BAB I ILUSTRASI KASUS I. IDENTITAS Data
Pasien
Ayah
Ibu
Nama
An.H
Tn. R
Ny. N
Umur
6 tahun 6 bulan
36 tahun
34 tahun
Jenis Kelamin
Laki-laki
Laki-laki
Perempuan
Alamat
Kp. Pengasinan RT 04 RW 01 Pengasinan Rawa Lumbu
Agama
Islam
Islam
Islam
Suku bangsa
Jawa
Sunda
Sunda
Pendidikan
-
SMK
SMP
Pekerjaan
-
Swasta
Ibu rumah tangga
Penghasilan
-
-
-
Keterangan
Hubungan dengan orang tua : Anak kandung
Tanggal Masuk RS
18 Juli 2014
II. ANAMNESIS Dilakukan sacara Alloanamnesis kepada ibu pasien. a. Keluhan Utama : Pasien datang dengan batuk b. Keluhan Tambahan : Muntah, mata merah, demam, pilek c. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke IGD RSUD Kota Bekasi dengan rujukkan dari RS Mitra Bekasi dengan batuk panjang, tidak berhenti sejak 2 hari SMRS. Batuk disertai dengan dahak berwarna putih, sedikit jumlahnya, agak encer berwarna putih. Setelah batuk yang 1
panjang tersebut os merasa pengap sampai menunduk-nunduk ke bawah yang disertai dengan keluarnya air mata seperti orang menangis. Terkadang os muntah setelah batuk terjadi, namun kejang setelah batuk disangkal. Saat batuk mata tidak menonjol, lidah tidak menjulur, dan tidak ada bintik-bintik merah di wajah. Sejak 2 hari SMRS juga mata os menjadi merah seperti orang yang sedang sakit mata, berair, tidak terdapat nyeri dan gatal, jarang terdapat kotoran mata, sekalipun ada kotoran mata tidak kental, hanya berwarna putih, dan jumlahnya sedikit. 1 minggu SMRS os juga pernah batuk-batuk dengan dahak berwarna putih, batuk tidak dipicu oleh cuaca ataupun debu. Batuk tidak terlalu panjang dan tidak terdengar keras, hanya batuk biasa. Batuk juga disertai dengan pilek dengan keluar lendir agak encer warna agak putih-bening, kemudian disertai juga demam yang tidak terlalu tinggi (sumeng-sumeng), naik turun. Kemudian orangtua membawa os ke dokter kemudian diberi obat berupa puyer dan sirup, keluhan-keluhan sempat mereda kemudian timbul kembali.
a. Riwayat Penyakit Dahulu Penyakit
Umur
Penyakit
Umur
Penyakit
Umur
Alergi
-
Difteria
-
Jantung
-
Cacingan
-
Diare
-
Ginjal
-
DBD
-
Kejang
+
Darah
-
Thypoid
-
Maag
-
Radang paru
-
Otitis
-
Varicela
-
Tuberkulosis
-
Parotis
-
Asma
-
Morbili
-
Kesan : Os tidak pernah mengalami hal yang sama sebelumnya, os sempat dirawat di rumah sakit karena kejang dengan demam saat usia 2 bulan.
b. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga satu rumah atau teman main pasien mengalami hal yang serupa seperti pasien. Tidak ada keluarga pasien yang menderita sakit mata.
2
c. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :
KEHAMILAN
Morbiditas kehamilan
Anak ketiga dari 3 bersaudara
Perawatan antenatal
Setiap bulan periksa ke bidan, suntik TT 2x, USG 1x (tidak ada kelainan)
Tempat kelahiran
Puskesmas
Penolong persalinan
Bidan
Cara persalinan
Normal, spontan
Masa gestasi
9 bulan Berat lahir 2750 gr
KELAHIRAN
Panjang badan 48 cm Keadaan bayi
Lingkar kepala tidak ingat Langsung menangis Nilai apgar tidak tahu Tidak terdapat kelainan bawaan
Kesan : Riwayat kehamilan dan persalinan pasien baik
d. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan : Pertumbuhan gigi I
: 7 bulan
(normal: 5-9 bulan)
Tengkurap
: 4 bulan
(normal: 3-4 bulan)
Duduk
: 6 bulan
(normal: 6 bulan)
Berdiri
: 11 bulan
(normal: 9-12 bulan)
Bicara
: 10 bulan
(normal: 9-12 bulan)
Berjalan
: 12 bulan
(normal: 13 bulan)
Psikomotor
Kesan
: Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai usia.
3
e. Riwayat Makanan Umur (bulan)
ASI/PASI
Buah/biskuit
Bubur susu
Nasi tim
0-2
+
2-4
+
4-6
+
+
6-8
+/+
+/+
+
+
8-10
+/+
+/+
+
+
Kesan : kebutuhan gizi pasien terpenuhi cukup baik
f. Riwayat Imunisasi : Vaksin
Dasar (umur)
BCG
-
DPT
-
POLIO
Lahir
CAMPAK
-
HEPATITIS B
Lahir
Ulangan (umur)
Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap, karena orangtua pasien takut memberikan imunisasi pada saat anaknya sering mengalami kejang demam.
g. Riwayat Keluarga Ayah
Ibu
Nama
Tn. D
Ny.A
Perkawinan ke
Pertama
Pertama
Umur
40
38
Keadaan kesehatan
Baik
Baik
Kesan : Keadaan kesehatan kedua orang tua dalam keadaan baik.
4
h. Riwayat Perumahan dan Sanitasi : Tinggal dirumah sendiri dengan 5 anggota keluarga (ayah, ibu, 2 anak, dan nenek) di pemukiman yang padat penduduk, tembok dengan tetangga hampir menempel. Rumah terdiri dari 3 buah jendela, kadang-kadang dibuka. Matahari cukup banyak masuk ke rumah. Kesan : Kesehatan lingkungan tempat tinggal pasien kurang baik
I.
PEMERIKSAAN FISIK a. Keadaan umum
: tampak sakit sedang
b. AVPU
: alert
c. PAT o A
: (+), speech (+), dapat berkoordinasi dengan baik
o B
: sesak (-), napas cuping hidung (-), retraksi (-)
o C
: pucat (-), mottled (-), cyanosis (-)
d. Tanda Vital -
Kesadaran
: compos mentis
-
Tekanan darah
: 100/70 mmHg
-
Frekuensi nadi
: 96x/menit
-
Frekuensi pernapasan
: 24x/menit
-
Suhu tubuh
: 36,9 oC
5
e. Data antropometri -
Berat badan
: 31 kg
-
Tinggi badan
: 124 cm
-
Status Gizi menurut CDC: o BB/U
= 31/22 x 100% = 140% (obesitas)
o TB/U
= 124/119 x 100% = 104% (gizi baik)
o BB/TB
= 31/24 x 100% = 129% (obesitas)
6
f. Kepala Bentuk
: normocephali
Rambut
: rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata
Mata
: edema palpebra +/+ conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, perdarahan subconjunctiva +/+, perdarahan aktif -/-, secret -/-, pupil bulat isokor, RCL+/+, RCTL +/+
7
Telinga
: normotia, membran timpani intak, serumen -/-
Hidung
: bentuk normal, sekret -/-, nafas cuping hidung -/-
Mulut
: bibir kering kemerahan, pucat -, T1/T1 detritus -/-, kripta tidak melebar, faring hiperemis -
Leher
: KGB tidak membesar, kelenjar tiroid tidak membesar
g. Thorax -
Inspeksi
: pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-)
-
Palpasi
: gerak napas simetris, vocal fremitus simetris
-
Perkusi
: sonor pada kedua ekstremitas
-
Auskultasi
: SN vesikuler, ronchi +/+, wheezing -/Cor BJ I & II normal, murmur -/-, Gallop -/-
h. Abdomen -
Inspeksi
: perut cembung
-
Auskultasi
: bising usus (+) normal 3x/menit
-
Palpasi
: supel, nyeri tekan -, hepar dan lien tidak teraba membesar
-
Perkusi
: shifting dullness -, nyeri ketok -
i. Kulit
: ikterik -, petechie -
j. Ekstremitas
: akral hangat, cyanosis (-), oedem (-), turgor kulit
cukup, Rumple Leed (-), ptechie(-), CRT <2detik
8
II.
PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Laboratorium darah tanggal 19 Juli 2014 Jenis
Hasil
Satuan
Nilai Normal
HEMATOLOGI Darah lengkap Leukosit
13,3
ribu/uL
5-10
Eritrosit
5
juta/uL
4-5
Hemoglobin
13,3
g/dL
11-14,5
Hematokrit
41,9
%
37-47
Trombosit
395
ribu/uL
150-400
MCV
82,8
fL
75-87
MCH
26,3
Pg
24-30
MCHC
31,7
%
31-37
92
mg/dL
60-110
Natrium (Na)
140
mmol/L
135-145
Kalium (K)
5,0
mmol/L
3,5 – 5,0
Clorida (Cl)
101
mmol/L
94 – 111
Indeks Eritrosit
KIMIA KLINIK GDS Elektrolit
9
b. Pemeriksaan Radiologi Foto Thorax (18 Juli 2014)
Skeletal normal
Cor, sinuses dan diafragma normal
Pulmo : corakan normal. Tampak infiltrate di parakardial dan parahiler bilateral Kesan : Bronchopneumonia duplex
III.
RESUME a. Anamnesis Pasien datang dengan rujukkan dari RS Mitra Bekasi dengan keluhan batuk panjang, tidak berhenti sejak 2 hari SMRS. Batuk disertai dengan dahak berwarna putih, sedikit jumlahnya, agak encer berwarna putih. Setelah batuk yang panjang os merasa pengap sampai menunduk-nunduk ke bawah yang disertai dengan keluarnya air mata seperti orang menangis. Terkadang os muntah setelah batuk terjadi. Mata merah sejak 2 hari SMRS yang semakin lama semakin merah. 1 minggu SMRS os juga pernah batuk-batuk dengan dahak berwarna putih. Batuk tidak terlalu panjang dan tidak terdengar keras, hanya batuk biasa. Batuk juga disertai dengan pilek dengan keluar lendir agak encer warna agak putih-bening, 10
kemudian disertai juga demam yang tidak terlalu tinggi (sumeng-sumeng), naik turun. Kemudian orangtua membawa os ke dokter kemudian diberi obat berupa puyer dan sirup, keluhan-keluhan sempat mereda kemudian timbul kembali.
b. Pemeriksaan fisik Keadaan umum
: tampak sakit sedang
AVPU
: alert
BB/TB
: kesan gizi obesitas
Mata
: edema palpebra +/+ perdarahan subconjunctiva +/+
Thoraks
: ronchi +/+
c. Pemeriksaan penunjang Laboratorium darah
Leukositos (13.300 uL)
III. DIAGNOSIS KERJA Pertussis stadium paroksismal dengan bronchopneumonia duplex
IV.
PENATALAKSANAAN Non Medika Mentosa
Rawat inap dengan lingkungan perawatan pasien yang tenang untuk menilai kemajuan penyakit dan kemungkinan kejadian yang mengancam jiwa pada puncak penyakit, mencegah atau mengobati komplikasi
Edukasi orangtua mengenai penyakit yang diderita
Pembersihan jalan nafas
Istirahat yang cukup
Oksigen terutama pada serangan batuk yang hebat disertai sianosis
Nutrisi yang cukup, hindari makanan yang sulit ditelan. Bila penderita muntah-muntah sebaiknya diberikan cairan dan elektrolit secara parentral
11
Medika Mentosa
V.
Tridex 27 A 480 cc/24 jam
Inj Azitromisin 1 x 300 mg
Inj Ceftriaxon 2 x 1 gr
Ambroxol syrup 3 x 1 cth
Codein 3 x 3 mg
Metilprednisolon tab 3x1 tab
PROGNOSIS -
Ad vitam
: ad bonam
-
As fungsionam
: ad bonam
-
Ad sanationam
: ad bonam
12
BAB III ANALISIS KASUS
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis yaitu Pertusis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan batuk panjang yang tidak berhenti dan berulang-ulang sejak 2 hari SMRS. Batuk disertai dengan dahak berwarna putih, sedikit jumlahnya, agak encer berwarna putih. Setelah batuk yang panjang os merasa pengap sampai menunduk-nunduk ke bawah yang disertai dengan keluarnya air mata seperti orang menangis. Terkadang os muntah setelah batuk terjadi. Mata merah sejak 2 hari SMRS yang semakin lama semakin merah. Dimana pada pertusis sendiri gejala klinis yang dialami oleh pasien termasuk ke dalam stadium paroksismal. Adapun stadium-stadium dalam pertusis adalah sebagai berikut :
Stadium Kataral (1-2 minggu) Gejala awal menyerupai gejala infeksi saluran napas bagian atas yaitu timbulnya rinore ringan (pilek) dengan lendir yang cair dan jernih, injeksi pada konjungtiva, lakrimasi, batuk ringan dan panas tidak begitu tinggi. Pada stadium ini biasanya diagnosis pertusis belum dapat ditetapkan karena sukar dibedakan dengan common cold. Selama stadium ini sejumlah besar organisme tersebar dalam inti droplet dan anak sangat infeksius, pada tahap ini kuman paling mudah diisolasi. Selama masa ini penyakit sering tidak dapat dibedakan dengan common cold. Batuk yang timbul mula – mula malam hari, kemudian pada siang hari dan menjadi semakin hebat. Sekret pun banyak dan menjadi kental dan melengket. Pada bayi lendir dapat viskuos mukoid, sehingga dapat menyebabkan obstruksi jalan napas, bayi terlihat sakit berat dan iritabel.
Stadium Paroksismal (2 sampai 4 minggu) Selama stadium ini, batuk menjadi hebat yang ditandai oleh whoop (batuk yang berbunyi nyaring) sering terdengar pada saat penderita menarik napas pada akhir serangan batuk. Frekuensi dan derajat batuk bertambah, khas terdapat pengulangan 5 sampai 10 kali batuk kuat selama ekspirasi yang diikuti oleh usaha inspirasi masif yang mendadak dan menimbulkan bunyi whoop akibat udara yang dihisap melalui 13
glotis yang menyempit. Pada anak yang lebih tua dan bayi yang lebih muda, serangan batuk hebat dengan bunyi whoop sering tidak terdengar. Selama serangan, muka merah dan sianosis, mata menonjol, lidah menjulur, lakrimasi, salivasi dan distensi vena leher bahkan sampai terjadi ptekie di wajah (terutama konjungtiva bulbi). Episode batuk paroksismal dapat terjadi lagi sampai mucous plug pada saluran napas menghilang. Muntah sesudah batuk paroksismal cukup khas, sehingga sering kali menjadi tanda kecurigaan apakah anak menderita pertusis walaupun tidak disertai bunyi whoop. Anak menjadi apatis dan berat badan menurun. Batuk mudah dibangkitkan dengan stres emosional (menangis, sedih, gembira) dan aktivitas fisik. Juga pada serangan batuk nampak pelebaran pembuluh mata yang jelas, di kepala dan leher, bahkan terjadi petekie di wajah, perdarahan subkonjungtiva dan sclera, bahkan ulserasi frenulum lidah. Walaupun batuknya khas, tetapi di luar serangan batuk, anak akan keliatan seperti biasa. Setelah 1 – 2 minggu serangan batuk makin meningkat hebat dan frekuen, kemudian menetap dan biasanya berlangsung 1 – 3 minggu dan berangsur –angsur menurun sampai whoop dan muntah menghilang.
Stadium Konvalesen / Penyembuhan (1 sampai 2 minggu) Stadium penyembuhan ditandai dengan berhentinya whoop dan muntah dengan puncak serangan paroksismal yang berangsur-angsur menurun. Batuk biasanya masih menetap untuk beberapa waktu dan akan menghilang sekitar 2 sampai 3 minggu. Pada beberapa pasien akan timbul serangan batuk paroksismal kembali. Episode ini terjadi berulang-ulang untuk beberapa bulan dan sering dihubungkan dengan infeksi saluran napas bagian atas yang berulang.
1 minggu SMRS os juga pernah batuk-batuk dengan dahak berwarna putih. Batuk tidak terlalu panjang dan tidak terdengar keras, hanya batuk biasa. Batuk juga disertai dengan pilek dengan keluar lendir agak encer warna agak putih-bening, kemudian disertai juga demam yang tidak terlalu tinggi (sumeng-sumeng), naik turun. Kemudian orangtua membawa os ke dokter kemudian diberi obat berupa puyer dan sirup, keluhan-keluhan sempat mereda kemudian timbul kembali. Pada saat keadaan ini pasien kemungkinan pertusis stadium kataral, atau kemungkinan common cold yang dimana antara keduanya sulit dibedakan.
14
Pada pemeriksaan fisik didapatkan perdarahan subconjunctival pada kedua mata dengan lakrimasi. Hal tersebut menunjukkan gejala klinis pertusis pada stadium paroksismal. Kemudian pada pemeriksaan auskultasi thoraks didapatkan ronchi di kedua lapang paru. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan peningkatan leukosit (13.300 uL), peningkatan tersbut tidak spesifik pada pertusis dimana terjadi peningkatan kadar leukosit 20.000 sampai dengan 50.000 uL dengan limfositosis absolute yang khas pada akhir stadium kataral dan selama stadium paroksismal. Untuk pemeriksaan penunjang anjuran untuk mendiagnosis pertusis ialah dengan isolasi B.pertussis dari secret nasofaring, dimana biakan akan menunjukkan hasil positif pada stadium kataral 95-100%, stadum paroksismal 94% pada minggu ke-3 dan menurun sampai 20% untuk waktu berikutnya. Namun hal yang paling sensitive dan spesifik untutuk mengetahui infeksi alami dan sudah di imunisasi yakni dengan pemeriksaan IgG toksin pertusis. Sedangkan pada pemeriksaan foto thoraks didapatkan gambaran bronchopneumonia duplex dimana hal tersebut merupakan penyulit dari pertusis.
Berat badan menurun
16,8%
Bronkitis akut
9,8%
Atelektasis
0,3%
Bronkopneumonia
0,88%
Apnea
1,1%
Kejang
0,6%
Otitis media
7,5% Penyulit Pertussis
Penatalaksanaan pada kasus pertusis ini diberikan antibiotik untuk membatasi penyebaran infeksi dan mengeliminasi organism dari nasofaring. Eritromisin, 40-50 mg/kg/24 jam, secara oral dalam dosis terbagi empat (maksimum 2 gr/24 jam) selama 14 hari merupakan pengobatan baku atau diberikan ampisilin 100 mg/kgBB/hari. Pemberian Azitromisin, Claritomisin, Ampisillin, Rifampin, Trimethoprim-Sulfametoksasol cukup efektif dalam beberapa penelitian. 15
Kemudian pada pasien diberikan kortikosteroid dengan tujuan untukmengurangi batuk paroksismal walaupun belum terbukti dalam penelitian kontrol. Pemberian edukasi mengenai pencegahan pertusis juga penting kepada keluarga. Cara terbaik untuk mengontrol penyakit ini adalah dengan imunisasi. Pencegahan dapat dilakukan melalui imunisasi pasif dan aktif. Imunisasi Pasif Dalam imunisasi pasif dapat diberikan human hyperimmune globulin. Namun berdasarkan beberapa penelitian di klinik terbukti tidak efektif sehingga akhir-akhir ini human hyperimmune globulin tidak lagi diberikan untuk pencegahan. Imunisasi Aktif Diberikan vaksin pertusis dari kuman B.pertussis yang telah dimatikan untuk mendapatkan kekebalan aktif. Imunisasi pertusis diberikan bersama-sama dengan vaksin difteria dan tetanus. Dosis imunisasi dasar dianjurkan 12 IU (International Unit) dan diberikan 3x sejak umur 2 bulan, dengan jarak 8 minggu. Jika prevalensi pertusis di dalam masyarakat tinggi, imunisasi dapat dimulai pada umur 2 minggu dengan jarak 4 minggu. Anak umur lebih dari 7 tahun tidak lagi memerlukan imunisasi rutin. Hasil imunisasi pertusis tidak permanen oleh karena proteksi menurun selama adolesens, walaupun demikian infeksi pada pasien yang lebih besar biasanya ringan, tetapi dapat menjadi sumber penularan infeksi pertusis pada bayi non imun. Vaksin pertusis monovalen (0,25 ml/ im) telah dipakai untuk mengontrol epidemi di antara orang dewasa yang terpapar. Efek samping sesudah imunisasi pertussis termasuk manifestasi umum seperti eritema, indurasi, dan rasa sakit pada tempat suntikan dan sering terjadi panas, mengantuk, dan jarang terjadi kejang, kolaps, hipotonik, hiporesponsif, ensefalopati, anafilaksis. Untuk mengurangi terjadinya kejang demam dapat diberikan asetaminofen (15mg/kg BB, per oral) pada saat imunisasi dan setiap 4-6 jam untuk selama 48-72 jam.(2,4,6,12) Anak dengan kelainan neurologik dengan riwayat kejang 7,2x lebih mudah terjadi kejang setelah imunisasi DTP dan 4,5x lebih tinggi bila hanya mempunyai iwayat kejang dalam keluarga. Maka pada keadaan anak yang demikian hanya diberikan imunisasi DT (Difteri Tetanus). Kontraindikasi pemberian vaksin pertusis yaitu anak yang mengalami ensefalopati dalam 7 hari sebelum imunisasi, kejang demam atau kejang tanpa demam dalam 3 hari sebelum imunisasi, menangis lebih dari 3 jam, high pitch cry dalam 2 hari, kolaps atau
16
hipotensif hiporesponsif dalam 2 hari, demam lebih dari 40,5oC selama 2 hari yang tidak dapat diterangkan penyebabnya. Prognosis tergantung usia, pada anak yang lebih tua mempunyai prognosis lebih baik. Pada bayi risiko kematian 0,5-1% disebabkan ensefalopati. Pada observasi jangka panjang, apnea atau kejang akan menyebabkan gangguan intelektual di kemudian hari.
17
BAB III DAFTAR PUSTAKA
1.
Soedarmo, Sumarmo S. Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Pertusis. Buku ajar infeksi & pediatri tropis. 2nd ed. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2010. h. 331-7.
2.
Departmen Kesehatan RI. Difteri. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. Jakarta : Departemen Kesehatan RI ; 2008.
3.
Nelson E Waldo , Behrman E Richard, Kliegman Robert, Arvin M Ann. Nelson Textbook Of Pediatric. Edisi 15, volume 2, cetakan I. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2000. Hal : 960 – 965
18