BAB 1
PENDAHULUAN Pemanasan global atau Global Warming adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Suhu ratarata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Hal tersebut seperti tertuang dalam gambar 1 Perkembangan kenaikan suhu dunia sebagai berikut. Gambar disamping memperlihatkan adanya Anomali temperatur permukaan rata-rata selama periode 1995 sampai 2004 dengan dibandingkan pada temperatur rata-rata dari 1940 sampai 1980. Sehingga Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia"[1] melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.
Dies Natalis UMK ke-30
1
Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang, serta modelmodel sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil.[1] Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan. Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim,[2] serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan. Jika kita runut energy untuk kehidupan berasal dari matahari yang dipancarkannya dalam bentuk sinar. Sebagaian sinar matahari adalah cahaya yang dapat kita lihat. Cahaya matahari, yang merupakan salah satu bentuk energi oleh tumbuhan hijau dirubah menjadi energy kimia yang kita dapatkan dalam gula dan zat pati, yang secara umum disebut karbohidrat. Proses perubahan energi cahaya menjadi energi kimia itu disebut fotosintesa, Dalam proses fotosintesa ini tumbuhan menggunakan bahan materi air yang diperoleh dari tanah dan gas CO2 yang didapatnya dari udara. Kecuali karbohidrat, dalam fotosintesa dihasilkan juga gas oksigen yang masuk kedalam udara Karbohidart menjadi bahan pokok pembentukan zat putih telur, vitamin dan bermacam-macam zat lagi (Otto Suemarwotro dalam Barbara Ward & Rene Dubos 1974). Permasalahan selanjutnya ketika laju pertumbuhan penduduk sangat pesat, maka penggunaan energi untuk kebutuhan hidup manusia semakin berlipat ganda, bahkan banyak memanfaatkan energy fosil, yang berakibat gas CO2 dibuang ke udara tidak dapat diserap lagi oleh Dies Natalis UMK ke-30
2
tumbuhan, seiring banyak hutan-hutan dirubah menjadi realstat, kawasan industri dan jalan bebas hambatan. Gas CO2 yang terjebak di Atmosfer inilah menjadi salah satu fenomena pengiur adanya pemanasan global yang disebut Global Warming. Secara rinci fenomena tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut. Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi, akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat. Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya Dengan memasukkan unsur-unsur ketidakpastian terhadap konsentrasi gas rumah kaca dan pemodelan iklim, IPCC memperkirakan pemanasan sekitar 1.1 °C hingga 6.4 °C (2.0 °F hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100. Model-model iklim juga digunakan untuk menyelidiki penyebabpenyebab perubahan iklim yang terjadi saat ini dengan membandingkan perubahan yang teramati dengan hasil prediksi model terhadap berbagai penyebab, baik alami maupun aktivitas manusia. Salah satu sumber penyumbang karbon dioksida adalah pembakaran bahan bakar fosil. Penggunaan bahan bakar fosil mulai meningkat pesat sejak revolusi industri pada abad ke-18. Pada saat itu, Dies Natalis UMK ke-30
3
batubara menjadi sumber energi dominan untuk kemudian digantikan oleh minyak bumi pada pertengahan abad ke-19. Pada abad ke-20, energi gas mulai biasa digunakan di dunia sebagai sumber energi. Perubahan tren penggunaan bahan bakar fosil ini sebenarnya secara tidak langsung telah mengurangi jumlah karbon dioksida yang dilepas ke udara, karena gas melepaskan karbon dioksida lebih sedikit apabila dibandingkan dengan minyak apalagi apabila dibandingkan dengan batubara. Walaupun demikian, penggunaan energi terbaharui dan energi nuklir lebih mengurangi pelepasan karbon dioksida ke udara. Energi nuklir, walaupun kontroversial karena alasan keselamatan dan limbahnya yang berbahaya, bahkan tidak melepas karbon dioksida sama sekali. Muncul problem fenomena Pemanasan Global sekarang sejatinya merupakan wujud akibat yang bersifat acumulatif dari tindakan ketamakan, kerakusan manusia terhadap lingkungan alam di sekitar. Misal Pengurasan hasil-hasil tambang; penggundulan dan pembakaran hutan-hutan; penggunaan bahan bakar fosil berlebihan semua itu mengiur terjadinya pemanasan global yang dirasakan manusia sekarang. Manusia telah diingatkan dalam firman Allah: Dhoharo Alfasadu FI Albari Albahri Bimakasabat Aidiinasi ( Q Ar-Rum 41) yang artinya: Kerusakan muncul di daratan dan lautan karena ulah tangan manusia. Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada penyebaran penyakit melalui air (Waterborne diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne diseases). Seperti meningkatnya kejadian Demam Berdarah karena munculnya ruang (ekosistem) baru untuk nyamuk ini berkembang biak. Dengan adamya perubahan iklim ini maka ada beberapa spesies vektor penyakit (eq Aedes Agipty), Virus, bakteri, plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat tertentu yang target nya adala organisme tersebut. Selain itu bisa diprediksi kan bahwa ada beberapa spesies yang secara alamiah akan punah dikarenakan perubahan ekosistem yang ekstreem ini. Hal ini juga akan berdampak perubahan iklim (Climat change) yang berdampak kepada peningkatan kasus penyakit tertentu seperti ISPA, kemarau panjang / kebakaran hutan, DBD Dies Natalis UMK ke-30
4
terkait musim. Gradasi Lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran limbah pada sungai juga berkontribusi pada waterborne diseases dan vector-borne disease. Ditambah pula dengan polusi udara hasil emisi gasgas pabrik yang tidak terkontrol selanjutnya akan berkontribusi terhadap penyakit-penyakit saluran pernafasan seperti asma, alergi, coccidiodomycosis, penyakit jantung dan paru kronis, dan lain-lain. Cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbon dioksida di udara adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi. Pohon, terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbon dioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam kayunya. Di seluruh dunia, tingkat perambahan hutan telah mencapai level yang mengkhawatirkan. Di banyak area, tanaman yang tumbuh kembali sedikit sekali karena tanah kehilangan kesuburannya ketika diubah untuk kegunaan yang lain, seperti untuk lahan pertanian atau pembangunan rumah tinggal. Langkah untuk mengatasi hal ini adalah dengan penghutanan kembali yang berperan dalam mengurangi semakin bertambahnya gas rumah kaca. Kerjasama internasional diperlukan untuk mensukseskan pengurangan gas-gas rumah kaca. Di tahun 1992, pada Earth Summit di Rio de Janeiro, Brazil, 150 negara berikrar untuk menghadapi masalah gas rumah kaca dan setuju untuk menterjemahkan maksud ini dalam suatu perjanjian yang mengikat. Pada tahun 1997 di Jepang, 160 negara merumuskan persetujuan yang lebih kuat yang dikenal dengan Protokol Kyoto. Perjanjian ini, yang belum diimplementasikan, menyerukan kepada 38 negara-negara industri yang memegang persentase paling besar dalam melepaskan gas-gas rumah kaca untuk memotong emisi ke tingkat 5 persen di bawah emisi tahun 1990. Pengurangan ini harus dapat dicapai paling lambat tahun 2012. Lingkungan harus juga menjadi pendekatan bagi pembangunan. Lingkungan adalah suatu masalah keadilan social dan keamanan. Penghalang bagi terciptanya pembangunan berkesinambungan sangat besar, seperti transfomormasi historis yang tidak dapat diatasi. Kita Dies Natalis UMK ke-30
5
memasuki millennium suatu dunia yang sifatnya saling ketergantungan menjadi realitas sentral, namun kemiskinan absolute dan perusakan lingkungan menutupi pandangan kita, didominasi ancaman nuklir serta meningkatnya militerisasi melemahkan ideaslisme generasi muda dan keinginan untuk memimpikan kita menjadi satu. Kita harus memperoleh dukungan partisipasi semua masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, dan lebih khusus dalam alokasi sumberdaya. Mengapa demikian? Sebab kita harus menyadari bahwa tidak akan tersedia sumberdaya dalam cukup bagi semua yang diinginkan, namun apabila semua berperan serta dalam pengambilan keputusan, maka itu akan menguntungkan mereka yang paling membututuhkan dan akan mencerminkan pendapat–pendapat mereka mengenai alokasi sumberdaya tersebut dan itu akan memberi kita kepastian bahwa apa yang sedang dikerjakan merupakan aspirasi sah semua orang.
Dies Natalis UMK ke-30
6
BAB 3 MENGAPA GLOBAL WARMING DAN UPAYA PENCEGAHANNYA Oleh: Taufik
1.
Kategori Bumi Ilustrasi Bumi dan Ankasa seperti tersebut dalam gambar berikut:
Gambar 1 Kategori Bumi dan Angkasa Sejak dikenalnya ilmu mengenai iklim, para ilmuwan telah mempelajari bahwa ternyata iklim di Bumi selalu berubah. Dari studi tentang jaman es di masa lalu menunjukkan bahwa iklim bisa berubah dengan sendirinya, dan berubah secara radikal. Apa penyebabnya? Meteor jatuh? Variasi panas Matahari? Gunung meletus yang menyebabkan awan asap? Perubahan arah angin akibat perubahan struktur muka Bumi dan arus laut? Atau karena komposisi udara yang berubah? Atau sebab yang lain? Dies Natalis UMK ke-30
7
Sampai baru pada abad 19, maka studi mengenai iklim mulai mengetahui tentang kandungan gas yang berada di atmosfer, disebut sebagai gas rumah kaca, yang bisa mempengaruhi iklim di Bumi. Apa itu gas rumah kaca? Sebetulnya yang dikenal sebagai ‗gas rumah kaca‘, adalah suatu efek, dimana molekul-molekul yang ada di atmosfer kita bersifat seperti memberi efek rumah kaca. Efek rumah kaca sendiri, seharusnya merupakan efek yang alamiah untuk menjaga temperatur permukaaan Bumi berada pada temperatur normal, sekitar 30°C, atau kalau tidak, maka tentu saja tidak akan ada kehidupan di muka Bumi ini. Pada sekitar tahun 1820, bapak Fourier menemukan bahwa atmosfer itu sangat bisa diterobos (permeable) oleh cahaya Matahari yang masuk ke permukaan Bumi, tetapi tidak semua cahaya yang dipancarkan ke permukaan Bumi itu bisa dipantulkan keluar, radiasi merah-infra yang seharusnya terpantul terjebak, dengan demikian maka atmosfer Bumi menjebak panas (prinsip rumah kaca). Tiga puluh tahun kemudian, bapak Tyndall menemukan bahwa tipe-tipe gas yang menjebak panas tersebut terutama adalah karbondioksida dan uap air, dan molekul-molekul tersebut yang akhirnya dinamai sebagai gas rumah kaca, seperti yang kita kenal sekarang. Arrhenius kemudian memperlihatkan bahwa jika konsentrasi karbondioksida dilipatgandakan, maka peningkatan temperatur permukaan menjadi sangat signifikan. Semenjak penemuan Fourier, Tyndall dan Arrhenius tersebut, ilmuwan semakin memahami bagaimana gas rumah kaca menyerap radiasi, memungkinkan membuat perhitungan yang lebih baik untuk menghubungkan konsentrasi gas rumah kaca dan peningkatan Temperatur. Jika konsentrasi karbon-dioksida dilipatduakan saja, maka temperatur bisa meningkat sampai 1°C. Tetapi, atmosfer tidaklah sesederhana model perhitungan tersebut, kenyataannya peningkatan temperatur bisa lebih dari 1°C Dies Natalis UMK ke-30
8
karena ada faktor-faktor seperti, sebut saja, perubahan jumlah awan, pemantulan panas yang berbeda antara daratan dan lautan, perubahan kandungan uap air di udara, perubahan permukaan Bumi, baik karena pembukaan lahan, perubahan permukaan, atau sebab-sebab yang lain, alami maupun karena perbuatan manusia. Bukti-bukti yang ada menunjukkan, atmosfer yang ada menjadi lebih panas, dengan atmosfer menyimpan lebih banyak uap air, dan menyimpan lebih banyak panas, memperkuat pemanasan dari perhitungan standar. Sejak tahun 2001, studi-studi mengenai dinamika iklim global menunjukkan bahwa paling tidak, dunia telah mengalami pemanasan lebih dari 3°C semenjak jaman pra-industri, itu saja jika bisa menekan konsentrasi gas rumah kaca supaya stabil pada 430 ppm CO2e (ppm = part per million = per satu juta ekivalen CO2 – yang menyatakan rasio jumlah molekul gas CO2 per satu juta udara kering). Yang pasti, sejak 1900, maka Bumi telah mengalami pemanasan sebesar 0,7°C. Lalu, jika memang terjadi pemanasan, sebagaimana disebut; yang kemudian dikenal sebagai pemanasan global, (atau dalam istilah populer bahasa Inggris, kita sebut sebagai Global Warming): Apakah merupakan fenomena alam yang tidak terhindarkan? Atau ada suatu sebab yang signfikan, sehingga menjadi ‗populer‘ seperti sekarang ini? Apakah karena Al Gore dengan filmnya “An Inconvenient Truth” yang mempopulerkan global warming? Tentunya tidak sesederhana itu. 2.
Kerjasama Antar Negara Perlu kerja-sama internasional untuk bisa mengatakan bahwa memang manusia-lah yang menjadi penyebab utama terjadinya pemanasan global. Laporan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) tahun 2007, menunjukkan bahwa secara rata-rata global aktivitas manusia semenjak 1750 menyebabkan adanya
Dies Natalis UMK ke-30
9
pemanasan. Perubahan kelimpahan gas rumah kaca dan aerosol akibat radiasi Matahari dan keseluruhan permukaan Bumi mempengaruhi keseimbangan energi sistem iklim. Dalam besaran yang dinyatakan sebagai Radiative Forcing sebagai alat ukur apakah iklim global menjadi panas atau dingin (warna merah menyatakan nilai positif atau menyebabkan menjadi lebih hangat, dan biru kebalikannya), maka ditemukan bahwa akibat kegiatan manusia-lah (antropogenik) yang menjadi pendorong utama terjadinya pemanasan global (Gb.1).
Gambar 2 Komponen Kekuatan Radioaktif Hasil perhitungan perkiraan agen pendorong terjadinya pemanasan global dan mekanismenya (kolom satu), berdasarkan pengaruh radiasi (Radiative Forcing), dalam satuan Watt/m^2, untuk sumber antropogenik dan sumber yang lain, tanda merah dan nilai Dies Natalis UMK ke-30
10
positif dari kolom dua dan tiga berarti sumbangan pada pemanasan, sedangkan biru adalah efek kebalikannya. Kolom empat menyatakan dampak pada skala geografi, sedangkan kolom kelima menyatakan tingkat pemahaman ilmiah (Level of Scientific Understanding), Sumber: Laporan IPCC, 2007. Dari gambar terlihat bahwa karbon-dioksida adalah penyumbang utama gas kaca. Dari masa pra-industri yang sebesar 280 ppm menjadi 379 ppm pada tahun 2005. Angka ini melebihi angka alamiah dari studi perubahan iklim dari masa lalu (paleoklimatologi), dimana selama 650 ribu tahun hanya terjadi peningkatan dari 180-300 ppm. Terutama dalam dasawarsa terakhir (1995-2005), tercatat peningkatan konsentrasi karbon-dioksida terbesar pertahun (1,9 ppm per tahun), jauh lebih besar dari pengukuran atmosfer pada tahun 1960, (1.4 ppm per tahun), kendati masih terdapat variasi tahun per tahun. Sumber terutama peningkatan konsentrasi karbon-dioksida adalah penggunaan bahan bakar fosil, ditambah pengaruh perubahan permukaan tanah (pembukaan lahan, penebangan hutan, pembakaran hutan, mencairnya es). Peningkatan konsentrasi metana (CH4), dari 715 ppb (part per billion= satu per milyar) di jaman pra-industri menjadi 1732 ppb di awal 1990-an, dan 1774 pada tahun 2005. Ini melebihi angka yang berubah secara alamiah selama 650 ribu tahun (320 – 790 ppb). Sumber utama peningkatan metana pertanian dan penggunaan bahan bakar fosil. Konsentrasi nitro-oksida (N2O) dari 270 ppb – 319 ppb pada 2005. Seperti juga penyumbang emisi yang lain, sumber utamanya adalah manusia dari agrikultural. Kombinasi ketiga komponen utama tersebut menjadi penyumbang terbesar pada pemanasan global. Kontribusi antropogenik pada aerosol (sulfat, karbon organik, karbon hitam, nitrat and debu) memberikan efek mendinginkan, tetapi efeknya masih tidak dominan dibanding terjadinya pemanasan, disamping ketidakpastian perhitungan yang masih sangat besar. Dies Natalis UMK ke-30
11
Demikian juga dengan perubahan ozon troposper akibat proses kimia pembentukan ozon (nitrogen oksida, karbon monoksida dan hidrokarbon) berkontribusi pada pemanasan global. Kemampuan pemantulan cahaya Matahari (albedo), akibat perubahan permukaan Bumi dan deposisi aerosol karbon hitam dari salju, mengakibatkan perubahan yang bervariasi, dari pendinginan sampai pemanasan. Perubahan dari pancaran sinar Matahari (solar irradiance) tidaklah memberi kontribusi yang besar pada pemanasan global. Dengan demikian, maka dapat dipahami bahwa memang manusia yang berperanan bagi nasibnya sendiri, karena pemanasan global terjadi akibat perbuatan manusia sendiri. Lalu bagaimana dampak Global Warming bagi kehidupan? Alur waktu prediksi dan dampak dari perspektif sains dapat dibaca pada bagian kedua tulisan ini. 3.
Tanggung Jawab Manusia pada lingkungan Manusia dalam kehidupanya tergantung kepada lingkungan dan kepada sumber-sumber alam yang dapat mengembangkan kehidupan dan lembaga-lembaga social dan ekonominya. Sinar matahari, udara,air, tanah dan logam merupakan unsure-unsur yang ada di sekitar manusia yang dengan itu dapat mengembangkan kehidupannya melallui peningakatan pemahaman linngkungan. Selain sumber-sumber ini penting bagi manusia, pengelolaan yang baik dan pemeliharaanya merupakan suatu keharusan. Hal itu disebabkan karena pertambahan penduduk secara berangsur dan keterbatasan sumber-sumber daya ekonomi yang tersedia untuk memuaskan kebutuhan manusia. Bahkan manusia itu sendiri merupakan sumber ekonomi dan sosial, maka pengembangannya harus berlangsung secara pikiran dan peradaban supaya beradaptasi dengan lingkungan untuk dapat mencapai tujuan wujudnya dan pembauran antara manusia dengan lingkungan atau konsep kapan
Dies Natalis UMK ke-30
12
imanen dan kapan pula transenden harus seimbangang, demi kepentingan umat m,anusia dan lingkungan secara holistic. Manusia telah diingatkan dalam firman Allah: Dhoharo Alfasadu Fi Albari Wa Albahri Bimakasabat Aidiinasi ( Q ArRum 41) yang artinya: Kerusakan muncul di daratan dan lautan karena ulah tangan manusia Muncul problem fenomena Pemanasan Global sekarang sejatinya merupakan wujud tindakan ketamakan, kerakusan manusia terhadap lingkungan alam di sekitar. Misal Pengurasanhasil-hasil tambang; penggundulan dan pembakaran hutan-hutan; penggunaan bahan bakar fosil berlebihan semua itu mengiur terjadinya pemanasn glbal yang dirasakan manusia sekarang. Jauh hari pada abad ke enam masehi tepatnya zaman Rosul Nabi Muhammad, S A W. telah mengajarkan kepada umat baik dalam Qur an maupun Hadis, yaitu: Wahuwaladzii Anasya Janatin Ma’rusatin Waghoiro ma’ruf satin Wannahla Waalyar ‘a Muktalifan Ukuluhu Waalyituna Walrumana Mutasabihan Waghoiro Mutasbihin Kuluu min samarotihi Idza asmaro Wa antu haqqohu yauma Hashodihi Wallatusrifu Inahu llayuuhibbu Almusrifiina, ( Q Al-An’am 141) Yang artinya : Ia-lah yang membangun beberapa bidang kebun yang bejrujung dan tidak berjujung, pohon korma, tanaman yang bermacam-macam buahnya, zitun dan delima, yang serupa dan yang tidak serupa. Makanlah buahnya bila ia telah berbuah, dan keluarkan haknya pada masa panen dan janganlah boros, Allah sesungguhnya tidak mencintai orang-orang yang boros Pelajaran dari ayat Qur‘an itu Allah S.W.T menghubungkan antara pengeluaran zakat hasil pertanian pada saat panen yang bermakna harus ada keseimbangan social atau distribusi produksi dari yang punya terhadap mereka yang tak berpunya. Bahkan Dies Natalis UMK ke-30
13
manusia di ajarkan untuk hemat atau berperilaku tidak boros. Hal itu juga diperbincangkan dalan hadis Rosul antara lain: Ladhoro Waladhiroro, ― Tidak rusak dan tidak merusak‖ Kemudian juga menegaskan dalam pengertian yang sama Layuhilu lisulmi Anyaru ‘u Musliman, yang artinya Tidak halal bagi seorang Muslim untuk menggerogoti Muslim yang lain Dengan demikian penggerogotan adalah jalan pintas untuk membekukan produksi manusiawi, dan selanjutnya menanamkan keputusan dalam diri serta pemadaman semangat kerja yang produktif. Berdasarkan pembahasan ini dapat dikatakan bahwa lingkungan alam semesta merupakan kerangka kehidupan manusia dan dari kerangka itu ia mendapatkan penunjang penunjang kehidupannya, berupa pangan, sandang, obat-obatan dan papan; dan dalam kerangka ini Manusia sebaiknya melalukan hubunganhubungan baik dengan Allah, sesama manusia, dan dengan Alam ( Hablum minallah; Hablumminas dan Hablumminal‘ Alam) 4.
Langkah konkrit Umat Manusia pada Fenomena Pemanasan Global Kita semua mengetahui bahwa pemanasan global sedang terjadi. IPCC melaporkan penelitiannya bahwa 0,15 - 0,3o C. Jika peningkatan suhu itu terus berlanjut, diperkirakan pada tahun 2040 (33 tahun dari sekarang) lapisan es di kutub-kutub bumi akan habis meleleh. Dan jika bumi masih terus memanas, pada tahun 2050 akan terjadi kekurangan air tawar, sehingga kelaparan pun akan meluas di seantero jagat. Udara akan sangat panas, jutaan orang berebut air dan makanan. Napas tersengal oleh asap dan debu. Rumah-rumah di pesisir terendam air laut. Luapan air laut makin lama makin luas,
Dies Natalis UMK ke-30
14
sehingga akhirnya menelan seluruh pulau. Harta benda akan lenyap, begitu pula nyawa manusia. Hasil studi yang dilakukan ilmuwan di Pusat Pengembangan Kawasan Pesisir dan Laut, Institut Teknologi Bandung (2007), pun tak kalah mengerikan. Ternyata, permukaan air laut Teluk Jakarta meningkat setinggi 0,8 cm. Jika suhu bumi terus meningkat, maka diperkirakan, pada tahun 2050 daera-daerah di Jakarta (seperti : Kosambi, Penjaringan, dan Cilincing) dan Bekasi (seperti : Muaragembong, Babelan, dan Tarumajaya) akan terendam semuanya. Yah,,,kita semua sudah mengetahui itu… dan sebagian orang tetap mencoba untuk memberitahukan bahwa kejadian ini benarbenar sedang terjadi… namun tetap tidak sedikit orang yang masih tidak peduli. Mungkin karena kita masih merasa nyaman dengan keadaan sekarang…bisa menikamti semuanya mulai dari makanan, air, udara, daratan yang sukup untuk bermain bola, sosial yang masih cukup damai, dll… Yah…itu saat ini…lalu bagaimana jika 10 tahun lagi, atau 20 tahun, atau sampai 30 tahun lagi. Saya tahu tidak akan terjadi perubahan yang signifikan saat ini karena kita semua masih menganggap ini hal yang biasa, tapi saya akan menjadi manusia yang sangat bodoh jika saya tidak terus mencoba untuk menginformasikan ini. Lalu apa yang bisa kita lakukan? Ada beberapa cara mudah yang bisa kita lakukan, yaitu ; 1. Matikan listrik. (jika tidak digunakan, jangan tinggalkan alat elektronik dalam keadaan standby. Cabut charger telp. genggam dari stop kontak. Meski listrik tak mengeluarkan emisi karbon, pembangkit listrik PLN menggunakan bahan baker fosil penyumbang besar emisi). Dies Natalis UMK ke-30
15
2. Ganti bohlam lampu (ke jenis CFL, sesuai daya listrik. Meski harganya agak mahal, lampu ini lebih hemat listrik dan awet). 3. Bersihkan lampu (debu bisa mengurangi tingkat penerangan hingga 5%). 4. Jika terpaksa memakai AC (tutup pintu dan jendela selama AC menyala. Atur suhu sejuk secukupnya, sekitar 21-24o C). 5. Gunakan timer (untuk AC, microwave, oven, magic jar, dll). 6. Alihkan panas limbah mesin AC untuk mengoperasikan waterheater. 7. Tanam pohon di lingkungan sekitar Anda. 8. Jemur pakaian di luar. Angin dan panas matahari lebih baik ketimbang memakai mesin (dryer) yang banyak mengeluarkan emisi karbon. 9. Gunakan kendaraan umum (untuk mengurangi polusi udara). 10. Hemat penggunaan kertas (bahan bakunya berasal dari kayu). 11. Say no to plastic. Hampir semua sampah plastic menghasilkan gas berbahaya ketika dibakar. Atau Anda juga dapat membantu mengumpulkannya untuk didaur ulang kembali. 12. Sebarkan berita ini kepada orang-orang di sekitar Anda, agar mereka turut berperan serta dalam menyelamatkan bumi.
Dies Natalis UMK ke-30
16
Ilustrasi teknologi mengurangi pemanasan global Sebagai upaya untuk mencegah berlarutnya pemanasana global, sesungguhnya manusia telah memiliki kemampuan teknologi ramah lingkungan yang dapat mengendalikan laju pemanasan global, yang dapat di ilustrasiakan dalam peraga sebagi berikut.
Gambar 3 sumber energi terbarui Daftar Refrensi Abdul Hadi Ali An-ajjar, 1987., Pencemaran Lingkungan Dalam Pandangan Islam, Minaret, Jakarta Suryani, Muhammad., 1991., Lingkungan dan Kependudukan, UI Pres, Jakarta. Taufik., 2007., Pemgelolaan Limbah dan Sikap masyarakat dalam Kebersihan Lingkungan, MAWAS vol 22 Desember 2007, Lemlit UMK, Kudus Taufik., 2009 Pemberdayaan Ekonomi Penduduk DAS Gelis Dalam mendukung Manajemen Sungai Gelis, Sosial Budaya Lemlit UMK, Kudus Dies Natalis UMK ke-30
17
Artikel Terkait
Earth: Let‘s Fall In Love With Our Lucky Planet… Again "Of all the planets in our universe, there is only one we know can support life. Just the right dist... Dalam Rangka Memperingati Hari Bumi: Inconvenient Truth Kelas Filsafat Sains Program Magister Astronomi ITB mengadakan kegiatan (bagian dari diskusi rutin p... Global Warming 2007, Tahun Terpanas Kedua di Bumi Menurut para ahli klimatologi di NASA, tahun 2007 merupakan tahun kedua terpanas pada abad ini, bers...
Dies Natalis UMK ke-30
18
BAB KEBIJAKAN PENGATURAN LINGKUNGAN GLOBAL DAN NASIONAL1 Subarkah,SH.MHum2
Pendahuluan : Kesadaran terhadap masalah lingkungan berupa kesadaran terhadap kemunduran kualitas lingkungan, yang diakibatkan oleh pencemaran, pengrusakan, dan gangguan. Kesadaran itu timbul pada tataran global/internasional yang dituangkan/dinyatakan dalam Deklarasi, Konvensi, Kesepakatan, dan pembentukan kelembagaan dunia regional, serta nasional. Masalah-masalah global yang muncul dalam kerangka hubungan antar bangsa dan masalah-masalah nasional timbul dalam rangka internal masing-masing Negara, baik dimensi public maupun privat karena berbagai kepentingan yang terkait tidak saja kepetingan kolektif (Collective Rights) tetapi juga berkaitan dengan hak dan kepentingan indivual (Individual Rights), oleh karenanya pelaku perusakan lingkungan dapat pula besifat individual (Individual Crime), kolektif (Collective Crime) mapun dilakukan oleh badan hukum ( Corporate Crime); Dengan demikian kerusakan lingkunganpun yang semakin luas tidak hanya alam,flora danfauna ( The Ecological Approcah) tetapi juga masa depan generasimanusia yang memungkinkan menderita akibat kerusakan mutu lingkungan hidup Kasadaran Global/Internaional
1
Disajilkan dalam diskusi ilmiah dalam rangka Dies Natalis Universitas Muria Kudus ke 30 2 Sttaf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Muria Kudus
Dies Natalis UMK ke-30
19
Kita melihat sejauh ini menurut laporan Bank Dunia pada tahun 2001 kerusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup dalam masa transisi dengan bebrapa cotoh sebagai berikut :3 • Deforestasi (Kalimantan, Sumatera, Sulawesi & Papua antara 8597, 1,7 juta hektar/tahun (estimasi Dephut 0,6 - 1,3 juta hektar/tahun) • Illegal logging 1994-1997, 20 juta m/tahun (modus: menebang kayu di kawasan lindung oleh pihak ketiga, melanggar ketentuanketentuan HPH,dll); • Kebakaran hutan (1997-1998), areal yang terbakar 9,7 juta hektar (4,8 juta hektar areal hutan). Kerugian ekonomi 9,3 milyar dolar US dan 7,9 juta dolar US merupakan beban masyarakat dan dunia usaha. 1,4 juta dolar US merupakan beban global yang diakibatkan oleh perubahan iklim global. Penyebab: 34 % diakibatkan oleh konversi lahan skala besar; 25 % peladang berpindah; 17 % pertanian; 14 % kelalaian manusia dan konflik masyarakat dengan pemegang konsesi; 8 % proyek transmigrasi; dan 1 % diakibatkan oleh alam; • Perusakan terumbu karang pada sumber daya perikanan dan kelautan, 7% dalam keadaan baik, 70% dalam keadaan yang sangat rusak (OJL-LIPI) • Kasus-kasus pertambangan yang berdampak pada ekosistem dan kehidupan masyarakat (Freeport, Newmont Minahasa, Kelian Equatorial Mining, Antam, Dll; • Pencemaran air permukaan, air bawah tanah, dan udara (industri maupun kendaraan bermotor)
3
Indonesian centre for Environmental Law (ICEL)
Dies Natalis UMK ke-30
20
Demikian juga terjadi pemanasan global atauGlobal Warming adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi.4 Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia" melalui efek rumah kaca.Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8.Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut. Pemanasan Global atau Global Warning salah satunya disebabkan oleh rumah kaca yang berakibat :5 • Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasukcahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lainuap air, karbon dioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat; 4
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global Ibid
5
Dies Natalis UMK ke-30
21
• •
Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya; Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan temperatur rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F)dari temperaturnya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global.
Kesadaran global/Internasional akan lingkungan hidp ketika diadakan konferensi Internasional tentang lingkungan hidup manusia yang diselenggarakan di Stockholm Swedia pada tanggal 5-16 Juni 1972yang diikuti oleh 113 Negara dan bebrapa puluh peninjau. Hasil konferensi ini lazim disebut dengan Stockholm declaration, 6yang melahirkan 26 prinsip/asas dimanaPrinsip I Deklarasi Stockholm 1972 : di katakana ―Setiap manusia memiliki hak fundamental atas lingkunganyang sehat dan layak bagi kehidupan‖dan ―Setiap manusia bertanggung jawab untuk melindungilingkungan demi kepentingan generasi kini danmendatang‖. Namun demikian hasil konferensi Stockholm tidak efektif karena karusakan lingkugan masih terus terjadi baik di Negara maju maupun dunia ketiga, hal ini membuat keprihatinan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kemudian membentuk apa yang dinamakan dengan World Commission on Environment and Development yang pada akhirnya melahirkan bebrapa konsep salah satunya adalah Sustaineble Development7 dimana dikatakan berbagai pengembangan 6
Harun M.Husein “ Lingkungan Hidup, Masalah, Pengelolaan dan Penegakan ukumnya” PT.Bumi Aksara 1993 hal.3 7 sumantri
Dies Natalis UMK ke-30
22
sektoral,seperti: pertanian, kehutanan,industry, energy, perikanan, investasi, perdagangan, bantuan ekonomi, memerlukan sumber daya alam yang harus dilestarikan kemampuannya untuk menunjang proses pembangunan secara berkelanjutan.8 Kerjasama internasional diperlukan untuk mensukseskan pengurangan gas-gas rumah kaca.9Di tahun 1992, pada Earth Summit di Rio de Janeiro, Brazil, 150 negara berikrar untuk menghadapi masalah gas rumah kaca dan setuju untuk menterjemahkan maksudini dalam suatu perjanjian yang mengikat. Pada tahun 1997 di Jepang, 160 negara merumuskan persetujuan yang lebih kuat yang dikenal dengan Protokol Kyoto. Perjanjian ini, yang belum diimplementasikan, menyerukan kepada 38 negara-negara industri yang memegang persentase paling besar dalam melepaskan gas-gas rumah kaca untuk memotong emisi mereka ke tingkat 5 persen di bawah emisi tahun 1990. Pengurangan ini harus dapat dicapai paling lambat tahun 2012. Pada mulanya, Amerika Serikat mengajukan diri untuk melakukan pemotongan yang lebih ambisius, menjanjikan pengurangan emisi hingga 7 persen di bawah tingkat 1990; Uni Eropa, yang menginginkan perjanjian yang lebih keras, berkomitmen 8 persen; dan Jepang 6 persen. Sisa 122 negara lainnya, sebagian besar negara berkembang, tidak diminta untuk berkomitmen dalam pengurangan emisi gas. Akan tetapi, pada tahun 2001, Presiden Amerika Serikat yang baru terpilih, George W. Bush mengumumkan bahwa perjanjian untuk pengurangan karbon dioksida tersebut menelan biaya yang sangat besar.Ia juga menyangkal dengan menyatakan bahwa negara-negara berkembang tidak dibebani dengan persyaratan pengurangan karbon dioksida ini. Kyoto Protokol tidak berpengaruh apa-apa bila negaranegara industri yang bertanggung jawab menyumbang 55 persen dari 8
Op Cit hal. 4 http://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global
9
Dies Natalis UMK ke-30
23
emisi gas rumah kaca pada tahun 1990 tidak meratifikasinya.Persyaratan itu berhasil dipenuhi ketika tahun 2004, Presiden RusiaVladimir Putin meratifikasi perjanjian ini, memberikan jalan untuk berlakunya perjanjian ini mulai 16 Februari 2005. Banyak orang mengkritik Protokol Kyoto terlalu lemah. Bahkan jika perjanjian ini dilaksanakan segera, ia hanya akan sedikit mengurangi bertambahnya konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer. Suatu tindakan yang keras akan diperlukan nanti, terutama karena negaranegara berkembang yang dikecualikan dari perjanjian ini akan menghasilkan separuh dari emisi gas rumah kaca pada 2035. Penentang protokol ini memiliki posisi yang sangat kuat.Penolakan terhadap perjanjian ini di Amerika Serikat terutama dikemukakan oleh industri minyak, industri batubara dan perusahaan-perusahaan lainnya yang produksinya tergantung pada bahan bakar fosil.Para penentang ini mengklaim bahwa biaya ekonomi yang diperlukan untuk melaksanakan Protokol Kyoto dapat menjapai 300 milyar dollar AS, terutama disebabkan oleh biaya energi. Sebaliknya pendukung Protokol Kyoto percaya bahwa biaya yang diperlukan hanya sebesar 88 milyar dollar AS dan dapat lebih kurang lagi serta dikembalikan dalam bentuk penghematan uang setelah mengubah ke peralatan, kendaraan, dan proses industri yang lebih effisien. Pada suatu negara dengan kebijakan lingkungan yang ketat, ekonominya dapat terus tumbuh walaupun berbagai macam polusi telah dikurangi.Akan tetapi membatasi emisi karbon dioksida terbukti sulit dilakukan.Sebagai contoh, Belanda, negara industrialis besar yang juga pelopor lingkungan, telah berhasil mengatasi berbagai macam polusi tetapi gagal untuk memenuhi targetnya dalam mengurangi produksi karbon dioksida. Setelah tahun 1997, para perwakilan dari penandatangan Protokol Kyoto bertemu secara reguler untuk menegoisasikan isu-isu yang belum terselesaikan seperti peraturan, metode dan pinalti yang wajib diterapkan pada setiap negara untuk memperlambat emisi gas rumah kaca. Para Dies Natalis UMK ke-30
24
negoisator merancang sistem dimana suatu negara yang memiliki program pembersihan yang sukses dapat mengambil keuntungan dengan menjual hak polusi yang tidak digunakan ke negara lain. Sistem ini disebut perdagangan karbon.Sebagai contoh, negara yang sulit meningkatkan lagi hasilnya, seperti Belanda, dapat membeli kredit polusi di pasar, yang dapat diperoleh dengan biaya yang lebih rendah.Rusia, merupakan negara yang memperoleh keuntungan bila sistem ini diterapkan.Pada tahun 1990, ekonomi Rusia sangat payah dan emisi gas rumah kacanya sangat tinggi. Karena kemudian Rusia berhasil memotong emisinya lebih dari 5 persen di bawah tingkat 1990, ia berada dalam posisi untuk menjual kredit emisi ke negara-negara industri lainnya, terutama mereka yang ada di Uni Eropa. Protokol Kyoto adalah sebuah amandemen terhadap Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), sebuah persetujuan internasional mengenai pemanasan global. Negara-negara yang meratifikasi protokol ini berkomitmen untuk mengurangi emisi/pengeluaran karbon dioksida dan lima gas rumah kaca lainnya, atau bekerja sama dalam perdagangan emisi jika mereka menjaga jumlah atau menambah emisi gas-gas tersebut, yang telah dikaitkan dengan pemanasan global. Nama resmi persetujuan ini adalah Kyoto Protocol to the United Nations Framework Convention on Climate Change (Protokol Kyoto mengenai Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim).[1] Ia dinegosiasikan di Kyoto pada Desember 1997, dibuka untuk penanda tanganan pada 16 Maret1998 dan ditutup pada 15 Maret1999. Persetujuan ini mulai berlaku pada 16 Februari2005 setelah ratifikasi resmi yang dilakukan Rusia pada 18 November2004.Jika sukses diberlakukan, Protokol Kyoto diprediksi akan mengurangi rata-rata cuaca global antara 0,02 °C dan 0,28 °C pada tahun 2050. (sumber: Nature, Oktober 2003)
Dies Natalis UMK ke-30
25
Kesadaran Nasional Kita tak hendak melihat kesadaran nasional Negara tetangga kita aan tetapi kita lihat pengaturan mengenai pengaturan lingkungan hidup Indonesia; Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuanketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215) telah menandai awal pengembangan perangkat hukum sebagai dasar bagi upaya pengelolaan lingkungan hidup Indonesia sebagai bagian integral dari upaya pembangunan yang berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Dalam kurun waktu lebih dari satu dasawarsa sejak diundangkannya Undang-undang tersebut, kesadaran lingkungan hidup masyarakat telah meningkat dengan pesat, yang ditandai antara lain oleh makin banyaknya ragam organisasi masyarakat yang bergerak di bidang lingkungan hidup selain lembaga swadaya masyarakat.Terlihat pula peningkatan kepeloporan masyarakat dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup sehingga masyarakat tidak hanya sekedar berperanserta, tetapi juga mampu berperan secara nyata.Sementara itu, permasalahan hukum lingkungan hidup yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat memerlukan pengaturan dalam bentuk hukum demi menjamin kepastian hukum. Di sisi lain, perkembangan lingkungan global serta aspirasi internasional akan makin mempengaruhi usaha pengelolaan lingkungan hidup Indonesia. Dalam mencermati perkembangan keadaan tersebut, dipandang perlu untuk menyempurnakan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan negara kepulauan berciri Nusantara, baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya, perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna, dan berhasil guna dengan berpedoman pada kaidah penataan ruang sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga keberlanjutannya demi terwujudnya Dies Natalis UMK ke-30
26
kesejahteraan umum dan keadilan social sesuai dengan landasan konstitusional Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945;Demikian filosofi yang menjadi konsideran dalam UndangUndang no.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. UU No. 23 Tahun 1997 ini dibentuk sebelum perubahan UUD 1945, oleh karena itu konsiderans, jalan pemikiran dan materi muatannya difungsikan untuk melaksanakan Aturan Hukum Dasar UUD 1945 sebelum perubahan, dan oleh karena itu UU ini perlu disesuaikan dengan semangat dan materi perubahan UUD 1945, atau berbagai UU yang sekarang berlaku dan/atau pembentukan UU masa datang di bidang lingkungan hidup disesuaikan dengan UUD 1945 perubahan. Hal itu karena mengenai lingkungan hidup telah menjadi Aturan Hukum Konstitusional baik dalam rangka HAM, perekonomian nasional, dan kesejahteraan rakyat, maupun dalam rangka otonomi daerah sebagaimana diatur dalam berbagai Pasal berikut ini. a. Pasal 18B ayat (2) mengatur bahwa : Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang. b. Pasal 28C ayat (2) bahwa : Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. c. Pasal 25A bahwa : Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undangundang. d. Pasal 28F bahwa : Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untukmengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Dies Natalis UMK ke-30
27
e. Pasal 28H ayat (1) bahwa : Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. f. Namun sesuai Pasal 28J bahwa : (1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. (2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. g. Pasal 33 mengatur bahwa : (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. (2) Cabangcabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. Pasal 34 mengatur bahwa : (1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. (2) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Dies Natalis UMK ke-30
28
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. Oleh karena itu, selain yang telah dikemukan di depan, Sistem Hukum Lingkungan Hidup Indonesia barang tentu perlu disesuaikan dengan semangat perubahan UUD 1945 dan Aturan Hukum Dasar dalam Pasal-pasal UUD 1945. Dalam konsideran Undang-Undang no.23 tahun 1997 dikatakan: Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga Negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; bahwa pembangunan ekonomi nasional sebagaimana diamanatkan oleh UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Kita perhatikan juga undang-undang no.32 tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolan lingkungan hidupsebagai pengganti UndangUndang no.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup ,tidak bi kita lepaskan dalam membangunan karena menyangkut dua hal yang saya sampaikan diatas yaitu lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan, tentunya lingkungan hidup yang baik dan sehat serta pembangunan yang berwawasan lingkungan untuk kesejahteraan masyarakat. Tentunya masyarakat dan Pemerintah sangat memahami pentingnya pembangunan nasional karena itu orientasi pembangunan tersebut sudah melalui setidaknya Kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) dengan memperhatikan asas-asas seperti keserasian dan keseimbangan, keteraduan, manfaat, ekoregion, partisipatif,kearifan local dalam paradigm baru dimana penguatan tata kelola pemerintahan yang baik dan penguatan otonomi daerah. Sedangkan asas-asas sebagaimana diatas dapat dilihat dalam penjelasan pasal demi pasal dimana yang dimaksud dengan ―asas Dies Natalis UMK ke-30
29
keserasian dan keseimbangan‖ adalah bahwa pemanfaatan lingkungan hidup harus memperhatikan berbagai aspek seperti kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan perlindungan serta pelestarian ekosistem, yang terkait dengan beberapa asas berikut. ―asas keterpaduan‖ adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan dengan memadukan berbagai unsur atau menyinergikan berbagai komponen terkait. ―asas manfaat‖ adalah bahwa segala usaha dan/atau kegiatan pembangunan yang dilaksanakan disesuaikan dengan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan harkat manusia selaras dengan lingkungannya. ―asas keadilan‖ adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara, baik lintas daerah, lintas generasi, maupun lintas gender. ―asas ekoregion‖ adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan karakteristik sumber daya alam, ekosistem, kondisi geografis, budaya masyarakat setempat, dan kearifan lokal. ―asas partisipatif‖ adalah bahwa setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung. ―asas kearifan lokal‖ adalah bahwa dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat. ―asas tata kelola pemerintahan yang baik‖ adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dijiwai oleh prinsip partisipasi, transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan keadilan. ―asas otonomi daerah‖ adalah bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan di bidangperlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan Dies Natalis UMK ke-30
30
memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Proses demikian senantisa diinformasikan pada masyarakat dan khususnya pada mereka yang terkena proyek kegiatan agar tidak dimanfaatkan pihak yang tidak bertanggung jawab demi keuntungan pribadi. Daftar Kepustakaan : Hukum Tata Linkungan Husen M.Harun ―Lingkungan Hidup, Masalah, Pengeloaan dan Penegakan Hukumnya” Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL) Encyclopdia bebas : http://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global Undang-Undang Dasar 1945 dengan amandemenya Undang-Undang no. 4 tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-Undang no. 23 tahun 1997 tentang Pengelolan Lingkungan Hidup. Undang-Undang no. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dies Natalis UMK ke-30
31
PEMBUDIDAYAAN HUTAN KOTA DALAM MENGANTISIPASI DAMPAK PEMANASAN GLOBAL DI RUANG LINGKUP PERKOTAAN Yeni Verayanti 10
A. LATAR BELAKANG Pemanasan global merupakan proses pemanasan pada bagian atmosfer karena untuk menghangatkan tumbuhan dari suhu yang dingin, sehingga tumbuhan dapat bertahan pada musim dingin. Cahaya matahari yang masuk ke bumi akan ditahan oleh lapisan ozon agar sinar yang masuk ke dalam bumi adalah sinar yang tidak membahayakan bagi makhluk hidup dan lapisan ozon akan mempertahankan suhu bumi agar tetap stabil. Radiasi sinar matahari yang masuk ke bumi dalam bentuk gelombang pendek yang menembus atmosfer bumi kemudian berubah menjadi gelombang panjang ketika mencapai permukaan bumi. Setelah mencapai ke permukaan bumi, sebagian gelombang dipantulkan kemali ke atmosfer. Akan tetapi tidak semua gelombang panjang yang dipantulkan kembali oleh bumi dapat menembus atmosfer menuju ruang angkasa luar karena dihadang dan diserap oleh gas-gas yang berada di atmosfer yang disebut gas rumah kaca. Peristiwa alam ini dikenal dengan Efek Rumah Kaca (ERK). Masalah timbul ketika aktivitas manusia menyebabkan peningkatan konsentrasi gas rumah kaca secara signifikan, sehingga menyebabkan akumulasi panas di atmosfer yang mempengaruhi
10
Yeni Verayanti, 200831091, Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus
Dies Natalis UMK ke-30
32
sistem iklim global. Hal ini menyebabkan naiknya temperatur ratarata bumi yang dikenal dengan Global Warming. Perubahan iklim juga akan menyebabkan pergeseran musim. Musim kemarau akan berlangsung lama dan dapat menyebabkan kekeringan, sehingga kebakaran hutan meningkat. Kebakaran hutan akan menyebabkan gas CO yang berbahaya bagi manusia banyak terbentuk dan ikut masuk dalam saluran pernapasan manusia ketika sedang bernapas. Salah satu bentuk upaya yang dilakukan oleh Pemerintah serta warga masyarakat sekitar, khususnya di daerah perkotaan adalah dengan membangun dan mengembangkan Hutan Kota. Sesuai dengan peraturan Menteri Kehutanan No. P.3/Menhut-V/2004, yang merupakan salah satu pedoman teknis dari Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota. Oleh karena itu, pemanfaatan dan pengembangan hutan kota sangat berperan penting untuk mencegah peningkatan efek rumah kaca tiap tahun. Paling tidak akan mengurangi pencemaran udara, terutama di wilayah perkotaan yang mayoritas mempunyai bangunan maupun industri yang sangat memberi dampak negatif terhadap atmosfer bumi. B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa yang dimaksud dengan efek rumah kaca kaitannya dengan bumi? 2. Bagaimana proses mekanisme terjadinya efek rumah kaca? 3. Dampak apa saja yang ditimbulkan oleh pemanasan global? 4. Apa keterkaitan antara budidaya hutan kota dengan pemanasan global? 5. Apa saja manfaat pelestarian hutan kota? 6. Bagaimana cara pemeliharaan dan perlindungan hutan kota?
Dies Natalis UMK ke-30
33
C. PEMBAHASAN 1. Pengenalan Efek Rumah Kaca Efek rumah kaca, pertama kali ditemukan oleh Joseph Fourier pada tahun 1824, merupakan sebuah proses dimana atmosfer memanaskan sebuah planet. Efek rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua hal berbeda, yaitu efek rumah kaca alami yang terjadi secara alami di bumi, dan efek rumah kaca yang terjadi akibat aktivitas manusia. Efek rumah kaca (Greenhouse Effect) adalah salah satu fenomena yang dianggap sebagai penyebab terbesar dari Global Warming. Secara alami, proses efek rumah kaca sangat diperlukan untuk kehidupan di Bumi. Panel gas rumah kaca di atmosfer menangkap panas matahari agar tidak seluruhnya terlepas ke angkasa. Hal ini menyebabkan Bumi terasa hangat, tidak dingin dan beku. Masalah terjadi ketika konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer meningkat secara berlebihan. Akhirnya, gas rumah kaca menghalangi panas matahari yang seharusnya dikeluarkan. Gas-gas rumah kaca yang membentuk lapisan di atmosfer. Gas rumah kaca yang paling besar adalah CO2 yang berasal dari pembakaran bahan baker fosil (minyak bumi, batu bara, dan gas alam). Selain itu, ada metana (CH4) berasal dari areal persawahan, pelapukan kayu, timbunan sampah, proses industri, dan eksplorasi bahan baker fosil, Nitrous Oksida (N2O) yang berasal dari kegiatan pertanian atau pemupukan, transportasi, dan proses industri, Hidroflourokarbon (HFCs) berasal dari sistem pendingin, aerosol, pelarut, dan pemadam kebakaran, serta Perflourokarbon (PFCs) serta Sulfurheksafluorida (SF6) yang berasal dari proses industri.
Dies Natalis UMK ke-30
34
2. Mekanisme Terjadinya Efek Rumah Kaca Bagi Bumi Mekanisme terjadinya efek rumah kaca adalah sebagai berikut: Bumi secara langsung menerima energi, kebanyakan dari sinar matahari tetapi sebagian juga diperoleh dari bumi itu sendiri, yakni melalui energi yang dibebaskan dari proses radioaktif (Holum, 1998: 237). Sinar tampak dan sinar ultraviolet yang dipancarkan dari matahari, kemudian radiasi sinar tersebut sebagian dipantulkan oleh atmosfer dan sebagian sampai di permukaan bumi. Di permukaan bumi sebagian radiasi sinar tersebut ada yang dipantulkan dan ada yang diserap oleh permukaan bumi dan menghangatkannya. Namun, dalam (Petrucci dan Harwood, 1997: 260) menyatakan bahwa sebagian energi yang diserap diradiasikan kembali dalam bentuk radiasi inframerah. Radiasi inframerah yang dipancarkan bumi ini ada yang dapat melewati atmosfer dan terbebaskan ke ruang angkasa. Tetapi sebagian radiasi inframerah tersebut diserap oleh gas-gas dalam atmosfer yang lazim disebut gas rumah kaca. Energi yang diserap tersebut kemudian ditahan dalam atmosfer sehingga menghasilkan efek hangat. Gambar proses pemanasan global Sedangkan dalam Anonimus (tanpa tahun) menyatakan bahwa energi yang masuk ke bumi 25% akan dipantulkan oleh awan atau partikel lain di atmosfer, 25% diserap awan, 45% diadsorpsi permukaan bumi, dan 5% Dies Natalis UMK ke-30
35
dipantulkan kembali oleh permukaan bumi. Energi yang diadsorpsi dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi inframerah oleh awan dan permukaan bumi. Namun, sebagian besar inframerah yang dipancarkan bumi tertahan oleh awan dan gas CO2 dan gas lainnya untuk dikembalikan ke permukaan bumi. 3. Dampak-Dampak Pemanasan Global Meningkatnya suhu permukaan bumi akan mengakibatkan adanya perubahan iklim yang sangat ekstrim di bumi. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya hutan dan ekosistem lainnya, sehingga mengurangi kemampuannya untuk menyerap CO2 di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh kenaikan pembakaran bahan bakar minyak (BBM). Selain itu, mengakibatkan mencairnya gunung-gunung es di daerah kutub yang dapat menimbulkan naiknya permukaan air laut, serta munculnya wabah penyakit dari bakteri dan virus yang berkembang pesat karena adanya perubahan temperatur dan curah hujan.
Gambar 2: Asap kendaraan menyebabkan kenaikan suhu di perkotaan Dies Natalis UMK ke-30
36
4. Keterkaitan Antara Budidaya Hutan Kota Dengan Pemanasan Global Pengertian hutan kota berbeda dengan pengertian hutan yang dipahami selama ini. Hutan kota diharapkan dapat mengatasi masalah lingkungan di perkotaan dengan menyerap hasil negatif yang disebabkan aktivitas kota. Aktivitas kota dipicu oleh pertumbuhan penduduk yang meningkat setiap tahun. Hutan kota adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitar kota, berbentuk jalur, menyebar, atau bergerombol (menumpuk) dengan struktur menyerupai hutan alam, membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan satwa dan menimbulkan lingkungan sehat, nyaman, dan estetis. Hasil negatif kota antara lain meningkatnya suhu udara, menurunnya kelembaban, kebisingan, debu, dan polutan lainnya. Salah satu bentuk upaya yang dilakukan oleh Pemerintah serta warga masyarakat sekitar, khususnya di daerah perkotaan adalah dengan membangun dan mengembangkan Hutan Kota. Sesuai dengan peraturan Menteri Kehutanan No. P.3/MenhutV/2004, yang merupakan salah satu pedoman teknis dari Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota. Kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya (IPTEKS) yang pesat telah menyebabkan peta ekonomi dan politik dunia berubah secara mendasar, membawa tantangan, masalah dan peluang, serta harapan baru. Semakin banyak bermunculan fenomena masalah lingkungan di perkotaan seperti suhu udara yang semakin meningkat, tingkat polusi udara semakin tinggi, rusak atau hilangnya berbagai habitat yang diikuti menurunnya keanekaragaman flora dan fauna, hilang dan rusaknya pemandangan, serta berbagai macam masalah sosial.
Dies Natalis UMK ke-30
37
Gambar 3: Rusaknya tanah akibat sistem penebangan pohon yang sembarangan, sedangkan pemanasan global meningkat Misal, pembangunan fisik kota Jakarta seperti pemukiman terus berkembang, mulai dari gubuk-gubuk liar, bangunan sederhana sampai super canggih, yang dilengkapi pusat-pusat perdagangan, dan transportasi umum. Semua yang dikemukakan ini telah menimbulkan masalah dan kekawatiran, karena semua pembangunan menyebabkan semakin berkurangnya Ruang Terbuka Hijau Kota (RTHK). Kita yang berada di kota-kota terutama yang padat penduduknya sangat merasakan iklim yang sudah tidak menentu. Pada musim kemarau bisa dengan tiba-tiba terjadi hujan lebat sekali, bahkan menyebabkan banjir. Begitu pula pada saat musim hujan dapat terjadi kemarau panjang dan suhu kota terasa semakin panas. Vegetasi dalam ekosistem berperan sebagai produsen pertama yang mengubah energi surya menjadi energi potensial. Dies Natalis UMK ke-30
38
Energi tersebut sebagai sumber hara mineral dan pengubah terbesar lingkungan yang dapat meningkatkan kualitas lingkungan. Penghijauan perkotaan merupakan salah satu usaha pengisian Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang perlu ditingkatkan bentuk dan strukturnya menjadi hutan kota. 5. Manfaat Hutan Kota Menurut Irwan, (2005: 15-16) menyatakan bahwa ada manfaat pemeliharaan hutan kota bagi masyarakat perkotaan sebagai berikut: (1) Hutan kota mempunyai fungsi seperti menurunkan suhu, mengikat CO2 dan mengeluarkan O2 sebagai pelindung mata air atau peresapan air tanah, perlindungan terhadap debu, angin, kebisingan, dan memberi iklim mikro. (2) Hutan kota dapat menyerap hasil negatif dari kota dan memberi bahan baku kepada kota sehingga terjadi keseimbangan bahan antara kota dan hutan kota; meningkatkan kualitas lingkungan kota, serta menimbulkan udara yang sehat, nyaman, dan estetis. (3) Hutan kota dapat menjadi habitat satwa dan tempat pelestarian plasma nutfah. (4) Hutan kota dapat menjadi area interaksi sosial seperti sarana rekreasi dan pendidikan atau sebagai laboratorium hidup dan tempat interaksi sosial lainnya. (5) Hutan kota dapat mengendalikan erosi oleh angina maupun oleh air dan mengendalikan air tanah. (6) Hutan kota sebagai sumber ekonomi dan kesejahteraan manusia dan makhluk lainnya. 6. Cara Pemeliharaan Dan Perlindungan Hutan Kota Pemeliharaan hutan kota dilaksanakan dalam rangka menjaga dan mengoptimalkan fungsi dan manfaat hutan kota melalui Dies Natalis UMK ke-30
39
optimalisasi ruang tumbuh, pemilihan tanaman dan peningkatan kualitas tempat tumbuh, termasuk juga dalam pemeliharaan dan perlindungannya. 1. Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman merupakan kegiatan rutin perlu dilaksanakan secara terus menerus. Pemeliharaan harus dibuatkan perencanaan yang matang, menurut tahapan pertumbuhan tanaman dan sesuai dengan sifat-sifat tanaman dan fungsinya. Oleh karena itu rencana pemeliharaan tanaman perlu dibuat tersendiri dan bersifat teknis operasional. Pada dasarnya pemeliharaan hutan dapat dilakukan secara minimal jika hutan kota tersebut telah terbangun atau terbentuk. Masalah utama pada hutan kota yang telah terbangun adalah kekeringan pada musim kemarau. Jadi, pemeliharaan utama hutan kota adalah penyiraman. Pemeliharaan penting pada pembangunan hutan kota adalah pada saat tanaman berumur kurang dari dua tahun. Meliputi kegiatan antara lain: 1) Pemupukan Kegiatan pemupukan dilakukan untuk membantu mempercepat pertumbuhan tanaman. Kegiatan pemupukan pertama kali dilakukan pada saat tanaman ditanam dengan menggunakan pupuk kompos kemudian dilanjutkan setelah tanaman berumur satu bulan, dengan pupuk oganik. Bagi tanaman yang tumbuhnya tidak normal atau kerdil perlu dipupuk dengan dosis pupuk yang lebih tinggi. 2) Penyiangan Penyiangan dimaksudkan untuk memberikan ruang tumbuh dan menghilangkan persaingan dengan tumbuhan pengganggu atau gulma yang tumbuh di Dies Natalis UMK ke-30
40
sekitar batang sehingga tanaman pokok dapat hidup dan tumbuh dengan lebih baik. 3) Penyulaman Untuk mengganti tanaman yang mati setelah penanaman, perlu dilakukan penyulaman sehingga tidak terlihat adanya sebagian lahan yang terbuka karena tanamannya mati. Penyulaman dapat dilakukan paling lambat satu bulan setelah penanaman sehingga variasi pertumbuhan tinggi tidak terlalu jauh berbeda, sebab apabila berbeda tinggi tanaman akan terlihat tidak seragam. Tanaman yang ditemukan mati dapat diberi tanda pada ujung akhir tanaman tersebut agar pelaksanaan penyulaman dapat dengan mudah dilakukan tanpa harus mencari-cari tempat tanaman yang mati. Jika jenis-jenis tanaman yang dipilih adalah jenis-jenis tanaman yang memerlukan cahaya penuh dalam proses, maka perlu dilakukan monitoring dan pengecekan secara rutin. Adapun cara-cara dan waktu pelaksanaan penyiangan: a) Penyiangan melingkar dilakukan pada saat tanaman berumur satu bulan dengan pertimbangan bahwa vegetasi yang tumbuh di sekitar tanaman sudah cukup banyak dan sudah mengganggu tanaman pokok. b) Penyiangan sistem jalur digunakan di kawasan RTH bagi tanaman dengan jarak tanam rapat yaitu dengan cara melakukan pembabatan gulma sepanjang jalur tanaman selebar dua meter dan dilakukan satu bulan setelah penanaman. Penyiangan dengan cara ini diulangi lagi setiap dua bulan dan demikian seterusnya hingga tajuk tanaman pokok menutupi lantai tanah. c) Penyiangan sistem total dilakukan satu tahun sekali setelah tanaman berumur satu bulan dengan pertimbangan bahwa kondisi gulma sudah cukup lebat Dies Natalis UMK ke-30
41
dan rata-rata sudah mencapai setengah tinggi tanaman pokok, sehingga dengan dilakukan penyiangan menggunakan cara ini pertumbuhan tanaman pokok akan lebih leluasa baik pertumbuhan diameter maupun percabangannya. Penyiangan perlu dilakukan setiap bulan sampai tanaman pokok dapat tumbuh stabil. 2. Perlindungan Hutan Kota Perlindungan dan pengamanan hutan kota sebagaimana bertujuan untuk menjaga keberadaan dan kondisi hutan kota agar tetap berfungsi secara optimal. Perlindungan dan pengamanan hutan kota dapat dilakukan melalui upaya pencegahan dan penanggulangan: a. Kerusakan lahan b. Pencurian fauna dan flora c. Kebakaran d. Hama dan penyakit D. KESIMPULAN Seiring dengan perkembangan IPTEKS (Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Seni dan Budaya) yang berkembang pesat di perkotaan dan semakin bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia tiap tahunnya, mengakibatkan dampak yang sangat riskan sekali yang sering kali tidak disadari oleh manusia. Pemanasan global sudah bisa dirasakan gejala-gejalanya. Cuaca dan temperatur yang semakin naik, hal ini dikarenakan adanya pembangunan pabrik-pabrik di lahan perkotaan besar dan sistem transportasi yang sangat banyak menghasilkan polusi udara sehingga tidak jarang banyak wabah penyakit yang timbul, seperti Jakarta. Pembangunan hutan kota menyangkut masalah ketersediaan lahan yang berhubungan dengan masalah tata ruang kota. Masalah ketersediaan lahan untuk hutan kota, serta bagaimana mengefektifkan pemanfaatan lahan yang Dies Natalis UMK ke-30
42
tersedia merupakan kunci dalam pembangunan hutan kota. Lahan semakin hari semakin berharga, semakin mahal, dan semakin sedikit untuk hutan kota sehingga sering terjadi perebutan kepentingan dalam penggunaan lahan dari berbagai sektor aktivitas kota. Dalam situasi ini, lahan yang sudah tersedia untuk hutan kota sewaktuwaktu diguna-alihkan untuk kepentingan lainnya. Tidak ada jaminan persediaan lahan untuk hutan kota yang sudah dialokasikan. E. SARAN Hutan kota yang sudah ada di lokasi-lokasi tertentu perlu disempurnakan atau dikembangkan agar dapat ditingkatkan fungsinya, yaitu dengan menanam jenis vegetasi yang meningkatkan struktur seperti semak, perdu, dan lainnya. Perlu ditumbuhkan persepsi yang sama tentang hutan kota, baik dari para perancang, pengambil kebijakan, dan masyarakat sehingga mereka yang mendapat manfaat dari hutan kota itu mempunyai motivasi dan inisiatif untuk mengelola dan memeliharanya. Agar lebih memasyarakatkan fungsi dan peranan hutan kota untuk penanggulangan masalah lingkungan, perlu penyebarluasan dan publikasi tentang hutan kota baik oleh instansi pemerintah maupun swasta sehingga setiap lapisan masyarakat siap untuk melaksanakan pembangunan hutan kota.
DAFTAR PUSTAKA Irwan, Zoer‘aini Djamal. 2005. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Jakarta: Bumi Aksara. www.dampak pemanasan global bagi kehidupan manusia.com www.peranan hutan kota dalam menjaga keseimbangan lingkungan.com
Dies Natalis UMK ke-30
43
PEMANASAN GLOBAL DAN PERILAKU MANUSIA Oleh: Mochamad Widjanarko 11 “ Akan tiba suatu masa, di mana ikan-ikan mati di dalam air, burung-burung jatuh dari udara, air menghitam, dan pohon-pohon tidak lagi ada. Umat manusia yang tersisa nyaris binasa ............ (Greenpeace) “. Green Psychology adalah istilah yang dipakai oleh Ralph Metzner (2000), pendiri dari Green Earth Foundation di Amerika untuk menamai suatu gerakan dalam psikologi yang bertujuan menyelaraskan hubungan diantara kemanusiaan dan bumi atau alam (earth). Sebenarnya sebelum Metzner, beberapa psikolog telah mengembangkan Ecopsychology yang mulai dikenal sejak tahun 1990an sebagai gerakan intelektual dan sosial yang mencoba mengerti dan ‘menyembuhkan‘ hubungan manusia dengan bumi. Bidang ilmu ini mempelajari proses-proses psikologis yang mengikat manusia dengan bumi ataupun sebaliknya yang mengasingkan manusia dari bumi. Fokus utama ecopsychology sejauh ini adalah integrasi pemikiran-pemikiran psikologis kedalam gerakan lingkungan. Gerakan ini mendapat perhatian publik dengan dipublikasikannya buku The Voice of Earth karya Theodore Roszak (1992). Metzner lebih suka memakai istilah Green Psychology karena menurutnya istilah Ecopsychology memberi kesan munculnya suatu aliran baru di psikologi yang sejajar dengan Psikologi Klinis, Perkembangan, Sosial, dll, padahal Green Psychology lebih merupakan suatu gerakan seperti misalnya Greenpeace, Go Green, Green Environment yang menawarkan reorientasi sikap manusia dari yang antroposentris menjadi totalitas lebih dari dunia manusia, more than human world. Namun dalam
11
Staf Pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Muria Kudus dan Peneliti di Muria Research Center (MRC) Indonesia
Dies Natalis UMK ke-30
44
perkembangan selanjutnya, Metzner akhirnya menyatakan bahwa Green Psychology sama saja dengan Ecopsychology. Ecopsychology Kita hidup didalam budaya ekologis yang destruktif. Ahli budaya yang beraliran ekologi telah mengidentifikasi berbagai cara masyarakat urban-industri menciptakan perasaan keterpisahan dari tanah dan menjuruskan manusia kearah tindakan-tindakan yang secara ekologis tidak berkelanjutan. Mutu budaya yang paling merusak dunia adalah juga yang paling merusak jiwa manusia. Kekuatan sosial seperti sentralisasi kekuasaan dan digantikannya keberagaman budaya dengan budaya tunggal korporasi menurunkan kemampuan manusia untuk memiliki interaksi yang bermakna dan menyehatkan dengan sesama dan dengan dunia bukan manusia. Para ilmuwan lingkungan mewaspadai bahwa kesehatan bumi ini dengan cepat menurun dan penyebab utamanya adalah krisis pada perilaku manusia. Penyebab utama dari ancaman kepada kesehatan dan kesejahteraan ekosistem global adalah perilaku manusia. Polusi, penipisan sumber alam, adalah akibat dari aktivitas manusia dibidang industri, komersial, dan pribadi. Pembabatan hutan tidak mungkin terjadi secara alamiah, manusialah yang memotong pepohonan dan membangun diatas tanah. Memang spesies lenyap dalam siklus alamiah namun percepatan hilangnya spesies meningkat tajam karena polusi dan direbutnya habitat mereka oleh manusia. Berlebihnya jumlah gas rumah kaca sebagai hasil dari kegiatan rutin biliunan manusia di bumi ini menyebabkan perubahan iklim global dan mungkin akan mengancam keberadaan manusia dan spesies hidup lain. Faktanya, yang dinamakan masalah lingkungan itu sebenarnya tidak ada; yang ada adalah ketidakcocokan diantara cara manusia memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka dengan prosesproses alamiah yang menjaga integritas ekologi. Dies Natalis UMK ke-30
45
Dari perspektif ini, masuk akal untuk menelaah penderitaan manusia tidak hanya pada tingkat individual. Bila kita hidup dalam budaya patologis, yang mengancam sesuatu yang paling sensitif dan indah pada manusia, juga mengancam masa depan kehidupan dibumi ini, maka kita perlu menemukan cara-cara untuk menyembuhkan budaya dan manusia yang hidup didalamnya. Psikolog beraliran ecopsychology memakai pengetahuan psikologi mereka untuk menjadi pengubah masyarakat menjadi lebih tahu dan lebih efektif dalam hidup (Lubis 2008). Pemanasan Global dan Kearifan Lingkungan Masyarakat Global warming atau pemanasan global adalah gejala alam yang sangat mengkhawatirkan dan membahayakan bagi kelangsungan hidup manusia di muka bumi tercinta ini. fenomena berupa kenaikan temperatur rerata atmosfir bumi dan laut yang diperkirakan akan terus berlanjut atau bahasa mudahnya adalah kondisi naiknya suhu permukaan bumi yang disebabkan peningkatan jumlah karbondioksida dan gas-gas lain atau gas rumah kaca yang menyelimuti bumi dan memerangkap panas. Model perhitungan yang didasarkan pada hasil IPCC (Intergovermental Panel on Climate Change) memprediksi terjadinya kenaikan temperatur antara 1,1 hingga 1,6 derajat C antara tahun 1990 hingga 2100. itu adalah akibat dari menipis bahkan berlubangnya lapisan ozon pada atmosfer. adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi. Banyak sekali fungsi ozon bagi kelangsungan hidup manusia di muka bumi, diantaranya adalah sebagai pelindung muka bumi dari radiasi matahari yang sangat membahayakan kehidupan makhluk hidup di bumi kita tercinta ini. Bahkan kalau sampai lapisan ozon di atmosfer bumi semakin lama semakin menipis dan akhirnya berlubang akan mencairkan es di kutub dan air dari pencairan es tersebut dapat membanjiri daratan-daratan di muka bumi. Walhasil kalau semua itu Dies Natalis UMK ke-30
46
terjadi maka bumi kita ini hanya akan menjadi kenangan saja. Semua itu kemungkinan besar dapat terjadi dalam waktu yang relatif dekat. Itu didasarkan pada beberapa penemuan para ahli yang menemukan bahwa lubang ozon di kutub selatan sudah mencapai dua kali luas benua Eropa. Pemanasan global diakibatkan: pertama, penggunaan bahan bakar fosil (minyak bumi, batu bara) oleh keperluan industri, pembangkit listrik dan transportasi yang menghasilkan buangan berupa gas rumah kaca terutama CO 2. Kedua, penggundulan hutan (illegal logging). Ketiga, perubahan penggunaan lahan, lahan hutan menjadi tanaman semusim (Tumiwa, 2007) Kalau kita tengok evolusi hubungan manusia dengan alam sesungguhnya manusia itu memulainya dengan satu tahapan yang sangat harmonis yang disebut sebagai pan cosmism di mana manusia berusaha untuk hidup selaras dengan alam. Dalam pandangan manusia pada masa itu alam itu besar dan sakral karena itu harus dipelihara. Jika terjadi kerusakan alam akan berakibat buruk pada manusia itu sendiri. Untuk merealisasikan gagasan itu manusia menciptakan pemalipemali atau etika bagaimana bertindak dan bertingkah laku terhadap alam. Hampir semua etnis di negeri kita ini memiliki aturan-aturan dimaksud yang disebut sebagai kearifan lingkungan. Di Jawa, para petani akrab dengan kebiasaan nyabuk gunung sedangkan petani Sunda menyebutnya ngais gunung. Kedua kearifan lingkungan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya erosi. Masyarakat Badui mempraktikkan tradisi pikukuh dalam bercocok tanam dan membangun rumah. Masyarakat suku Tabla di Papua mengenal sistem zona dalam mendayagunakan ruang untuk berbagai keperluan yang didasarkan atas kondisi geografis. Masyarakat Maluku mengenal sistem ‘sasi‘ untuk mencegah terjadinya over fishing. Petani di Pulau Bali mempraktikkan tradisi subak dalam pengelolaan sumber daya air. Sementara itu masyarakat Kajang Bulukamba Sulawesi Selatan masih mempraktikkan tradisi pasang dalam bercocok tanam (Hadi, 2006). Kearifan lingkungan yang dikemas dalam bentuk tradisi dapat Dies Natalis UMK ke-30
47
ditemukan pada tradisi taruban yang berkembang pada masyarakat Kampung Naga, Tasikmalaya, Jawa Barat. Masyarakat dilarang menebang pohon di Hutan Biuk. Jika terpaksa menebang, ia harus menempatkan kaki kirinya di Hutan Biuk, sedangkan kaki kanannya di sungai, sesuatu yang tidak mungkin dilakukan. Tradisi kajang di Sulawesi Selatan memuat prasyarat kewibawaan seorang pemimpin dalam menjaga kelestarian lingkungan. Kepada para pejabat diajarkan: jika tanaman menjadi, ikan bersibak, air tuwak menetes dan kayu bersemi, air mengalir terus maka engkaulah akan menjadi karaeng terusmenerus. Pada masyarakat Bali, di samping dikenal subaknya, setiap pekarangan rumah Bali dipisahkan menjadi tiga mintakat, yaitu parahyangan, pawongan, dan palemahan. Pada mintakat parahyangan ditanam semua tanaman yang berbunga atau tanaman untuk sesaji atau yadnya; dan dibangun sebuah pura sebagai lambang hubungan antara manusia dan penciptanya. Pada mintakat pawongan ditanam berbagai jenis buah-buahan yang diperuntukkan bagi tamu dan tetangga sekitar, sedangkan mintakat palemahan digunakan untuk menempatkan kandang ternak, kolam ikan, maupun tanaman besar (Mastur, 2004) Atau kearifan lingkungan yang dilakukan warga kesatuan adat Banten Kidul yang berpusat di Kampung Ciptagelar, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Warga yang menggantungkan hidup pada hasil pertanian bisa saja bertahan dan mampu menghidupi dirinya secara mandiri dengan dilengkapi penggunaan varietas padi lokal hingga 100 jenis dengan pemupukan organik dan sudah berjalan 638 tahun (Handoko, 2006). Ditambahkan oleh Sarwono (1995) dikatakan bahwa sikap manusia terhadap lingkungannya, dalam hubungan yang terus menerus antara manusia dengan lingkungannya, manusia dapat mengembangkan kearifan lingkungan, yaitu untuk menghindari eksploitasi yang berlebih-lebihan terhadap lingkungan. Terdapat arti lain dari kearifan lingkungan, seperti kearifan Dies Natalis UMK ke-30
48
tradisional yang pada hakekatnya sama maksudnya. Semua upaya pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam oleh masyarakat tradisional yang baik secara langsung maupun tidak langsung telah mempaktikkan kaidah-kaidah konservasi dalam pengelolan sumber daya alam guna kelestarian pemanfaatannya. Praktik-praktik tersebut umumnya merupakan warisan dari nenek moyang mereka yang bersumber dari pengalaman hidup selaras dengan alam. Praktik-praktik pengelolaan sumber daya alam oleh masyarakat tradisional yang memperhatikan prinsip-prinsip kelestarian tersebut kemudian dikenal sebagai kearifan tradisional (Wiratno, 1995). Dipertajam oleh Keraf (2002) bahwa kearifan tradisional adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis, menyangkut bagaimana berhubungan secara baik dengan semua isi alam. Kearifan ini bersifat holistik karena menyangkut pengetahuan dan pemahaman tentang seluruh kehidupan dengan segala relasinya di alam semesta. Selain kearifan lingkungan dan kearifan tradisional, terdapat juga kearifan masyarakat, kearifan masyarakat dapat dikatakan merupakan kumpulan pengetahuan dan cara berpikir yang berakar dalam kebudayaan suatu kelompok manusia, yang merupakan hasil pengamatan selama kurun waktu yang lama. Kearifan tersebut banyak berisikan gambaran anggapan masyarakat yang bersangkutan tentang hal-hal yang berkaitan dengan struktur lingkungan, bagaimana lingkungan berfungsi, bagaimana reaksi alam terhadap tindakan-tindakan manusia serta hubunganhubungan yang sebaiknya tercipta antara manusia dengan lingkungan alamnya (Zakaria, 1994). Global Warming dan Perilaku Manusia Perilaku manusia yang diimplementasikan dalam bentuk kearifan lingkungan atau kearifan tradisonal merupakan bagian dari kompeksitas ekosistem (Hawley dalam Himmam & Faturochman, 1994), yang Dies Natalis UMK ke-30
49
memiliki beberapa asumsi dasar sebagai berikut : pertama, perilaku manusia terkait dengan konteks lingkungan. Kedua, interaksi timbal balik yang menguntungkan antara manusia-lingkungan. Ketiga, Interaksi manusia-lingkungan bersifat dinamis. Keempat, Interaksi manusialingkungan terjadi dalam berbagai level dan tergantung pada fungsi. Salah satu teori yang didasarkan atas pandangan ekologis adalah behaviour-setting atau setting perilaku yang dipelopori oleh Robert Barker dan Alan Wicker. Premis utama teori ini organism environmnet fit model yaitu kesesuaian antara rancangan lingkungan dengan perilaku yang diakomodasikan dalam lingkungan tersebut. Oleh karenanya, dimungkinkan adanya pola-pola perilaku yang telah tersusun atau disebut dengan ‘program‘ yang dikaitkan dengan setting tempat. Teori ini kurang mempertahankan proses psikologis dari perbedaan individual dan lebih menekankan uniformitas atau perilaku kolektif. Hubungan antara manusia-lingkungan lebih dijelaskan dari sisi sifat atau karakteristik sosial seperti kebiasaan, aturan, aktivitas tipikal dan karakteristik fisik. Dengan mengetahui settting tempat maka dapat diprekdisikan perilaku atau aktivitas yang terjadi (Gifford, 1987 ; Veitch dan Arkkelin, 1995). Seorang individu yang mempunyai peran positif terhadap kelestarian alam, akan cenderung berperilaku yang mendukung kelestarian alam. Mengingat penyebab kerusakan alam adalah perilaku manusia, maka solusi yang tepat bagi masalah tersebut tentunya harus berawal dari perubahan perilaku (Dwyer dkk dalam Sadava & McCreary, 1997). Untuk sampai pada perubahan perilaku yang lebih ramah lingkungan, terlebih dulu kita harus memperbaiki sikap, dalam hal ini dimulai dengan mengubah cara pandang kita terhadap alam, agar kita dapat memiliki peran menjaga kelestarian lingkungan. Faktanya sekarang, masyarakat lokal kita, para nelayan mengalami kesulitan memprediksi datangnya angin dengan gelombang tinggi pada saat musim banyak ikan, nelayan tidak bisa menangkap ikan, menganggur menunggu gelombang tinggi reda. Hal ini juga dialami petani yang tidak lagi bisa menjadwalkan dengan teratur musim tanam, Dies Natalis UMK ke-30
50
kondisi cuaca alam berupa musim dan angin tidak bisa diprediksi, mengalami perubahan akibat pemanasan global. Apa yang bisa kita lakukan ? pertama, tanam pohon di sekitar kita dengan asumsi satu pohon bisa menyerap 1 ton karbondioksida (CO 2). Kedua, lebih sering memakai transportasi umum atau sepeda sehingga menjadi hemat energi. Ketiga, kurangi kemasan, membawa kantong plastik sendiri ke pasar tradisional atau pasar modern, menolak katong plastik untuk barang kecil yang kita beli, ini yang disebut reuse. Keempat, matikan listrik jika tidak digunakan, jangan tinggalkan alat elektronik dalam keadaan standby. Cabut charger telepon genggam dari stop kontak. Meskipun listrik tidak mengeluarkan emisi karbon, pembangkit listrik PLN menggunakan bahan baker fosil penyumbang besar emisi). Jika terpaksa memakai pendingin atau AC, tutup pintu dan jendela selama AC menyala. Atur suhu sejuk secukupnya, sekitar 21-24o C, ini yang disebut dengan reduce. Kelima, pergunakan kertas bolakbalik untuk perkerjaan yang membutuhkan koreksian, ingat kertas berasal dari pohon, semakin kita banyak mempergunakan, semakin banyak pohon ditebang. Mengggunakan ember tidak terpakai untuk pot tanaman :Recyle. Keenam, menolak menggunakan barang yang tidak ramah lingkungan : Rethink dan Ketujuh, Sebar informasi akibat pemanasan global melalui musik, tulisan, sticker, kaos, media informasi lainnya ke teman, sahabat, keluarga kita dan masyarakat luas.
BAHAN BACAAN Dwyer, O,W et al. 1997. Environmental Social Psychology dalam Sadava, S,W & Mc Creary: Applied Social Psychology. New Jersey Prentice-Hall, Inc. Himmam, F., & Faturohman. 1995. Analisis Profil Wawasan Masyarakat terhadap Lingkungan di Daerah Industri. Laporan Penelitian (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Dies Natalis UMK ke-30
51
Heroepoetri, A. & Santosa. A.M. 1993. Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan. Jakarta: Wahana Lingkungan Hidup Indonesia. Keraf, A. S. 2002. Etika Lingkungan. Jakarta: Kompas. Lubis, U,D.2008. Berkenalan dengan Green Psychology. Makalah pembuka dalam Temu Ilmiah Psychology Expo 2008 di Fakultas Psikologi UI, 25 Juli Mastur, Z. 2004. Model Pembelajaran Lingkungan. Suara Merdeka, 16 Februari. Metzner, R. (2000). Green psychology: transforming our relationship to the earth. New York : Park Street Press. Roszak, T. (1992). The Voice of The Earth. New York : Simon and Schuster. Sarwono, W. S. 1995. Psikologi Lingkungan. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. Wiratno. 1995. Konservasi Tradisional dalam Pembangunan Konservasi yang Berkelanjutan. Special Report. Conservation Indonesia Volume 11, Nomor 1. Jakarta: WWF - IP. Zakaria, R.Y. 1994. Hutan dan Kesejahteraan Masyarakat Lokal. Jakarta: Walhi Veith, R. & Arkkelin, D., 1995. Environmental Psychology: An Interdisciplinary Perpective. New Jersey: Prentices Hall.
Dies Natalis UMK ke-30
52
1. HAPUSLAH AIR MATA BUMI dengan MENGHIJAUKANNYA Beberapa waktu ini sering kita alami saat terjadi hujan seperti dicurahkan dari langit saja, padahal beberapa menit sebelumnya mentari bersinar begitu teriknya. Pergantian cuaca dan musim yang ekstrem menimbulkan rasa tidak nyaman. Suhu udara yang sangat panas membuat kita tetap merasa gerah meski sudah berada di ruangan berpendingin. Akibat tingkah laku manusia di era modern ini mengakibatkan kerusakan lingkungan. Bagaimana kontribusi kita agar membuat bumi tidak saja kian parah kerusakannya, namun kembali sejuk dan ramah sehingga kita yang tinggal di muka bumi ini pun dapat merasa nyaman? Membiasakan diri menanam pohon agar tumbuh subur, selain itu jangan melukai pohon-pohon itu dengan paku. Membuang sampah pada tempatnya, dengan tidak membuang sampah di sembarang tempat merupakan langkah yang sangat baik dalam hal menjaga lingkungan, seperti bisa mengurangi bahaya banjir. Melindungi hewan-hewan seperti komodo, badak, orang utan. Dengan begitu, sedikit banyak bisa muncul perasaan sayang untuk menjaga bumi dan isinya. Biasakan berwisata ke alam yang indah, melihat sawah gunung atau pergi ke kebun binatang sehingga membuat kita jadi punya ikatan batin untuk tidak merusak bumi. Kalau alamnya rusak anak cucu kita tak bisa menikmatinya. Manusia jangan berbuat seenaknya dengan melakukan tindakan yang merugikan makhluk lain apalagi sesama makhluk. Untuk itu peduli lingkungan mulai dari diri sendiri dan mempunyai gaya hidup ramah lingkungan misalnya, menggunakan sepeda untuk bepergian pada jarak-jarak yang terjangkau, selalu membawa botol minum dan sapu tangan sendiri saat bepergian / bekerja, Dies Natalis UMK ke-30
53
menghemat penggunaan listrik dan air, menggunakan tas/keranjang sendiri saat belanja dan gaya hidup ramah lingkungan yang bisa dilakukan oleh individu-individu secara sederhana sebagai bentuk kepedulian pada lingkungan.
Cermati Yang Ini ! Kita harus peduli kepada bumi yang kita tinggali. Hal-hal yang bisa kita lakukan untuk menjaga dan melestarikan bumi seperti : Hemat Energi Cobalah menggunakan lampu hemat energi, kurangi penggunaan kertas, belilah perangkat teknologi yang hemat energi dan ramah lingkungan atau yang mencantumkan logo ”Energy Star”. Matikan lampu disaat terang dan tak ada orang, kurangi menonton televisi, jangan lupa untuk mencabut kabel sesudah mencharge handphone, laptop atau perangkat apa pun. Hentikan Dies Natalis UMK ke-30
54
kegiatan mengganti-ganti tipe handphone dan perangkat apapun bila masih bisa dipakai. Praktikan Prinsip 3R ( Reduce, Recycle, Reuse) Kelola sampah kita, ubah sampah organik menjadi kompos. Daur ulang sampah kertas ( surat kabar, kardus, majalah, kotak jus dan susu ), sampah kaca ( botol dan toples ) sampah baja dan aluminium ( kaleng makanan dan minuman ) dan sampah plastik (botol, kantong plastik). Jangan gunakan plastik atau tas plastik yang banyak dipakai pasar swalayan maupun tradisional dalam mengemas belanjaan. Ada baiknya kita membawa tas kain atau kertas sendiri dari rumah. Alat Transportasi Hemat Energi Bila bepergian pada jarak jauh sebaiknya gunakan transportasi tanpa emisi seperti sepeda, becak atau berjalan kaki. Bila bepergian jauh gunakanlah transportasi umum. Andai kita tidak egois dan mau berkorban dalam hal ini sudah besar sekali peran kita dalam menjaga bumi ini dari emsi gas rumah kaca. Kurangi Pemakaian Bahan Kimia Bahan kimia bukanlah bahan alami. Seperti bahan buatan lainnya, bahan ini tak dapat lebur dengan sendirinya dan meninggalkan efek buruk pada kehidupan. Beli Produk Lokal Dengan membeli produk lokal dapat mengurangi jumlah emisi CO2 sebesar 625 kg/tahun yang diakibatkan proses pengiriman produk impor. Contoh mengomsumsi makanan hasil budidaya lokal dan organik, mengkonsumsi buah-buahan sesuai musimnya, Dies Natalis UMK ke-30
55
sebisa mungkin jangan makan di restoran asing yang bahan-bahan makanannya diimpor, sebisa mungkin jangan beli mainan produksi luar negeri. Go Green Ayo hijaukan tempat tinggal kita bila ingin jadi sahabat bumi ‖Stop Burning World”, ”Green for Earth”. Dengan memulai tanam pohon di pekarangan rumah. Minimal satu pohon di setiap rumah. Beri campuran materi organik seperti kulit pohon, serpihan kayu, daun kering dan kompos disekeliling batang pohon/tanaman di tanah. Biarkan sisa potongan rumput tersebar di halaman, daripada mengumpulkannya dalam kantong untuk dibuang. Tanaman gantung atau hidroponik cukup membantu bagi kita yang tinggal di apartemen, rumah susun, rumah kecil atau kos.
Disiplin Buang sampah pada tempatnya. Sediakan dua tempat sampah yang berbeda untuk sampah jenis organik dan non organik. Lingkungan sekarang sudah rusak akibat terjadinya pemanasan global
(Global Warming ) di bumi ini. Dies Natalis UMK ke-30
56
Pemanasan global ( Global Warming ) dan krisis iklim ( Climate Crisis ) adalah isu global yang semakin didengungkan oleh berbagai pihak belakangan ini. Pemanasan global mungkin sudah tidak asing di telinga kita, karena merupakan masalah serius yang harus dihadapi oleh seluruh penduduk di dunia. Dampak dari global warming sudah banyak terjadi dan dapat menimbulkan bahaya yang cukup besar bagi kelangsungan makhluk hidup di dunia. Secara tidak langsung, pemanasan global berpengaruh pada cuaca yang tidak menentu. Suhu rata-rata permukaan bumi meningkat secara bertahap. Dari naiknya suhu rata-rata tersebut, tingginya permukaan air laut meningkat Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya. Ketika energi ini tiba dipermukaan bumi, akan berubah menyerap sebagian panas berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat. Dampak Pemanasan Global ( Global Warming ). 1. Iklim mulai tidak stabil. Hal ini mengakibatkan semakin panjangnya musim panas dan semakin pendeknya musim hujan. 2. Peningkatan permukaan air laut. Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. 3. Suhu global cenderung meningkat Dies Natalis UMK ke-30
57
Temperatur yang panas dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan dan malnutrisi 4. Gangguan ekologis Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas penguunungan. Tumbuhan tertentu akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Jika hewan dan tumbuhan tersebut tidak dapat bertahan, maka akan terjadi kepunahan. Berangkat dari keprihatinan inilah berbagai bidang industri mau tidak mau harus memikirkan langkah penanganan pemanasan global ini. Tak terkecuali bidang teknologi informasi.
Dies Natalis UMK ke-30
58
2. MELAWAN GLOBAL WARNING DENGAN GREEN COMPUTING Salah satu isu utama mengenai perkembangan teknologi sebagai faktor pendorong utama globalisasi adalah eksploitasi sumber daya alam yang semakin mendorong kerusakan atau penurunan kualitas lingkungan. Empat jenis teknologi yang pendorong perubahan di era globalisasi adalah : 1. Teknologi Informasi dan komunikasi 2. Teknologi bahan 3. Teknologi genetika 4. Teknologi energi. World Bank ( 2002), melaporkan profil pemanfaatan Information and Communication Technology ( ICT ) di Indonesia yaitu rasio jumlah komputer 9,9 per 100 penduduk. Sambungan telepon 91 per 1000 penduduk, jumlah internet host 0.8 per 10.000 penduduk dengan pengguna internet sebanyak 2 juta orang. Investasi dibidang ICT tercatat sebesar US$ 3,54 milyar atau 2.2 persen terhadap PDB dengan investasi ICT per kapita sebesar US$ 16,6. Pemanfaatan TIK Indonesia dan Negara lain meningkat dari tahun ke tahun, tak dapat dipungkiri merupakan salah satu aspek yang dapat mempengaruhi penurunan kualitas lingkungan karena menimbulkan emisi CO2 yang pada akhirnya akan memicu terjadinya pemanasan global ( Global Warming ) menjadi lebih buruk. Indonesia saat ini tergolong pada negara yang masih menghadapi masalah lingkungan yang ditunjukan dengan Environmental Sustainability Index ( ESI ) yang dikembangkan oleh Yale University dan Columbia University bekerja sama dengan World Economic Forum. ESI dihitung berdasarkan 76 variabel yang dikelompokan ke dalam lima komponen utama yaitu sistem lingkungan, penurunan tekanan Dies Natalis UMK ke-30
59
lingkungan, pengurangan kelemahan sumber daya manusia, kapasitas sosial dan kelembagaan serta kerja sama global TELAAH PUSTAKA 1. Pemanasan Global ( Global Warming ) Pemanasana global ( Global Warming ) pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca ( Greenhouse Effect ) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti Karbondioksida ( CO2 ), Metana ( CH4 ), Dinitro Oksida ( N2O ) dan CFC sehngga energi matahari terperangkap dalam atmosfer bumi. Meningkatnya suhu global ini akan menyebabkan perubahan-perubahan terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pertanian, kehidupan hewan liar dan kesehatan manusia.
2. Efek Rumah Kaca Efek rumah kaca dapat divisualisasikan sebagai sebuah proses. Pada kenyataanya, di lapisan atmosfer terdapat selimut gas. Rumah kaca adalah analogi atas bumi yang dikelilingi gelas kaca. Panas Dies Natalis UMK ke-30
60
matahari masuk ke bumi dengan menembus gelas kaca tersebut berupa radiasi gelombang pendek. Sebagian diserap oleh bumi dan sisanya dipantulkan kembali ke angkasa sebagai rediasi gelombang panjang. Namun, panas yang seharusnya dapat dipantulkan kembali ke angkasa menyentuh permukaan gelas kaca dan terperangkap di dalam bumi. Masalah timbul ketika aktifitas manusia menyebabkan peningkatan konsentrasi yang seharusnya. Maka panas matahari yang tidak dapat dipantulkan ke angkasa akan meningkat pula. Pemanasan global dan perubahan iklim merupakan dampak dari efek rumah kaca. Data terakhit menunjukkan Amerika Serikat menyumbang 720 juta ton gas rumah kaca setara CO2 yang merupakan 25 % dari emisi total dunia yang setara dengan 20,5 ton per kapita. Emisi gas rumah kaca dari pusat pembangkit listrik di Amerika Serikat saja lebih besar daripada total jumlah emisi 146 negara ( Tiga perempat negara di dunia ). Sektor energi menyumbang sepertiga total emisi gas rumah kaca AS. Emisi gas rumah kaca AS sektor energi lebih dari dua kali emisi India. Total emisi gas rumah kaca AS masih lebih besar dari emisi gas rumah kaca Cina. Emisi total dari negara-negara berkembang besar seperti Korea, Meksiko, Afrika Selatan, Brazil, Indonesia dan Argentina tidak melebihi emisi Amerika Serikat. 3. Green Computing Green Computing merupakan alternatif solusi dalam sektor komputasi. Green Computing adalah praktek penggunaan, proses produksi dan pengembangan komputer secara efisien dan bertanggung jawab terhadap lingkungan. Dalam hal penggunaan CPU, server dan peripheralperipheral lainnya yang hemat energi, proses produksi, pengurangan limbah Dies Natalis UMK ke-30
61
dan daur ulang alat-alat elektronik yang tidak terpakai secara baik dan benar. Pada prinsipnya Green Computing terkait dengan tiga rangkaian entitas yaitu : a. Perangkat Keras ( Hardware ) Jenis perangkat keras seperti komputer, media penyimpan data, video card, printer dan monitoryang diperoduksi sekitar pertengahan tahun 1990-an sudah memenuhi syarat green computing. Perangkat keras tersebut sudah memiliki fitur power management, hal ini dapat dilihat pada sertifikasi program energy star pada perangkat keras. Energy Star diluncurkan pada tahun 1992 dan direvisi pada Oktober 2006 oleh Environment Protection Agency ( EPA ) Amerika Serikat bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pada perangkat komputer. b. Perangkat Lunak ( Software ) Standar industri Anvanved Configuration and Power Interface ( ACPI ) menetapkan antarmuka pemrograman standar yang memungkinkan Operating System ( OS ) mengontrol secara langsung penghematan konsumsi daya perangkat keras. Penghematan ini terjadi ketika OS secara otomatis mematikan periferal seperti monitor dan pengendali hard disk setelah komputer tidak aktif selama periode tertentu, atau proses hibernate pada komputer laptop. Semua ini akan terjadi kalau pengguna mengaktifkan fitur tersebut. Virtualisasi adalah metode untuk membaut sesuatu menjadi lepas dari ketergantungaan secara fisik. Sebagai contoh, virtual machine adalah komputer yang sebenarnya hanya berupa sebuah file di hard disk. Dengan virtualisasi maka sebuah komputer dapat menjalankan banyak komputer virtual sekaligus pada saat yang bersamaan. Kelebihan virtualisasi diantaranya penghematan biaya. Pada sebuah komputer dapat Dies Natalis UMK ke-30
62
menjalankan empat buah virtual machine sekaligus. Misalnya, satu buah menjalankan OS Windows sebagai database server Oracle. Satu buah menjalankan OS Solaris 8, satu buah menjalankan OS Suse Linux Enterprise dan satu lagi OS Windows 2000 server. Sehingga dapat dihemat hanya dengan membeli empat buah server fisik, cukup hanya membeli satu buah komputer saja dengan terdapat virtual machine didalamnya. Dengan begitu pembelian monitor, keyboard, mouse untuk setiap server dapat ditekan sehingga dapat menghemat biaya dan bahkan mengurangi emisi CO2. Terminal server juga telah digunakan dalam metode komputasi hijau. Artinya bila menggunakan terminal server, user melakukan koneksi ke server pusat. Seluruh komputasi dilakukan diserver. Hal ini dapat dipadukan dengan thin client yang menggunakan hingga 1/8 jumlah energi dari normal workstation yang mengakibatkan penurunan biaya energi dan konsumsi. Linux terminal server project ( LTSP ) merupakan salah satu centralized computing. LTSP adalah solusi jaringan yang mudah dan murah. LTSP merupakan Thin Client Supprot untuk server linux. Thin Client adalah suatu jaringan dimana komputer client ( LTSP Workstation ) tidak memerlukan harddisk sehingga tidak membutuhkan sistem operasi. Prinsip kerja dari LTSP adalah terdapat satu server LTSP yang diisi dengan sistem operasi lengkap serta aplikasi yang akan digunakan oleh komputer client. Komputer server dihubungkan dengan komputer client untuk selanjutnya akan mengakses sistem operasi beserta aplikasi dis erver LTSP. Jadi semua program yang ada di server sama dengan yang ada di komputer client. LTSP dikatakan sebagai solusi jaringan murah karena menggunakan komputer berspesifikasi minimal ( Low-End PC ) setingkat Pentium satu / dua, dan jika memiliki interface card sudah bisa
Dies Natalis UMK ke-30
63
dijadikan komputer client. Pada daarnya semua pekerjaan dilakukan oleh server. Jadi dapat menekan pengadaan hardware dan software di sisi client. Hal ini tentu saja pemakaian harddisk hanya di server dapat mengurangi emisi CO2 pada komputer client. c. Pengguna ( Brainware ) Setiap orang harus memiliki kepedulian untuk mengaktifkan fitur power options yang sudah disediakan pada setiap perangkat komputer yang berada dalam tanggung jawabnya. ANALISIS Pemanfaatan komputer sebagai penunjang kegiatan belajar mengajar dan pelaksanaan pekerjaan tak dapat dipungkiri merupakan salah satu aspek yang dapat mempengaruhi penurunan kualitas lingkungan karena menghasilkan gas CO2 dalam prosesnya. Estimasi emisi CO2 dari konsumsi energi diperoleh dari hasil kali antara volume penggunaan energi. Misalnya pada kWh listrik dengan faktor emisi CO2. Jumlah pemakai komputer di Indonesia untuk pemakaian di sektor pendidikan dari TK hingga Perguruan Tinggi adalah sekitar 50 juta orang, berarti jumlah komputer di sekolah mencapai 50 ribu unit ( Depdiknas, 2008 ). Berdasarkan data statistik PLN 2002 diperoleh faktor emisi CO2 dari pembangkit listrik tiap-tiap perangkat komputer ( kWh ) yang dihitung selama satutahun ( 8 jam/hari dan 5 hari/minggu ) serta penetapan tarif dasar listrik ( TDL ) dari PLN adalah Rp. 630,- dan faktor emisi CO2 adalah 0.719 kg/kWh maka rata-rat biaya dan potensi emisi CO2 seperti pada Tabel 1. Data diolah dari tahun 1990 – 2000 adalah sebagai berikut :
Dies Natalis UMK ke-30
64
Tahun
Produksi tenaga Emisi CO2 Faktor emisi CO2 listrik ( Juta Ton CO2 ( kg CO2 / kWh ) (GWh ) ) 1990 32.293,2 24.20 0.749 1991 37.290,5 28.04 0.752 1992 39.422,6 30.05 0.762 1993 38.608,0 26.52 0.687 1994 44.668,5 34.21 0.766 1995 52.832,4 35.34 0.669 1996 57.523,5 54.69 0.951 1997 68.924,4 51.10 0.741 1998 74.461,0 50.92 0.684 1999 80.023,8 55.32 0.691 2000 83.503,5 60.07 0.719 Tabel 1. Emisi CO2 dari Pembangkit Energi Listrik ( Sumber : Data diolah Statistik PLN dan Dept.ESDM 2002 )
Dies Natalis UMK ke-30
65
Perangkat Komputer
Rata-Rata Pemakaian Listrik (kWh )
Rata-Rata Biaya Listrik per tahun/unit (Rp.) 241.920 84.672
Estimasi Emisi CO2 (kg/tahun)
CPU 0.2 276,096 Monitor 0.07 96,63336 CRT (17‖) Monitor 0.035 42.336 48,3168 LCD (17‖) Printer 0.012 14.515,2 16,56576 Hard disk 0.017 20.563,2 23,46816 Memori 0.003 3.628,8 4,14144 Network 0.00495 5.987,52 6,833376 Card CD/DVD 0.018 21.772,8 24,84864 Tabel 2. Emisi CO2 dari Konsumsi Listrik Komputer ( Sumber : Data diolah 2009 )
Dies Natalis UMK ke-30
66
Penyebab Global Warming dan hubungannya dengan Teknologi Informasi
Penyebab global warming yakni peningkatan emisi gas antara lain terjadi karena hal-hal berikut ini : 1. Pembakaran bahan bakar fosil yaitu batubara dan minyak bumi yang merupakan penyumbang ga karbondioksida terbesar. Penggunaan bahan bakar ini dilakukan oleh industri dan alat transportasi yang semakin banyak digunakan oleh manusia. Di berbagai bidang usaha yang ada didunia saat ini, teknologi informasi telah menjadi tulang punggung bergeraknya industri yang ada. Mulai dari mesin-mesin di pabrik yang menggunakan mikrokomputer hingga proses komputasi di perkantoran yang juga menggunakan komputer. Secara tidak langsung hal-hal tersebut diatas telah menunjukkan bahwa bidang IT telah banyak menyedot penggunan energi dunia secara luas. 2. Penebangan hutan yang semakin banyak, sehingga mengakibatkan gas-gas hasil pembakaran industri tidak dapat langusng diubah menjadi oksigen. Penggunaan kertas dalam industri-industri serta perkantoran yang semakin meningkat memaksa kertas untuk diproduksi, hal ini menyebabkan Dies Natalis UMK ke-30
67
penebangan kayu yang menjadi bahan baku kertas sulit untuk dihindari. Dalam hal ini, penggunaan teknologi informasi cukup menting digunaka, karena distribusi-distribusi serta transaksi yang biasanya menggunakan kertas dapat diminimalisir dengan menggunakan komunikasi lewat internet. 3. penggunaan produk teknologi yang tidak ramah lingkungan. Yaitu produk-produk teknologi yang menghasilkan emisi gas tersebut diatas. Misalnya, pendingin ruangan ( AC ) yang menghasilka gas CFC, alat-alat trasnportasi yang semakin banyak dan lain-lain. 4. penggunaan energi listrik yang berlebihan. Sebagai contoh adalah energi yang digunakan untuk operasional datacenter yang cukup besar, sebagai contoh energi yang digunakan Amerika menurut laporan tahun 2005 saja telah menghabiskan listrik sebesar 45 milyar KWh. Hal ini berimplikasi langsung terhadap persediaan listrik dan distribusinya. Penerapan ”Green Computing” ini dapat dilakukan antara lain : 1. Mengurangi pengunaan computer, matikan apabila tidak digunakan. Hal ini dapat mengurangi konsumsi energi 2. Menggunakan kertas dan tinta seperlunya. Hal ini dikarenakan produksi kertas dan tinta menghasilkan emisi gas yang besar, juga dapat mengurangi penebangan kayu sehingga daur ulang gas akan lancar. 3. Menggunakan produk-produk yang ramah lingkungan. Dalam hal ini beberapa perusahaan IT besar sudah mulai mengeluarkan produk-produk yang ramah lingkungan, antara lain : 4. Intel Corp. Mengembangkan sebuah teknologi mikroprosesor baru dengan menggunakan material Hi-K, yaitu material dengan nilai konstanta dielektrik tinggi dan bebas Pb ( timbal ). Prosesor ini lebih ramah lingkungan karena bebas timbal. Dies Natalis UMK ke-30
68
5. Teknologi smart adaptor yang dikembangkan Acer mampu menghemat 0,52 KwH dan dapat mengurangi 2,320 ton Co2 atau sebanding dengan melingdungi 193 ribu pohon dalam setahun. 6. IBM memperkenalkan konsep pembuatan ‖Data Center‖ hijau yang ramah lingkungan. 7. CISCO menerapkan penggabungan energi yang akan mengarah pada solusi seperti unified communication. Solusi ini menggabungkan pemanfaatan traffic suara dan mobility sehingga bisa terkoneksi. Dengan demikian, jika semuanya berbasis IP, maka masing-masing tidak harus punya infrastruktur sendirisendiri karena sudah konvergen. 8. Lampu LED Toshiba dengan E Core adalah lampu LED dari Toshiba yang hemat energi. Hanya dengan mengkonsumsi listrik 6 watt. Perangkat ini menghasilkan cahaya yang terangnya setara dengan 40 watt lampu pijar biasa. Lampu ini juga tidak mengandung merkuri, sehingga tidak membahayakan kesehatan. 9. Carilah prosesor khusus yang hemat energi. Baik Intel maupun AMD telah mengeluarkan edisi khusus hemat energi. Intel mengeluarkan prosesor quad core dengan TDP 35 W 10. Lakukan upgrade RAM sebelum memutuskan mengganti komputer. Komputer lambat karena kotornya registry atau ada background services yang berjalan sebenarnya tidak diperlukan 11. Jangan cepat membuang PC, lakukan recycle atau donasi ke pihak lain apabila sudah tidak digunakan. 12. Gunakan mobile computing dalam pengaksesan dan transfer informasi, dapat dengan wireless LAN pada laptop, mobile phone, wearable computer, Personal Digital Assintant ( PDA ) dengan Bluetooth atau IRDA. Hal ini disebabkan karena emisi CO2 yang dihasilkan lebih sedikit daripada PC. 13. Gunakan standarisasi teknologi jaringan komputer baik di sekolah maupun perguruan tinggi yang dapat mengkaitkan berbagai Institusi pendidikan menjadi satu kesatuan yang berujung pada Dies Natalis UMK ke-30
69
Application Provider sebagai Resource Sharing For Computing Center. Hal ini akan mengurangi penggunaan baik hardware maupun software pada client dan server. Selain hal tersebut diatas, masih banyak upaya penyelamatan lingkungan dengan konsep-konsep ‖Green Technology‖ yang bisa diterapkan. Semuanya ditujukan untuk mencegah dampak Global Warming yang mengancam kehidupan di bumi. 3. MENGATASI GLOBAL WARNING RADIASI ELEKTROMAGNETIK dengan BERBASIS TEKNOLOGI
Dari sekian banyak bentuk energi yang ada, energi listriklah yang paling banyak dimanfaatkan manusia. Efek radiasi dari sebuah sumber listrik adalah keterkaitan antara radiasi elektromagnetik Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi ( SUTET ) dengan kesehatan. Salah satu solusi dengan melakukan pemberdayaan masyarakat ( Community Develompment ) pada penduduk dibawah dan di sekitar SUTET dengan terlebih dahulu mengidentifikasi problem serta kebutuhan masyarakat setempat. Menurut UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan, bahwa sehat berarti sejahtera secara fisik, mental, sosial serta produktif secara sosial ekomoni. Manusia dibawah SUTET yang menderita suatu penyakit tidak dapat diklaim semata-mata akibat radiasi elektromagnetik SUTET, melainkan dapat pula oleh kontribusi faktor-faktor fisika, kimia dan biologi yang lain disamping perilaku manusia yang bersangkutan. Satu faktor penting yang harus diperhitungkan secara matang adalah faktor sosial ekonomi dan budaya masyarakat setempat. Tips untuk menekan resiko gelombang elektromagnetik SUTET antara lain : 1. Lengkapi rumah dengan langit-langit atau platfon. Fungsinya untuk mengurangi dampak radiasi elektromagnetik dan melindungi orang dibawahnya dari gelombang elektromagnetik. Dies Natalis UMK ke-30
70
2. Buatkan Grounding terhadap bahan-bahan yang menghantarkan listrik, misalnya atap seng, kawat jemuran, mobil an sepeda motor. Caranya dengan memberi sambungan kabel yang menghubungkan bahan-bahan itu ke tanah agar aliran listrik langsung menuju ke Bumi. 3. Menanam pohon, fungsinya untuk mereduksi gelombang elektromagnetik dan medan listrik. Manajemen berbasis teknologi harus dilibatkan dalam upaya-upaya pencegahan maupun pengendaliannya. 4. REVOLUSI DIGITAL pada INDUSTRI PERBUKUAN dan MEDIA CETAK terhadap PENCEGAHAN PEMANASAN GLOBAL Bagaimana revolusi digital pada industri media cetak serta hubungannya dalam mengurangi pemanasan global? Bagaimana revolusi digital pada industri perbukuan serta hubungannya dalam mengurangi pemanasan global? Revolusi digital sangat diperlukan untuk menyelamatkan hutan dunia. Revolusi digital adalah kontribusi nyata terhadap pencegahan pemanasan global, yaitu dengan cara memanfaatkan internet untuk mengurangi pemakaian kertas. Implementasi revolusi digital pada industri media cetak yaitu dengan internet media cetak bisa diubah dalam bentuk e-paper ( Koran Elektronik ). Sedangkan pada industri perbukuan yaitu membuat buku dalam format e-book ( buku elektronik ). Revolusi Digital Pada Industri Media Cetak Saat ini teknologi informasi sudah semakin maju. Hal ini berimbas pada semakin majunya penggunaan internet. Dengan internet semua manusia di dunia dapat saling berinteraksi dan mendapatkan informasi. Hal ini dapat digunakan industri media cetak untuk mengubah sistem distribusi informasinya. Bila selama ini Dies Natalis UMK ke-30
71
mereka menggunakan media kertas untuk mendistribusikan informasinya yang dikemas dalam bentuk koran, majalah dan lainlain. Dengan internet media cetak dapat mengubah bentuk menjadi epaper. Penggunaan bahan baku kertas tidak diperlukan lagi. Karena epaper medianya dalam bentuk softcopy. Distribusi informasinya melalui jaringan internet yang biayanya lebih murah dibandingkan distribusi konvensional. Dan yang terpenting adalah ribuan kayu hutan dapat diselamatkan setiap harinya dari industri media cetak. Revolusi Digital Pada Industri Perbukuan Dengan semakin berkembangnya software yang berbasis jaringan seperti MRP, Oracle akan semakin mempermudah dan mempercepat jalanya industri. Dan jauh lebih penting bagi keselamatan dunia adalah bahan baku yang semula dari hutan dapat dialihkan dalam bentuk teknologi digital yang ramah lingkungan. Dengan e-book tidak memerlukan kertas, tetapi dapat disimpan dalam media harddisk, CD, dan flsh disk. Dengan begitu dapat menekan biaya produksi hingga 99 % karena e-book adalah mudah untuk di distribusikan dan tidak memerlukan tempat yang besar untuk menyimpannya dan ribuan pohon terselamatkan sehingga dapat mencegah global warning. 5. INDUSTRI PERTAMBANGAN, KERUSAKAN HUTAN dan PEMANASAN GLOBAL “ TRAGEDI PERADABAN MODERN” Global Warming sudah menjadi pembicaraan dunia. Kita harus menyikapinya secara baik. Kalau kita buka areal sekian, kita juga harus menutupnya dengan jumlah sama. Tantangan sekarang adalah bagaiman kita melakukan secara benar terhadap lingkungan tersebut dengan hasil yang real sehingga ada benefit, ada hasil dari pertambangan yang dilakukan. Tantangan lainnya, peningkatan Dies Natalis UMK ke-30
72
ekonomi masyarakat. Kalau ekonomi masyarakat digerakan, daya beli naik, kehidupan masyarakat juga akan lebih baik. Jadi tantangan sekarang adalah bagaiman kita melakukan secara benar terhadap lingkungan tersebut dengan hasil yang real sehingga ada benefit, ada hasil dari pertambangan yang dilakukan. Istilahnya kalau yang rusak 100, yang diperbaiki baru 70. Yang sisanya 30, marilah kita bersamasama mengejar 30 yang tersisa tersebut. Selain kerusakan hutan Indonesia yang tahun 2008 tercatat pada rekor dunia ”Guinnes Record Of Book‖ sebagai negara tercepat yang rusak hutannya. Upaya untuk menyelamatkan hutan di Indonesia dari kerusakan, baik yang disengaja seperti illegal logging (pembalakan liar), pertambangan, industry kayu, pembukaan area perkebunan maupun yang tidak disengaja misalnya kebakaran hutan, tentu haruslah dicari akar masalahnya. Karena tanpa kita ketahui akar masalah dari kerusakan hutan, segala tindakan dalam rangka penyelamatan hutan dan kelestarian alam tidak akan efektif. Hal tersebut akibat dari kurang kesadaran dari seluruh lapisan di Negara Indonesia. Berlakunya UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009 mengharuskan laporan izin KP, lokasi, kandungan, dan luasan agar wilayah pertambangan (WP) segera diselesaikan pemerintah pusat, berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Informasi WP, wilayah pertambangan negara (WPN), dan wilayah pertambangan rakyat harus secepatnya keluar sebagai masukan dalam tata ruang nasional. Pola lelang menjadi transparan. Di sini, good governance akan terwujud. Akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi masyarakat menjadi tiga prinsip penting. Ini lebih akan mempertegas untuk menilai legalitas suatu tambang sehingga tak ada lagi kompromi dan tawar menawar dalam urusan IUP. Akhirnya, dengan berkurangnya dampak kerusakan lingkungan, tujuan konservasi akan tercapai, kepentingan nasional dalam mencadangkan komoditas yang bernilai vital dan strategis dapat dikendalikan, khususnya untuk memenuhi kepentingan kebutuhan Dies Natalis UMK ke-30
73
nasional, selain tentunya kepentingan politis atas WPN yang berada di wilayah perbatasan negara. Industri Pertambangan Bila berbicara masalah pertambangan Indonesia, tentu yang terlintas pada pikiran kita adalah tambang Grasberg (ambang emas) terbesar di dunia dan tambang tembaga ketiga terbesar di dunia. Tambang ini terletak di provinsi Papua di Indonesia dekat latitude 4,053 dan longitude 137,116, dan dimiliki oleh Freeport yang berbasis di AS. Biaya membangun tambang di atas gunung sebesar 3 milyar dolar AS. Pada 2004, tambang ini diperkirakan memiliki cadangan 46 juta ons emas. Namun, bangsa Indonesia belum bisa di bilang berprestasi. Kita hanya mendapat 15% dari seluruh keuntungan tembaga Grasberg memalui pajak dan 2% untuk masyarakat dan rehabilitasi alam (hutan) Papua. Justru kerusakan hutan dan ekosistem yang dampaknya sangat besar terhadap kelangsungan hidup da iklim masyarakat Papua, Negara Indonesia bahkan dunia. Kerusakan Hutan Masalah hutan di wilayah Indonesia sudah sangat memprihatinkan, namun Indonesia adalah negara agraris yang sangat maju dalam bidang pemeliharaan kelestarian alam. Ironisnya masih ada saja kecolongan akibat penebangan hutan secara liar. Kondisi sosial ekonomi sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini masih dalam tahap memikirkan untuk kelangsungan hidup hari ini saja. Sehingga menuju pola pikir sepuluh tahun atau bahkan tiga puluh tahun kedepan bagi kelangsungan hidup atau bahkan anak cucu, belumlah sampai ketahap itu. Menurut temuan Intergovermental Panel and Climate Change ( IPCC ). Sebuah lembaga panel internasional yang beranggotakan lebih dari 100 negara di seluruh dunia. Sebuah lembaga dibawah PBB, tetapi kuasanya melebihi PBB. Menyatakan pada tahun 2005 terjadi Dies Natalis UMK ke-30
74
peningkatan suhu di dunia 0,6-0,70 sedangkan di Asia lebih tinggi, yaitu 10. selanjutnya adalah ketersediaan air di negeri-negeri tropis berkurang 10-30 persen dan melelehnya Gleser (gunung es) di Himalaya dan Kutub Selatan. Secara general yang juga dirasakan oleh seluruh dunia saat ini adalah makin panjangnya musim panas dan makin pendeknya musim hujan, selain itu makin maraknya badai dan banjir di kota-kota besar (el Nino) di seluruh dunia. Serta meningkatnya cuaca secara ekstrem, yang tentunya sangat dirasakan di negara-negara tropis. Jika ini kita kaitkan dengan wilayah Indonesia tentu sangat terasa, begitu juga dengan kota-kota yang dulunya dikenal sejuk dan dingin makin hari makin panas saja. Contohnya di Jawa Timur bisa kita rasakan adalah Kota Malang, Kota Batu, Kawasan Prigen Pasuruan di Lereng Gunung Welirang dan sekitarnya, juga kawasan kaki Gunung Semeru. Atau kota-kota lain seperti Bogor Jawa Barat, Ruteng Nusa Tenggara, adalah daerah yang dulunya dikenal dingin tetapi sekarang tidak lagi. Hubungan Industri Pertambangan, Kerusakan Hutan, Pemanasan Global dan Peradaban Modern Apakah industri pertambangan dan kerusakan hutan adalah penyebab pemanasan global ? Apa pengaruhnya terhadap peradaban modern ? a. Biasanya aktivitas pertambangan identik dengan penggundulan hutan suatu kawasan. Proses ini sudah barang tentu akan mempengurangi hutan atau tanaman yang ada. Kecuali pertambangan di padang pasir (gurun) atau di alaska kutub selatan atau utara, tidak terlalu signifikan. Kalau hutan berkurang maka penyerapan gas CO2 juga turut berkurang. b. Aktivitas pertambangan biasanya memakai mesin-mesin berat yang menggunakan bahan bakar fosil, otomatis mesin ini akan mengeluarkan gas emisi CO2, SOx dan NOx. Dies Natalis UMK ke-30
75
c. Aktivitas pertambangan yang menggali tanah (misalnya tambang emas, tembaga, dan logam yang lain, akan dihasilkan efek samping dari penggalian ini berupa gas metan ( CH4 ), maka pada awalnya gas ini disebut gas tambang.
6. DAMPAK GOBAL WARMING TERHADAP KONDISI BIOGEOFISIK DAN SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT Pemanasan global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan bio-geofisik (seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut, perluasan gurun pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit, dsb). Sedangkan dampak bagi aktivitas sosialekonomi masyarakat meliputi : (a) gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota pantai, (b) gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana seperti jaringan jalan, pelabuhan dan bandara (c) gangguan terhadap permukiman penduduk, (d) pengurangan produktivitas lahan pertanian, (e) peningkatan resiko kanker dan wabah penyakit, dsb). Dalam makalah ini, fokus diberikan pada antisipasi terhadap dua dampak pemanasan global, yakni : kenaikan muka air laut (sea level rise) dan banjir.
Dies Natalis UMK ke-30
76
Dampak Kenaikan Permukaan Air Laut dan Banjir terhadap Kondisi Lingkungan Bio-geofisik dan Sosial-Ekonomi Masyarakat. Kenaikan muka air laut secara umum akan mengakibatkan dampak sebagai berikut : (a) meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir, (b) perubahan arus laut dan meluasnya kerusakan mangrove, (c) meluasnya intrusi air laut, (d) ancaman terhadap kegiatan sosial-ekonomi masyarakat pesisir, dan (e) berkurangnya luas daratan atau hilangnya pulau-pulau kecil. Meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir disebabkan oleh terjadinya pola hujan yang acak dan musim hujan yang pendek sementara curah hujan sangat tinggi (kejadian ekstrim). Kemungkinan lainnya adalah akibat terjadinya efek backwater dari wilayah pesisir ke darat. Frekuensi dan intensitas banjir diprediksikan terjadi 9 kali lebih besar pada dekade mendatang dimana 80% peningkatan banjir tersebut terjadi di Asia Selatan dan Tenggara (termasuk Indonesia) dengan luas genangan banjir mencapai 2 juta mil persegi. Peningkatan volume air pada kawasan pesisir akan memberikan efek akumulatif apabila kenaikan muka air laut serta peningkatan frekuensi dan intensitas hujan terjadi dalam kurun waktu yang bersamaan. Kenaikan muka air laut selain mengakibatkan perubahan arus laut pada wilayah pesisir juga mengakibatkan rusaknya ekosistem mangrove, yang pada saat ini saja kondisinya sudah sangat mengkhawatirkan. Luas hutan mangrove di Indonesia terus mengalami penurunan dari 5.209.543 ha (1982) menurun menjadi 3.235.700 ha (1987) dan menurun lagi hingga 2.496.185 ha (1993). Dalam kurun waktu 10 tahun (1982-1993), telah terjadi penurunan hutan mangrove ± 50% dari total luasan semula. Apabila keberadaan mangrove tidak dapat dipertahankan lagi, maka : abrasi pantai akan Dies Natalis UMK ke-30
77
kerap terjadi karena tidak adanya penahan gelombang, pencemaran dari sungai ke laut akan meningkat karena tidak adanya filter polutan, dan zona budidaya aquaculture pun akan terancam dengan sendirinya. Meluasnya intrusi air laut selain diakibatkan oleh terjadinya kenaikan muka air laut juga dipicu oleh terjadinya land subsidence akibat penghisapan air tanah secara berlebihan. Sebagai contoh, diperkirakan pada periode antara 2050 hingga 2070, maka intrusi air laut akan mencakup 50% dari luas wilayah Jakarta Utara. Gangguan terhadap kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang terjadi diantaranya adalah : (a) Gangguan terhadap jaringan jalan lintas dan kereta api di Pantura Jawa dan Timur-Selatan Sumatera. (b) Genangan terhadap permukiman penduduk pada kota-kota pesisir yang berada pada wilayah Pantura Jawa, Sumatera bagian Timur, Kalimantan bagian Selatan, Sulawesi bagian Barat Daya, dan beberapa spot pesisir di Papua. (c) Hilangnya lahan-lahan budidaya seperti sawah, payau, kolam ikan, dan mangrove seluas 3,4 juta hektar atau setara dengan US$ 11,307 juta ; gambaran ini bahkan menjadi lebih ‗buram‘ apabila dikaitkan dengan keberadaan sentra-sentra produksi pangan yang hanya berkisar 4 % saja dari keseluruhan luas wilayah nasional, dan (d) Penurunan produktivitas lahan pada sentra-sentra pangan, seperti di DAS Citarum, Brantas, dan Saddang yang sangat krusial bagi kelangsungan swasembada pangan di Indonesia. Terancam berkurangnya luasan kawasan pesisir dan bahkan hilangnya pulau-pulau kecil yang dapat mencapai angka 2000 hingga 4000 pulau, tergantung dari kenaikan muka air laut yang terjadi. Dengan asumsi kemunduran garis pantai sejauh 25 meter, pada akhir abad 2100 lahan pesisir yang hilang mencapai 202.500 ha. Dies Natalis UMK ke-30
78
Bagi Indonesia, dampak kenaikan muka air laut dan banjir lebih diperparah dengan pengurangan luas hutan tropis yang cukup signifikan, baik akibat kebakaran maupun akibat penggundulan. Data yang dihimpun dari The Georgetown – International Environmental Law Review (1999) menunjukkan bahwa pada kurun waktu 1997 – 1998 saja tidak kurang dari 1,7 juta hektar hutan terbakar di Sumatra dan Kalimantan akibat pengaruh El Nino. Bahkan WWF (2000) menyebutkan angka yang lebih besar, yakni antara 2 hingga 3,5 juta hektar pada periode yang sama. Apabila tidak diambil langkahlangkah yang tepat maka kerusakan hutan – khususnya yang berfungsi lindung – akan menyebabkan run-off yang besar pada kawasan hulu, meningkatkan resiko pendangkalan dan banjir pada wilayah hilir , serta memperluas kelangkaan air bersih pada jangka panjang.
7. ANTISIPASI DAMPAK GOBAL WARMING, MAKROSTRATEGIS dan MIKRO-PERASIONAL Dengan memperhatikan dampak pemanasan global yang memiliki skala nasional dan dimensi waktu yang berjangka panjang, maka keberadaan RTRWN menjadi sangat penting. Secara garis besar RTRWN yang telah ditetapkan aspek legalitasnya melalui PP No.47/1997 sebagai penjabaran pasal 20 dari UU No.24/1992 tentang Penataan Ruang memuat arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang negara yang memperlihatkan adanya pola dan struktur wilayah nasional yang ingin dicapai pada masa yang akan datang. Antisipasi Dampak Kenaikan Muka Air Laut dan Banjir melalui Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Dengan memperhatikan dampak pemanasan global yang memiliki skala nasional dan dimensi waktu yang berjangka panjang, maka keberadaan RTRWN menjadi sangat penting. Secara garis besar RTRWN yang telah ditetapkan aspek legalitasnya melalui PP Dies Natalis UMK ke-30
79
No.47/1997 sebagai penjabaran pasal 20 dari UU No.24/1992 tentang Penataan Ruang memuat arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang negara yang memperlihatkan adanya pola dan struktur wilayah nasional yang ingin dicapai pada masa yang akan datang. Pola pemanfaatan ruang wilayah nasional memuat: (a) Arahan kebijakan dan kriteria pengelolaan kawasan lindung (termasuk kawasan rawan bencana seperti kawasan rawan gelombang pasang dan banjir) ; dan (b) Arahan kebijakan dan kriteria pengelolaan kawasan budidaya (hutan produksi, pertanian, pertambangan, pariwisata, permukiman, dsb). Sementara struktur pemanfaatan ruang wilayah nasional mencakup: (a) Arahan pengembangan sistem permukiman nasional dan (b) Arahan pengembangan sistem prasarana wilayah nasional (seperti jaringan transportasi, kelistrikan, sumber daya air, dan air baku). Sesuai dengan dinamika pembangunan dan lingkungan strategis yang terus berubah, maka dirasakan adanya kebutuhan untuk mengkajiulang (review) materi pengaturan RTRWN (PP 47/1997) agar senantiasa dapat merespons isu-isu dan tuntutan pengembangan wilayah nasional ke depan. (mohon periksa Tabel 3 pada Lampiran). Oleh karenanya, pada saat ini Pemerintah tengah mengkajiulang RTRWN yang diselenggarakan dengan memperhatikan perubahan lingkungan strategis ataupun paradigma baru sebagai berikut : globalisasi ekonomi dan implikasinya, otonomi daerah dan implikasinya, penanganan kawasan perbatasan antar negara dan sinkronisasinya, pengembangan kemaritiman/sumber daya kelautan, pengembangan kawasan tertinggal untuk pengentasan kemiskinan dan krisis ekonomi, daur ulang hidrologi, Dies Natalis UMK ke-30
80
penanganan land subsidence, pemanfaatan jalur ALKI untuk prosperity dan security, serta pemanasan global dan berbagai dampaknya.
Dengan demikian, maka aspek kenaikan muka air laut dan banjir seyogyanya akan menjadi salah satu masukan yang signifikan bagi kebijakan dan strategi pengembangan wilayah nasional yang termuat didalam RTRWN khususnya bagi pengembangan kawasan pesisir mengingat : (a) besarnya konsentrasi penduduk yang menghuni kawasan pesisir khususnya pada kota-kota pantai, (b) besarnya potensi ekonomi yang dimiliki kawasan pesisir, (c) pemanfaatan ruang wilayah pesisir yang belum mencerminkan adanya sinergi antara kepentingan ekonomi dengan lingkungan, (d) tingginya konflik pemanfaatan ruang lintas sektor dan lintas wilayah, serta (e) belum terciptanya keterkaitan fungsional antara kawasan hulu dan hilir, yang cenderung merugikan kawasan pesisir. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh ADB (1994), maka dampak kenaikan muka air laut dan banjir diperkirakan akan memberikan gangguan yang serius terhadap wilayah-wilayah seperti : Pantura Jawa, Sumatera bagian Timur, Kalimantan bagian Selatan, Sulawesi bagian Barat Daya, dan beberapa spot pada pesisir Barat Papua Untuk kawasan budidaya, maka perhatian yang lebih besar perlu diberikan untuk kota-kota pantai yang memiliki peran strategis bagi kawasan pesisir, yakni sebagai pusat pertumbuhan kawasan yang memberikan pelayanan ekonomi, sosial, dan pemerintahan bagi kawasan tersebut. Kota-kota pantai yang diperkirakan mengalami ancaman dari kenaikan muka air laut diantaranya adalah Lhokseumawe, Belawan, Bagansiapi-api, Batam, Kalianda, Jakarta, Tegal, Semarang, Surabaya, Singkawang, Ketapang, Makassar, ParePare, Sinjai. Kawasan-kawasan fungsional yang perlu mendapatkan Dies Natalis UMK ke-30
81
perhatian terkait dengan kenaikan muka air laut dan banjir meliputi 29 kawasan andalan, 11 kawasan tertentu, dan 19 kawasan tertinggal. Perhatian khusus perlu diberikan dalam pengembangan arahan kebijakan dan kriteria pengelolaan prasarana wilayah yang penting artinya bagi pengembangan perekonomian nasional, namun memiliki kerentanan terhadap dampak kenaikan muka air laut dan banjir, seperti: Sebagian ruas-ruas jalan Lintas Timur Sumatera (dari Lhokseumawe hingga Bandar Lampung sepanjang ± 1600 km) dan sebagian jalan Lintas Pantura Jawa (dari Jakarta hingga Surabaya sepanjang ± 900 km) serta sebagian Lintas Tengah Sulawesi (dari Pare-pare, Makassar hingga Bulukumba sepanjang ± 250 km). Beberapa pelabuhan strategis nasional, seperti Belawan (Medan), Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung Mas (Semarang), Pontianak, Tanjung Perak (Surabaya), serta pelabuhan Makassar. Jaringan irigasi pada wilayah sentra pangan seperti Pantura Jawa, Sumatera bagian Timur dan Sulawesi bagian Selatan. Beberapa Bandara strategis seperti Medan, Jakarta, Surabaya, Denpasar, Makassar, dan Semarang. Untuk kawasan lindung pada RTRWN, maka arahan kebijakan dan kriteria pola pengelolaan kawasan rawan bencana alam, suaka alam-margasatwa, pelestarian alam, dan kawasan perlindungan setempat (sempadan pantai, dan sungai) perlu dirumuskan untuk dapat mengantisipasi berbagai kerusakan lingkungan yang mungkin terjadi. Antisipasi Dampak Kenaikan Muka Air Laut Dan Banjir Yang Bersifat Mikro-Operasional Selain antisipasi yang bersifat makro-strategis diatas, diperlukan pula antisipasi dampak kenaikan muka air laut dan banjir yang bersifat mikro-operasional. Pada tataran mikro, maka pengembangan kawasan budidaya pada kawasan pesisir selayaknya dilakukan dengan Dies Natalis UMK ke-30
82
mempertimbangkan beberapa alternatif yang direkomendasikan oleh IPCC (1990) sebagai berikut : Relokasi ; Alternatif ini dikembangkan apabila dampak ekonomi dan lingkungan akibat kenaikan muka air laut dan banjir sangat besar sehingga kawasan budidaya perlu dialihkan lebih menjauh dari garis pantai. Dalam kondisi ekstrim, bahkan, perlu dipertimbangkan untuk menghindari sama sekali kawasankawasan yang memiliki kerentanan sangat tinggi. Akomodasi Alternatif ini bersifat penyesuaian terhadap perubahan alam atau resiko dampak yang mungkin terjadi seperti reklamasi, peninggian bangunan atau perubahan agriculture menjadi budidaya air payau (aquaculture) ; area-area yang tergenangi tidak terhindarkan, namun diharapkan tidak menimbulkan ancaman yang serius bagi keselamatan jiwa, asset dan aktivitas sosial-ekonomi serta lingkungan sekitar. Proteksi Alternatif ini memiliki dua kemungkinan, yakni yang bersifat hard structure seperti pembangunan penahan gelombang (breakwater) atau tanggul banjir (seawalls) dan yang bersifat soft structure seperti revegetasi mangrove atau penimbunan pasir (beach nourishment). Walaupun cenderung defensif terhadap perubahan alam, alternatif ini perlu dilakukan secara hati-hati dengan tetap mempertimbangkan proses alam yang terjadi sesuai dengan prinsip ―working with nature‖. Sedangkan untuk kawasan lindung, prioritas penanganan perlu diberikan untuk sempadan pantai, sempadan sungai, mangrove, terumbu karang, suaka alam margasatwa/cagar alam/habitat florafauna, dan kawasan-kawasan yang sensitif secara ekologis atau memiliki kerentanan tinggi terhadap perubahan alam atau kawasan Dies Natalis UMK ke-30
83
yang bermasalah. Untuk pulau-pulau kecil maka perlindungan perlu diberikan untuk pulau-pulau yang memiliki fungsi khusus, seperti tempat transit fauna, habitat flora dan fauna langka/dilindungi, kepentingan hankam, dan sebagainya. Agar prinsip keterpaduan pengelolaan pembangunan kawasan pesisir benar-benar dapat diwujudkan, maka pelestarian kawasan lindung pada bagian hulu – khususnya hutan tropis - perlu pula mendapatkan perhatian. Hal ini penting agar laju pemanasan global dapat dikurangi, sekaligus mengurangi peningkatan skala dampak pada kawasan pesisir yang berada di kawasan hilir.
8. KEBIJAKAN PENATAAN RUANG-ANTISIPASI GLOBAL WARMING Dalam kerangka kebijakan penataan ruang, maka RTRWN merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dapat dimanfaatkan untuk dampak pemanasan global terhadap kawasan pesisir dan pulaupulau kecil. Namun demikian, selain penyiapan RTRWN ditempuh pula kebijakan untuk revitalisasi dan operasionalisasi rencana tata ruang yang berorientasi kepada pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dengan tingkat kedalaman yang lebih rinci. Kebutuhan Intervensi Kebijakan Penataan Ruang dalam rangka Mengantisipasi Dampak Pemanasan Global terhadap Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Intervensi kebijakan penataan ruang pada dasarnya ditempuh untuk memenuhi tujuan-tujuan berikut : Mewujudkan pembangunan berkelanjutan pada kawasan pesisir, termasuk kota-kota pantai dengan segenap penghuni dan kelengkapannya (prasarana dan sarana) sehingga fungsi-fungsi Dies Natalis UMK ke-30
84
kawasan dan kota sebagai sumber pangan (source of nourishment) dapat tetap berlangsung. Mengurangi kerentanan (vulnerability) dari kawasan pesisir dan para pemukimnya (inhabitants) dari ancaman kenaikan muka air laut, banjir, abrasi, dan ancaman alam (natural hazards) lainnya. Mempertahankan berlangsungnya proses ekologis esensial sebagai sistem pendukung kehidupan dan keanekaragaman hayati pada wilayah pesisir agar tetap lestari yang dicapai melalui keterpaduan pengelolaan sumber daya alam dari hulu hingga ke hilir (integrated coastal zone management). Untuk mendukung tercapainya upaya revitalisasi dan operasionalisasi rencana tata ruang, maka diperlukan dukungandukungan, seperti : (a) penyiapan Pedoman dan Norma, Standar, Prosedur dan Manual (NSPM) untuk percepatan desentralisasi bidang penataan ruang ke daerah - khususnya untuk penataan ruang dan pengelolaan sumber daya kawasan pesisir/tepi air; (b) peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia serta pemantapan format dan mekanisme kelembagaan penataan ruang, (c) sosialisasi produk-produk penataan ruang kepada masyarakat melalui public awareness campaig, (d) penyiapan dukungan sistem informasi dan database pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang memadai, serta (e) penyiapan peta-peta yang dapat digunakan sebagai alat mewujudkan keterpaduan pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-kecil sekaligus menghindari terjadinya konflik lintas batas.
Supaya dapat mengelola pembangunan kawasan pesisir secara efisien dan efektif, diperlukan strategi pendayagunaan penataan ruang yang senada dengan semangat otonomi daerah yang disusun dengan memperhatikan faktor-faktor berikut : Keterpaduan yang bersifat lintas sektoral dan lintas wilayah dalam konteks pengembangan kawasan pesisir sehingga tercipta Dies Natalis UMK ke-30
85
konsistensi pengelolaan pembangunan sektor dan wilayah terhadap rencana tata ruang kawasan pesisir. Pendekatan bottom-up atau mengedepankan peran masyarakat (participatory planning process) dalam pelaksanaan pembangunan kawasan pesisir yang transparan dan accountable agar lebih akomodatif terhadap berbagai masukan dan aspirasi seluruh stakeholders dalam pelaksanaan pembangunan. Kerjasama antar wilayah (antar propinsi, kabupaten maupun kotakota pantai, antara kawasan perkotaan dengan perdesaan, serta antara kawasan hulu dan hilir) sehingga tercipta sinergi pembangunan kawasan pesisir dengan memperhatikan inisiatif, potensi dan keunggulan lokal, sekaligus reduksi potensi konflik lintas wilayah Penegakan hukum yang konsisten dan konsekuen – baik PP, Keppres, maupun Perda - untuk menghindari kepentingan sepihak dan untuk terlaksananya role sharing yang ‗seimbang‘ antar unsur-unsur stakeholders.
KESIMPULAN Pemanasan global ternyata telah memaksa semua bidang industri untuk berpikir keras untuk mengusahakan penanganannya, tanpa terkecuali bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi ( TIK ). Lembaga pendidikan sebagian besar sudah menggunakan komputer ( Computer Literacy ) bahkan internet dalam menunjang kegiatan belajar mengajar dan pelaksanan pekerjaan, yang dituntut untuk ikut berpartisipasi menanggulangi efek Global Warming. Penciptaan teknologi yang ramah lingkungan untuk berbagai produk mulai dari alat transportasi hingga berbagai perlengkapan elektronik dan komputer yang ramah lingkungan menjadi tugas bidang Dies Natalis UMK ke-30
86
teknologi. Untuk itu diperlukan ‖Green Technology‖ yaitu pengunaan teknologi yang ramah lingkungan, baik produk yang hemat energi, terbuat dari bahan bebas polusi atau bisa didaur ulang, maupun produk dengan tenaga dari sumber daya alam. Teknologi ramah lingkungan sebenarnya tidak semata diukur dari tingkat emisi gas buang yang dihasilkan, namun juga banyaknya konsumsi energi yang dibutuhkan dalam suatu proses industri, karena energi ini umumnya juga didapatkan dari alam baik dalam bentuk energi mineral maupun non mineral. Pemanasan global mengakibatkan berbagai dampak terhadap lingkungan. Selain dampak yang luas dan serius bagi lingkungan biogeofisik (seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut, perluasan gurun pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit, dsb) juga mengakibatkan dampak bagi aktivitas sosial-ekonomi masyarakat. Dengan memperhatikan baerbagai dampak yang diakibatkan oleh pemanasan global ini, diperlukan berbagai macam antisipasi baikyang bersifat makro-strategis, maupun yang bersifat mikro-operasional. Daftar Pustaka Anies, 2004, Pengaruh Pajanan Medan Elektromagnetik Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi ( SUTET ) 500 KV terhadap kesehatan penduduk dibawahnya. UNJ. Depdiknas, 2006, Gambaran Umum Keadaan Pendidikan, Jakarta. Hansen, James, Climatic Change: Understanding Global Warming. One World: The Health & Survival of the Human Species in the 21st Century. Health Press. Lester R.Brown, dkk. 1995. Masa Depan Bumi, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia Dies Natalis UMK ke-30
87
Priyanto, 2008, Green Computing : Solusi IT Ramah Lingkungan, Bina Pustaka Jakarta. Pusat Litbang Pemukiman, 2006, Emisi CO2 dari Konsumsi Energi Domestik. Jakarta. Stocker, Thomas F.; et al.. Climate Change 2001: The Scientific Basis. Contribution of Working Group I to the Third Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change. Intergovernmental Panel on Climate Change. WWF, 2009. Tanya Jawab Pemanasan Global dan Perubahan Iklim. , Harian Suara Merdeka, Minggu 2 Mei 2010 WebSite : http://www.depdiknas.go.id http://www.wwf.or.id http://www.majalahtambang.com
Dies Natalis UMK ke-30
88
BAB 5 PENGERTIAN GREEN CONSUMER OLEH : Mochamad Edris
Green consumer adalah istilah bagi pelanggan yang mencari produk yang tidak menyakiti apa dan siapa pun, serta tidak merusak apapun. Walaupun menurut Kardash semua konsumen akan menjadi green consumer apabila dihadapkan oleh pemilihan dua produk yang sama dalam segala aspek, kecuali produk yang satu merupakan produk yang ramah lingkungan, sementara yang lainnya tidak, maka konsumen tersebut akan memilih produk yang ramah lingkungan. Sehingga menurut Kardash lagi yang dapat membedakan antara green consumer dengan yang bukan green consumer, terletak dalam perilaku pembelian produk tersebut, apakah konsumen tersebut bersedia membayar lebih untuk suatu produk yang ramah lingkungan, apakah konsumen tersebut bersedia untuk mencari produk-produk ramah lingkungan, dll. Perilaku dari seorang green consumer termotivasi oleh keinginan untuk mengendalikan dunia yang ia lihat semakin mengandung resiko, sebagaimana dikatakan oleh Jacquelyn Ottman: "Green consumers are motivated by desire to control a world they see as increasingly risky". Hal ini yang membuat seorang green consumers tidak hanya memandang dunia sebagai tempat mereka hidup tapi juga rumah bagi keturunan mereka. Sehingga seorang green consumer menolak produk yang dapat membahayakan kesehatan dari konsumen itu sendiri atau orang lain, secara signifikan dapat merusak lingkungan baik saat produk tersebut diproduksi, digunakan, atau dibuang, menggunakan banyak sumberdaya alam saat diproduksi, digunakan atau dibuang, membuat sampah karena overpacking, menggunakan binatang sebagai bahan Dies Natalis UMK ke-30
89
mentah, dan terlibat dalam eksploitasi terhadap binatang, seperti yang dikemukakan oleh dengan Elkington and Hiles. Seorang green consumer dalam melakukan proses pembelian untuk suatu green products memiliki kebutuhan-kebutuhan tersendiri yaitu kebutuhan akan informasi mengenai bagaimana mengindentifikasi green products dan di mana dia dapat mencarinya, dia juga membutuhkan kontrol yaitu bagaimana produk tersebut dibuat, dari penyediaan barang mentah, produksi, pengepakan, distribusi, pemasaran, penggunaan, after use, dan manufaktur, hal itu akan diawasi dan diperhatikan olehnya, kemudian dia membutuhkan perubahan akan lingkungan di mana dia tidak segan-segan mengganti produk yang biasa dia konsumsi apabila dirasa produk tersebut merusak lingkungan, terakhir mereka perlu mempertahankan gaya hidupnya dia bahkan bersedia untuk membayar lebih apabila dirasakan produk tersebut aman bagi lingkungan. Selain itu terdapat beberapa hal yang menjadi pertimbangan seorang konsumen dalam membeli green products, antara lain: • Price atau harga, karena seringkali produk-produk ramah lingkungan memiliki harga yang lebih mahal daripada less-green product. • Performance atau kinerja beberapa produk-produk ramah lingkungan seperti produk-produk pembersih yang tidak menggunakan bahanbahan kimia kurang memberikan hasil yang baik dibanding dengan produk sejenis namun memakai bahanbahan kimia. • Convenience atau kenyamanan, produk-produk seperti makanan kaleng, makanan beku, memberikan kemudahan bagi konsumen untuk mengkonsumsinya. Banyak produk-produk ramah lingkungan tidak memberikan kemudahan seperti ini. • Health and Safety atau kesehatan dan keselamatan, secara umum produk-produk ramah lingkungan dibuat untuk menjaga kesehatan dan keselamatan manusia. Dies Natalis UMK ke-30
90
• Availability atau ketersediaan, keterbatasan jumlah dan produkproduk ramah lingkungan dapat menyebabkan konsumen mencari subsitusi lainnya. Mungkin ada banyak pembeli green products, tapi bukan berarti mereka dapat digolongkan sebagai seorang green consumer, menurut J. Button ada beberapa alasan yang dapat membuktikan apakah suatu individu termasuk green consumer atau bukan, antara lain alasan yang menyebabkan permintaan seorang individu terhadap green products. Suatu permintaan terhadap green products dapat merefleksikan suatu ketertarikan jangka panjang akan penyelamatan lingkungan, kepedulian akan generasi yang akan datang atau dapat juga hanya keinginan untuk mencoba sesuatu yang baru atau yang sedang trend, selain itu juga dapat dibuktikan dari seberapa dalam ketertarikan mereka terhadap green products, seberapa jauh aktivitas mereka mencari green products, seberapa sering mereka bertindak sebagai green consumer, seberapa jauh mereka dapat menerima kenaikan harga atau penurunan performance dari green products, kesetiaan mereka terhadap green products, dan kepercayaan mereka terhadap kredibilitas dari green products. Green konsumen secara definisi, sangat tulus dalam niat mereka. Sebanyak yang mereka mau lakukan hari ini, sebagai pengetahuan dan komitmen, mereka menjadi lebih sadar apa lagi yang bisa mereka lakukan. Kesenjangan antara apa yang mereka rasa, apa yang mereka lakukan sekarang dan apa yang akan mereka lakukan membuat mereka merasa bersalah dan kadang-kadang defensif. Pembelian green product dan mengambil langkah-langkah di rumah, memberikan lingkungan yang bersangkutan, faktor psikis konsumen membantu mereka menyelaraskan keyakinan dengan tindakan. Misalnya, bukti yang bersifat anekdot menunjukkan bahwa konsumen merasa positif diperkuat oleh daur ulang (biasanya salah satu langkah pertama mereka ke jalan menuju hijau). Sekali terlibat, mereka mulai bertanya, "Apa lagi yang bisa saya lakukan?" Yang cukup tinggi tingkat daur ulang yang sekarang terjadi, Dies Natalis UMK ke-30
91
dapat menyediakan satu penjelasan untuk kembali saat ini dalam pembelian green product. 1. Kebutuhan Informasi Konsumen berangkat ke supermarket dan toko makanan kesehatan untuk mencari barang yang lebih ramah lingkungan perlu tahu bagaimana untuk memberitahu "green" dari produk yang akan mereka simpan atau katalog untuk menemukan green product, dan bagaimana untuk menemukan produk dan paket-paket yang dapat didaur ulang dalam komunitas mereka. Hal ini sulit untuk dilakukan oleh konsumen. Produk lingkungan yang lebih baik, seperti baterai alkaline bebas merkuri atau handuk kertas daur ulang yang terbuat dari konten yang seringkali dibedakan dari produk yang lain. Beberapa green product dengan yang bukan green product terkadang hanya memiliki perbedaan dalam jumlahnya namun jumlah green product terkadang terbatas dan seringkali terletak di toko-toko makanan kesehatan dan katalog surat langsung yang diluar jangkauan pembeli utama. Alternatif seperti produk pembersih seperti baking soda dan cuka putih sangat mudah ditemukan di supermarket namun tidak diberi label sebagai "green". Produk yang merupakan teknologi baru dan asing terus-menerus diluncurkan ke rak-rak supermarket. Pemahaman konsumen atas isuisu lingkungan yang berkembang, tetapi terus menjadi rendah, hanya 8 persen dari konsumen mengaku tahu banyak tentang isu-isu lingkungan tersebut. Jadi, bahkan lingkungan yang paling diminati konsumen perlu dididik tentang mengapa beberapa jenis produk yang mewakili ―kurang merugikan lingkungan‖ daripada yang lain. Memberikan informasi dan pendidikan masih merupakan peluang terbesar untuk memperluas pasar ke konsumen utama. Informasi yang ditujukan untuk mengisi kesenjangan pengetahuan konsumen sekarang banyak disuplai. Sumber termasuk produsen, Dies Natalis UMK ke-30
92
pengemasan, iklan, media konsumen, termasuk beberapa situs belanja hijau di World Wide Web, dan pers lingkungan khusus terdiri dari majalah yang berorientasi-konsumen, serta kelompok advokasi seperti publikasi sebagai Sierra, Audubon, Worldwatch, dan Amicus Journal. Meskipun banyak informasi lebih konsisten dan kurang membingungkan dari akhir 1980-an. Perusahaan mitra, sebuah profesi label, klaim, dan gambar pada produk dan kemasan, serta berita dari media yang tidak konsisten, sering membingungkan dan menggagalkan konsumen yang baru saja mencoba mulai untuk memberikan green product yang lain. 2.
Perlu Menjaga Gaya Hidup Walaupun sejumlah kecil konsumen sangat berkomitmen akan mengorbankan atas nama altruisme, sebagian besar konsumen, dimengerti, masih belum siap untuk menyerah didambakan seperti atribut produk seperti kinerja, kualitas, kenyamanan, atau harga. Kemanjuran produk terus kuat pengaruh keputusan pembelian konsumen. Sebagai green marketer terlalu banyak belajar dengan cara yang keras, produk yang lebih ramah lingkungan masih perlu bekerja, dan mereka masih harus menentukan harga kompetitif atau manfaat utama proyek unggulan untuk menarik pasar yang luas. Untuk perempuan yang bekerja pada - dan ibu yang bekerja pada khususnya - jangka pendek, perhatian segera seperti melewati hari sering mendahului tujuan lingkungan jangka panjang dan lebih jauh. Greened-up versi produk utama seperti deterjen cuci superterkonsentrasi tersedia di supermarket lokal memenuhi kebutuhan mereka dan menjual serta hasilnya. Konsumen menginginkan produk yang mereka beli harus disampaikan dengan cara yang aman, sanitasi, dan menarik. Keinginan mereka untuk membeli produk dengan kemasan yang memiliki sedikit konflik dengan kebutuhan mereka yang lebih besar untuk keselamatan (misalnya, tutup tamperproof) dan kenyamanan (misalnya makanan microwave).
Dies Natalis UMK ke-30
93
Hal ini berlangsung secara pelan-pelan berubah, terutama disebabkan sebagian upaya pendidikan pada bagian petani organik serta metode distribusi yang lebih efektif. Sedikit konsumen sekarang harus memilih antara apel organik tumbuh dengan penampilan yang tidak konsisten dan sempurna dengan apel tampak matang dengan agen kimia. Perlawanan untuk membayar premi tidak akan hilang dalam waktu dekat. Banyak konsumen yang benar-benar tidak mampu membayar ekstra untuk setiap jenis green product atau tidak; konsumen saat ini sangat dimanjakan dengan strategi harga rendah dan diskon massa sehari-hari merchandiser. Meskipun secara bertahap membuka dompet yang lebih luas untuk barang hijau sebagai hasil dari peningkatan mutu pendidikan, sebagian besar konsumen masih belum bersedia membayar uang muka tambahan untuk produk yang memiliki nilai pengembalian jangka panjang seperti lemari es hemat energi atau lampu. Kualitas produk yang tidak konsisten atau bahkan benar-benar bermutu rendah dari produk hijau yang ditawarkan di masa lalu, tampaknya telah memberikan warisan kepada penerus modern mereka di kemudian hari dengan nama buruk. Untungnya, sebagian besar tanaman saat ini produk hijau adeptly mengkombinasikan kinerja dengan kualitas lingkungan. Sekarang mereka dapat memiliki mereka dan makan kue juga, berharap konsumen produk mainstream untuk menjatuhkan lebih hijau ke dalam keranjang belanja mereka di tahuntahun mendatang. Di masa lalu, premi harga dan samar-samar worded klaim lingkungan membuat konsumen curiga produsen harga gouging. Jika mereka lebih kecil, lebih kompak, atau sederhana melihat dari "coklat mereka" rekan, konsumen mereka sendiri secara intuitif percaya perhitungan biaya produk harus kurang, tidak lebih. Tapi ini berubah perlahan. Sebagai contoh, sejumlah kecil tetapi terus bertambah dari konsumen mencari produk dan kemasan yang telah "sumber Dies Natalis UMK ke-30
94
berkurang." Hal ini terutama berlaku dalam 1.800 atau jadi kota AS yang memiliki volume-based, "bayar karena Anda membuang" biaya rumah tangga pembuangan sampah, di mana konsumen biasanya dikenakan biaya untuk setiap kantong sampah mereka drop di pinggir jalan. Sejarah keengganan untuk membayar premi untuk barang hijau tampaknya pelunakan, sebagai konsumen menghubungkan tanggung jawab terhadap lingkungan dengan kesehatan atau manfaat langsung lainnya. Penjualan organik tumbuh "bersih" makanan, kosmetik alami, dan katun tumbuh tanpa pestisida menunjukkan bahwa ketika datang ke produk hijau, semakin besar kepentingan diri sendiri, semakin besar ancaman yang dirasakan, semakin besar kemauan membayar. Kecil tapi tumbuh sukarela gerakan Simplifier menunjukkan bahwa sejumlah kecil konsumen bahkan akan pergi sejauh untuk mengubah pekerjaan atau mengatur ulang gaya hidup mereka.
DAFTAR PUSTAKA Baron DP. 1995. Integrated strategy: market and nonmarket components. California Management Review 37: 47–65. Barrett S. 1991. Environmental regulations for competitive advantage. Business Strategy Review 2: 1–15. Berger IE, Kanetkar V. 1995. Increasing environmental sensitivity via workplace experiences. Journal of Public Policy and Marketing 14: 205–215. Black JS, Stern PC, Elworth JT. 1985. Personal and contextual influences on household energy adaptations. Journal of Applied Psychology 70: 3–21. Brown JD, Wahlers RG. 1998. The environmentally concerned consumer: an exploratory study. Journal of Marketing Theory and Practice 6: 39–47. Dies Natalis UMK ke-30
95
Carlson L, Stephen JG, Kangun N. 1993. A content analysis of environmental advertising claims: a matrix approach. Journal of Advertising 22: 27–40. Charter M. 1992. Greener Marketing: a Responsible Approach to Business. Greenleaf: Sheffield. Charter M, Polonsky MJ (eds). 1999. Greener Marketing: a Global Perspective on Greening Marketing Practice, 2nd edn. Greenleaf: Sheffield. Coddington W. 1993. Environmental Marketing: Positive Strategies for Reaching the Green Consumer. McGraw-Hill: New York. Davis JJ. 1993. Strategies for environmental advertising. Journal of Consumer Marketing 10: 19–36. Derksen L, Gartrell J. 1993. The social context of recycling. American Sociological Review 58: 434–442. De Young R. 1988–89. Exploring differences between recyclers and nonrecyclers: the role of information. Journal of Environmental Systems 18: 431–351. Drumwright ME. 1994. Socially responsible organizational buying: environmental concerns as a noneconomic buying criterion. Journal of Marketing 58: 1–19. Ellen P, Weiner JL, Cobb-Walgren C. 1991. The role of perceived consumer effectiveness in motivating environmentally-conscious behavior. Journal of Public Policy and Marketing 10: 102–117. Fierman L. 1991. Procter and Gamble zeros in on green. American Demographics July: 16. Fisk G. 1974. Marketing and the Ecological Crisis. Harper and Row: London. Freeman RE. 1984. Strategic Management: a Stakeholder Approach. Pitman: Boston, MA. Fri RW. 1992. The corporation as a non-governmental organization. The Columbia Journal of World Business 27: 91–95. Dies Natalis UMK ke-30
96
Friedman M. 1970. The social responsibility of business is to increase its profits. New York Times Magazine 13 September: 32–33, 122–126. Fuller D. 1999. Sustainable Marketing: Managerial–Ecological Issues. Sage: Thousand Oaks, CA. Greenpeace. 1994. The Greenpeace Book of Greenwash. Greenpeace International: Amsterdam. Hansen E. 1997. Forest certification. Forest Products Journal 47: 16–22. Hardin G. 1968. The tragedy of the commons. Science 162: 1243–1248. Hart SL, Ahuja G. 1997. Does it pay to be green? Business Strategy and the Environment 5: 31–37. Henion KE, Kinnear TC (eds). 1976. Ecological Marketing. American Marketing Association: Chicago, IL. Herzberg F. 1966. Work and the Nature of Man. World: Cleveland, OH. Hirschman AO. 1970. Exit, Voice, Loyalty. Harvard University Press: Cambridge, MA. Hoffman AJ. 1997. From Heresy to Dogma. New Lexington: San Francisco, CA. Kempton W, Darley JM, Stern PC. 1992. Psychological research for the new energy problems. American Psychologist 47: 1213–1223. Kollman K, Prakash A. 2001. Green by choice?: crossnational variations in firms‘ responses to EMS-based environmental regimes. World Politics 53: 399–430. Kotler P. 2003. Marketing Management eleventh edition. Prentice-Hall: Englewood Cliffs, NJ. Lowi T. 1964. American business, public policy, case studies, and political theory. World Politics 16: 677–715. Maslow AH. 1943. A theory of human motivation. Psychology Review July: 370–396. McClelland L, Canter RJ. 1981. Psychological research on energy conservation: context, approaches, methods. In Advances in Environmental Psychology, Baum A, Singer JE (eds). Erlbaum: Hillsdale, NJ; 1–26. Dies Natalis UMK ke-30
97
McGuire WJ. 1985. Attitudes and attitude change. In Handbook of Social Psychology, Lindzey G, Aronson E (eds). Random: New York; 233–346. Mendleson N, Polonsky MJ. 1995. Using strategic alliances to develop credible green marketing. Journal of Consumer Marketing 12: 4– 18. Menell PS. 1995. Structuring a market-oriented federal eco-information policy. Maryland Law Review 54: 1435–1474. Menon A, Menon A. 1997. Enviropreneurial marketing strategy: the emergence of corporate environmentalism as market strategy. Journal of Marketing 61: 51–67. Mitchell RK, Agle BR, Wood DJ. 1997. Towards a theory of stakeholder salience. Academy of Management Review 22: 853–886. Mohr LA, Eroglu D, Ellen PS. 1998. The development and testing of a measure of skepticism towards environmental claims in marketers‘ communications. Journal of Consumer Affairs 32: 30–55. O‘Brien TP, Zoumbaris SJ. 1993. Consumption behaviors hinge on financial self-interest. American Psychologist 48: 1091–1092. Olson M. 1965. The Logic of Collective Action. Harvard University Press: Cambridge, MA. Osterhus TL. 1997. Pro-social consumer influence strategies: when and how do they work? Journal of Marketing 61: 16–29. Ottman J. 1992. Greener Marketing. NTC: Lincolnwood, IL. Ottman J. 1996. Green consumers not consumed by ecoanxiety. Marketing News 30: 13. Ottman J. 2004. Green Marketing: Opportunities for Innovation. BookSurge: North Charleston SC Peattie K. 1995. Environmental Marketing Management. Pitman: London. Peattie K. 1999. Rethinking marketing. In Greener Marketing 2nd edn, Charter M, Polonsky MJ (eds). Sheffield; 57–70. Dies Natalis UMK ke-30
98
Peattie K, Ratnayaka M. 1992. Responding to green movement. Industrial Marketing Management 21: 103–110. Phillips LE. 1999. Green attitudes. American Demographics 21: 46–47. Polonsky MJ. 1995. Cleaning up environmental marketing claims: a practical checklist. In Environmental Marketing, Polonsky MJ, Mintu- Wimsatt AT (eds). Haworth: Binghamton, NY; 199–223. Porter ME, Van der Linde C. 1995. Toward a new conception of the environment–competitiveness relationship. Journal of Economic Perspectives 9: 97–118. Prakash A. 2000a. Greening the Firm: the Politics of Corporate Environmentalism. Cambridge University Press: Cambridge. Prakash A. 2000b. Responsible Care: an assessment. Business and Society 39: 183–209. Ritchie JRB, McDougall GHG. 1985. Designing and marketing energy conservation policies and programs. Journal of Public Policy and Marketing 4: 14–32. Rugman A, Verbeke A. 2000. Environmental regulations and the global strategies of multinational enterprises. In Coping with Globalization, Prakash A, Hart JA (eds). Routledge: London; 77– 93. Salop SC, Scheffman DT. 1983. Raising rivals‘ costs. American Economic Review 73: 267–271. Schmidheiny S, Zorraquin FJL. 1996. Financing Change. MIT Press: Cambridge, MA. Stisser P. 1994. A deeper shade of green. American Demographics 16: 24–29. Vardarajan PR. 1992. Marketing‘s contribution to strategy: the view from a different looking glass. Journal of the Academy of Marketing Science 20: 323–343. Vogel D. 1995. Trading Up: Consumer and Environmental Regulation in a Global Economy. Harvard University Press: Cambridge, MA. Dies Natalis UMK ke-30
99
Vogel D. 1996. Kindred Strangers: the Uneasy Relationship between Politics and Business in America. Princeton University Press: Princeton, NJ. Walley N, Whitehead B. 1994. It‘s not easy being green. Harvard Business Review May-June: 46–51. Weiner JL. 1993. What makes people sacrifice their freedom for the good of their community? Journal of Public Policy and Marketing 12: 244–260. Weiner JL, Doescher. 1991. A framework for promoting cooperation. Journal of Marketing 55: 387. Wilson JQ. 1980. The Politics of Regulation. Basic Books: New York. Wood DJ, Jones RE. 1995. Stakeholder mismatching: a theoretical problem in empirical research on corporate social performance. The International Journal of Organizational Analysis 3: 229–267. Marketing. No.09/IX/September 2009. www.greenmarketing.com www.marketing.co.id
Dies Natalis UMK ke-30
100
KELUARGA: PEMBENTUK KARAKTER BANGSA Drs. Susilo Rahardjo, M.Pd. 12
A. AWAL KATA Reformasi Mei 1998 menandai berakhirnya masa kejayaan Orde Baru yang berlangsung + 30 tahun. Pemerintahan orde baru yang mapan dengan pembangunan di segala bidang yang terencana melalui GBHN –Garis-garis Besar Haluan Negara, sontak hancur lebur. Kebangkitan Nasional yang ke-90 merupakan awal gerakan Reformasi Indonesia ditandai dengan didudukinya gedung DPR/MPR Senayan oleh para mahasiswa. Euforia reformasi memporakporandakan gedung dengan segala isinya. Dokumen-dokumen bersejarah menjadi ―korban‖ reformasi, dihancurkan dan dibakar. Dengan desakan berbagai pihak, terutama dari Ketua MPR, Harmoko, 21 Mei 1998 Presiden Suharto mengundurkan diri dan menyerahkan jabatannya kepada Wakil Presiden BJ Habibi.
12
Lektor Kepala Kopertis VI Jawa Tengah dpk pada Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus, sekarang juga menjabat sebagai Dekan FKIP.
Dies Natalis UMK ke-30
101
Gambar 1 Gedung DPR/MPR diduduki para mahasiswa menjelang Reformasi 1998 (Sumber : http://www.google.co.id/imglanding?q=reformasi%20indonesia&imgurl )
Gambar 2 Presiden Suharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 menyerahkan jabatannya kepada Wakil Presiden BJ Habibi (Sumber: http://www.google.co.id/imglanding?q=reformasi%20mei%201998&imgurl )
Sejak itulah berbagai tayangan televisi dan gambar di berbagai media cetak menggambarkan perilaku bangsa Indonesia menjadi tanpa Dies Natalis UMK ke-30
102
kendali. Berbagai hal yang tidak sepaham sering diakhiri dengan perilaku beringas dan anarkis. Karakter bangsa yang selama ini dikenal santun hilang tidak berbekas. Fondasi kehidupan berbangsa dan bernegara yang sudah diletakkan dengan susah payah oleh para pendiri bangsa melalui Proklamasi 17 Agustus 1945 dengan “bebanten” darah, harta, dan nyawa; yang kemudian dilanjutkan dengan mengisi kemerdekaan pembangunan di segala bidang kehidupan dengan biaya utang luar negeri yang belum pernah habis sejak kakek nenek kita sampai entah kapan, dan telah menguras bumi kita dengan berbagai isinya, berubah drastis dalam waktu sekejap. Reformasi di segala bidang telah mencabik-cabik nilai-nilai kemanusiaan. Atas nama demokrasi dan pembaharuan, sangat mahal harga yang harus dibayar bangsa ini. Namun kita harus bertekad tidak akan mundur ke masa orde baru, apalagi mundur ke orde lama dan sebelumnya. Reformasi yang sudah berjalan harus tetap berjalan dengan penuh keyakinan bahwa pada suatu saat akan tiba masanya bangsa Indonesia menjadi ―lebih cerdas‖ dalam berperilaku dan citacita sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 bukan hanya impian belaka. Kita harus yakin bahwa akan tiba masanya negara kita tercinta Indonesia benar-benar gemah ripah loh jinawi tata tentrem karta raharja, baldatun thoyyibatun warabbun ghafur, manakala kita terus berupaya dan berjuang tanpa lelah sehingga menjadi bangsa yang besar. Salah satu upaya yang dimungkinkan untuk menjadi bangsa yang besar adalah melalui pendidikan. Jepang yang hancur lebur pada Perang Dunia II melalui Restorasi Meiji yang bertumpu pada bidang pendidikan, sudah demikian maju, dan mereka terus melakukan pembaruan kebijakan pendidikannya yang sejak tahun 2001 meluncurkan Rainbow Plan (Ramli, 2008), dan inilah isinya: 1. Mengembangkan kemampuan dasar scholastic siswa dalam model pembelajaran yang menyenangkan. Ada 3 pokok Dies Natalis UMK ke-30
103
2.
3.
4.
5.
6. 7.
arahan yaitu, pengembangan kelas kecil terdiri dari 20 anak per kelas, pemanfaatan IT dalam proses belajar mengajar, dan pelaksanaan evaluasi belajar secara nasional Mendorong pengembangan kepribadian siswa menjadi pribadi yang hangat dan terbuka melalui aktifnya siswa dalam kegiatan kemasyarakatan, juga perbaikan mutu pembelajaran moral di sekolah Mengembangkan lingkungan belajar yang menyenangkan dan jauh dari tekanan, diantaranya dengan kegiatan ekstra kurikuler olah raga, seni, dan sosial lainnya. Menjadikan sekolah sebagai lembaga yang dapat dipercaya oleh orang tua dan masyarakat. Tujuan ini dicapai dengan menerapkan sistem evaluasi sekolah secara mandiri, dan evaluasi sekolah oleh pihak luar, pembentukan school councillor, komite sekolah yang beranggotakan orang tua, dan pengembangan sekolah berdasarkan keadaan dan permintaan masyarakat setempat. Melatih guru untuk menjadi tenaga professional, salah satunya dengan pemberlakuan evaluasi guru, pemberian penghargaan dan bonus kepada guru yang berprestasi, juga pembentukan suasana kerja yang kondusif untuk meningkatkan etos kerja guru, dan pelatihan bagi guru yang kurang cakap di bidangnya. Pengembangan universitas bertaraf internasional Pembentukan filosofi pendidikan yang sesuai untuk menyongsong abad baru, melalui reformasi konstitusi pendidikan (kyouiku kihon hou)
Nah, mestikah kita malu untuk melakukan reformasi pendidikan untuk pengembangan menjadi bangsa yang bermartabat? Jalan ke sana sudah dibuka oleh pemerintah melalui anggaran pendidikan sebesar 20% setahun dari APBN kita. Dengan kesungguhan hati yang Dies Natalis UMK ke-30
104
dilandasi kebersamaan dalam bingkai bhinneka tunggal ika kita pun pasti bisa, tinggal tunggu waktu. B. MAKNA PENDIDIKAN Banyak kalangan memberikan makna tentang pendidikan sangat beragam, bahkan sesuai dengan pandangannya masing-masing. Azyumardi Azra sebagaimana dikutip oleh Nurokhim (2007) memberikan pengertian tentang ―pendidikan‖ sebagai suatu proses di mana suatu bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efisien. Bahkan ia menegaskan, bahwa pendidikan lebih dari sekedar pengajaran, artinya, bahwa pendidikan adalah suatu proses di mana suatu bangsa atau negara membina dan mengembangkan kesadaran diri di antara indidivu-individu. Pandangan Azra di atas menyiratkan peran bangsa atau negara dalam pendidikan. Kelangsungan hidup suatu bangsa atau negara tergantung dari bagaimana para pemimpin bangsa atau negara ini mempersiapkan generasi mudanya. Kiranya tidak berlebihan, jika berbagai upaya pemerintah Republik Indonesia sejak merdeka, Orde Lama dinamika Demokrasi Terpimpin dan Nasakomnya, Orde Baru dengan Pelitanya (Pembangunan Lima Tahun) sampai dengan Orde Reformasi dianggap sebagai upaya negara dalam mendidik bangsanya dalam arti luas, yaitu pendidikan melalui berbagai jalur kehidupan yang paling tidak mencakup Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial Budaya, Pertahanan dan Keamanan. Semua upaya bangsa dan negara tersebut merupakan upaya pendidikan yang bukan sekedar pengajaran ―di sekolah‖. Berbagai upaya pendidikan tersebut dimaksudkan agar setiap individu (warga negara) mampu mengembangkan dirinya agar dapat hidup sejahtera, dan mengambil peran dalam kehidupan masyarakat dunia. Dies Natalis UMK ke-30
105
Menurut Prayitno (2009), pendidikan merupakan wahana bagi pengembangan manusia. Pendidikan menjadi media bagi pemuliaan kemanusiaan manusia yang tercermin di dalam harkat dan martabat manusia dengan hakikat manusia, dimensi kemanusiaan dan pancadayanya. Pendidikan seperti ini dilaksanakan oleh manusia dan untuk manusia, serta hanya terjadi di dalam hubungan antarmanusia. Pandangan Prayitno di atas selanjutnya dijelaskan sebagai berikut, harkat dan martabat manusia membedakan manusia dengan makhluk lainnya karena pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, makhluk yang paling indah dan sempurna dalam penciptaan dan pencitraannya, makhluk yang paling tinggi derajatnya, khalifah di muka bumi, dan pemilik hak azasi manusia. Setiap individu sejak kelahirannya sudah membawa bekal hakikat manusia tersebut di atas yang dalam pengembangan diri dan kehidupan selanjutnya dilengkapi lima dimensi kemanusiaan yaitu dimensi kefitrahan, dimensi keindividualan, dimensi kesosialan, dimensi kesusilaan, dan dimensi keberagamaan. Kelima dimensi tersebut merupakan satu kesatuan, saling terkait dan berpengaruh. Kelimanya pada dasarnya menyatu, berdinamika dan bersinergi sejak awal kehidupan individu, dalam perkembangan dirinya dari waktu ke waktu, sampai akhir kehidupannya. Kelimanya menuju kepada perkembangan individu menjadi ―manusia seutuhnya‖. Untuk memungkinkan perkembangan individu ke arah yang dimaksud itu manusia dikaruniai oleh Sang Maha Pencipta lima jenis bibit pengembangan yang disebut pancadaya, yaitu daya taqwa, daya cipta, daya karsa, daya rasa, dan daya karya. Pancadaya yang merupakan potensi dasar kemanusiaan itulah yang menjadi isi hakiki kekuatan pengembangan keseluruhan dimensi kemanusiaan. Dalam kajian dewasa ini, pancadaya sering dimanifestasikan sebagai kemampuan dasar yang disebut sebagai Dies Natalis UMK ke-30
106
inteligensi spiritual, inteligensi rasional, inteligensi sosial, inteligensi emosional, dan inteligensi instrumental. Pencapaian manusia seutuhnya melalui proses pendidikan hanya mungkin dilakukan oleh manusia untuk manusia, yaitu oleh manusia dewasa yang dengan ikhlas dan kesungguhan hati menuntun dan mengantarkan manusia muda untuk mampu dan mencapai perkembangan dirinya secara optimal, manusia mulia yang bermartabat. Perkembangan manusia muda sebagai peserta didik menjadi manusia dewasa yang mulia dan bermartabat hanya bisa terjadi dalam hubungan antarmanusia, di mana pendidik dan peserta didik saling berinteraksi dalam suasana pendidikan yang memandirikan. Satmoko (1999) merumuskan hakikat pendidikan adalah sebagai berikut: (1) Pendidikan adalah pertolongan atau pengaruh yang diberikan seseorang yang bertanggung jawab kepada anak agar menjadi dewasa. Pendidikan adalah kehidupan bersama satu kesatuan tritungal ayah, ibu dan anak, di mana terjadi pemanusiaan anak, melalui proses pemanusiaan diri sampai menjadi manusia ―purnawan‖. (2) Pendidikan berarti pemasukan anak ke dalam alam budaya, atau juga masuknya alam budaya ke dalam anak. Pendidikan merupakan hidup bersama dalam kesatuan tritunggal ayahibu-anak, di mana terjadi pembudayaan anak, melalui suatu proses sehingga akhirnya bisa membudaya sendiri sebagai manusia ―purnawan‖. (3) Pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan tritunggal ayah-ibu-anak, di mana terjadi pelaksanaan nilai-nilai, dengan melalui proses akhirnya dia bisa melaksanakan sendiri sebagai manusia ―purnawan‖.
Dies Natalis UMK ke-30
107
Menurut hemat penulis pengertian pendidikan tersebut memuat unsur-unsur ayah-ibu-anak sebagai subjek pendidikan, di mana ayah dan ibu melakukan pendidikan dan pendampingan kepada anak agar ia mampu mentransfer nilai-nilai dan budaya, yang selanjutnya anak bisa membudaya sendiri sebagai manusia yang purnawan. Catatan penting tentang apakah yang dimaksud dengan manusia purnawan menurut Laporan Komisi Internasional Untuk Pengembangan Pendidikan (Unesco, 1972 dalam Satmoko, 1999), adalah dimensi manusia yang sempurna dinyatakan sebagai orang yang memiliki kemampuan untuk menciptakan keajaiban yang bersumber pada kegiatan-kegiatan mampu mengamati, mencobacoba, dan menggolong-golongkan pengalaman dan informasi; mampu menyatakan pendapat dirinya dan mendengarkan suatu perdebatan; mampu melatih kecakapannya dalam menghadapi kesangsian secara sistematis; mampu mempersoalkan dunia dengan cara mengkombinasikan kerangka pikiran ilmiah. Dari paparan di atas, pendidikan adalah suatu hal yang benarbenar harus ditanamkan selain menempa fisik, mental dan moral bagi individu-individu peserta didik, agar mereka menjadi manusia yang berbudaya, sehingga mampu memenuhi tugasnya sebagai makhluk yang diciptakan Alah Tuhan Semesta Alam sebagai makhluk yang sempurna dan terpilih sebagai khalifahNya di muka bumi ini, juga sekaligus agar menjadi warga negara yang berarti dan bermanfaat bagi negara. Oleh karena itu seharusnya pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa; bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Departemen Pendidikan Nasional, 2003). Dies Natalis UMK ke-30
108
C. PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA Kita harus sadar, bahwa pembentukan karakter dan watak atau kepribadian ini sangat penting, bahkan sangat mendesak dan mutlak adanya, tidak bisa ditawar-tawar lagi. Hal ini cukup beralasan. Mengapa mutlak diperlukan? Karena adanya krisis yang terus berkelanjutan melanda bangsa dan negara kita sampai saat ini belum ada solusi secara jelas dan tegas, lebih banyak berupa wacana yang seolah-olah bangsa ini diajak dalam dunia mimpi. Tentu masih ingat beberapa waktu yang lalu Pemerintah mengeluarkan pandangan, bahwa bangsa kita akan makmur, sejahtera nanti di tahun 2030. Suatu pemimpin bangsa yang besar untuk mengajak bangsa atau rakyatnya menjadi "pemimpi" dalam menggapai kemakmuran yang dicitacitakan. Banyak kalangan masyarakat yang mempunyai pandangan terhadap istilah "kelatahan sosial" yang terjadi akhir-akhir ini. Hal ini memang terjadi dengan berbagai peristiwa, seperti tuntutan demokrasi yang diartikan sebagai kebebasan tanpa aturan, tuntutan otonomi sebagai kemandirian tanpa kerangka acuan yang mempersatukan seluruh komponen bangsa, hak azasi manusia yang terkadang mendahulukan hak daripada kewajiban. Pada akhirnya berkembang ke arah berlakunya hukum rimba yang memicu kesukubangsaan (ethnicity). Kerancuan ini menyebabkan orang frustasi dan cenderung meluapkan perasaan tanpa kendali dalam bentuk "amuk massa atau amuk sosial". Berhadapan dengan berbagai masalah dan tantangan, pendidikan nasional pada saat yang sama (masih) tetap memikul peran multidimensi. Berbeda dengan peran pendidikan pada negara-negara maju, yang pada dasarnya lebih terbatas pada transfer ilmu pengetahuan, peranan pendidikan nasional di Indonesia memikul beban lebih berat. Pendidikan berperan bukan hanya merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetap lebih luas lagi sebagai pembudayaan (enkulturisasi) yang tentu saja hal terpenting dan Dies Natalis UMK ke-30
109
pembudayaan itu adalah pembentukan karakter dan watak (nation and character building), yang pada gilirannya sangat krusial bagi nation building atau dalam bahasa lebih populer menuju rekonstruksi negara dan bangsa yang lebih maju dan beradab. Gagasan pembangunan karakter bangsa unggul telah ada semenjak diproklamasikannya republik ini pada tanggal 17 Agustus 1945. Pimpinan nasional kita yang pertama yakni Bung Karno telah pernah menyatakan perlunya nation and character buildings. Walaupun pernyataan tersebut dalam konteks politik, namun secara eksplisit mengandung arti bahwa pembangunan Indonesia tidak cukup hanya dengan membangun fisik akan tetapi harus termasuk membangun karakter dan budaya bangsa. Beberapa tokoh nasional bangsa ini seperti Ki Hadjar Dewantoro juga menyebutkan tentang perlunya character building sebagai bagian integral dari pembangunan bangsa (Rajasa, 2010). Karakter suatu bangsa berperan besar dalam mempertahankan eksistensi dan kemerdekaannya. Cukup banyak contoh empiris yang membuktikan bahwa karakter bangsa yang kuat berperan besar dalam mencapai tingkat keberhasilan dan kemajuan atau progress pembangunan. Contoh pertama adalah Cina. Negeri ini bisa dikatakan tidak lebih makmur dibandingkan dengan Indonesia di era 1970an. Namun dalam kurun waktu kurang dari 30 tahun, dengan disiplin baja dan kerja keras, Cina telah berhasil bangkit menggerakkan mesin produksi nasionalnya. Budaya disiplin Cina tercermin dari berhasilnya negeri ini menekan masalah korupsi di kalangan birokrasinya secara substansial. Sedangkan budaya kerja keras tampak nyata dari semangat rakyat di negeri ini untuk bersedia bekerja selama 7 hari dalam seminggu demi mencapai keunggulan dan kejayaan negerinya. Saat ini Cina tidak saja menjadi negara pengekspor terbesar, akan tetapi lebih dari itu, produk ekspor Cina semakin banyak yang memiliki kandungan teknologi menengah dan teknologi tinggi. Dies Natalis UMK ke-30
110
Karakter bangsa-bangsa besar lainnya juga hampir sama. Intinya selalu ada kombinasi antara semangat juang, disiplin dan kerja keras. Karakter bangsa Jerman misalnya, adalah ‖arbeit‖ atau kerja keras. Artinya bagi bangsa Jerman, sukses diperoleh melalui suatu kerja keras dan tanpa lelah. ‖Budaya instan‖ tidak ada dalam kamus bangsa Jerman. Dengan arbeit inilah bangsa Jerman, yang pernah kalah dalam dua kali perang dunia, masih sanggup tampil kembali sebagai salah satu mesin ekonomi dan teknologi terkuat, termaju dan termodern didunia. Tidak perlu disangsikan lagi, bahwa pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua pihak baik rumah tangga dan keluarga, sekolah dan lingkungan sekolah, serta masyarakat luas. Oleh karena itu, perlu menyambung kembali hubungan dan educational networks yang mulai terputus tersebut. Pembentukan dan pendidikan karakter tersebut tidak akan berhasil selama antar lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan keharmonisan. Apabila kita cermati bersama, bahwa desain pendidikan yang mengacu pada pembebasan, penyadaran dan kreativitas sesungguhnya sejak masa kemerdekaan sudah digagas oleh para pendidik kita, seperti Ki Hadjar Dewantara, KH. Ahmad Dahlan, dan Mukti Ali. Ki Hadjar Dewantara misalnya, mengajarkan praktek pendidikan yang mengusung kompetensi/kodrat alam anak didik, bukan dengan perintah paksaan, tetapi dengan "tuntunan" bukan "tontonan". Sangat jelas cara mendidik seperti ini dikenal dengan pendekatan "among"' yang lebih menyentuh langsung pada tataran etika, perilaku yang tidak terlepas dengan karakter atau watak seseorang. KH. Ahmad Dahlan berusaha "mengadaptasi" pendidikan modern Barat sejauh untuk kemajuan umat Islam, sedangkan Mukti Ali mendesain integrasi kurikulum dengan penambahan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan. Namun mengapa dunia pendidikan kita yang masih berkutat dengan problem internalnya, seperti penyakit dikotomi, Dies Natalis UMK ke-30
111
profesionalitas pendidiknya, sistem pendidikan yang masih lemah, perilaku pendidiknya dan lain sebagainya. Oleh karena itu, reformasi pendidikan sangat mutlak diperlukan untuk membangun karakter atau watak suatu bangsa, bahkan merupakan kebutuhan mendesak. Reformasi kehidupan nasional secara singkat, pada intinya bertujuan untuk membangun Indonesia yang lebih genuinely dan authentically demokratis dan berkeadaban, sehingga betul-betul menjadi Indonesia baru yang madani, yang bersatu padu (integrated). Di samping itu, peran pendidikan nasional dengan berbagai jenjang dan jalurnya merupakan sarana paling strategis untuk mengasuh, membesarkan dan mengembangkan warga negara yang demokratis dan memiliki keadaban (civility) kemampuan, keterampilan, etos dan motivasi serta berpartisipasi aktif, merupakan ciri dan karakter paling pokok dari suatu masyarakat madani Indonesia. Jangan sampai yang terjadi malah kekerasan yang meregenerasi seperti halnya yang terjadi di IPDN beberapa waktu yang lalu. Kekerasan fisik yang mengorbankan nyawa dan harta benda tersebut, sangat jelas terkait pula dengan masih bertahannya "kekerasan struktural" (structural violence) pada tingkat tertentu. Akibatnya, perdamaian hati secara hakiki tidak atau belum berhasil diwujudkan (Nurokhim, 2007). D. TRI PUSAT PENDIDIKAN Ki Hadjar Dewantara memiliki keyakinan bahwa pendidikan terutama bagi bangsa Indonesia harus dilakukan melalui tiga lingkungan pendidikan yang disebut sebagai tri pusat pendidikan, yaitu lingkungan/alam keluarga, lingkungan/alam perguruan/sekolah, dan lingkungan/alam pergerakan/organisasi pemuda (Satmoko, 1999). 1. Lingkungan Keluarga Lingkungan keluarga merupakan pusat pendidikan pertama dan terpenting karena sejak timbulnya adab kemanusiaan sampai sekarang kehidupan keluarga selalu berpengaruh besar terhadap Dies Natalis UMK ke-30
112
perkembangan anak manusia. Filsafat pendidikan yang dikembangkan Ki Hadjar Dewantara tercermin dalam azas-azas ―Panca Dharma‖ yang berisi (1) Kemerdekaan, (2) Kodrat alam yaitu segala kekuasaan alam yang bersifat asli dan jelas dan sewaktu-waktu dapat kita lihat dan kita nyatakan, (3) Kebudayaan, (4) Kebangsaan, (5) Kemanusiaan. Hubungan antara kelima azas itu dijelaskan oleh Ki Hadjar Dewantara sebagai berikut: “Berilah Kemerdekaan dan kebebasan kepada anak-anak kita; bukan kemerdekaan yang leluasa, namun yang terbatas oleh tuntutan-tuntuan Kodrat Alam yang khas atau nyata dan menuju ke arah Kebudayaan, yakni keluhuran hidup manusia. Agar kebudayaan tadi dapat menyelamatkan, membahagiakan hidup dan penghidupan diri dan masyarakat, maka perlulah dipakai dasar-dasar kebangsaan, akan tetapi jangan sekali-kali dasar ini melanggar atau bertentangan dengan dasar yang lebih luas, yaitu dasar kemanusiaan”. Panca Dharma ini harus dilaksanakan oleh setiap orang tua dalam pendidikan keluarga. Tiap peserta didik berhak memperoleh kebebasan untuk mengembangkan kecerdasan, pengetahuan, budi pekerti dan kepandaian setinggi-tingginya sesuai dengan pembawaan masing-masing. Di dalam keluarga diharapkan pula terbinanya rasa kesatuan dan kebudayaan kebangsaan Indonesia, tanpa mengabaikan kemanusiaan sedunia. 2.
Lingkungan Perguruan Alam perguruan (khususnya balai wiyata) terutama diwajibkan mengusahakan pengembangan kecerdasan dan penguasaan pengetahuan dengan ketentuan agar tidak sampai menjauhkan anak didik dari alam keluarga dan alam kemasyarakatan serta tidak menimbulkan intelektualisme. Untuk meaksanakan hal tersebut guru
Dies Natalis UMK ke-30
113
harus menerapkan Panca Dharma dasar Perguruan Taman Siswa secara teliti. Dasar kemanusiaan, kemerdekaan dan kebudayaan mewarnai corak pendidikan Taman Siswa yang disebut ―Pendidikan Nasional‖, sedangkan dasar kodrat hidup dan kemerdekaan mewarnai cara penyelenggaraan pendidikan yang disebut ―Sistem Among‖. Corak Pendidikan Nasional di sini diartikan bahwa pendidikan didasarkan pada kebudayaan kebangsaan, tidak menolak kebudayaan asing tetapi dapat menerima unsur-unsurnya yang tidak merusak kebudayaan sendiri serta selama mampu digunakan untuk menyempurnakan budaya sendiri. Budaya sendiri dijadikan titik tolak dan dasar pendidikan dengan catatan tidak bertentangan atau merugikan kemanusiaan sedunia. Pendidikan nasional ini harus diperuntukkan bagi seluruh warga negara dan menjadi kewajiban pemerintah untuk menyelenggarakannya. Dari sistem among inilah Ki Hadjar Dewantara mengarahkan para pendidik terutama guru-guru di Perguruan Taman Siswa agar berfungsi sebagai ―pamong‖, yang tidak memerintah dan tidak memberi melainkan ―tut wuri handayani‖, artinya mengikuti dari belakang sambil terus-menerus menumbuhkan kekuatan pada anak didik untuk berkembang. Anak didik diberi kesempatan untuk aktif mencari jalan sendiri; pendidik berkewajiban untuk menyingkirkan hal-hal yang diperkirakan berbahaya, sehingga anak didik bebas berkembang mengatur diri sendiri tetapi dengan mengingat kepentingan orang lain demi damainya kehidupan bersama. Isi dan suasana pendidikan diarahkan pada peningkatan kemerdekaan batin, pikiran, dan perbuatan peserta didik. Pendidik tidak memberi hukuman dan ganjaran karena tidak sesuai dengan sistem among. Ki Hadjar Dewantara mempergunakan prinsip hukuman alamiah yaitu hukuman harus dirasakan sebagai akibat logis dari perbuatan sendiri. Keakraban hubungan antara pendidik dan anak didik sangat diupayakan, untuk itu anak didik diasramakan dan pendidik bertindak sebagai pengganti orang tua yang mengarahkan terus menerus anak didik menuju ke pencapaian Dies Natalis UMK ke-30
114
cita-cita mereka, dengan melalui kehidupan bersama dalam alam keluarga besar. 3.
Lingkungan Pergerakan Pemuda Pusat pendidikan ketiga dalam konsep Ki Hadjar Dewantara adalah alam pergerakan pemuda, yang diharapkan pimpinannya juga mendasarkan diri pada Panca Dharma. Pergerakan pemuda tidak boleh memisahkan diri dari keluarga maupun pawiyatan. Alam pergerakan pemuda terutama diharapkan menjadi lingkungan pendidikan yang mampu membina pemuda-pemuda melalui pendidikan diri sendiri, memadukan perkembangan kecerdasan, budi pekerti dan perilaku sosial, dengan demikian tri pusat pendidikan masing-masing harus dikembangkan perannya. Perguruan menurut Ki Hadjar Dewantara dijadikan titik pusat dari ketiga pusat tersebut dan berfungsi sebagai penyambung antara keluarga dan masyarakat. Sebagaimana sudah disebutkan di atas bahwa tri pusat pendidikan, baik rumah tangga dan keluarga, sekolah dan lingkungan sekolah, serta masyarakat luas merupakan educational networks mulai terputus. Pembentukan dan pendidikan karakter tersebut tidak akan berhasil selama antar lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan keharmonisan.
E. PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KELUARGA Keluarga merupakan lembaga sosial resmi yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Ikatan keluarga didasarkan pada cinta kasih suami isteri sehingga melahirkan anak-anak. Setiap bayi dilahirkan dari seorang ibu, dan idealnya keluarga menyambut kelahirannya dengan suka cita. Orang tua bertanggung jawab dengan jalan memelihara, merawat, melindungi anak, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Keluarga menjadi awal kehidupan seorang anak. Keluarga merupakan kesatuan hidup bersama yang Dies Natalis UMK ke-30
115
pertama dikenal oleh anak, dan karena itu disebut sebagai lingkungan pendidikan utama. Pada masyarakat tradisonal, keluarga memegang peran utama dalam menyiapkan generasi muda untuk menjadi manusia mandiri. Orang tua dan orang dewasa lain dalam keluarga tradisional berfungsi mengasuh dan membimbing anak dalam berbagai bidang kehidupan, melatih berbagai keterampilan dan tradisi. Pada masyarakat modern, keluarga menyerahkan sejumlah fungsinya dalam pendidikan kepada lembaga-lembaga lain yang khusus betugas menangani hal tersebut. Orang tua dan keluarga membatasi kegiatannya pada pengasuhan dasar dan bekerja sama dengan sekolah dalam mendorong anak dan mengawasi pendidikan mereka. Kompetisi yang ketat menyebabkan orang tua dari ―keluarga modern‖ menuntut anak-anaknya untuk berprestasi tinggi tanpa peduli proses yang terjadi, sehingga anak-anak tertekan untuk menghasilkan skor bagus dengan segala cara. Orang tua lebih senang menyerahkan anaknya kepada guru di sekolah dan guru-guru les di luar jam sekolah (Wirawan, 2010). Perkembangan pola pendidikan keluarga akhir-akhir ini terancam degradasi karena pengaruh di luar keluarga yang demikian kuat pengaruhnya. Berbagai tuntutan sosial ekonomi yang makin meningkat, agar keluarga tetap eksis, mendorong setiap orang tua bekerja keras untuk menyiapkan masa depan anaknya. Di satu sisi upaya tersebut harus dihargai karena orang tua ingin kehidupan anaknya kelak lebih baik dibandingkan dirinya di masa lalu. Namun di si sisi lain berakibat anak kurang mendapatkan sentuhan jiwani dalam bentuk kasih sayang. Materi menjadi tolok ukur keberhasilan hidup suatu keluarga. Gambaran kehidupan keluarga semacam ini dengan jelas banyak digambarkan dalam sinetron-sinetron kita yang justru banyak ditiru. Pendidikan watak dalam keluarga oleh orang tua sudah digantikan perannya oleh orang tua ambisius dalam sinetron, yang secara materi dan sosial terhormat di lingkungannya. Memang Dies Natalis UMK ke-30
116
banyak pula orang tua ―baik-baik‖ dan ―bijaksana‖ dalam sinetron tersebut, tetapi pada umumnya mereka hidupnya susah sehingga cenderung tidak diteladani sebagai rujukan perilaku kita. Kita yang arif mungkin dapat berkilah, ―Ah, itu kan sinetron‖. Tetapi kita pun harus arif pula, bahwa penyampaian informasi (pembelajaran) lebih mengena dan mengesan serta mudah ditiru dalam bentuk audio visual, dan inilah yang mampu mendegradasikan pendidikan keluarga, terutama pendidikan karakter. Di depan telah disebutkan bahwa setiap individu sejak kelahirannya sudah membawa bekal hakikat manusia tersebut di atas yang dalam pengembangan diri dan kehidupan selanjutnya dilengkapi lima dimensi kemanusiaan, salah satunya adalah dimensi kefitrahan. Kata kunci yang menjadi isi dimensi kefitrahan adalah kebenaran dan keluhuran (Prayitno, 2009). Dengan dua kata kunci ini dapat dimaknai bahwa individu manusia itu pada dasarnya bersih dan mengarahkan diri pada hal-hal yang benar dan luhur, serta menolak hal-hal yang salah, tidak berguna dan remeh, serta tidak terpuji. Kandungan dimensi kefitrahan ini dapat dibandingkan makna teori tabula rasa John Locke. Teori tabula rasa menyatakan bahwa individu ketika dilahirkan ibarat kertas putih, bersih dan bertuliskan apapun. Dalam hal kebersihan, hal itu menjadi juga ciri kefitrahan individu: ‖individu dilahirkan dalam keadaan bersih‖; teori tabula rasa sama dengan hakikat kefitrahan. Dengan kefitrahannya itu, individu memang pada dasarnya, sejak dilahirkan, dalam keadaan bersih. Namun kondisi ‖belum bertuliskan apapun‖ sebagaimana dinyatakan oleh teori tabula rasa, tidaklah menjadi ciri dimensi kefitrahan yang dimaksud itu. Di dalam dimensi kefitrahan telah tertuliskkan kaidah-kaidah kebenaran dan keluhuran yang justru menjadi ciri kandungan utama dimensi ini. Cermati hadis Rasulullah saw bahwa, ‖Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Nasrani, Yahudi, atau Majusi‖. Dies Natalis UMK ke-30
117
Kefitrahan setiap bayi yang baru dilahirkan adalah membawa potensi fitrah yang harus dikembangkan. Fitrah adalah bentuk dan sistem yang diwujudkan Allah pada setiap makhluk. Fitrah yang berkaitan dengan manusia adalah apa yang diciptakan Allah pada manusia yang berkaitan dengan jasmani dan akalnya (serta ruhnya), demikan Asyura menafsirkan surat ArRum ayat 30 (2003, dalam Chalil, 2010). Manusia berjalan dengan kedua kakinya adalah fitrah jasadi (jasmani)nya, kemampuan manusia merumuskan masalah dan mengambil kesimpulan adalah fitrah akliah (akal)nya, kemampuan manusia menerima ilham, dan memanfaatkan bashirah adalah fitrah ruhiyah-nya. Dengan demikian, dimensi kefitrahan tidak sama dengan tabula rasa menurut John Locke. Dimensi kefitrahan dengan demikian semestinya dijadikan basis dalam pendidikan karakter dalam keluarga. Rumah tangga dan keluarga sebagai lingkungan pembentukan dan pendidikan karakter pertama dan utama harus lebih diberdayakan. Sebagaimana disarankan Philips (2000, dalam Nurokhim, 2010), keluarga hendaklah kembali menjadi school of love, sekolah untuk kasih sayang atau tempat belajar yang penuh cinta sejati dan kasih sayang (keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warrahmah). Pada sesi kedua pembukaan Rembuk Nasional Pendidikan 2010 (3/03), menghadirkan mantan Menteri Pertahanan Nasional Juwono Sudarsono sebagi pembicara dalam seminar yang berjudul ―Peranan Pendidikan dalam Pembangunan Karakter Bangsa―. Seminar yang dipandu oleh Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal ini banyak membahas mengenai pembentukan identitas bangsa sebagai wahana pendidikan yang berkarakter. Sudarsono mengatakan bahwa pendidikan karakter yang terpenting dimulai dari seorang ibu. Betapapun kuatnya pengaruh sekolah formal, informal dan non formal, Ibu lah yang menanamkan nilai-nilai yang diperlukan dalam kehidupan. Ibu mengajarkan semangat juang dan pantang menyerah. Dies Natalis UMK ke-30
118
Selain ibu, faktor lingkungan seperti rumah yang nyaman dan kondusif adalah tempat yang paling tepat bagi seorang anak untuk menumbuhkan rasa percaya diri, berdaya saing dan beradab (http://www.dikti.go.id, 2010). Senada dengan Sudarsono, Wirawan (2010) menyatakan bahwa beberapa hal yang memungkinkan seorang ibu mempunyai peran dalam kebangkitan pendidikan nasional ―melalui pendidikan dalam keluarga‖ antara lain pertama, orang tua khususnya ibu, adalah agen utama pendidikan bagi putra-putrinya. Kedua, di hadapan Tuhan dan masyarakat dunia, orang tualah yang seyogyanya mengemban tanggungjawab terhadap anak-anaknya, terutama sewaktu mereka masih di bawah pengawasan kita. Ketiga, ibulah yang pertama kali mengenal anaknya, menyusui, dan membesarkannya, sehingga ibulah orang pertama yang menanamkan nilai-nilai penting dan berharga yang menjadi pedomannya untuk menjalani kehidupan ini. Keempat, orang patut aktif berdiskusi dengan guru-guru di sekolah anaknya mengenai hal terbaik bagi perkembangan anaknya. Kelima, orang tua perlu memantau kemajuan ataupun hambatan belajar anaknya, khususnya di rumah. Pada waktu-waktu tertentu, seyogyanya orang tua membahas bersama anak mengenai permainan yang baik, bacaan yang sehat, teknologi informasi yang berguna dan cara pemanfaatannya, film dan musik yang baik untuk dinikmati, bahkan dengan siapa sebaiknya anak bergaul dengan cara yang seperti apa. Keenam, nilai-nilai terbaik yang bersumber dari kitab suci seyogyanya ditanamkan pula kepada anak-anak: kejujuran, kebaikan, kasih sayang, kepedulian, kesetiaan, kedamaian, keterbukaan, kelemahlembutan, penguasaan diri, kesabaran, kemurahan, dan sebagainya. Dongeng (sebenarnya tidak hanya dongeng tapi juga cerita anak, kisah para nabi, dan kisah-kisah orang seperti yang diceritakan dalam kitab suci) yang dibaca ketika masih kanak-kanak atau yang diceritakan oleh orang tua atau guru ketika masih kanak-kanak, Dies Natalis UMK ke-30
119
ternyata mempunyai pengaruh yang sangat besar pada pembentukan karakter anak tersebut. Bahkan, dongeng atau cerita anak yang berjudul sama dengan inti yang sama mempunyai pengaruh yang berbeda bagi beberapa anak (Sulthanah‘s Weblog, 2008). Bagaimana jadinya kalau dongeng atau cerita anak itu sengaja ditulis dan diceritakan kepada anak-anak? Pengaruh yang ditimbulkannya pasti akan dahsyat sekali. Penulis sengaja menggarisbawahi kata ‗sengaja‘ karena dongeng-dongeng yang diceritakan kepada anak-anak hanya dongeng-dongeng yang mengandung nilai n-Ach (the need for achievement – kebutuhan berprestasi) yang tinggi, yaitu: optimisme yang tinggi, keberanian untuk mengubah nasib, dan sikap tidak gampang menyerah. Namum demikian, dalam konteks ini, menyangkut tiga hal yang menjadi ukuran tinggi-rendahnya nilai n-Ach—sebagaimana diandaikan McClelland—tidaklah bersifat mutlak, artinya tidak harus demikian persis, melainkan bisa disesuaikan dengan nilai-nilai moraletik yang berkembang di dalam budaya kita, sesuai dengan kearifan lokal (local-wisdom) kita sendiri. Misalnya, sebagai bangsa Indonesia, kita bisa merasukkan sikap-sikap semacam: patriotis dan berani membela yang benar—sebagaimana tecermin dalam simbol bendera pusaka, solidaritas sosial—sebagaimana tersirat dari sila keadilan sosial dalam Pancasila, toleransi budaya—sebagaimana terekspresi dalam semangat ―Bhineka Tunggal Ika‖, berdisiplin (karena kita merasakan sendiri, bangsa Indonesia adalah bangsa yang mentoleransi keterlambatan dan tidak pernah datang tepat waktu), dan seterusnya. Kalau dongeng-dongeng yang diceritakan pada anak-anak adalah dongeng-dongeng yang terkurikulum: sengaja ditulis, mengandung nilai n-Ach tinggi, dan didekasikan untuk anak-anak serta tidak hanya diceritakan oleh satu guru tapi oleh semua guru, penulis yakin, semakin dahsyatlah pengaruh dongeng itu terhadap anak-anak. Dies Natalis UMK ke-30
120
Memang dongeng ini takkan terlihat dampaknya dalam hitungan satu atau dua tahun mendatang, tetapi – merujuk David McClelland – 25 tahun kemudian, cerita anak-anak yang mengandung nilai n-Ach yang tinggi pada suatu negeri selalu diikuti dengan adanya pertumbuhan yang tinggi dalam negeri itu. Dengan kata lain, jika ―sekolah imajinasi‖ mulai diberlakukan di keluarga –dan sekolah tentunya– (dengan dongeng dan cerita anak lain yang terkurikulum dan mengandung nilai n-Ach yang tinggi), dalam 25 tahun yang akan datang tepatnya tahun 2033 terbentuklah generasi Indonesia yang mempunyai optimisme tinggi, berani mengubah nasib, tidak pantang menyerah, patriotis dan berani membela yang benar, mempunyai toleransi budaya dan nilai-nilai n-Ach lainnya yang sengaja disisipkan dalam dongeng-dongeng yang ditulis atau dibacakan atau diceritakan untuk anak-anak. Itulah barangkali yang penulis ingat sekarang, bahwa demikian besar peran ibu dalam membentuk karakter anak-anaknya dan bangsanya. Penulis ingat betul ketika ibu di rumah dan ibu guru di sekolah dasar sering menceritakan kisah keluarga Pandawa dan Kurawa, bahwa ―pendidikan karakter‖ yang dilakukan Dewi Kunti terhadap kelima anak laki-lakinya ternyata memberikan dampak yang jauh berbeda dengan Dewi Gandari terhadap seratus anak-anaknya, lakilaki dan perempuan. Hasil pendidikan Dewi Kunti menggambarkan anak didik yang bermartabat berperilaku santun, tidak mudah putus asa, selalu bersemangat, menjunjung tinggi kebersamaan, teliti dan hati-hati, kejujuran, kesabaran, kesetiaan, dan perilaku-perilaku yang menggambarkan karakter baik. Sementara itu di sisi lain karena kedengkian dan keirihatian Dewi Gandari menular kepada anakanaknya yang nampak dalam perilakunya yang culas, gembira di atas penderitaan orang lain, suka mencelakakan orang lain, curang, ceroboh, dan perilaku-perilaku lain yang negatif. Pemimpin negara yang lahir dari keluarga Dewi Kunti adalah pemimpin yang demokratis dan melindungi rakyatnya, sementara dari didikan Dewi Dies Natalis UMK ke-30
121
Gandari melahirkan pemimpin negara yang korup, penindas rakyat dan anarkis. Pengembangan pendidikan yang dilakukan oleh Dewi Gendari adalah pendidikan yang bermuatan soft skill yaitu pendidikan yang tidak semata-mata mementingkan aspek kognitif dan prestasi unggul, tetapi juga akhlakul karimah, moral dan perilaku yang baik. Jika pendidikan keluarga mengembangkan pendidikan karakter, sudah pasti ke depan bangsa kita menjadi bangsa yang disegani oleh bangsa-bangsa lain karena perilakunya yang cerdas dan santun. Istadi (2007) dan Prayitno (2009) mengingatkan bahwa, keteladanan orang tua sangat penting dalam pembentukan karakter anak, karena sejak kecil mereka selalu berusaha meniru apa yang dilakukan oleh orang tuanya. Cara peniruan yang paling awal dan ―primitif‖ dapat dilihat pada hubungan antara anak dengan orang tuanya. Melalui peniruan-peniruan awal itulah seorang bayi mulai secara aktif mengarahkan diri untuk memasuki lingkungan sekitarnya; melalui peniruan-peniruan itu pulalah anak terarah menjadi bagian dari lingkungan, terutama lingkungan sosialnya. Betapa pentingnya peniruan itu dapat ditangkap dengan menyimak kalimat-kalimat, ―tanpa peniruan kehidupan kemanusiaan tidak akan berkembang‖; ―tidak akan ada kehidupan manusiawi tanpa peniruan‖; ―peniruan adalah dasar kehidupan bersama‖. Melalui pengarahan dan peniruan-peniruan itu pula anak mengikatkan diri kepada (sejumlah) significant persons, yaitu orangorang yang besar pengaruh, peranan, dan artinya bagi anak. Anakanak memfokuskan peniruannya kepada orang yang sngat dekat dan penting bagi dirinya itu; dalam hal ini biasanya adalah kedua orang tuanya. Anak banyak meniru dari kedua orang tuanya. Berkat peniruan yang intensif dalam pergaulan lingkungan keluarga, terbentuklah tokoh identifikasi, yaitu tokoh yang dianggap selalu benar, tokoh yang menjadi pusat peniruan dan panutan, tokoh ideal dan idola bagi anak atau peserta didik. Di sinilah keteladanan Dies Natalis UMK ke-30
122
orang tua memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan karakter bangsa. Seorang gadis kecil ketika ditegur oleh ibunya sepulang sekolah karena melemparkan sepatunya di depan kulkas, dengan sigap ia menjawab, ―Bapak saja setiap pulang dari kantor sepatunya ditaruh di bawah meja makan boleh, kadang ditaruh di bawah aquarium di ruang tamu juga boleh. Aku kan ingin seperti bapak‖. Si ibu tidak kehilangan akal, suaminya yang sedang baca koran setelah makan siang digandeng ke depan aquarium dan diminta untuk ambil sepatunya, dengan masih menggandeng tangan si suami, ibu menghampiri putrinya, digandengnya ke depan kulkas. Suami di tangan kanan dan anak di tangan kiri –masing-masing menenteng sepatunya– digelandang ke rak sepatu, dan dikatakan ―Mulai hari ini dan seterusnya bapak dan adik setiap pulang harus meletakkan sepatu di rak ini‖. Sejak itulah bapak menaruh sepatu di rak setiap pulang kantor, dan adikpun dengan tertib menaruh sepatunya di rak setiap pulang sekolah atau pulang dari bepergian. Sehebat itulah peran orang tua sebagai teladan bagi anak-anaknya. Baik teladan baik maupun teladan buruk. Maka, berhentilah berbicara dan menasehati jika tidak sesuai dengan apa yang bapak ibu lakukan. Kebanyakan orang tua memandang sepele masalah keteladanan ini, hingga melupakannya dalam banyak persoalan. Padahal, peran keteladanan ini berlaku dalam segala keadaan, dari yang besar hingga yang sepele sekalipun. Jangan heran jika orang tua kewalahan meminta anak pergi mengaji, sementara anak tidak pernah melihat orang tuanya mengaji. Bahkan ketika memotivasi anak untuk belajar di rumah pun menjadi jauh lebih mudah ketika ayah ibunya pun turut mendemonstrasikan kesibukan mereka membaca di depan anak-anaknya.
Dies Natalis UMK ke-30
123
Gambar 3 Keteladanan Ibu mendorong anak-anaknya ikut mengaji setiap selesai sholat maghrib (Sumber: http://www.alislam.org/gallery/kids/Clipart/children/0781.JPG&imgrefurl ) Ambil buku, baca dan pelajarilah dengan serius, maka anak akan meneladaninya. Belilah buku-buku terbaru di toko buku, baca dan buat catatan-catatan kecil jika perlu, demonstrasikan itu di depan anak. Maka mereka akan mencontohnya walau tanpa diperintah. Usahakan setiap selesai sholat maghrib membaca Al-Qur‘an di samping anak, maka mereka pun dengan penuh antusias meniru perilaku kita. Teladan memang proses utama dalam mendidik anak. Jadi, orang tua yang menginginkan anaknya menjadi baik maka mereka harus terlebih dulu membuat dirinya sendiri menjadi baik. Jika menginginkan karakter anaknya ―cerdas‖, maka lebih dahulu orang tualah yang harus membangun karakternya menjadi cerdas. F. AKHIR KATA Karakter bangsa tidak saja menentukan kemampuan sebuah bangsa untuk hidup bermartabat dan mandiri, akan tetapi lebih dari itu, karakter bangsa bahkan menentukan jalan hidup dan nasib bangsa Dies Natalis UMK ke-30
124
tersebut. Oleh karena itu pembentukan karakter bangsa harus harus dimulai dari keluarga. Pendidikan dalam keluarga merupakan basis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kesadaran orang tua dalam mendidik anaknya memberi konstribusi besar dalam pembentukan karakter bangsa.
DAFTAR PUSTAKA Chalil, Achjar. 2008. Pembentukan Karakter Peserta Didik melaui Pendekatan Pembelajaran Berbasis Fitrah. Tersedia on line di http://agupenajateng.net/ 2009/02/13/pembentukan-karakterpeserta-didik-melalui-pendekatan-pembelajaran-berbasis-fitrah/ diunduh 5 Mei 2010 Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. http://www.dikti.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id =1053:peranan-pendidikan-nasional-dalam-pembangunan-karakterbangsa&catid= 143:berita-harian diunduh 5 Mei 2010 Istadi, Irawati. 2007. Melipatgandakan Kecerdasan Emosi Anak. Bekasi: Pustaka Inti. Nurokhim, Bambang. 2007. Membangun Karakter dan Watak Bangsa Melalui Pendidikan Mutlak Diperlukan. Tersedia on line di http://www.tnial.mil.id/ Majalah/Cakrawala/ArtikelCakrawala/tabid/125/articleType/Article View/articleId/200/Default.aspx diunduh 5 Mei 2010 Ramli, Nuri. 2008. Rainbow Plan: Reformasi Pendidikan di Jepang. Tersedia di http://indosdm.com/rainbow-plan-reformasipendidikan-di-jepang diunduh 13 Mei 2010. Rajasa, M. Hatta. 2007. Memaknai Kemerdekaan Dari Perspektif Pembinaan Karakter Bangsa. Tersedia on line di Dies Natalis UMK ke-30
125
http://www.setneg.go.id/index.php? option=com_content&task=view&id=738&Itemid=135 diunduh 5 Mei 2010 Satmoko, Retno Sriningsih. 1999. Landasan Kependidikan (Pengantar ke arah Ilmu Pendidikan Pancasila). Semarang: IKIP Semarang Press Sultanah Weblogs. 2008. Sekolah Imajinasi dan Peranannya Dalam Pembentukan Karakter Bangsa. Tersedia on line di http://sulthanah.wordpress.com/ sekolah-imajinasi-dan-peranannyadalam-pembentukan-karakter-bangsa/ diunduh 5 Mei 2010 Wirawan,Henny E. 2010. Bunda Agen Kebangkitan Pendidikan. Majalah Psikologi Plus Volume IV Nomor 11/Mei 2010. Semarang: Nico Sakti.
Dies Natalis UMK ke-30
126
Sistem Pendidikan Berbasis Religi dan Multiple Intelligences untuk Mencetak Generasi Unggul Bermoral dan Berkarakter (Tinjauan Kebijakan Politik pendidikan) Ahdi Riyono, S.S., M.Hum Abstrak Dewasa ini, sistem pendidikan di Indonesia masih dianggap kurang berhasil mewujudkan tujuan nasional pendidikan, yaitu pendidikan yang mampu menghasilkan keluaran yang unggul dan bermoral tinggi. Padahal pendidikan adalah nyawa bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini tentu membuat kita semua sebagai anak bangsa prihatin. Kalau ditelusuri lebih teliti lagi, tenyata hal tersebut disebabkan terutama bangunan pendidikan di Indonesia cenderung sekuler, dan hanya menekankan dua kecerdasan, yaitu logikamatematika, dan bahasa saja. Padahal kecerdasan manusia tidak hanya itu yang oleh Gardner (1983) disebut multiple intelligences (kecerdasan majemuk). Sedangkan yang dimaksud pendidikan sekuler di sini adalah memisahkan antara pendidikan umum dan agama. Perlu diakui pendidikan yang unggul bisanya justru didirikan oleh para agamawan/rohaniawan. Oleh sebab itu, agar pendidikan di Indonesia dapat menghasilkan lulusan yang berilmu pengetahuan dan bermoral tinggi, maka harus ada perubahan yang cukup fundamental dalam bangunan sistem pendidikan. Dimulai dari filosofinya, perangkat pengajaran, kurikulum, dan proses pembelajaran. Dengan demikian, nantinya pendidikan di negera ini akan menjadi aset dan primadona baik bagi warga negara sendiri maupun bagi warganegara lain. Kata Kunci: Sistem pendidikan, filosofi, multiple intelligences, moral dan kurikulum
Dies Natalis UMK ke-30
127
A. Pendahuluan Dalam perjalanan sejarah, bangsa Indonesia mengalami pasang surut pergolakan dan dinamika sosial yang berkesinambungan. Krisis multidimesional yang telah melanda negeri ini semenjak angin reformasi pertama kali dijalankan pada tahun 1997 tenyata masih belum sirna dari hadapan kita. Kemiskinan, kebodohan, ketidakadilan, kemerosotan moral, korupsi masih mewarnai berita-berita media massa nasional saat ini. Walaupun pemimpin nasional telah beberapa kali ganti, namun belum juga mampu membawa bangsa ini bangkit dari keterpurukan. Ini menunjukkan bangsa Indonesia mengalami sakit yang luar biasanya parahnya. Bahkan pemimpin baru pun dibuatnya tidak berdaya. Untuk itu, harus ada keberanian untuk mencari akar permasalahan dari dimensi yang lain, yang selama ini mungkin cenderung diabaikan bahkan tidak pernah dilirik. Dimensi tersebut adalah tatanan kehidupan yang sekularistik. Kehidupan sekularistik telah melanda negeri ini dalam semua aspek kehidupan, termasuk dalam dunia pendidikan. Ekses dari pendidikan yang sekularistik sangat besar, antara lain pengelolaan ekonomi yang kapitalistik, politik oportunistik, materialistik, budaya hedonistik, dan tatanan sosial yang individualistik. Untuk itulah diperlukan solusi yang fundamental dan paradigmatik, bukan solusi yang parsial (tambal sulam). Kalau dibaratkan seperti orang sakit yang menderita gejala panas, sakit perut, pusing badan lemes, dan lesu, tentunya seorang dokter tidak akan sembarangan memberi obat yang hanya untuk menyembuhkan gejala saja. Dokter akan mencari penyebab utama kenapa orang itu sakit dan mengalami gejala itu. Setelah penyebab sakit diketemukan, baru pasien akan diberi obat yang tepat sesuai dengan penyakit dan dosisnya. Inilah fakta yang terjadi di Indonesia, para pemegang kebijakan membuat kebijakan yang hanya tambal sulam yang tidak menyentuh akar permasalahan. Setiap pergantian menteri, dapat dipastikan ada Dies Natalis UMK ke-30
128
perubahan kebijakan. Namun sayang kebanyakan kebijakan yang diambil hanya sebatas tambal sulam belum menyentuh akar permasalahan dunia pendidikan di Indonesia. Kalau kita mau lebih jauh mengamati segala kebijakan yang diambil selama ini nyaris sebagaian besar mengadopsi model pendidikan di barat, tanpa memahami filosofi, dan landasan pemikirannya, sehingga yang terjadi adalah kegagalan dan kegagalan. Dari permasalahan di atas, saya akan mencoba memberikan sumbangsih pemikiran bagaimana seharusnya mengurai benang kusut yang mendera dunia pendidikan kita dewasa ini. Pendidikan yang bagaimana yang mampu mencetak generasi yang unggul dan berbudi pekerti yang luhur? B. Pembahasan Reformasi Sistem Pendidikan Untuk menjawab permasalahan di atas diperlukan pemikiran yang mendalam dalam menggali suatu permasalahan. Saya berpendapat krisis pendidikan yang dialami bangsa Indonesia disebabkan pemikiran yang lepas pengelolaan dari norma-norma agama. Dengan kata lain, sekularisme adalah akar dari permasalahan utama dalam bahasa Arab disebut dengan Qodliah masyiriyyah (permasalahan pokok). Sekularisme diartikan sebagai pemikiran yang memisahkan urusan dunia dengan urusan agama, pemisahan pendidikan dari agama. Padahal agama adalah landasan utama dalam menjaga moral pemelukknya. Oleh karena itu, saat ini dibutuhkan sebuah sistem kehidupan baru berdasarkan moralitas agama. Dengan sistem ini, semua kebijakan yang menyangkut ekonomi, politik, pendidikan, budaya, dan tata sosial dibangun dan ditumbuhkembangkan. Paradigma pendidikan di Indonesia selama ini gagal memanusiakan manusia, gagal membentuk karakter manusia sesuai dengan visi dan misi penciptaan manusia. Kelemahan ini disebabkan Dies Natalis UMK ke-30
129
asas pendidikan yang selama ini dibangun berdasarkan paham sekularisme. Paham ini ternyata membentuk peserta didik sebagai manusia-manusia yang materialistik, dan individualistik, walaupun kadang oleh penguasa anggapan yang demikian disangkal. Untuk itu, diperlukan solusi yang integratif, yaitu pendidikan berbasis agama yang bertujuan untuk membentuk manusia yang memiliki karakter khas, memiliki pemahaman ajaran agama, memiliki kecakapan/ketrampilan, dan berilmu iptek. Lebih jauh lagi, harus ada kontinyuitas pendidikan dari Taman Bermain hingga Perguruan Tinggi. Yang kalau diperhatikan selama ini masih terputus. Di samping itu, harus ada sinergi antara sekolah, keluarga dan masyarakat. Menurut pakar pendidikan Suroso (2002: 188) pendidikan di Barat sebetulnya mengadopsi model pendidikan di Timur Tengah, yaitu pendidikan berbasis religisitas. Kampus Universitas Harvard yang sangat terkenal justru didirikan oleh para rohaniawan. Sebetulnya kita sebagai bangsa religius juga memiliki banyak rohaniawan baik yang ada di pondok-pondok pesantren, seminari, pura dan vihara yang sanggup mengembangkan pendidikan berdimensi etika, moral dan religi. Hal ini juga dibuktikan dengan sejarah kita.Banyak para sarjana asing yang belajar di Nusantara pada zaman kerajaan dulu. Misalnya, pada zaman kerajaan Hindu, I Tsing bersama cendekiawan Cina pernah singgah di Jawa (664-667) dan menerjemahkan konsep nirwana dalam bahasa sangsekerta menurut madhab Hinayana dalam ajaran Budha. Pada zaman Kerajaan Sriwijaya bahkan telah ada peruguruan Tinggi Agama Budha yang sangat terkenal hingga mancanegara. Begitu juga, pada masa kerajaan Islam banyak sekali tempat pendidikan yang terkenal. Di Aceh pada masa Kerajaan Samudera Pasai dan Kesultanan Aceh terdapat perguruan tinggi yang mahapeserta didiknya banyak yang dari luar negeri yang mampu menghasilkan generasi cerdas, dan bermoral tinggi. Dies Natalis UMK ke-30
130
Dari ilustrasi tersebut, jelas Indonesia pada masa silam sebagai temapt belajar ilmu pengetahuan oleh orang-orang mancanegara. Suroso juga mengakui dengan jujur bahwa pendidikan yang diselenggarakan berbasis agama akan memiliki nilai lebih baik dibandingkan dengan pendidikan yang dilaksanakan secara sekuler. Optimasi dan Integrasi Orientasi pendidikan harusnya bermuara pada tiga hal yang saling interintegrasi, yaitu kepribadian yang khas, maksudnya berbudi pekerti, serta menguasai ketrampilan hidup/life skill. Untuk itu, harus ada keterpaduan antar unsur pelaksana pendidikan alternatif idealis, yaitu rumah, sekolah, dan masyarakat. Sebagai contoh, di sekolah anak didik diajari sikap demokratis, jujur, dan amanah, maka ketika akan pulang rumah orang tua juga harus mencerminkan apa yang diajarkan di sekolah, demikian juga masyarakat harus sesuai dengan norma yang diajarkan tadi. Kenyataannya sekarang ini ketiga unsur di atas tidak saling mendukung, justru saling kontradiksi, sehingga kalau kita mengharapkan pendidikan yang berkarakter juga sulit untuk diwujudkan. Banyak pejabat negara yang seharusnya menjadi contoh justru terkena kasus pidana korupsi serta banyak yang membohongi rakyat. Inilah sebetulnya akar permasalah pendidikan kita. Oleh karena itu, dibutuhkan solusi yang bersifat paradigmatik. Yaitu dengan dimebalikannya sistem pendidikan pada asas moralitas (agama). Agama harus menjadi landasan dalam menetukan arah, dan tujuan pendidikan, penyusunan kurikulum, proses belajar, penetuan kualifikas guru serta budaya sekolah. Dengan demikian, ke depan diharapkan, pendidikan kita mampu memunculkan generasi yang berbudi luhur dan berkarakter.
Dies Natalis UMK ke-30
131
Solusi Strategis Dalam membangun pendidikan berkualitas. Tentu dibutuhkan pula solusi strategis. Antara lain; 1. 2. 3. 4. 5.
Kurikulum yang paradigmatik. Guru yang berkualitas, dan berpikir holistik. Proses pembelajaran yang berkarakter. Lingkungan sekolah yang bernuansa agamis Membuka ruang interaksi dan sinergi dengan keluarga, dan masyarakat. 6. Dukungan anggaran yang memadai dari negara. Kesinambungan Kurikulum Dalam menyusun dan membangun kurikulum dari KB hingga PT harus dipertimbangkan faktor-faktor yang berkesinambungan. Tentu tidak boleh lagi ada keterputusan pendidikan. Untuk pendidikan jenjang pendidikan dasar (KB, TK dan SD) harus ditekankan pelajaran yang dapat membentuk karakter yang berbudi, pada jenjang pendidikan menengah (SMP dan SMA) ditekankan pada peningkatan pembentukan kepribadian peserta didik (character building). Adapun materi pemahaman agama diberikan sejak jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan menengah. Sedangkan mata kuliah agama di Universitas seharusnya hanya menjadi mata kuliah pilihan saja. Adapun untuk ketrampilan hidup (life skills) harus diajarkan sejak pendidikan dasar hingga pendidikan menengah. Sehingga lulusan setingkat SMA diharapkan sudah mampu bekerja atau menciptakan lapangan kerja untuk dirinya. Adapun pendidikan tinggi, hanya sebagai tempat untuk peningkatan profesionalisme, dan keahlian saja.
Dies Natalis UMK ke-30
132
Pengembangan Kurikulum berbasis Multiple Intelligences Dengan pengertian terbatas, kurikulum diartikan sebagai bahan atau materi yang harus diajarkan dalam suatu program pendidikan. Dalam pengertian yang lebih luas, kurikulum diartikan sebagai keseluruhan pengalaman belajar peserta didik yang dapat mendukung proses perkembangan diri kearah perwujudan sesuai dengan tujuan pendidikan. Dengan pengertian ini, maka kurikulum tidak hanya sekedar sekumpulan materi yang harus diajarkan akan tetapi kurikulum juga mencakup berbagai sumber dan kegiatan yang saling berinteraksi sehingga akan memberikan pengalaman pembelajaran yang berarti kepada peserta didik. Sesuai dengan pengertian belajar, kurikulum harus mampu memberikan kesempatan peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar sehingga akan terjadi perubahan perilaku sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu, dalam menyusun kurikulum juga dipertimbangkan faktor multiple intelligences peserta didik. Dalam pengertian kurikulum yang luas tadi, sekurang-kurangnya ada empat pertanyaan pokok dalam upaya pengembangannya, yaitu: 1. Apakah tujuan yang ingin dicapai? 2. Pengalaman belajar apa yang perlu disiapkan untuk mencapai tujuan? 3. Bagaimana pengalaman belajar itu diorganisasikan secara efektif? 4. Bagaimana cara menentukan keberhasilan pencapaian tujuan? Sejalan dengan keempat pertanyaan itu, maka kurikulum itu mempunyai empat komponen utama yaitu: (1) komponen tujuan, (2) komponen isi, (3) komponen metode atau proses belajar mengajar, dan komponen evaluasi atau penilaian. Setiap komponen kurikulum mempunyai hubungan dan pengaruh timbal balik antara satu dengan yang lainnya. Untuk itu, agar dalam pengembangan kurikulum dapat Dies Natalis UMK ke-30
133
dilakukan dengan baik, maka diperlukan pengembangan kurikulum secara mendasar. Antara lain: 1. Internalisasi nilai-nilai agama. Maksudnya pada setiap mata pelajaran nilai-nilai agama yang universal harus menjadi jiwa sebagai dasar pembentukan karakter peserta didik. Dengan itu, peserta didik diharapkan dapat menerapkan nilai-nilai agama dalam realitas kehidupan. 2. Koreksi mata pelajaran yang bertentangan dengan tujuan pendidikan yang diharapakan. Koreksi penting dilakukan karena tujuan pendidikan akan tercapai kalau setiap mata pelajaran mendukung tujuan pendidikan. 3. Subtitusi mata pelajaran yang tidak mendukung tujuan pendidikan. Ketika koreksi telah dilaksanakan dan tenyata ada beberapa mata pelajaran yang tidak relevan dengan tujuan keluaran, harus segera diganti dengan mata pelajaran lain. 4. Adisi/tambahan mata pelajaran baru ke dalam kurikulum. Tambahan dapat dilakukan disesuaikan dengan karakteristik sekolah atau perguruan tinggi masing-masing. 5. Fiksasi atau pembakuan. Pembakuan sangat penting dilakukan karena kurikulum yang baku dapat dijadikan rujukan bagi peserta didik dan pengajar. 6. Rancangan strategi pembelajaran berbasis Multiple Intelligences (kecerdasan majemuk). Strategi Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences Kendala bagi dunia pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang unggul dan berkualitas adalah masih banyaknya sekolah yang mempunyai pola pikir tradisional di dalam menjalankan proses belajarnya, yaitu sekolah hanya menekankan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa. Kenyataan ini senada dengan apa yang diungkapkan Seto Mulyadi (2003) suatu kekeliruan yang besar jika Dies Natalis UMK ke-30
134
setiap kenaikan kelas, prestasi anak didik hanya diukur dari kemampuan matematika dan bahasa. Dengan demikian, sistem pendidikan nasional yang mengukur tingkat kecerdasan peserta didik yang semata-mata hanya menekankan kemampuan logika perlu direvisi. Kecerdasan intelektual tidak hanya mencakup dua parameter tersebut di atas tetapi juga harus dilihat dari aspek kinetis, musical, visual-spatial, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis (Kompas, 6 Agustus 2003). Jenis-jenis kecerdasan intelektual tersebut dikenal dengan sebutan multiple intelligences (kecerdasan majemuk) yang diperkenalkan oleh Howard Gardner pada tahun 1983. Gardner mengatakan bahwa kita cenderung hanya menghargai orang-orang yang memang ahli di dalam kemampuan logika (matematika) dan bahasa. Kita harus memberikan perhatian yang seimbang terhadap orang-orang yang memiliki talenta (gift) dalam kecerdasan yang lainnya seperti artis, arsitek, musikus, ahli alam, designer, penari, terapis, enterpreneurs, dan lain-lain. Sangat disayangkan bahwa saat ini banyak anak-anak yang memiliki talenta (gift), tidak mendapatkan reinforcement di sekolahnya. Banyak sekali anak yang pada kenyataannya dianggap sebagai anak yang “Learning Disabled” atau ADD (Attention Deficit Disorder), atau underachiever, pada saat pola pemikiran mereka yang unik tidak dapat diakomodasi oleh sekolah. Pihak sekolah hanya menekankan pada kemampuan logika matematika dan bahasa. Untuk itu strategi pembelajaran berbasis MI selayaknya diterapkan. Adapun jumlah strateginya sangat banyak. Seiring dengan kreativitas guru, database strategi multiple intelligences juga terus berkembang. Ungkapan Sky is the limited paling pas untuk menggambarkan betapa luasnya aktivitas belajar dalam MI. Untuk menerapka strategi pembelajaran MI, langkah pertama yang harus dilakukan guru adalah menemukan modalitas belajar peserta didik. Karena dalam menerapkan strategi MI ini gaya mengajar guru Dies Natalis UMK ke-30
135
disesuaikan dengan gaya belajar peserta didik. Modalitas belajar di sini adalah cara informasi masuk ke dalam otak melalui indra yang kita miliki (Chatib, 2009: 136). Terdapat tiga macam modalitas belajar: a. Visual: modalitas ini mengakses citra visual, warna, gambar, catatan, tabel, diagram, grafik, peta pikiran, dan hal-hal lain yang berkaitan. b. Auditorial: modalitas ini mengakses segala jenis bunyi, suara, musik, nada, irama, cerita, dialog, dan pemahaman materi pelajaran dengan menjawab atau mendengarkan cerita lagu, syair, dan hal-hal lain yang berkaitan. c. Kinestetik: Modalitas ini mengakses segala jenis gerak, aktivitas tubuh, emosi koordinasi dan hal-hal lain yang berkaitan. Menurut penelitian Dr. Venon Magnesen dari Texas University, otak manusia lebih cepat menangkap informasi yang berasal dari modalitas visual yang bergerak. Persentase yang kita ingat jika membaca 20%, mendengar 30%, melihat 40%, mengucapkan 50%, melakukan 60%, dan melihat, mengucapkan dan melakukan sebanyak 60%. Langkah kedua, untuk merancang strategi pembelajaran yang terbaik adalah gunakan modalitas belajar tertinggi, yaitu dengan modalitas kinestetik dan visual dengan akses informasi, melihat, mengucapkan, dan melakukan. Langkah ketiga, mengkaitkan materi yang diajarkan dengan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari yang mengandung keselamatan hidup. Langkah yang keempat, menyampaikan materi kepada siswa dengan melibatkan emosinya. Hindarkan pemberian materi secara hambar, dan membosankan. Dan langkah yang kelima, pembelajaran dengan melibatkan partisipasi siswa untuk menghasilkan manfaat yang nyata, dan dapat langsung dirasakan orang lain. Peserta didik merasa mempunyai kemampuan untuk menunjukkan eksistensi dirinya. Dies Natalis UMK ke-30
136
Optimalisasi peran Agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara maksimal maka, harus ada mata rantai peran yang saling kait-mengkait antar peran. Mulai dari ranah keluarga hingga negara. 1. Keluarga sebagai institusi awal pendidikan. 2. Sekolah sebagai institusi formal yang berfungsi memadukan semua aspek pendidikan. 3. Masyarakat sebagai institusi sistem yang melahirkan generasi pemimpin. 4. Partai politik sebagai institusi yang memimpin terjadinya perubahan masyarakat, dan wadah untuk mencetak generasi unggul. 5. Negara sebagai institusi yang berkewajiban menyiapkan dana dengan kebijakan politik pendidikan yang tepat. C. Simpulan Untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas yang dapat mencetak generasi unggul dan berkarakter, harus ada sinergi yang tegas antara Keluarga, sekolah, masyarakat dan negara. Sinergi ini diwujudkan dalam kebijakan politik pendidikan yang memanusiakan manusia, menghargai perbedaan, dan memihak pada kepentingan siswa dengan menerapkan pendidikan agama dan multiple intelligences pada kurikulum dan strategi pembelajaran di sekolah. Ditambah lagi, dukungan anggaran dari negara juga sangat menentukan kualitas pendidikan, disamping aspek-aspek yang lainnya.
Dies Natalis UMK ke-30
137
Daftar Pustaka Al-Bagdadi, abdurrahman. 1996. Sistem pendidikan di masa Khilafah Islam. Bangil: Al-Izzah. Chatib, Munif. 2009. Sekolahnya Manusia. Bandung: Kaifa Gardner, Howard.2003. Multiple Intelligences (kecerdasan majemuk). Batam: Interaksana. Kurnia, MR. 2004. Mencetak Generasi cerdas. Makalah seminar tidak dipublikasikan. Suroso. 2002. In Memoriam Guru membangkitkan Ruh-ruh Pencerdasan. Yogyakarta: Jendela. Surya, Muhammad.2003. Percikan Perjuangan Guru. Semarang. Aneka Ilmu. http://www.kompas.com/kecerdasan intelektual tak cuma logika dan bahasa/ 6 Agustus 2003
Dies Natalis UMK ke-30
138
Memperkuat Soft Skills Membangun Karakter Bangsa Oleh: Muh. Syafei Lektor Kepala pada Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Muria Kudus
Pendahuluan Kualitas-kualitas dasar manusia seperti kemampuan berkomunikasi, kemampuan berhubungan antar orang, kemampuan bekerja sama, kejujuran, keuletan, kerja keras dan motivasi adalah kualitas-kualitas yang tidak terlihat wujudnya (intangible). Kualitaskualitas tersebut diperlukan untuk keberhasilan. Putra dan Pratiwi (2005) menyebut kualitas-kualitas tersebut sebagai ”soft skills”. Mereka, mengutip Patric S O‘Brian dalam Making College Count, mengelompokkan softskills tersebut menjadi Seven Winning Characteristics: (1) Ketrampilan berkomunikasi (2) Ketrampilan berorganisasi, (3) Kepemimpinan, (4) Logika, (5) Usaha (6) Kemampuan berkerja dalam kelompok dan (7) Etika. Sambutan Ketua Yayasan Pembina Universitas Muria Kudus (UMK) pada Buku Informasi UMK Tahun Akademik 2007/2008 yang bertajuk Menuju Kampus Berakhlakul Karimah (2007: ix-xi), menurut hemat penulis, sarat dengan nuansa penguatan soft skills. Demikian juga Visi UMK menjadi Universitas Kebudayaan (Culture University) (2007 secara jelas bermuatan hard skills sekaligus soft skills. Sementara itu, Dikti Depdiknas RI (2008: iii) menyebut soft skills sebagai ketrampilan strategis, dan juga sikap dan perilaku. Berdasarkan pemikiran, kajian literature, dan kajian empiris, tulisan ini menyajikan beberapa uraian tentang soft skills yang menyumbang pembangunan karakter bangsa. Dalam pemikiran penulis, bisa jadi karakter bangsa dibentuk tidak lain oleh mantapnya soft skills yang Dies Natalis UMK ke-30
139
dimiliki oleh rakyatnya, dunia usahanya, perangkat sosialnya, perangkat budayanya, perangkat politiknya dan perangkat pemeritahannya. Soft skills yang telah dilatih, diasah, diamalkan, ditingkatkan kualitasnya secara berkelanjutan dan terkristalisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehari-hari akan membentuk karakter suatu bangsa. Bangsa-bangsa besar di dunia pastilah mempunyai karakter yang dikenal luas dan menjadi sifat unggulan. Seperti yang diungkapkan Rajasa (2007) dalam http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id =738&Itemid=135 bahwa sejak awal kemerdekaan Bung Karno telah menekankan pentingnyanya nation and character buildings. Ki Hadjar Dewantoro juga menyebutkan character building sebagai bagian integral dari pembangunan bangsa. Rajasa juga menyatakan bahwa karakter suatu bangsa berperan besar dalam mempertahankan eksistensi dan kemerdekaannya. Beliau diataranya mencontohkan Cina dan India. Cina terkenal dengan disiplin baja dan kerja keras untuk menggerakkan mesin produksi nasionalnya. Budaya disiplin Cina berhasil menekan masalah korupsi di kalangan birokrasinya secara substansial. Budaya kerja keras tampak nyata dari semangat rakyat di negeri ini untuk bersedia bekerja selama 7 hari dalam seminggu. Saat ini Cina adalah negara pengekspor terbesar yang produk ekspornya semakin banyak yang memiliki kandungan teknologi menengah dan teknologi tinggi. India yang jumlah penduduknya terbesar kedua di dunia telah berhasil menjadi salah satu negara yang sanggup berswasembada pangan. Karakter kuat bangsa India untuk maju dan membangun dengan kemampuan sendiri dikenal dengan istilah budaya Swadeshi. Inilah yang membuat India tumbuh menjadi negara paling mandiri di Asia saat ini dimana bagai kebutuhan hidup dibuat sendiri, mulai dari yang paling sederhana seperti sabun mandi hingga mobil, mesin-mesin industri, kapal laut bahkan pesawat terbang. Semangat Swadeshi telah menjadikan ketergantungan India terhadap produk impor sangat rendah. India, yang ekonominya memang bukanlah yang terbaik di Asia, nyaris tidak mempunyai hutang luar negeri. Dies Natalis UMK ke-30
140
Sementara itu, tanpa berkecil hati dan melupakan prestasi dan pencapaian Bangsa Indonesia di banyak bidang, kualitas SDM Indonesia, seperti dikutip Dikti Depdiknas RI (2008: ii) berdasarkan laporan World Competitiveness Yearbook (2004), harus diakui masih rendah dan memprihatinkan. Daya saing SDM Indonesia di tingkat regional saja berada urutan paling rendah dibandingkan dengan Singapura (peringkat 2), Malaysia (peringkat 16), Thailand (peringkat 29), dan Philipina (peringkat 52). Wujud Soft Skills Wujud Softskills dapat ditemukan dalam beberapa literature. Misalnya, The Leadership Challenge, sebuah lembaga internasional, meneliti sifat-sifat yang dimiliki para CEO (Chief Executive Officer) di enam benua (Afrika, Amerika Selatan, Amerika Utara, Asia, Eropa, and Australia). Setiap responden diminta untuk menilai dan memilih tujuh sifat yang harus dimiliki oleh CEO ideal. Dan hasilnya adalah seperti terlihat dalam tabel berikut ini. Rank
Characteristics %
Respondents Edition 2002
1995
1987
1
Honest
88
88
83
2
Forward Looking
71
75
62
3
Competent
66
63
67
4
Inspiring
65
68
58
5
Intelligent
47
40
43
Dies Natalis UMK ke-30
141
6
Fair-Minded
42
49
40
7
Broad-Minded
40
40
37
8
Supportive
35
41
32
9
Straight Forward
34
33
34
10
Dependable
33
32
33
11
Cooperative
28
28
25
12
Determined
24
17
17
13
Imaginative
23
28
34
14
Ambitious
21
13
21
15
Courageous
20
29
27
16
Caring
20
23
26
17
Mature
17
13
23
18
Loyal
14
11
11
19
Self-controlled
8
5
13
20
Independent
6
5
10
(Sumber: Agustian, Ary Ginanjar. 2007. ESQ POWER Sebuah Inner Journey Melalui Al-Ihsan. Jakarta: Penerbit Arga. pp. 5-6) Contoh lainnya, sebuah survey dilakukan oleh NACE (National Association of Colleges and Employers) di Amerika Serikat yang melibatkan 457 wirausahawan. Seperti yang dikutip oleh Putra and Dies Natalis UMK ke-30
142
Pratiwi (2005), survey tersebut menyimpulkan bahwa peran nilai dalam IPK hanya menempati urutan ke tujuh belas dari dua puluh kualitas yang diharapkan dari para lulusan universitas. Hasil survey dapat dilihat pada tabel berikut ini. No Qualities Score (1 – 5 Scale) 1
Communication Skill
4.69
2
Honesty/Integrity
4.59
3
Cooperation Skill
4.54
4
Interpersonal Skill
4.5
5
Work Ethos
4.46
6
Motivation/Self Drive
4.42
7
Adaptation skill
4.41
8
Analytical Skill
4.36
9
Computer skill
4.21
10
Organizational Skill
4.05
11
Detail Orientation
4
12
Leadership
3.97
13
Self Confidence
3.95
14
Friendly Personality
3.85
15
Politeness/Ethic
3.82
Dies Natalis UMK ke-30
143
16
Wisdom
3.75
17
GPA ≥ 3.0
3.68
18
Creative
3.59
19
Humor
3.25
20
Entrepreneurship
3.23
A survey by NACE USA on the qualities of university graduates expected by job market (in Putra and Pratiwi, 2005, p 5) Syafei (2008) melalui analisis leksikal mengidentifikasi jenis-jenis soft skills yang dipersyaratkan oleh iklan-iklan lowongan pekerjaan (berbahasa Inggris) pada sebuah harian nasional. Softskill yang diperlukan teridentifikasi seperti berikut ini: 1. Language Skill, 2. Computer Skill, 3. Communication Skill, 4. Interpersonal Skill, 5. Decision Making Skill, 6. Organization Skill, 7. Negotiation Skill, 8. Leadership, 9. Supervision Skill, 10. Influencing Skill, 11. Reporting Skill, 12. Presentation Skill, 13. Group/Team Work, 14. Multi-Tasking, 15. Work Load and Pressure, 16. Traveling, 17. Independence, 18. Target/Achievement Orientation, 19. Drive Performance , 20. Appearance:, 21. Ethos and Ethics, 22. Adaptation, 23. Personality, 24. Motivation and Courage, 25. Problem Solving Skills, 26. Accuracy, 27. Business Sense, and 28. Analytical Skill. Pengelompokkan ini bersifat luwes. Etos dan etika meliputi mampu berkerja dengan pengawasan minimal, sopan tetapi tegas, asertif, mandiri, kompeten, kreatif, berdedikasi tinggi, sholeh, bersikap baik, beretika bisnis, berdisiplin tinggi, berintegritas tinngi, jujur, loyal, matang, terus terang, persuasif, proaktif, cerdas, dapat dipercaya dan mau bekerja keras. Penelitian NACE (National Association of Colleges and Employers) pada tahun 2005, seperti dilansir Direktorat Kelembagaan Dies Natalis UMK ke-30
144
Ditjen Dikti Depdiknas RI (2008), menyebutkan bahwa umumnya pengguna tenaga kerja membutuhkan keahlian kerja berupa 82% soft skills dan 18% hard skills. Pemberian ketrampilan wajib bagi mahasiswa UMK yang berupa ketrampilan wajib (1) Komputer, (2) Bahasa Inggris, dan 93) Kewirausahaan telah sejalan dengan uraian teoritis maupun empiris pada bagian ini. Soft Skills dan Karakter Building dalam Kehidupan Sehari-Hari Dalam pemikiran penulis, nilai-nilai soft skills nampaknya akan hanya menjadi slogan belaka (textual values) bila tidak diaktualkan dalam kehidupan nyata sehari-hari (actual values). Sebagai sebagian contoh dan rujukan praktis, walaupun aslinya lebih ditujukan untuk anakanak, bagian ini menyajikan butir-butir penerapan soft skills yang diberikan oleh Leah Davies yang bertajuk 52 Character Building Thoughts for Children, seperti yang telah diterjemahkan secara bebas ke dalam bahasa Indonesia oleh penulis sendiri sebagai berikut. 1. Penampilan saya adalah hal yang penting, tetapi tindakan saya lebih penting. 2. Saya memperlakukan orang lain seperti keinginan saya mereka memperlakukan saya. 3. Saya sportif: mengikuti aturan, menunggu giliran, dan bermain fair. 4. Boleh tertawa karena hal-hal lucu tetapi tidak boleh mentertawakan orang lain. 5. Saya tidak suka gossip: jika saya tidak bisa mengatakan sesuatu yang dapat membantu, lebih baik saya diam. 6. Jika saya sedang sedih, saya menghibur diri sendiri dengan memikirkan hal-hal yang baik dalam hidup ini. 7. Agar banyak teman, saya harus ramah. Dies Natalis UMK ke-30
145
8. Saya yakin bahwa saya adalah orang yang dapat melakukan halhal penting. 9. Perkataan saya dan cara saya mengatakannya menunjukkan kepada orang lain orang macam apa saya ini. 10. Saya menghargai keluarga saya, guru-guru saya, dan sekolah/perguruan saya. 11. Saya memperlakukan orang lain dengan rasa hormat. 12. Bila saya mendengarkan orang lain berarti saya menunjukkan kepada mereka bahwa saya memperdulikan mereka. 13. Saya menjadi warga yang baik bila saya secara sukarela membantu orang lain. 14. Saya memikirkan diri sendiri dengan membuat pilihan-pilihan cerdas yang baik bagi saya. 15. Setiap hari yang datang menawarkan sebuah awal untuk berbuat terbaik. 16. Saya berusaha memahami apa yang sedang dirasakan teman saya. 17. Setiap orang bisa membuat kesalahan; daripada uring-uringan, saya berusaha melakukan sesuatu yang lebih baik. 18. Saya tidak menyerah: Saya terus berusaha sampai saya bisa mengerjakan tugas saya dan mencapai cita-cita saya. 19. Berbagi dengan orang lain membuat saya senang dan juga membuat orang lain senang. 20. Saya memecahkan persoalan saya tanpa melukai/merugikan diri sendiri atau melukai/merugikan orang lain. 21. Saya sopan bila saya menunggu giliran saya dan saya mengatakan ”Silakan” dan ”Terima kasih”. 22. Kalau saya tersenyum kepada orang lain, biasanya mereka membalasnya dengan senyuman pula. 23. Saya mendorong teman saya untuk melakukan yang terbaik. 24. Nilai-nilai luhur membimbing saya melakukan apa yang benar. Dies Natalis UMK ke-30
146
25. Saya jujur; saya tidak menyontek, tidak berselingkuh atau tidak mencuri. 26. Ketika saya marah, saya menggunakan kontrol diri dan tidak melukai orang lain. 27. Saya kreatif bila saya menari, menggambar, mengecat, atau saya menulis cerita atau puisi. 28. Saya mengatakan ” Tidak” terhadap hal-hal yang melukai tubuh seperti tembakau, narkoba dan alkohol. 29. Saya bertanggungjawab bila saya melakukan apa yang saya janjikan. 30. Saya bersyukur atas apa yang saya punyai, maka saya bersedia berbagi. 31. Saya berusaha melakukan sesuatu yang baru setiap hari. 32. Bila saya berbuat sesuatu dan tidak sesusai dengan yang apa ingin saya jalani, saya berhenti dan memikirkan bagaimana cara memperbaikinya. 33. Saya tidak mengolok-olok orang lain karena saya tidak tahu kehidupan mereka sesungguhnya. 34. Saya merasa sukses bila saya melakukan yang terbaik. 35. Setiap orang mempunyai perasaan senang dan sedih. 36. Saya merawat diri dengan menjaga kebersihan, makan makanan sehat, berolahraga dan beristirahat cukup. 37. Saya tepat waktu bila saya tidak datang terlambat dan tidak membuat orang lain menunggu. 38. Bila saya bekerjasama dengan oran lain, saya bisa menyelesaikan pekerjaan lebih banyak. 39. Saya mengikuti aturan dan berusaha membuat sekolah/perguruan saya menjadi tempat yang lebih baik. 40. Saya suka mengenal dan memahami orang-orang yang berbeda dengan saya. 41. Karena saya mengakatan yang sebenarnya, teman-teman saya mempercayai saya. Dies Natalis UMK ke-30
147
42. Saya mencari kebaikan pada diri orang lain dan saya mengungkapkan apa yang saya sukai. 43. Saya membeli hanya yang saya butuhkan dan saya menabung uang saya. 44. Bila saya menggunakan waktu secara bijak, biasanya tersedia cukup waktu untuk melakukan hal yang saya inginkan. 45. Saya berfikir sebelum berbuat; perbuatan saya mempengaruhi cara orang lain memperlakukan saya. 46. Mamakai tatakrama membantu saya memelihara pertemanan. 47. Saya bersemangat membela orang yang diganggu. 48. Sebelum melakukan sesuatu, saya bertanya pada diri sendiri, “Apakah hal ini biak dan aman dilakukan?” 49. Saya adalah saya --- Saya tidak berusaha menjadi seperti orang lain. 50. Saya peduli terhadap mahkluk hidup di bumi ini, maka saya melakukan daur ulang dan tidak membuat banyak sampah dan tidak membuangnya sembarangan. 51. Bila saya menuliskan apa yang saya pikirkan dan apa yang saya rasakan, saya belajar tentang diri saya sendiri. 52. Saya merencanakan hari depan dan memikirkan apa yang dapat saya perbuat bila saya kelak dewasa/tua. (Terjemahan bebas dari http://www.kellybear.com/teacherarticles/TeacherTip52.html)
Memperkuat Soft Skills Memperkuat Bangsa Dalam pemikiran penulis, penguatan soft skills dapat membentengi bangsa ini terhadap hal-hal negatif yang membahayakan. Banyak soft skills, terutama yang terkait dengan kemampuan beradaptasi dan menghadapi perubahan, sangat diperlukan untuk menghadapi perubahan yang bisa saja sangat cepat. Dalam konteks yang lebih luas, Buchori (2001:79-81) menyatakan ada tiga kelompok bahaya domestik yang mengancam ketahanan Dies Natalis UMK ke-30
148
nasional, khususnya ketahanan sosial. Masalah kelompok I meliputi (a) ketidakadilan dan kesewenan-wenangan; dan (b) arogansi kekuasaan, arogansi kekayaan, dan arogansi intelektual; Masalah kelompok II meliputi (a) keberingasan sosial dan (b) perilaku sosial menyimpang. Masalah kelompok III meliputi (a) perubahan tata nilai, serta (b) perubahan gaya hidup sosial. Lebih lanjut Buchori menyatakan bila keenam masalah itu tidak tertangani dengan baik akan terjadi disintegrasi sosial, yang akhirnya dapat berujung pada disintegrasi bangsa. Masalah kelompok III dapat dipandang sebagai inti problematik yang hadapi. Kelompok masalah I dan II adalah akibat dari ketidakmampuan kita menyelesaikan dalam kelompok masalah III dengan baik. Perubahan tata nilai merupakan suatu proses yang telah lama berlangsung dalam masyarakat. Buchori (2001: 81) lebih lanjut menjelaskan bahwa menjalani proses ini, terdapat dua pendapat: yang setuju dengan perubahan dan yang ingin melanggengkan tradisi. Pada ujung yang satu terdapat kelompok yang ingin mengubah segala-galanya, sedangkan pada ujung yang lain terdapat kelompok yang ingin mempertahakan segala yang sudah ada dan menolak setiap perubahan yang datang. Diantara kedua kutub ekstrem terdapat kelompok-kelompok yang merupakan nuansa-nuansa dari kedua ujung itu. Buchori juga menyebut bahawa dalam menghadapi perbedaan pandangan, terdapat kelompok yang tidak toleran; bersikap fanatik dalam mengahadapi perbedaan. Fanatisme sering diikuti oleh tipisnya respek terhadap kelompok yang perpandangan berbeda. Dari sini muncul sikap arogan yang datang dari kekuasaan, kekayaan, dan keterpelajaran. Arogansi bersumber dari peremehan terhadap mereka yang kita pandang lebih rendah dari kita; karena perbedaan. Buchori juga mengingatkan bahwa sebelum sebagian besar kita dapat menyelesaikan masalah perubahan tata nilai secara mantap, kita harus menghadapi interaksi dengan bangsabangsa dan kebudayaan lain. Interaksi ini makin intensif dengan terjadinya revolusi informasi dan teknologi informasi. Dies Natalis UMK ke-30
149
Semenatara itu ancaman dari luar berupa: ide-ide asing yang berbahaya dan dampak globalisasi, yang meliputi: persaingan budaya, intrusi budaya dan badai informasi. Bagi mereka yang sangat kaya informasi (information-rich society), tidak merasakan adanya badai informasi atau intrusi budaya. Yang mereka lihat merupakan perjumpaan budaya (cultural encounter), pertukaran budaya (cultural exchange), peminjaman budaya (cultural borrowing), dan munculnya suatu budaya dunia (global culture). Mereka menghadapi bangsa dan budaya asing dengan penuh kepercayaan diri. Sebaliknya mereka yang belum mampu mengatasi perubahan perubahan tata nilai menghadapi keharusan bergaul dengan bangsa dan budaya asing dengan penuh kecugaan, kekawatiran dan keraguan. Yang dirasakan adalah adanya persaingan budaya, erosi budaya, dan keterasingan budaya (cultural alienation) (Buchori: 2001: 81-82). Perubahan adalah sesuatu yang niscaya, seperti pendapat Rhenald Kasali yang disajikam Purwanatari dalam http://tokohbuku.blogspot.com/2007/09/rhenald-kasali-menulis-untukmengubah.html. Hal terpenting adalah semakin banyak orang mengubah cara berpikirnya untuk kehidupan yang lebih baik. Seperti tersirat dalam, http://suherman.lifeme.net/buku-cerita-gambar-dan-kartun-f28/ceritamotivasi-bergerak-by-rhenald-kasali-t380.html., Kasali juga mengingatkan bahwa hampir setiap saat kita dilewati oleh rangkaian opportunity (kesempatan), tetapi kesempatan itu dibiarkan pergi begitu saja. Kita tidak menyambarnya, padahal kita ingin agar hidup kita berubah. Seperti kata Jack Canfield, penulis buku Chicken Soup for the Soul, yang membedakan antara winners dengan losers adalah ―Winners take action; they simply get up and do what has to be done”. Menurut pendapat penulis, ancaman-ancaman yang diuraikan di atas, bila tidak tertangani dengan baik, berpotensi melahirkan ‖negative soft skills‖ yang justru dapat melemahkan karakter bangsa. Oleh karena itu, usaha-usaha pendidikan harus tidak pernah boleh dikendorkan sekalipun dan sedikitpun. Hanya lewat pendidikan secara luas, semua Dies Natalis UMK ke-30
150
elemen bangsa dapat menghadapi arus perubahan dengan berhasil dan percaya diri, dan akhirnya memperoleh manfaat yang besar dari perubahan itu sendiri. Soft skills sebagai unsur dasar pembentuk karakter bangsa harus menjadi karakter yang diaktualkan (actual values), dan tidak sekedar textual values. Untuk membentuk karakter bangsa yang unggul dan kuat, soft skills akhirnya harus terinternalisasi menjadi personal value system, group value system dan national value system. Pendidikan Membentuk Karakter Pembentukan karakter tidak mungkin terjadi begitu saja. Perlu adanya usaha-usaha dan kiat-kiat agar soft skills dapat terinternalisasi menjadi karakter yang aktual. Pendidikan dapat membantu usaha tersebut. Penulis mendapatkan ide dari Rusnak (1998), seperti yang dilansir Padmono (2010) dalam (http://edukasi.kompasiana.com/2010/04/23/mata-pelajaran-pendidikancharacter-atau-membangun-karakter/) yang secara garis besar memberikan saran pendidikan karakter dilaksanakan secara terpadu. Pendidikan karakter tidak harus berdiri sendiri menjadi satu mata pelajaran, tetapi memadukan apa yang diberikan dengan nilai-nilai pembentukan karakter. Tidak hanya di substansi materi, tetapi bagaimana proses pembelajaran, proses pemerolehan ilmu, proses internalisasi, proses evaluasi mengedepankan aspek moral, sehingga lama kelamaan terbentuklah karakter. Misalnya, karakter tidak pernah nyontek (jujur), pemberian nilai sesuai antara penguasaan materi dan perilaku sehari-hari (adil), melaksanakan tugas dengan penuh tanggungjawab, dan sebagainya dapat diterapkan pada semua pelajaran dan semua kegiatan pendidikan. Lebih lanjut dijelaskan, pengintegrasikan pembentuakn karakter ke dalam kehidupan di sekolah dapat diwujudkan dalam bentuk kedisiplinan datang ke sekolah, menghormati guru, menyusun kerja-kerja yang berlandaskan karakter, membangun lingkungan kelas yang positif, mengembangkan sikap-sikap positif kepemimpinan, mengkaitkan program sekolah, masyarakat, dan rumah dengan perilaku berkarakter. Dies Natalis UMK ke-30
151
Secara ringkas, Padmono memberikan prinsip-prinsip pendidikan karakter sebagai berikut: (1) Pendidikan karakter bukanlah mata pelajaran, tetapi satu bagian setiap mata pelajaran. (2) Keterpaduan pendidikan karakter adalah kegiatan pendidikan. Pendidikan karakter diharapk menjadi kegiatan-kegiatan diskusi, simulasi, dan penampilan berbagai kegiatan sekolah. (3)Lingkungan sekolah yang positif membantu membangun karakter. Benahi lingkungan sekolah agar menjadi lingkungan yang positif. (4) Perkembangan karakter didorong melalui kebijakan dan praktek administrasi. (5) Memperkuat guru untuk meningkatkan pengembangan karakter. Guru mendorong bekerja secara gotong royong sebelum pengembangan kemampuan individu (6) Sekolah dan masyarakat adalah pasangan vital dalam pengembangan karakter. Sekolah bukanlah institusi yang terlepas dari masyarakat, jika sinergi keduanya dapat dikembangkan akan terjadi link and match antara keduanya, dan (7) Contoh adalah kunci!. Penutup Karakter bangsa Indonesia bisa terus digali dan dikembangkan dari nilai-nilai luhur yang terdapat pada Pancasila sebagai dasar negara dan nilai-nilai unggul dalam khasanah budaya majemuk yang menopangnya. Tentu saja nilai-nilai tersebut harus dapat diaktualkan dalam kehidupan pribadi, keluarga, bermasyarakat, berinstitusi, berbangsa dan bernegara. Niscaya mengaktualkan karakter bangsa menjadi sebuah keberhasilan nyata (yakni tercapainya cita-cita seperti yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945) memerlukan pemikiran dan usaha-usaha yang cerdas, kerja keras, kerjasama yang ikhlas, keperwiraan, dan kepemimpinan yang secara baik mampu mengkoordiasikan dan mensinergikan keunggulan-keungulan yang dimiliki semua elemen bangsa Indonesia. Universitas Muria Kudus (UMK), yang saat ini merayakan Dies Natalisnya yang ke 30, harus menjadi pemain dan penyumbang yang signifikan dalam pencapaian citacita mulia tersebut, seperti yang tersurat dan tersirat pada Hymne dan Dies Natalis UMK ke-30
152
Mars UMK. Hal ini dapat dilakukan dengan senantiasa memperkuat dan mengaktualkan soft skills semua unsur civitas akademikanya, sehingga soft skills menjadi actual value system. Dirgahayu UMK!
Daftar Pustaka Agustian, Ary Ginanajar. 2003. Rahasia Sukses Membakitkan ESQ Power Sebuah Inner Journey Melalui Al-Ihsan. Jakarta: Penerbit Arga Buchori, Mochtar. 2001. Pendidikan Antisipatoris. Yogyakarta: Kanisius Putra, Ichsan S and Aryanti Pratiwi. 2005. Sukses dengan Soft Skills. Bandung: Direktorat Pendidikan Institut Teknologi Bandung. Syafei, Muh. 2008. Identifying Basic Personal Requirements Of Human Resource In Global Job Market: A Lexical Analysis Of Job Vacancy Advertisements. Disajikan pada seminar internasional 2nd International Seminar On Culture, English Language Teaching And Literature. Tanggal 16-17 Januari 2008 di Fakultas Sastra, UNIKA Soegijapranata Semarang -------------. 2007. Buku Informasi Universitas Muria Kudus. Kudus: Universitas Muria Kudus. -------------. 2008. Panduan Penyusunan Proposal Program Pengembangan Soft Skills (Ketrampilan Strategis) bagi Mahasiswa. Jakarta: Direktorat Kelembagaan Ditjen Dikti Depdiknas RI. (http://www.kellybear.com/teacherarticles/TeacherTip52.html) (http://edukasi.kompasiana.com/2010/04/23/mata-pelajaran-pendidikancharacter-atau-membangun-karakter/) (http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id =738&Itemid=135) Dies Natalis UMK ke-30
153
http://tokohbuku.blogspot.com/2007/09/rhenald-kasali-menulis-untukmengubah.html. http://suherman.lifeme.net/buku-cerita-gambar-dan-kartun-f28/ceritamotivasi-bergerak-by-rhenald-kasali-t380.html.
Dies Natalis UMK ke-30
154
Urgensi Integrasi Kebijakan Dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Oleh : Hidayatullah Pembangnan kepribadian bangsa (carakter and national building) tidak harus dilakukan dengan cara – cara klise membangkitkan rasa cinta tanah air. Di era global, perdagangan bebas tidak hanya menyangkut barang dan jasa, tetapi kualitas sumber daya manusia (SDM) akan mempengaruhi daya saing bangsa. Kekhawatiran Bung Karno bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli kalau pengelolaan sumber daya manusia tidak ditangani secara serius, nampaknya akhir – akhir ini sudah terbukti dengan maraknya perlakuan – perlakuan tidak manusiawi tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri. Kasus – kasus yang mengiris rasa kemanusiaan dan harga diri bangsa tersebut merupakan bentuk penistaan terhadap bangsa Indonesia. Yang lebih menyedihkan diskriminasi terhadap TKI justru dilakukan penanam modal asing (PMA) yang beroperasi di Indonesia dalam kasus kerusuhan di perusahaan Drydog Batam. Akar permasalahan dari penistaan bangsa tersebut berangkat dari rendahnya kompetensi SDM / TKI sehingga menjadi bentuk penjajahan model baru terhadap Bangsa Indonesia. Untuk itu pembenahan kualitas SDM / TKI urgen untuk segera dilaksanakan. Kelemahan upaya – upaya untuk itu masih bersifat fragmentaris, bukti kelemahan kebijakan tersebut yang coba diulas dalam tulisan ini
Dies Natalis UMK ke-30
155
Pengantar Peristiwa kerusuhan tenaga kerja yang terjadi di perusahaan galangan kapal Drydog milik warga negara India di Batam pada bulan April 2010 lalu dapat dijadikan bahan kajian tentang kompetensi tenaga kerja yang berkelindan dengan dunia pendidikan dan industri dalam konstelasinya dengan tatangan global. Pemicu kerusuhan tersebut salah satunya disebabkan diskriminasi pengupahan yang diberikan kepada tenaga kerja Indonesia dibanding dengan yang diberikan kepada tenaga kerja warga negara India, sehingga menjadi kecemberuan sosial di perusahaan tersebut. Kalau benar diskriminasi upah yang menjadi pemicu kerusuhan tersebut, maka peristiwa tersebut seolah membenarkan kekhawatiran Robert Gilpin, bahwa globalisasi telah berdampak negatif menimbulkan ―imperalisme bentuk baru‖13 Penjajahan bentuk baru tersebut diwujudkan dalam bentuk dominasi investor asing yang memiliki daya tawar yang lebih tinggi terhadap negara penerima investasi, termasuk di dalamnya daya tawar tenaga kerja lokal. Tidak mustahil kasus Drydog dimasa yang akan datang akan semakin marak seiring dengan semakin lebarnya pasar bebas termasuk didalamnya pasar tenaga kerja. Tahun 2010 ini sudah dimulai perdagangan bebas ASEAN – China (ASEAN – China Free Trade Agreement / ACFTA). Disusul di tingkat ASEAN yang akan diberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) yang pelaksanaannya dipercepat pada tahun 2015 dari yang direncanakan pada tahun 2020. Kalau keduanya masih bersifat regional, maka pada tahun 2020 benar – benar dimulai perdagangan bebas dunia dengan akan diberlakukan kesepakatan World Trade Organization (WTO) yang akan diikuti lebih banyak negara dari berbagai kawasan.
13
Budi Winarno, Globalisasi Wujud Imperalisme Baru, Peran Negara Dalam Pembangunan, Tajidu Press, Yogyakarta, 2005, halaman 20 – 21
Dies Natalis UMK ke-30
156
Peristiwa kerusuhan ketenagakerjaan di Drydog bisa dikatakan peristiwa ―kecil‖ dibanding dengan kasus – kasus perlakuan tidak manusiawi terhadap (tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekrja di luar negeri. Tidak sedikit yang menderita cacat seumur hidup dan bahkan tidak sedikit pula yang telah gugur sebagai ―pahlawan devisa‖. Walaupun terjadi secara sporadis tetapi dari serangkaian peristiwa – peristiwa penganiayaan TKI di luar negeri mengiris rasa kemanusiaan dan rasa nasionalisme. Yang lebih memprihatinkan sampai saat ini tidak ada kebijakan yang berarti untuk mengatasi kasus – kasus penganiayaan TKI tersebut. Kalau pengiriman TKI ke luar negeri masih menjadi alternatif penyaluran angkatan kerja dimasa yang akan datang, maka realitas tersebut sudah seharusnya mendapat perhatian serius sehingga TKI tidak menjadi bulan – bulanan di negara lain. Kerusuhan Drydog dan perlakuan tidak manusiawi terhadap TKI yang berkerja di luar negeri berangkat dari akar permasalahan rendahnya kompetensi TKI yang bekerja di perusahaan asing. TKI yang bekerja di luar negeri tidak memiliki keunggulan kompetensi kerja.Tegasnya sebagian besar TKI bekerja menjadi tenaga kasar di sektor konstruksi menjadi buruh bangunan, buruh perkebunan, pembantu rumah tangga (PRT) dan pekerjaan – pekerjaan kasar lain yang rawan dari perlakuan – perlakuan tidak manusiawi. Data yang ditampilkan harian KOMPAS menegaskan kondisi tersebut. Dari enam juta TKI yang bekerja di luar negeri, 4,3 juta bekerja di sektor in formal, 60 % diantaranya menjadi menjadi PRT. Data yang sama ditunjukkan dari TKI yang berkerja di Malaysia. Dari 2,2 juta TKI, satu juta diantaranya tidak memiliki dokumen resmi14. Satu juta TKI ini lah yang sering tertayang di media masaa dikejar, ditangkap dan dipulangkan paksa yang sejatinya menyinggung harga diri bangsa. Masih sedikit TKI yang bekerja berbasis kompetensi tertentu, seperti perawat yang saat ini mulai dikembangkan. 14
KOMPAS, 19 – Mei – 2010
Dies Natalis UMK ke-30
157
Kalau akar permasalahannya bersumber pada rendahnya kompetensi TKI, maka pertanyaan mendasarnya adalah apakah yang telah dilakukan oleh instansi – instansi terkait mempersiapkan daya saing TKI menghadapi pasar bebas regional maupun global yang sudah dihadapan mata ? Ditelisik ke belakang Indonesia sebenarnya sudah meratifikasi WTO sejak tahun 1994 dengan UU No.7.tahun 1994 dan menandatangani Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation sebagai dasar berlakunya ACFTA sejak tahun 2002. Dari rentang waktu yang relatif panjang tersebut (delapan tahun dihitung dari tahun 2002 dan bahkan enam belas tahun dihitung dari tahun 1994) dipertanyakan apa yang telah dilakukan instansi – instansi terkait mensiasati tantangan global tersebut. Terlepas dari tuntutan global pembenahan kualitas TKI atau dalam tataran yang lebih umum penyiapan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas merupakan keniscayaan yang tidak dielakkan di era pasar bebas yang kunci keberhasilannya terletak pada daya saing. SDM yang unggul diperlukan diberbagai strata baik diindustri manufaktur maupun industri jasa. Diindustri manufaktur tuntutan ketersediaan SDM yang unggul dimulai pada strata manajer / pengelola, supervisi, operator sampai pada tingkat pekerja operasional. Tuntutan yang sama juga dituntut di sektor jasa disamping penggunaan teknologi mutakhir. Kalau keberhasilan industri berujung pada pemasaran / marketing maka salah faktor marketing mix untuk sektor jasa yang dirumuskan dengan 7 P, salah satu diantaranya adalah people15 SDM yang berkualitas juga berperan strategis dalam persaingan global yang keunggulan daya saingnya ditentukan oleh empat faktor, yaitu : (i) produk yang berkualitas; (ii) didukung oleh SDM yang berkompeten dan ; (iii) memiliki etos kerja yang baik, serta dilaksanakan
15
Wahyu Wijanarko,Marketing Mix, http://wahyu.com/tag/marketing_mix
Dies Natalis UMK ke-30
158
dengan; (iv) manajer yang profesional16. Tiga dari empat faktor tersebut terletak pada keunggulan SDM. Dengan dukungan SDM yang berkualitas tidak hanya akan dihasilkan produk yang berkualitas, tetapi juga diproduksi dengan efisien sehingga dapat mengahasilkan produk yang berdaya saing. Logika sederhana yang perwujudannya tidak sederhana itulah yang akan menentukan daya saing bangsa di era persaingan bebas. SDM yang berkompeten didukung hard competency dan soft competncy. Hard competency meliputi : (a) pendidikan formal; (b) pengetahuan teknis dan (c) pengetahuan bidang keahlian yang dibutuhkan saat ini yaitu penguasaan teknologi informasi (IT) dan bahasa asing. Sedang soft competency meliputi (1) kejujuran / integritas; (2) berorientasi pada layanan / kepuasan pelanggan (customer sevices oriented) dan; (3) berorientasi pada prestasi (achievement) serta (4) memiliki perhatian dan tanggungjawab terhadap tugas (concern for order)17. Dari dua kompetensi tersebut mengacu pada hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Mitshubishi Research Institute pada tahun 2002, kompetensi yang menentukan keberhasilan di dunia kerja justru soft competency. Simpulan tersebut didasarkan pada bobot prosentase empat indikator yang dijadikan ukuran yaitu : (i) . keuangan (10 %); (ii) keahlian dibidangnya (20 %); (iii) jejaring (net working) (30 %) dan (iv) soft skill (40 %)18 Tuntutan dunia kerja yang tidak hanya mensyaratkan hard competency tetapi bahkan lebih menenkankan soft competency menambah kompleksitas penyiapan SDM yang kompeten. Kompleksitas tersebut menegaskan bahwa penyiapan SDM yang berkualitas tidak dapat hanya dibebankan kepada departemen atau lembaga penddikan semata. Walaupun kedua kompetensi tersebut secara normatif telah dicakup 16
Hertoto Basuki, Pentingnya Sertifikasi Bagi Tenaga Kerja Dalam Menghadapi ACFTA, makalah disampaikan dalam acara Forum Koordinasi LKS Tripartit Provinsi dengan LKS Tripartit Kabupaten / Kota se Jawa Tengah tahun 2010, pada tanggal 22 – April – 2010 17 ibid 18 ibid
Dies Natalis UMK ke-30
159
dalam visi, misi, fungsi dan tujuan pendidikan sebagaimana terumus Undang – Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Visi pendidikan nasional hendak memberdayakan semua warga negara Indonesia menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan pro aktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Dari visi tersebut dijabarkan dalam lima misi yang diantaranya akan menjadikan lembaga pendidikan sebagai lembaga yang profesional dan akuntabel dalam rangka pembudayaan ilmu pengetahuan, ketrampilan, pengalaman, sikap dan nilai berdasarkan standar nasional dan global. Dari visi – misi tersebut dirumuskan dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Fungsi pendidikan nasional mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedang tujuan pendidikan nasional antara lain mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Dari rumusan visi,misi, fungsi dan tujuan pendidikan nasional di atas seharusnya proses pendidikan melahirkan manusia paripurna. Tidak hanya memiliki hard competency yang handal tetapi juga diiringi dengan soft competency unggul. Dalam kenyataan dunia industri dan profesi sebagai bagian dari pemangku kepentingan (stake holders) dunia pendidikan masih memandang belum adanya link and match dengan tuntutan mereka. Realitas tersebut menegaskan melahirkan SDM / TKI yang unggul tidak dapat hanya dibebankan kepada lembaga pendidikan semata, tetapi menjadi tanggungjawab bersama dengan pemangku kepentingan lembaga pendidikan. Yang menarik ditengah upaya penyelarasan kompetensi peserta didik dengan tuntutan dunia kerja yang belum berakhir dengan titik temu yang memuaskan kedua belah pihak, Kementerian Tenaga Kerja melahirkan Badan Nasional Serifikasi Profesi (BNSP). Badan ini berlandaskan Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2004 tentang Badan Dies Natalis UMK ke-30
160
Nasional Sertifikasi Profesi sebagai dasar hukum pembentukannya, merupakan lembaga independent yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden dan memiliki otoritas dalam memberikan sertifikasi kompetensi profesi bagi tenaga kerja (lihat Pasal 2 dan Pasal 3 PP 23 tahun 2004). Kelahiran BNSP yang telah dirintis sejak tahun 2000 dengan pembentukan Badan Nasional Pendidikan dan Pelatihan Profesi (BN3P) berdasarkan Surat Kesepakatan Bersama (SKB) antara Menteri Tenaga Kerja, Menteri Pendidikan Nasional dan Ketua Umum Kadin Indonesia19, dengan otoritas kewenangannya menarik untuk diperbincangkan. Kementrian Pendidikan yang membawahi pendidikan mulai dari tingkat Taman Kanak – Kanak (TK) sampai pada strata Pasca Sarjana tidak serta merta memiliki otoritas seperti yang dimiliki BNSP. Ijasah atau Surat Tanda Tamat Belanjar yang diperoleh peserta didik melalui proses pendidikan yang memerlukan waktu dan persyaratan tertentu, bagi pemangku kepentingan pendidkan tidak identik dengan sertifikasi kompetensi profesi. Dari perbandingan tersebut menarik untuk diperbincangkan siapa / lembaga apa yang layak memiliki otoritas memberikan sertifikasi kompetensi profesi ? Bagaimana proses penerbitan sertifikasinya ? Kalau benar BNSP merupakan alternatif peningkatan kualtas SDM / TKI yang diakui dunia kerja maka seharusnya bertumpu pada tiga parameter, pertama menghadapi persaingan tenga kerja di era global maka seharusnya tidak hanya berstandar nasional atau bahkan lebih sempit lagi pada kebutuhan praktis sektor industri tertentu tetapi harus berstandar internasional. Kedua kompetensi yang dimiliki tidak hanya hard competency tetapi terjalin secara utuh dengan soft competency. Ketiga, pemecahan komplesitas permasalahan lahirnya SDM yang berkualitas tidak dipecahkan dengan cara – cara instant tetapi perlu adanya integrasi kebijakan diantara 19
BNSP, http://www.bnsp.go.id/website_bnsp/index.php/in, diunduh tanggal 3 Mei 2010
Dies Natalis UMK ke-30
161
instansi – instansi terkait. Fragmentasi Kebijakan Kalau di atas telah disinggung pembentukan BNSP berawal dari BN3P yang lahir atas dasar Surat Kesepakatan Bersama (SKB) antara Menteri Tenaga Kerja, Menteri Pendidikan Nasional dan Ketua Umum Kadin Indonesia , tetapi kalau dilacak dari PP No. 23 tahun 2003 sebagai dasar hukum pembentukannya, merupakan penjabaran dari Pasal 18 UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal tersebut berada pada Bab V tentang Pelatihan Kerja yang dijabarkan mulai dari Pasal 9 sampai dengan Pasal 30. Inti dari kedua puluh dua pasal yang terdapat dalam bab tersebut mengatur tentang hak pekerja untuk mendapatkan pelatihan kerja untuk meningkatkan dan mengembangkan kompetensi pekerja yang diharapkan berujung pada produktivitas dan kesejahteraan pekerja. Untuk itu pelatihan mengacu pada standar kompetensi kerja yang dirumuskan secara berjenjang. Setelah pekerja mengikuti pelatihan kerja yang dapat dilaksanakan oleh lembaga pelatihan kerja yang dilaksanakan oleh pemerintah atau lembaga pelatihan kerja swasta yang telah memperoleh lisensi, pekerja berhak memperoleh sertifikat sebagai bentuk pengakuan kompetensi kerja. Untuk itu perlu dibentuk badan sertifikasi yang indepent. Untuk memenuhi amanat UU Ketenagakerjaan tersebut maka dibentuklah BNSP. Untuk mendukung kewenangan BNSP UU Ketenagakerjaan mensyaratkan adanya dukungan sistem pelatihan kerja nasional yang diatur lebih lanjut dalam PP No.31 tahun 2006. PP tersebut antara lain megatur prinsip dasar (Pasal 4) dan standar kompetensi kerja nasional Indonesia (SKKNI) yang diatur pada Pasal 7 dan Pasal 8. Prinsip dasar pelatihan kerja antara lain menggariskan pelatihan berorientasi kebutuhan pasar kerja / kebutuhan pengguna (demand driven) dan sebagai upaya membentuk tenaga kerja kompeten, maka proses pendidikan dan latihan menggunakan pendekatan pelatihan berbasis kompetensi (Competency Dies Natalis UMK ke-30
162
Based Training / CBT). Kedua prinsip tersebut yang menandai pelatihan kerja yang dikembangkan BNSP disebut dengan menggunakan paradigma baru. Sertifikasi kompetensi yang diterbitkan BNSP atau melalui Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang telah mendapatkan lisensi dari BNSP, dimaksudkan untuk menyandingkan, menyetarakan dan mengintegrasikan bidang pendidikan, bidang pelatihan dan pengalaman kerja. Untuk maksud tersebut PP No.31 tahun 2006 menetapkan sembilan jenjang kualifikasi yang masing – masing jenjang ditetapkan pula standar kompetensinya dalam SKKNI. Berangkat dari sembilan jenjang kualifikasi yang ditetapkan dalam SKKNI, maka penggunaan kata ―profesi‖ dari BNSP dilihat dari istilah teknis menjadi kurang tepat. Pengertian ―profesi‖ tidak identik dengan pekerjaan, tetapi harus memenuhi syarat – syarat tertentu, seperti yang dirumuskan Soebjakto : (i) berdasarkan pengetahuan / keahlian/ ketrampilan yang diperoleh melalui pendidikan formal; (ii) bidang pengabdiannya berorientasi pada kepentingan masyarakat umum; (iii) tidak mengutamakan keuntungan finansial / mengutamakan pengabdian dari pada keuntungan finansial / profesi terhormat (officum nobile); (iv) terhimpun dalam organisai / asosiasi profesi; (v) mendapatkan pengakuan dari masyarakat dan (vi) memiliki kode etik yang dijadikan dasar perilaku anggota (code of conduct) dalam menjalankan tugas – tugas profesi20. Syarat – syarat tersebut kurang tepat apabila diterapkan pada sembilan jenjang pekerjaan yang disertifikasi BNSP. Dari uraian di atas nampak bahwa pembentukan BNSP yang dimotori Kementerian Tenaga Kerja lebih menekankan pembinaan karier pekerja yang telah bekerja atau pencari kerja baru di perusahaan / industri / jasa tertentu. Walaupun saat ini LSP yang telah mendapat lisensi dari BNSP telah mencapai 22 sektor industri dan jasa serta SKKNI yang 20
Iganatius Ridwan Widyadarma, Hukum Profesi tentang Profesi Hukum, CV Wahyu Pratama, Semarang, 1991, halaman 16
Dies Natalis UMK ke-30
163
telah ditetapkan mencapai 105 standar (lihat lampiran), tetapi masih nampak bahwa upaya tersebut hanya membenahi pada tahap hilir proses pembentukan SDM yng berkualitas dengan menyelaraskan dengan kebutuhan pengguna (demand driven). Pembentukan SDM yang berkualitas merupakan proses panjang yang tidak dapat dilepaskan dari proses pendidikan dari lembaga pendidikan yang merupakan tahap hulu dari proses panjang tersebut. Apalagi kalau dikaitkan dengan kompetensi yang hendak disasar hard competency dan soft competency secara utuh. Proses pelatihan kerja yang diselenggarakan BNSP atau LSP dalam bentuk (i) pelatihan di tempat kerja (termasuk di dalamnya melalui proses pemagangan) dan (ii) pelatihan di lembaga pelatihan kerja pada praktiknya dikahwatirkan lebih menekankan pada hard competency, walaupun pengertian pelatihan kerja dan kompetensi yang dirumuskan dalam PP No.31 tahun 2006 meliputi disiplin, sikap dan etos kerja, sedang pengertian kompetensi meliputi sikap kerja (lihat Pasal 1 butir (1) dan (4) yang kesemuanya merupakan bentuk – bentuk soft cometency. Demikian pula proses pendidikan dan pelatihannya menggunakan pendekatan pelatihan berbasis kompetensi (Competency Based Training / CBT). Walaupun demikian terbentuknya dua kompetensi secara utuh melalui pelatihan kerja masih perlu dipertanyakan. Kekhawatiran tersebut berdasar pada pembentukan soft competency memerlukan proses pendidikan yang tidak singkat dengan program – program yang terukur, didukung tenaga dan sarana / prasarana yang memadai. Dengan demikian pembentukan soft skill tidak cukup hanya melalui pelatihan kerja dalam waktu yang relatif singkat dengan program yang lebih menekankan pada peningkatan ketrampilan kerja dibidang pekerjaan tertentu. Mendekatkan arah pendidikan dengan kebutuhan pengguna seolah seperti dua kutub yang tidak mudah dipertemukan. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) yang demikian pesat di abad XXI semakin memperlebar jurang ketertinggalan antara dunia pendidikan dengan tuntutan dunia kerja. Realitas tersebut menegaskan program link and match yang pernah digagas di era Menteri Pendidikan Dies Natalis UMK ke-30
164
Wardiman Djojonegoro memang tidak mudah diwujudkan. Pernyataan yang menyatakan lulusan perguruan tinggi (lembaga pendidikan) tidak dipersiapkan ―siap kerja‖ tetapi ―siap latih‖ merupakan pernyataan yang menunjukkan ketidaktuntasan proses pendidikan sehingga membebani pengguna untuk melatih luaran lembaga pendidikan sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan mereka. Pemecahan lewat BNSP juga bukan mentutaskan kebutuhan SDM / TKI yang berkualitas. Dengan demikian membangun SDM / TKI yang berkualitas yang akan menentukan daya saing bangsa, sudah seharusnya menjadi tanggungjawab bersama antara proses di hulu yaitu lembaga pendidikan dengan proses di hilir yaitu pemangku kepentingan pendidikan. Kesenjangan antara lembaga pendidikan dengan pengguna yang lebih dipicu oleh pesatnya perkembangan IPTEKS abad XXI , sudah disadari oleh pengambil kebijakan di dunia pendidikan, tidak hanya ditingkat nasional tetapi juga oleh UNESCO pada saat penyelenggaraan Konferensi Dunia tentang ―Hinger Education in Twenty First Century : Vision and Action‖ di Paris pada tahun 1998. Sebelumnya pada tahun 1990 sudah pernah diadakan The World Conference on Education for All yang diselenggrakan di Thailand pada tahun. Selaras dengan itu ditingkat nasional juga telah dirumuskan kebijakan yang tertuang dalam Kerangka Pengembangan Pendidikan Tinggi Jangka Panjang (KPPT – JP) tahun 1995 – 2005 yang dilanjutkan dengan Strategi Pendidikan Tinggi Jangka Panjang (SPT – JP / HELTS) tahun 2003 – 2010. Diantara upaya – upaya penyelarasan proses pendidikan dengan kebutuhan pengguna berdasarkan kebijakan – kebijakan di atas telah ditetapkan indikator keberhasilan suatu Perguruan Tinggi (PT) yang didasarkan pada terserapnya lulusan PT dan diakui oleh pasar kerja. Untuk mendukung tujuan tersebut diantaranya diwujudkan dengan pemberian otonomi penyelenggaraan kepada perguruan tinggi (PT) yang salah satunya diwujudkan dengan otoritas PT untuk menyusun kurikulumnya sendiri. Kurikulum tidak lagi dipandang sebagai dokumen statis, tetapi ditempatkan dalam posisi startegis sebagai : (i) kebijakan Dies Natalis UMK ke-30
165
manajemen PT untuk menentukan arah pendidikannya; (ii) filosofi yang akan mewarnai terbentuknya masyarakat dan iklim akademik; (iii) ukuran keberhasilan PT dalam menghasilkan lulusan yang bermanfaat bagi masyarakat. Kurikulum yang akan mewarnai keunikan suatu PT diiukti dengan perubahan mendasar fungsi Kementerian Pendidikan, khususnya dalam hal ini Ditjen Dikti dari semula yang berfungsi sebagai provider menjadi fasilitator dan koordinator. Dalam kaitannya dengan penyusunan kurikulum pemerintah hanya memberi rambu – rambu penyusunan dalam bentuk dengan SK Mendiknas No.232 tahun 2000 dan N0 045 tahun 2002. Dari uraian di atas terdapat tiga syarat kurikulum yang akan dijadikan ―jembatan‖ antara dunia pendidikan dengan tuntutan dunia kerja. Pertama kurikulum harus mempu memenuhi kompetensi yang dipersyaratkan pengguna yang tidak hanya hard competency dalam bentuk penguasaan akademik tetapi juga soft competency yang terpadu secara utuh dari luaran proses prndidikan. Kedua kurikulum mampu membakali peserta didik untuk mampu beradaptasi dengan perkembangan IPTEKS yang bekembang secara cepat. Ketiga sebagai wujud tanggungjawab bersama untuk mewujudkan SDM / TKI yang berkualitas, kurikulum disusun lembaga pendidikan bersama – sama dengan pemangku kepentingan pendidikan. Untuk menjawab tuntutan – tuntutan di atas, perubahan – perubahan mendasar kurikulum dapat disarikan dari Buku KBK yang diterbitkan Ditjen Dikti sebagai berikut : a. Di atas telah disingung ketertinggalan lembaga pendidikan dengan perkembangan IPTEKS. Untuk itu arah kurikulum tidak lagi hanya mengejar pada hasil akhir peguasaan penguasaan, ketramplan dan sikap (content based), tetapi dengan menetapkan kompetensi yang akan disasar. Kompetensi yang ditetapkan tidak sekedar penguasaan pengetahuan tetapi lebih jauh peserta didik diharapkan mampu mencari, menyusun, membuat dan mengembangkan IPTEKS baru. Dengan perubahan tujuan akhir Dies Natalis UMK ke-30
166
b.
c.
proses pendidikan ini diharapkan peserta didik mampu beradaptasi dengan pesatnya perkembangan IPTEKS. Perkembangan lebih jauh berkaitan dengan peran PT sebagai pusat pembelajaran dan kebudayaan sehingga dimasukkan strategi kebudayaan dalam pengembangan PT. Strategi kebudayaan ini diwujudkan dalam proses pembelajaran yang tidak hanya mengasah hard competency dalam bentuk penguasaan penguasaan ilmu dan ketrampilan semata (yang disebut dengan fenomena tekne). Akan tetapi lebih dalam mengasah soft competency dalam bentuk peningkatan aspek – aspek mental spiritual dalam tataran vertikal (ketaqwaan) dan tataran horizontal (kepribadian, kemandirian & tanggungjawab kemasyarakatan) serta nilai – nilai kebangsaan (disebut dengan fenomena anthrophos, fenomena oikos). Dan yang tidak kalah penting sikap profesionalitas dalam berkarya (disebut dengan fenomena etnos). Penerapan strategi kebudayaan menyertai proses pembelajaran tidak hanya mendukung visi, misi, fungsi dan tujuan sistem pendidikan nasional, juga selaras dengan empat pilar pendidikan yang direkomendasikan UNESCO yaitu learning to know, to do, to live together (with others) dan learning to be yang disajikan secara utuh dalam proses pendidikan. Mendukung peran kurikulum pada point (b) di atas, kurikulum tidak hanya dipandang sebagai dokumen yang berisi mata kuliah, silabus, rumusan tujuan dan sebagainya, tetapi kegiatan pembelajaran yang nyata (actual curriculum). Kurikulum yang demikian disertai dengan metode /strategi pembelajaran yang tepat dengan menempatkan mahasiswa sebagai pusat pembelajaran (student centered learning). Kerjasama dengan pemangku kepentingan tidak hanya pada tahap penyusunan kurikulum tetapi perubahan penting yang
Dies Natalis UMK ke-30
167
berkaitan dengan pembenahan kurikulum adalah parameter keberhasilan PT yang tidak lagi diukur dari out put tetapi sudah berkembang dengan menggunakan out come. Parameter out put dengan menggunakan indikator keberhasilan yang diukur dari : indeks prestasi (IP), masa studi dan predikat selama ini terbukti tidak selaras dengan parameter yang digunakan pengguna. Untuk menyempurakan ukuran keberhasilan yang lebih berdimensi pengguna digunakan parameter out come dengan indikator : peran yang dapat dilakukan oleh lulusan, kemampuan dan prestasi kerja serta efektivitas dan efisiensi kerja. Dengan penyempurnaan – penyempurnaan tersebut luaran pendidikan akan memenuhi societal needs, industrial / business needs dan professional needs. Mencermati kebijakan – kebijakan yang telah ditempuh Dikti di atas nampak sudah tepat sebagai upaya memecahkan permasalahan kompetensi SDM / TKI. Kebijakan tersebut secara teoritis sudah integratif dengan melibatkan pemangku kepentingan. Dilihat dari segi waktu kebijakan dikeluarkan KPPT – JP III dimulai tahun 1995 yang dilanjutkan dengan SPT – JP tahun 2003 – 2010. Kebijakan – kebijakan tersebut dari segi waktu lebih dahulu dari munculnya BNSP yang lahir pada tahun 2004. Munculnya BNSP dengan segala kekurangannya menunjukkan kebijakan – kebijakan Dikti tersebut belum berdampak positif pada pembenahan kualitas SDM / TKI. Dengan demikian kebijakan Kementerian Ketenagakerjaan melahirkan BNSP meupakan kebijakan yang framentaris. Disisi lain kebijakan – kebijakan Dikti sudah cukup integratif tetapi belum berdampak positif, sehingga secara praktis masih bersifat fragmentaris pula, karena sampai saat ini masih pada tahap sosialisasi dan konsolidasi.
Daftar Pustaka Dies Natalis UMK ke-30
168
Budi Winarno, Globalisasi Wujud Imperalisme Baru, Peran Negara Dalam Pembangunan, Tajidu Press, Yogyakarta, 2005 Hertoto Basuki, Pentingnya Sertifikasi Bagi Tenaga Kerja Dalam Menghadapi ACFTA, makalah disampaikan dalam acara Forum Koordinasi LKS Tripartit Provinsi dengan LKS Tripartit Kabupaten / Kota se Jawa Tengah tahun 2010, pada tanggal 22 – April – 2010 http://www.bnsp.go.id/website_bnsp/index.php/in, BNSP http://wahyu.com/tag/marketing_mix, Wahyu Wijanarko,Marketing Mix Iganatius Ridwan Widyadarma, Hukum Profesi tentang Profesi Hukum, CV Wahyu Pratama, Semarang, 1991 KOMPAS, 19 – Mei – 2010
Lampiran 1 Dies Natalis UMK ke-30
169
Daftar Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) 1. Teknisi akuntansi 2. Administrasi profesional dan sekretaris Indonesia 3. Ikatan Ahli Ketanagalistrikan Indonesia (IATKI) 4. AVIASI 5. Perbankan 6. Badan Sertifikai Manajemen Resiko 7. Coating Indonesia 8. Coemetology, Health, Esthetic and Spa 9. Lembaga Keuangan Mikro Certif 10. Furnitur dan kayu olahan 11. Finasial Planning Standard Board Indonesia 12. Geomatika 13. Geologi Pertambangan dan Panas Bumi 14. Garmen 15. Hotel dan Restoran 16. K3ICCOSH 17. Infra Struktur Kursus Indonesia 18. ILRT 19. Ikatan Property Manager Indonesia 20. Las – ITPI 21. Jasa Pengelolaan Keuangan Pratama 22. Kereta Api
Lampiran 2 : Konsep / Usulan Percepatan & Sinergitas Pembangunan Infra Struktur dari KADIN Dies Natalis UMK ke-30
170
KONSEP / USULAN
PERCEPATAN & SINERGITAS PEMBANGUNAN INFRA STRUKTUR Pemerintah :
Dunia Usaha :
-Depdiknas / Diknas
-KADIN
-Depnakertrans / Disnakertarsnduk
-APINDO -Asosiasi Industri
-Depperind/ Disperindag
Kompetensi SDM
-Departemen2 Teknis terkait
(Sektorsektor Prioritas)
-Pekerja -Pakar-pakar Profesi -Asosiasi Profesi UU NO. 1 /1987 UU NO. 13/2003 UU NO. 20/2003
HARMONISASI
21
Andreas Gosche-Hertoto Basuki
Lampiran 3 : Usulan / Konsep Percepatan Kompetensi SDM dari KADIN
Dies Natalis UMK ke-30
171
USULAN KONSEP : PERCEPATAN DALAM PENINGKATAN KOMPETENSI SDM
KADIN/BKSP + INFORMASI PASAR KERJA
(EDUCATION BASED) KEBUTUHAN DIKLAT
KEBUTUHAN SDM
LEMBAGA DIKLAT
(COMPETENCY BASED) KEBUTUHAN SERTIFIKASI ASOSIASI PROFESI
SK.KNI/INTERNASIONAL /KHUSUS+KKNI)
KURIKULUM
(Lembaga Intermediasi) BAHAN AJAR
MATERI UJI
SARANA & PRASARANA DIKLAT
TEMPAT UJI KOMPETENSI
PROSES BELAJAR
PROSES UJI DI SEKOLAH
Menjadi usulan KADIN /BKSP kepada BAPPENAS, DEPDIKNAS, DEPNAKER
Dies Natalis UMK ke-30
BNSP PROSES ASSESMENT OLEH LSP / PTUK
SDM KOMPETEN PASAR KERJA INDUSTRI
22
172
REVITALISASI PROSES PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS MELALUI MODEL MEDIASI (Dengan Spirit Kearifan Lokal Musyawarah Mufakat) Oleh : SUKRESNO SH, MHum A. PENDAHULUAN Memasuki millenium ketiga, persaingan dalam dunia usaha yang merupakan bagian dari hukum bisnis telah memberikan potensi timbulnya sengketa yang cenderung meningkat. Sengketa atau konflik adalah sebagai suatu kondisi yang ditimbulkan oleh dua orang atau lebih yang dicirikan oleh beberapa tanda pertentangan secara terang-terangan. Apabila pertentangan tersebut dilakukan oleh dua pihak dalam rangka menjalankan usaha atau bisnis, maka sering disebut dengan sengketa bisnis. Penyelesaian sengketa harus melalui prosedur yang disediakan oleh hukum yaitu pengadilan. Ia tidak boleh melakukan perbuatan main hakim sendiri (eigenrichting). Dipihak lain menurut Robert N. Cole-O Lee Reed, bahwa hukum dalam fungsinya menyelesaikan sengketa yang dibebankan kepada lembaga peradilan ternyata mengalami beban yang terlampau padat, lamban dan biaya mahal21. Lebih tegasnya, lembaga peradilan belum mampu merespon sepenuhnya, sehingga mendapat banyak kritikan bahwa pengadilan dinilai lamban, mahal, memboroskan energi, waktu dan uang serta tidak dapat memberikan win-win solution. Implikasi dari kegiatan bisnis yang pesat terhadap lembaga hukum berakibat juga terhadap pengadilan yang dianggap tidak profesional untuk menangani sengketa-sengketa bisnis, tidak 21
Robert N. Cole-O Lee Reed, Fundamental of The Environment of Business, Mc Graw-Hill Book Comp. New York, 1986, p.54.
Dies Natalis UMK ke-30
173
independen, bahkan para hakimnya telah kehilangan integritas moral dalam menjalankan profesinya. Akibatnya, lembaga pengadilan yang secara konkrit mengemban tugas untuk menegakkan hukum dan keadilan ketika menerima, memeriksa, mengadili, serta menyelesaikan setiap sengketa yang diajukan, dianggap sebagai tempat menyelesaikan sengketa yang tidak efektif dan efisien22. Krisis yang terjadi pada lembaga peradilan tersebut diatas pada akhirnya menjadi pemicu munculnya gerakan pembangunan Alternative Dispute Resulotion (ADR) atau di Indonesia dikenal dengan ―Alternatif Penyelesaian Sengketa‖ (APS). Jauh sebelum Alternative Dispute Resulotionn (ADR) atau ―Alternatif Penyelesaian Sengketa‖ (APS) dikenal di Indonesia, berbagai suku bangsa di Indonesia mempunyai budaya penyelesaian sengketa secara damai, misalnya masyarakat Jawa, Bali, 23, Sulawesi Selatan24, Sumatra Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Lombok, Irian Jaya25 dan masyarakat Toraja26. Bahkan di kalangan masyarakat Cina
22
Eman Suparman, Pilihan Forum Arbritase Dalam Sengketa Komersial Untuk Penegakan Keadilan, Disertasi, Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Searang, 2004, h. 2-3. 23 Daniel S.Lev, Hukum dan Politik, Kesinambungan dan Perubahan, Jakarta, LP3ES, 1990. h.158, Untuk pelengkap lihat juga Denys Lombard, Nusa Jawa : Silang Budaya, Jilid I, 2 dan 3, Jakarta, Gramedia, 1996. 24 Lihat H.M.G. Ohorela dan H. Aminuddin Salle, “Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase Pada Masyarakat di Pedesaan di Sulawesi Selatan”, dalam Felix O. Soebagjo dan Erman Rajagukguk (ed), Arbitrase di Indonesia, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1995, h. 105-119. 25 Lihat Hilman Hadikusumo, Pengantar Antropologi Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1992, h. 177-205. 26 T.O. Ihromi (ed) Anthropologi dan Hukum, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1984, h. 17.
Dies Natalis UMK ke-30
174
yang ada di Indonesia juga menyelesaikan sengketa bisnisnya menggunakan konsiliasi.27 Namun demikian derasnya arus modernisasi dan seiring diberlakukannya hukum nasional di Indonesia telah menyebabkan pranata-pranata penyelesaian sengketa dengan mendasarkan musyawarah atau damai mengalami kehancuran, sehingga nilai-nilai musyawarah yang diyakini masyarakat untuk menyelesaikan sengketa tidak mudah menemukan suatu ruang atau tempat untuk diimplementasikan dan sulit menemukan sumber daya manusia yang dapat dipercaya untuk bertindak sebagai mediator. Dengan kata lain budaya musyawarah dan mufakat yang merupakan watak asli bangsa Indonesia tidak berkembang dan terpinggirkan sehingga dari waktu ke waktu ia berubah menjadi budaya saling gugat menggugat setiap timbul sengketa. Indonesia mulai mengenal Alternative Dispute Resulotion (ADR) atau ―Alternatif Penyelesaian Sengketa‖ (APS) sejak diundangkannya Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Akan tetapi UndangUndang ini tidak mengatur dan memberikan definisi lebih rinci dari lembaga-lembaga alternatif tersebut, sebagaimana pengaturannya tentang Arbitrase. Penggunaan atau berkembangnya pola penyelesaian sengketa melalui Alternatif Dispute Resulotion (ADR) atau ‖Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) selaras dengan hukum asli di Indonesia yang mengutamakan musyawarah-mufakat. Nilai harmoni, tenggang rasa, dan kumunalisme atau kebersamaan lebih diutamakan daripada 27
Lihat Penelitian Yoyok Widoyoko pada masyarakat Cina di pertokoan Glodok, dalam Diagnostic Assessment of Legal Development in Indonesia, Volume III, Bappenas, 1996. Lihat juga Daniel. S. Lev, Op.Cit, h. 165-166, menurutnya Penyelesaian sengketa bisnis melalui konsiliasi yang dilakukan kalangan masyarakat Cina di Indonesia disebabkan mereka merasa penggunaan hukum (pengadilan) tidak menguntungkan bagi golongan mereka.
Dies Natalis UMK ke-30
175
individualisme, pengutamaan yang demikian itu dapat digunakan untuk menjelaskan mengapa tipe manajemen yang menonjolkan consensus dengan hasil win-win solution lebih cocok daripada penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi, yng menghasilkan winlose solution. Upaya untuk mengembalikan model penyelesaian sengketa yang cocok dengan budaya bangsa Indonesia, telah dimulai dengan mencantumkan ketentuan mediasi ke dalam beberapa peraturan perundang-undangan dengan menggolongkan pada penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Model penyelesaian sengketa dengan cara mediasi tersebut, selain dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, juga dalam ketentuan Hukum Acara Perdata, Perma No. 2 Tahun 2003 jo. Perma No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Pengertian mediasi dapat dijumpai dalam Perma No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Pasal 1 angka 6 menyebutkan bahwa ―mediasi adalah suatu penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Fenomena tentang kebanyakan pelaku bisnis dewasa ini masih cenderung saja mengandalkan penyelesaian sengketa dengan litigasi, karena proses penyelesaian sengketa melalui model mediasi belum diterima dan dimengerti sepenuhnya dengan baik. Berangkat dari persoalan yang ada di atas maka dari sinilah perlu suatu upaya untuk mengkaji kembali terhadap posisi mediasi dalam penyelesaian sengketa bisnis. Kajian tersebut tidak terlepas dari suatu keinginan untuk melakukan revitalisasi proses penyelesaiaan sengketa bisnis dengan model mediasi dengan spirit kearifan lokal musyawarah mufakat.
Dies Natalis UMK ke-30
176
B. PERMASALAHAN 1. Bagaimanakah pilihan forum dalam proses penyelesaian sengketa bisnis ? 2. Mengapa dalam penyelesaian sengketa bisnis khususnya alternatif penyelesaian sengketa model mediasi diutamakan ? 3. Upaya apakah yang dapat dilakukan dalam revitalisasi penyelesaian sengketa bisnis melalui alternatif penyelesaian sengketa ? C. PEMBAHASAN 1. Pilihan Forum Masyarakat Dalam Proses Penyelesaian Sengketa Bisnis Proses penyelesaian sengketa bisnis yang diupayakan pihakpihak dengan litigasi melalui pengadilan, merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Penggunaan litigasi sangat cocok untuk jenis sengketa yang telah meruncing dan mendalam di mana para pihak yang bersengketa sudah tidak lagi sekedar menuntut haknya dengan mendasarkan pada aturan hukum yang berlaku, tapi juga ingin mengalahkan atau memperlakukan lawannya. Salah satu keunggulan yang dimiliki litigasi ialah dalam penyelesaian suatu sengketa adalah tidak mungkin mengalami jalan buntu (dead lock) dan mempunyai otoritas menggunakan paksaan (coercive) untuk pelaksanaan putusan. Masyarakat Indonesia lebih banyak yang menggunakan litigasi untuk menyelesaikan sengketa, karena keberadaan, manfaat, keuntungan, dan cara mengakses penggunaan proses alternatif penyelesaian sengketa dengan model mediasi belum banyak dikomunikasikan dan diketahui oleh sebagian besar masyarakat. Walaupun masyarakat mempunyai budaya musyawarah untuk mufakat dalam menyelesaikan sengketa, namun demikian karena lembaga penyelesaian sengketa yang diketahui selama ini baru pengadilan maka jalur inilah yang banyak dimanfaatkan. Dies Natalis UMK ke-30
177
Kecenderungan masyarakat Indonesia yang berperilaku gugat menggugat melalui jalur pengadilan atau mengandalkan jalur litigasi untuk menyelesaikan sengketa, menyebabkan sebagian besar perkara yang terjadi di masyarakat banyak yang disalurkan melalui lembaga pengadilan. Hal demikian bukan tanpa sebab dan alasan mengapa pilihan hukum masyarakat dalam menyelesaikan sengketa masih mengandalkan cara litigasi atau melalui pengadilan. Analisis mengenai hal di atas terutama menggunakan kajian sistem hukum yang menyangkut legal order (tata hukum) seperti struktur, substansi, kultur sebagaimana telah dikemukakan oleh Lawrence M. Friedman, dan ditunjang dengan teori pakar-pakar lain seperti Anthony Giddens mengenai krisis pengadilan, teori tindakan individual voluntaristik (menilai dan memilih cara penyelesaian sengketa) oleh Talcot Parson, dan teori-teori lainnya oleh Chamblis & Seidman, Ury dan Hart yang telah dikemukakan dimuka. Dilihat dari struktur atau kelembagaannya, di negara-negara yang sudah maju (developed countries) maupun negara-negara industri baru (new industrialized countries) telah menempatkan ADR sebagai the first resort dan pengadilan sebagai the last resort.28 Sementara realitas masyarakat Indonesia masih menempatkan pengadilan sebagai the first and the last resort. Dilihat dari substansinya atau pranata hukum selama ini, alternatif penyelesaian sengketa melalui model mediasi belum merupakan pilihan utama bagi masyarakat bisnis, disebabkan juga karena Hukum Acara yang diatur dalam model mediasi belum memenuhi standar norma penyelesaian sengketa sesuai kebutuhan masyarakat bisnis di Indonesia. 28
Joni Emirzon, Alternaif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, PT. SUN, Jakarta, 2000,h.5.
Dies Natalis UMK ke-30
178
Dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 2 Tahun 2003 tanggal 11 September 2003, yang telah dirubah dengan Perma No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, merupakan upaya signifikan dengan kebutuhan praktik peradilan perdata, mengingat kondisi kongesti (tunggakan perkara) di Mahkamah Agung sudah sedemikian memprihatinkan. Friedman membedakan budaya hukum menjadi external and internal legal cultur29. Menurut Esmi Warassih30, budaya hukum seorang hakim (internal legal cultur) akan berbeda dengan budaya hukum masyarakat (external legal cultur). Bahkan perbedaan pendidikan, jenis kelamin, suku, kebangsaan, pendapatan, dan lain-lain dapat merupakan faktor yang mempengaruhi budaya hukum seseorang. Berdasarkan analisis diatas, dapat diperoleh pengertian bahwa masyarakat dalam memilih penyelesaian sengketa bisnis cenderung masih mengandalkan cara litigasi melalui pengadilan. Kecenderungan yang demikian mengakibatkan pengadilan mengalami kongesti (penumpukan perkara) karena kurangnya sumber daya dan sarana dan pra sarana yang mendukung efektifitas pengadilan tidak memadai dan akhirnya tidak mampu melayani kepercayaan masyarakat sehingga pengadilan menjadi birokratis, formalitas, mahal, lama, memihak pada pihak yang kuat dan putusannya sulit diprediksi. Hal inilah yang menjadi pemicu munculnya alternatif penyelesaian sengketa salah satunya adalah dengan model mediasi yang bagi negara-negara lain telah 29
The external legal culture is the legal culture of general population the internal legal culture is the legal culture of those members os society who perform speciallited legal task. Lihat L.M. Friedman, The Legal System, New York, Russel Sage Foundaion, 1975., h. 223. 30 Esmi Warassih, Pemberdayaan Masyarakat dalam Mewujudkan Tujuan Hukum (Proses Penegakan Hukum dan Persoalan Keadilan), Pidato Pengukuhan Guru Besar, Fakultas Hukum UNDIP, Semarang, 14 April 2001, h. 11.
Dies Natalis UMK ke-30
179
merupakan pilihan utama (global) sementara di Indonesia masih belum merupakan pilihan utama. Hal ini dikarenakan faktor kurangnya perhatian pemerintah dan kepercayaan masyarakat masih kurang, standar pengaturan alternatif penyelesaian sengketa bisnis dengan model mediasi belum memenuhi standar ilmiah, serta perilaku dan budaya hukum masyarakat yang masih mengedepankan gugat menggugat yang disebabkan hilangnya budaya musyawarah oleh transplantasi hukum (imposed) yang liberal. 2. Pengutamaan Mekanisme Nonlitigasi Khususnya Alternatif Penyelesaian Sengketa Model Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa Bisnis 2.1. Alternatif Penyelesaian Sengketa Dalam litigasi terdapat dua pranata yang sering dipakai oleh masyarakat untuk menyelesaikan sengketa, yaitu: Pengadilan dan Arbitrase. Walaupun dalam hal tertentu berbeda dengan pengadilan, namun dalam menyelesaikan sengketa, Arbitrase juga menggunakan pendekatan pertentangan (adversarial) dan hasil win-lose solution seperti pengadilan. Penggunaan alternatif penyelesaian sengketa bisnis di luar pengadilan adalah cara pendekatan konsensus untuk menyelesaikan sengketa dan hasil keputusannya mendasarkan pada konsep win-win solution. Bagi masyarakat tertentu pembentukan dan pemeliharaan komunitas adalah penting, lebih-lebih bagi masyarakat bisnis dan bilamana anggota komunitas termasuk pihak yang bersengketa (disputant) telah mencapai konsensus yang sebenarnya, maka pencapaian konsensus dan pembentukan prosedur akan memuaskan semua pihak dan berjalan dengan baik. Pranata yang digunakan di luar pengadilan diantaranya meliputi : Dies Natalis UMK ke-30
180
a. Mediasi Mediasi merupakan model penyelesaian sengketa di mana pihak luar yang tidak memihak dan netral (mediator) membantu pihak-pihak yang bersengketa guna memperoleh penyelesaian sengketa yang disepakati para pihak. b. Negosiasi Negosiasi merupakan model penyelesaian sengketa melalui perundingan secara langsung antara pihak yang bersengketa guna mencari atau menemukan bentuk-bentuk penyelesaian yang dapat diterima pihak-pihak yang bersangkutan. Dalam negosiasi para pihak yang bersengketa berunding secara langsung (kadang-kadang didampingi advokatnya) atas dasar prinsip win-win solution. c. Konsiliasi Konsiliasi merupakan upaya penyelesaian sengketa melalui perundingan dengan melibatkan pihak ketiga netral untuk membantu para pihak yang bersengketa dalam menemukan bentuk-bentuk penyelesaian yang dapat disepakati para pihak. Black31 mengemukakan ―consiliation. The adjustment and settlement of a dispute in a friendly, unantagonistic manner”.
2.2. Model Mediasi dalam Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis 31
Henry Campbell Black and Arthur Marriott, ADR Principles and Practice, London, Sweet & Maxwell, 1993, h.200.
Dies Natalis UMK ke-30
181
Saat ini di Indonesia, sudah memperlihatkan upaya mengedepankan atau mengutamakan cara penyelesaian sengketa dengan model mediasi dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Model mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa yang telah dilegitimasi dalam berbagai peraturan perundangan-undangan di Indonesia antara lain : 1) Undang-Undang No. 22 tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Jo. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Jo. Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Pengadilan Penyelesaian Hubungan Industrial (Pasal 8 s/d Pasal 16); 2) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang kekuasaan Kehakiman; Dalam penjelasan Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman yang menyebutkan ―Pasal ini mengandung arti, bahwa di samping Negara tidak diperkenankan lagi adanya peradilan-peradilan yang dilakukan oleh bukan badan peradilan Negara. Penyelesaian perkara di luar Pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui wasit (arbitrase) tetap diperbolehkan.‖ 3) Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, yang memungkinkan dibentuknya Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan; Majelis, yang anggotanya tidak hanya dari tenaga kesehatan, tapi juga dari ahli hukum, psikolog, ahli agama, selain menentukan seorang tenaga kesehatan bersalah atau lalai, juga dapat menentukan ganti rugi. Namun dengan syarat ketika musyawarah untuk menentukan besarnya jumlah gantirugi, hendaknya dihadiri oleh korban atau pihak keluarganya. Dies Natalis UMK ke-30
182
4) Undang-Undang No.17 tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak. Keberadaan Undang-Undang ini merupakan mandat yang diberikan dari Pasal 27 ayat (5) Undang-Undang No.6 Tahun 1983 Sebagaimana diubah dengan UU No.9 tahun 1994 dan Undang-Undang No.16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. 5) Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup yang dicabut dan diganti dengan Undang-Undang No.32 tahun 2009 tentang lingkungan hidup. 6) Undang - Undang No. 32 tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi Pasal 61 Undang - Undang No.32 tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi, menyebutkan bahwa ―Tanpa mengurangi hak para pihak untuk menyelesaikan perselisihan perdata yang berkaitan dengan Perdagangan Berjangka di pengadilan atau melalui arbitrase, setiap perselisihan wajib diupayakan terlebih dahulu penyelesaiannya melalui: a) musyawarah untuk mencapai mufakat di antara Pihak yang berselisih; atau b) pemanfaatan sarana yang disediakan oleh Bappeti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi) dan atau Bursa Berjangka apabila musyawarah untuk mencapai mufakat sebagaimana dimaksud pada huruf (a), tidak tercapai. 7) Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Pesaingan Usaha Tidak Sehat Pasal 36 Undang-Undang No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, memberikan wewenang pada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas persetujuan DPR, untuk Dies Natalis UMK ke-30
183
menangani dan menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-Undang ini. 8) Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, menyebutkan bahwa ―Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa‘. 9) Undang-Undang No.18 tahun 1999 tentang Jasa konstruksi Pasal 36 Undang-Undang No.18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, menyebutkan bahwa, ayat (1) Penyelesaian sengketa jasa konstruksi dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela pihak yang bersengketa; ayat (2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku tindak pidana dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sebagaiman diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; ayat (3) Jika dipilih upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa. Selanjutnya dalam Pasal 37 diatur penyelesaian sengketa konstruksi dengan menggunakan jasa pihak ketiga yang dibentuk oleh Pemerintah dan atau masyarakat jasa konstruksi. 3. Upaya Revitalisasi Penyelesaian Sengketa Bisnis Melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa Model Mediasi Dies Natalis UMK ke-30
184
Dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat berkaitan dengan penggunaan utama proses penyelesaian sengketa dengan model mediasi, pemerintah sebenarnya telah mengeluarkan ketentuan normatif, yang dapat dipakai sebagai dasar hukum, informasi, rujukan atau petunjuk msyarakat dalam menyelesaikan sengketa. Keberadaan mekanisme penyelesaian sengketa dengan mendasarkan musyawarah di dalam peraturan perundang-undangan sebagaimana dikemukakan di atas, secara politis merupakan wujud pengakuan pemerintah akan eksistensi alternatif penyelesaian sengketa dengan model mediasi di masyarakat. Pengakuan secara formal tentang keberadaan jalur non-litigasi untuk menyelesaikan sengketa telah dituangkan di berbagai peraturan perundang-undangan di atas. Namun yang menjadikan kendala disamping kurang seriusnya pemerintah menindaklanjuti dan mensosialisasikan model mediasi sebagai alternaif penyelesaian sengketa, terlihat dari kalangan profesi hukum, seperti hakim, jaksa, pengacara, staf pengajar hukum juga masih banyak juga yang belum mengetahui keberadaan ketentuan tersebut. Berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas, ada beberapa hal sebagai bentuk upaya merevitalisasi proses penyelesaian sengketa bisnis dengan model mediasi adalah sebagai berikut : (1) Adanya kepedulian lembaga legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat) dalam kapasitasnya sebagai fungsi legislasi (pembuat peraturan peraturan perundang-undangan) bersama esekutif (pemerintah) untuk ikut aktif dalam pengawasan dan penggunaan utama alternatif penyelesaian sengketa bisnis. Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mencantumkan model mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa lebih disempurnakan mengenai teknis atau Dies Natalis UMK ke-30
185
(2)
(3)
(4)
(5)
mekanisme agar model mediasi tersebut dapat efektif sebagai cara yang utama digunakan. Adanya suatu program yang terencana dan berkelanjutan yang melibatkan Pemerintah, Perguruan Tinggi, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), KADIN dan asosiasi-asosiasi profesi di bidang bisnis untuk mengkomunikasikan ketentuan model mediasi yang telah tertuang dalam berbagai peraturan perundang-undangan pada masyarakat. Sekaligus mengkomunikasikan secara terus menerus terjadinya krisis di lembaga peradilan pada masyarakat, sehingga dalam pikiran mereka terangsang melakukan reflexivity untuk mencari ‘alternatif‘ selain jalur litigasi. Menyiapkan tenaga-tenaga ahli yang professional di bidang penyelesaian sengketa non-litigasi, melalui jalur pendidikan formal maupun informal. Menyediakan atau mendirikan banyak lembaga, atas prakarsa masyarakat dan atau pemerintah, yang mampu menyediakan jasa penyelesaian sengketa bisnis yang mampu bekerja secara professional, cepat, transparan dan adil. Hendaknya keberadaan alternatif penyelesaian sengketa tidak mengulangi kesalahan yang dibuat oleh lembaga-lembaga sejenis pada masa lalu, seperti P4D/P4P untuk sengketa buruh dan Tim Tri Pihak untuk sengketa lingkungan yang ternyata lebih memihak pada golongan dari pengusaha. Sehingga keberadaan lembaga tersebut kurang mendapat kepercayaan masyarakat. Merangsang dan mendorong masyarakat untuk membiasakan secara terus menerus menggunakan budaya musyawarah untuk menyelesaikan sengketa-sengketa bisnis yang dialaminya. Agar masyarakat luas cepat terpengaruh dengan pendekatan penyelesaian secara musyawarah atau konsensus,
Dies Natalis UMK ke-30
186
maka media massa32 wajib membantu untuk mengkomunikasikan keberhasilan suatu sengketa bisnis yang diselesaiakan melalui alternatif penyelesaian sengketa (6) Lembaga peradilan umum harus ikut mendukung pengembangan penggunaan alternatif penyelesaian sengketa dengan model mediasi sampai pada tahapan eksekusinya. Dalam hal ini, para hakim harus diberikan pemahaman bahwa keberadaan alternatif penyelesaian sengketa bukan merebut lahan pekerjaan mereka, tapi justru meringankan beban tugas mereka. Bahkan berkembanganya penggunaan alternatif penyelesaian sengketa di Indonesia justru mempunyai pengaruh positif pada hakim, karena para pensiunan hakim bisa berprofesi sebagai mediator atau hakim-hakim swasta yang disewa untuk menyelesaikan sengketa dengan menggunakan pendekatan win-win solution. Penting pula untuk upaya merevitalisasi proses penyelesaian sengketa bisnis dengan model mediasi dengan cara merasionalkan dalam bentuk mensosialisasikan budaya masyarakat untuk menggunakan model mediasi untuk setiap menyelesaikan sengketa. Mensosialisasikan budaya musyawarah yang dimaksudkan disini adalah tidak lagi menganggap budaya musyawarah hanya sebagai wacana, tapi harus diperjuangkan terus menerus secara rasional untuk bisa digunakan menyelesaikan sengketa bisnis, dari yang sederhana sampai yang rumit sekalipun. Dengan adanya usaha tersebut diharapkan budaya mampu menggerakkan motivasi masyarakat untuk 32
Di Amerika Serikat, peranan media massa cukup besar dalam mengembangakn ADR di masyarakat. Istilah minitrial, salah satu bentuk ADR yang sekarang berkembang penggunaannya di masyarakat Amerika, diciptakan oleh wartawan New York Times dalam tahun 1977 ketika memaparkan kesuksesan penyelesaian sengketa melalui jalur negosiasi dalam suatu sengketa yang rumit antara TRW Inc. dengan Telecredit. Lihat dalam Nolan-Haley, Alternative Dispute Resulution, St. Paul, Minnesota, 1992, h. 192.
Dies Natalis UMK ke-30
187
membawa setiap sengketanya melalui model mediasi. Hal ini juga sesuai dengan apa yang dikatakan L.M. Friedman,33 faktor budaya ikut menentukan perilaku seseorang yang sedang terlibat suatu sengketa untuk membawa sengketanya pada lembaga peradilan atau membawa sengketa melalui jalur non-litigasi. Budaya penyelesaian sengketa melalui model mediasi nampaknya perlu secara gencar dikomunikasikan pada masyarakat untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi di sekeliling mereka. D. SIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan a. Pilihan hukum masyarakat dalam Penyelesaian sengketa bisnis selama ini cenderung masih mengandalkan cara litigasi melalui pengadilan. Namun kecenderungan yang demikian ternyata tidak disertai dengan sumber daya manusia, sarana dan prasarana yang mendukung efektifitas pengadilan sehingga masyarakat membutuhkan alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan (non litigasi). b. Berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia sudah mencantumkan model mediasi sebagai pilihan utama alternatif penyelesaian sengketa. Namun hanya merupakan aturan ‖sampiran‖ yang tidak ditindaklanjuti dengan mengembangkan lembaganya, substansi aturan yang lebih jelas dan konkrit serta kurang sosialisasi kepada masyarakat bisnis. c. Upaya revitalisasi proses penyelesaian sengketa bisnis dengan model mediasi paling tidak adalah (1) dari strukturnya yakni lembaga peradilan umum harus ikut mendukung pengembangan penggunaan alternatif penyelesaian sengketa, 33
Friedman, The Legal System, Op. Cit., h. 16.
Dies Natalis UMK ke-30
188
dan menyediakan atau mendirikan banyak lembaga, atas prakarsa masyarakat dan atau pemerintah, yang mampu menyediakan jasa penyelesaian sengketa bisnis yang mampu bekerja secara profesional, cepat, transparan dan adil; (2) dari substansinya harus dibuat aturan model mediasi yang lebih jelas dalam suatu peraturan perundang-undangan, dan adanya suatu program yang terencana dan berkelanjutan yang melibatkan pemerintah, perguruan tinggi, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), KADIN dan asosiasi-asosiasi profesi di bidang bisnis untuk mengkomunikasikan ketentuan model mediasi yang telah tertuang dalam berbagai peraturan perundang-undangan pada masyarakat ; dan (3) dari kultur atau budaya hukum dan perilaku masyarakat yang harus dirangsang dan didorong masyarakat untuk membiasakan secara terus menerus menggunakan budaya musyawarah untuk menyelesaikan sengketa-sengketa bisnis yang dialaminya. Selain itu upaya sosialisasi model mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa bisnis juga merupakan hal yang sangat penting. 2. Saran a. Perlunya dibuat peraturan perundang-undangan yang khusus mengenai model alternatif penyelesaian sengketa yang lebih baku, jelas dan tegas dan selanjutnya pemerintah menindaklanjuti dengan membentuk lembaga yang berperan menunjang model alternatif penyelesaian sengketa tersebut dan melakkan sosialisasi kepada masyarakat. b. Dalam melaksanakan Tri Darma perguruan tinggi, lembaga perguruan tinggi dapat mempelopori menjadi mediasi, konsiliasi, dan konsultasi para pihak yang bersengketa, sebelum perkara tersebut diajukan melalui jalur litigasi.
Dies Natalis UMK ke-30
189
c. Perlunya dibentuk lembaga mediasi pada setiap wilayah sesuai dengan tingkat perkembangan kebutuhan masyarakat; E. DAFTAR PUSTAKA Daniel S.Lev, Hukum dan Politik, Kesinambungan dan Perubahan, Jakarta, LP3ES, 1990. h.158, Untuk pelengkap lihat juga Denys Lombard, Nusa Jawa : Silang Budaya, Jilid I, 2 dan 3, Jakarta, Gramedia, 1996. Eman Suparman, Pilihan Forum Arbritase Dalam Sengketa Komersial Untuk Penegakan Keadilan, Disertasi, Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Searang, 2004. Esmi Warassih, Pemberdayaan Masyarakat dalam Mewujudkan Tujuan Hukum (Proses Penegakan Hukum dan Persoalan Keadilan), Pidato Pengukuhan Guru Besar, Fakultas Hukum UNDIP, Semarang, 14 April 2001. H.M.G. Ohorela dan H. Aminuddin Salle, ―Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase Pada Masyarakat di Pedesaan di Sulawesi Selatan‖, dalam Felix O. Soebagjo dan Erman Rajagukguk (ed), Arbitrase di Indonesia, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1995. Henry Campbell Black and Arthur Marriott, ADR Principles and Practice, London, Sweet & Maxwell, 1993. Hilman Hadikusumo, Pengantar Antropologi Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1992. Joni Emirzon, Alternaif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, PT. SUN, Jakarta, 2000. L.M. Friedman, The Legal System, New York, Russel Sage Foundaion, 1975. Nolan-Haley, Alternative Dispute Resulution, St. Paul, Minnesota, 1992. Penelitian Yoyok Widoyoko pada masyarakat Cina di pertokoan Glodok, dalam Diagnostic Assessment of Legal Development Dies Natalis UMK ke-30
190
in Indonesia, Volume III, Bappenas, 1996. Lihat juga Daniel. S. Lev, Op.Cit. Robert N. Cole-O Lee Reed, Fundamental of The Environment of Business, Mc Graw-Hill Book Comp. New York, 1986. T.O. Ihromi (ed) Anthropologi dan Hukum, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1984.
Dies Natalis UMK ke-30
191