritualnya. 5. Tipe terakhir atau kelima adalah dukungan network menyediakan dukungan kelompok untuk berbagai tentang aktifitas spiritual. Taylor, dkk (2003) menambahk an dukungan apprasial yang membantu seseorang untuk meningkatkan pemahaman terhadap stresor spiritual dalam mencapai keterampilan koping yang efektif.
PSIKOFARMAKA :
Psikofarmaka pada distres spiritual tidak dijelaskan secara tersendiri. Berdasarkan dengan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indonesia III aspek spiritual tidak digolongkan secara jelas apakah masuk kedalam aksis satu, dua, tiga, empat atau lima
Diagnosa :
Distters Spritual
Intervensi :
Sp. 1-P : Bina hubungan saling percaya dengan pasien, kaji faktor penyebab distress spiritual pada pasien, bantu pasien mengungkapkan perasaan dan pikiran terhadap agama yang diyakininya, bantu klien mengembangkan kemampuan untuk mengatasi perubahan spritual dalam kehidupan.
Sp. 2-P : Fasilitas klien dengan alat-alat ibadah sesuai keyakinan klien, fasilitas klien untuk menjalankan ibadah sendiri atau dengan orang lain, bantu pasien untuk ikut serta dalam kegiatan keagamaan.
RENCANA KEPERAWATAN DISTRES SPIRITUAL
Nama Klien : Ruang :
No.
1
Rasional
Perencanaan
Diagnosis Keperawatan
Intervensi Tujuan
2
3
Distres spritual
TUM : Klien mampu menyatakan mencapai kenyamanan dari pelaksanaan praktik spiritual sebelumnnya dan merasa kehidupannya berarti/bermakna TUK I : Setelah dua kali pertemuan Klien dapat membina hubungan saling percaya.
TUK 2 : Setelah satu kali pertemuan klien dapat mengatakan
Kriteria Evaluasi
4
1. Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
2.1 Klien mampu
5
1. Bina hubungan sali dengan mengguna teknik komunikasi a. Sapa klien dengan ramah baik ver non verbal b. Perkenalkan diri dengan sopan c. Tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai klien d. Jelaskan tujuan pertemuan e. Jujur dan menepati janji f. Tunjukkan sikap empati dan mene adanya g. Beri perhatian kepada klien dan p kebutuhan dasar klien
Gunakan komunikasi terapeutik untuk me hubungan saling percaya dan menunjukk a. Mengungkapkan harapan Menggunakan alat untukmemonitor dan spiritual well-being sebagai pendekatan masa depan yang positif. b. Mengungkapkan arti hidup Mendorong individu untuk melihat kemb
1
2
3
kepada perawat atau pemimpin spiritual tentang kondlik spiritual dan kegelisahannya.
TUK 3 : Setelah atau kali pertemuan kali dapat mendiskusikan dengan perawat hal penting yang memberikan makna dalam kehidupannya dimasa yang lalu.
TUK 4 : Setelag tiga kali pertemuan klien dapat mempertahankan pemikiran dan perasaannya
4
c. Mengungkapkan optimis d. Mengungkapkan keyakinan dalam diri e. Mengungkapkan keyakinan kepada orang lain f. Menentukan tujuan hidup
1. Klien mampu a. Mencintai diri sendiri dan orang lain dengan mengungkapkan penerimaan terhadap dirinya sendiri maupunorang lain b. Berdoa menurut keyakinannya masingmasing c. Melakukan ibadah d. Berpartisipasi dalam upcara keagamaan e. Berpartisipasi dalam pengobatan f. Berinteraksi dengan tokoh agama g. Berhubungan dengan diri sendiri orang lain yang h. Berhubungan dengan orang lain i. Berinteraksi dengan orang lain untuk berbagi perasaan dan keyakinan
1. Klien mampu a. Melakukan ADL b. Melaksanakan keyakinannya sesuai dengan perannya c. Mengungkapkan
5
dan memfokuskan pada kejadian dan hub memberikan kekuatan dan dukungan spiri Rawat klien dengan bermartabat dan hor cara menghargai pendapat dan keyakinan Dorong partisipasi dalam hubungan deng keluarga, teman dan orang lain. Jaga privacy dan ketenangan untuk kegiat Dorong partisipasi dalam kelompok spirit dengan keyakinan yang dianut. 1. Berbagai keyakina dan tujuan dengan 2. Diskusikan manfaa 3. Beri kesempatan u mendiskusikan ber hambatan yang dir menjalankan keyak 4. Bersikap terbuka d pendengar yang ba apa yang dikatakan 5. Dorong klien berd individu
1. Mendorong klien u dalam daftar kegiat setiap hari untuk m pemikiran dan sara 2. Menyediakan musi radio atau program secara individu
1
2
3
tentang spiritual
4
perasaannya terkait dengan keyakinannya d. Mengontrol aktifitas spiritualnya e. Memilih pelayanan spiritual yang diperlukan
5
3. Terbuka terhadap p individu terhadap kekuatannya 4. Dorong mengguna sumber spiritual se tokoh agama, litera atau buku yang ses keyakinan, tersedia tempat beribadah d dalam menjalanka keyakinannya. 5. Menyerahkan ke to yang pilih 6. Gunakan teknik kl membantu individ mengklarifikasi ke nilai 7. Mendengarkan per 8. Menunjukkan emp 9. Fasilitas individu u berdoa, tradisi reli dan ritual 10. Dengarkan dengan komunikasi indivi mengembangkan berdoa atau ritual k 11. Yakinkan individu perawat akan men individu pada saat menderita/masa ku 12. Terbuka kepada in sakit dan kematian 13. Bantu individu unt mengungkapkan d kemaharan.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan untuk mencari arti dan tujuan hidup, kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta rasa keterikatan, kebutuhan untuk memberikan dan mendapatkan maaf. Dimensi spiritual ini berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang menghadapi stress emosional, penyakit fisik atau kematian (Hamid, 2000).
Di Indonesia, pelayanan kesejahteraan sosial bagi warga usia lanjut secara umum boleh dikatakan masih merupakan hal yang baru. Hal ini dikarenakan prioritas yang diberikan pada populasi usia lanjut memang baru saja mulai diperhatikan. Sebelum GBHN 1993, upaya kepada populasi usia lanjut selalu dikaitkan dengan istilah “usia lanjut dan jompo“. Pandangan ini mulai diperbaiki, seiring dengan peningkatan pengertian dan pemahaman tentang usia lanjut, sehingga dalam GBHN 1993 usia lanjut mendapat perlakuan tersendiri, walaupun masih dalam seksi bersama dengan wanita dan remaja. GBHN 1998 diharapkan memberikan perhatian yang lebih bagi para usia lanjut. Dibanding negara maju, misalnya Amerika atau Australia, Indonesia sangat tertinggal dalam hal pemberian kesejahteraan bagi lansia ini.
Populasi usia lanjut merupakan populasi yang heterogen : Tidak semua individu dalam populasi usia lanjut memerlukan pelayanan sosial dalam bentuk yang sama. Ini dikarenakan populasi usia lanjut,
walaupun
secara
keseluruhan
termasuk
golongan
populasi
yang
rapuh
kesehatan/kesejahteraan, tetapi dalam derajat yang berbeda – beda. Perbedaan ini terlihat bukan saja dari aspek kesehatan (ada yang “ sehat “, setengah sehat setengah sakit, sakit akut, sakit kronis sampai sakit terminal), tetapi juga dari segi psikologik da n sosial ekonomi (Hadi Wartono, 1997).
Pelayanan kesejahteraan sosial pada usia lanjut membutuhkan keterkaitan antara semua bidang kesejahteraan, antara lain : kesehatan, sosial, agama, olah raga, kesenian, koperasi dan lain – lain.
Aspek spiritual pada lansia menjadi penting mengingat :Populasi usia lanjut yang “sehat” : secara fungsional masih tidak tergantung pada orang lain, aktivitas hidup sehari – hari (AHS) masih penuh, walaupun mungkin ada keterbatasan dari segi sosial – ekonomi yang memerlukan beberapa pelayanan, misalnya perumahan, peningkatan pendapatan dan pelayanan lain. Pelayanan kesehatan yang diperlukan terutama adalah dari segi prevensi dan promosi.
Kebutuhan spiritual merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia untuk mencari tujuan dan harapan hidup. Aspek dalam spiritual antara lain: harapan, kedamaian. Cinta, kasih, sayang, bersyukur dan keyakinan. Perawat sebagai tenaga kesehatan yang profesional mempunyai kesempatan paling besar untuk memberikan pelayanan atau asuhan keperawatan yang komprehensif dengan membantu klien memenuhi kebutuhan dasar yang holistic. Perawat memandang klien sebagai mahluk bio – psiko – sosio – cultural dan spiritual yang berespon secara holistic dan unik terhadap perubahan kesehatan atau pada keadaan krisis. Asuhan keperawatan yang diberikan perawat tidak bisa lepas dari aspek spiritual yang merupakan bagian integral dari interaksi perawat dengan klien (Martono, 2004).
Meningkatnya usia harapan hidup masyarakat Indonesia, membawa konsekuensi pada meningkatnya populasi lanjut usia dari tahun ke tahun, sehingga menimbulkan kebutuhan pelayanan sosial bagi lanjut usia dalam mengisi hari tuanya (Depsos, 2007). Peningkatan jumlah lanjut usia harus disertai dengan penyediaan sarana dan fasilitas kesehatan, sosial dan aspek lainnya yang memadai (Hidayat, 2004). Hal ini disebabkan perubahan-perubahan yang terjadi pada beberapa aspek (Berger & William, 1992). Perubahan-perubahan yang signifikan pada lanjut usia, antara lain : perubahan gaya hidup dan keuangan, merawat pasangan yang sakit, menghadapi
kematian,
kehilangan
pasangan
hidup
dan
orang-orang
yang
dicintai,
ketidakmampuan fisik dan penyakit kronis, kesepian serta perubahan lainnya (Elderly Health Service, 2003; Berger & William, 1992).
Berdasarkan kegiatan spiritual, kondisi lanjut usia meliputi dua hal yaitu mengenai ibadah agama dan kegiatan didalam organisasi sosial keagamaan. Dalam hal ini kehidupan spiritual mempunyai
peranan penting, seseorang yang mensyukuri nikmat umurnya tentu akan memelihara umurnya dan mengisinya dengan hal-hal yang bermanfaat (Depsos, 2007).
B. Tujuan khusus Mahasiswa diharapkan mampu melaksanakan atau memberikan asuhan keperawatan sosial spiritual kepada lansia a. Tujuan Khusus : 1. Mahasiswa mampu mengetahui kebutuhan sosial spiritual kepada lansia 2.
Mahasiswa mampu mengetahui pentingnya pelaksanaan keperawatan tentang kebutuhan sosial spiritual pada lansia
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
1. Defenisi Spiritual
Spiritual adalah kebutuhan dasar dan pencapaian tertinggi seorang manusia dalam kehidupannya tanpa memandang suku atau asal-usul. Kebutuhan dasar tersebut meliputi: kebutuhan fisiologis, keamanan dan keselamatan, cinta kasih, dihargai dan aktualitas diri. Aktualitas diri merupakan sebuah tahapan Spiritual seseorang, dimana berlimpah dengan kreativitas, intuisi, keceriaan,
sukacita, kasih sayang, kedamaian, toleransi, kerendahatian serta memiliki tujuan hidup yang jelas (Maslow 1970, dikutip dari Prijosaksono, 2003).
Spiritual adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta (Hamid, 1999). Spiritual juga disebut sebagai sesuatu yang dirasakan tentang diri sendiri dan hubungan dengan orang lain, yang dapat diwujudkan dengan sikap mengasihi orang lain, baik dan ramah terhadap orang lain, menghormati setiap orang untuk membuat perasaan senang seseorang. Spiritual adalah kehidupan, tidak hanya doa, mengenal dan mengakui Tuhan (Nelson, 2002).
Beberapa istilah yang membantu dalam pemahaman tentang spiritual adalah : kesehatan spiritual adalah rasa keharmonisan saling kedekatan antara diri dengan orang lain, alam, dan lingkungan yang tertinggi (Hungelmann et al, 1985 dalam Potter & Perry, 1995). Ketidakseimbangan spiritual (Spirituality Disequilibrium) adalah sebuah kekacauan jiwa yang terjadi ketika kepercayaan yang dipegang teguh tergoncang hebat. Kekacauan ini seringkali muncul ketika penyakit yang mengancam hidup berhasil didiagnosis (Taylor, 2002 dikutip dari Young, 2007).
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritual
Menurut Taylor (1997) dan Craven & Hirnle (1996) dalam Hamid (2000), faktor penting yang dapat mempengaruhi Spiritual seseorang adalah : a.
Tahap perkembangan Spiritual berhubungan dengan kekuasaan non material, seseorang harus memiliki beberapa kemampuan berfikir abstrak sebelum mulai mengerti spiritual dan menggali
suatu hubungan
dengan yang Maha Kuasa. Hal ini bukan berarti bahwa Spiritual tidak memiliki makna bagi seseorang. b. Peranan keluarga penting dalam perkembangan Spiritual individu. Tidak begitu banyak yang diajarkan keluarga tentang Tuhan dan agama, tapi individu belajar tentang Tuhan, kehidupan dan diri sendiri dari tingkah laku keluarganya. Oleh karena itu keluarga merupakan lingkungan terdekat dan dunia pertama dimana individu mempunyai pandangan, pengalaman tehadap dunia yang diwarnai oleh pengalaman dengan keluarganya (Taylor, Lillis & LeMone, 1997).
c.
Latar belakang etnik dan budaya Sikap, keyakinan dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan sosial budaya. Pada umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga. Anak belajar pentingnya menjalankan
kegiatan agama, termasuk nilai moral dari hubungan keluarga dan peran serta dalam berbagai bentuk kegiatan keagamaan.
d. Pengalaman hidup sebelumnya Pengalaman hidup baik yang positif maupun negatif dapat mempengaruhi Spiritual sesorang dan sebaliknya juga dipengaruhi oleh bagaimana seseorang mengartikan secara spiritual pengalaman tersebut (Taylor, Lilis dan Lemon, 1997). Peristiwa dalam kehidupan seseorang dianggap sebagai suatu cobaan yang diberikan Tuhan kepada manusia menguji imannya.
e.
Krisis dan perubahan Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalam spiritual seseorang. Krisis sering dialami ketika seseorang menghadi penyakit, penderitaan, proses spenuaan, kehilangan dan bahkan kematian, khususnya pada pasien dengan penyakit terminal atau dengan prognosis yang buruk. Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang dihadapi tersebut merupakan pengalaman spiritual yang bersifat fiskal dan emosional (Toth, 1992; dikutip dari Craven & Hirnle, 1996).
f.
Terpisah dari ikatan spiritual Menderita sakit terutama yang bersifat akut, sering kali membuat individu merasa terisolasi dan kehilangan kebebasan pribadi dan sistem dukungan sosial. Kebiasaan hidup sehari-hari juga berubah, antara lain tidak dapat menghadiri acara resmi, mengikuti kegiatan keagamaan atau tidak dapat berkumpul dengan keluarga atau teman dekat yang bisa memberikan dukungan setiap saat diinginkan (Hamid, 2000)
g.
Isu moral terkait dengan terapi Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan untuk menunjukan kebesaran-Nya, walaupun ada juga agama yang menolak intervensi pengobatan (Hamid, 2000).
3.
Perkembangan Spiritual pada Lansia
Kelompok usia pertengahan dan lansia mempunyai lebih banyak waktu untuk kegiatan agama dan berusaha untuk mengerti agama dan berusaha untuk mengerti nilai-nilai agama yang diyakini oleh generasi muda. Perasaan kehilangan karena pensiun dan tidak aktif serta menghadapi kematian orang lain (saudara, sahabat)menimbulkan rasa kesepian dan mawas diri. Perkembangan filosofis agama yang lebih matang sering dapat membantu orang tua untuk menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan
dan merasa berharga serta lebih dapat menerima kematian sebagai sesuatu yang tidak dapat ditolak atau dihindarkan (Hamid, 2000).
4. Penyesuaian- Penyesuaian pada Lanjut Usia
Beberapa penyesuaian yang dihadapi para lanjut usia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwanya diantaranya a.
Penyesuaian terhadap masalah kesehatan Setelah orang memasuki lanjut usia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda, misalnya tenaga berkurang, kulit makin keriput, gigi mulai rontok, tulang makin rapuh, dan lain-lain (Kuntjoro, 2002). Adapun perubahan fisik yang dialami meliputi seluruh sistem tubuh yakni sistem pendengaran, penglihatan, persarafan, dan sistem tubuh lainya (Nugroho, 1999).
b. Penyesuaian pekerjan dan masa pensiun Sikap kerja sangat penting bagi semua tingkat usia terutama usia lanjut karena sikap kerja ini tidak hanya kualitas kerja yang mereka lakukan tetapi juga sikapnya terhadap masa pensiun yang akan datang (Hurlock, 1999). Masa pensiun seringkali dianggap sebagai suatu kondisi yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masa tiba mereka merasa cemas pada kehidupan yang akan dihadapinya. Oleh karena itu, sebagian lanjut usia umumnya kurang menikmati masa tua dengan hidup santai, namun sebaliknya mengalami masalah kejiwaan maupun fisik (Rini, 2001). c.
Penyesuaian terhadap berbagai perubahan dalam keluarga Penyesuaian yang dihadapi lanjut usia diantaranya hubungan dengan pasangan, perubahan perlaku, seksual dan sikap sosialnya, dan status ekonomi. Khususnya aspek sosial pada lanjut usia yang pada umumnya mengalami penurunan fungsi tubuh sering menimbulkan keterasingan. Dari segi ekonomi, pendapatan yang diperoleh lanjut usia akan berkurang karena tidak memiliki pekerjaan lagi (Kuntjoro, 2002). Selain itu, lanjut usia akan merasa sulit untuk menyesuaikan diri dengan permasalahan keuangan karena menyadari kecilnya kesempatan untuk memecahkan masalah tersebut (Hurlock, 1999)
d. Penyesuaian terhadap hilangnya pasangan dan orang yang dicintai Penyesuaian utama yang harus dilakukan oleh lanjut usia adalah penyesuaian yang dilakukan karena kehilangan pasangan hidup. Kehilangan tersebut dapat disebabkan oleh kematian atau
penceraian (Hurlock, 1999). Kondisi ini mengakibatkan gangguan emosional dimana lanjut usia akan merasa sedih akibat kehilangan orang yang dicintainya (Hidayat, 2004).
Pengkajian Individu atau Anggota Keluarga Pada Saat Klien Dengan Dying
Reaksi kehilangan, ditandai dengan dada merasa tertekan, bernafas pendek dan rasa tercekik.
Faktor yang mempengaruhi terhadap reaksi kehilangan :
o
Arti dari kehilangan yang tergantung kepada persepsi individu tentang pengalaman kehilangan.
o
Umur berpengaruh terhadap tingkat pengertian dan reaksi terhadap kehilangan serta kematian.
o
Kultur pada setiap suku/bangsa terhadap kehilangan berbeda-beda.
o
Keyakinan spiritual, anggota keluarga dengan sakaratul maut melakukan praktek spiritual dengan tata cara yang dilakukan sesuaI dengan agama dan keyakinannya.
o
Peranan seks, untuk laki-laki diharapkan kuat dan tidak memperlihatkan kesedihan dan perempauan dianggap wajar atau dibolehkan untuk mengekspresikan perasaannya atau kesedihannya (menangis) sepanjang tidak mengganggu lingkungan sekitar (menangis dengan meraung – raung atau merusak).
o
Status sosial ekonomi, berpengaruh terhadap sistem penunjang, sehingga akan berpengaruh pula terhadap rekasi kehilanga akibat adanya kematian. Pengkajian Terhadap Reaksi Kematian dan Kehilangan ; Berduka Cita
1. Karakteristik dari duka cita :
Individu mengalami kesedihan dan merupakan reaksi dari shock dan keyakinannya terhadap kehilangannya.
Merasa hampa dan sedih.
Ada rasa ketidak nyamanan, misalnya rasa tercekik dan tertekan pada daerah dada.
Membayangkan yang telah meninggal, merasa berdosa.
Ada kecenderungan mudah marah.
2. Tingkatan dari duka cita :
Shock dan ketidak yakinan, karena salah satu anggota keluarga akan meninggal, bahkan menolak seolah-olah masih hidup.
Berkembangnya kesadaran akan kehilangan dengan perilaku sedih, marah pada diri sendiri atau pada orang lain.
Pemulihan, dimana individu sudah dapat menerima dan mau mengikuti upacara keagamaan berhubungan dengan kematian.
Mengatasi kehilangan yaitu dengan cara mengisi kegiatan sehari – hari atau berdiskusi dengan orang lain mengenai permasalahannya.
Idealisasi, dimana individu menyesal karena kurang memperhatikan almarhum selama masih hidup dan berusaha menekan segala kejelekan dari almarhum.
Keberhasilan, tergantung dari seberapa jauh menilai dari obyek yang hilang, tingkat ketergantungan kepada orang lain, tingkat hubungan sosial dengan orang lain dan banyaknya pengalaman kesedihan yang pernah dialami. DX Distress spiritual berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien dalam melaksanakan alternatif ibadah sholat dalam keadaan sakit ditandai dengan klien merasa lemah dan tidak berdaya dalam melakukan ibadah sholat Tujuan
:
Kebutuhan spiritual dapat terpenuhi yaitu dapat melakukan sholat dalam keadaan sakit Intervensi :
Kaji tingkat pengetahuan klien mengenai ibadah sholat.
Ajarkan pada klien cara sholat dalam keadaan berbaring.
Ajarkan tata cara tayamum.
Ajarkan kepada klien untuk berzikir.
Datangkan seorang ahli agama.
BAB III KESIMPULAN
Berdasarkan kegiatan spiritual, kondisi lanjut usia meliputi dua hal yaitu mengenai ibadah agama dan kegiatan didalam organisasi sosial keagamaan. Dalam hal ini kehidupan spiritual mempunyai peranan penting, seseorang yang mensyukuri nikmat umurnya tentu akan memelihara umurnya dan mengisinya dengan hal-hal yang bermanfaat
SARAN
percaya pada kehidupan atau masa depan, ketenangan pikiran, serta keselarasan dengan dirisendiri. Kekuatan yang timbul dari diri seseorang membantunya menyadari makna dan tujuan hidupnya, diantaranya memandang pengalaman hidupnya sebagai pengalaman yang positif, kepuasan hidup, optimis terhadap masa depan, dan tujuan hidup yang semakin jelas
ASUHAN KEPERAWATAN KEBUTUHAN SPIRITUAL 1. PENGKAJIAN
Pengkajian dapat menunjukan kesempatan yang dimiliki perawat dalam mendukung atau menguatkan spiritualitas klien. Pengkajian tersebut dapat menjadi terapeutik karena pengkajian menunjukkan tingkat perawatan dan dukungan yang diberikan. Perawat yang memahami pendekatan konseptual menyeluruh tentang pengkajian siritual akan menjadi yang paling berhasil (Farran , 1989 cit Potter and perry, 1997). Ketepatan waktu pengkajian merupakan hal penting yaitu dilakukan setelah pengkajian aspek psikososial pasien. Pengkajian aspek spiritual memerlukan hubungan interpersonal yang baik dengan pasien. Oleh karena itu pengkajian sebaiknya dilakukan setelah perawat dapat membentuk hubungan yang baik dengan pasien atau dengan orang terdekat pasien, atau perawat telah merasa nyaman untuk membicarakannya. Craven dan Hirnle (1996), Blais dan Wilkinson (1995) serta Tayler, Lillis dan Le Mane (1997), pada dasarnya informasi awal yang perlu digali secara umum adalah : a. Afiliasi agama 1) Partisipasi agama klien dalam kegiatan keagamaan 2) Jenis partisipasi dalam kegiatan keagamaan b. Keyakinan / spiritual agama
1) Praktik kesehatan : diet, mencari dan menerima terapi / upacara keagamaan 2) Persepsi penyakit : hukuman, cobaan terhadap keyakinan 3) Strategi koping Pengkajian data subyektif meliputi : a. Konsep tentang Tuhan atau ketuhanan b. Sumber harapan dan kekuatan c. Praktik agama dan ritual d. Hubungan antara keyakinan dan kondisi kesehatan. Sedangkan pengkajian data objektif dilakukan melalui pengkajian klinik yang meliputi : a.
Pengkajian afek dan sikap (Apakah pasien tampak kesepian, depresi, marah, cemas, agitasi, apatis atau preokupasi)
b.
Perilaku (Apakah pasien tampak berdoa sebelum makan, membaca kitab suci atau buku keagamaan, dan apakah pasien seringkali mengaluh, tidak dapat tidur, bermimpi buruk, dan berbagai bentuk gangguan tidur lainnya, serta bercanda yang tidak sesuai atau mengekspresikan kemarahannya terhadap agama)
c.
Verbalisasi (Apakah pasien menyebut Tuhan, doa, rumah ibadah atau topik keagamaan lainnya, apakah pasien pernah minta dikunjungi oleh pemuka agama, dan apakah pasien mengekspresikan rasa takutnya terhadap kematian)
d.
Hubungan interpersonal (Siapa pengunjung pasien, bagaimana pasien berespon terhadap pengunjung, apakah pemuka agama datang mengunjungi pasien, dan bagaimana pasien berhubungan dengan pasien yang lain dan juga de ngan perawat)
e.
Lingkungan (Apakah pasien membawa kitab suci atau perlengkapan ibadah lainnya, apakah pasien menerima kiriman tanda simpati dari unsur keagamaan dan apakah pasien memakai tanda keagamaan misalnya jilbab). Terutama dilakukan melalui observasi. (Hamid, 2000).
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Ketika meninjau pengkajian spiritual dan mengintegrasikan informasi kedalam diagnosa keperawatan yang sesuai, perawat harus mempertimbangkan status kesehatan klien terakhir dari perspektif holistik, dengan spiritualitas sebagai prinsip kesatuan (Farran, 1989). Setiap diagnosa harus mempunyai faktor yang berhubungan dengan akurat sehingga intervensi yang dihasilkan dapat bermakna dan berlangsung (Potter and Perry, 1997).
Diagnosa keperawatan yang berkaitan dengan masalah spiritual menurut North American Nursing Diagnosis Association (2006) adalah distres spiritual. Pengertian dari distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dihubungkan dengan agama, orang lain, dan dirinya. Menurut North American Nursing Diagnosis Association (NANDA, 2006) batasan diagnosa keperawatan distres spiritual adalah : a.
Berhubungan dengan diri, meliputi mengekspresikan kurang dalam harapan, arti, tujuan hidup, kedamaian, penerimaan, cinta, memaafkan diri, keberanian, marah, rasa bersalah, koping yang buruk.
b.
Berhubungan dengan orang lain, meliputi menolak berinteraksi dengan teman, keluarga, dan pemimpin agama, mengungkapkan terpisah dari sistem dukungan, mengekspresikan keterasingan.
c.
Berhubungan dengan seni, musik, literatur dan alam, meliputi tidak mampu mengekspresikan kondisi kreatif (bernyanyi), tidak ada ketertarikan kepada alam, dan tidak ada ketertarikan kepada bacaan agama
d.
Berhubungan dengan kekuatan yang melebihi dirinya, meliputi tidak mampu ibadah, tidak mampu berpartisipasi dalam aktifitas agama, mengekspresikan marah kepada Tuhan, dan mengalami penderitaan tanpa harapan. Menurut North American Nursing Diagnosis Association (2006) faktor yang berhubungan dari diagnosa keperawatan distres spiritual adalah mengasingkan diri, kesendirian, atau pengasingan sosial, cemas, kurang sosiokultural/ deprivasi, kematian dan sekarat diri atau orang lain, nyeri, perubahan hidup, dan penyakit kronis diri atau orang lain.
a.
Bagaimana penyesuaian terhadap penyakit yang berhubungan dengan ketidakmampuan merekonsilasi penyakit dengan keyakinan spiritual.
b. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kehilangan agama sebagai dukungan utama c.
Takut yang berhubungan dengan belum siap untuk menghadapai kematian dan pengalaman kehidupan setelah kematian.
d. Berduka yang disfungsional : keputusasaan berhubungan dengan keyakinan bahwa agama tidak mempunyai arti. e.
Keputusasaan berhubungan dengan keyakinan bahwa tidak ada yang peduli termasuk tuhan
f.
Ketidakberdayaan berhubungan dengan perasaan menjadi korban
g. Disfungsi seksual berhubungan dengan konflik nilai
h. Pola tidur berhubungan dengan distress spiritual i.
Resiko tindak kekerasan terhadap diri sendiri berhubunga ndengan perasaan bahwa hidup tidak berarti
3. PERENCANAAN
Dengan menetapkan rencana perawatan, tujuan ditetapkan secara individual, dengan mempertimbangkan riwayat klien, area beresiko, dan tanda-tanda disfungsi serta data obyektif yang relevan (Hamid, 2000). Menurut (Munley, 1983 cit Potter and Perry, 1997) terdapat tiga tujuan untuk pemberian perawatan spiritual yaitu klien merasakan perasaan percaya pada pemberi perawatan, klien mampu terkait dengan anggota sistem pendukung, pencarian pribadi klien tentang makna hidup meningkat. Tujuan askep klien distress spiritual berfokus pada menciptakan lingkungan yang mendukung praktik keagamaan dan keyakinan yang biasa dilakukannya. Klien dengan distress spiritual akan : a.
Mengidentifikasi keyakinan spiritual yang memenuuhi kebutuhan
b. Menggunakan kekuatan keyakinan, harapan dan rasa nyaman ketika menghadapi penyakit. c.
Mengembangkan praktik spiritual yang memupuk komunikasi dengan diri sendiri, Tuhan dan dunia luar
d. Mengekspresikan kepuasan dengan keharmonisan antara keyakinan spiritual dengan kehidupan sehari-hari. Kriteria hasil yang diharapkan klien akan : a.
Menggali akar keyakinan dan praktik spiritual
b. Mengidentifikasi factor dala mkehiduapn yang menantang keyakinan spiritual c.
Menggali alternative : menguatkan keyakinan
d. Mengidentifikasi dukungan spiritual e.
Melaburkan / mendemonstrasikan berkurangnya distress spiritual setelah keberhasilan intervensi Pada dasarnya perencanaan pada klien distress spiritual dirancang untuk memenuhi kebutuhan klien dengan membantu klien memnuhi kewajiban agamanya dan menggunakan sumber dari dalam dirinya.
4. IMPLEMENTASI
Pada tahap implementasi, perawat menerapkan rencana intervensi dengan melakukan prinsip prinsip kegiatan asuhan keperawatan sebagai berikut (Hamid, 2000) : a.
Periksa keyakinan spiritual ibadah
b. Fokuskan perhatian pada persepsi klien terhadap kebutuhan spritualnya. c.
Jangan mengasumsi klien tidak mempunyai kebutuhan spiritual
d. Mengetahui pesan non verbal tentang kebutuhan spiritual pasien e.
Berespon secara singkat, spesifik dan factual
f.
Mendengarkan secara aktif dan menunjukkan empati yang berarti menghayati masalah klien
g.
Menerapkan tehnik komunikasi terapeutik dengan tehnik mendukung menerima, bertanya, memberi infomasi, refleksi, menggali perasaan dan kekuatan yang dimiliki klien
h. Meningkatkan kesadaran dengan kepekaan pada ucapan atau pesan verbal kien i.
Memahami masalah klien tanpa menghukum walaupun tidak berarti menyetujui klien
j.
Menentukan arti dari situasi klien, bagaimana klien berespon terhadap penyakit. Apakah klien menganggap penyakit yang dideritanya merupakan hukuman, cobaan atau anugrah dari Tuhan ?
k. Membantu memfasilitasi klien agar dapat memenuhi kewajiban agamanya l.
Memberitahu pelayanan spiritual yang tersedia di Rumah Sakit. Menurut Amenta dan Bohnet (1986) cit Govier (2000) ada empat alat / cara untuk membantu perawat dalam menerapkan perawatan spiritual yaitu :
a.
Menyimak dengan perilaku wajar
b. Selalu ada c.
Menyetujui apa yang dikatakan klien
d. Menggunakan pembukaan diri Perawat berperan sebagai komunikator bila pasien menginginkan untuk bertemu dengan petugas rohaniawan atau bila menurut perawat memerlukan bantuan rohaniawan dalam mengatasi masalah spiritualnya. Menurut McCloskey dan Bulechek (2006) dalam Nursing Interventions Classification (NIC), intervensi dan diagnosa distres spiritual salah satunya adalah support spiritual. Definisi support spiritual adalah membantu pasien untuk merasa seimbang dan berhubungan dengan kekuatan Maha Besar. Adapun aktivitasnya meliputi : a.
Buka ekspresi pasien terhadap kesendirian dan ketidakberdayaan
b. Beri semangat untuk menggunakan sumber – sumber spiritual
c.
Siapkan artikel tentang spiritual, sesuai pilihan pasien
d. Tunjuk penasihat spiritual pilihan pasien e.
Gunakan teknik klarifikasi nilai untuk membantu pasien mengklarifikasi kepercayaan dan nilai, jika diperlukan
f.
Mampu untuk mendengar perasaan pasien
g. Fasilitasi pasien dalam meditasi, berdoa atau ritual keagamaan h.
Dengarkan dengan baik komunikasi pasien dan kembangkan rasa pemanfaatan waktu untuk berdoa atau ritual keagamaan
i.
Yakinkan kepada pasien bahwa perawat dapat mensupport pasien ketika sedang menderita
j.
Buka perasaan pasien terhadap rasa sakit dan kematian
k.
Bantu pasien untuk berekpresi yang sesuai dan bantu mengungkapkan rasa marah dengan cara yang baik.
5. EVALUASI
Perawat
mengevaluasi
apakah
intervensi
keperawatan
membantu
menguatkan
spiritualitas klien. Perawat membandingkan tingkat spiritualitas klien dengan perilaku dan kebutuhan yang tercatat dalam pengkajian keperawatan. Klien harus mengalami emosi sesuai dengan situasi, mengembangkan citra diri yang kuat dan realistis, dan mengalami hubungan interpersonal yang terbuka dan hangat. Keluarga dan teman, dengan siapa klien telah membentuk persahabatan dapat dijadikan sumber informasi evaluatif. Klien harus juga mempertahankan misi dalam hidup dan sebagian individu percaya dan yakin dengan Tuhan Yang Maha Kuasa atau Maha Tinggi. Bagi klien dengan penyakit terminal serius, evaluasi difokuskan pada keberhasilan membantu klien meraih kembali harapan hidup (Potter anfd Perry, 1997). Untuk mengatahui apakah pasien telah mencapai kriteria hasil yang ditetapkan pada fase perencanaan, perawat perlu mengumpulkan data terkait dengan pencapaian tujuan asuhan keperawatan. Tujuan asuhan keperawatan tercapai apabila secara umum pasien mampu : a.
Mampu beristirahat dengan tenang
b. Menyatakan penerimaan keputusan moral / etika c.
Mengekspresikan rasa damai berhubungan dengan Tuhan
d. Menunjukkan hubungan yang hangat dan terbuka dengan pemuka agama
e.
Mengekspresikan arti positif terhadap situasi dan keberadaannya
f.
Menunjukkan afek positif tanpa perasaan marah, rasa b ersalah dan ansietas
g. Menunjukkan perilaku lebih positif h. Mengekspresikan arti positif terhadap situasi dan keberadaannya
KEBUTUHAN SPIRITUAL
A. Konsep dasar: 1. Pengertian 2. Karakteristik 3. Perkembangan spiritual 4. Konsep terkini dalam kesehatan spiritual 5. Hubungan antara spiritual – kesehatan dan sakit 6. Manifestasi perubahan fungsi spiritual 7. Intervensi dalam kesehatan spiritual
B. Asuhan Keperawatan pada klien dengan kebutuhan spiritual 1. Pengkajian 2. Diagnosa 3. Perencanaan 4. Pelaksanaan 5. Evaluasi
PENDAHULUAN
Setiap orang dalam hidupnya pasti akan menghadapi yang namanya masalah, sikap seseorang dalam menghadapi sangat ditentukan oleh keyakinan mereka masing-masing. Keyakinan yang dimiliki setiap orang selalu dikaitkan dengan kepercayaan atau agama. Spiritual, keyakinan dan agama merupakan hal yang berbeda namun seringkali diartikan sama. Penting sekali bagi seorang perawat memahami perbedaan antara Spiritual, keyakinan dan agama guna menghindarkan salah pengertian yang akan mempengaruhi pendekatan perawat dengan pasien. Pasien yang sedang dirawat dirumah sakit membutuhkan asuhan keperawatan yang holistik dimana perawat dituntut untuk mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif bukan hanya pada masalah secara fisik namun juga spiritualnya. Untuk itulah materi spiritual diberikan kepada calon perawat guna meningkatkan pemahaman dan kemampuan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan kebutuhan spiritual.
SPIRITUAL
A. Pengertian 1. Spiritual Berasal dari bahasa latin spiritus, yang berrti bernafas atau angin. Ini berarti segala sesuatu yang menjadi pusat semua aspek dari kehidupan seseorang (McEwan, 2005). Spiritual adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta (Achir Yani, 2000). Spiritual merupakan kompleks yang unik pada tiap individu dan tergantung pada budaya, perkembangan, pengalaman hidup, kepercayaan dan ide-ide tentang kehidupan seseorang (Mauk dan Schmidt, 2004 cit Potter Perry, 2009) Menurut Burkhardt (1993) spiritual meliputi aspek sebagai berikut: a.
Berhubungan dengan sesuatu yang tidk diketahui
b. Menemukan arti dan tujuan hidup c.
Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri.
2. Kepercayaan (faith) Kepercayaan artinya mempunyai kepercayaan atau komitmen terhadap sesuatu atau seseorang (Achir Yani, 2000) 3. Agama merupakan sistem ibadah yang teratur dan terorganisasi (Achir Yani, 2000 )
B. Karakteristik 1. Hubungan dengan diri sendiri Kekuatan dalam dan self relience a.
Pengetahuan diri (siapa dirinya dan apa yang dapat dilakukannya)
b. Sikap (percaya diri sendiri, percaya pada kehidupan/ masa depan, ketenangan pikiran, harmoni/ keselarasan dengan diri sendiri) 2. Hubungan dengan alam Harmoni a.
Mengetahui tentang alam,iklim, margasatwa
b. Berkomunikasi dengan alam (berjalan kaki, bertanam), mengabdikan dan melindungi alam 3. Hubungan dengan orang lain Harmoni/ Suportif a.
Berbagi waktu, pengetahuan dan sumber secara timbal balik
b. Mengasuh anak, orang tua dan orang sakit c.
Meyakini kehidupan dan kematian (mengunjungi, melayat) Tidak harmonis
a.
Konflik dengan orang lain
b. Resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi 4. Hubungan dengan Ketuhanan Agamis atau tidak agamis a.
Sembahyang/ berdoa/ meditasi
b. Perlengkapan keagamaan a.
Bersatu dengan alam
C. Perkembangan spiritual 1. Bayi dan todler (1-3 tahun) Tahap awal perkembangan spiritual adalah rasa percaya dengan yang mengasuh dan sejalan dengan perkembangan rasa aman, dan dalam hubungan interpersonal, karena sejak awal kehidupan mengenal dunia melalui hubungan dengan lingkungan kususnya orangtua. Bayi dan todler belum memiliki rasa bersalah dan benar, serta keyakinan spiritual. Mereka mulai meniru kegiatan ritual tanpa tau arti kegiatan tersebut dan ikut ketempat ibadah yang mempengaruhi citra diri mereka. 2. Prasekolah Sikap orang tua tentang moral dan agama mengajarkan pada anak tentang apa yang dianggap baik dan buruk.anak pra sekolah belajar dari apa yang mereka lihat bukan pada apa yang diajarkan. Disini bermasalah jika apa yang terjadi berbeda dengan apa yang diajarkan. 3. Usia sekolah Anak usia sekolah Tuhan akan menjawab doanya, yang salah akan dihukum dan yang baik akan diberi hadiah. Pada mas pubertas , anak akan sering kecewa karena mereka mulai menyadari bahwa doanya tidak selalu dijawab menggunakan cara mereka dan mulai mencari alasan tanpa mau menerima keyakinan begitu saja. Pada masa ini anak mulai mengambil keputusan akan meneruskan atau melepaskan agama yang dianutnya karena ketergantungannya pada orang tua. Remaja dengan orang tua berbeda agama
akan memutuska memilih pilihan agama yang dianutnya atau tidak memilih satupun dari agama orangtuanya. 4. Dewasa Kelompok dewasa muda yang dihadapkan pada pertanyaan bersifat keagamaan dari anaknya akan menyadari apa yang diajarkan padanya waktu kecil dan masukan tersebut dipakai untuk mendidik anakya. 5. Usia pertengahan Usia pertengahan dan lansia mempunyai lebih banyak waktu untuk kegiatan agama dan berusaha untuk mengerti nilai agama yang di yakini oleh generasi muda.
D. Konsep terkini dalam kesehatan spiritual. 1. Spiritualitas Konsep spiritual memiliki delapan batas tetapi saling tumpang tindih: Energi, transendensi diri, keterhubungan, kepercayaan, realitas eksistensial , keyakinan dan nilai, kekuatan batiniah, harmoni dan batin nurani. a.
Spiritualitas memberikan individu energi yang dibutuhkan untuk menemukan diri mereka, untuk beradaptasi dengan situasi yang sulit dan untuk memelihara kesehatan.
b.
Transedensi diri (self transedence) adalah kepercayaan yang merupakan dorongan dari luar yang lebih besar dari individu.
c.
Spiritualitas memberikan pengertian keterhubungan intrapersonal (dengan diri sendiri), interpersonal (dengan orang lain) dan transpersonal ( dengan yang tidak terlihat, Tuhan atau yang tertinggi) (Miner – william, 2006 cit Potter & Perry, 2009)
d.
Spiritual memberikan kepercayaan setelah berhubungan dengan Tuhan. Kepercayaan selalu identik dengan agama sekalipun ada kepercayaan tanpa agama.
e.
Spritualitas melibatkan realitas eksistensi (arti dan tujuan hidup).
f.
Keyakinan dan nilai menjadi dasar spiritualitas. Nilai membantu individu menentukan apa yang penting bagi mereka dan membantu individu menghargai keindahan dan harga pemikiran, obysk dsn prilaku.(Holins, 2005; vilagomenza, 2005
g.
Spiritual memberikan individu kemampuan untuk menemukan pengertian kekuatan batiniah yang dinamis dan kreatif yang dibutuhkan saat membuat keputusan sulit (Braks-wallance dan Park, 2004).
h. Spiritual memberikan kedamaian dalam menghadapi penyakit terminal maupun menjelang ajal (Potter & Perry, 2009). Ada individu yang tidak mempercayai adanya Tuhan (atheis) atau percaya bahwa tidak ada kenyataan akhir yang diketahui (Agnostik). Ini bukan berati bahwa spiritual bukan merupakan konsep penting bagi atheis dan agnostik, Atheis mencari arti kehidupan melalui pekerjaan mereka dan hubungan mereka dengan orang lain.agnostik menemukan arti hidup dalam pekerjaan mereka karena mereka percaya bahwa tidak adanya akhir bagi jalan hidup mereka. 2. Dimensi Spiritual ( Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995; Murray & Zentner, 1993 ): a.
Mempertahankan keharmonisan / keselarasan dengan dunia luar
b. Berjuang untuk menjawab / mendapatkan kekuatan c.
Untuk menghadapi : Stres emosional, penyakit fisik, dan menghadapi kematian
3. Konsep kesejahteraan spiritual ( spiritual well-being ) (Gray,2006; Smith, 2006): a.
Dimensi vertikal Hubungan positif individu dengan Tuhan atau beberapa kekuasaan tertinggi
b. Dimensi horisontal Hubungan positif individu dengan orang lain
E. Hubungan antara spiritual – kesehatan dan sakit 1. Keyakinan spiritual sangat penting bagi perawat karena dapat mempengaruhi tingkat kesehatan dan prilaku klien. Beberapa pengaruh yang perlu dipahami: a.
menuntun kebiasaan sehari-hari praktik tertentu pada umumnya yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan mungkin mempunyai makna keagamaan bagi klien, sebagai contoh: ada agama yang menetapkan diet makanan yang boleh dan tidak boleh dimakan.
b. sumber dukungan pada saat stress, individu akan mencari dukungan dari keyakinan agamanya. sumber kekuatan sangat diperlukan untuk dapat menerima keadaan sakitnya khususnya jika penyakit tersebut membutuhkan waktu penyembuhan yang lama.
c.
sumber konflik Pada suatu situasi bisa terjasi konflik antara keyakinan agama dengan praktik kesehatan. Misalnya: ada yang menganggap penyakitnya adalah cobaan dari Tuhan
2. kepercayaan agama tentang kesehatan Agama/ Budaya Hindu
Kepercayaan terhadap pelayanan kesehatan Menerima ilmu medis terkini
Shikhism
Menerima ilmu medis terkini
Buddha
Menerima ilmu medis terkini
Islam
Harus dapat mempraktikkan 5 hukum islam Terkadang memiliki pandangan kesehatan yang salah Mempercayai kesucian hidup Ibadah hari sabath, menolak pengobatan hari sabath Menerima ilmu medis terkini
Yahudi
Kristiani
Respon terhadap penyakit Dosa masa lalu menyebabkan penyakit Wanita diperiksa wanita Melepaskan pakaian dalam merupakan tekanan Menolak pengobatan pada hari suci Roh non manusia yang menyerang manusia menyebabkan penyakit
Penerapan pada kesehatan dan perawatan Waktu untuk doa, jimat, ritual, simbol
Menggunakan kepercayaan penyembuhan Tidak melakukan eutanasia
Kesehatan dan spiritual saling berhubungan Tidak mempertimbangkan transplantasi organ
Eutanasiaa dilarang
Percaya penting hidup sehat
Menggunakan doa, kuas penyembuhan
Mendukung donor organ
Waktu untuk doa, jimat, ritual, simbol
F. Manifestasi perubahan fungsi spiritual 1. Verbalisasi disstress Individu yang mengalami gangguan fungsi spiritual, biasanya akan meverbalisasikan yang dialaminya untuk mendalatkan bantuan. 2. Perubahan perilaku Perubahan perilaku juga dapat merupakan manifestasi gangguan fungsi spiritual.. Klien yang merasa cemas dengan hasil pemeriksaan atau menunjukkan kemarahan setelah mendengar hasil
pemeriksaan mungkin saja sedang menderita distress spiritual. Untuk jelasnya berikut terdapat tabel ekspresi kebutuhan spiritual.
TABEL EKSPRESI KEBUTUHAN SPIRITUAL ADAPTIF DAN MALLADAPTIF Kebutuhan
Rasa percaya
Tanda pola atau prilaku
Tanda pola atau prilaku
adaptif
maladaptif
Rasa percaya terhadap diri
Merasa tidak nyaman
sendiri dan kesabaran
dengan kesadaran diri
Menerima bahwa yang lain
Mudah tertipu
akan mampu memenuhi
Ketidakmampuan untuk
kebutuhan
terbuka dengan orang lain
Rasa percaya terhadap
Merasa bahwa hanya orang
kehidupan walaupun terasa
tertentu dan tempat
berat
tertentu yang aman
Keterbukaan terhadap
Mengharapkan orang tidak
Tuhan
berbuat baik dan tidak tergantung Ingin kebutuhan dipenuhi segera tidak dapat menunggu Tidak terbuka kepada Tuhan Takut terhadap maksud Tuhan
Kemampuan
Menerima diri sendiri dan
Merasa penyakit sebagai
memberi
orang lain dapat berbuat
suatu hukuman
maaf
salah
Merasa Tuhan sebagai
Tidak mendakwa atau
penghukum
berprasangka buruk
Merasa maaf hanya
Memandang penyakit
diberikan berdasar prilaku
sebagai sesuatu yang nyata
Tidak menerima diri
Memaafkan diri sendiri
sendiri
Memaafkah orang lain
Menyalahkan diri sendari
Menerima pengampunan
atau orang lain.
Tuhan. Pandangan yang realistik terhadap masa lalu
TABEL EKSPRESI KEBUTUHAN SPIRITUAL ADAPTIF DAN MALLADAPTIF Kebutuhan
Tanda pola atau prilaku
Tanda pola atau prilaku
adaptif
maladaptive
Mencintai dan
Mengekspresikan perasaan
Takut akan tergantung
ketertarikan
dicintai oleh orang lain
dengan orang lain
atau Tuhan
Menolak bekerja sama
Mampu menerima bantuan
dengan tenaga kesehatan
Menerima diri sendiri
Cemas berpisah dengan
Mencari kebaikan dari
keluarga
orang lain
Menolak diri sendiri serta angkuh dan mementingkan diri sendiri Tidak mampu untuk mempercayai diri sendiri dicintai oleh Tuhan, tidak punya hubungan rasa cinta dengan Tuhan Merasa tergantung dan hubungan bersifat magik
dengan Tuhan. Merasa jauh dengan Tuhan. Keyakinan
Ketergantungan dengan
Mengekspresikan perasaan
anugerah Tuhan
ambivalens terhadap
Termotifasi untuk tumbuh
Tuhan
Mengekspresikan
Tidak percaya terhadap
kepuasan dengan
kekuasaan Tuhan
menjelaskan kehidupan
Takut kematian
setelah kematian
Merasa terisolasi dari
Mengekspresikan
kepercayaan masyarakat
kebutuhan untuk
sekitar
memasuki kehidupan dan
Merasa pahit, frustasi dan
ataui memahami
marah terhadap Tuhan
kehidupan manusia dengan Nilai, keyakinan dan wawasanyang lebih luas
tujuan hidup yang tidak
Mengekspresikan
jelas
kebutuhan ritual
Konflik nilai
Mengekspresikan
Tidak mempunyai
kehidupan untuk merasa
komitmenm
berbagi keyakinan
TABEL EKSPRESI KEBUTUHAN SPIRITUAL ADAPTIF DAN MALLADAPTIF Kebutuhan
Tanda pola atau prilaku adaptif
Kreatifitas dan harapan
Tanda pola atau prilaku maladaptive
Meminta informasi
Mengekspresikan
tentang kondisi
perasaan takut
Membicarakan
kehilangan kendali diri
kondisinya secara
Mengekspresikan
realistik
kebosanan diri
Menggunakan waktu
Tidak mempunyai visi
selama dirawat inap
alternatif yang
secara konstruktif
memungkinkan
Mencari cara untuk
Takut terhadap terapi
mengekspresikan diri
Putus asa
Mencari kenyamanan
Tidak dapat menolong
batin daripada fisik
ayau menerima diri
Mengekspresikan
sendiri
harapan tentang masa
Tidak dapat menikmati
depan
apapun
Terbuka terhadap
Telah menunda
kemungkinan
pengambilan
mendapatkan
keputusan.
kedamaian Arti dan tujuan
Mengekspresikan
Mengekspresikan tidak
kepuasan hidup
ada alasan bertahan
Menjalani kehidupan
hidup
sesuai dengan sistem
Tidak dapat menerima
nilai
arti penderitaan yang
Menggunakan
dialami
penderitaan sebagai
Mempertanyakan arti
cara memahami diri
kehidupan
Mengekspresikan arti
Mempertanyakan
kehidupan/ kematian
tujuan penyakit
Mengekspresikan
Tidak dapat
komitmen dan
merumuskan tujuan
orientasi hidup
dan tidak mencapai
Jelas tentang apa yang
tujuan
penting
Telah menunda pegambilan keputusan yang penting.
G. Intervensi dalam kesehatan spiritual Tehnik dalam kesehatan spiritual adalah dengan tehnik meditasi Tehnik Meditasi: Tujuan: klien dapat mengungkapkan perasaan relaksasi dan trandensi diri setelah meditasi Strategi pengajaran: 1.
Berikan informasi singkat mengenai pengajaran / cara meditasi
2.
Bantu klien mengidentifikasi ruangan dalam rumah yang tenang dan mempunyai gangguan minimal
3.
Jelaskan bahwa musik yang tenang dan bunyi yang mendesing dapat mengganggu meditasi
4.
Ajarkan langkah-langkah meditasi, duduk dalam posisi yang nyaman dengan punggung lurus; bernafas perlahan; dan fokus pada suara, doa atau gambar
5.
Anjurkan pasien untuk melakukan meditasi selama 10-20 menit dua kali sehari
6.
Jawab pertanyaan klien dan perkuat informasi selama diperlukan
Evaluasi: Ijinkan klien menggambarkan perasaan setelah melakukan meditasi.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SPIRITUAL
A. Pengkajian Pengkajian dilakukan untuk mendapatkan data subyektif dan obyektif
Spiritual sangat bersifat subyektif, ini berarti spiritual berbeda untuk individu yang berbeda pula (Mcsherry dan ross, 2002) Pada dasarnya informasi awal yang perlu digali adalah 1. Alifiasi nilai a.
Partisipasi klien dalam kegiatan agama apakah dilakukan secara aktif atau tidak
b. Jenis partisipasi dalam kegiatan agama 2. Keyakinan agama dan spiritual a.
Praktik kesehatan : diet, mencari dan menerima ritual atau upacara agama
b. Strategi koping Nilai agama atau spiritual, mempengaruhi: a.
Tujusn dan arti hidup
b. Tujuan dan arti kematian c.
Kesehatan dan arti pemeliharaan
d. Hubungan dengan Tuhan, diri sendiri dan orang lain B. Diagnosa 1. Distress spiritual 2. Koping inefektif 3. Ansietas 4. Disfungsi seksual 5. Harga diri rendah 6. Keputusasaan
C. Perencanaan 1. Distress spiritual b.d anxietas Definisi : gangguan pada prinsip hidup yang meliputi semua aspek dari seseorang yang menggabungkan aspek psikososial dan biologis NOC : a.
Menunjukkan harapan
b. Menunjukkan kkan kesejahteraan spiritual: -
Berarti adlam hidup
-
Pandangan tentang spiritual
-
Ketentraman, kasih sayang dan ampunan
-
Berdoa atau beribadah
-
Berinteraksi dengan pembimbing ibadah
-
Keterkaitan denganorang lain, untuk berbagi pikiran, perasaan dan kenyataan
c.
Klien tenang NIC :
-
Kaji adanya indikasi ketaatan dalam beragama
-
Tentukan konsep ketuhanan klien
-
Kaji sumber-sumber harapan dan kekuatan pasisien
-
Dengarkan pandangan pasien tentang hubungan spiritiual dan kesehatan
-
Berikan prifasi dan waktu bagi pasien untuk mengamati praktik keagamaan
-
Kolaborasi dengan pastoral
2. Koping inefektif b.d krisis situasi Definisi : ketidakmampuan membuat penilaian yang tepat terhadat stressor, pilihan respon untuk bertindak secara tidak adekuat dan atau ketidakmampuan menggunakan su mber yang tersedia NOC: -
Koping efektif
-
Kemampuan untuk memilih antara 2 alternatif
-
Pengendalian impuls : kemampuan mengendalikan diri dari prilaku kompulsif
-
Pemrosesan informasi : kemampuan untuk mendapatkan dan menggunakan informasi NIC :
-
Identifikasi pandangan klien terhadap kondisi dan kesesuaiannya
-
Bantu klien mengidentifikasi kekuatan personal
-
Peningkatan koping: nilai
kesesuaian pasien terhadap perubahan gambaran diri
nilai
dampak situasi kehidupan terhadap peran
evaluasi
kemampuan pasien dalam membuat keputusan
Anjurkan
klien menggunakan tehnik relakssi
Berikan
-
pelatihan ketrampilan sosial yang sesuai
Libatkan sumber – sumber yang ada untuk mendukung pemberian pelayanan kesehatan
D. Pelaksanaan Dilaksanakan sesuai dengan NIC yang telah ditentukan
E. Evaluasi Evaluasi dengan melihat NOC yang telah ditentukan , secaara umum tujuan tercapai apabila klien ( Achir Yani, 1999) 1. Mampu beristirahat dengan tenang 2. Menyatakan penerimaan keputusan moral 3. Mengekspresikan rasa damai 4. Menunjukkan hubungan yang hangat dan terbuka 5. Menunjukkan sikap efektif tanpa rasa marah, rasa berslah dan ansietas 6. Menunjukkan prilaku lebih positif 7. Mengekspresikan arti positif terhadap situasi dan keberadaannya