Contoh Kasus Etika Engineering
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat waktu guna memenuhi tugas mata kuliah etika profesi. Makalah ini dibuat dengan cara mengumpulkan materi-materi dari buku, internet, dan berbagai pihak yang membantu. Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar dalam makalah ini. Oleh karena itu, saya menerima kritik dan saran yang berguna untuk perbaikan makalah. Semoga makalah mengenai contoh kasus etika engineering ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam memahami kasus-kasus etika engineering.
Makassar, Desember 2015
Penyusun
ii
DAFTAR ISI Hal KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii DAFTAR ISI .................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 2 1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................. 2 1.4 Manfaat Penulisan ........................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 3 2.1 Contoh Kasus Lumpur Lapindo ..................................................... 3 2.2 Kaitan Etika Engineering dalam Kasus Lumpur Lapindo ............. 5 2.3 Etika Engineering Bidang IT........................................................... 6 2.4 Contoh-contoh Kasus Pelanggaran …………………………….… 10 2.5 Contoh-contoh Kasus Pelanggaran …………………………….… 12 BAB III PENUTUP ......................................................................................... 14 3.1 Kesimpulan .................................................................................... 14 3.2 Saran .............................................................................................. 14 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 15
iii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Etika adalah studi karakteristik moral. Etika juga berhubungan dengan pilihan moral yang dibuat oleh tiap orang dalam hubungannya dengan orang lain. Kasus etika bisa saja lebih jauh lagi melampaui isu keselamatan publik dan mungkin melibatkan penyuapan, kecurangan, perlindungan lingkungan, keadilan, kejujuran dalam riset dan pengujian, dan konflik kepentingan. Sebagai engineer, kita mempunyai perhatian pada etika karena defenisi ini diterapkan pada semua pilihan yang diambil oleh seseorang dalam hidupnya, termasuk pilihan-pilihan yang diambil ketika mempraktekkan engineering. Etika engineering adalah aturan dan standar yang mengatur arah para engineer dalam peran mereka sebagai professional. Etika engineering memasukkan defenisi etika yang lebih umum, tetapi menerapkan defenisi itu secara lebih spesifik ke berbagai situasi yang melibatkan engineer dalam kehidupan professional mereka. Jadi, etika engineering adalah sebuah bentuk filosofi yang mengindikasikan cara bagi para engineer untuk mengarahkan diri mereka dalam kapasitas professional mereka. Beberapa kasus terkenal yang mendapat perhatian besar dari media dalam beberapa tahun terakhir ini menyebabkan para engineer meningkatkan kepekaan mereka terhadap tanggung jawab profesionalnya. Kasus-kasus ini membangkitkan kesadaran akan arti penting etika dalam profesi engineer ketika para engineer menyadari bahwa pekerjaan teknis mereka mempunyai dampak yang sangat luas bagi masyarakat. Pekerjaan engineer dapat mempengaruhi kesehatan dan keselamatan publik, dan di samping itu dapat pula mempengaruhi praktek bisnis maupun politik.
1
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya maka dirumuskan masalah sebagai berikut. 1. Apa contoh kasus dalam etika engineering? 2. Bagaimana etika engineering bidang IT dan apa contoh kasusnya? 3. Bagaimana langkah dalam menangani kasus etika engineering? 1.3 Tujuan Penulisan Tujuan yang akan dicapai yaitu sebagai berikut: 1. untuk mengetahui contoh kasus dalam etika engineering; 2. untuk mengetahui contoh kasus etika engineering bidang IT 3. untuk mengetahui langkah-langkah dalam menangani kasus etika engineering, dan 1.4 Manfaat Penulisan Manfaat penulisan makalah ini yaitu: 1. membantu mahasiswa untuk dapat memahami contoh kasus etika engineering; 2. menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa langkah-langkah menangani kasus etika engineering
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Contoh Kasus : Lumpur Lapindo Dalam kasus lumpur lapindo ini sejatinya telah terjadi korban dan tidak ada satu pihakpun yang menolak itu. Kasus lumpur lapindo adalah bencana nasional bahkan mungkin internasional. Kasus ini telah menggangu perekonomian negara ini. Banyak kerugian yang didapat baik dari masyarakat maupun pemerintah. Tidak heran kasus ini mendapat perhatian dunia. Minyak dan gas bumi memang sangat penting bagi kehidupan, baik dari segi perekonomian, kebudayaan, hingga politik internasional. Jika tidak ditangani dengan baik, pemasok devisa terbesar ini akan sangat berpotensi membawa kerugian bagi tatanan kemanusiaan. Seperti kasus lumpur Lapindo yang terjadi di Porong, Sidoarjo ini. Kerusakan lingkungan merupakan bagian dari social cost yang terjadi akibat eksplorasi dan eksploitasi di Porong, akan menjadi tanggungan seluruh bangsa dalam jangka panjang. Berbagai spekulasi muncul menyatakan teori tentang asal muasal lumpur ini diantaranya : a) Menurut
lapindo-brantas.co.id,
pasca
penyidikan,
para
peneliti
menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kegiatan pengeboran dan semburan lumpur dan bahwa kegiatan pengeboran telah dilakukan sesuai dengan peraturan pemerintah dan prosedur operasional yang telah disepakati oleh rekan perusahaan. Para ahli geologi Lapindo Brantas Inc. meyakini bahwa semburan lumpur tersebut memiliki kaitan dengan kegiatan seismik akibat gempa yang terjadi dua hari sebelumnya, yang juga berkaitan dengan aktifnya kembali Gunung Semeru yang terletak 300 km dari episentrum gempa bumi di Yogyakarta. b) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang telah melakukan investigasi lapangan menggunakan para ahli dari PT Exploration Think Tank
Indonesia (ETTI) menjelaskan kronologi sebagai berikut: Pada tanggal 27 Mei 2006 atau hari ke-80 telah mencapai kedalaman 9.297 kaki. Pada kedalaman tersebut terjadi total loss circulation (hilangnya lumpur pemboran) dan kemudian LBI/PT. MCN (PT. MCN = PT. Medici Citra Nusa, pen) mencabut pipa bor. Pada saat mencabut pipa bor, terjadi kick dan pipa terjepit (stuckpipe) pada kedalaman 4.241 kaki. Pipa tidak dapat digerakkan ke atas dan ke bawah maupun berputar/berotasi. Hal ini sesuai dengan analisis yang dilakukan oleh Rudi Rubiandini, ahli geologi dan pemboran perminyakan dari ITB, ditugaskan pemerintah selaku Ketua Tim Investigasi Independen Semburan Lumpur Sidoarjo. Menurutnya, penyebab utama semburan lumpur ini ada dua secara teknis. Pertama, terjadinya kick yaitu luapan tekanan dari bawah yang tidak terkontrol. Kedua, tidak terpasangnya casing dari kedalaman 3.580 sampai 9.200, karena kedua penyebab ini terjadilah sebuah keretakan kemudian terjadi semburan. Diperkirakan bahwa Lapindo, sejak awal merencanakan kegiatan pemboran ini dengan membuat prognosis pengeboran yang salah. Mereka membuat prognosis dengan mengasumsikan zona pemboran mereka di zona Rembang dengan target pemborannya adalah formasi Kujung. Padahal mereka membor di zona Kendeng yang tidak ada formasi Kujung-nya.
2.2 Kaitan Etika Engineering dalam Kasus Lumpur Lapindo Pendapat tentang gempa sebagai penyebab lumpur lapindo telah ditolak oleh para ahli dalam konferensi di cape town, Afrika Selatan yang dilaksanakan oleh 90 orang ahli geologi dunia. menyimpulkan PT
Lapindo Brantas
42 ahli geologi
melakukan kesalahan prosedur
pengeboran sehingga mengakibatkan munculnya lumpur ke permukaan. Sedangkan faktor gempa bumi di Yogyakarta yang terjadi dua hari sebelum munculnya semburan lumpur hanya didukung oleh tiga geolog. Ahli lain tidak berpendapat atau menyebut semburan lumpur dipicu dua faktor, yakni kesalahan pengeboran dan gempa bumi. Adanya teori gempa sepertinya hanya alasan yang dijadikan lapindo brantas atau tepatnya para engineer di lapindo untuk menutupi kesalahan yang telah mereka buat. Isu itu digembargemborkan agar mereka tidak terkena dampak hukum maupun sosial dari masyarakat.
Usaha ini membuahkan hasil tidak ada satupun yang dinyatakan bersalah. Hal ini memperlihatkan kurang tegasnya penerapan etika engineering dan hukum di negara kita. Walaupun sudah terlihat jelas bahwa penyebabnya adalah pengeboran oleh lumpur lapindo dan bukan karena faktor alam. Disini terlihat bagaimana pemerintah masih patuh dan tunduk terhadap ekonomi yang berkuasa. Kasus ini ditutup dengan faktor alam sebagai kambing hitamnya.
Etika engineering yang masih dipandang sebelah mata di negara kita mungkin berperan besar dalam menyumbang tragedi ini. Faktor terlambatnya dipasang casing pada kedalaman 3580 sampai 9200 meter menyebabkan terjadinya keretakan kemudian menghasilkan semburan. Peran seorang rekayasawan sangat terlihat disini, bagaimana pengambilan keputusan seorang rekayasawan dapat menentukan berapa keuntungan dan kerugian yang akan negara dan masyarakat dapat. Namun sayangnya di kasus ini yang kita dapat adalah sebuah kerugian sangat besar baik materi maupun moril. Banyak warga yang kehilangan rumah, infrastruktur milik pemerintah yang rusak dan lain sebagainya. Kesalahan dalam pengambilan keputusan aktivitas pengeboran, teknik apa yang digunakan, serta lokasi pengeboran yang dilakukan oleh manusia telah mengakibatkan kegagalan pengoperasian sistem teknologi. Seperti yang dipaparkan James Chiles dalam Inviting Disaster: Lessons from the Edge of Technology (2002) banyak kasus kegagalan teknologi yang tidak hanya merugikan secara ekonomis tetapi juga menelan ribuan nyawa. Tidak jarang bencana teknologi terjadi hanya karena satu kesalahan kecil yang tadinya dianggap remeh. Kasus Three Miles Island di Pennsylvania, Union Carbide di Bhopal, dan kebocoran nuklir di Chernobyl adalah contoh-contoh mengerikan bagaimana teknologi mampu menjadi mesin pembunuh massal. Bencana lumpur Lapindo memiliki karakter yang sama karena berawal dari keputusan teknis yang sepele namun ceroboh. 2.3 Etika Engineering bidang IT Teknologi, Informasi dan Komunikasi bisa menjadi pilar-pilar pembangunan nasional yang bisa mengadaptasi di setiap permasalahan bangsa sebagai contoh menyerap tenaga kerja baru, mencerdaskan kehidupan bangsa dan sebagai alat pemersatu bangsa. Dalam mengaplikasikan ilmunya ataut menjalankan profesi IT bukan mudah dan bukan tidak sukar, yang terpenting adalah kita mampu menempatkan diri pada posisis yang benar.
Profesi IT dianggap orang lain adalah profesi khusus karena keahlian yang ia miliki maka dari itu kita bisa menentukan tapi dengan ikatan yang jelas. Profesi IT juga bisa dianggap sebagai 2 mata pisau, bagaimana yang tajam bisa menjadikan IT lebih berguna untuk kemaslahatan umat dan mata lainya bisa menjadikan IT ini menjadi bencana sosial, bencana ekonomi maupun krisis kebudayaan yang saat ini sering terjadi yaitu Pembuatan website yang meruntuhkan moral, seorang hacker melakukan pengacakan rekening sebuah bank dan melakukan kebohongan dengan content-content tertentu, dan lain-lain. Kita juga harus bisa menyikapi dengan keadaan teknologi, informasi dan komunikasi saat ini dengan arus besar data yang bisa kita dapat dengan hitungan per detik ataupun dengan kesederhanaan teknologi kita bisa melakukan pekerjaan kita menjadi praktis, tapi kita harus melakukan pembenahan terhadap teknologi sebagai inovasi untuk meringankan maupun memberantas resiko kejamnya teknologi itu sendiri. Dengan membangun semangat kemoralan dan sadar akan etika sebagai orang yang ahli di bidang IT. Tentu saja diharapkan etika profesi semakin dijunjung ketika jenjang pendidikan kita berlatar IT makin tinggi. Sedangkan keahlian dilapangan meningkat seiring banyaknya latihan dan pengalaman.
2.3.1 Kode Etik Profesi Bidang Teknologi Informatika Dalam lingkup TI, kode etik profesinya memuat kajian ilmiah mengenai prinsip atau norma-norma dalam kaitan dengan hubungan antara professional atau developer TI dengan klien, antara para professional sendiri, antara organisasi profesi serta organisasi profesi dengan pemerintah. Salah satu bentuk hubungan seorang profesional dengan klien (pengguna jasa) misalnya pembuatan sebuah program aplikasi. Seorang profesional tidak dapat membuat program semaunya, ada beberapa hal yang harus ia perhatikan seperti untuk apa program tersebut nantinya digunakan oleh kliennya atau user dapat menjamin keamanan (security) sistem kerja program aplikasi tersebut dari pihakpihak yang dapat mengacaukan sistem kerjanya (misalnya: hacker, cracker, dll). 2.3.2 Tanggung Jawab Profesi IT Sebagai tanggung jawab moral, perlu diciptakan ruang bagi komunitas yang akan saling menghormati di dalamnya, Misalnya IPKIN (Ikatan Profesi Komputer & Informatika) semenjak tahun 1974. Ciri-ciri Profesionalime yang harus dimiliki oleh seorang IT berbeda dari bidang pekerjaan yang lainnya. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut : a. Memiliki
kemampuan
/
keterampilan
dalam
menggunakan
peralatan yang berhubungan dengan bidang pekerjaan IT Seorang IT harus mengetahui dan mempraktekkan pengetahuan IT-nya ke dalam pekerjaannya. b. Punya ilmu dan pengalaman dalam menganalisa suatu software atau Program. c. Bekerja di bawah disiplin kerja d. Mampu melakukan pendekatan disipliner
e. Mampu bekerja sama f. Cepat tanggap terhadap masalah client. Contoh ciri – ciri profesionalisme di bidang IT adalah : Keterampilan yang berdasar pada pengetahuan teoretis Profesional diasumsikan mempunyai pengetahuan teoretis yang ekstensif dan memiliki keterampilan yang berdasar pada pengetahuan tersebut dan bisa diterapkan dalam praktek. Asosiasi profesional Profesi biasanya memiliki badan yang diorganisasi oleh para anggotanya, yang dimaksudkan untuk meningkatkan status para anggotanya. Organisasi profesi tersebut biasanya memiliki persyaratan khusus untuk menjadi anggotanya. Pendidikan yang ekstensif Profesi yang prestisius biasanya memerlukan pendidikan yang lama dalam jenjang pendidikan tinggi. Ujian kompetensi. Sebelum memasuki organisasi profesional, biasanya ada persyaratan untuk lulus dari suatu tes yang menguji terutama pengetahuan teoretis. Pelatihan institutional Selain ujian, juga biasanya dipersyaratkan untuk mengikuti pelatihan istitusional dimana calon profesional mendapatkan pengalaman praktis sebelum menjadi anggota penuh organisasi. Peningkatan keterampilan melalui pengembangan profesional juga dipersyaratkan. Lisensi Profesi menetapkan syarat pendaftaran dan proses sertifikasi sehingga hanya mereka yang memiliki lisensi bisa dianggap bisa dipercaya. Otonomi kerja. Profesional cenderung mengendalikan kerja dan pengetahuan teoretis mereka agar terhindar adanya intervensi dari luar.
Kode etik. Organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi para anggotanya dan prosedur pendisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan.
Mengatur
diri.
Organisasi
profesi
harus
bisa
mengatur
organisasinya sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Profesional diatur oleh mereka yang lebih senior, praktisi yang dihormati, atau mereka yang berkualifikasi paling tinggi. Layanan publik dan altruism. Diperolehnya penghasilan dari kerja profesinya dapat dipertahankan selama berkaitan dengan kebutuhan publik, seperti layanan dokter berkontribusi terhadap kesehatan masyarakat. Status dan imbalan yang tinggi. Profesi yang paling sukses akan meraih status yang tinggi, prestise, dan imbalan yang layak bagi para anggotanya. Hal tersebut bisa dianggap sebagai pengakuan terhadap layanan yang mereka berikan bagi masyarakat. 2.4 Contoh-contoh Kasus Pelanggaran
Kejahatan Komputer Kejahatan komputer atau computer crime adalah kejahatan yang ditimbulkan karena penggunaan komputer secara ilegal. Kejahatan komputer terus berkembang seiring dengan kemajuan teknologi komputer saat ini. Beberapa jenis kejahatan komputer meliputiDenial of Services
(melumpuhkan layanan sebuah sistem komputer), penyebaran, spam, carding (pencurian melalui internet) dan lain-lain. Netiket Netiket merupakan aspek penting dalam perkembangan teknologi komputer. Internet merupakan sebuah jaringan yang menghubungkan komputer di dunia sehingga komputer dapat mengakses satu sama lain. Internet menjadi peluang baru dalam perkembangan Bisnis, Pendidikan, Kesehatan, layanan pemerintah dan bidang-bidang lainnya. Melalui internet, interaksi manusia dapat dilakukan tanpa harus bertatap muka. Tingginya tingkat pemakaian internet di dunia melahirkan sebuah aturan baru di bidang internet yaitu netiket. Netiket merupakan sebuah etika acuan dalam berkomunikasi menggunakan internet. Standar netiket ditetapkan oleh IETF (The Internet Engineering Task Force), sebuah komunitas internasional yang terdiri dari operator, perancang jaringan dan peneliti yang terkait dengan pengoperasian internet. E-commerce Berkembangnya penggunaan internet di dunia berpengaruh terhadap kondisi Ekonomi dan perdagangan negara. Melalui internet, transaksi perdagangan dapat dilakukan dengan cepat dan efisien. Akan tetapi, perdagangan melalui internet atau yang lebih dikenal dengan e-commerce ini menghasilkan permasalahan baru seperti perlindungan konsumen, permasalahan kontrak transaksi, masalah pajak dan kasus-kasus pemalsuan tanda tangan digital. Untuk menangani permasalahan tersebut, para penjual dan pembeli menggunakan Uncitral Model Law on Electronic Commerce 1996 sebagai acuan dalam melakukan transaksi lewat internet. Pelanggaran HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) Berbagai kemudahan yang ditawarkan oleh internet menyebabkan terjadinya pelanggaran HAKI seperti pembajakan program komputer, penjualan program ilegal dan pengunduhan ilegal.
2.5 Contoh Kasus Etika Engineering dalam Dunia Teknologi Informasi Contoh kasus seorang pakar telematika katakanlah namanya SU digugat oleh kliennya karena telah menyebarkan data-data milik kliennya tanpa persetujuan dari si pemiliknya. Parahnya adalah SU mempublikasikannya melalui media massa. Pengacara sang klien menyebut bahwa SU telah melanggar kode etik profesi teknologi informasi. Benarkah demikian? Kode etik profesi bidang teknologi informasi di Indonesia memang belum ada (yang tertulis). Namun, kita bisa menerapkan kode etik yang dibuat oleh IEEE. IEEE telah membuat semacam kode etik bagi anggotanya, sebagai berikut: 1) To accept responsibility in making decisions consistent with the safety, health and welfare of the public, and to disclose promptly factors that might endanger the public or the environment. Artinya setiap anggota bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan konsisten dengan keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, serta segera mengungkapkan faktor-faktor yang dapat membahayakan publik atau lingkungan. 2) To avoid real or perceived conflicts of interest whenever possible, and to disclose them to affected parties when they do exist. Intinya ialah sebisa mungkin menghindari terjadinya konflik kepentingan dan meluruskan mereka yang telah terpengaruh oleh konflik tersebut. 3) To be honest and realistic in stating claims or estimates based on available data. Masih ingat dengan Pemilu 2009 kemarin? Betapa lamanya KPU memproses hasil penghitungan suara. Pihak yang bertanggung jawab atas urusan TI KPU sebelumnya menyatakan bahwa sistem yang mereka buat sudah teruji reliabilitasnya dan rekapitulasi suara akan berjalan lancar. Nyatanya? 4) To reject bribery in all its forms. Sesuatu yang sangat langka di Indonesia, bukan hanya di bidang politiknya saja, di bidang teknologi informasinya pun bisa dikatakan sedikit yang bisa melakukannya.
5) To improve the understanding of technology, its appropriate application, and potential consequences. Setiap saat meningkatkan pemahaman teknologi, aplikasi yang sesuai, dan potensi konsekuensi. 6) To maintain and improve our technical competence and to undertake technological tasks for others only if qualified by training or experience, or after full disclosure of pertinent limitations. Untuk mempertahankan dan meningkatkan kompetensi teknis dan teknologi untuk melakukan tugas-tugas bagi orang lain hanya jika memenuhi syarat melalui pelatihan atau pengalaman, atau setelah pengungkapan penuh keterbatasan bersangkutan. 7) To seek, accept, and offer honest criticism of technical work, to acknowledge
and
correct
errors,
and
to
credit
properly
the
contributions of others. Untuk mencari, menerima, jujur dan menawarkan kritik dari teknis pekerjaan, mengakui dan memperbaiki kesalahan, dan memberikan kredit atas kontribusi orang lain. 8) To treat fairly all persons regardless of such factors as race, religion, gender, disability, age, or national origin. Memperlakukan dengan adil semua orang tanpa memperhitungkan faktor-faktor seperti ras, agama, jenis kelamin, cacat, usia, atau asal kebangsaan. 9) To avoid injuring others, their property, reputation, or employment by false or malicious action. Menghindari melukai orang lain, milik mereka, reputasi, atau pekerjaan dengan tindakan salah atau jahat. 10) To assist colleagues and co-workers in their professional development and to support them in following this code of ethics. Saling membantu antar rekan kerja dalam pengembangan profesi mereka dan mendukung mereka dalam mengikuti kode etik ini. Andai SU merupakan anggota dari IEEE, maka dapat dikatakan ia jelas telah melanggar kode etik organisasinya.
BAB III PENUTUP
2.1 Kesimpulan Etika engineering adalah sebuah bentuk filosofi yang mengindikasikan cara bagi para engineer untuk mengarahkan diri mereka dalam kapasitas professional mereka. Kasus-kasus pelanggaran etika engineering saat ini membangkitkan kesadaran akan arti penting etika dalam profesi engineer ketika para engineer menyadari bahwa pekerjaan teknis mereka mempunyai dampak yang sangat luas bagi masyarakat.
2.2 Saran Diharapkan setelah berpedoman pada etika engineering dalam makalah ini, mahasiswa dapat melaksanakan etika engineering dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Fledderman, Charles B. 2006. Etika Enjiniring Edisi 2. Jakarta : Penerbit Erlangga. Ali, Akbar Azhar. 2007. Konspirasi di Balik Lumpur Lapindo. Yogyakarta : Penerbit Galangpress. Wright, Paul H. 2005. Pengantar Engineering Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit Erlangga.