Contoh Kasus Meningitis Ny “N” ibu dari An “N”(5thn) datang kerumah UGD ,mengeluhkan anaknya mengalami demam, dan
kejang selama di rumah. Setelah dilakukan pemeriksaan,suhu pemeriksaan,suhu anak – 38 c, kaki kuduk, tampak tampak tidak sadar. Pemeriksaan darah lemgkap serta dilakukan pemeriksaan lumbal punksi, dokter menyatakan An “N” mengalami infeksi pada meninges. An “N”saat ditempatkan di ruang isolasi, untuk untuk mengatasi
demam perawat melakukan tepid sponge, dokter memberikan resep antibiotik, dan antipiretik. A. PENGKAJIAN 1.
Identitas diri klien
Nama
: An .”N”
Umur
: 5 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Suku
: Sask
Pendidikan Pendidi kan
:-
Alamat
:-
2.
Identitas penanggung jawab
Nama
: Ny. “N”
Alamat
:-
Suku
: Sasak
Pendidikan
:-
Agama
:-
Hubungan dengan klien : Orang tua klien kl ien 3. a.
Riwayat kesehatan Keluhan utama saat masuk rumah sakit
Ibu klien mengatakan anakanya demam dan kejang, dan klien tidak sadarkan diri (koma) b.
Riwayat penyakit sekarang
Klien datang ke RS, karena diberikan rujukan dari puskesmas dengan keluhan demam, kejang-kejang, dan tidak sadarkan diri
c.
Keluhan saat dikaji
Badan klien terasa panas dan klien tidak sadarkan diri. d.
Riwayat penyakit sekarang
Ibu klien mengatakan sekitar jam 8 pagi anaknya mengalami demam dan kejang-kejang, kemudian ibu klien langsung membawa anaknya kerumah sakit e.
Riwayat penyakit dahulu
Ibu klien mengatakan sebelumnya tidak pernah mengalami sakit seperti ini yang diderita anaknya sekarang, apalagi sampai dirawat inap. Klien hanya sakit biasa seperti batuk, pilek biasa. IV. Pengkajian Saat Ini 1.
Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Klien dan keluarga klien menagatakan belum mengetahui penyakit meningitis dan penyebabnya. Untuk pemerliharaan kesehatan klien selalu memeriksakan diri ke dokter atau mantri praktek di sekitar rumahnya. 2.
Pola Nutrisi / metabolik
Sebelum sakit : Ibu klien mengatakan anaknya biasa makan 3-4 kali sehar, denagn nasi putih dan lauk pauk dan biasanya klien minum air ih 3-5 gelas /hari Saat sakit : Ibu klien mengatakan anaknya susah makan dan tidak ada nafsu makan. 3.
Pola Eliminasi
Sebelum sakit: Ibu klien mengatakananaknya biasa BAB 3 X sehari, kadang –kadang 3-4 kali sehari, biasanya klien BAB pada pagi hari konsistensi lembek, warna kekuningan dengan bau khas feses, sedangkan BAK 36 X sehari dengan warna kuning bau khas urine dan tidak ada kelainan Saat sakit Ibu klien mengatakan anaknya selama sakit ini tidak pernah BAB dan BAK dari 3X sehari
4.
Pola Aktivitas dan Latihan
Kemampuan perawatan diri
0 : mandiri, 1: alat Bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4 : tergantung total. Oksigenasi: Klien bernafas secara spontan tanpa bantuan alat oksigenasi. 5.
Pola Tidur dan Istirahat
Sebelum sakit : Ibu kliem mengatakan anaknya biasa tidur malam di jam 8 dan untuk tidur siang kadang-kadang, dan biasanya kalau tidur siang paling lama 1-2 jam Saat sakit : Ibu klien mengatakan susah untuk tidur baik itu siang maupun malam 6.
Pola Perceptual
Klien mengatakan bahwa tidak ada perubahan pada penglihatan,pendengaran, pengecap dan sensasi . 7.
Pola Persepsi Diri
Klien dan kelurga klien mengatakan semua penyakit pasti ada obatnya. Dan klien yakin akan bisa sembuh 8.
Pola Seksualitas dan Reproduksi
Tidak terkaji
9.
Pola Peran-hubungan
Klien lebih dekat dengan ibunya. Komunikasi dengan perawat sekarang hanya apabila ditanya, menggunakan bahasa sasak. 10. Pola Managemen koping-stress
Setiap ada permasalahan klien senantiasa didampingi oleh keluarganya, dan memecahkan masalah dengan cara mufakat. 11. Sistem Nilai dan keyakinan Klien dan keluarga klien mengatakan semua penyakit pasti ada obatnya,dan orang tua klien percaya dan yakin bahwa anaknya bisa sembuh.
V.
Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamneesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per system B3 (brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluha dari klien. Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa TTV. Pada klien meningitis biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih daru normal, yaitu 38-410 C, dimulai dari fase sistemik. Kemerahan, panas, kulit kering, berkeringat. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dan iritasi meningen yang sudah mengganggu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Apabila disertai peningkatan frekuensi pernafasan sering berrhubungan dengan peningkatan laju metabolism umum dan adanya infeksi pada system pernafasan sebelum mengalami meningitis. Tekanan darah biasanya normal atau meningkat karena tanda-tanda peningkatan TIK.
Ø B1 (BREATHING) Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan prekuensi pernapasan yang sering didapatkan pada klien meningitis yang disertai adanya gangguan pada system pernapasan. Palpasi thoraks hanya dilakukan apabila terdapat deformitas pada tulang dada pada klien dengan efusi fpeura massif (jarang terjadi pada klien dengan meningitis). Auskultasi bunyi nafas tambahan sepetti ronkhi pada kien dengan meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer dari paru.
Ø B2 (BLOOD)
Pengkajian pada system kardiovaskuler terutama dilakukan pada klien meningitis pada tahap lanjut seperti apabila klien sudah mengalami renjatan (syok). Infeksi fulminating terjadi pada sekitar 10% klien dengan meningitis meningokokus, dengan tanda-tanda septicemia: demam tinggi yang tibatiba muncul, lesi purpura yang menyebar (sekitar wajah dan ekstremitas), syok, dan tanda-tanda
koagulasi intravascular desiminata (disseminated intravascular coagulation-DIC). Kematian mungkin terjadi dalam beberapa jam setelah serangan infeksi.
Ø B3 (BRAIN) Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada system lainnya. a.
Tingkat kesadaran
Kualitas kesadaran kliien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat kesadaran klien dan respons terhadap lingkungan adalah indicator paling sensitive untuk disfungsi system persarafan. Beberapa system digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewasspadaan dan kesadaran. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningitis biasanya berkisar pada tingkat latergi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalimi koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kasadaran klien dan bahan evaluasi untuk memantau pembarian asuhan keparawatan. b.
Fungsi serebri
Status mental: observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara klien dan observasi ekspesi wajah dan aktifitas motorik yang pada klien meningitis tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan. c.
Pemeriksaan saraf cranial
Saraf I. Biasanya pada klien meningitis tiidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan. Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutama pada meningitis supuratif disertai abses serebri dan efusi ssubdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK berlangsung lama. Saraf III,IV, dan VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien meningitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya yanpa kelainan. Pada tahap lanjut meningitis yang telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reksi pupil akan didapatkan. Dengan alas an yang tidak diketahui, klien meningitis mengeluh mengalami fotofobia atau sensitive yang berlebihan terhadap cahaya. Saraf V. Pada klien meningitis umumnya tidak didapatkan paralisis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi. Saraf IX dan X. kemampuan menelan baik.
Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Adanya usuha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk (rigiditas nukal). Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.
d. System motorik Kekuatan otot menurun, control keseimbangan dan koordinasi pada meningitis tahap lanjut mengalami perubahan.
e. Pemeriksaan refleks Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, lagamentum atau periosteum derajat refleks pada respons normal. Refleks patologis akan didapatkan pada klien meningitis dengan tingkat kesadaran koma. Adanya refleks Babinski (+) merupakan tanda adanya lesi UMN.
f.
Gerakan involunter
Tidak ditemukan adanya tremor, kedutan saraf, dan distonia. Pada keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan meningitis disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan meningitis. Kejang terjadi sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.
g. System sensorik Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkan sensasi raba, nyeri, dan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal dipermukaan tubuh. Sensasi proprioseptif dan diskriminatif normal. Pemeriksaan fisik lainnya terutama yang berhubungan dengan peningkatan TIK. Tanda-tanda peningkatan TIK sekunder akibat eksudat purulen dan edema serebri terdiri atas perubahan karakteristik tanda-tanda vital (melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernapasan tidak teratur, sakit kepala, muntah, dan penurunan tingkat kesadaran Adanya ruang merupakan salah satu cirri yang menyolok pada meningitis meningokokal (neisseria meningitis). Sekitar setengah dari semua kloien dengan tipe meningitis, mengalami lesi-lesi pada kulit diantaranya ruam ptekia dengan lesi purpura sampai ekimosis pada daerah yang luas. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali yang umumnya terlihat pada semua tipe meningitis. Tanda tersebut adalah rigiditas nukal, tanda kering (positif) dan adanya tanda brudzinski. Kaku kuduk adalah tanda awal adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot leher. Fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat. Tanda pernig (positif)
ketika klien dibaringkan dengan paha dalam keadaan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat diekstgensikan sempurna. Tanda brutzinski: tanda ini didapatkan bila leher klien difleksikan, maka dihasilnya fleksi lutut dan pinggul; bila didapatkan fleksi pasif, maka ekstremitas bawah pada salah satu sisi, maka gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan.
Ø B4 (BLADDER)
Pemeriksaan pada system perkemihan biasanya didapatkan volume haluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.
Ø B5 (BOWEL) Mual sampai muntah karena peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrrisi pada klien meningitis menurun karena anoreksia dan adanya kejang. Ø B6 (BONE)
Adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya lutut dan pergelangan kaki). Ptekia dan lesi purpura yang didahului oleh ruam. Pada penyakit yang berat dapat ditemukan ekimosis yang besar pada wajah. Klien sering mengalami penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik secara umum sehingga mengganggu aktifitas hidup sehari-hari (ADL). B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.
Perubahan perfusi jaringan otak yag berhubungan dengan peradangan dan edema pada otak
dan selaput otak. b.
Resiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan volume intracranial, penekanan
jaringan otak, dan edema serebri. c.
Ketidak epektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi secret, penurunan
kemampuan batuk, dan perubahan timgkat kesadaran. d.
Nyeri kepala berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan.
e.
Risiko tinggi cedra yang berhubngan dengan adanya kejang berulang, fiksasi kurang optimal.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN DX 1 : Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan peradangan dan edema pada otak dan selaput otak. No
NOC Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3X24 jam intervensi perfusi jaringa otak meningkat. Criteria hasil: Tingkat kesadaran meningkat menjadi sadar, disorientasi negative, konsentrasi baik, perfusi jaringan dan oksigenassi baik, TTV dalam batas normal, dan syok dapat dihindari.
NIC · Anjurkan klien berbaring minimal 4-6 jam setelah lumbal pungsi. · Monitor tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial selama perjalanan penyakit (nadi lambat, TD meningkat, kesadaran menurun, nafas ireguler, refleks pupil menurun, kelemahan). · Monitor TTV dan neurologis tiap 5-30 menit. Catat dan laporkan segera perubahan-perubahan tekanan intra-cranial ke dokter. · Hindari posisi tungkai ditekuk atau gerakangerakan klien, anjurkan untuk tirah baring. · Tinggikan sedikit kepala klien dengan hatihati, cegah gerakan yang tiba-tiba dan tidak perlu dari kepala dan leher, hindari fleksi leher. · Bantu seluruh aktivitas dan gerakan-gerakan klien. Anjurkan klien untuk menghembuskan nafas dalam bila miring dan
RASIONAL Mencegah nyeri kepala yang menyertai perubahan tekanan intracranial. Mendeteksi tanda-tanda syok.
Perubahan-perubahan ini manandakan ada perubahan tekanan intracranial dan penting untuk intervensi awal. Mencegah peningkatan tekanan intracranial.
Mengurangi tekanan intracranial.
bergerak ditempat tidur. Cegah posisi fleksi pada lutut. · Sesuaikan dan atur waktu prosedur perawatan dengan periode reelaxsasi; hidari rangsangan lingkungan yang tidak perlu.
Mencegah keregangan otot yang dapat menimbulkan peningkatan tekanan intracranial.
· Beri penjelasan kepada klien tentang keadaa n lingkungan. · Evaluasi selama masa penyembuhan terhadap gangguan motorik, sensorik dan intelektual. · Kolaborasi pemberian steroid osmotic.
Mencegah eksitasi yang merangsang otak yang sudah iritasi dan dapat menimbulkan kejang.
Mengurangi disorientasi dan untuk klarifikasi persefsi sensorik yang terganggu Untuk merujuk ke rehabilitasi.
Menurunkan tekanan intracranial