STATE OF THE ART PENGEMBANGAN PENGEMBANGAN BIOFARMAKA Pusat Studi Biofarmaka Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor Jl. Taman Kencana No. 3 Telp. +62-251-373561, Fax. +62-251-347525 e-mail:
[email protected] url: http://www.biofarmaka.or.id
Definisi dan Ruang Lingkup
Biofarmaka didefinisikan sebagai sumber daya alam ( bioresources) yang mempunyai manfaat obat, makanan fungsional dan supplemen diet (obat dan nutraceuticals) untuk manusia, hewan, tumbuhan tumbuhan dan lingkungannya. lingkungannya. Sehingga berdasarkan definisi definisi tersebut, jika dilihat dari kelompok komoditasnya, biofarmaka sangatlah bervariasi dan kaya akan keragaman, yaitu dapat berupa hewan, mikroorganisme, tumbuhan liar hutan, tanaman pangan, tanaman perkebunan, tanaman hortikultura, atau organisme yang terdapat di lautan, seperti terumbu karang, dan sebagainya. Untuk mendapatkan manfaat dari sumberdaya biofarmaka tersebut, kajian-kajian ilmiah yang mendukung pengembangan produknya dari sektor hulu ke hilir merupakan suatu keniscayaan.
Kajian-kajian ini meliputi meliputi inventarisasi sumber biofarmaka, inventarisasi
indigenous knowledge knowledge (etnofarmasi), kajian budidayanya, kajian kimiawi dan farmasinya, pendalaman akan khasiat dan mekanisme manfaatnya dalam kesehatan, kajian dalam pengembangannya menjadi produk kesehatan, maupun kajian akan dampak sosial ekonominya terhadap masyarakat. Potensi dan Peluang dalam Pengembangan Biofarmaka Biofarmaka dan Produk Biofarmaka
Tidak diragukan lagi bahwa Indonesia kaya akan komoditas biofarmaka yang bervariasi dan beragam. Potensi ini merupakan aset nasional yang bernilai sangat strategis dan sangat tinggi untuk mengembangkan manfaat baru dari berbagai hasil keragaman diversitas kita untuk kepentingan kepentingan manusia dan lingkungannya. lingkungannya. Sebagai contoh bila kita catat hasil kajian dan ekspedisi di di hutan tropika tropika kita adalah sebagai berikut.
Hutan tropika
Indonesia memiliki sekitar 30.000-40.000 spesies tumbuhan berbunga, jumlah yang melebihi di daerah-daerah daerah-daerah tropika lainnya di dunia seperti Amerika
Selatan dan Afrika Barat.
Berdasarkan hasil kajian yang pernah dilakukan sampai tahun 2000, ditemukan sebanyak 1.845 jenis tumbuhan biofarmaka yang tersebar di berbagai formasi hutan dan ekosis tem alam 1
lainnya. Keadaan tersebut menjadikan Indonesia sebagai salah satu gudang keanekaragaman hayati penting dunia. Potensi biofarmaka Indonesia juga memiliki keunikan yang khas, dimana banyak budaya masyarakat yang berhubungan dengan kehidupan alam. Masyarakat lokal memiliki pengertian yang dalam akan manfaat berbagai jenis tumbuhan lokal. Akan tetapi saat ini pengetahuan tradisional mereka terancam punah, seiring dengan terjadinya kepunahan ekosistem hutan alam maupun perubahan dan pengaruh sosial, ekonomi dan budaya dari luar. Tidak kurang dari 400 etnis masyarakat Indonesia memiliki hubungan yang erat dengan hutan dalam kehidupannya sehari-hari dan mereka memiliki pengetahuan tradisional yang tinggi dalam pemanfaatan tumbuhan biofarmaka. Diantaranya, etnis yang mayoritas telah menggunakan tumbuhan biofarmaka untuk kebutuhan hidup atau menyembuhkan penyakit (malaria, demam, diare, sakit kulit, bisul, sakit kuning, dan sakit perut) adalah etnis Jawa 114 jenis, etnis Sunda yang telah memanfaatkan 305 jenis, etnis Melayu Tradisional 131, etnis Dayak Ngaju dan etnis Dayak Ot Danum masing-masing 111 jenis, etnis Bali 105 jenis dan etnis Anak Dalam 104 jenis. Pengetahuan tradisional dari berbagai masyarakat Indonesia ini merupakan aset bangsa dalam pengelolaan adaptif pelestarian pemanfaatan plasma nutfah tumbuhan biofarmaka untuk pengembangan Obat Asli Indonesia di masing-masing wilayah, sesuai dengan karakteristik sumberdaya tumbuhan biofarmaka dan masyarakatnya. Selain potensi, prospek biofarmaka ke depan juga menunjukkan perkembangan yang cerah, seperti yang ditunjukkan dengan angka-angka permintaan pasar domestik dan ekspor, serta meningkatnya industri obat tradisional. Realitas di lapangan menunjukkan bahwa industri obat tradisional (IOT) di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Tahun 1992 jumlah IOT di indonesia sebanyak 449 industri yang terdiri atas 429 buah Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) dan 20 buah IOT. Pada tahun 1999 jumlah IOT di Indonesia telah meningkat menjadi 810 buah dengan 723 IKOT dan 87 buah IOT. Industri sebanyak ini mampu menghasilkan perputaran dana sekitar Rp. 1,5 trilyun per tahun. Pasar herbal dunia pada tahun 2000 adalah sekitar US $ 20 milyar dengan terbesar adalah di Asia (39%), diikuti Eropa (34%), Amerika Utara (22%), dan belahan dunia lainnya (5%). Urian di atas bertujuan mengingatkan kita kepada sebagian potensi yang dimiliki, bila ditambah dengan mikroba, fauna dan sumber dari laut, menyadarkan kita untuk secara bersama-sama mengembangkan sumberdaya ini menjadi sesuatu yang dapat mensejahterakan masyarakat.
2
Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB
Istilah biofarmaka sebagaimana didefinisikan di atas, diinisiasi dan disosialisasikan penggunaannya oleh para peneliti di IPB
bersamaan dengan didirikannya Pusat Studi
Biofarmaka (PSB). PSB merupakan suatu lembaga riset di bawah Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor yang didirikan pada bulan Oktober 1998. Pendirian PSB dilandasi oleh keinginan bekerjasama secara keilmuan dengan memanfaatkan sumberdaya manusia dan fasilitas fisik yang telah dibangun dan berkembang di IPB. Pusat Studi Biofarmaka bersifat multidisiplin yang dikembangkan dengan pola "networking institution" dari berbagai unit kerja di IPB yang mempunyai fokus penelitian/interest untuk mengembangkan biofarmaka.
IPB sendiri yang memiliki
kompetensi dalam pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya hayati tropika mempunyai perangkat (keahlian dan infrastruktur) yang cukup lengkap untuk mendukung pengembangan dan pemanfaatan biofarmaka dari sektor hulu ke hilir.
Diversitas keahlian di IPB yang
diperlukan dalam optimalisasi manfaat biofarmaka tercermin pada fakultasnya.
Segmen
eksplorasi, konservasi, budidaya ditangani oleh keahlian dari Fakultas Kehutanan, Pertanian, Peternakan, Perikanan, dan MIPA (biologi).
Segmen ekstraksi, analisis komposisi,
standarisasi, uji khasiat sampai pada uji preklinis ditangani oleh keahlian dari Fakultas MIPA (Kimia, Biokimia) dan Kedokteran Hewan (Farmakologi).
Dan terakhir untuk segmen
industri (pengembangan produk) dan dampak sosial ekonomi masyarakatnya ditangani oleh keahlian dari Fakultas Teknologi Pertanian dan Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Fakultas Kehutanan dan Fakultas Pertanian. Visi
Menjadi Pusat Studi yang terkemuka dalam bidang kajian Biofarmaka yang emaksimalkan nilai tambah bahan hayati baik di dalam maupun luar negeri. Misi
1. Menggalang, mensinergiskan dan meningkatkan kerjasama dan jejaring kerja ( net working ) di antara sumberdaya manusia, unit-unit di IPB serta di luar IPB dalam mewujudkan upaya peningkatan nilai tambah keanekaragaman hayati yang berprospek biofarmaka. 2. Mengembangkan ilmu, teknologi, dan seni yang berorientasi ke depan dengan basis penelitian sehingga mampu menghasilkan luaran berupa IPTEK, potensi, dan produk biofarmaka yang memenuhi syarat paten dan berorientasi HaKI yang dapat mendukung kemandirian bangsa. 3. Mendukung peningkatan sumberdaya manusia melalui pendidikan, pelatihan dan pengabdian pada masyarakat. 3
Mandat Penelitian dan Pengembangan Biofarmaka Indigenous knowledge dan indigenous techonology yang berkaitan dengan pengendalian dan
pengobatan untuk manusia, hewan, dan tumbuhan.
− Kebijakan pemanfaatan dan pemgembangan yang berkaitan dengan indigenous natural resources untuk pencegahan, pengendalian dan pengobatan untuk manusia, hewan dan
tumbuhan serta nutrasetika.
− Pengembangan GACP dan GMP indigenous natural resources sebagai bahan untuk obat dan nutrasetika untuk manusia, hewan dan tumbuhan.
− Model standardisasi produk biofarmaka dan nutrasetika − Dampak sosial ekonomi pengembangan biofarmaka dan nutrasetika. Kompetensi
Penelitian dari hulu hingga hilir dalam bidang biofarmaka termasuk nutraseutika melalui pendekatan dan penerapan yang bersifat multidisiplin / interdisiplin. Prioritas Penelitian
Terdapat 4 kegiatan utama, yaitu : a. Eksplorasi dan kajian bioprospeksi SDA serta pengembangan HaKI yang berasal dari local knowledge.
b. Standarisasi dan penelaahan mekanisme kerja kimia dan biologis bahan baku dan produk biofarmaka termasuk nutrasetika untuk manusia, hewan dan tumbuhan dalam kerangka unggulan / prioritas nasional. c. Kajian aspek sosial dan ekonomi dalam pengembangan biofarmaka dan melakukan pemberdayaan masyarakat melalui Dem-plot dan pendampingan d. Pengembangan produk berbasis HaKI untuk penyakit / nutrasetika unggulan Untuk implementasi visi dan misi, Pusat Studi Biofarmaka membentuk tiga divisi yang mencakup keseluruhan rencana kegiatan pengembangan biofarmaka dari hulu ke hilir yaitu:
− Divisi Pemanfaatan Sumber Daya Alam dan Budidaya Biofarmaka − Divisi Pengembangan Produk Biofarmaka − Divisi Pemberdayaan Masyarakat dan Pengembangan Pasar Biofarmaka Hutan Strategi Pengembangan Biofarmaka dan Produk Biofarmaka
Pada tingkat kebijakan secara umum, Pusat Studi Biofarmaka dalam kerangka kerjasama dengan Departemen Pertanian telah membuat konsep Strategi Pengambangan Biofarmaka yang telah dipresentasikan pada Lokakarya Strategi Pengembangan Biofarmaka Indonesia 4
pada tahun 2004.
Dalam tataran teknis, Pusat Studi Biofarmaka melakukan proses
pengembangan biofarmaka melalui pendekatan berikut: Pendekatan Untuk Proses Pengembangan Produk Biofarmaka
Terdapat beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk menghasilkan produk biofarmaka, yaitu: 1. Biofarmaka untuk sumber keragaman senyawa kimia bahan obat 2. Biofarmaka untuk produk langsung dari kearifan tradisional (etnofarmasi) 3. Biofarmaka untuk produk dari aturan legal Pendekatan Pertama, Biofarmaka untuk sumber keragaman senyawa kimia bahan obat.
Produk yang dihasilkan melalui pendekatan ini merupakan suatu senyawa kimia murni untuk dijadikan obat (drugs) dalam industri farmasi.
Produksinya dalam skala besar akan
tergantung pada kerumitan dan kelimpahan struktur kimia yang didapatkan, apakah dibuat dalam proses sintesis lab jika bentuknya tidak rumit atau diambil melalui proses pemurnian dari ekstrak jika struktur kimia yang berkhasiat sangat rumit. Waktu yang sangat panjang (10-15 tahun) dan dana yang besar dibutuhkan untuk pendekatan ini. Bagaimana tahapan yang harus dilakukan sampai mendapatkan senyawa kimia murni berkhasiat ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Tahapan kerja untuk mendapatkan senyawa kimia murni bahan obat 5
Pendekatan Kedua, Biofarmaka (etnofarmasi).
untuk
produk langsung dari kearifan
tradisional
Bentuk produk yang dihasilkan melalui pendekatan ini adalah produk
simplisia yang dikemas secara artistik dan modern dengan tetap mengedepankan prinsip quality, eficacy, dan safety.
Produk yang dikembangkan melalui pendekatan ini tidak
memerlukan waktu yang lama dan dana yang besar dalam proses pengembangannya. Penekanan lebih dilakukan pada pencarian teknologi bagaimana mengemas dan menampilkan produk sehingga lebih menarik. Inovasi dan invensi lain yang menjadi perhatian adalah bagaimana menghasilkan simplisia yang terstandar baik melalui standarisasi teknik budidaya (misal dengan sistem organik) maupun standarisasi metode pascapanen. Hasil dari metode budidaya dan pascapanen yang terstandar ini, selain dikemas dalam bentuk produk kemasan kecil artistik tradisional tetapi juga simplisia dalam jumlah besar dapat disediakan untuk mensuplai industri farmasi lain sehingga dapat berperan sebagai Simplisia Center. Simplisia Center ini juga menjadi pendukung bagi dua pendekatan lainnya (Gambar 2). Kajian etnobotani dan etnofarmasi
Komoditas Biofarmaka Budidaya (in situ, domestifikasi) SOP Budidaya dan Pascapanen (Organic Farming dll) Simplisia Center
Produk Tradisional yang dikemas Menarik Gambar 2. Proses pengembangan produk tradisional
Pendekatan Ketiga, Biofarmaka untuk produk dari aturan legal . Terdapat beberapa jenis
produk legal dalam kategori obat bahan alam yaitu jamu, ekstrak herbal terstandar, fitofarmaka dan suplemen/nutraceutical. Produksi dari produk dengan pendekatan ketiga ini harus memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh institusi berwenang seperti BPOM, baik untuk kebutuhan dasar ilmiah produk maupun cara produksinya. Jamu adalah sediaan obat herbal Indonesia yang keamanan dan khasiatnya telah diketahui secara turun temurun 6
berdasarkan pengalaman atau empirik. Bentuk sediaan berupa serbuk, pil, cairan, tapel, boreh dan sejenisnya. Obat herbal terstandar adalah sediaan obat herbal indonesia yang dibuat dari bahan berupa ekstrak atau serbuk yang telah distandardisasi, status keamanan dan khasiatnya telah dibuktikan secara ilmiah yaitu melalui uji praklinik (menggunakan hewan percobaan). Bentuk sedian biasanya berupa tablet atau kapsul. Fitofarmaka adalah sediaan obat herbal Indonesia yang sudah dilakukan uji klinik secara lengkap. Selain untuk kebutuhan manusia, karena kompetensi IPB, pengembangan produk dengan pendekatan ketiga ini juga dapat dilakukan untuk produk-produk kesehatan hewan atau tumbuhan (misalnya suplemen asam amino untuk mempercepat pertumbuhan tanaman sawit dll). Bentuk produk yang dikembangkan dapat berupa kapsul, serbuk instan, ekstrak yang kesemuanya untuk diproduksi sendiri atau dijadikan lisensi agar dapat dibuat oleh industri kecil masyarakat. Atau bentuk produk dengan teknologi tinggi yang diproduksi sendiri melalui proses mikroenkapsulasi atau metode lainnya. Tahapan yang dilakukan untuk pendekatan ketiga ini tidak selama maupun semahal pada pendekatan pertama. Pencarian senyawa kimia dilakukan pada pendekatan ini hanya diarahkan untuk mendapatkan senyawa penciri sebagai marker pada proses standarisasi atau dapat pula proses standarisasinya berdasarkan pada adanya sidikjari ekstrak dari pola HPLC, TLC atau Spektra (Gambar 3).
Finger Print (HPLC, TLC, Spectra Etc) Marker Compound Standardized Extracts, Phytopharmaca (plus clinical trial)
Gambar 3. Pola pengembangan ekstrak terstandar 7
Berbagai Kajian Tentang Biofarmaka
Perwujudan dari visi dan misi Pusat Studi Biofarmaka ditunjukkan melalui berbagai kajian yang telah dilakukan oleh PSB dari sejak berdirinya sampai sekarang.
Aspek kajiannya
beragam mencakup kajian dari sektor hulu untuk pengembangan sumber biofarmaka maupun sektor hilir untuk pengembangan produk biofarmaka.
Adapun dalam melaksanakan kajian
pengembangan biofarmaka, PSB melakukannya secara internal atau bekerjasama dengan mitra lain. Berikut adalah beberapa kajian biofarmaka yang telah dilakukan oleh PSB beserta mitra kerjanya.
Mitra Kerja
Lingkup Kegiatan
Departemen Pertanian RI
- Program Agribisnis Berbasis Biofarmaka
Pengembangan
Rancangan
SNI,
SOP
Budidaya
dan
Pascapanen, dan konsep bioregional
Pendalaman diakukan pada biofarmaka : Temulawak, jahe, kunyit, kencur, mengkudu, lidah buaya
Badan Pengawasan Obat
- Program Penelitian Tanaman Unggulan
dan Makan (BPOM)
- Program Pengembangan Obat Asli Indonesia
Pemetaan Tanaman Unggulan dengan Konsep Bioregional
Rekayasa Budidaya berbasis Tingkat Komponen Bioaktifnya
Survey potensi pasar domestik Obat Bahan Alam
Pendalaman dilakukan pada biofarmaka : Jatibelanda, jambu biji, dan beberapa jenis komoditas unggulan lainnya
Departemen Kelautan dan
- Program explorasi sumber biofarmaka asal laut (terumbu karang)
Perikanan – Core Map ITTO
–
Departemen
Kehutanan Departemen
- Pengembangan
produk
hutan
non
kayu
(biofarmaka)
di
Kalimantan Timur Pendidikan
Nasional dan Menristek
- Pendalaman kajian budidaya, efikasi dan pengembangan produk biofarmaka melalui hibah kompetitif (Hibah Bersaing, Penelitian Dasar /Fundamental, Hibah Tim Pascasarjana, Hibah Pekerti, RUT, RUK
Universitas dan Lembaga
- Pengembangan produk biofarmaka
Riset Luarnegeri, Industri
- Dan berbagai kegiatan kajian lainnya
(Dalam dan Luar Negeri)
8