BAB II TINJAUAN PUSTKA
2.1
Blindness Cortical
2.1.1 Definisi
Blindness Blindness Cortical Cortical / Buta kortikal kortikal adalah gangguan gangguan penglihata penglihatan n yang sementara sementara atau menetap dikarenakan adanya gangguan jaras visual posterior dan atau kerusakan di lobus oksipital di otak. Selain itu, dari literatur yang berbeda, buta kortikal adalah tipe kebutaan yang yang terja terjadi di akib akibat at masal masalah ah di otak otak.. Kond Kondisi isi ini ini terci tercipt ptaa karen karenaa menu menuru runn nnya ya fung fungsi si penglihatan akibat gangguan fungsi korteks. Orang yang mempunyai mata yang berfungsi normal dan baik, bisa saja mengalami buta kortikal. Buta kortikal adalah kehilangan penglihatan dikarenakan adanya disfungsi bilateral dari korteks visual di oksipital !"#. Buta kortikal juga selalu digunakan untuk indikasi keparahan dari dari gang ganggu guan an visu visual al yang yang dika dikare rena naka kan n disfu disfung ngsi si bila bilate teral ral jaras jaras geni geniku kulo loka kalk lkari arina na.. Sebenarnya penggunaan istilah buta serebral lebih tepat karena lesi tidak selalu pada korteks. Sebagai tambahan, derajat dari gangguan visual pada buta kortikal sangat bervariasi dan jarang buta total, sehingga diperkenalkan istilah ganguan visual korteks cortical cortical visual visual impairment # untuk untuk anak$anak untuk untuk menghindari menghindari kesan negatif negatif dari prognosis prognosis yang buruk dari buta kortikal kortikal %am, &''(#. )amun pada beberapa beberapa artikel, artikel, penggunaa penggunaan n istilah gangguan gangguan visual kortikal dan buta kortikal dianggap sama. *alaupun *alaupun pada pembahasan gangguan visual kortikal lebih ditekankan pada anak$anak sedangkan buta kortikal digunakan pada orang de+asa.
2.1.2 Etiologi
enyebab tersering adalah oklusi kedua arteri serebral posterior dengan infark oksipital medial yang bilateral Cummings, &''& #.
Beberapa penyebab dari buta kortikal yang pada
dasarnya juga akan membuat lesi di korteks penglihatan yakni
nsefalopati hipoksik atau iskemik Creutzfeld-Jakob disease Progressive Progressive multifocal leukoencephalopathy Bilateral infiltrating tumours, contoh- glioma contoh- glioma alam sebuah buku, buta kortikal bisa dikarenakan perdarahan serebral, tumor, infark
pada vena, cardiopulmonary cardiopulmonary arrest , emboli udara dan lemak, herniasi uncus, dan demielinisasi. 0ntuk buta kortikal sementara, penyebabnya bisa dari iskemik, cerebral atau
coronary arteriography, obat$obatan siklosporin#, trauma kapitis, kejang, migraine, myelografi. 2.1.3 Klasifikasi 1dapun pembagian buta kortikal yaitu buta kortikal total dan buta kortikal parsial. ada
buta kortikal proses visual masih lebih bagus dari buta kortikal total. %apangan pandang dan ketajaman penglihatan bisa saja normal tapi terjadi gangguan pada korteks asosiasi berakibat ketidakmampuan melihat objek secara normal.
2.1.4 Patogenesis
Sistem visual normal seseorang dapat melihat dengan normal. Sistem ini terdiri dari retina, ).optikus ).22#, khiasma optikus, traktus optikus, korpus genikulatum lateral C3%# radiatio genikulo$kalkarina, korteks kalkarina primer, korteks asosiasi dan lintasan antar hemisfer. Cahaya yang tiba di retina diterima oleh sel batang dan sel kerucut sebagai gelombang cahaya. 3elombang mencetuskan impuls yang dihantarkan oleh serabut$serabut sel di striatum optikum ke otak. 4ika cahaya berproyeksi pada makula, gambaran yang dilihat adalah tajam. royeksi cahaya di luar makula menghasilkan penglihatan yang kabur. royeksi sesuatu benda yang terlihat oleh kedua mata terletak pada tempat kedua makula secara setangkup, apabila proyeksi itu tidak menduduki tempat yang bersifat setangkup, maka akan terlihat gambaran penglihatan yang kembar diplopia#. )ervus optikus memasuki ruang intrakranium melalui foramen optikum. i daerah tuber sinerium tangkai hipofise# nervus optikus kiri dan kanan tergabung menjadi satu berkas untuk kemudian berpisah lagi dan melanjutkan lagi perjalanannya ke korpus genikulatum laterale dan kolikulus superior. 5empat kedua nervi optisi bergabung menjadi satu berkas dinamakan khiasma. i situ serabut$serabut nervus optikus yang menghantarkan impuls visual dari belahan temporal dari retina tetap pada sisi yang sama. Setelah mengadakan pergabungan tersebut nervus optikus melanjutkan perjalanannya sebagai traktus optikus. 4ulukan yang berbeda untuk serabut $ serabut nervus optikus dari kedua belah sisi itu berdasarkan karena nervus optikus adalah berkas saraf optikus sebelum khiasma# yang terdiri dari seluruh serabut optikus yang berasal dari retina mata kiri atau kanan, sedangkan traktus optikus ialah berkas serabut optikus yang sebagian berasal dari belahan nasal retina sisi kontralateral dan sebagian dari belahan temporal retina sisi homolateral.
Serabut6serabut optik yang bersinaps di korpus genikulatum laterale merupakan jaras visual, sedangkan yang menuju ke kolikulus superior menghantar impuls visual membangkitkan refleks optosomatik. Setelah bersinaps di korpus genikulatum laterale, penghantaran impuls visual selanjutnya dilaksanakan oleh serabut 6serabut genikulo kalkarina, yaitu juluran ganglion yang menyusun korpus genikulatum laterale yang menuju ke korteks kalkarina. Korteks kalkarina ialah korteks perseptif visual primer area "7#. Setibanya impuls visual di situ ter+ujudlah suatu sensasi visual sederhana. engan perantaraan korteks area "8 dan "( sensasi visual itu mendapat bentuk dan arti, yakni suatu penglihatan.
Gambar . Jaras Penglihatan
0ntuk impuls yang menuju kolikulus superior akan diteruskan ke kompleks inti pre tektal. )euron interkalasi menghubungkan kompleks inti pretekral dengan inti dinger *estphal, neuron inter kalasi ini ada yang menyilang dan ada yang tidak menyilang. )euron eferent parasimpatik, berjalan bersama ) 222, mengikuti divisi interior, lalu mengikuti cabang untuk m.obili9uus inferior dan akhirnya mencapai ganglion ciliare, setelah bersinap disini, serabut post ganglioner n.ciliaris brevis# menuju m.sfingter pupillae 4apardi#. Sehingga jika terjadi lesi di korteks, refleks pupil terhadap cahay masih ada karena refleks pupil diatur oleh hubungan nervus optikus yang pergi ke kolikulus superior untuk diteruskan
ke kompleks inti pre tektal tanpa menyinggahi bagian korteks. )amun secara otomatis, tidak ter+ujud sensasi visual dan penglihatan. ada tes opto$kinetik$nystagmus, tidak akan dijumpai karena dimana fase lambatnya di kontrol oleh daerah perieto$oksipital dan fase cepatnya di kontrol oleh lobus frontal ipsilateral. 2.1.5 Manifestasi Klinis
:anifestasi klinis dari buta kortikal adalaha# Kehilangan ketajaman visual b# ;espon pupil masih ada c# resepsi visual hampir tidak ada d# Optokinetik nistagmus tidak ditemui e# 5idak adanya atrofi atau edema papil funduskopi normal# Cummings, &''. 1gak sedikit berbeda dari buta kortikal parsial, dimana gejala klinis yang timbul adalaha# motion blindness b# achromatopsia c# agnosia d# visuospatial disorientation atau Balint's syndrome erjalanan untuk menjadi buta kortikal ini bisa perlahan$lahan, bisa juga secara akut. 0ntuk perlahan$lahan contohnya pada orang stroke unilateral pada lobus oksipital mungkin akan berkembang pengurangan presepsi visual secara kontralateral dan menjadi buta kortikal dalam <$= tahun. erkembangan ini berhubungan dengan umur yang lebih tua, ri+ayat keluarga mengenai penyakit vaskular, penyakit jantung, merokok, diabetes melitus, perluasan infark sampai ke area sylvian dan tanpa adanya kemajuan penglihatan setelah stroke yang sesisi %am, &''(#. 4ika terjadi secara mendadak bisa dikarenakan oklusi arteri serebral posterior evinsky#. Sangat sering terjadi pada buta kortikal penglihatan imajinasi dan penglihatan seperti mimpi. Oklusi arteri serebral posterior bilateral atau oklusi bagian rostral a.basilaris menimbulkan buta kortikal dengan denial of blindness sindroma 1nton# dimana penglihatan, dan persepsi cahaya tetapi refleks cahaya normal, tetapi seringkali masih tersisa sedikit sekali penglihatan terutama untuk obyek yang dikenalnya 5oll, "(8=#, penderita buta tetapi menyangkal kebutaannya,melaporkan pengalaman$pengalaman visual, bertindak tanduk seperti penglihatannya normal afasia amnestik, gangguan memori baru yang berat, konfabulasi dan deteriorisasi intelektual. Bila areal "8 dan "( psychic visual area# juga rusak, maka timbul agnosia visual tidak mampu mengenal/memberi nama pada obyek yang dilihat tetapi masih dapat mengenalnya dengan perabaan, penciuman atau didengarkan suaranya# prosopagnosia, halusinasi visual yang berbentuk, polinopsia masih melihat bayangan/+ajah setelah objeknya menghilang#, allthesia bayangan visual ditransposisikan
dari lapang pandang satu sisi ke sisi lain#, central da>>le intoleransi terhadap cahaya tanpa rasa nyeri# 2.1. Diagnosa iagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan bantuan gambaran C5$Scan atau :;2.
ari anamnesa ditemui penurunan ketajaman visual bisa secara tiba$tiba maupun perlahan. enurunan ketajaman visual terjadi pada ke dua mata. 5ingkat penurunan bervariasi. ari pemeriksaan funduskopi, tidak ditemukan kelainan. ada pemeriksaan refleks pupil, masih dijumpai seperti orang normal. Optokinetik nistagmus tidak dijumpai lagi. ada gambaran C5$Scan atau :;2 baru dijumpai kelainan atau lesi pada korteks oksipital.
2.1.! Diagnosa Ban"ing
1dapun diagnosa banding untuk buta kortikal adalah adanya lesi di jaras visual bagian lebih a+al, visual agnosia, histeria uke#. 0ntuk membedakan apakah kerusakan di jaras visual lebih a+al bisa dari hasil pemeriksaan funduskopi atau ada tidaknya reaksi pupil atau optokinetik nystagmus. 4ika refleks pupil tidak ada yang disertai penurunan ketajaman penglihatan, maka lesi berada di jaras a+al dari retina sampai ke daerah tuber sinerium tangkai hipofise#. erlu diingat, pada buta kortikal hasil pemeriksaan funduskopi dalam batas normal. ?ati$hati dalam membedakan buta kortikal dengan histeria. ada histeria, dijumpai pura$pura buta yang bertujuan menarik perhatian. )amun perbedaan paling utama adalah tidak adanya lesi pada korteks yang nampak dari hasil C5 Scan atau :;2.
2.1.# Pengo$atan
engobatan pada buta kortikal adalah menghilangkan etiologi dari buta kortikal. Sedangkan untuk pengobatan khusus untuk keadaan buta kortikal tidak ada. 4ika penyebabnya adalah stroke, maka dilakukan pengobatan untuk stroke. Sehingga jika strokenya teratasi, maka keadaan buta kortikal juga akan terperbaiki.
2.1.% P&ognosis
ada penelitian 1ldrich, ditemui prognosis terbaik dijumpai pada pasien diba+ah =' tahun, tanpa ri+ayat hipertensi atau diabetes melitus dan tanpa adanya hubungan dengan gangguan memori, bahasa, dan kognitif. ari penelitian tersebut disimpulkan prognosis buruk dijumpai pada buta kortikal akibat stroke dan bila adanya abnormalitas biooksipital pada pemeriksaan C5$Scan.
3.1 T'('P)ASM'SIS SE*EB*I 3.1.1 Definisi To+o,las-osis Se&e$&i
5oksoplasmosis, suatu penyakit yang disebabkan oleh 5o@oplasma gondii, merupakan penyakit parasit pada he+an yang dapat ditularkan ke manusia ?is+ani, &''A#. arasit ini merupakan golongan roto>oa yang bersifat parasit obligat intraseseluler. 5oksoplasmosis serebral adalah penyakit infeksi opportunistik biasanya menyerang pasien$ pasien dengan ?2!$12S dan merupakan penyebab paling sering terhadap abses serebral pada pasien$pasien ini.
3.1.2 a&a Pen/la&an To+o,las-a
Cara penularan yaitu dapat melalui oral dan penularan melalui transplsental. 2nfeksi dapat terjadi bila manusia makan daging mentah atau kurang matang yang mengandung kista. 2nfeksi ookista dapat ditularkan dengan vektor lalat, kecoa, tikus, dan melalui tangan yang tidak bersih. 5ransmisi to@oplasma ke janin terjadi utero melalui placenta ibu hamil yang terinfeksi penyakit ini. 2nfeksi juga terjadi di laboratorium, pada peneliti yang bekerja dengan menggunakan he+an percobaan yang terinfeksi dengan to@oplasmosis atau melalui jarum suntik dan alat laboratorium lainnya yang terkontaminasi dengan to@oplasma gondii . enularan pada manusia dimulai dengan tertelannya tissue cyst atau oocyst diikuti oleh terinfeksinyasel epitel usus halus oleh brady>oites atau sporo>oites secaraberturut$turut. Setelah bertransformasi menjadi tachy>oites,organisme ini menyebar ke seluruh tubuh le+at peredaran darahatau limfatik. arasit ini berubah bentuk menjadi tissue cysts begitu mencapai jaringan perifer. Bentuk ini dapat bertahan sepanjang hidup pejamu,dan berpredileksi untuk menetap pada otak,myocardium, paru, otot skeletal dan retina. :elihat cara penularan diatas maka kemungkinan paling besar untuk terkena infeksi to@oplamosis gondii melalui makanan daging yang mengandung ookista dan yang dimasak kurang matang. Kemungkinan ke dua adalah melalui he+an peliharaan. ?al ini terbutki bah+a di negara ropa yang banyak memelihara he+an peliharaan yang suka makan daging mentah mempunyai frekuensi to@oplasmosis lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain.
3.1.3 Patogenesis
Setelah terjadi infeksi 5. gondii ke dalam tubuh akan terjadi proses yang terdiri dari tiga tahap yaitu parasitemia, di mana parasit menyerang organ dan jaringan serta memperbanyak diri dan menghancurkan sel$sel inang. erbanyakan diri ini paling nyata terjadi pada jaringan
retikuloendotelial dan otak, di mana parasit mempunyai afinitas paling besar. embentukan antibodi merupakan tahap kedua setelah terjadinya infeksi. 5ahap ketiga rnerupakan rase kronik, terbentuk kista$kista yang menyebar di jaringan otot dan syaraf, yang sifatnya menetap tanpa menimbulkan peradangan lokal.
Tachyzoit (usus) Ookista (Daging mentah)
Darah & Limfe
Imune Respon
Bradyzoit (otak, skeeta, myocard, re!na)
Immunocompromized "reak!#asi
3.1.4 Manifestasi Klinis
5o@oplasmosis pada individu dengan daya tahan tubuh yang baik biasanya hanya memberikan gejala minimal dan bahkan sering tidak menimbulkan gejala. 1pabila menimbulkan gejala, maka gejalanya tidak khas seperti - demam, nyeri otot, sakit tenggorokan,kadang$kadang nyeri dan ada pembesaran kelenjar limfe servikalis posterior, supraklavikula dan suboksiput. ada infeksi berat, meskipun jarang, dapat terjadi sakit kepala, muntah, depresi, nyeri otot, pnemonia, hepatitis, miokarditis, ensefalitis, delirium dan dapat terjadi kejang. Sesudah terjadi penularan, parasit dengan perantara aliran darah akan dapat mencapai berbagai macam organ misalnya otak, sumsum tulang belakang, mata, paru$paru, hati, limpa, sumsum ulang, kelenjar limfe dan otot jantung. ada system saraf pusat, selama terjadi kelainan yang mengenai system saraf pusat baik meningoensefalitis yang fokal maupun yang difus dapat terlihat dengan adanya nekrosis dan nodul mikroglis.
ada pemeriksaan laboratorium rutin tidak memperlihatkan hasil yang mencolok, kecuali adanya gambaran limfositosis yang ringan, kenaikan %, dan peningkatan en>im transaminase hati. 3ejala umum jika
toksoplasma sudah menginfeksi di otak atau dikenali sebagai
toksoplasma otak termasuk ensefalitis, demam, sakit kepala hebat yang tidak ada respon terhadap pengobatan, lemah pada satu sisi tubuh, kejang, kelesuan, kebingungan meningkat, masalah penglihatan, vertigo, afasia, masalah berjalan, muntah dan perubahan kepribadian. 5idak semua pasien menunjukan tanda infeksi. ada ensefalitis fokal ditemukan nyeri kepala dan rasa bingung kerna adanya pembentukan abses akibat dari terjadinya infeksi toksoplasma. asien dengan sistem immunonya menurun, gejala$gejala fokalnya cepat sekali berkembang dan penderita mungkin akan mengalami kejang dan penurunan kesadaran. 3ejala to@oplasmosis cerebral tidak bersifat spesifik dan agak sulit untuk dibedakan dengan penyakit lain seperti lymphoma, tuberculosis dan infeksi ?2! akut 5oksoplasmosis serebral sering muncul dengan onset subakut dengan gejala fokal nerologik. *alau bagaimanapun, terdapat juga onset yang tiba$tiba disertai kejang atau pendarahan serebral. ?emiparesis dan gangguan percakapan sering ditemui sebagai gejala klinis a+al. Keterlibatan batang otak bisa menghasilkan lesi saraf cranial dan pasien akan mempamerkan disfungsi serebral seperti disorientasi, kesadaran menurun, lelah atau koma. engibatan medulla spinalis akan menghasilkan gangguan motorik dan sensorik bagi beberapa anggota badan serta kantung kemih atau kesakitan fokal. 3.1.5 Diagnosis
iagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan serologi, biopsi jaringan, isolasi 5 gondii dari cairan tubuh atau darah dan pemeriksaan )1 parasit.ada pasien dengan suspek to@oplasmosis, pemeriksaan serologi dan pencitraan baik Computed Tomography C5# atau agnetic !esonance "maging :;2# biasanya digunakan untuk membuat diagnosis. 5erapi empirik untuk to@oplasmosis cerebral harus dipertimbangkan untuk pasien yang terinfeksi ?2!. Biopsi dicadangkan untuk diagnosis pasti atau untuk pasien yang gagal dengan terapi empiris. ada pemeriksaan serologi didapatkan seropositif dari anti$5 gondii 2g3 dan 2g:. emeriksaan yang sudah menjadi standar emas untuk mendeteksi titer 2g3 dan 2g: T gondii yang biasa dilakukan adalah dengan #abin-$eldman dye test , tapi pemeriksaan ini tidak tersedia di 2ndonesia. eteksi antibodi juga dapat dilakukan dengan indirect fluorescent antibody 21#, agglutinasi, atau enzyme linked immunosorbent assay %2S1#. 5iter 2g3
mencapai puncak dalam "$& bulan setelah infeksi kemudian bertahan seumur hidup. 1nti bodi 2g: hilang dalam beberapa minggu setelah infeksi. emeriksaan cairan serebrospinal jarang berguna dalam diagnosis to@oplasmosis cerebral dan tidak dilakukan secara rutin karena resiko dapat meningkatkan tekanan intrakranial dengan
melakukan
pungsi
lumbal.
5emuan
dari
pemeriksaan
cairan
serebrospinalmenunjukkan adanya pleositosis ringan dari mononuclear predominan dan elevasi protein.
emeriksaan Polymerase chain reaction C;# untuk mendeteksi )1 T gondii dapat
berguna untuk diagnosis to@oplasmosis. C; untuk 5 gondii dapat juga positif pada cairan bronkoalveolar dan cairan vitreus atau a%ueous humor dari penderita to@opasmosis yang terinfeksi ?2!. 1danya C; yang positif pada jaringan otak tidak berarti terdapat infeksi aktif karena tissue cyst dapt bertahan lama berada di otak setelah infeksi akut. C; pada darah mempunyai sensitifitas yang rendah untukdiagnosis pada penderita 12S. 5o@oplasmosis juga dapat didiagnosis dengan isolasi 5 gondii dari kultur cairan tubuh atau spesimen biopsi jaringan tapi diperlukan +aktu lebih dari minggu untuk mendapatkan hasil kultur. iagnosis pasti dari to@oplasmosis adalah dengan biopsi otak, tapi karena keterbatasan fasilitas, +aktu dan dana sering biosi otak ini tidak dilakukan. 0paya isolasi parasit dapat dilakukan dengan inokulasi mouse atau inokulasi dalam jaringan kultur sel dari hampir semua jaringan manusia atau cairan tubuh. asien dengan to@oplasmosis cerebral ditemukan histopatologitachy>oitpadajaringanotak. ada kebanyakan pasien imunodefisiensi dengan to@oplasmosis cerebral, C5 scan menunjukkan gambaran beberapa lesi otak bilateral. Studi pencitraan biasanya menunjukkan beberapa lesi terletak di +ilayah korteks serebral , corticomedullary junction , atau ganglia basal. :eskipun begitu, lesi tunggal juga kadang$kadang muncul pada penderita to@oplasmosis cerebral. Karakteristik to@oplasmosis cerebral adalah asimetris, yang memberi gambarn abses cincin dengan kedua C5 dan :;2. C5 scan tanpa kontras dapat memperlihatkan lesi hipodens dalam otak yang mungkin keliru pada lesi otak fokal tipe lain, namun , C5 Scan ulang dengan kontras akan memperlihatkan lesi otak dengan gambaran khas ring enhancement dan disertai edema vasogenik pada jaringan sekitarnya. D"=E ada 5" 6 +eighted :;2 , to@oplasma memprelihatkn lesi dengan intensitas sinyal rendah berhubung dengan sisa dari jaringan otak . ada 5& 6 +eighted :;2 , lesi biasanya dengan intensitas sinyal tinggi. :;2 adalah modalitas pilihan untuk mendiagnosis dan memantau respon terhadap pengobatan to@oplasmosis karena lebih sensitif dari C5 untuk mendeteksi beberapa lesi.
3.1. Penatalaksanaan
5erapi utama pada to@oplasmosis serebral akut ialah pirimetamin dan sulfadia>ine. Kombinasi antara pirimetamin dengan sulfadia>in antibiotik# ini menunjukkan aktivitas sinergis dalam mengeradikasi to@oplasma gondii karena dapat menyebabkan inhibisi secara terus
menerus terhadap jalur
sintesis asam folat. %eucovorin haruslah ditambah
untukmencegah komplikasi pendarahan karena efek samping untuk regimen kombinasi ini adalah penurunan jumlah trombosit atau trombositopenia. engobatan untuk ibu hamil yang terinfeksi toksoplasma gondii sama dengan individu$individu lain, tetapi para ibu haruslah diberi informasi bah+a sulfadia>ine bisa menyebabkan bayinya hiperbilirubinemia dan kernikterus. 5erdapat regimen alternatif untuk pasien yang intoleransi terhadap sulfadia>in atau pirimetamin. Kombinasi yang sering dipakai dalam menangani kasus toksoplasma serebral selain pirimetamin dan sulfadia>in ialah trimetoprim dengan sulfametho@a>ole, klindamisin dengan pirimetamin, dan claritromisin dengan pirimetamin. Klindamisin dengan pirimetamin diberikan pada pasien yang tidak bisa toleransi terhadap sulfonamid.
Te&a,i ,ili0an "an la-a ,engo$atan *egi-en Alte&natif irimethamin &''$mg oral dosis inisial, irimethamine &''$mg oral dosis inisial,
dilanjutkan dengan A'67A mg/hari secara
dilanjutkan dengan A'67A mg/day secara
oral#, sulfadia>ine "'''6"A'' mg
oral# and klindamisin'' mg intravena
= kali/hari#, and leucovorin "'6&' mg/hari#
D2!E atau oral = kali sehari#. 5: A mg/kg# and S:F &A mg/kg# 2!
atau oral & kali sehari. 1tova9uoneG "A'' mg oral& kali sehari# H
%ama pengobatan - minggu
pirimethamin A'67A mg/hari# dan
leucovorin "'6 &' mg/hari#. 1tova9uoneG "A'' mg oral dua kali sehari# H sulfadia>in "'''6"A'' mg =
kali sehari#. 1tova9uoneG "A'' mg oral & kali sehari# irimethamin A'67A mg/hari# dan leucovorin
"'6&'
mg/hari#
H
a>ithromisin (''6"&'' mg/hari oral# 0ntuk pasien yang sakit berat dan tidak bisa toleransi terhadap medikasi oral, 5: "'
mg/kg/hari# and S:F A' mg/kg/hari# 2! 5: I trimethoprimJ S:F I sulfametho@a>ole.
5erapi pemeliharaan dilanjutkan untuk mencegah penyakit kambuh kembali. asien$ pasien yang tidak mendapatkan terapi pemeliharaan setelah mendapat terapi akut sering terjadi kekambuhan. asien harus mendapat terapi profilaksis sekunder yaitu dengan terapi pemeliharaan selama minggu setelah terapi fase akut. ;egimen terapi fase pemeliharaan sama dengan terapi fase akut, tetapi dosisnya minimal danmemberikan hasil yang efektif
3.1.! Diagnosis Ban"ing
iagnosa banding untuk lesi bentuk cincin ring-enhancing lesions# di otak o o o o o
2nfeksi misal - tuberkuloma# 5umor otak primer :etastasis otak enyakit demielinasi misal- sklerosis multipel# :alformasi vena$arteri
3.1.# Penega0an Non a&-akologis :enjaga makanan karena penularan to@oplasma gondii bisa
melalui makanan.4adi makanan yang dikonsumsi terutama daging harus benar$benar masak pada suhu "" derajat celcius#. 5angan harus dicuci sebelum dan setelah menyentuh makanan. Buah$buahan dan sayur$sayuran harus dicuci bersih. ?indari menyentuh barang yang kemungkinan terkontaminasi dengan kotoran kucing.4ika ada kotoran kucing, maka harus dibersihkan untuk menghindari maturasi sel$sel telur to@oplasma gondii. Se+aktu berkebun, harus memakai sarung tangan untuk menghindari transmisi to@oplasma gondii yang ada di tanah ke tangan manusia. a&-akologis armakologis ada pasien dengan seropositif, profilaksis primer
direkomendasikan pada pasien dengan 5 gondii seropositif yang memiliki jumlah C= 5$sel "''/L% dan pada pasien dengan C= 5$sel &''/L% yang mempunyai infeksi oportunistik atau malignansi. rofilaksis dengan menggunakan regimen trimetoprim$sulfametho@a>ole pada pasien dengan jumlah C= 5 sel "''/L% menunjukkan pengurangan risiko terinfeksi toksoplasmosis sebanyak 7
mana penggunaan antiretroviral terapi bisa didapatkan. 5erapi ?11;5 &ighly ctive nti !etro viral # berhasil mengurangi kekambuhan dan berhasil memperbaiki kualitas hidup pada pasien$pasien ?2!. ?al ini dikarenakan terapi itu berhasil menekan replikasi virus dan meningkatkan jumlah C=H limfosit yang mana akan turut memperbaiki sistem imunitas pasien.
3.1.% P&ognosis
4ika tidak didiagnosis dan diterapi dengan tepat, toksoplasmosis serebral bisa menyebabkan kecacatan bahkan kematian. 5erapi profilaksis adalah kunci mencegah terjadinya onset penyakit.
BAB III PEMBAASAN
ada pasien ini di dapatkan data )y. S.K usia & tahun, dari anamensa di dapatkan gangguan penglihatan pada okuli de@tra sejak N < bulan, dan okuli sinsitra N " bulan setelah okuli de@tra terganggu. )yeri kepala H# !1S 8, mual $#, vomitus H#, tinnitus $#, febris $#. :emiliki keluhan yang sama N < bulan S:;S pasien sempat di ra+at di ;umah Sakit akibat sakit kepala hebat pada seluruh daerah kepala dan di rasakan menjalar hingga ke bagian belakang kepala. Sakit kepala di rasakan berkurang jika minum obat. :untah bersamaan dengan timbulnya sakit kepala. Sementara dalam pengobatan 5B.
Berdasarkan teori perjalanan untuk menjadi buta kortikal ini bisa perlahan$lahan, bisa juga secara akut. enurunan ketajaman visual terjadi pada ke dua mata. 5ingkat penurunan bervariasi. 2nfeksi 5o@oplasmosis gejalanya tidak khas seperti - demam, nyeri otot, sakit tenggorokan,kadang$kadang nyeri dan ada pembesaran kelenjar limfe servikalis posterior, supraklavikula dan suboksiput. ada infeksi berat, meskipun jarang, dapat terjadi sakit kepala, muntah, depresi, nyeri otot, pnemonia, hepatitis, miokarditis, ensefalitis, delirium dan dapat terjadi kejang. emeriksaan isik - 3CS "A =!A:#, 5 - 5ekanan darah - "&'/8' mm?gJ )adi - 8 @/mJ ;espirasi - &' @/mJ Suhu badan - <.AoCJ
SpO& - (8M. ada pemeriksaan status
generalis dalam batas normal, pemeriksaan status neurologi yakni evaluasi ).22 yaitu !isus O - ', !isus OS - "/<'', ;efleks pupil OS H/H#, pemeriksaan antibody to@oplasma - 2g3 ='' 20/ml, 2g : , '," 20/ml. ?asil pemeriksaan C5 Scan dengan kontras - tampak area isodens parietoocipital kanan dan kiri dan tampak kontras ring enhancement. Berdasarkan teori untuk pemeriksaan funduskopi, tidak ditemukan kelainan. ada pemeriksaan refleks pupil, masih dijumpai seperti orang normal. Optokinetik nistagmus tidak dijumpai lagi. ada gambaran C5$Scan atau :;2 baru dijumpai kelainan atau lesi pada korteks oksipital. 0ntuk to@oplasmosis serebral diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan serologi, biopsi jaringan, isolasi 5 gondii dari cairan tubuh atau darah dan pemeriksaan )1 parasit.ada pasien dengan suspek to@oplasmosis, pemeriksaan serologi dan pencitraan baik Computed Tomography C5# atau agnetic !esonance "maging :;2# biasanya digunakan untuk membuat diagnosis. ada pemeriksaan serologi didapatkan seropositif dari anti$5 gondii 2g3 dan 2g:. emeriksaan yang sudah menjadi standar emas untuk mendeteksi titer 2g3 dan 2g: T gondii yang biasa dilakukan adalah dengan #abin-$eldman dye test , tapi pemeriksaan ini tidak tersedia di 2ndonesia. 5iter 2g3 mencapai puncak dalam "$& bulan setelah infeksi kemudian bertahan seumur hidup. 1nti bodi 2g: hilang dalam beberapa minggu setelah infeksi. ada pasien di tatalaksana dengan yaitu 2! )aCl '.( M A'' ml / "& jam, 2nj. :etylprednison & @ "&A mg iv#, 2nj :ecobalamin & @ A'' Lg iv# , 2nj Ketorolac & @ "' mg iv#, 2nj ;anitidin & @ A' mg iv#, 1ceta>olamide & @ &A' mg po# , Sema@ '," M < @ gtt )S, O15 lepasan ;?,tanpa tambutol#, yrimethamine & @ &A mg po#, Ketokona>ol & @ &'' mg po#, Clindamicyn " @ <'' mg po#, 1sam olat & @ A mg po#. engobatan pada buta kortikal adalah menghilangkan etiologi dari buta kortikal. 5erapi utama pada to@oplasmosis serebral akut ialah irimethamin &''$mg oral dosis inisial,
dilanjutkan dengan A'67A mg/hari secara oral#, sulfadia>ine "'''6"A'' mg = kali/hari#, dan leucovorin "'6&' mg/hari#. %ama pengobatan - minggu. Kombinasi antara pirimetamin dengan sulfadia>in antibiotik# ini menunjukkan aktivitas sinergis dalam mengeradikasi to@oplasma gondii karena dapat menyebabkan inhibisi secara terus menerus terhadap jalur sintesis asam folat.
BAB KESIMPU)AN
". iagnosa ditegakkan berdasarkan anamnese, gambaran klinis, pemeriksaan neurologi, pemeriksaan penunjang Serologi dan C5 Scan#, dan tatalkasana yang di berikan sudah tepat.
&. iagnosa pada pasien ini adalah diagnose presumtif mengingat pemeriksaan histopatologi dan C; tidak dapat di lakukan