BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Badak Jawa ( Rhinoceros Rhinoceros sondaicus Desmarest) merupakan spesies satwa liar yang sangat langka di dunia, bahkan beberapa peneliti menyatakan bahwa R. sondaicus Desmarest merupakan mamalia terlangka di dunia, dengan populasi kurang dari 100 ekor. Pada saat ini, penyebaran R. sondaicus Desmarest di dunia terbatas di Taman Nasional Ujung Kulon, Jawa Barat dengan populasi yang relatif kecil (51-67 ekor, data tahun 1996), di Vietnam (7-9 ekor), serta kemungkinan terdapat di Laos dan Kamboja. Populasi R. sondaicus Desmarest di Taman Nasional Ujung Kulon merupakan satu-
satunya populasi yang dianggap paling viabel (viable) dan secara potensial dapat diselamatkan dari kepunahan. R. sondaicus Desmarest termasuk salah satu jenis satwa langka yang
dilindungi Undang-Undang di Indonesia serta termasuk dalam daftar Buku Merah ( Red Red Data Book Book ) yang dikeluarkan oleh IUCN (International Union For Conservation of Nature and Natural Resources) tahun 1978 dengan kategori "genting" ( Endangered Endangered ) dan mendapat prioritas utama untuk diselamatkan dari ancaman kepunahan. Populasi kecil yang hanya terdapat di satu areal memiliki resiko kepunahan yang tinggi. Dengan demikian, upaya untuk menemukan tingkat. Populasi R. sondaicus Desmarest yang menjamin kelestarian eksistensinya dalam jangka panjang merupakan salah satu prioritas tertinggi program konservasi di Indonesia.
1
B. Tujuan Makalah
1. Memberikan informasi Taksonomi dan Penamaan R. sondaicus sondaicus Desmarest. 2. Memberikan informasi tentang Evolusi R. sondaicus sondaicus Desmarest. 3. Memberikan informasi tentang Deskripsi R. sondaicus Desmarest. 4. Memberikan informasi tentang Penyebaran dan Habitat R. sondaicus Desmarest. 5. Memberikan informasi tentang Sifat R. sondaicus sondaicus Desmarest. 6. Memberikan informasi tentang Makanan R. sondaicus Desmarest. 7. Memberikan informasi tentang Reproduksi R. sondaicus sondaicus Desmarest. 8. Memberikan informasi tentang Permasalahan R. sondaicus Desmarest. 9. Memberikan informasi tentang Upaya Mengatasi Masalah R. sondaicus Desmarest.
2
BAB II PEMBAHASAN
A. Taksonomi dan Penamaan R. sondaicus Desmarest
Badak adalah binatang berkuku ganjil (perrisodactyla), pada tahun 1758 Linnaeus telah memberi nama marga (genus) Rhinoceros kepada badak jawa. Secara taksonomi badak Jawa diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Sub phylum
: Vertebrata
Super Kelas
: Gnatostomata
Kelas
: Mamalia
Super Ordo
: Mesaxonia
Ordo
: Perrissodactyla
Super Family
: Rhinocerotides
Famili
: Rhinocerotidae
Genus
: Rhinoceros
Spesies
: Rhinoceros sondaicus Desmarest
3
Gambar 1. Badak Jawa ( Rhinoceros sondaicus) Desmarest Badak jawa atau javan Rhinoceros ( Rhinoceros sondaicus Desmarest) adalah binatang terbesar di Jawa. Beratnya bisa mencapai 1,5 ton, berkulit pucat. Badak Jawa pernah tersebar di hampir seluruh wilayah gunung di Jawa Barat, seperti gunung Gede-Pangrango, Gunung salak, Gn. Tangkuban Perahu dan gunun Ciremei. Nama sebutan Badak Jawa agaknya kurang tepat karena distribusi alaminya, sejauh yang bisa dipastikan, pernah mencapai kawasan Sungai Brahmaputra di Bangladesh sampai Vietnam serta ke sebelah barat daya Cina, dan deskripsi badak pertama berasal dari spesimen yang ditemukan di Sumatera. Distribusi aslinya secara menyeluruh tidak akan pernah dapat diketahui, karena pada suatu waktu yang berbeda dan pada suatu tempat yang berbeda badak Jawa ini pernah dikacaukan dengan badak Sumatera Dicerorhinus sumatrensis dan badak India/bercula satu Rhinoceros unicornis.
4
Dulu badak ini hanya dikenal dan bagian selatan Jawa Barat dan dari Gn. Slamet di Jawa Tengah, meskipun fosil yang masih ada ditemukan di sebelah utara Yogyakarta. Ketika Junghuhn mendaki Gn. Pangrango pada tahun 1839 (pendakian pertama yang tercatat dilakukan oleh orang Eropa) ia mengejutkan dua badak Jawa di dekat puncak gunung, seekor sedang berendam di suatu sungai kecil dan yang lain sedang merumput di pinggir sungai (Junghuhn 1854). Beberapa jalan setapak di beberapa gunung mengikuti bekas jejak badak, dan jalur-jalur di gunung-gunung yang ada dijawa mungkin merupakan sisa terakhir dari kehadiran binatang besar ini. Penelitian pertama badak jawa dilakukan oleh penyelidik alam dari luar daerah tersebut pada tahun 1787, ketika dua binatang ditembak di Jawa. Tulang badak Jawa dikirim pada penyelidik alam Belanda Petrus Camper, yang meninggal tahun 1789 sebelum sempat menerbitkan penemuannya bahwa badak Jawa adalah spesies istimewa. Badak Jawa lainnya ditembak di Pulau Sumatra oleh Alfred Duvaucel yang mengirim spesimennya ke ayah tirinya, Georges Cuvier, ilmuwan Perancis yang terkenal. Cuvier menyadari binatang ini sebagai spesies istimewa tahun 1822, dan pada tahun yang sama diidentifikasi oleh Anselme Gaetan Desmarest sebagai Rhinoceros sondaicus. Spesies ini adalah spesies badak terakhir yang diidentifikasi. Desmarest pada awalnya mengidentifikasi badak ini berasal dari Jawa, tetapi nantinya mengubahnya dan mengatakan spesimennya berasal dari pulau Jawa. Dua belas ekor badak Jawa terakhir yang terdapat di Sumatera telah ditembak oleh
5
pemburu-pemburu Belanda antara tahun 1925-1930, dan setelah itu seekor lagi ditembak di Karangnunggal (Tasikmalaya) pada tahun 1934. Sampai akhir abad ke-19 penduduk kota Bandung masih bisa menyaksikan adanya badak jawa, mereka menyebutnya badak priangan. Tidak mengherankan bila di Bandung ada daerah yang bernama Rancabadak. Namun pada tahun 1895 seorang pemburu Belanda menembak mati badak jawa tidak jauh dari kota Bandung, itulah badak jawa terakhir di kota Bandung.
B. Evolusi R. sondaicus Desmarest
Leluhur badak pertama kali terbagi dari Perissodactyl lainnya pada masa Eosen awal. Perbandingan DNA mitokondria memberikan kesan bahwa leluhur badak modern terbagi dari leluhur Equidae sekitar 50 juta tahun yang lalu. Famili yang masih ada, Rhinocerotidae, pertama kali muncul pada Eosen akhir di Eurasia, dan leluhur spesies badak modern terbagi dari Asia pada awal Miosen. Badak
jawa
genus Rhinoceros yang
dan
badak
india
pertama
adalah kali
satu-satunya muncul
anggota pada
rekaman fosil di Asia sekitar 1,6 juta-3,3 juta tahun yang lalu. Perkiraan molekul memberikan kesan bahwa spesies telah terbagi lebih awal, sekitar 11,7 juta tahun yang lalu. Walaupun masuk ke dalam tipe genus, badak Jawa dan India dipercaya tidak berhubungan dekat dengan spesies badak lainnya. Penelitian berbeda telah mengeluarkan hipotesis bahwa mereka mungkin berhubungan dekat dengan Gaindetherium atau Punjabitherium yang
6
telah punah. Analisis klad Rhinoceroderotidae meletakkan Rhinoceros dan punjabitherium yang telah punah pada klad dengan Dicerorhinus, badak Sumatra.
Penelitian
lain
mengusulkan
bahwa badak
Sumatra lebih
berhubungan dekat dengan dua spesies badak di Afrika. Badak Sumatra dapat terbagi dari badak Asia lainnya 15 juta tahun yang lalu.
C. Morfologi R. sondaicus Desmarest
Berdasarkan penampilan bentuk tubuh dan rupa (morfologi) nya, badak jawa adalah sebagai berikut: 1. Tinggi dari telapak kaki hingga bahu berkisar antara 168-175 cm. 2. Panjang tubuh dari ujung moncong hingga ekor 392 cm dan panjang
bagian kepala 70 cm. 3. Berat tubuhnya dapat mencapai 1.280 kg. 4. Tubuhnya tidak berambut kecuali dibagian telinga dan ekornya. 5. Tubuhnya dibungkus kulit yang tebalnya antara 25-30 mm. 6. Kulit luarnya mempunyai corak yang mozaik. 7. Lipatan kulit di bawah leher hingga bagian atas berbatasan dengan
bahu. 8. Di atas punggungnya juga terdapat lipatan kulit yang berbentuk sadel
(pelana) dan ada lipatan lain di dekat ekor serta bagian atas kaki belakang. 9. Badak betina tidak mempunyai cula, Ukuran cula dapat mencapai 27
cm.
7
10. Warna cula abu-abu gelap atau hitam, warnanya semakin tua semakin
gelap, pada pangkalnya lebih gelap dari pada ujungnya.
Ciri-ciri yang khas dari R. sondaicus Desmarest adalah memiliki bibir atas lengkung-mengait kebawah (hooked upped), bercula satu dengan ukuran panjang sampai 25 (dua puluh lima) sentimeter, kulit berwarna abu-abu dan tidak berambut. Bibir atas tersebut memiliki kelenturan yang dipergunakan untuk mengait dan menarik dedaunan dari ujung ranting kedalam mulutnya sewaktu makan. Ciri yang sangat menonjol lainnya adalah memiliki lipatan kulit tubuh seperti baju besi (Armor platted).
D. Penyebaran dan Habitat R. sondaicus Desmarest
Ada lima jenis badak dibumi yaitu : 1. Badak Afrika Putih Badak afrika putih (Cerathotherium simum) adalah badak paling besar dengan tinggi badan 1,8 meter dan panjangnya bisa mencapai 5 meter, memiliki dua buah cula. Cula depan bisa mencapai 137 cm panjangnya dan cula kedua panjangnya bisa mencapai 60 cm. 2. Badak Afrika Hitam Badak afrika hitam atau Dicerros bicornis tingginya bisa mencapai 1,6 meter dan panjangnya 4 meter. Memiliki dua buah cula yang panjuangnya bisa mencapai 70cm di depan dan 50 cm di belakang. 3. Badak India
8
Badak india (Rhinoceros unicornis) memiliki satu cula yang panjangnya mencapai 60 cm. Tinggi badan 170 cm, dan panjang 3,8 meter. Badak ini hidup di anak benua bagian selatan. 4. Badak Sumatera Badak Sumatera memiliki dua buah cula yang bisa mencapai panjang 80cm di bagian depan dan 20 cm di bagian belakang. Tinggi badan 140 cm dan panjang mencapai 3 meter. Badak Sumatera dapat dijumpai
di pulau Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) atau sering
juga disebut badak kerbau. Badak ini ( Dicerprhinus harrissoni) juga dapat ditemukan di kawasan hutan di Kalimantan timur. 5. Badak Jawa R. sondaicus Desmarest adalah jenis badak yang paling kecil
dengan tinggi badan 140 cm, dan panjangnya 3 meter. Memiliki satu cula dengan panjang mencapai 30 cm.
Perkiraan yang paling optimistis memperkirakan bahwa lebih sedikit dari 100 badak Jawa masih ada di alam bebas. Mereka dianggap sebagai mamalia yang paling terancam; walaupun masih terdapat badak Sumatra yang tempat hidupnya tidak dilindungi seperti badak Jawa, dan beberapa pelindung alam menganggap mereka memiliki risiko yang lebih besar. R. sondaicus Desmarest diketahui masih hidup di dua tempat, Taman Nasional Ujung Kulon di ujung barat pulau Jawa dan Taman Nasional Cat Tien yang terletak sekitar 150 km sebelah utara Kota Ho Chi Minh.
9
Binatang ini pernah menyebar dari Assam dan Benggala (tempat tinggal mereka akan saling melengkapi antara badak Sumatra dan India di tempat
tersebut
ke
arah
timur
sampai Myanmar, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam, dan ke arah selatan di semenanjung Malaya, serta pulau Sumatra, Jawa dan Kalimantan. Badak Jawa hidup di hutan hujan dataran rendah, rumput tinggi dan tempat tidur alang-alang yang banyak dengan sungai, dataran banjir besar atau daerah basah dengan banyak kubangan lumpur. Walaupun dalam sejarah badak jawa menyukai daerah rendah, subspesies di Vietnam terdorong menuju tanah yang lebih tinggi (diatas 2.000 m), yang disebabkan oleh gangguan dan perburuan oleh manusia. Tempat hidup R. sondaicus Desmarest telah menyusut selama 3.000 tahun terakhir, dimulai sekitar tahun 1000 SM, tempat hidup di utara badak ini meluas ke Tongkok, tetapi mulai bergerak ke selatan secara kasar pada 0.5 km per tahun karena penetap manusia meningkat di daerah itu. Badak ini mulai punah di India pada dekade awal abad ke-20. R. sondaicus Desmarest diburu sampai kepunahan di semenanjung Malaysia tahun 1932. R. sondaicus Desmarest dapat hidup selama 30-45 tahun di alam
bebas. Badak ini hidup di hutan hujan dataran rendah, padang rumput basah dan daerah daratan banjir besar. R. sondaicus Desmarest biasanya menghindari manusia, tetapi akan menyerang manusia jika merasa diganggu. Peneliti dan pelindung alam jarang meneliti binatang itu secara langsung karena kelangkaan mereka dan adanya bahaya mengganggu sebuah spesies
10
terancam. Peneliti menggunakan kamera dan sampel kotoran untuk mengukur kesehatan dan tingkah laku mereka. Oleh karena itu R. sondaicus Desmarest lebih sedikit dipelajari daripada spesies badak lainnya.
E. Perilaku R. sondaicus Desmarest
1. Perilaku Jelajah Didalam daerah jelajah terdapat jalur-jalur
badak, baik jalur
permanen yang selalu dilalui oleh badak, naupun jalur yang tidak permanen yang hanya dilalui saat badak mencari makan.Fungsi jalur ini adalah jalan penghubung antara daerah tempat mencari makan, berkubang, mandi, dan tempat istirahat (Amman, 1985). Menurut Hoogerwef (1970) dalam Rinaldi (1997) pergerakan R. sondaicus Desmarest dalam satu hari berkisar antara 15 sampai 20 km.
Umumnya panjang pergerakan badak harian tergantung dari jarak sumber pakan dan tempat berkubang atau tempat mandi. 2. Perilaku Sosial Perilaku
sosial R.
sondaicus
Desmarest
pada
umumnya
ditunjukkan hanya pada masa berkembangbiak. Didalam masa ini akan dijumpai kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 2 individu, yaitu satwa jantan dan betina atau 3 individu, yaitu satwa jantan, betina dan anak (Schenkel dan Schenkel-Hulliger, 1969 dalam Renaldi, 1997).
11
3. Perilaku Kawin Sifat seksual badak Jawa sulit dipelajari karena spesies ini jarang diamati secara langsung dan tidak ada kebun binatang yang memiliki spesimennya. Betina mencapai kematangan seksual pada usia 3-4 tahun sementara kematangan seksual jantan pada umur 6 tahun. Badak Jawa melahirkan setiap 3-5 tahun sekali. Lama mengandung 16 bulan, umumnya melahirkan satu ekor anak saja dan dipelihara induknya hingga umur 2 tahun, setelah dewasa anak tersebut meninggalkan induknya. Usia badak jawa bisa mencapai hingga 50 tahun. Cara R. sondaicus Desmarest menarik pasangan dilakukan dengan saling adu kekuatan atau berkelahi. Dimulai dengan suara ancaman yang kemudian dilanjutkan dengan adu kekuatan, biasanya dimulai oleh badak betina. 4. Perilaku Makan Badak jawa adalah hewan herbivora dan makan bermacam-macam spesies tanaman, terutama tunas, ranting, daun-daunan muda dan buah yang jatuh. Kebanyakan tumbuhan disukai oleh spesies ini tumbuh di daerah yang terkena sinar matahari, pada pembukaan hutan, semaksemak dan tipe vegetasi lainnya tanpa pohon besar. Badak menjatuhkan pohon muda untuk mencapai makanannya dan mengambilnya dengan bibir atasnya yang dapat memegang. Jika makanan ini tidak dapat dijangkau karena terlalu tinggi, maka badak akan berusaha mematahkan batangnya dengan cara menabrakkan dirinya pada batang tersebut, atau dengan cara
12
menghancurkan batang dengan giginya. Badak Jawa adalah pemakan yang paling dapat beradaptasi dari semua spesies badak. Badak diperkirakan makan 50 kg makanan per hari. Seperti badak Sumatra, spesies badak ini memerlukan garam untuk makanannya. Tempat mencari mineral umum tidak ada di Ujung Kulon, tetapi badak Jawa terlihat minum air laut untuk nutrisi sama yang dibutuhkan. R. sondaicus Desmarest mempunyai beberapa cara untuk mencapai
atau meraih makanan yaitu a) Memangkas
tumbuhan
pakan
yang
sesuai
dengan
jarak
jangkauannya. b) Menarik, untuk tumbuhan pakan dari jenis tumbuhan merambat atau liana di pohon c) Melengkungkan pohon-pohon yang cukup tinggi untuk dapat menjangkau bagian tumbuhan yang akan dimakan d) Mematahkan apabila tumbuhan pakannya merupakan pohon-pohon tinggi. 5. Perilaku Berkubang Perilaku berkubang dan atau mandi adalah salah satu aktifitas yang sangat penting bagi R. sondaicus Desmarest. Tujuan dari aktifitas ini adalah sebagai sarana untuk beristirahat, membersihkan tubuhnya dari kotoran, hama dan penyakit. R. sondaicus Desmarest dapat diam berdiri tegak didalam
kubangan selama 4-6 jam. Tidak jarang didalam suatu kubangan
13
ditemukan 5-6 ekor badak berendam bersama. Namun setelah selesai berkubang, setiap badak akan berpisah dan bergerak menuju lokasi tempat pengembaraan masing-masing.
F. Permasalahan R. sondaicus Desmarest
Menurut Kurniawan (2011) Ancaman kepunahan serta stagnansi jumlah populasi badak Jawa pada beberapa tahun terakhir ini, kemungkinan diakibatkan beberapa hal berikut: 1. Luas Habitat. Ketimpangan antara luas areal hutan konservasi dengan jumlah populasi badak yang sedikit menjadikan sulitnya terjadi pertemuan antara badak jantan dan betina untuk melakukan perkawinan. Kondisi habitatnya di Semenanjung Ujung Kulon (39.000 kilometer persegi) bisa dikatakan terlalu luas bagi sekitar 50 - 60 ekor badak Jawa. 2. Pola Hidup Soliter. Berbeda halnya dengan hewan lain yang hidup dalam suatu kelompok besar, badak Jawa lebih senang menyendiri atau hidup dalam
kelompok
keluarga
kecil.
perkembangbiakan
menjadi
lambat,
Hal
ini
karena
menjadikan
kegiatan
kurangnya
intensitas
pertemuan antar badak dewasa dalam ruang habitat yang terlalu luas untuk melakukan perkawinan. Sebagai hewan yang sangat soliter, R. sondaicus Desmarest juga membutuhkan perhatian yang lebih karena rentan terhadap gangguan hewan lain dan manusia. 3. Pendeknya Masa Birahi. Hal ini kemungkinan juga merupakan salah satu penyebab sulitnya terjadi perkawinan. Untuk betina kematangan seksual
14
dicapai pada umur 5-7 tahun, sedangkan badak jantan pada usia 10 tahun. Walaupun masa birahi badak Jawa belum diketahui secara pasti, mengingat umur mereka yang berkisar antara 30 – 40 tahun, kemungkinan masa birahi yang pendek juga perlu menjadi bahan pertimbangan penyebab stagnansi jumlah R. sondaicus Desmarest selama ini. 4. Ketidakseimbangan Jumlah Badak Jantan dan Betina. Apabila jumlah badak jantan jauh lebih banyak dari betinanya, maka akan terjadi persaingan antara badak jantan untuk berebut pasangan. Hal ini mengakibatkan perkembangbiakan yang lambat sehingga menghambat pertumbuhan populasi. Belum adanya data akurat mengenai berapa jumlah R. sondaicus Desmarest jantan dan betina menjadikan hal ini dapat
menjadi kemungkinan penyebab sulitnya terjadi perkawinan. 5. Sensitifitas Tinggi, hewan ini memiliki sensitifitas yang tinggi terhadap pengaruh lingkungan. Sedikit gangguan saja akan membuat satwa primadona TNUK ini mengalami stress dimana kemudian berakibat pada terganggunya proses perkembangbiakan bahkan dapat berujung pada kematian. Menurut catatan Haerudin Sadjudin dalam tulisan Prachmatika dan Andri Rostita Dewi, (1999), sekitar 60% badak yang dipelihara di luar habitat aslinya justru mati. Menurutnya hewan itu tidak mampu berkembang dengan baik, bahkan menderita. Sikapnya yang sangat sensitif tersebut kemudian menjelaskan mengapa upaya pemeliharaan hewan ini di luar habitat alaminya termasuk di kebun binatang tidak dapat diterapkan. Nico van Strien menyebutkan bahwa badak Jawa pernah dipelihara di
15
Kebun Binatang Adelaide, dan akhirnya mati pada tahun 1907. Hal ini menunjukkan bahwa membiarkannya hidup di alam liar merupakan cara terbaik demi menjaganya tetap lestari. 6. Terjadinya Perkawinan Keluarga, karena jumlahnya yang sedikit dan terpisah-pisah dalam areal yang luas, maka dapat dimungkinkan terjadinya perkawinan
keluarga
yang
menyebabkan
kegagalan.
Kegagalan
perkembangbiakan inilah yang kemungkinan menyebabkan stagnansi jumlah badak. 7. Perburuan Liar, faktor utama berkurangnya populasi R. sondaicus Desmarest adalah perburuan untuk culanya, masalah yang juga menyerang semua spesies badak. Cula badak menjadi komoditas perdagangan di Tiongkok selama 2.000 tahun yang digunakan sebagai obat untuk pengobatan tradisional Tiongkok dan sebagai barang perhiasan. Secara historis kulitnya digunakan untuk membuat baju baja tentara Tiongkok dan suku lokal di Vietnam percaya bahwa kulitnya dapat digunakan sebagai penangkal racun untuk bisa ular. Beberapa negara di Asia anatara lain Cina, Korea Selatan, Hongkong dan Jepang tercatat sebagai pengimpor terbesar cula badak. Negara-negara ini mengkonsumsi cula badak dan dagingnya untuk obat tradisional. Survey pasar gelap cula badak telah menentukan bahwa badak Asia memiliki harga sebesar $30.000 per kilogram, tiga kali harga cula badak Afrika. Kondisi ini menunjukkan bahwa tingkat kebutuhan barang "langka" tersebut semakin meningkat, sehingga populasi badak bercula satu di pulau Jawa kian terancam.
16
Gambar 2. Sebuah lukisan yang menggambarkan perburuan Terhadap hewan badak bercula satu (Anonime, 2011)
8. Penurunan Kualitas Habitat, walaupun perburuan secara liar terhadap R. sondaicus Desmarest diyakini telah berakhir sekitar tahun 1990-an,
penurunan kualitas habitat akibat perambahan hutan secara ilegal yang masih terus berlangsung serta tekanan pertumbuhan hewan lain, terutama banteng, yang pertumbuhannya pesat dan terus meluas ke Semanjung Ujung Kulon diduga berpengaruh besar terhadap perkembangbiakan badak. Kompetisi yang terjadi, mengakibatkan tumbuh-tumbuhan yang menjadi bahan makanan badak lambat laun menipis dan R. sondaicus Desmarest akan semakin terdesak di rumah sendiri.
Hilangnya habitat akibat pertanian juga menyebabkan berkurangnya populasi R. sondaicus Desmarest, walaupun hal ini bukan lagi faktor signifikan karena badak hanya hidup di dua taman nasional yang dilindungi. Memburuknya habitat telah menghalangi pemulihan populasi badak yang 17
merupakan korban perburuan untuk cula. Bahkan dengan semua usaha konservasi, prospek keselamatan badak Jawa suram. Karena populasi mereka tertutup di dua tempat kecil, mereka sangat rentan penyakit dan masalah perkembangbiakan. Ahli genetika konservasi memperkirakan bahwa populasi 100 badak perlu perlindungan pembagian genetika spesies.
1. Taman Nasional Ujung Kulon Semenanjung
Ujung
Kulon
dihancurkan
oleh
letusan gunung
Krakatau tahun 1883. R. sondaicus Desmarest mengkolonisasi kembali semenanjung itu setelah letusan, tetapi manusia tidak pernah kembali pada jumlah yang besar, sehingga membuat sebuah tempat berlindung.
Gambar 3. Taman Nasional Ujung Kulon di Jawa adalah habitat bagi sisa R. sondaicus Desmarest yang masih Hidup (Anonime, 2011) Kawasan konservasi di Taman Nasional Ujung Kulon menjadi satu-satunya tempat yang aman bagi kehidupan R. sondaicus Desmarest di alam liar saat ini. Selain itu juga merupakan tempat yang ideal bagi kehidupan satwa liar lainnya untuk hidup berdampingan membentuk suatu 18
keseimbangan ekosistem secara alami tanpa campur tangan manusia. Keberlangsungan pengelolaan areal konservasi ini juga tidak lepas dari keberadaan satwa endemik langka, R. sondaicus Desmarest yang hingga kini masih diupayakan pelestariaannya yang lebih baik, akibat jumlahnya yang beberapa tahun terakhir cenderung stagnan. Kawasan hutan Taman Nasional Ujung Kulon merupakan Situs Warisan Alam Dunia dimana UNESCO telah memberikan dukungan pendanaan
dan
bantuan
teknis
untuk
meningkatkan
kemampuan
pengelolaan kawasan hutan konservasi tersebut, khususnya dalam upaya perlindungan badak Jawa yang merupakan jenis " flag ship" (lambang kebanggaan) Taman Nasional Ujung Kulon. Pada tahun 1931, karena badak Jawa berada di tepi kepunahan di Sumatra, pemerintah HindiaBelanda menyatakan bahwa badak merupakan spesies yang dilindungi, dan masih tetap dilindungi sampai sekarang. Pada tahun 1967 ketika sensus badak dilakukan di Ujung Kulon, hanya 25 ekor R. sondaicus Desmarest yang ada. Pada tahun 1980, populasi badak bertambah, dan tetap ada pada populasi 50 sampai sekarang. Walaupun R. sondaicus Desmarest di Ujung Kulon tidak memiliki musuh alami, mereka harus bersaing untuk memperebutkan ruang dan sumber yang jarang dengan banteng liar dan tanaman Arenga yang dapat menyebabkan jumlah badak tetap berada dibawah kapasitas semenanjung.
19
Pertumbuhan populasi badak Jawa di Ujung Kulon Tahun
Minimum
Maksimum
Rata-rata
1967
21
28
24,5
1968
20
29
24,5
1971
33
42
37,5
1982
53
59
56
1993
35
58
47
2. Taman Nasional Cat Tien Sedikit anggota R. annamiticus yang tersisa hidup di Taman Nasional Nam Cat Tien, Vietnam. Badak ini pernah menyebar di Asia Tenggara, setelah perang Vietnam, badak Jawa dianggap punah. Taktik digunakan pada pertempuran menyebabkan kerusakan ekosistem daerah: penggunaan Napalm,
herbisida
dan
defolian
dari Agen
Oranye,
pengeboman udara dan penggunaan ranjau darat. Perang juga membanjiri daerah dengan senjata. Setelah perang, banyak penduduk desa miskin, yang sebelumnya menggunakan metode seperti lubang perangkap, kini memiliki senjata mematikan yang menyebabkan mereka menjadi pemburu badak yang efisien. Dugaan kepunahan subspesies mendapat tantangan ketika pada tahun1988, seorang pemburu menembak betina dewasa yang menunjukan bahwa spesies ini berhasil selamat dari perang. Pada tahun 1989, ilmuwan meneliti hutan Vietnam selatan untuk mencari bukti badak lain yang
20
selamat. Jejak kaki badak segar yang merupakan milik paling sedikit 15 badak ditemukan di sepanjang sungai Dong Nai. Karena badak, daerah tempat mereka tinggal menjadi bagian Taman Nasional Nam Cat Tien tahun 1992. Populasi mereka dikhawatirkan berkurang di Vietnam, dengan pelindung alam memperkirakan bahwa paling sedikit 308 badak yang mungkin tanpa jantan selamat.
G. Upaya Mengatasi Masalah R. sondaicus Desmarest
WWF Indonesia mengusahakan untuk mengembangkan kedua bagi badak jawa karena jika terjadi serangan penyakit atau bencana alam seperti tsunami, letusan gunung berapi Krakatau dan gempa bumi, populasi badak jawa akan langsung punah. Selain itu, karena invasi langkap (arenga) dan kompetisi dengan banteng untuk ruang dan sumber, maka populasinya semakin terdesak. Penelitian awal WWF mengidentifikasi habitat yang cocok, aman dan relatif dekat adalah Taman Nasional Halimun di Gunung Salak, Jawa Barat, yang dulu juga merupakan habitat badak Jawa. Jika habitat kedua ditemukan, maka badak yang sehat, baik, dan memenuhi kriteria di Ujung Kulon akan dikirim ke wilayah yang baru. Habitat ini juga akan menjamin keamanan populasinya. Menurut Tim Peneliti Badak (1997: 1) Tindakan manajemen yang perlu dilakukan guna mempertahankan kelestarian badak Jawa adalah meningkatkan daya dukung habitatnya melalui kegiatan perbaikan habitat.
21
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Badak jawa atau Javan Rhinoceros ( R. sondaicus Desmarest) adalah binatang terbesar di Jawa dan merupakan spesies satwa liar yang sangat langka di dunia, bahkan beberapa peneliti menyatakan bahwa Badak Jawa merupakan mamalia terlangka di dunia, dengan populasi kurang dari 100 ekor. Berkurangnya populasi badak jawa diakibatkan oleh perburuan untuk diambil culanya untuk berbagai keperluan
2.
Ancaman kepunahan serta stagnansi jumlah populasi R. sondaicus Desmarest pada beberapa tahun terakhir ini, kemungkinan diakibatkan beberapa hal yaitu luas habitat, pola hidup soliter, pendeknya masa birahi, ketidakseimbangan jumlah badak jantan dan betina, sensitifitas tinggi, terjadinya perkawinan keluarga, perburuan liar, penurunan kualitas habitat.
3.
Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menjaga kelestarian populasi badak jawa, salah satunya yaitu WWF Indonesia mengusahakan untuk mengembangkan kedua bagi badak jawa. Tempat yang paling cocok, aman dan relatif adalah Taman Nasional Halimun di Gunung Salak, Jawa Barat. Upaya ini merupakan salah satu prioritas tertinggi program konservasi di Indonesia
22
B. Saran
Pemerintah dan masyarakat sama-sama mengusahakan untuk mengembangkan habitat kedua bagi badak jawa karena jika terjadi serangan penyakit atau bencana alam seperti tsunami, letusan gunung berapi Krakatau dan gempa bumi, populasi badak jawa akan langsung punah. Selain itu, karena invasi langkap (arenga) dan kompetisi dengan banteng untuk ruang dan sumber, maka populasinya semakin terdesak.
23
DAFTAR PUSTAKA
Anonime. 2011. Badak Jawa. http:// id. wikipedia. Online . org/wiki/Badak_jawahttp: //id. wikipedia. org/wiki/Badak_jawa. Diakses tanggal 18 September 2011.
Anonime. 2011. badak jawa. Online. http://id.merbabu.com/fauna/badak jawa.html. Diakses tanggal 18 September 2011.
Anonime. 2011. Keanekaragaman Hayati di Indonesia. Online. http:// grandmall10. wordpress. com/ 2010/02/10/ keanekaragaman-hayati-diindonesia/. Diakses tanggal 18 September 2011.
Apriandi, Rizky. 2011. Permasalahn Biologi Pada Berbagai Tingkat Kehidupan. http://rizky-apriandy.blogspot.com/2009/08/permasalahanOnline . biologi-biologi-pada.html. Diakses 18 September 2011.
Tim Peneliti Badak. 1997. Panduan Pengelolaan Habitat Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) Di Taman Nasional Ujung Kulon. Online. ftp://193.43.36.44/fi/document/reykjavik/pdf/08trites.pdf. Diakses tanggal 18 September 2011.
Kurniawan, Alex. 2011. Online. http:// alekkurniawan. blogspot. com/ 2009/ 05/pelestarian-badak-jawa.html. Diakses tanggal 18 September 2011.
Rinaldi. Dones, dkk, 1997, Status Populasi dan Perilaku Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) Desmarest di TN Ujung Kulon, Online. http://www.google.com, diakses tanggal 16 November 2011.
24