1
BAB I PENDAHULUAN
Hidrosefalus berasal dari kata hydro yang berarti air dan chepalon yang berarti kepala.1 Hidrosefalus dapat didefinisikan secara luas sebagai suatu gangguan pembentukan,aliran, atau penyerapan cerebrospinal fluid (CSF) yang mengarah ke peningkatan volume cairan di dalam Susunan saraf pusat. Kondisi ini juga bisa disebut sebagai gangguan hidrodinamik dari CSF. 2 Akut hidrosefalus terjadi selama beberapa hari, hidrosefalus subakut terjadi selama beberapa minggu, dan hidrosefalus h idrosefalus kronis terjadi selama bulan atau tahun. Kondisi seperti atrofi otak dan lesi destruktif fokus juga mengakibatkan peningkatan abnormal CSF dalam SSP. Sebuah ironi yang lebih tua yang digunakan untuk menggambarkan kondisi ini adalah hidrosefalus ex vakum.3 Hidrosefalus kommunikan terjadi karena kelebihan produksi CSF tetapi kasus ini jarang terjadi, paling sering karena adanya gangguan penyerapan dari CSF, atau ketidak cukupan drainase vena (kadang-kadang). Hidrosefalus non kommunikan terjadi ketika aliran CSF erhalang dalam sistem ventrikel atau dalam outlet untuk ruang
arakhnoid,
mengakibatkan
penurunan
CSF
dari
ventrikel
ke
ruang
subarachnoid. Bentuk yang paling umum adalah hidrosefalus obstruktif dan disebabkan oleh lesi massa-menduduki intraventricular atau extraventricular yang mengganggu anatomi ventrikel. 4,5 Pada sebagian penderita, pembesaran kepala berhenti sendiri subarachnoid
(arrested hydrocephalus)
atau
kompensasi
mungkin oleh rekanalisasi ruang
pembentukan
CSS
yang
berkurang.
Insiden
hidrosefalus berdasarkan usia menyajikan kurva bimodal. Satu puncak terjadi pada masa bayi dan terkait dengan berbagai bentuk cacat bawaan. Puncak lain yang terjadi di masa dewasa, sebagian besar dihasilkan dari NPH. Hidrosefalus Dewasa dijumpai sekitar 40% dari total kasus hidrosefalus. berdasarkan usia tidak dijumpai perbedaan insidensi hidrosefalus.3 Hidrosefalus adalah komplikasi yang paling umum dari meningitis TB dimana Penyakit ini dilaporkan menimbulkan manifestasi yang lebih berat pada anak dibandingkan orang dewasa Hidrosefalus yang dapat ditimbulkan dapat berupa tipe komunikan atau non kumunikans. Sistem grading atau klasifikasi yang bisa digunakan
2
adalah sistem Vellore untuk klasifikasi klinis meningitis TB dimana prognosis terbaik didapatkan pada grade I dan diagnosis terburuk pada grade IV. Meningitis tuberkulosi tuberkulosiss adalah radang selaput selaput otak akibat komplikasi komplikasi t ub er ku lo si s primer. secara histologik meningitis tuberculosis merupakan meningoensefalitis (tuberkulosa) dimana terjadi invasi ke selaput dan & jaringan susunan saraf pusat.7 Penatalaksanaan pada hidrosefalus karena meningitis TB termasuk terapi medis berupa agen dehidrasi, penggunaan steroid pada grade yang baik dan hidrosefalus komunikans Tetapi penatalaksanaan operatif tetap dibutuhkan pada hidrosefalus obstruktif dan pada hidrosefalus yang memiliki grade yang buruk Tindakan operatif bisa berupa, ventrkuloperioneal shunt (VP shunt) atau endoskopi ,ventrikulostomi ventrikel III (ETV). Penentuan grading pada pasien sangatlah penting untuk memperkirakan prognosis prognosis pasien. 7
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA I.
MENINGITIS a. Definisi Meningitis
Meningitis merupakan salah satu infeksi pada susunan saraf pusat yang mengenai selaput otak dan selaput medulla spinalis yang juga disebut sebagai meningens. Meningitis dapat disebabkan oleh berbagai jenis mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur dan parasit. Meningitis Tuberkulosis tergolong ke dalam meningitis yang disebabkan oleh bakteri yaitu Mycobacterium Tuberkulosa. Bakteri tersebut menyebar ke otak dari bagian tubuh yang lain. 8 b. Epidemiologi
Meningitis TB merupakan salah satu komplikasi TB primer. Morbiditas dan mortalitas penyakit ini tinggi dan prognosisnya buruk. Komplikasi meningitis TB terjadi setiap 300 TB primer yang tidak diobati. CDC melaporkan pada tahun 1990 morbiditas meningitis TB 6,2% dari TB ekstrapulmonal. Insiden meningitis TB sebanding dengan TB primer, umumnya bergantung pada status sosio-ekonomi, higiene masyarakat, umur, status gizi dan faktor genetik yang menentukan respon imun seseorang. Faktor predisposisi berkembangnya infeksi TB adalah malnutrisi, penggunaan kortikosteroid, keganasan, cedera kepala, infeksi HIV dan diabetes melitus. Penyakit ini dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih sering dibanding dengan dewasa terutama pada 5 tahun pertama kehidupan. Jarang ditemukan pada usia dibawah 6 bulan dan hampir tidak pernah ditemukan pada usia dibawah 3 bulan. 9 c. Anatomi dan Fisiologi
Jaringan otak dilindungi oleh beberapa pelindung yaitu rambut, kulit kepala, tengkorak, selaput otak (meningea), dan cairan otak. Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut dengan SCALP (Skin, Connective Tissue, Aponeurosis galea, Loose areolar tissue dan Pericranium. Meningea terdiri atas tiga bagian, yaitu : duramater, arachnoid, dan piamater. Meningea terdiri dari tiga t iga lapis, yaitu:10
Piameter : yang menyelipkan dirinya ke dalam celah pada otak dan sumsum tulang belakang dan sebagai akibat dari kontak yang sangat erat akan menyediakan darah untuk struktur-struktur ini.
Arachnoid : Merupakan selaput halus yang memisahkan pia meter dan dura meter.
4
Dura meter : Merupakan lapisan paling luar yang padat dan keras berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat.
Gambar 1. Lapisan Meningen
d. Etiologi
Kebanyakan kasus meningitis disebabkan oleh mikroorganisme, seperti virus, bakteri, jamur, atau parasit yang menyebar dalam darah ke cairan otak. Penyebab infeksi ini dapat diklasifikasikan atas:11 1. Bakteri:
Pneumococcus
Meningococcus
Haemophilus influenza
Staphylococcus
Escherichia coli
Salmonella
Mycobacterium tuberculosis
2. Virus :
Enterovirus
3. Jamur :
Cryptococcus neoformans
Coccidioides immitris
Pada laporan kasus meningitis tuberkulosa ini, mycobacterium tuberculosis merupakan faktor penyebab paling utama dalam terjadinya penyakit meningitis. e. Patogenesis
5
Meningitis TB terjadi akibat penyebaran infeksi secara hematogen ke meningen. Dalam perjalanannya meningitis TB melalui 2 tahap. Mula-mula terbentuk lesi di otak atau meningen akibat penyebaran basil secara hematogen selama infeksi primer. Penyebaran secara hematogen dapat juga terjadi pada TB kronik, tetapi keadaan ini jarang ditemukan. Selanjutnya meningitis terjadi akibat terlepasnya basil dan antigen TB dari fokus kaseosa (lesi permulaan di otak) akibat trauma atau proses imunologik, langsung masuk ke ruang subarakhnoid. Meningitis TB biasanya terjadi 3 – 6 bulan setelah infeksi primer.12 Kebanyakan bakteri masuk ke cairan serebro spinal dalam bentuk kolonisasi dari nasofaring atau secara hematogen menyebar ke pleksus koroid, parenkim otak, atau selaput meningen. Vena-vena yang mengalami penyumbatan dapat menyebabkan aliran retrograde transmisi retrograde transmisi dari infeksi. Kerusakan lapisan dura dapat disebabkan oleh fraktur , paska bedah saraf, injeksi steroid secara epidural, tindakan anestesi, adanya benda asing seperti implan koklear, VP shunt, dll. Sering juga kolonisasi organisme pada kulit dapat menyebabkan meningitis. Walaupun meningitis dikatakan sebagai peradangan selaput meningen, kerusakan meningen dapat berasal dari infeksi yang dapat berakibat edema otak, penyumbatan vena dan memblok aliran cairan serebrospinal yang dapat berakhir dengan hidrosefalus, peningkatan intrakranial, dan herniasi13 Skema patofisiologi meningitis tuberkulosa BTA masuk tubuh ↓ Tersering melalui inhalasi Jarang pada kulit, saluran cerna ↓ Multiplikasi ↓ Infeksi paru / focus infeksi lain ↓ Penyebaran hematogen ↓ Meningens ↓
6
Membentuk tuberkel ↓ BTA tidak aktif / dormain
Bila daya tahan tubuh menurun ↓ Rupture tuberkel meningen ↓ Pelepasan BTA ke ruang subarachnoid ↓ MENINGITIS f.
Manifestasi Manifestasi Klinis
Gejala klinis meningitis TB berbeda untuk masing-masing penderita. Faktorfaktor yang bertanggung jawab terhadap gejala klinis erat kaitannya dengan perubahan patologi yang ditemukan. Tanda dan gejala klinis meningitis TB muncul perlahan-lahan dalam waktu beberapa minggu.12 Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran menurun, tanda Kernig’s dan Brudzinsky positif. 14
Gambar 2. Pemeriksaan TRM, Kernig’s Sign
7
Gejala meningitis tidak selalu sama, tergantung dari usia si penderita serta virus apa yang menyebabkannya. Gejala yang paling umum adalah demam yang tinggi, sakit kepala, pilek, mual, muntah, kejang. Setelah itu biasanya penderita merasa sangat lelah, leher terasa pegal dan kaku, gangguan kesadaran serta penglihatan menjadi kurang jelas.4 Gejala meningitis meliputi :4
Gejala infeksi akut
Panas Nafsu makan tidak ada
Lesu
Gejala kenaikan tekanan intracranial
Kesadaran menurun
Kejang-kejang
Gejala rangsangan meningeal
kaku kuduk
Kernig
Brudzinky I dan II positif
Gejala klinis meningitis tuberkulosa dapat dibagi dalam 3 stadium : 2 Stadium I : Stadium awal
Gejala prodromal non spesifik : apatis, iritabilitas, nyeri kepala, malaise, demam, anoreksia
Stadium II : Intermediate
Gejala menjadi lebih jelas
Mengantuk, kejang,
Defisit neurologik fokal : hemiparesis, paresis saraf kranial(terutama N.III dan N.VII, gerakan involunter
Hidrosefalus, papil edema
Stadium III : Advanced
Penurunan kesadaran
Disfungsi batang otak, dekortikasi, deserebrasi g. Diagnosis
Diagnosa pada meningitis TB dapat dilakukan dengan beberapa cara : 11 1. Anamnesis 8
ditegakkan berdasarkan gejala klinis, riwayat kontak dengan penderita TB 2. Lumbal pungsi Gambaran LCS pada meningitis TB:
Warna jernih / xantokrom
Jumlah Sel meningkat MN > PMN
Limfositer
Protein meningkat
Glukosa menurun <50 % kadar glukosa darah
Pemeriksaan tambahan lainnya :
Tes Tuberkulin
Ziehl-Neelsen ( ZN )
PCR ( Polymerase Chain Reaction )
2. X-Foto Thorax
TB apex paru
TB milier
3. CT Scan otak
Penyengatan kontras ( enhancement ) di sisterna basalis
Tuberkuloma : massa nodular, nodular, massa ring-enhanced
Komplikasi
: hidrosefalus
4. MRI Diagnosis dapat ditegakkan secara cepat dengan PCR, ELISA dan aglutinasi Latex. Baku emas diagnosis meningitis TB adalah menemukan M. tb dalam kultur CSS. Namun pemeriksaan kultur CSS ini membutuhkan waktu yang lama dan memberikan hasil positif hanya pada kira-kira setengah dari penderita h. Penatalaksanaan
Terapi Farmakologis yang dapat diberikan pada meningitis TB berupa : 11
Rifampicin ( R ) Efek samping : Hepatotoksik
INH ( H ) Efek samping : Hepatotoksik, defisiensi vitamin B6
Pyrazinamid ( Z ) Efek samping : Hepatotoksik
Streptomycin ( S ) 9
Efek samping : Gangguan pendengaran dan vestibuler
Ethambutol ( E ) Efek samping samping : Neuritis optika
Regimen : RHZE / RHZS Nama Obat
INH
DOSIS
Dewasa : 1010-15 mg/kgBB/hari
Anak : 20 mg/kgBB/hari
+ piridoksin 50 mg/hari
Streptomisin
20 mg/kgBB/hari i.m selama 3 bulan
Etambutol
25 mg/kgBB/hari p.o selama 2 bulam pertama Dilanjutkan 15 mg/kgBB/hari
Rifampisin
Dewasa : 600 mg/hari
Anak 1010-20 mh/kgBB/hari
i.
Prognosis
Prognosis meningitis tuberkulosa lebih baik sekiranya didiagnosa dan diterapi seawal mungkin. Sekitar 15% penderita meningitis nonmeningococcal akan dijumpai gejala sisanya. Secara umumnya, penderita meningitis dapat sembuh, baik sembuh dengan cacat motorik atau mental atau meninggal te rgantung13: o
Umur penderita.
o
Jenis kuman penyebab
o
Berat ringan infeksi
o
Lama sakit sebelum mendapat pengobatan
o
Kepekaan kuman terhadap antibiotic yang diberikan
o
Adanya dan penanganan penyakit.
10
II.
HIDROSEFALUS
A. Definisi Hidrosefalus
Hidrosefalus berasal dari kata hidro hidro yang berarti air dan chepalon yang
berarti
kepala.
Hidrosefalus
merupakan
penumpukan
cairan
serebrospinal (CSS) secara aktif yang menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak.14 Hidrosefalus adalah terjadinya pengumpulan cairan otak secara berlebihan di dalam sistem ventrikel yang normal sehingga menyebabkan pelebaran sistem ventrikel dan terjadi peninggian tekanan.15 Hidrosefalus terjadi karena 3 hal yaitu obstruksi aliran CSS di sistem ventrikel otak, absorbsi CSS di vili arakhnoid yang menurun dan produksi CSS di pleksus koroid yang abnormal. 16 B. Klasifikasi Hidrosefalus
Hydrocephalus dapat di klasifikasikan berdasarkan : 16,17 1. Berdasarkan usia a. Hidrosefalus tipe kongenital / infantil ( bayi ) b. Hidrosefalus tipe juvenile / adult ( anak-anak / dewasa ) . 2. Proses Terbentuknya Hydrocephalus Terbentuknya Hydrocephalus o
Hydrocephalus Akut, yaitu Akut, yaitu hydrocephalus yang tejadi secara mendadak yang
diakibatkan oleh gangguan absorbsi CSS (Cairan Serebrospinal). Hydrocephalus Kronik, yaitu hydrocephalus yang terjadi setelah cairan CSS mengalami obstruksi beberapa minggu. 3. Berdasarkan Anatomi / tempat obstruksi CSS a. Hidrosefalus tipe obstruksi obstruksi / non komunikans. komunikans. Terjadi bila CSS otak terganggu (Gangguan di dalam atau pada sistem ventrikel yang mengakibatkan penyumbatan aliran CSS dalam siste m ventrikel otak), yang kebanyakan disebabkan oleh kongenital : stenosis akuaduktus Sylvius (menyebabkan dilatasi ventrikel lateralis dan ventrikel III. Ventrikel IV biasanya normal dalam ukuran dan lokasinya). Yang agak jarang ditemukan sebagai penyebab hidrosefalus adalah sindrom Dandy-Walker, Atresia foramen Monro, malformasi vaskuler atau tumor bawaan. Radang (Eksudat, infeksi meningeal). Perdarahan/trauma (hematoma subdural). Tumor dalam sistem ventrikel (tumor intraventrikuler, tumor parasellar, tumor fossa posterior).8
11
b. Hidrosefalus tipe komunikans. Terjadi karena proses berlebihan atau gangguan penyerapan (Gangguan di luar sistem ventrikel). Penyebab Hidrosefalus tipe komunikans antara lain : a) perdarahan
akibat
trauma
kelahiran
menyebabkan
perlekatan
lalu
menimbulkan blokade villi arachnoid. b) Radang meningeal c) Kongenital : - Perlekatan arachnoid/sisterna karena gangguan pembentukan. - Gangguan pembentukan villi arachnoid - Papilloma plexus choroideus
4. Berdasarkan Etiologi a. Kongenital
Stenosis akuaduktus serebri Mempunyai berbagai penyebab. Kebanyakan disebabkan oleh infeksi atau perdarahan selama kehidupan fetal; stenosis kongenital sejati adalah sangat jarang.
(Toxoplasma/T.gondii,
Rubella/German
measles,
X-linked
hidrosefalus).17
Sindrom Dandy-Walker Malformasi ini melibatkan 2-4% bayi baru lahir dengan hidrosefalus. Etiologinya tidak diketahui. Malformasi ini berupa ekspansi kisti k ventrikel IV dan hipoplasia vermis serebelum. Hidrosefalus yang terjadi diakibatkan oleh hubungan antara dilatasi ventrikel IV dan rongga subarachnoid yang tidak adekuat; dan hal ini dapat tampil pada saat lahir, namun 80% kasusnya biasanya tampak dalam 3 bulan pertama. Kasus semacam ini sering terjadi bersamaan dengan anomali lainnya seperti agenesis korpus kalosum, labiopalatoskhisis, anomali okuler, anomali jantung, dan sebagainya.
Malformasi Arnold-Chiari Anomali kongenital yang jarang dimana 2 bagian otak yaitu batang otak dan cerebelum mengalami perpanjangan dari ukuran normal dan menonjol keluar menuju canalis spinalis
Aneurisma vena Galeni
12
Kerusakan vaskuler yang terjadi pada saat kelahiran, tetapi secara normal tidak dapat dideteksi sampai anak berusia beberapa bulan. Hal ini terjadi karena vena Galen mengalir di atas akuaduktus Sylvii, menggembung dan membentuk kantong aneurisma. Seringkali menyebabkan hidrosefalus. b. Didapat (Acquired)
Stenosis akuaduktus serebri (setelah infeksi atau perdarahan) Infeksi oleh bakteri Meningitis, menyebabkan radang pada selaput (meningen) di sekitar otak dan spinal cord. Hidrosefalus berkembang ketika jaringan parut dari infeksi meningen menghambat aliran CSS dalam ruang subarachnoid, yang melalui akuaduktus pada sistem ventrikel atau mempengaruhi penyerapan CSS dalam villi arachnoid. Jika saat itu tidak mendapat pengobatan, bakteri meningitis dapat menyebabkan kematian kematia n dalam beberapa hari. Tanda-tanda dan gejala meningitis meliputi demam, sakit kepala, panas tinggi, kehilangan nafsu makan, kaku kuduk. Pada kasus yang ekstrim, gejala meningitis ditunjukkan dengan muntah dan kejang. Dapat diobati dengan antibiotik dosis tinggi. 17
Herniasi tentorial akibat tumor supratentorial
Hematoma intraventrikuler
Jika cukup berat dapat mempengaruhi ventrikel, mengakibatkan darah mengalir dalam jaringan otak sekitar dan mengakibatkan perubahan neurologis. Kemungkinan hidrosefalus berkembang sisebabkan oleh penyumbatan atau penurunan kemampuan otak untuk untuk menyerap CSS. 17
Tumor (ventrikel, regio vinialis, fosa posterior) Sebagian besar tumor otak dialami oleh anak-anak pada usia 5-10 tahun. 70% tumor ini terjadi dibagian belakang otak yang disebut fosa posterior. Jenis lain dari tumor otakyang dapat menyebabkan hidrosefalus adalah tumor intraventrikuler dan kasus yang sering 11 terjadi adalah tumor plexus choroideus (termasuk papiloma dan carsinoma). Tumor yang berada di bagian belakang otak sebagian besar akan menyumbat aliran CSS yang keluar dari ventrikel IV. Pada banyak kasus, cara terbaik untuk mengobati hidrosefalus yang berhubungan dengan tumor adalah menghilangkan tumor penyebab sumbatan.17
Abses/granuloma
13
Kista arakhnoid Kista adalah kantung lunak atau lubang tertutup yang berisi cairan. Jika terdapat kista arachnoid maka kantung berisi CSS dan dilapisi dengan jaringan pada membran arachnoid. Kista biasanya ditemukan pada anak-anak dan berada pada ventrikel otak atau pada ruang subarachnoid. Kista Kis ta subarachnoid dapat menyebabkan hidrosefalus non komunikans dengan cara menyumbat aliran CSS dalam ventrikel khususnya ventrikel III. Berdasarkan lokasi kista, dokter bedah saraf dapat menghilangkan dinding kista dan mengeringkan cairan kista. Jika kista terdapat pada tempat yang tidak dapat dioperasi (dekat batang otak), dokter dapat memasang shunt untuk mengalirkan cairan agar bisa diserap. Hal ini akan menghentikan pertumbuhan kista dan melindungi batang otak.
5. Berdasarkan proses penyakitnya o
Acquired, yaitu hydrocephalus yang disebabkan oleh infeksi yang mengenai otak dan jaringan sekitarnya termasuk selaput pembungkus otak (meninges).
o
Ex-Vacuo, yaitu kerusakan otak yang disebabkan oleh stroke atau cedera traumatis yang mungkin menyebabkan penyempitan jaringan otak atau athrophy. Selain klasifikasi diatas, terdapat hidrosefalus tekanan normal; sesuai
konvensi, sindroma hidrosefalik termasuk tanda dan gejala peninggian TIK, seperti kepala yang besar dengan penonjolan fontanel. Akhir-akhir ini, dilaporkan temuan klinis hidrosefalus yang tidak bersamaan dengan peninggian TIK. Diagnosis hidrosefalus tekanan normal jika ventrikel otaknya mengalami pembesaran, tetapi hanya sedikit atau tidak ada peningkatan tekanan dalam ventrikel.17 Pada dewasa dapat timbul “hidrosefalus tekanan normal” akibat dari: dari : a) Perdarahan subarachnoid, b) Meningitis, c) Trauma kepala d) Idiopathic. C. Pemeriksaan Penunjang
14
Pemeriksaan CT-scan otak merupakan pemeriksaan diagnostik terpilih untuk membedakan perdarahan otak dengan infark, disamping itu dapat juga menunjukkan adanya komplikasi evaluasi pasca bedah seperti edema dan hidrosefalus. 9 MRI, magnetic
resonance angiography (MRA) (MRA) Dapat bermanfaat untuk mengevaluasi
adanya lesi struktural yang melatarbelakangi pada kasus yang secara klinis dan radiologis diduga terdapat malformasi vaskular dan tumor. Pada pemeriksaan cairan serebro spinal warna merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna cairan serebros pinal masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.16 D. Penatalaksanaan
Semua penderita yang dirawat dengan ‟intracerebral ‟ intracerebral hemorrhage‟ hemorrhage‟ harus mendapat pengobatan untuk: 16 1. ”Normalisasi” tekanan darah 2. Pengurangan tekanan intrakranial 3. Pengontrolan terhadap edema serebral 4. Pencegahan cedera otak sekunder Penanganan pasien perdarahan intraserebral terdiri dari intervensi bedah saraf untuk evakuasi hematom, externa ventrikular drainage atau monitoring invasif.
15
BAB III LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama
:
Ny. NJH
Jenis Kelamin
:
Perempuan
Umur
:
42 tahun
Tempat/Tanggal Lahir
:
Manado, 24 Januari 1975
Alamat
:
Tompaso Baru II
Pekerjaan
:
IRT
Agama
:
Kristen Protestan
No. RM
:
51.09.85
Masuk Rumah Sakit
:
8 September 2017
B. Anamnesis Keluhan Utama:
Penurunan Kesadaran
Riwayat Penyakit Sekarang:
Penurunan kesadaran sejak ± 3 hari yang lalu. Awalnya pasien merasakan nyeri kepala sejak 3 minggu yang lalu, nyeri kepala hilang timbul seperti tertusuktusuk dan berasa berat sampai ke belakang kepala. Nyeri memberat pada saat bangun tidur. Demam (+) sejak 3 minggu yang lalu, hilang timbul. Pusing dirasakan pasien sejak 3 hari yang lalu seperti berputar. Mual muntah (+). Pasien lemah, lebih banyak tidur sejak 3 hari yang lalu, Bicara kacau disangkal, perubahan perilaku disangkal. Kejang (+) 1 kali SMRS. Riwayat batuk lama (-) sesak napas (-) batuk darah (-), penururunan berat badan (-). Riwayat keluar cairan dari teling (-), gigi berlubang (-)
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit diabetes melitus, riwayat penyakit jantung, paru-paru, hati, ginjal, asam urat, dan kolesterol disangkal.
16
Riwayat penyakit keluarga
Tidak terdapat riwayat keluarga dengan penyakit dan keluhan yang sama dengan pasien.
Riwayat alergi
Riwayat alergi makanan dan obat-obatan tertentu disa ngkal.
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
:Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Somnolen
GCS
: E3M5V4
Tanda Vital:
Tekanan Darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 92x/menit
Respirasi
: 20x/menit
Suhu
: 36,5oC
Berat Badan
: 75 kg
Tinggi Badan
: 168 cm
Status Generalis: Kepala
Mata
: Konjungtiva anemis (-/-) , Sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor, ɸ 3 mm kiri=kanan, RC+/+ normal.
Hidung
: Sekret (-/-)
Mulut
: Sianosis (-), lidah kotor (-), gigi karies (-)
Tenggorok
: Faring hiperemis (-) tonsil T1-T1
Telinga
: Serumen (-/-), sekret (-/-)
Leher
: Pembesaran KGB, deviasi trakhea (-)
Tanda Ransang Meningeal:
Kaku kuduk
: (+)
Laseque
: >70 / >70
Kernig
: >135 / >135
Thoraks
Inspeksi
: Simetris statis dinamis
17
Palpasi
: Stem fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi
: Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi
: Suara napas vesikuler,
rhonki -/-, wheezing -/-,
Bunyi
jantung I-II Reguler, bising tidak ada Cor
Inspeksi
: Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: Ictus cordis teraba ICS V 1-2 cm media linea midclavicula Sinistra
Perkusi
: Batas- batas jantung normal
Auskultasi
: BJ I-II normal, gallop (-) murmur (-)
Abdomen
Inspeksi
: Datar, Lemas
Auskultasi : Bising Bising usus (+) Normal Palpasi
:Lemas, nyeri tekan tidak ada, hepar & lien tidak teraba, massa(-)
Perkusi
:Timpani
Ekstremitas Superior & Inferior
Ekstremitas superior sinistra
: Oedem (-), Nyeri tekan (-), gerakan aktif (+)
Ekstemitas superior dextra
: Oedem (-),Nyeri tekan (-), gerakan aktif (+)
Ekstremitas Inferior
:Oedem (-), Nyeri tekan(-), gerakan aktif (+)
D. Hasil Pemeriksaan Penunjang a. CT-Scan Kepala Tidak tampak densitas massa intraparenkim
namun tampak ventriculomegaly, susp. Meningitis b. X-foto thorax
Pleuropneumonia dextra, Jantung: tidak jelas
membesar c. EKG sinus tachycardia HR: 100x/m d. Pemeriksaan Laboratorium 01/10/2017 Parameter
Nilai Normal
Satuan
Hasil
Leukosit
4000 – 4000 – 10000 10000
/uL
10200 /uL
Eritrosit
4.70 – 4.70 – 6.10 6.10
10ˆ6/uL
4.71 x 10ˆ6/uL
Hemoglobin
12.0 – 12.0 – 14.0 14.0
g/dL
13.4 g/dL
Hematokrit
37.0 – 37.0 – 47.0 47.0
%
41.7 %
Trombosit
150 – 150 – 450 450
10ˆ3/uL
229 x 10ˆ3/uL
18
MCH
27.0 – 27.0 – 35.0 35.0
pg
28.5 pg
MCHC
30.0 – 30.0 – 40.0 40.0
g/dL
32.2 g/dL
MCV
80.0 – 80.0 – 100.0 100.0
fL
88.6 fL
SGOT
<33
U/L
43 U/L
SGPT
<43
U/L
74 U/L
Ureum
10 – 10 – 40 40
mg/dL
22 mg/dL
Creatinin
0.5 – 0.5 – 1.5 1.5
mg/dL
0.6 mg/dL
GDS
70 – 70 – 125 125
mg/dL
99 mg/dL
Chlorida
98 – 98 – 109 109
meq/L
TAP
Kalium
3.50 – 3.50 – 5.30 5.30
meq/L
3.40 meq/L
Natrium
135 – 135 – 153 153
meq/L
139 meq/L
PT
12.0 – 12.0 – 16.0 16.0 /
detik
16.5/12.8
detik
26.2/29.1
detik
1.43/1.02
11.0 – 11.0 – 15.0 15.0 APTT
27.0 – 27.0 – 39.0/ 39.0/ 25.0 – 25.0 – 33.0 33.0
INR
0.80 – 0.80 – 1.30/ 1.30/ 1.00 – 1.00 – 1.50 1.50
E. Klasifikasi ASA : 3 -
Leukositosis
-
ECG: STC
-
Pleura pneumonia (D)
-
Jantung tidak jelas membesar
-
Peningkatan TIK
F. Persiapan Pra-anestesia Pra-anestesia a. Puasa 8 jam sebelum operasi G. INTRAOPERATIF (3 Oktober 2017) a. Tindakan Operasi: VP Shunt b. Tindakan Anestesi: Anestesi umum c. Posisi: Supine d. Obat Anestesi : -
Midazolam: 0,1- 0,4 mg/kgBB IV 3 mg
19
-
Fentanyl: 2-150 mcg/kgBB IV 100 mcg
-
Propofol: 1,5-2,5 mg/kgBB IV 150 mg
-
Roculax: 0.6-1.2 mg/kgBB IV 60 mg
-
Inhalasi: Sevoflurane
e. Intubasi :
f.
-
Laringoskop grade: 12
-
Tube: oral 7 cuff (+)
-
Benda Asing Dalam Saluran Pernapasan: guedel
Ventilasi: -
TV : 560 ml
-
RR : 12 x/ menit- SaO 2: 100%
-
IV Line : tangan kiri No.20 G kaki kiri No. 18 G
g. Keseimbangan Keseimbangan Cairan : -
Input: kristaloid: 900 mL
-
Blood loss: 400 mL
h. Tekanan Darah: -
Pasien masuk dengan tekanan darah 110/70 mmHg (10.20)
-
Setelah induksi, tekanan darah berkisar 120/80 mmHg (10.30) hingga operasi selesai (12.30)
-
Denyut Jantung : 89 kali/menit- RR : 12 kali/menit
H. POST-OPERATIF a. Pasien masuk ruang pemulihan dan setelah itu dibawa ke ruang ICU b. Observasi tanda- tanda vital dalam batas normal -
SpO2: 100 %
-
Kesadaran: compos mentis
-
TD: 114/79 mmHg
-
RR: 16x/m
- Nadi: 67x/min c. RL 1000 mL/ 24 jam d. Clinoleic 250 mL / 24 jam e. Tutofusin 1000 mL / 24jam f.
Ceftriaxone 1 g /12 jam IV
g. Ketorolac 30mg / 8jam IV
20
h. Ranitidin 50 mg / 12 jam IV i.
Makan dan minum jika bising usus (+)
Diagnosis Kerja
Hidrosefalus Komunikans + susp. Meningitis TB
Gambar 3. Gambar CTScan
Gambar 4. Gambar Xfoto Thorax
21
BAB IV PEMBAHASAN
Dalam kasus ini, berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien perempuan, 42 tahun, datang dengan keluhan utama penurunan kesadaran sejak 3 hari SMRS. Keluarga pasien mengatakan bahwa riwayat trauma pada wajah dan kepala disangkal, hal ini menunjukkan penyebab penurunan kesadaran bukan dari trauma, diare (-) menunjukkan tidak adanya gangguan elektrolit. Riwayat demam (+) sejak 3 minggu SMRS, hal ini menunjukkan adanya infeksi pada pasien. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda rangsang meningeal kaku kuduk (+). Diagnosis hidrosefalus komunikans dan meningitis TB dapat ditegakkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan penunjang CT-Scan kepala didapatkan adanya ventriculomegaly dengan suspek meningitis. Pada pemeriksaan X-foto thorax didapatkan pleuropneumonia dextra. Hidrosefalus dapat terjadi karena obstruksi aliran CSS di dalam ventrikel yang menyebabkan hidrosefalus obstruktif atau karena sumbatan granulasio araknoid yang menyebabkan hidrosefalus komunikans. 18 Gejala klinis meningitis TB berbeda untuk masing-masing penderita. Tanda dan gejala klinis meningitis TB muncul perlahan-lahan dalam waktu beberapa minggu. Keluhan utama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke tengkuk dan punggung dan tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran menurun disertai tanda Kernig’s dan Brudzinsky Brudz insky positif. Pada pasien didapatkan kesadaran menurun dan kaku kuduk. 19 Gejala yang paling umum adalah demam yang tinggi, sakit kepala, pilek, mual, muntah, kejang. Setelah itu biasanya penderita merasa sangat lelah, leher terasa pegal dan kaku, gangguan kesadaran serta penglihatan menjadi kurang jelas. Pada pasien terdapat demam, nyeri kepala, mual, muntah dan kejang. kejang. CT scan juga dapat memperlihatkan dengan jelas tanda - tanda peningkatan tekanan intrakranial seperti hilangnya gambaran sulkus cerebri, hilangnya gambaran ruang subaraknoid di konveksitas, inhibisi dari cairan cerebrospinal di substansia alba periventrikel. Gambaran ini yang membedakan hidrosefalus dengan ventrikulomegali karena atrofi cerebri (tidak terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial).19 22
Gambaran LCS pada meningitis TB yaitu warna jernih / xantokrom, jumlah sel meningkat MN > PMN, limfositer, protein meningkat dan glukosa menurun <50 % kadar glukosa darah. Pada pemeriksaan LCS pada pasien didapatkan sesuai dengan temuan gambaran LCS pada meningitis TB.20 Penatalaksanaan hidrosefalus pada pasien yaitu dengan pemasangan VP shunt. Tujuan pada pasien hidrosefalus adalah untuk mengalihkan cairan CSS ke daerah lain dari tubuh sehingga dapat diserap. Tekanan intrakranial ini untuk normal dan meningkatkan gejala kilnis. Prosedur ini melibatkan menempatkan kateter proksimal dalam ventrikel melalui otak atau ruang subarakhnoid lumbal, untuk mengalirkan CSS. Kateter ini terhubung ke satu arah katup yang mengontrol CSS drainase dan biasanya ditempatkan terhadap tengkorak, dibawah kulit. cairan kemudian mengalir melalui kateter distal yang mengumpulkan kelebihan cairan dan mengalir ke dalam rongga peritoneum (shunt ventriculoperitoneal), atrium kanan (shunt vetriculoatrial) atau rongga pleura. Saat kasus ini dilaporkan, pada pasien telah dilakukan pemasangan ventriculoperitoneal shunt.16
Persiapan Perioperatif Pasien Dengan Suspek TB
Semua pasien yang dipertimbangkan untuk kandidat pembedahan harus dilakukan pemeriksaan kultur terhadap pengobatan spesifik sekurang-kurangnya 3 bulan sebelum tindakan. Pada umumnya, pengobatan terhadap kasus tersangka tuberkulosis paru yang terlokalisir seharusnya memberikan respon terhadap isoniazid dan rifampicin selama 6 bulan dan pirazinamide selama 2 bulan. Regimen ini seharusnya memberikan hasil pemeriksaan BTA (-) minimal dalam waktu 3 bulan. Jika kondisi sputumBTA (+) tetap berlangsung, besar kemungkinan merupakan kasus MDRTB. Kondisi penyakit yang menetap seperti ini merupakan indikasi untuk tindakan pembedahan. Pada beberapa pasi en tindakan pembedahan perlu per lu dilakukan lebih le bih awal, seperti pada kasus resistensi organisme terhadap terapi, respon yang buruk terhadap terapi medis, atau timbul komplikasi pada pasien yang ada hubungannya dengan tuberkulosis seperti batuk darah masif atau bronchopleural fistula. Faktor penting lain pada penatalaksanaan perioperatif adalah asupan nutrisi adekuat. Hal ini sangat sulit karena sifat pemecahan katabolik yang terjadi pada perjalanan penyakit tersebut. Sangat penting untuk menyediakan sumber makanan tambahan, karena pasien sering tidak mampu mengolah makanan tinggi kalori secara oral, oleh karena itu perlu dipertimbangkan nutrisi enteral via nasogastric tube. Jika
23
diperlukan nutrisi parenteral perlu diberikan untuk menunjang nutrisi enteral. Tujuan akhir dari asupan nutrisi ini adalah tercapainya kadar albumin > 3,0 g/dL dan keadaan metabolisme anabolik. Seluruh pasien dilatih menggunakan incentive spirometry, spirometry, cara batuk yang efektif, dan d an latihan lati han nafas dalam. Pasien yang ditemukan basil tahan asam yang positif adalah keadaan infeksius dimana setiap batuk atau bersin maka kuman infeksius akan tersembur keluar dan menular ke orang disekitarnya. Keadaan tuberculosis akan memburuk pada keadaan immunokompresi dan keadaan stress yang dialami seseorang sebelum-selama dan sesudah operasi juga menimbulkan keadaan imunokompromis ringan. Persiapan operasi pada pasien tuberculosis dibagi atas beberapa jenis operasi dan kondisi infeksi tuberculosis. Jenis operasi terdiri atas operasi elektif dan emergensi:
Elektif Pada operasi elektif infeksi pada pasien dengan BTA positif haruslah
disembuhkan dahulu dengan mengingat bahwa infeksi kronik dengan cara menghilangkan basil tahan asam (konversi) maka penularan terbuka ke sekitarnya akan banyak dikurangi sambil memberikan minimal 4 obat anti tuberculosis yang diperkirakan sensitive minimal 3 minggu. Sesudah operasi kamar operasi harus disterilkan dengan ultraviolet dan pasien harus dirawat di ruang isolasi. Pada pasien dengan pemeriksaan mikroskopik basil tahan (BTA) negative pada keadaan ini minimal 3 minggu sebelum operasi operas i diberikan obat anti tuberculosis (sedikitnya terdiri atas 4 obat di mana 2 diantaranya adalah Rifampisin dan INH).Sama seperti pasien dengan BTA positif maka kamar operasi harus disterilkan dengan ultra violet,pasien harus dirawat ruang isolasi. Pada pasien elektif dengan TB diseminata dengan BTA positif pada keadaan ini sama dengan TB paru dengan BTA positif, yaitu terdiri atas 4 macam dengan 2 diantaranya rifampisin dan INH sampai BTA konversi Sama seperti pasien dengan BTA positif maka kamar operasi harus disterilkan dengan ultra violet, pasien harus dirawat ruang isolasi. Pada pasien elektif dengan TB diseminata dengan BTA negatif pada keadaan ini sama dengan TB paru dengan BTA positif, yaitu terdiri atas 4 macam dengan 2 diantaranya rifampisin dan INH sampai BTA konversi Sama seperti pasien dengan BTA positif maka kamar operasi harus disterilkan dengan ultra violet, pasien harus dirawat ruang isolasi.
24
Pasien dengan operasi elektif yang memiliki Tb ekstra paru obat anti tuberculosis diberikan minimal 3 minggu sebelum hari operasi (sedikitnya terdiri dari 4 obat dimana 2 diantaranya rifampisin dan INH.
Operasi Emergensi Pada kondisi emergensi operasi bisa dilakukan jika dijumpai kondisi
emergensi yang memerlukan tindakan operasi. Untuk meninimalkan penularan atau memburuknya keadaan penyaki TB maka obat anti tuberculosis dapat diberikan sesudah operasi dengan regimen minimal 4 macam dan ruang operasi harus disterilkan dengan sinar ultraviolet dan pasien dirawat diruang isolasi. Observasi pernafasan sebagai pencegahan termasuk pasien yang diintubasi. Ruang khusus dengan tekanan ventilasi negatif dan 6-10 kali/jam perubahan udara, pencegahan gejala pada saluran nafas yang membahayakan dan masker atau alat bantu nafas untuk setiap orang yang masuk dalam ruangan. Tipe masker berguna untuk kesehatan kerja (HCW) dan alat bantu pernafasan yang diakui oleh NIOSH : fitted air-filtering mask, powered air purifying respirators (PAPR), atau respirator tekanan positif dengan tambahan udara. Selama pemindahan pasien ketempat lain, gunakan masker pada pasien. Jika pasien diintubasi dan dilakukan ventilasi, gunakan masker selama pemindahan pasien.23
Persiapan Perioperatif Pasien Dengan Suspek Meningitis TB Dengan Penurunan Kesadaran24
Persiapan perioperatif pasien dengan suspek meningitis TB sama dengan persiapan perioperatif pasien dengan suspek TB paru. MAP pasien harus adekuat untuk mencegah peningkatan ICP yang berlebihan. Selain pertimbangan rutin preoperatif, risiko perdarahan subdural post operasi juga harus diperhatikan. Penggunaan aspirin harus dihentikan setidaknya sepuluh hari sebelum operasi dan dikonsumsi lagi setelah satu minggu tanpa komplikasi perdarahan setelah operasi. Konsumsi klopidogrel harus dihentikan setidaknya 14 hari sebelum operasi dan disarankan untuk diganti dengan aspirin atau warfarin setelah operasi. Pasien dengan penurunan kesadaran akan diintubasi dan jenis anestesi yang digunakan adalah anestesi umum. Pasien post-operasi kemudian harus diobservasi lanjut di ruangan ICU isolasi. Pada pasien dengan Suspek Meningitis TB, mungkin ada stimulus nonosmotik untuk pengeluaran hormon anti diuretic, yang berujung pada Syndrome of 25
Inaappropriate ADH (SIADH). Ketika ADH mungkin tidak menyebabkan edema serebral, hyponatremia hiposmotik yang akut mungkin memperburuk edema serebral karena perpindahan air dari kompartemen intravascular ke ekstravaskular. Ketika restriksi cairan adalah tatalaksana utama bagi SIADH, hypovolemia harus dihindari, karena dapat menurunkan prefusi serebral yang bisa menjadi stimulus untuk pengeluaran ADH. Oleh karena itu, balance cairan pada pasien harus dilakukan dengan benar.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Russo R,Flett P. Large Heads Hydrocephalus and Neural Tube Defects. 5th ed. Churchill Livingstone. 2003. London.h 572 2. Rekate HL. A contemporary definition and classification of hydrocephalus. Semin Pediatr Neurol . Mar 2009;16(1):h 9-15. 3. Espay A J, Murro A M, Talavera F, Caselli R J, Benbadis S R, Crysta H A. Hydrocephalus.
Medscape
reference.
April
2010.
Available
at
http://emedicine.medscape.com/article/1135286-overview#showall last update 18 april 2011. 4. Woodworth GF, McGirt MJ, Williams MA, Rigamonti D. Cerebrospinal fluid drainage and dynamics in the diagnosis of normal pressure hydrocephalus. Neurosurgery. Neurosurgery. May 2009;64(5): h 919-25. 5. Lacy M, Oliveira M, Austria E, Frim MD. Neurocognitive outcome after endoscopic
third
ventriculocisterostomy
in
patients
with
obstructive
hydrocephalus. J hydrocephalus. J Int Neuropsychol Soc. Soc. May 2009;15(3):h.394-8. 6. De jong W, Sjamsuhidajat R. Buku ajar ilmu bedah edisi 2. Bab 24 Kepala dan Leher Penerbit buku kedokteran EGC; 2005; h. 335-386 7. Gleadle, Jonathan. Pengambilan anamnesis dalam : at a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2007.h. 1-7. 8. Backgroud
to
disease.
Last
Updated
2006.
Available
from:
http://www.ocbmedia.com/meningitis/background.php 9. Nofareni. Status Imunisasi BCG dan Faktor Lain yang Mempengaruhi Terjadinya Meningitis
Tuberkulosa.
Available
from
http://library.usu.ac.id/download/fk/anak-nofareni.pdf (diakses tanggal 5 Oktober 2017) 10. Israr YA. Meningitis. Pekanbaru: Faculty of Medicine – Medicine – University University of Riau Arifin Achmad General Hospital, 2008 11. Pradhana
D.
Referat
Meningitis.
Last
Updated
2009.
Available
from
http://www.docstoc.com/docs/19409600/new-meningitis-edit 12. Ramachandran TS. Tuberculous Meningitis. Last Updated 4 December 2008. Available from http://emedicine.medscape.com/article/1166190-overview
27
13. Koppel BS. Bacterial, Fungal,& Parasitic infections of the Nervous System in Current
Diagnosis
and
Treatment
Neurology.
USA;
The
McGraw-Hill
Companies. 2007. p403-08, p421-23. 14. Ashari, S., 2011. Hidrosefalus. Dalam : W. Sadewo, ed. 2011. Sinopsis Ilmu Bedah
Saraf. Jakarta : CV Sagung Seto. Hal 167-176
15. De Jong, W. 2004, Buku 2004, Buku Ajar Ilmu Bedah. Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC. Hal 809 - 810 16. Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf. Ed. V. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama; 2014. Hal. 515-530. 17. Harsono, Editor. Perhimpunan dokter spesialis saraf Indonesia. Hidrosefalus: Buku Ajar Neurologi Klinik. Yogyakarta : Gajah Mada University Press; 2005. Hal. 209-16. 18. Mesranti, Maria. 2011. Tinjauan Pustaka Meningitis Tuberkulosis. Repository USU
Available
at
URL:
www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23705/…/Chapter%2011.pdf www.repository.usu.ac.id /bitstream/123456789/23705/…/Chapter%2011.pdf (4 Oktober 2017) 19. Miller RD. Lumbal Puncture, 5th Ed. Churchill Livingstone. Philadelphia. 2000. 20. Sri M, Sunaka N, Kari K, 2006, DEXA 2006, DEXA MEDIA. No. MEDIA. No. 1, Vol. 19, Seksi Bedah Saraf Lab/SMF Bedah FK UNUD RSU Sanglah Denpasar Bali, Hal. 40 – 48. 48. 21. Gerald W. Smetana, MD, Beth Israel Deaconess.Preoperative pulmonary evaluation: Identifying and reducing risks for pulmonary complications,Cleveland clinic Journal of medicine March 2006:vol 73.
22. Janice A Neil RN. Perioperative Care of the Patient with Tuberculosis, AORN J 88 (December 2008) 942-958. 23. Louis L. Bready Rhonda M. Mullins, Swan Helene Npprity, R. Brain Smith. Decision Making in Anesthesiologi, An Algorithmic Approach. Third edition; Mosby Inc. 2000. p86 – p86 – 105. 105. 24. TA Jackson & JM Thomas (2013) Tuberculosis: the implications for anaesthesia, Southern African Journal of Anaesthesia and Analgesia, 19:6, 301-305.
28