TESIS
OR E S T A B I L I T Y E X E R C I S E PELATIHAN KOMBINASI C OR A N K L E ST R A TE G Y E XE R C I SE TIDAK LEBIH DAN AN TIDAK LEBIH OR E S T A B I L I T Y E X E R C I S E MENINGKATKAN DARI C OR UNTUK KESEIMBANGAN STATIS PADA MAHASISWA S1 FISIOTERAPI STIKES ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
SRI YULIANA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
TESIS OR E S T A B I L I T Y E X E R C I S E PELATIHAN KOMBINASI C OR A N K L E ST R A TE G Y E XE R C I SE TIDAK LEBIH DAN AN TIDAK LEBIH OR E S T A B I L I T Y E X E R C I S E MENINGKATKAN DARI C OR UNTUK KESEIMBANGAN STATIS PADA MAHASISWA S1 FISIOTERAPI STIKES ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
SRI YULIANA NIM 1290361024
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA KONSENTRASI FISIOTERAPI PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
OR E S T A B I L I T Y E X E R C I S E PELATIHAN KOMBINASI C OR A N K L E ST R A TE G Y E XE R C I SE TIDAK LEBIH DAN AN TIDAK LEBIH OR E S T A B I L I T Y E X E R C I S E MENINGKATKAN DARI C OR UNTUK KESEIMBANGAN STATIS PADA MAHASISWA S1 FISIOTERAPI STIKES ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Program Studi Fisiologi Fisiologi Olah Raga Raga – – Konsentrasi K onsentrasi Fisioterapi, Program Pascasarjana Universitas Udayana
SRI YULIANA NIM 1290361024
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA KONSENTRASI FISIOTERAPI PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014 ii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 7 Juli 2014
Mengetahui,
Ketua Program Studi Fisiologi Olahraga – Fisioterapi Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Dr. dr. Susy Purnawati, M.KK.,AIFO NIP. 19680929 199903 2 001
iii
Tesis ini Telah di Uji pada Tanggal 07 Juli 2014 Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No.: 2066/UN.14.4/2014, Tanggal 2 Juli 2014
Ketua : Dr. dr. I Putu Gede Adiatmika, M.Kes.,Sp.Erg.,AIFO Sekretaris : Muh. Irfan, SKM.,SSt.FT.,M.Fis 1. Prof. dr. Suryadhi, P.hD 2. Dr. Ir. I Ketut Wijaya 3. dr. Ketut Karna, M.Kes
iv
v
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena h anya atas ridho-Nya dan atas izin-Nya sehingga penulis di beri kesehatan serta kemampuan untuk menyelesaikan tesis ini. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. dr. I Putu Gede Adiatmika, M.Kes.,Sp.Erg.,AIFO, pembimbing-1 yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama penulis mengikuti program magister, khususnya dalam menyelesaikan tesis ini. Terima kasih sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Muh. Irfan, SKM, SSt.FT, M.Fis, pembimbing-2 yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis. Terima kasih kepada dr. Ketut Karna, M.Kes, Dr. Ir. I Ketut Wijaya, dan Prof. dr. Suryadhi, P.hD yang telah menjadi penguji dan memberi masukan yang membangun terhadap penyelesaian tesis ini. Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof.Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD, KEMD yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A.A.Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Terimakasih saya ucapkan kepada Dr. dr. Susy Purnawati, M. KK., AIFO telah memberi kesempatan kepada penulis untuk dapat menjadi mahasiswa dalam program pascasarjana Fisiologi Olahraga konsentrasi Fisioterapi. Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan rasa terima kasih yang tulus disertai penghargaan kepada seluruh dosen yang telah mengajar dan membimbing penulis selama menempuh pendidikan di Program Pascasarjana. Juga penulis ucapkan terima kasih kepada :
vi
1.
Mama dan Bapak yang selalu memberi kasih sayang, doa dan restu nya sehingga Yuli bisa menyelesaikan tesis ini.
2.
Suami ku tercinta Dhofirul Fadhil Dzil Ikrom Al Hazmi terimakasih atas doa, bantuan, semangat dan perhatiannya dalam penyusunan tesis ini.
3.
Abi dan Umi terimakasih atas motivasi dan doa yang selama ini di berikan kepada Yuli.
4.
Mas Husein, Mba Veni, dek Nova, dek Fahrusy, dek Zati, dek Fildzah dan dek Zafirah terimakasih atas motivasi dan doanya.
5.
Dek Rendy, Syifa, dan Umar adik dan kepon akan tante yang selalu buat tersenyum dan melupakan sejenak tugas – tugas ini sayang selalu dari tante.
6.
Pimpinan Stikes ‘Aisyiyah yang telah mengizinkan penulis melaksanakan penelitian di Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta.
7.
Mahasiswa ku semester 4 angkatan 2012 Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta, terimakasih atas bantuan nya dalam penyelesaian penelitian saya.
8.
Teman – teman sejawat pascasarjana fisiologi olahraga konsentrasi fisioterapi.
9.
Mengucapkan terimakasih kepada seluruh orang-orang yang telah membantu jalannya penelitian ini mohon maaf jika namanya tidak bisa di sebutkan satu per satu.
Denpasar,
Juli 2014
Hormat Saya,
Penulis
vii
ABSTRAK PELATIHAN KOMBINASI C OR E S T AB I L I T Y E X E R C I S E DAN AN K L E S TR AT E G Y E XE R CI SE TIDAK LEBIH MENINGKATKAN DARI C OR E S TA B I L I T Y E X E R C I SE UNTUK KESEIMBANGAN STATIS PADA MAHASISWA S1 FISIOTERAPI STIKES ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
Perkembangan motorik pada manusia akan terus berkembang dari dalam kandungan hingga dewasa. Aktifitas keseharian yang dilakukan akan semakin berat dan kompleks pada setiap fase perkembangan. Keseimbangan merupakan komponen utama dalam menjaga postur tubuh manusia agar mampu tegak dan mempertahankan posisi tubuh. Sistem muskuloskeletal memiliki peran yang penting dalam menjaga keseimbangan tubuh manusia. Aktifitas fisik yang kurang dapat menyebabkan ketidakoptimalan keseimbangan statis. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui pelatihan kombinasi core stability exercise dan ankle strategy exercise tidak lebih meningkatkan dari core stability exercise untuk keseimbangan statis pada mahasiswa S1 Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta. Telah dilakukan penelitian eksperimental dengan rancangan Randomized Pre and Post Test Control Group Design. Sampel sebanyak 16 mahasiswa dari mahasiswa S1 Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta semester 4 yang akan menghadapi praktikum physical fitness dan waktu penelitian selama 6 minggu. Kelompok dibagi menjadi dua, yaitu kelompok -1 (core stability exercise) dan kelompok-2 (kombinasi core stability exercise dan ankle strategy exercise). Instrumen pengukuran yang digunakan adalah functional reach test yang di ukur sebelum perlakuan (0-session) dan sesudah perlakuan (18-session) pada masing-masing subjek. Hasil penelitian didapatkan data pada kedua kelompok dengan usia 20-22 tahun, jenis kelamin laki-laki dan perempuan, tinggi badan 149-170 cm dan berat badan 37-78 kg. Hasil uji menyatakan data keseimbangan statis kelompok 1 p = 0,000 dan kelompok 2 p = 0,025. Berdasarkan uji kompabilitas kedua variabel pada kedua kelompok, pengujian hipotesis menggunakan data setelah perlakuan. Variabel functional reach test pada kedua kelompok menggunakan uji hipotesisindependent sample t-test didapatkan nilai p = 0,626. Kesimpulan yang didapatkan nilai p>0,05. Nilai tersebut menjelaskan pelatihan kombinasi core stability exercise dan ankle strategy exercise tidak lebih meningkatkan dari core stability exercise untuk keseimbangan statis pada mahasiswa S1 Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta. Kata kunci : core stability exercise, ankle strategy exercise, keseimbangan statis, functional reach test , Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta.
viii
ABSTRACT TRAINING COMBINATION OF CORE STABILITY EXERCISE AND ANKLE STRATEGY EXERCISE DID NOT INCREAS OF CORE STABILITY EXERCISE FOR STATIC BALANCE ON STUDENTS S1 PHYSIOTHERAPY STIKES 'AISYIYAH YOGYAKARTA
Motor development in humans will continue to evolve from the womb to adulthood. Daily activities undertaken will increasingly severe and complex in each phase of development. The balance is a major component in maintaining the posture of the human body to be able to straight and maintain body position. Musculoskeletal system plays an important role in maintaining the balance of the human body. P hysical activity can lead to lack optimalan static equilibrium. The study was aimed at Training Combination of Core Stability Exercise and Ankle Strategy Exercise did not Increas of Core Stability Exercise For Static Balance on Students S1 Physiotherapy Stikes 'Aisyiyah Yogyakarta. This study is an experimental study with Randomized Pre and Post Test Control Group Design. Samples in this study were 16 students Stikes 'Aisyiyah Yogyakarta which will face semester 4 of physical fitness lab and research time for 6 weeks. Divided into two groups, group-1 (core stability exercise) and group-2 (combination of core stability exercises and ankle strategy). Measurement instrument used is functional reach test are measured before treatment (0-session) and after treatment (18session) on each subject. The results available in this study descriptive data sample in both group s ; age 2022 years, male gender and female, height 149-170 cm and weigh 37-78 kg. The results test stated static balance data group-1 p = 0,000 and group-2 p =0,025 . Data before and after treatment 1 group-normal distribution. Then the data before and after the treatment group-2 normal distribution. Based on the compatibility test both variables in both groups, the test of hypothesis using data after treatment. Variable functional reach test in the two groups using hypothesis independent sampel t-test p value = 0,626. The conclusions available p values > 0,05. This value explained Training Combination of Core Stability Exercise and Ankle Strategy Exercise did not Increas Static Balance Of Core Stability Exercise On Students S1 Physiotherapy Stikes 'Aisyiyah Yogyakarta. Keywords: core stability exercise, ankle strategy exercise, static balance, functional reach test, Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta.
ix
DAFTAR ISI Halaman
SAMPUL DALAM.................................................................................................... i SAMPUL PERSYARATAN GELAR....................................................................... ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................................ iii LEMBAR PENETAPAN PENGUJI................................... .............................. ......... iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT........................................................... v UCAPAN TERIMAKASIH....................................................................................... vi ABSTRAK................................................................................................................ viii ABSRACT................................................................................................................. ix DAFTAR ISI ............................................................................................................ x DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xii DAFTAR TABEL .....................................................................................................xiii DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................. xiv BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang Masalah................................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah......................................................................................... 6 1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................................... 6 1.4 Manfaat Penelitian........................................................................................ 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 7 2.1 Keseimbangan ............................................................................................. 7 2.1.1 Pengertian keseimbangan ........................................................................ 7 2.1.2 Fisiologi keseimbangan ............................................................................ 10 2.1.3 Keseimbangan statis berdiri ..................................................................... 21 2.1.4 Sikap tubuh berdiri dalam kinesiologi........................................... ........... 22 2.1.5 Keseimbangan remaja ............................................................................. 23 2.2 Core stability .............................................................................................. 25 2.2.1 Pengertian core stability........................................................................... 25 2.2.2 Anatomi core stability ............................................................................. 26 2.2.3 Efek latihan core stability ....................................................................... 30 2.2.4 Bentuk latihan core stability.................................................................... 32 2.2.5 Core stability exercise terhadap keseimbangan statis.............................. 34 2.3 Ankle Strategy............................................................................................ 35 2.3.1 Pengertian................................................................................................ 35 2.3.2 Fungsi ankle strategy exercise................................................................... 36 2.3.3 Anatomi dan bentuk latihan ankle strategy exercise................................. 36 2.3.4 Ankle strategy exercise terhadap keseimbangan statis.............................. 38 2.4 Funcional Reach Test ................................................................................... 39 BAB III KERANGKA BERFIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS.......................... 42 3.1 Kerangka Berfikir......................................................................................... 42 3.2 Kerangka Konsep Penelitian........................................................................ 44 3.3 Hipotesis....................................................................................................... 44
x
BAB IV METODE PENELITIAN............................................................................ 45 4.1 Rancangan Penelitian.................................................................................... 45 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian....................................................................... 46 4.3 Penentuan Sumber Data................................................................................ 46 4.4 Variabel Penelitian........................................................................................ 49 4.5 Definisi Operational Variabel...................................................................... 49 4.6 Instrument Penelitian.................................................................................... 57 4.7 Alur Penelitian............................................................................................. 58 4.8 Analisis Data................................................................................................. 61 BAB V HASIL PENELITIAN................................................................................. 63 5.1 Karakteristik Subyek Penelitian.................................................................. 63 5.2 Uji Homogenitas Data................................................................................. 64 5.3 Uji Normalitas Data..................................................................................... 65 5.4 Pengujian Peningkatan Nilai Fungsional Reach Test Kelompok 1 Core Stability Exercise........................................................................................ 65 5.5 Pengujian Peningkatan Nilai Fungsional Reach Test Kelompok 2 Kombinasi Core Stability Exercise dan Ankle Strategy Exercise.............. 66 5.6 Uji Perbedaan Nilai Fungsional Reach Test Sebelum Perlakuan Kelompok 1 dan Sebelum Perlakuan Kelompok 2.......................................................... 67 5.7 Uji Perbedaan Nilai Fungsional Reach Test Setelah Perlakuan Kelompok 1 dan Setelah Perlakuan Kelompok 2............................................................. 68 BAB VI PEMBAHASAN PENELIAN..................................................................... 70 6.1 Kondisi Subyek Penelitian..................................... ...................................... 70 6.2 Pengujian Keseimbangan Statis Dengan Nilai Fungsional Reach Test Sebelum Perlakuan Kedua Kelompok......................................................... 71 6.3 Pengujian Pelatihan Core Stability Exercise Dapat Meningkatkan Keseimbangan Statis Mahasiswa S1 Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta................................................................................................ 72 6.4 Pengujian Pelatihan Kombinasi Core Stability Exercise dan Ankle Strategy Exercise Dapat Meningkatkan Keseimbangan Statis Mahasiswa S1 Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta.................................................... 74 6.5 Pelatihan Kombinasi Core Stability Exercise dan Ankle Strategy Exercise Lebih Meningkatkan dari Core Stability Exercise Untuk Keseimbangan Statis Mahasiswa S1 Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta................... 77 6.6 Keterbatasan Penelitian............................................................................... 81 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN...................................................................... 82 7.1 Simpulan..................................................................................................... 82 7.2 Saran............................................................................................................. 82 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 83 LAMPIRAN.............................................................................................................. 87
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Garis Gravitasi................................ ................................................. 17 Gambar 2.2 Bidang Tumpu................................................................................. 18 Gambar 2.3 Strategy Postural Reaktif ................................................................. 19 Gambar 2.4 Skema Postural Stability.................................................................. 27 Gambar 2.5 Postural Stability.............................................................................. 27 Gambar 2.6 Deep Muscle..................................................................................... 29 Gambar 2.7 Target Core Stability........................................................................ 30 Gambar 2.8 Ankle Strategy.................................................................................. 36 Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep.................................................................. 44 Gambar 4.1 Rancangan Penelitian........................................................................ 45 Gambar 4.2 Crunches........................................................................................... 50 Gambar 4.3 Oblique Crunches.............................................................................. 50 Gambar 4.4 “Superman”....................................................................................... 51 Gambar 4.5 Static Straight Legs............................................................................ 51 Gambar 4.6 Hundreds........................................................................................... 52 Gambar 4.7 Ankle Strategy Exercise.................................................................... 53 Gambar 4.8 Ankle Strategy kepala mundur......................................................... 54 Gambar 4.9 Ankle Strategy kepala ke samping kanan.......................................... 54 Gambar 4.10 Ankle Strategy kepala ke samping kiri ........................................... 55 Gambar 4.11 Bagan Alur Penelitian..................................................................... 60
xii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Normative Score Functional Reach Test ................................................ 40 Tabel 5.1 Karakteristik Subyek Penelitian di Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta........... 63 Tabel 5.2 Hasil Uji Homogenitas Varian Subyek Kedua Kelompok................... ... 64 Tabel 5.3 Hasil Uji Normalitas Nilai Fungsional Reach Test Sebelum dan Setelah Perlakuan................................................................................................. 65 Tabel 5.4 Uji Hipotesis Peningkatan Keseimbangan Statis Pada Kelompok 1 Sebelum dan Setelah Perlakuan.............................................................. 66 Tabel 5.5 Uji Hipotesis Peningkatan Keseimbangan Statis Pada Kelompok 2 Sebelum dan Setelah Perlakuan.............................................................. 67 Tabel 5.6 Uji Beda Rerata Keseimbangan Statis Sebelum Perlakuan pada Kelompok 1 dan Kelompok 2............................................................................... 68 Tabel 5.7 Uji Beda Rerata Keseimbangan Statis Setelah Perlakuan pada Kelompok 1 dan Kelompok 2...................................................................................... 69
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Permohonan Ijin Penelitian Lampiran 2 Surat Perijinan Penelitian Lampiran 3 Surat Bukti Melakukan Penelitian Lampiran 4 Formulir Persetujuan ( Informed Consent ) Lampiran 5 Alat Instrument Penelitian Lampiran 6 Data Kelompok-1 dan Kelompok-2 Lampiran 7 Data Statistik Lampiran 8 Dokumentasi
xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Keseimbangan merupakan komponen utama dalam menjaga postur tubuh manusia agar mampu tegak dan mempertahankan posisi tubuh. Keseimbangan terdiri dari dua macam yaitu keseimbangan statis dan keseimbangan dinamis. Keseimbangan statis dan dinamis dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sistem sensoris dan muskuloskeletal. Pada keseimbangan statis sistem muskuloskeletal dapat mengalami kelemahan dikarenakan kurang optimalnya aktivitas keseharian. Aktivitas fisik yang kurang menyebabkan gangguan muskuloskeletal sehingga ketika manusia melakukan aktivitas fisik yang berat dan mendadak akan menyebabkan cedera. Kelemahan sistem muskuloskeletal dapat mempengaruhi line of gravity dan center of gravity. Dimana pada salah satu sisi tubuh mengalami kelemahan dan salah satu sisi normal akan menyebabkan center of gravity seseorang berpindah dan mengakibatkan gangguan keseimbangan tubuh (Groves and Camailone, 1975). Kemampuan untuk mempertahankan sistem saraf otot dalam suatu posisi atau sikap yang efisien ketika bergerak merupakan fungsi dari keseimbangan. Perkembangan motorik pada manusia akan terus berkembang dari dalam kandungan hingga dewasa. Aktivitas keseharian dilakukan akan semakin berat dan kompleks pada setiap fase perkembangan. Fase perkembangan motorik harus terlewati dengan optimal agar tidak mempengaruhi kemampuan bergerak dalam kehidupan (Retnowati, 2010).
1
2
Berbagai gerakan disetiap segmen tubuh perlu di kontrol oleh sistem keseimbangan dengan di dukung oleh sistem muskuloskeletal dan bidang tumpu. Perkembangan keseimbangan tubuh dipengaruhi oleh sistem informasi sensoris, respon otot – otot sensoris yang sinergis ( postural muscle response synergies), kekuatan otot (muscle strenght), adaptive system, lingkup gerak sendi (Suhartono, 2005). Respon nukleus vestibular dalam bentuk luaran motorik otot ekstremitas dan badan sehingga didapatkan pemeliharaan keseimbangan dan postur yang diinginkan, kontrol gerakan mata, persepsi gerakan dan orientasi dipengaruhi oleh input yang diterima oleh reseptor di mata, di kulit, sendi, otot, dan reseptor di kanalis semikularis dan organ otolit (Sherwood, 2002). Keseimbangan tubuh dapat terjaga dengan mempertahankan tubuh tetap tegak dan melakukan gerakan diperlukan sistem muskuloskeletal yang optimal. Komponen muskuloskeletal adalah dasar untuk mengkontrol keseimbangan termasuk extensibility dari soft tissue, kemampuan aktif dan pasif yang elastis dari otot. Komponen saraf yang mengkontrol kekuatan generalisasi dan kekuatannya. Kemajuan teknologi modern saat ini berdampak positif dan negatif terhadap kehidupan. Gaya hidup ketergantungan akan teknologi dan informasi sangat dirasakan oleh para remaja. Remaja mencakup individu dengan usia 10-19 tahun. Sedangkan definisi remaja menurut survei kesehatan reproduksi remaja Indonesia adalah perempuan dan laki-laki belum kawin yang berusia 15-24 tahun. Di lihat dari dampak positif teknologi banyak kegiatan menjadi lebih mudah dan singkat, sedangkan di lihat dari dampak negatif orang menjadi malas bergerak dan melakukan aktifitas fisik.
3
Aktifitas fisik yang kurang merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kronis, dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global. Sebagian besar remaja lebih suka makan makanan ringan tinggi kadar lemak dan menghabiskan minimal 30 jam per minggu menonton televisi. Hampir 50% dari remaja tidak melibatkan diri pada setiap jenis aktivitas fisik setiap hari (Retnowati, 2010). Setiap manusia memiliki potensi gerak yang dapat dikembangkan sampai maksimal, tetapi dalam kenyataannya gerak yang tersedia bukanlah gerak maksimal melainkan gerak aktual. Gerak aktual belum tentu dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam beraktifitas. Gerak ini bisa saja berlebih ataupun kurang, dan bahkan bisa juga tepat mencapai tujuan (Suhartono 2005). Menurut Kepala Pusat Promosi Kesehatan Kemenkes pada hasil RISKESDAS tahun 2013 juga menunjukkan bahwa gaya hidup bermalas-malasan dan aktivitas fisik yang kurang, dapat menurunkan kemampuan tonus otot. Tonus otot sangat berperan dalam menjaga keseimbangan tubuh manusia. Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 memperlihatkan bahwa 48,2% penduduk Indonesia usia lebih dari 10 tahun kurang melakukan aktivitas fisik (Depkes RI, 2008). Remaja saat ini mengalami kemunduran aktivitas fisik dikarenakan gaya hidup yang kurang baik. Sehingga pada remaja sering terjadi cedera saat melakukan aktivitas olahraga. Cedera disebabkan kurangnya pengetahuan tentang latihan dan penambahan beban secara tepat, sikap tubuh yang salah ketika mengangkat beban, ketidakoptimalan keseimbangan tubuh, lemahnya otot perut (Sukarmin, 2005). Kurangnya aktifitas fisik akan mempengaruhi kondisi fisik remaja. Data yang dihimpun oleh Safe Kids Worldwide menunjukkan, sekitar 1,35 juta kunjungan ke unit gawat darurat setiap
4
tahunnya disebabkan cedera saat berolahraga, dan sekitar 20 persen terjadi pada anak atau remaja. Cedera yang paling sering terjadi antara lain terkilir, patah tulang, memar, dan luka tergores di kulit (Widiyani, 2013). Komponen kondisi fisik terdiri dari kekuatan otot, daya tahan otot, daya tahan umum, fleksibilitas, kecepatan, koordinasi, agility dan keseimbangan (Subrajah, 2012). Peningkatan lingkup gerak sendi, koordinasi gerak, pengontrol kondisi kekuatan otot, memperhalus gerakan, meningkatkan penampilan gerak akan efisien dan lebih baik bila dilakukan core stability exercise, ini juga membantu mengurangi resiko terjadinya cedera akibat kurang optimalnya keseimbangan tubuh. Core stability exercise adalah kemampuan untuk mengontrol posisi dan gerak dari trunk sampai pelvic yang digunakan untuk melakukan gerakan secara optimal, perpindahan, kontrol tekanan dan gerakan saat aktifitas (Irfan, 2010). Kerja core stability memberikan suatu pola adanya stabilitas proksimal yang digunakan untuk mobilitas pada distal. Pola proksimal ke distal merupakan gerakan berkesinambungan yang melindungi sendi pada distal yang digunakan untuk mobilisasi saat bergerak. Saat bergerak otot – otot core meliputi trunk dan pelvic, sehingga membantu dalam aktifitas, disertai perpindahan energi dari bagian tubuh yang besar hingga kecil selama aktifitas (Kibler, 2006). Gangguan fungsi tulang belakang dapat mengakibatkan menurunnya kinerja fungsi extremitas bawah termasuk kinerja keseimbangan. Penelitian yang dilakukan oleh Aggarwal (2010) tentang The Relationship Between Core Stability Performance And The Lower Extremities Static Balance Performance In Recreationally Active Individuals, yang bertujuan untuk mengetahui kinerja dari fungsi inti otot lumbal.
5
Meningkatkan kekuatan otot, lingkup gerak sendi, respon otot – otot sensoris yang sinergis, dan meningkatkan sistem informasi sensoris dapat dilakukan dengan ankle strategy (Jalalin, 2000). Remaja cenderung menggunakan latihan ankle strategy untuk memulihkan diri dari gangguan keseimbangan. Dalam latihan ankle strategy tubuh bagian atas dan bawah memiliki arah atau gerakan yang sama pada satu fase. Karena jumlah tenaga yang dihasilkan oleh otot-otot sendi pergelangan kaki relatif kecil. Ankle strategy umumnya digunakan untuk mengontrol kaki ketika berdiri tegak atau bergerak melalui pergerakan rentang kaki yang sangat kecil (Piscopo and Baley, 1981). Penelitian yang dilakukan oleh Mickey and Robinovitch (2006) tantang mechanisms underlying age-related differences in ability to recover balance with the ankle strategy. Tujuan penelitian ini adalah melihat perbedaan pemulihan gangguan keseimbangan pada wanita muda dan tua menggunakan ankle strategy exercise. Seperti yang tercantum dalam KEPMENKES 1363 tahun 2001 disebutkan bahwa : Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara, dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis, dan makanis), pelatihan fungsi dan komunikasi. Fisioterapi sebagai tenaga kesehatan harus mempunyai kemampuan dan keterampilan untuk memaksimalkan potensi gerak yang berhubungan dengan mengembangkan, mencegah, mengobati dan mengembalikan (promotif , preventif, kuratif, dan rehabilitatif) gerak dan fungsi seseorang. Hal ini menandakan peran
6
seorang Fisioterapi tidak hanya pada orang sakit saja tetapi juga berperan pada orang sehat untuk mengembangkan dan memelihara kemampuan aktifitas ototnya. Mengingat pentingnya core stability exercise dan ankle strategy exercise terhadap keseimbangan maka penulis mengambil judul pelatihan kombinasi core stability exercise dan ankle strategy exercise tidak lebih meningkatkan dari core stability exercise untuk keseimbangan statis pada mahasiswa S1 Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah yang disampaikan sebagai berikut: Apakah pelatihan kombinasi core stability exercise dan ankle strategy exercise lebih meningkatkan dari core stability exercise untuk keseimbangan statis pada mahasiswa S1 Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah: Untuk mengetahui pelatihan kombinasi core stability exercise dan ankle strategy exercise lebih meningkatkan dari core stability exercise untuk keseimbangan statis pada mahasiswa S1 Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan pada penelitian ini adalah:
7
1.4.1 Bagi keilmuan, memperoleh data yang empirik tentang penggabungan dua pelatihan yaitu core stability exercise dan ankle strategy exercise exercise untuk meningkatkan keseimbangan statis pada mahasiswa S1 Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta. Yogyakarta. 1.4.2 Bagi profesi, sebagai pedoman bagi fisioterapis untuk upaya meningkatkan pelayanan Fisioterapi paripurna khususnya khususn ya pada intervensi muskuloskeletal.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keseimbangan 2.1.1 Pengertian Keseimbangan
Keseimbangan diartikan sebagai kemampuan relatif untuk mengontrol pusat massa tubuh (center (center of mass) mass) atau pusat gravitasi (center (center of gravity) gravity) terhadap bidang tumpu (base (base of support ). ). Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap segmen tubuh dengan di dukung oleh sistem muskuloskeletal dan bidang tumpu. Kemampuan untuk menyeimbangkan massa tubuh dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktifitas secara efektif dan efesien (Indriaf, 2010). Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dan kestabilan postur oleh aktivitas motorik tidak dapat dipisahkan dari faktor lingkungan dan sistem regulasi
yang
berperan
dalam
pembentukan
keseimbangan.
Tujuan
tubuh
mempertahankan keseimbangan adalah menyangga tubuh melawan gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar sejajar dan seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilisasi bagian tubuh k etika bagian tubuh lain bergerak (Irfan, 2010). Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap segmen tubuh dengan didukung oleh sistem muskuloskeletal dan bidang tumpu. Kemampuan untuk menyeimbangkan massa tubuh dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktivitas secara efektif dan efisien.
7
8
Keseimbangan merupakan interaksi yang kompleks dan integrasi/interaksi sistem sensorik (vestibular, visual, dan somatosensorik termasuk propioceptor) dan muskuloskeletal (otot, sendi dan jaringan lunak lain) yang dimodifikasi/di atur dalam otak (kontrol motorik, sensorik, basal ganglia, cerebellum, cerebellum, dan area asosiasi) sebagai respon terhadap perubahan kondisi ekternal dan int ernal. Serta dipengaruhi oleh faktor lain seperti, usia, motivasi, kognisi, lingkungan, kelelahan, pengaruh obat dan pengalaman terdahulu (Ma’mun, (Ma’mun, 2000). Kemampuan manusia untuk mempertahankan posisi tegak berdiri tergantung pada integritas sistem visual, vestibular, propioseptif, taktil dan juga sensory integration, integration, sistem saraf pusat, tonus otot yang efektif yang mengadaptasi secara cepat perubahan kekuatan otot dan fleksibilitas sendi. Berdiri adalah posisi tak stabil yang membutuhkan regulasi yang konstan dari kontraksi antara anggota gerak atas dan bawah (Jalalin, 2000). Aktivitas somatis motorik sangat tergantung pada tingkat keluarnya motor neuron di tulang belakang yang bercabang juga ke nervus kranial. Jalur akhir saraf ini secara umum berakhir di otot rangka, impuls akan masuk melalui serabut afferen perifer dan juga pada spinal neuron lainnya. Beberapa impuls berakhir langsung di-motor neuron, tetapi banyak juga yang mengerahkan melalui interneuron atau melalui-motor neuron ke otot spindle spindle dan kembali melalui serat afferen ke sumsum tulang belakang. Kegiatan pada saraf sangat terintegrasi, impuls dapat masuk dari tulang belakang, medula, otak tengah, dan tingkat kortikal yang mengatur postur tubuh dan membuat gerakan terkoordinasi (Ganong, 2010).
9
Input yang masuk berkumpul di motor neuron kemudian di bagi menjadi tiga fungsi: impuls membawa informasi tentang aktivitas yang disadari, postur tubuh akan menyesuaikan impuls yang masuk guna memberikan gerakan yang stabil, impuls dapat mengkoordinasikan tindakan dari berbagai otot untuk membuat gerakan halus dan tepat. Pola aktivitas yang disadari dapat direncanak an dalam otak, dan perintah dikirim ke otot-otot terutama melalui sistem kortikospinalis dan kortikobulbar. Postur terus disesuaikan dan menyesuaikan impuls yang masuk dari batang otak dan serabut afferent perifer selama dan sebelum gerakan itu di bentuk. Gerakan dihaluskan dan dikoordinasikan oleh bagian otak tengah dan spinocerebellum. Ganglia basal dan cerebrocerebellum merupakan bagian dari rangkaian umpan balik ke pre-motor dan korteks motor yang berkaitan dengan perencanaan dan pengorganisasian gerakan yang disadari (Ganong, 2010). Terdapat dua macam keseimbangan menurut Permana (2012) yaitu : a. Keseimbangan statis Dalam keseimbangan statis, ruang geraknya sangat kecil, misalnya berdiri di atas dasar yang sempit (balok keseimbangan, rel kereta api), melakukan hand stand , mempertahankan keseimbangan setelah berputar-putar di tempat. b. Keseimbangan dinamis Kemampuan orang untuk bergerak dari satu titik atau ruang ke lain titik dengan mempertahankan keseimbangan, misalnya menari, berjalan, duduk ke berdiri, mengambil benda di bawah dengan posisi berdiri dan sebagainya.
10
2.1.2 Fisiologi keseimbangan
Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dan kestabilan postur oleh aktivitas motorik tidak dapat dipisahkan dari faktor lingkungan dan sistem regulasi yang berperan dalam pembentukan keseimbangan. Tujuan dari tubuh mempertahankan keseimbangan adalah : menyanggah tubuh melawan gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilisasi bagian tubuh ketik a bagian tubuh lain bergerak. Fisiologi keseimbangan dimulai sejak informasi keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual dan propioseptik. Dari ketiga jenis reseptor tersebut, reseptor vestibuler yang punya kontribusi paling besar ( >50% ) kemudian reseptor visual dan yang paling kecil konstibusinya adalah propioseptik. Ketika terjadi gerakan atau perubahan dari kepala atau tubuh, cairan endolimfe pada labirin akan berpindah sehingga hair cells menekuk. Terjadilah permeabilitas membran sel berubah sehingga ion kalsium menerobos masuk kedalam sel (influx), Influx Ca menyebabkan depolarisasi dan juga merangsang pelepasan NT eksitator (glutamat), saraf aferen (vestibularis) dan pusat-pusat keseimbangan di otak (Rahayu, 2010). Menurut Sherwood (2002) mekanisme fisiologi terjadinya keseimbangan dimulai ketika reseptor di mata menerima masukan penglihatan, reseptor di kulit menerima masukan kulit, reseptor di sendi dan otot menerima masukan proprioseptif dan reseptor di kanalis semikularis dan organ otolit menerima masukan vestibular. Seluruh masukan atau input sensoris yang diterima di salurkan ke nuklus vestibularis yang ada di batang otak, kemudian terjadi pemrosesan untuk koordinasi di serebelum, dari serebelum informasi disalurkan kembali ke nuklus vestibularis. Terjadilah output atau
11
keluaran ke neuron motorik otot ekstremitas dan badan berupa pemeliharaan keseimbangan dan postur yang diinginkan, keluaran ke neuron motorik otot mata ekternal berupa kontrol gerakan mata, dan keluaran ke SSP berupa persepsi gerakan dan orientasi. Mekanisme tersebut jika berlangsung dengan optimal akan menghasilkan keseimbangan statis yang optimal. Ada dua jenis motor ouput: disadari dan tidak disadari. Sebuah subdivisi tanggapan refleks mencakup beberapa gerakan ritmis seperti menelan, mengunyah, menggaruk, dan berjalan. Sebagian besar gerakan reflek tidak disadari namun dapat menyesuaikan gerakan yang disadari dan terkontrol. Untuk memindahkan anggota badan, otak harus merencanakan gerakan, mengatur gerakan yang sesuai di berbagai sendi pada saat yang sama, dan menyesuaikan gerakan dengan membandingkan rencana dengan kinerja. Sistem motor "learn by doing " dan meningkatkan kinerja dengan pengulangan. Hal ini melibatkan plastisitas sinaptik (Ganong, 2010). Perintah untuk gerakan yang disadari berasal dari daerah asosiasi kortikal. Mutasi yang direncanakan di korteks serta dalam ganglia basal dan bagian lateral hemisfer cerebellar , seperti yang ditunjukkan oleh peningkatan aktivitas listrik sebelum gerakan. Thalamus akan mengatur informasi yang diterima kemudian diteruskan ke ganglia basal , saluran otak kecil lalu diteruskan ke pre-motor dan korteks motor . Perintah motor dari korteks motorik diteruskan sebagian besar melalui saluran kortikospinalis ke sumsum tulang belakang dan saluran kortikobulbar yang sesuai untuk motor neuron di batang otak. Jalur collateral dan koneksi langsung dari beberapa korteks motor berakhir pada batang otak. Jalur ini juga dapat memediasi gerakan yang disadari. Perubahan gerakan adalah pengaruh dari masukan sensorik
12
melalui indera dan dari otot, tendon, sendi, dan kulit. Informasi umpan balik ini dapat menyesuaikan dan menghaluskan gerakan. Jalur batang otak yang berkaitan dengan postur tubuh dan koordinasi adalah saluran rubrospinal, reticulospinal, tectospinal, dan vestibulospinal (Ganong, 2010). Pada batang otak dan sumsum tulang belakang ada jalur dan neuron yang berkaitan dengan kontrol otot trunk dan bagian proksimal dari extremitas atas, sedangkan jalur neuron yang terhubung dengan kontrol otot rangka terdapat di bagian distal extremitas atas. Otot-otot axial akan menyesuaikan postural dan gerakan kasar, sedangkan otot-otot ekstremitas distal, akan membuat gerakan menjadi terampil (Ganong, 2010). 2.1.2.1 Komponen-komponen pengontrol keseimbangan adalah : 1) Sistem informasi sensoris
Sistem informasi sensoris meliputi visual, vestibular, dan somatosensoris. a) Visual
Visual memegang peran penting dalam sistem sensoris. Keseimbangan akan terus berkembang sesuai umur, mata akan membantu agar tetap fokus pada titik utama untuk mempertahankan keseimbangan, dan sebagai monitor tubuh selama melakukan gerak statik atau dinamik. Penglihatan merupakan sumber utama informasi tentang lingkungan dan tempat kita berada, penglihatan memegang peran penting untuk mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak sesuai lingkungan tempat kita berada. Penglihatan muncul ketika mata menerima sinar yang berasal dari obyek sesuai jarak pandang (Irfan, 2010).
13
Dengan informasi visual, maka tubuh dapat menyesuaikan atau bereaksi terhadap perubahan bidang pada lingkungan aktivitas sehingga memberikan kerja otot yang sinergis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh (Irfan, 2010). b) Sistem vestibular
Komponen vestibular merupakan sistem sensoris yang berfungsi penting dalam keseimbangan, kontrol kepala, dan gerak bola mata. Reseptor sensoris vestibular berada di dalam telinga. Reseptor pada sistem vestibular meliputi kanalis semisirkularis, utrikulus, serta sakulus. Reseptor dari sistem sensoris ini disebut dengan sistem labyrinthine. Sistem labyrinthine mendeteksi perubahan posisi kepala dan percepatan perubahan sudut. Melalui refleks vestibulo-occular , mereka mengontrol gerak mata, terutama ketika melihat obyek yang bergerak. Mereka meneruskan pesan melalui saraf kranialis VIII ke nukleus vestibular yang berlok asi di batang otak. Beberapa stimulus tidak menuju nukleus vestibular tetapi ke serebelum, formatio retikularis, thalamus dan korteks serebri (Canan, t.t). Nukleus vestibular menerima masukan (input ) dari reseptor labyrinth, retikular formasi, dan serebelum. Keluaran (output) dari nukleus vestibular menuju ke motor neuron melalui medula spinalis, terutama ke motor neuron yang mengine rvasi otototot proksimal, kumparan otot pada leher dan otot-otot punggung (otot-otot postural).
Sistem
vestibular
bereaksi
sangat
cepat
sehingga
membantu
mempertahankan keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot postural (Canan, t.t).
14
c) Somatosensoris
Sistem somatosensoris terdiri dari taktil atau proprioseptif serta persepsikognitif. Informasi propriosepsi disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis medula spinalis. Sebagian besar masukan (input) proprioseptif menuju serebelum, tetapi ada pula yang menuju ke korteks serebri melalui lemniskus medialis dan talamus (Irfan, 2010). Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang sebagian bergantung pada impuls yang datang dari alat indra dalam dan sekitar sendi. Alat indra tersebut adalah ujung-ujung saraf yang beradaptasi lambat di sinovia dan ligamentum. Impuls dari alat indra ini dari reseptor raba di kulit dan jaringan lain, serta otot di proses di korteks menjadi kesadaran akan posisi tubuh dalam ruang (Irfan, 2010). 2) Respon otot-otot postural yang sinergis (postural muscles response synergies)
Respon otot-otot postural yang sinergis mengarah pada waktu dan jarak dari aktivitas kelompok otot yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan kontrol postur. Beberapa kelompok otot baik pada ekstremitas atas maupun bawah berfungsi mempertahankan postur saat berdiri tegak serta mengatur keseimbangan tubuh dalam berbagai gerakan. Keseimbangan pad a tubuh dalam berbagai posisi hanya akan dimungkinkan jika respon dari otot-otot postural bekerja secara sinergi sebagai reaksi dari perubahan posisi, titik tumpu, gaya gravitasi, dan aligment tubuh (Nu groho, 2011). Kerja otot yang sinergi berarti bahwa adanya respon yang tepat (kecepatan dan kekuatan) suatu otot terhadap otot yang lainnya dalam melakukan fungsi gerak tertentu.
15
3) Kekuatan otot (muscle strength)
Kekuatan otot umumnya diperlukan dalam melakukan aktivitas. Semua gerakan yang dihasilkan merupakan hasil dari adanya peningkatan tegangan otot sebagai respon motorik. Kekuatan otot dapat digambarkan sebagai kemampuan otot menahan beban baik berupa beban eksternal (eksternal force) maupun beban internal (internal force). Kekuatan otot sangat berhubungan dengan sistem neuromuskuler yaitu seberapa besar kemampuan sistem saraf mengaktifasi otot untuk melakuk an kontraksi. Sehingga semakin banyak serabut otot yang teraktifasi, maka semakin besar pula kekuatan yang dihasilkan otot tersebut (Nugroho, 2011). Kekuatan otot dari kaki, lutut serta pinggul harus adekuat untuk mempertahankan keseimbangan tubuh saat adanya gaya dari luar. Kekuatan otot tersebut berhubungan langsung dengan kemampuan otot untuk melawan gaya garvitasi serta beban eksternal lainnya yang secara terus menerus mempengaruhi posisi tubuh (Nugroho, 2011). 4) Adaptive systems
Kemampuan adaptasi akan memodifikasi input sensoris dan keluaran motorik (output) ketika terjadi perubahan tempat sesuai dengan karakteristik lingkungan (Canan, t.t). 5) Lingkup gerak sendi ( joint range of motion)
Kemampuan sendi untuk membantu gerak tubuh dan mengarahkan gerakan terutama saat gerakan yang memerlukan keseimbangan yang tinggi (Nugroho, 2011).
16
2.1.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan 1) Pusat gravitasi ( Center of G ravity-COG )
Pusat gravitasi terdapat pada semua obyek, pada benda, pusat gravitasi terletak tepat di tengah benda tersebut. Pusat gravitasi adalah titik utama pada tubuh yang akan mendistribusikan massa tubuh secara merata. Bila tubuh selalu ditopang oleh titik ini, maka tubuh dalam keadaan seimbang. Pada manusia, pusat gravitasi berpindah sesuai dengan arah atau perubahan berat. Pusat gravitasi manusia ketika berdiri tegak adalah tepat di atas pinggang diantara depan dan belakang vertebra sakrum ke dua. Derajat stabilitas tubuh dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu : ketinggian dari titik pusat gravitasi dengan bidang tumpu, ukuran bidang tumpu, lokasi garis gravitasi dengan bidang tumpu, serta berat badan (Nugroho, 2011). Pusat geometris dari sebuah objek sama dengan pusat gravitasi. Tubuh manusia bersifat dinamis, terus bergerak dari satu posisi ke posisi lain. Keseimbangan statis memiliki pergerakan kecil pada base-nya. Hal tersebut dapat dilihat pada individu yang sedang berdiri tegak pada poros gravitasi (Piscopo and Baley, 1981). 2) Garis gravitasi ( Line of Gravity-LOG )
Garis gravitasi merupakan garis imajiner yang berada vertikal melalui pusat gravitasi dengan pusat bumi. Hubungan antara garis gravitasi, pusat gravitasi dengan bidang tumpu adalah menentukan derajat stabilitas tubuh. Garis gravitasi didefinisikan sebagai garis imajiner yang melewati pusat objek gravitasi. Garis gravitasi lewat pusat geometris dari base of support pada posisi keseimbangan. Kontrol postur keseimbangan berdiri tegak membentuk garis gravitasi berakhir pada base-nya (Piscopo and Baley, 1981).
17
Gambar 2.1 Garis gravitasi (Army, 2012)
3) Bidang tumpu ( Base of Support-BOS )
Bidang tumpu merupakan bagian dari tubuh yang berhubungan dengan permukaan tumpuan. Ketika garis gravitasi tepat berada di bidang tumpu, tubuh dalam keadaan seimbang. Stabilitas yang baik terbentuk dari luasnya area bidang tumpu. Semakin besar bidang tumpu, semakin tinggi stabilitas. Misalnya berdiri dengan kedua kaki akan lebih stabil dibanding berdiri dengan satu kak i. Semakin dekat bidang tumpu dengan pusat gravitasi, maka stabilitas tubuh makin tinggi. Posisi keseimbangan statis memiliki base of support yang luas, ketika tumpuan dipersempit cenderung sulit untuk menjaga garis gravitasi selama hal tersebut dilakukan. Berdiri menggunakan satu kaki akan sulit jika dibandingkan dengan berdri dua kaki. Hal tersebut terjadi karena garis gravitasi yang terkonsentrasi langsung di bawah satu kaki tersebut (Piscopo and Bale y, 1981).
18
Gambar 2.2 Bidang Tumpu (William, et al. t.t.)
4) Reflek
Untuk memelihara keseimbangan dan melakukan aktivitas yang bertujuan saat berdiri dan berjalan, seseorang harus mampu untuk secara aktif mengontrol gerakan pusat gravitasi di bagian bawah abdomen, terdapat 3 sendi. Luasnya variasi pola gerakan dari sudut tersebut (sendi panggul, sendi lutut dan sendi pergelangan kaki) berguna untuk menggerakan pusat gravitasi. Pola gerakan fungsional yang efektif dari sendi pergelangan kaki, sendi lutut dan sendi panggul mengarah pada beberapa pola relatif yang secara umum dikenal dengan strategi gerakan postural (Jalalin, 2000). Dengan metodologi platform yang bergerak, telah dapat diidentifikasi paling sedikit 3 jenis strategi respon postural reaktif yang digunakan untuk memulihkan keseimbangan.
19
Gambar 2.3 Strategi postural reaktif A. Strategi pergelangan kaki, B. Strategi pinggul, C. Strategi menunda, D. Strategi melangkah (Jalalin, 2000)
a) Strategi pergelangan kaki ( ankel strategy )
Menggambarkan kontrol goyangan postural dari ankle dan kaki. Gerakan pusat gravitasi tubuh pada strategi pergelangan kaki dengan membangkitkan putaran pergelangan kaki terhadap permukaan penyangga dan menetralkan sendi lutut dan sendi panggul untuk menstabilkan sendi proksimal tersebut. Pada strategi ini kepala dan panggul bergerak dengan arah dan waktu yang sama dengan gerakan bagian tubuh lainnya di atas kaki. Pada respon goyangan ke belakang, respon sinergis otot normal pada strategi ini mengaktivasi otot tibialis anterior, otot quadrisep diikuti otot abdominal. Pada goyangan ke depan, mengaktifkan otot gastroknemius, hamstring dan otot-otot ekstensor batang tubuh (Jalalin, 2000). Strategi ini berguna apabila goyangan kecil, lambat dan dekat dengan garis tengah. Strategi ini terjadi pada permukaan luas dan stabil. Cukup untuk memberikan tekanan melawannya untuk menghasilkan gaya yang dapat mengimbangi goyangan untuk stabilisasi tubuh (Jalalin, 2000).
20
b) Strategi pinggul ( hip st hip strat rate egy )
Menggambarkan kontrol goyangan postural dari pelvis dan trunkus. Kepala dan pinggul melalui arah yang berlawanan. berlawana n. Strategi pinggul, mengandalkan mengand alkan inertia dan gerakan batang tubuh yang cepat untuk membangkitkan gaya gesek / gerakan horizontal melawan landasan penyangga untuk menggerakkan pusat gravitasi. Pada keadaan ini bila permukaan landasan penyangga digerakkan ke belakang, subyek miring ke depan pada sendi panggul dengan mengaktifkan otot-otot abdominal dan otot quadrisep, tibialis anterior. Strategi ini di observasi bila goyangan besar, cepat dan mendekati batas stabilitas, atau jika berdiri pada permukaan sempit dan tak stabil untuk memberikan pengimbangan tekanan (Jalalin, 2000). c) Strategi melangkah ( str str api ng str str ategy ) dan menjangkau
Menggambarkan tahap dengan kaki atau menjangkau dengan lengan dalam mencoba untuk memperbaiki landasan penyangga baru dengan mengaktifkan anggota gerak bila titik berat melampaui landasan penyangga semula. Strategi melangkah digunakan dalam respon terhadap gangguan yang menyebabkan subyek goyang melebihi batas stabilitas. Dalam keadaan demikian melangkah yang harus diambil untuk mendapatkan kembali keseimbangan (Jalalin, 2000). d) Strategi menunda ( susp suspe ensor nsor y str str ategy )
Menggambarkan keadaan menurunkan pusat gravitasi ke arah dasar landasan penyangga melalui gerakan flexi anggota gerak bawah secara bilateral, atau gerakan berjongkok ringan. Dengan memperpendek jarak antara pusat gravitasi dan landasan penyangga yang diperlukan agar dapat mengontrol kegiatan kombinasi
21
stabilisasi dan mobilisasi seperti pada saat menggapai benda dengan posisi berdiri (Jalalin, 2000). 2.1.3 Keseimbangan statis berdiri
Pada posisi berdiri seimbang, susunan saraf pusat berfungsi untuk m enjaga pusat massa tubuh (center (center of body mass) mass) dalam keadaan stabil dengan batas bidang tumpu tidak berubah kecuali tubuh membentuk batas bidang tumpu lain (misalnya : melangkah). Pengontrol keseimbangan pada tubuh tubu h manusia terdiri dari tiga komponen penting, yaitu sistem informasi sensorik (visual, vestibular dan somatosensoris), central processing dan dan efektor. Pada sistem informasi, visual berperan dalam contras sensitifity (membedakan sensitifity (membedakan pola dan bayangan) dan membedakan jarak.
Selain itu masukan (input ) visual
berfungsi sebagai kontrol keseimbangan, pemberi informasi, serta memprediksi datangnya gangguan. Bagian vestibular berfungsi sebagai pemberi informasi gerakan dan posisi kepala ke susunan saraf pusat untuk respon sikap dan memberi keputusan tentang perbedaan gambaran visual dan gerak yang sebenarnya. Masukan (input) proprioseptor pada sendi, tendon dan otot dari kulit di telapak kaki juga juga merupakan hal penting untuk mengatur keseimbangan saat berdiri statis maupun dinamik (Army, 2012). Central processing berfungsi untuk memetakan lokasi titik gravitasi, menata respon sikap, serta mengorganisasikan respon dengan sensorimotor. Selain itu, efektor berfungsi sebagai perangkat biomekanik untuk merealisasikan renspon yang telah terprogram di pusat, yang terdiri dari unsur lingkup gerak sendi, kekuatan otot, alignment sikap, serta stamina (Army, 2012).
22
Postur adalah posisi atau sikap tubuh. Tubuh dapat membentuk banyak postur yang memungkinkan tubuh dalam posisi yang nyaman selama mungkin. Pada saat berdiri tegak, tegak, hanya terdapat gerakan kecil yang muncul dari tubuh, yang biasa di sebut dengan ayunan tubuh. Luas dan arah ayunan di ukur dari permukaan tumpuan dengan menghitung gerakan yang menekan di bawah telapak kaki, yang yang di sebut pusat tekanan (center of pressure-COP). pressure-COP). Jumlah ayunan tubuh ketika berdiri tegak di pen garuhi oleh faktor posisi kaki dan lebar dari bidang tumpu (Nugroho, 2011). Posisi tubuh ketika berdiri dapat dilihat kesimetrisannya dengan : kaki selebar sendi pinggul, lengan di sisi tubuh, dan mata menatap ke depan. Walaupun posisi ini dapat dikatakan sebagai posisi yang paling nyaman, tetapi tidak dapat bertahan lama, karena seseorang akan segera berganti posisi untuk mencegah kelelahan (William, et al., t.t). 2.1.4 Sikap tubuh berdiri dalam kinesiologi
Ditinjau dari kinesiologi, berdiri statis dapat memiliki permasalahan. Sehingga dalam berdiri harus memiliki sikap dan keterampilan yang akan mengurangi dampak negatif atau risiko cedera. Oleh karena itu secara teknis berdiri yang baik dapat dilakukan dengan menempatkan center of gravity dan gravity dan bidang tumpu yang benar. Pada sikap berdiri normal manusia dewasa umumnya center of gravity gravity terletak setinggi vetrabrae sakralis ketiga atau setinggi ossa sacrum sebelah sacrum sebelah atas. Seorang wanita center of gravitry-nya gravitry-nya lebih rendah dari os sacrum, sacrum, itu karena panggul dan paha relatif lebih rendah, lebih berat dan tungkai lebih pendek dari laki-laki (Nugroho, 2011). Titik center of gravity menurut Groves and Camalone (1975) terdapat setinggi 57% dari tinggi badan laki – laki dan setinggi 55% dari tinggi badan perempuan.
23
Center of gravity pada seseornga dapat berubah – ubah sesuai dengan pergerakan dan postur tubuh yang terjadi. Sikap tubuh pada posisi anatomis adalah sikap tubuh paling stabil dan letak dari center of gravity terletak setinggi sakrum di depan promontorium yang melayang. Ini dapat berubah sesuai dengan berat badan, bidang tumpu, garis gravitasi dan faktor ekternal dari lingkungan sekitar. Tubuh akan terus memposisikan center of gravity agar terletak seimbang dengan posisi tubuh agar tetap mampu stabil, sehingga ketika terjadi gangguan yang menyebabkan terjadinya perubahan center of gravity tubuh akan merespon dengan gerakan – gerakan penyeimbang tubuh berupa reflek outomatik pada tubuh manusia. Stabilitas pada manusia tergantung pada base of support , base of support melibatkan titik kontak dengan penyangga dan daerah dua dimensi antara titik – titik kontak. Titik – titik kontak adalah bagian tubuh yang menyentuh permukaan penyangga. Contoh seperti tangan, kaki, lutut, atau kombinasi dari semuanya, termasuk seluruh tubuh. Ketika pusat gravitasi tubuh bergerak diluar area base of support maka dapat menyebabkan hilangnya stabilitas pada keseimbangan tubuh seseorang (Groves and Camalone, 1975). 2.1.5 Keseimbangan remaja
Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap segmen tubuh dengan didukung
oleh
sistem
muskuloskleletal
dan
bidang
tumpu.
Perkembangan
keseimbangan tubuh dipengaruhi oleh sistem informasi sensoris, respon otot – otot sensoris yang sinergis ( postural muscle response synergies), kekuatan otot (muscle strenght), adaptive system, lingkup gerak sendi (Suhartono, 2005).
24
Aktivitas fisik yang tidak ada (kurangnya aktivitas fisik) merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kronis, dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010). Sebagian besar remaja lebih suka makan makanan ringan tinggi kadar lemak dan menghabiskan minimal 30 jam per minggu menonton televisi. Hampir 50% dari orang dewasa muda dan remaja tidak melibatkan diri pada setiap jenis aktivitas fisik setiap hari. Setiap manusia memiliki potensi gerak yang dapat dikembangkan sampai maksimal, tetapi dalam kenyataannya gerak yang tersedia bukanlah gerak maksimal melainkan gerak aktual. Gerak aktual belum tentu dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam beraktifitas. Gerak ini bisa saja berlebih ataupun kurang, dan bahkan bisa juga tepat mencapai tujuan. Menurut Kepala Pusat Promosi Kesehatan Kemenkes pada hasil RISKESDAS tahun 2013 juga menunjukkan bahwa gaya hidup bermalas-malasan dan aktivitas fisik yang kurang, dapat menurunkan kemampuan tonus otot. Tonus otot sangat berperan dalam menjaga keseimbangan tubuh manusia. Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 memperlihatkan bahwa 48,2% penduduk Indonesia usia lebih dari 10 tahun kurang melakukan aktivitas fisik (Depkes RI, 2008). Pada usia remaja yang berlangsung antara 12 sampai 23 tahun mengalami banyak perkembangan dari berbagai aspek, khususnya ialah perkembangan keseimbangan.
25
2.2 Core Stability 2.2.1 Pengertian Core Stability
Stabilitas adalah sebuah proses dinamis yang melipu ti dua hal, yaitu posisi statis dan gerakan yang terkontrol. Core stability secara definisi adalah kemampuan untuk mengontrol posisi dan gerakan batang badan melalui panggul dan kaki untuk memungkinkan produksi optimal, transfer dan kontrol kekuatan dan gerakan ke segmen terminal dalam aktifitas rantai kinetik terintegrasi (Kibler, 2006). Core adalah daerah lumbo-pelvic-hip kompleks. Daerah core adalah letak atau tempat dari pusat perkenaan gaya gravitasi dan tempat dari awal semua gerakan. Efisiensi daripada core dimaksudkan untuk memelihara hubungan pemanjangan normal dari fungsi agonis dan antagonis, yang mana akan meningkatkan hubungan dari kedua kekuatan pada daerah lumbo-pelvic-hip complex (Kibler, 2006). Core stability menggambarkan kemampuan untuk mengontrol posisi dan pergerakan bagian tengah tubuh. Core stability ditergetkan pada otot – otot perut yang menghubungkan panggul, tulang belakang dan bahu, yang membantu dalam pemeliharaan potur yang baik dan memberikan dasar untuk semua gerakan lengan dan kaki (Akuthota, 2007). Core stability merupakan kemampuan untuk mengontrol posisi dan gerak dari trunk sampai pelvic yang digunakan untuk melakukan gerakan secara optimal, perpindahan, kontrol tekanan dan gerakan saat aktifitas. Core stability merupakan faktor penting dalam postural. Core stability menggambarkan kemampuan untuk mengontrol atau mengendalikan posisi dan gerakan porsi central pada tubuh yaitu : head and neck aligment, alignment of vertebral column thorax and pelvic
26
stability/mobility, ankle and hip strategies (Karren, 2008). Aktivitas core stability akan memelihara postur yang baik dalam melakukan gerak serta menjadi dasar untuk semua gerakan pada lengan dan tungkai dan berpengaruh terhadap stabilitas tubuh. Core stability adalah komponen penting dalam memberikan kekuatan lokal dan keseimbangan untuk memaksimalkan aktifitas secara efisien. Aktifitas otot – otot core merupakan kerja integrasi sebelum adanya suatu gerakan integrasi satu sendi atau banyak sendi, untuk mempertahankan stabilitas dan gerakan. Kerja core stability memberikan suatu pola adanya stabilitas proksimal yang digunakan untuk mobilitas pada distal. Pola proksimal ke distal merupakan gerakan berkesinambungan yang melindungi sendi pada distal yang digunakan untuk mobilisasi saat bergerak. Saat bergerak otot – otot core meliputi trunk dan pelvic, sehingga membantu dalam aktifitas, disertai perpindahan energi dari bagian tubuh yang besar hingga kecil selama aktifitas (Kibler, 2006). 2.2.2 Anatomi core stability
Core stability berpengaruh terhadap stabilitas. Pada aktifitasnya core stability dipengaruhi oleh otot-otot superficial (global) dan otot-otot deep (core). Otot - otot superficial (global)
dan
otot-otot
dalam
(core)
fungsi
utamanya
untuk
mempertahankan postur. Otot-otot global, yang multi segment, merupakan suatu hubungan besar yang merespon beban eksternal yang dikenakan pada trunk yang bergeser pada pusat massa tubuh (center of mass).
27
Global Muscle
Postural Stability Local /Deep Muscle
Gambar 2.4 Skema Postural Stability (Irfan, 2010)
Reaksi dari core stability exercise adalah reaksi yang spesifik untuk mengontrol orientasi pada spinal. Otot – otot global tidak mampu untuk melakukan stabilisasi pada individual segment spinal kecuali melalui penekanan beban pada vertebrae. Jika suatu individual segment tidak stabil, penekanan beban dari hubungn global dapat mengakibatkan atau menimbulkan nyeri sebagai stress yang terdapat pada jaringan inert pada akhir dari lingkup segmen tersebut.
Gambar 2.5 Postural Stability (Irfan, 2010)
1) Fungsi global muscle adalah: a) Menghubungkan kepala dan leher ke trunk b) Mentransfer beban eksternal antara trunk dan panggul
28
c) Pengendalian orientasi tulang belakang dalam ruang (global postural control ) d) Penghasil torsi besar e) Pada beban rendah, bertindak secara mandiri untuk memulai gerakan f) Pada beban tinggi, bertindak secara bilateral untuk menstabilkan trunk dengan splinting . g) Memiliki pengaruh langsung pada zona netral dan segmental kontrol g) Target oleh latihan dan kekuatan pelatihan umum h) Terlibat dalam strategi substitusi 2) Global muscle terdiri dari : a) m. Rectus abdominis b) m. Obliques external dan internal c) m. Quadratus lumborum (lateral portion) d) m. Erector spine e) m. Iliopsoas 3) Fungsi deep / lokal muscle adalah: a) Terletak dalam, dekat dengan pusat rotasi, yaitu ideal untuk mengendalikan gerak intersegmental b) Otot intersegmental kecil mungkin memiliki peran proprioseptif c) Peningkatan gerak zona netral menyimpang dapat diatasi oleh aktivitas sistem otot lokal/deep. d) Dalam situasi nyeri otot-otot ini mungkin tidak mampu mempertahankan kontraksi untuk terus melindungi tulang belakang.
29
e) Mikrotrauma berulang untuk jaringan, karena kurangnya kontrol otot yang mendalam, akhirnya dapat menyebabkan kerusakan cukup untuk memicu nociceptors dan menyebabkan rasa sakit. 4) Otot yang terkait pada lumbal spine hingga lokal muscle adalah: a) Transversus Abdominus b) Lumbar Multifidus c) Diaphragm d) Pelvic Floor
Gambar 2.6 Deep Muscle (Irfan, 2010)
Target utama dari core stability adalah otot yang letaknya lebih dalam (deep muscle) pada abdomen, yang terkoneksi dengan tulang belakang (spine), panggul ( pelvic) dan bahu ( shoulder ).
30
Gambar 2.7 Target Core Stability (Irfan, 2010)
Reaksi spesifik untuk mengontrol orientasi pada spinal. Otot-otot global tidak mampu untuk melakukan stabilisasi pada individual segmentspinal kecuali melalui penekanan beban pada vertebrae. Jika satu segment tidak stabil, maka penekanan beban dapat mengakibatkan atau menimbulkan sebuah situasi nyeri sebagai stres yang terdapat pada jaringan inert pada akhir dari lingkup segmen tersebut. Otot-otot global dan otot-otot core memiliki beberapa lapisan, bila kita berikan stimulasi pada bagian otot core tersebut dapat memberikan pengaruh terhadap respon arah gerakan. Otototot ini memberikan dinamik support ke suatu segment spine dan membantu menjaga setiap segment pada posisi stabil sehingga jaringan inert tidak mengalami stres pada keterbatasan gerak. Baik otot-overload otot global dan otot-otot core berperan dalam memberikan stabilisasi ke multi segment pada spine. Hal tersebut menunjukkan bahwa hanya dengan stabilitas postur (aktifasi otot – otot core stability) yang optimal, maka mobilitas pada ekstremitas dapat dilakukan dengan efisien (Irfan, 2010). 2.2.3
Efek latihan core stability
2.2.3.1 Jaringan otot Mekanisme perubahan yang mengakibatkan terjadinya peningkatan level tension pada otot, merupakan suatu hasil kerja dari kontraksi otot. Kontraksi otot
31
tersebut disertai pula dengan adanya peningkatan motor rekuitment yang selanjutnya akan menghasilkan output tenaga yang bersal dari kontraksi otot yang meningkat. Peningkatan rekuitment motor unit terdepolarisasi selama latihan. Hal ini merupakan neuralmechanism selama 2-6 minggu. Minggu pertama disertai peningkatan rekuitment dan motor unit excitability, dengan banyaknya jumlah motor unit yang terdepolarisasi akan menghasilkan kekuatan otot yang besar. Saat latihan terjadi kerja pada otot berupa peningkatan besarnya tegangan (panjangnya sarcomer otot) yang menimbulkan adanya perubahan otot saat terjadinya kontraksi yang kemudian dilanjutkan dengan adanya perubahan ukuran otot berupa hipertropi, semakin besar diameter serabut otot akan semakin besar kontraksi otot. Peningkatan hipertropi otot merupakan restrukturisasi pada jaringan otot sebagai peningkatan fungsional pada masa otot. Latihan memberikan peningkatan kerjasama atau koordinasi intermusculer antara group otot yang berbeda sehingga terjadi peningkatan efisiensi gerakan koordinasi yang terjadi pada 2 sampai 3 minggu pertama setelah latihan rutin. Kemudian,
dihasilkan
berupa
meningkatnya
kerjasama
serabut
otot
untuk
meningkatkan produksi tenaga, perubahan ini terjadi selama 4 – 6 minggu waktu latihan. 2.2.3.2 Sendi Salah satu stabilisator tubuh yang juga berperan penting terhadap keseimbangan statis tubuh adalah sendi. Sendi merupakan salah satu stabilisator pasif yang diikat oleh ligamen. Pada pertahanan keseimbangan diperlukan suatu kondisi sendi yang stabil dan tanpa adanya nyeri, karena jika terdapat keluhan tersebut akan
32
mengurangi kemampuan sendi dalam melakukan suatu gerakan. Gerakan yang dilakukan oleh sendi diperoleh melalui stimulus proprioseptif terhadap posisi dan gerak yang akan dilakukan. Dengan adanya propriosepsi pada sendi tersebut maka ketika melakukan latihan, sendi akan lebih stabil karena ditunjang juga oleh kekuatan otot (penggerak sendi) dan stabilitas dari ligament (mengarahkan serta membatasi gerak sendi). Yang bearti bahwa selain meningkatkan kekuatan otot dan stabiltas ligament tetapi meningkatkan stabilitas pada sendi. 2.2.4
Bentuk latihan core stability
Menurut Akuthota (2007) latihan core stability adalah sebagai berikut: 2.2.4.1 Crunches a) Berbaring telentang dengan lutut ditekuk dan kaki datar di lantai. b) "Crunch"
atau
fleksi
trunk ,
untuk
mengangkat
bahu
dari
lantai.
Cobalah untuk tidak menggunakan otot-otot fleksor pinggul untuk melakukan gerakan ini, atau gunakan lengan untuk menarik kepala. c) Intensitas
: berat badan
d) Repitasi/set : 10RM/3set e) Time
: 3 menit
f) Frekuensi
: 3 x seminggu
2.2.4.2 Dynamic leg and back a) Asumsikan posisi yang sama seperti untuk " static leg and back ". b) Turunkan panggul tetapi tidak memungkinkan untuk memiringkan atau menyentuh lantai ini harus lambat, gerakan terkontrol. c) Kembali ke posisi semula, mengembalikan garis lurus dari bahu sampai kaki.
33
d) Intensitas
: berat badan
e) Repitasi/set : 10RM/3set f) Time
: 3 menit
g) Frekuensi
: 3 x seminggu
2.2.4.3 “Superman” a) Seimbangkan tangan dan lutut pada lantai. Punggung harus rata dan pinggul sejajar dengan lantai. b) Angkat
lengan
kanan
ke
depan
dan
mengangkat
kaki
kiri
belakang, menjaganya agar tetap lurus. c) Tahan selama 30 detik dan kemudian ulangi di sisi lain. d) Frekuensi 3 x seminggu 2.2.4.4 Static leg and back a) Berbaring telentang dengan lutut membungkuk dan kaki rata di lantai. b) Angkat panggul sehingga membentuk posisi jembatan dengan garis lurus berjalan dari bahu ke lutut. c) Angkat kaki kanan dari lantai dan memperpanjang sehingga melanjutkan garis lurus harus dapat merasakan panggul kiri, punggung, dan perut bagian bawah bekerja untuk menjaga posisi. d) Tahan selama 30 detik kemudian ulangi pada kaki yang lain. e) Frekuensi 3 x seminggu f) Pastikan bahwa panggul tidak miring sama sekali, sementara kaki dinaikkan. Pinggul harus sejajar setiap saat.
34
2.2.3.5 Hundreds a) Berbaring telentang dengan tangan di sisi tubuh. Angkat kaki dan tekuk sehingga membentuk sudut siku-siku di pinggul dan lutut. b) Fokus pada menjaga pinggul dan kaki benar-benar diam dan punggung rata c) Intensitas : berat badan d) Repitasi/set : 10RM/3set e) Time
: 3 menit
f) Frekuensi : 3 x seminggu 2.2.5 Core stability exercise terhadap keseimbangan statis
Keseimbangan statis dipengaruhi oleh postur tubuh, sistem informasi sensorik (visual, vestibular dan somatosensoris), central processing dan efektor. Postur tubuh yang baik dapat meningkatkan keseimbangan statis pada remaja. Sehingga dapat meminimalisir tingkat terjadinya cidera pada remaja. Latihan untuk memperbaiki postur tubuh adalah salah satunya dengan core stability exercise yaitu bentuk latihan dimana memperkuat dan menyeimbangkan kinerja otot – otot core yaitu otot global dan deep muscle. Sehingga dengan postur tubuh yang baik akan dihasilkan keseimbangan tubuh yang baik pula. Core stability exercise merupakan suatu latihan yang menggunakan kemampuan dari trunk , lumbal spine, pelvic, hip, otot – otot perut, dan otot- otot kecil sepanjang spine. Otot – otot tersebut bekerja bersama untuk membentuk kekuatan yang bertujuan mempertahankan spine sesuai dengan garis tubuh yang simetri dan menjadi lebih stabil. Ketika spine kuat dan stabil memudahkan tubuh untuk bergerak secara efektif dan efisien.
35
Latihan core stability dapat membentuk kekuatan otot – otot postural, hal ini akan meningkatkan stabilitas pada trunk dan postur, sehingga dapat meningkatkan keseimbangan. Pada latihan core stability terjadi peningkatan fleksibilitas. Hal ini terjadi karena pada saat suatu otot berkontraksi, maka terjadi penguluran atau stretch pada otot – otot antagonisnya atau otot berlawanan. Selain itu kekuatan dan fleksibilitas keduanya memiliki saling keterkaitan.
2.3 Ankle Strategy 2.3.1 Pengertian ankle strategy exercise
Ankle strategy exercise adalah latihan yang menggambarkan kontrol goyangan postural dari ankle dan kaki. Gerakan pusat gravitasi tubuh pada ankle strategy dengan membangkitkan putaran ankle terhadap permukaan penyangga dan menetralkan sendi lutut dan sendi panggul untuk menstabilkan sendi proksimal tersebut. Pada strategi ini kepala dan panggul bergerak dengan arah dan waktu yang sama dengan gerakan bagian tubuh lainnya diatas kaki. Pada respon goyangan ke belakang, respon sinergis otot normal pada strategi ini mengaktivasi otot tibialis anterior, otot quadrisep diikutim otot abdominal. Pada goyangan ke depan, mengaktifkan otot gastroknemius, hamstring dan otot-otot ekstensor batang tubuh (Jalalin, 2000). Strategi ini berguna apabila goyangan kecil, lambat dan dekat dengan garis tengah. Strategi ini terjadi pada permukaan luas dan stabil. Cukup untuk memberikan tekanan melawannya untuk menghasilkan gaya yang dapat mengimbangi goyangan untuk stabilisasi tubuh (Jalalin, 2000).
36
2.3.2 Fungsi ankle strategy exercise
Ankle strategy exercise bermanfaat untuk meningkatkan keseimbangan para remaja setelah mengalami gangguan keseimbangan. Dalam menggunakan ankle strategy, tubuh bagian atas dan bawah bergerak dalam arah dan fase yang sama. Itu karena jumlah tenaga yang dapat dihasilkan oleh otot – otot sekitar sendi pergelangan kaki relatif kecil. Ankle strategy umumnya digunakan untuk mengontrol gerakan bergoyang ketika berdiri tegak atau bergoyang melalui rentang gerakan yang sangat kecil. Ankle strategy digunakan pada tingkat bawah sadar untuk mengembalikan keseimbangan setelah cidera kecil atau dorongan (Mackey and Robinovitch, 2006). Faktor – faktor yang membatasi kemampuan untuk menggunakan gerakan ankle strategy yang efektif memerlukan: jangkauan gerak yang memadai dan kekuatan sendi pergelangan kaki, alas atau permukaan alas yang luas, tingkat sensasi yang baik pada kaki dan pergelangan kaki (Mackey and Robinovitch, 2006). 2.3.3 Anatomi dan bentuk latihan ankle strategy exercise
Gambar 2.8 Ankle strategy (Shumway and emerita, t.t.)
Balance strategy digunakan untuk mengontrol tubuh ketika terjadi goyangan postural yang berbeda dalam arah gerakan korektif. Hal tersebut dilakukan untuk
37
menggeser pusat massa relatif terhadap informasi somatosensori. Misalnya, dengan ankle strategy gerakan maju di kepala dan batang posisi menyertai pergeseran ke depan di tengah-tengah massa. Dengan strategi pinggul, gerakan mund ur di kepala dan batang posisi menyertai pergeseran ke depan di tengah-tengah massa (Shumway and Emerita, t.t ). 2.3.4.1 Latihan ankle strategy antara lain:
1) Ankle strategy gerakan kepala maju dan tubuh menyertai pergeseran ke depan ditengah – tengah massa. Pada posisi ankle strategy mengaktivasi otot gastrocnemius, hamstring, dan otot punggung. a) Intensitas
: berat badan
b) Repitisi/set : 10RM/3set c) Time
: 3 menit
d) Rest
: 1 menit/set
e) Frekuensi
: 3 x seminggu
2) Ankle strategy gerakan kepala mundur dan tubuh menyertai pergeseran kebelakang ditengah – tengah massa. Pada posisi ankle strategy mengaktivasi otot tibialis anterior, quadriceps, m. abdominis a) Intensitas : berat badan b) Repitisi/set : 10RM/3set c) Time
: 3 menit
d) Rest
: 1 menit/set
38
e) Frekuensi : 3 x seminggu 3) Ankle strategy gerakan kepala kesamping kanan dan tubuh menyertai pergeseran kesamping ditengah – tengah massa tubuh. Pada posisi ankle strategy mengaktivasi otot vastus medialis tungkai atas kanan, rombodeus lateral sinistra, sternocleidomastoideus sinistra. a) Intensitas
: berat badan
b) Repitisi/set : 10RM/3set c) Time
: 3 menit
d) Rest
: 1 menit/set
e) Frekuensi
: 3 x seminggu
4) Ankle strategy gerakan kepala kesamping kiri dan tubuh menyertai pergeseran kesamping ditengah – tengah massa tubuh. Pada posisi ankle strategy mengaktivasi otot vastus medialis tungkai atas kiri, rombodeus lateral dekstra, strenocleidomastoideus dekstra. a) Intensitas
: berat badan
b) Repitisi/set : 10RM/3set c) Time
: 3 menit
d) Rest
: 1 menit/set
e) Frekuensi
: 3 x seminggu
2.3.4 Ankle strategy exercise terhadap keseimbangan statis
Ankle strategy exercise digunakan untuk mengontrol bergoyang postural berbeda dalam arah gerakan korektif dilakukan untuk menggeser pusat massa relatif terhadap informasi somatosensori. Ankle strategy exercise dengan gerakan maju pada
39
kepala dan batang posisi menyertai pergeseran ke depan di tengah-tengah massa (Shumway and Emerita, t.t). Ankle strategy exercise bekerja menstimulus kerja otot – otot postural sehingga akan menstabilkan posisi tubuh ketika menerima goyangan d ari luar tubuh. Keseimbangan merupakan interaksi yang kompleks dan integrasi/interaksi sistem sensorik (vestibular, visual, dan somatosensorik termasuk propioseptor) dan muskuloskeletal (otot, sendi dan jaringan lunak lain) yang di modifikasi/di atur dalam otak (kontrol motorik, sensorik, basal ganglia, cerebellum, dan area asosiasi) sebagai respon terhadap perubahan kondisi ekternal dan internal. Sehingga untuk mengoptimalkan kerja sistem keseimbangan salah satunya dengan meningkatkan kerja sistem muskuloskeletal. Ankle strategy exercise adalah bentuk latihan dengan menstimulus sistem muskuloskeletal tubuh manusia sehingga dengan memberikan ankle strategy exercise dapat mengoptimalkan sistem keseimbangan tubuh.
2.4 F uncional Reach Test
Functional reach test adalah jarak maksimum yang seseorang dapat mencapai sambil berdiri tanpa adanya perubahan letak based of support . Functional reach test adalah ukuran sederhana berdiri sementara mencapai keseimbangan. Hal ini dapat dilakukan di klinik terapi fisik atau di rumah, tapi hati-hati harus digunakan karena dapat menyebabkan kehilangan keseimbangan saat melakukan tes (Sears, 2013).
40
Functional reach test merupakan jarak maksimal seseorang dapat mencapai maju melampaui lengan panjang sambil mempertahankan basis dukungan tetap dalam posisi berdiri dan memiliki validitas prediktif dan konkuren yang baik (Palsbo, 2007). Functional reach test adalah alat untuk mengukur jarak maksimal seseorang dapat mencapai maju melampaui lengan panjang sambil mempertahankan kaki ditanam dalam posisi berdiri. Menurut Duncan 1990, functional reach test memiliki tingkat reabilitas dan validitas yang sangat tinggi. Yaitu reabilitas r = 89 dan validitas r = 71. Tabel 2.1 Normative score Functional R each Test : Age Male mean (cm) Female mean (cm) 20-24 42 37 41-69 38 35 70-87 33 27
Alat ukur functional reach test dapat digunakan dalam penelitian ini karena dalam melakukan pengukuran menggunakan functional reach test adalah pergerakan dimana bidang tumpu tetap dalam posisi awal tetapi tubuh mengalami pergerakan maju ke depan dengan lengan posisi fleksi. Sehingga alat ukur ini memacu kerja dari otot – otot postural tubuh untuk tetap mempertahankan perubahan center of gravity dimana tubuh mengalami ketidakstabilan. Proses mempertahankan posisi ini menjadi tolak ukur seberapa besar tubuh seseorang mampu mempertahankan posisi tubuh dalam posisi tetap stabil dengan perubahan center of gravity. Letak center of gravity laki – laki setinggi 57% dari tubuh dalam posisi berdiri tegak. Letak center of gravity pada wanita setinggi 55% dari tubuh dalam posisi berdiri tegak. Ini dapat berubah sesuai dengan perubahan sikap tubuh dan tubuh secara otomatis akan berusaha untuk menjaga posisi agar tetap stabil (Groves and Camalone, 1975).
41
Posisi pengukuran pada alat ukur functional reach test harus diawali dengan sikap tubuh berdiri sempurna sesuai dengan anatomi tubuh. Posisi itu adalah posisi paling stabil ketika berdiri statis. Dimana base of support, line of gravity dan center of gravity terletak paling stabil (Groves and Camalone, 1975). Seseorang mampu menjaga kestabilan tubuh jika reseptor di kulit, di mata, di sendi, di otot, di kanalis semikularis dan organ otolit mampu menerima dan meneruskan input sensoris tersebut ke nuklus vestibularis dengan baik agar mampu dilakukan proses untuk koordinasi pada cerebellum sehingga tercipta output ke motorik otot ektremitas dan b adan, output ke neuron motorik otot mata eksternal dan output k e SSP dengan baik sehingga terjadi pemeliharaan keseimbangan dan postur yang diinginkan, kontrol gerakan mata, persepsi gerakan dan orientasi (Sherwood, 2002). Dengan gerakan pada alat ukur functional reach test mengaktifasi kerja dari seluruh mekanisme kerja keseimbangan statis.
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Berpikir
Remaja saat ini memiliki gaya hidup yang sedikit melibatkan aktivitas fisik sehingga mengalami ketidakoptimalan keseimbangan pada remaja. Keseimbangan adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan posisi dan kestabilan postur. Aktivitas motorik dipengaruhi oleh lingkungan dan sistem regulasi yang berperan dalam pembentukan keseimbangan. Keseimbangan tubuh secara internal dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain somatosensoris, kekuatan otot, fleksibilitas sendi dan bidang tumpu. Kemajuan teknologi sangat memudahkan para remaja dalam mengakses berbagai informasi, berbagai fasilitas seperti jejaring sosial yang marak beredar pada media elektronik. Kemudahan – kemudahan yang didapat dalam keseharian memberikan dampak berupa terbatas dan kurang aktivitas fisik pada remaja. Aktifitas fisik yang kurang dapat menyebabkan kelemahan tonus otot sehingga keseimban gan pada remaja tidak optimal. Keseimbangan remaja yang tidak optimal akan meningkatkan risiko cedera yang akan dialami oleh remaja ketika mengikuti aktivitas yang berat. Mahasiswa termasuk remaja yang cenderung kurang bergerak akibat teknologi seperti pada mahasiswa S1 Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta. Tugas – tugas dan materi yang diberikan oleh dosen dapat diakses dengan mudah menggunakan media internet sehingga mahasiswa kurang melakukan aktifitas fisik sehingga mengalami ketidakoptimalan keseimbangan tubuh.
42
43
Mahasiswa semester empat pada program studi S1 Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta akan menghadapi praktikum physical fitness sehingga perlu latihan untuk mengoptimalkan keseimbangan pada mahasiswa yang mengalami ketidakoptimalan keseimbangan sehingga dapat meminimalisir tingkat kejadian cedera pada mahasiswa. Cedera yang diakibatkan karena tidak optimal sistem keseimbangan adalah terkilir, patah tulang, sprain, strain, dan tergores pada kulit . Keseimbangan statis dapat ditingkatkan dengan core stability exercise dan ankle strategy exercise. Pemberian latihan core stability exercise dapat meningkatkan dan menstabilkan kerja global muscle dan deep muscle pada otot core dan mengontrol posisi dan pergerakan tubuh bagian tengah. Core stability exercise mentargetkan otot penghubung antara panggul, tulang belakang dan bahu sehingga pergerakan tubuh dapat optimal. Pemberian ankle strategy exercise dapat meningkatkan kerja otot – otot postural agar dapat menstabilkan posisi tubuh manusia dan merangsang tubuh untuk dapat mengontrol setiap goyangan yang diterima oleh tubuh sehingga tubuh mampu untuk mempertahankan posisi tubuh. Penelitian ini untuk mengetahui manfaat pelatihan core stability exercise dan ankle strategy exercise jika kedua latihan tersebut di lakukan penelitian kombinasi. Dibandingkan dengan pemberian core stability exercise saja. Sehingga dapat diperoleh manfaat dan efisiensi waktu latihan pada program peningkatan keseimbangan statis tubuh manusia.
44
3.2 Kerangka Konsep Penelitian Mahasiswa S1 Fisioterapi - Kurang olah raga - Kurang aktivitas fisik - Bermalas-malasan
Keseimbangan tubuh tidak optimal
Core stability exercise
Ankle strategy exercise
Keseimbangan tubuh statis yang optimal
Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep 3.3 Hipotesis
Pelatihan kombinasi core stability exercise dan ankle strategy exercise lebih meningkatkan dari core stability exercise untuk keseimbangan statis pada mahasiswa S1 Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta.
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian yang digunakan
adalah Randomized Pre and Post Test Control Group Design yaitu
membandingkan antara perlakuan dua kelompok. Kelompok pertama yaitu core stability exercise. Kelompok kedua yaitu pelatihan kombinasi core stability exercise dan ankle strategy exercise. Masing-masing kelompok terdiri dari 8 orang. Sehingga dapat disusun suatu rancangan penelitian sebagai berikut:
Gaambar 4.1 Rancangan Penelitian
Keterangan : P : Populasi S : Sampel R : Randomisasi RA : Random Alokasi KP-1 : Kelompok perlakuan-1 (core stability exercise untuk mengoptimalkan keseimbangan statis) KP-2 : Kelompok perlakuan-2 (core stability exercise dan ankle strategy exercise untuk mengoptimalkan keseimbangan statis)
45
46
O1 O2 O3
O4
: Obsevasi data awal keseimbangan statis pada kelompok-1 (core stability exercise untuk mengoptimalkan keseimbangan statis) : Obsevasi data akhir keseimbangan statis pada kelompok-1 (core stability exercise untuk mengoptimalkan keseimbangan statis) : Obsevasi data awal keseimbangan statis pada kelompok-2 (core stability exercise dan ankle strategy exercise untuk mengoptimalkan keseimbangan statis) : Obsevasi data akhir keseimbangan statis pada kelompok 2 (core stability exercise dan ankle strategy exercise untuk mengoptimalkan keseimbangan statis)
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta selama 6 minggu terhitung mulai bulan April sampai Juni 2014. Perlakuan yang diberikan pada responden dilakukan sebanyak tiga kali seminggu.
4.3 Penentuan Sumber Data
4.3.1 Populasi Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa S1 Fisioterapi semester 4 Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta tahun 2014 sejumlah 63 mahasiswa. 4.3.2 Sampel Sampel penelitian dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut: 4.3.2.1 Kriteria Inklusi a) Mahasiswa Fisioterapi semester 4 yang akan menghadapi praktikum physical fitness. b) Bersedia sebagai subjek penelitian dari awal sampai akhir, dengan menandatangani surat persetujuan bersedia sebagai sampel.
47
c) Remaja dengan
ketidakoptimalan
keseimbangan
statis sesuai
dengan
pemeriksaan keseimbangan pada p enelitian ini. d) Tidak sedang mengalami cedera fisik. 4.3.2.2 Kriteria Eksklusi a) Memiliki riwayat cedera pada otak b) Memiliki keterbatasan gerak pada tungkai c) Memiliki gangguan penglihatan atau pendengaran. 4.3.4 Besar Sampel Untuk menentukan besaran sampel maka digunakan rumus Pocock (2008) sebagai berikut :
Keterangan : n = σ = µ1 = µ2 = = α β
jumlah sampel simpang baku rerata nilai pada kelompok kontrol rerata nilai pada kelompok perlakuan tingkat kesalahan I (ditetapkan 0,05) ; interval kepercayaan (1 – α) = 0,95 = tingkat kesalahan II (ditetapkan 0,20) tingkat kekuatan uji/power of test 0,80 = interval kepercayaan 7,9 (sesuai tabel Pocock)
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Najafabadi et al. (2013)
diperoleh nilai rerata µ1 = 3,55 dan standar deviasi σ = 0,44, sedangkan kelompok perlakuan dengan harapan 20% sesuai dengan ketentuan rumus Pocock didapatkan nilai µ2 = 4,38 . Dengan demikian dapat dihitung besaran sampel sebagai berikut:
48
n=
n= n=
2 (0,44)2 (4,26 – 3,55)2 2 (0,194) (0,71)2 0,388 0,50
x 7,9
x 7,9 x 7,9
n = 0,776 x 7,9 n = 6,13 Berdasarkan hasil perhitungan sampel di atas diperoleh jumlah sampel awal sebanyak 6,13, untuk mengantisipasi pengguguran responden maka hasil awal sampel di tambah 20% x 6,13 = 1,2, sehingga jumlah sampel adalah 6,13 + 1,2 = 7,26 dibulatkan 8 sampel. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa setiap kelompok memiliki jumlah sampel 8 orang. Kelompok pertama 8 orang dan kelompok kedua 8 orang, sehingga total sampel pada dua kelompok sebanyak 16 orang. 4.3.5 Teknik pengambilan sampel Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara sebagai berikut: 4.3.4.1 Melakukan pemilihan sejumlah sampel dari seluruh polulasi mahasiswa S1 Fisioterapi semester 4 di Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta berdasarkan kriteria inklusi. 4.3.4.2 Jumlah sampel yang terpilih, di seleksi lagi berdasarkan kriteria ekslusi. Sampel yang termasuk dalam kriteria penelitian ini didapatkan 16 mahasiswa yang sesuai dengan kriteria inklusi penelitian ini.
49
4.3.4.3 Mengadakan pemilihan besar sampel sebanyak 16 mahasiswa secara acak sederhana dari subjek yang terpilih tersebut (subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi di beri nomor urut yang berbeda sebanyak 16 mahasiswa). 4.3.4.4 Melakukan pembagian kelompok menjadi dua kelompok masing-masing kelompok sejumlah 8 mahasiswa. Pembagian kelompok dilakukan dengan cara acak sederhana. Selanjutnya kelompok-1 akan menerima perlakuan core stability exercise dan kelompok-2 akan menerima perlakuan kombinasi core stability exercise dan ankle strategy exercise.
4.4 Variabel Penelitian
4.4.1 Variabel bebas yang akan di teliti adalah pelatihan kombinasi core stability exercise dan ankle strategy exercise 4.4.2 Variabel terikat keseimbangan statis
4.5 Definisi Operasional Variabel
Yang termasuk di dalam definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah: 4.5.1. Core stability exercise 4.5.1.1 Crunches a) Berbaring telentang dengan lutut di tekuk dan kaki datar di lantai. b) "Crunch"
atau
fleksi
trunk ,
untuk
mengangkat
bahu
dari
lantai.
Cobalah untuk tidak menggunakan otot-otot fleksor pinggul untuk melakukan gerakan ini, atau gunakan lengan untuk menarik kepala. c) Intensitas
: berat badan
50
d) Repitasi/set : 10RM/3set e) Time
: 3 menit
f) Frekuensi
: 3 x seminggu
Gambar 4.2 Crunches (Akuthota, 2007)
4.5.1.2 Dynamic leg and back a) Asumsikan posisi yang sama seperti untuk " static leg and back ". b) Turunkan panggul tetapi tidak memungkinkan untuk memiringkan atau menyentuh lantai ini harus lambat, gerakan terkontrol. c) Kembali ke posisi semula, mengembalikan garis lurus dari bahu sampai kaki. d) Intensitas
: berat badan
e) Repitasi/set : 10RM/3set f) Time
: 3 menit
g) Frekuensi
: 3 x seminggu
Gambar 4.3 Dynamic leg and back (Akuthota, 2007)
51
4.5.1.3 “Superman” a) Seimbangkan tangan dan lutut pada lantai. Punggung harus rata dan pinggul sejajar dengan lantai. b) Angkat
lengan
kanan
ke
depan
dan
mengangkat
kaki
kiri
belakang, menjaganya agar tetap lurus. c) Tahan selama 30 detik dan kemudian ulangi di sisi lain. d) Frekuensi 3 x seminggu
Gambar 4.4 Superman (Akuthota, 2007)
4.5.1.4 Static straight legs a) Berbaring telentang dengan kaki bersama-sama dan lengan berada pada sisi tubuh. b) Menjaga kaki tetap lurus, angkat tumit sekitar 4 inci dari lantai. c) Tahan selama 1 menit, ulangi sebanyak 3 kali d) Frekuensi 3 x seminggu e) Jangan biarkan punggung melengkung. punggung harus rata di lantai
Gambar 4.5 Static straight legs (Akuthota, 2007)
52
4.5.1.5 Hundreds a) Berbaring telentang dengan tangan di sisi tubuh. Angkat kaki dan tekuk sehingga membentuk sudut siku-siku di pinggul dan lutut. b) Fokus pada menjaga pinggul dan kaki benar-benar diam dan punggung rata c) Intensitas
: berat badan
d) Repitasi/set : 10RM/3set e) Time
: 3 menit
f) Frekuensi
: 3 x seminggu
Gambar 4.6 H undreds (Akuthota, 2007)
4.5.2 Ankle strategy exercise 4.5.2.1 Ankle strategy gerakan kepala maju dan tubuh menyertai pergeseran kedepan ditengah – tengah massa. a) Intensitas
: berat badan
b) Repitisi/set : 10RM/3set c) Time
: 3 menit
d) Rest
: 1 menit/set
e) Frekuensi
: 3 x seminggu
53
Gambar 4.7 Ankle strategy exercise
4.5.2.2 Ankle strategy gerakan kepala mundur dan tubuh menyertai pergeseran ke belakang ditengah – tengah massa. a) Intensitas
: berat badan
b) Repitisi/set
: 10RM/3set
c) Time
: 3 menit
d) Rest
: 1 menit/set
e) Frekuensi
: 3 x seminggu
54
Gambar 4.8 Ankle strategy exercise kepala mundur
4.5.2.3 Ankle strategy gerakan kepala kesamping kanan dan tubuh menyertai pergeseran ke samping ditengah – tengah massa tubuh. a) Intensitas : berat badan b) Repitisi/set : 10RM/3set c) Time
: 3 menit
d) Rest
: 1 menit/set
e) Frekuensi : 3 x seminggu
55
Gambar 4.9 Ankle strategy exercise kepala ke samping kanan
4.5.2.4 Ankle strategy gerakan kepala ke samping kiri dan tubuh menyertai pergeseran ke samping ditengah – tengah masa tubuh. a)
Intensitas : berat badan
b)
Repitisi/set : 10RM/3set
c)
Time
: 3 menit
d)
Rest
: 1 menit/set
e)
Frekuensi : 3 x seminggu
56
Gambar 4.10 Ankle strategy exercise kepala ke samping kiri
4.5.3 Functional reach test (FRT) Petunjuk pelaksanaan functional reach test adalah sebagai berikut: a) Tandai garis di lantai. b) Jelaskan kepada peserta tentang prosedur test. c) Pasien diinstruksikan untuk berdiri di samping, tetapi tidak menyentuh dinding dan posisi lengan yang lebih dekat ke dinding pada 90 ° dari fleksi bahu dengan kepalan tangan tertutup atau seperti tinju. d) Posisi tungkai kanan dan kiri sejajar dengan bahu, pandangan lurus ke depan. e) Tempatkan garis horizontal berupa kayu atau mid-line di dinding dengan aman dan tepat f) 1 orang pendamping mengamati pergerakan tangan dan 1 orang pendamping bertugas mencatat posisi awal di kepalametacarpal ke-3 pada garis horizontal tersebut.
57
g) Minta pasien untuk "mencapai ke depan sejauh yang pasien bisa tanpa mengambil langkah dan tangan pasien tetap dalam bentuk tinju”. h) Lokasi metacarpal ke-3 ditandai dan di catat dengan satuan cm (centimeter ). Berdiri di samping pasien untuk memastikan jika kehilangan keseimbangan terjadi. i) 1 orang pendamping mengamati tumit untuk memastikan bahwa tumit tidak terangkat.
4.6 Instrument Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah: a) Mid-line b) Kayu sepanjang 1,5 meter c) Buku catatan d) Ballpoint e) Penggaris
4.7 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian terdiri dari tahap-tahap penelitian, dapat dijelaskan sebagai berikut: 4.7.1 Tahap persiapan
Tahap persiapan menyangkut: 4.7.1.1 Studi kepustakaan dari buku, jurnal, browsing , internet dan lain-lain yang relevan dengan topik penelitian. 4.7.1.2 Mengurus surat-surat penelitian persetujuan penelitian kepada Pimpinan Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta
58
4.7.1.3 Melakukan penentuan sampel secara acak sederhana dengan cara undian, berdasarkan pelatihan dan kriteria yang telah ditentukan. 4.7.1.4 Meminta persetujuan penelitian kepada bagian LP3M (Lembaga Penelitian Pengembangan dan Pengabdian Masyarakat) Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta. 4.7.1.5 Membuat jadwal pelaksanaan penelitian 4.7.1.6 Menyiapkan alat-alat ukur yang baku dan punya ketelitian yang dapat dipercaya dan diakui secara ilmiah. 4.7.2 Tahap pengambilan data awal
4.7.2.1 Melakukan penelitian pelatihan core stability exercise pada mahasiswa dengan ketidakoptimalan keseimbangan. Pelaksanaan dilakukan sebanyak tiga kali seminggu dilakukan selama 6 minggu. Setelah itu akan dievaluasi menggunakan functional reach test untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada keseimbangan statis. 4.7.2.2 Melakukan penelitian kombinasi core stability exercise dan ankle strategy exercise. Perlakuan dilakukan sebanyak tiga kali seminggu dilakukan selama 6 minggu. Setelah itu akan di evaluasi menggunakan pengukuran functional reach test untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada keseimbangan statis. 4.7.3 Tahap pemilihan dan penentuan sampel
Prosedur pemilihan dan penentuan sampel menyangkut: 4.7.3.1 Semua responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai sampel diberikan nomor urut yang berbeda.
59
4.7.3.2 Selanjutnya sampel dipilih secara acak sederhana dengan menggunakan teknik undian genap dan ganjil. Jumlahnya sesuai dengan hasil perhitungan yang di peroleh berdasarkan penelitian pendahuluan. 4.7.3.3 Melakukan pembagian kelompok secara acak sederhana, dengan teknik undian
sebanyak
dua
kelompok,
yang
masing-masing
kelompok
beranggotakan 8 orang. 4.7.4 Tahap pelaksanaan penelitian
Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 4.7.4.1 Sebelum pelaksanaan penelitian responden diberikan penjelasan tentang tujuan dan manfaat penelitian, jadwal dan tempat penelitian, tatalaksana penelitian, dan hak-hak subjek dalam pelaksanaan penelitian. 4.7.4.2 Sebelum melakukan pre-test seluruh responden melakukan latihan core stability exercise selama 2 hari, setelah itu dilakukan pre-test dengan menggunakan functional reach test. 4.7.4.3 Responden melakukan pelatihan selama 6 minggu dengan pelaksanaan seminggu 3x. 4.7.4.4 Responden melakukan post test dengan functional reach test.
60
4.7.5
Alur Penelitian
Populasi
Sampel N:16
Melakukan latihan core stability exercise
Melakukan pre test dengan Functional reach test
Random Alokasi
Kelompok 1 N : 8 Core stability exercise
Setelah perlakuan Functional reach test
Kelompok 2 N:8 Core stability exercise dan ankle strategy exercise
Setelah perlakuan Functional reach test
Analisis data
Gambar 4.11 Bagan Alur Penelitian
61
4.8 Analisis Data
Data yang di peroleh di analisis dengan langkah-langkah sebagai berikut: 4.8.1
Karakeristik subjek untuk mengetahui kondisi fisik subjek penelitian meliputi: umur, jenis kelamin, tinggi badan dan berat badan yang datanya di ambil sebelum diberikan perlakuan.
4.8.2
Uji homogenitas data dengan levene test , bertujuan untuk mengetahui varian nilai peningkatan keseimbangan statis sebelum dan setelah perlakuan pada kedua kelompok, kemudian untuk mengetahui adanya varian umur, jenis kelamin, tinggi badan dan berat badan. Batas kemaknaan yang digunakan adalah p = 0,05. Dengan pengujian hipotesis Ho diterima bila p>0,05 maka data homogen dan Ho ditolak bila nilai p<0,05 berarti data tidak homogen.
4.8.3
Uji normalitas data dengan shapiro wilk test, bertujuan untuk mengetahui distribusi data peningkatan keseimbangan statis sebelum dan setelah perlaku an pada kedua kelompok. Batas kemaknaan yang digunakan adalah p = 0,05. Jika hasilnya p>0,05 maka dikatakan bahwa data berdistribusi normal dan apabila p<0,05 menunjukan bahwa data tidak berdistribusi normal.
4.8.4
Uji komparasi data sebelum dan setelah perlakuan terhadap keseimbangan statis pada kelompok 1 (core stability exercise) Uji Paired sampel t-test jika berdistribusi normal dan dengan wilcoxon jika data berdistribusi tidak normal. Dengan interprestasi apabila nilai p < 0,05, mka H₀ ditolak (ada perbedaan sebelum dan sesudah perlakuan).
4.8.5
Uji komparasi data sebelum dan setelah perlakuan terhadap keseimbangan statis pada kelompok 2 (kombinasi core stability exercise dan ankle strategy
62
exercise) Uji Paired sampel t-test jika berdistribusi normal dan dengan wilcoxon jika data berdistribusi tidak normal. Dengan interprestasi nilai p < 0,05, maka H₀ ditolak (ada perbedaan sebelum dan sesudah perlakuan). 4.8.6
Uji kompabilitas data pada kedua kelompok sebelum perlakukan
dengan
menggunakan uji Paired Sampel T-test jika data terdistribusi normal dan dengan uji wilcoxon jika data tidak terdistribusi normal. Uji ini bertujuan untuk membandingkan
rerata hasil peningkatan keseimbangan statis kedua
kelompok sebelum perlakuan. Batas kemaknaan yang digunakan adalah p = 0,05. Dengan pengujian hipotesa Ho diterima bila nilai p>0,05, sedangkan Ho ditolak bila nilai p<0,05. 4.8.7
Uji kompabilitas data pada kedua kelompok setelah perlakukan dengan menggunakan uji Paired Sampel T-test jika data terdistribusi normal dan dengan uji wilcoxon jika data tidak terdistribusi normal. Uji ini bertujuan untuk membandingkan
rerata hasil peningkatan keseimbangan statis kedua
kelompok setelah perlakuan. Batas kemaknaan yang digunakan adalah p = 0,05. Dengan pengujian hipotesa Ho diterima bila nilai p>0,05, sedangkan Ho ditolak bila nilai p<0,05.
BAB V HASIL PENELITIAN
Penelitian yang telah dilaksanakan di Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta, selama 6 minggu menggunakan rancangan eksperimental terhadap dua kelompok, dengan jumlah populasi 63 orang. Sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi dan rumus pocock 16 orang. Sampel dibagi menjadi dua kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 8 orang. Telah dilakukan intervensi terhadap dua kelompok, Kelompok-1 pelatihan core stability exercise
selama 6 minggu dan kelompok-2 pelatihan
kombinasi core stability exercise dan ankle strategy exercise selama 6 minggu. 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik berupa kondisi fisik subjek penelitian yang meliputi: umur, jenis kelamin, tinggi badan dan berat badan. Deskripsi karakteristik subjek penelitian tertera pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian di Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta kelompok-1 kelompok-2 Karakteristik subjek Rentangan (n=8) (n=8) Umur (tahun) 20-22 8 8 Laki-laki 2 3 Jenis kelamin Perempuan 6 5 149-159 4 5 Tinggi badan (cm) 160-170 4 3 37-57 6 6 Berat badan (kg) 58-78 2 2
63
64
5.2 Uji Homogenitas Data
Uji homogenitas dilakukan pada kedua kelompok. Uji untuk mengetahui adanya kesamaan subjek dari varian umur, jenis kelamin, tinggi badan dan berat badan pada kedua kelompok. Uji homogenitas dilakukan dengan Levene’s test , yang hasilnya tertera pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Hasil Uji Homogenitas Varian Subjek Kedua Kelompok Dengan Levene’s Test
Varian Subjek Nilai FRT sebelum Nilai FRT setelah Umur Tinggi badan Berat badan Jenis Kelamin
p 0,402 0,859 0,078 0,079 0,379 0,334
Berdasarkan Tabel 5.2 nilai fungsional reach test (FRT) menunjukan bahwa pada kedua kelompok sebelum perlakuan didapatkan p = 0,402 (p>0,05) yang berarti data homogen, dan setelah perlakuan didapatkan p = 0,859 (p>0,05) yang berarti data homogen. Dengan demikian pada kedua kelompok sebelum dan setelah perlakuan memiliki keseimbangan statis yang sama. Tabel 5.2 menunjukan umur pada kedua kelompok didapatkan p = 0,078 (p>0,05) yang berarti data homogen, dengan demikian pada kedua kelompok memiliki varian umur yang sama. Tinggi badan pada kedua kelompok didapatkan p = 0,079 (p>0,05) yang berarti data homogen, dengan demikian pada kedua kelompok memiliki varian tinggi badan yang sama. Berat badan pada kedua kelompok didapatkan p = 0,379 (p>0,05) yang berarti data homogen, dengan demikian pada kedua kelompok memiliki varian berat badan yang sama. Jenis kelamin pada kedua kelompok didapatkan p = 0,334 (p>0,05) yang berarti data homogen, dengan
65
demikian pada kedua kelompok memiliki varian jenis kelamin yang sama. Pergerakan sangan dipengaruhi oleh keseimbangan dan laju pergerakan. Dan dengan tinggi badan dan berat badan pada sampel yang homogen maka peneliti sudah mengurangi faktor pembeda pada sampel.
5.3 Uji Normalitas Data
Untuk menentukan uji statistik yang akan digunakan maka terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data hasil test sebelum dan setelah perlakuan. Uji normalitas dengan menggunakan uji Shapiro Wilk Test , yang hasilnya tertera pada Tabel 5.3. Tabel 5.3 Hasil Uji Normalitas Keseimbangan Statis Sebelum dan Setelah Perlakuan Dengan Sahpir o Wilk Test
p
Variabel
Sebelum 0,149 0,901
Kelompok-1 Kelompok-2
Setelah 0,066 0,473
Berdasarkan hasil uji normalitas data Tabel 5.3 menunjukan bahwa dari uji tersebut
pada
kedua
kelompok
memiliki
nilai
p>0,05, yang
berarti
data
keseimbangan statis sebelum dan setelah perlakuan berdistribusi normal. 5.4 Pengujian
Hipotesis
Peningkatan
Keseimbangan
Statis
Kelompok-1
Pelatihan Core Stability E xercise
Data variabel keseimbangan statis sebelum perlakuan berdistribusi normal dengan p = 0,149 (p>0,05), data variabel keseimbangan statis setelah perlakuan berdistribusi normal dengan p = 0,066 (p>0,05). Maka untuk mengetahui perbedaan rerata peningkatan keseimbangan statis sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok-1 pengujian menggunakan uji parametrik yang hasil analisis kemaknaan
66
dengan uji paired sampel t-test (dua sampel berpasangan) yang hasilnya tertera pada Tabel 5.4. Tabel 5.4 Uji Hipotesis Peningkatan Keseimbangan Statis pada Kelompok-1 Sebelum dan Setelah Perlakuan N Kel.1
8
Sebelum Setelah Beda Rerata SB Rerata SB Rerata 27,838cm 4,569 30,313 cm 4,605 2,475
Uji paired t-test t p -7,441 0,000
Tabel 5.4 memperlihatkan beda rerata peningkatan keseimbangan statis antara sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok-1 (Pelatihan core stability exercise) yang dianalisis dengan uji paired sampel t-test (dua sampel berpasangan) dengan nilai p = 0,000 (p<0,05). Rerata pada kelompok 1 sebelum perlakuan 27,838 cm dan setelah perlakuan 30,313 cm dengan hasil selisih peningkatan sebesar 2,478 cm. Hasil tersebut menyatakan ada pengaruh yang signifikan pada pelatihan core stability exercise terhadap peningkatan keseimbangan statis mahasiswa S1 Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta.
5.5 Pengujian
Hipotesis
Peningkatan
Keseimbangan
Statis
Kelompok-2
Pelatihan Kombinasi Core Stability E xercise dan Ankle Strategy E xercise
Data variabel keseimbangan statis sebelum perlakuan berdistribusi normal dengan p = 0,901 (p>0,05), data variabel keseimbangan statis setelah perlakuan berdistribusi normal dengan nilai p =
0,473 (p>0,05). Maka untuk mengetahui
peningkatan keseimbangan statis sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok-2 (pelatihan kombinasi core stability exercise dan ankle strategy exercise) pengujian menggunakan uji parametrik yang hasil analisis kemaknaan dengan uji paired sampel t-test (dua sampel berpasangan), yang hasilnya tertera pada Tabel 5.5.
67
Tabel 5.5 Uji Hipotesis Peningkatan Keseimbangan Statis pada Kelompok-2 Sebelum dan Setelah Perlakuan N Kel. 2
8
Sebelum Setelah Beda Rerata SB Rerata SB Rerata 28,288cm 7,223 31,650cm 6,045 3,363
Uji paired t-test T p -2,844 0,025
Tabel 5.5 memperlihatkan peningkatan keseimbangan statis antara sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok-2 dengan analisis uji paired sampel t-test (dua sampel berpasangan) dengan nilai p = 0,025 (p<0,05). Rerata pada kelompok 2 sebelum perlakuan adalah 28,288 cm dan setelah perlakuan 31,650 cm dengan hasil selisih peningkatan sebesar 3,363 cm. Hasil nilai tersebut menyatakan ada pengaruh yang signifikan pada pelatihan kombinasi core stability exercise dan ankle strategy exercise terhadap peningkatan keseimbangan statis mahasiswa S1 Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta.
5.6 Uji Perbedaan Keseimbangan Statis Sebelum Perlakuan Kelompok-1 dan Sebelum Perlakuan Kelompok-2
Berdasarkan data variabel keseimbangan statis sebelum perlakuan pada kelompok-1 berdistribusi normal dengan p = 0,149 (p>0,05), data variabel keseimbangan statis sebelum perlakuan berdistribusi normal dengan p = 0,901 (p>0,05). Uji perbedaan ini bertujuan untuk membandingkan rerata keseimbangan statis sebelum perlakuan kelompok-1 dan sebelum perlakuan kelompok-2. Hasil analisis kemaknaan dengan uji independent sampel t-test pada Tabel 5.6.
68
Tabel 5.6 Uji Beda Rerata Keseimbangan Statis Sebelum Perlakuan pada Kelompok-1 dan Kelompok-2
Variabel Sebelum
N 8
Kelompok -1
Kelompok-2
Rerata
SB
Rerata
SB
27,838cm
4,569
28,288cm
7,223
Uji independent sampel t-test T p -0,149
0,884
Tabel 5.6 menunjukan bahwa rerata keseimbangan statis sebelum perlakuan pada kedua kelompok didapatkan nilai p = 0,884 (p>0,05). Nilai tersebut memiliki makna rerata keseimbangan statis sebelum perlakuan diantara kedua kelompok tidak ada perbedaan yang signifikan pada keseimbangan statis mahasiswa S1 Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan keseimbangan statis mahasiswa S1 Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta sebelum perlakuan pada kedua kelompok. Maka untuk mengetahui adanya peningkatan keseimbangan statis dari perlakuan yang diberikan pada kedua kelompok yaitu dengan pengujian menggunakan data setelah perlakuan kelompok-1 dan data setelah perlakuan kelompok-2.
5.7 Uji Perbedaan Keseimbangan Statis Setelah Perlakuan Kelompok-1 dan Setelah Perlakuan Kelompok-2
Berdasarkan data variabel keseimbangan statis setelah perlakuan pada kelompok-1 berdistribusi normal dengan p = 0,066 (p>0,05), data variabel keseimbangan statis setelah perlakuan kelompok-2 berdistribsi normal dengan p = 0,473 (p>0,05). Maka uji perbedaan ini bertujuan untuk membandingkan rerata keseimbangan statis setelah perlakuan kelompok-1 dan setelah perlakuan kelompok2. Hasil analisis kemaknaan dengan uji independent sampel t-test pada Tabel 5.7.
69
Tabel 5.7 Uji Beda Rerata Keseimbangan Statis Setelah Perlakuan pada Kelompok-1 dan Kelompok-2
Variabel Setelah
N 8
Kelompok-1
Kelompok-2
Rerata
SB
Rerata
SB
30,313cm
4,605
31,650cm
6,045
uji independent sampel t-test T p -0,498
0,626
Tabel 5.7 menunjukan bahwa rerata keseimbangan statis antara kedua kelompok setelah perlakuan didapatkan nilai p = 0,626 (p>0,05) yang artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada peningkatan keseimbangan statis mahasiswa S1 Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta. Maka penelitian ini tidak sesuai hipotesis, dimana pelatihan kombinasi core stability exercise dan ankle strategy exercise tidak lebih meningkatkan dari core stability exercise untuk keseimbangan statis mahasiswa S1 Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta.
BAB VI PEMBAHASAN PENELITIAN
6.1 Kondisi Subjek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta, mulai hari senin sampai dengan hari sabtu, dimulai jam 08.00-18.00 WIB selama 6 minggu (Mei s/d Juni 2013). Penelitian ini dilakukan terbatas pada program studi S1 Fisioterapi Stikes 'Aisyiyah Yogyakarta saja, untuk menjaga homogenitas penelitian yang dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan keseimbangan statis mahasiswa S1 Fisioterapi dengan pelatihan kombinasi core stability exercise dan ankle strategy exercise lebih meningkatkan dari core stability exercise untuk keseimbangan statis. Penelitian ini menggunakan rancangan Randomized Pre and Post Test Control Group Design terhadap dua kelompok. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa S1 Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta semester tahun ajaran 2012 sebanyak 63 mahasiswa. Jumlah sampel penelitian ini sebanyak 16 mahasiswa berusia 20-22 tahun, tinggi badan 149 – 170 cm, berat badan 37 - 73 kg, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, yang dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok-1 berjumlah 8 orang dengan pelatihan core stability exercise. Kelompok-2 berjumlah 8 orang dengan pelatihan kombinasi core stability exercise dan ankle strategy exercise. Pengukuran keseimbangan statis dilakukan sebelum perlakuan dan setelah perlakuan pada masing-masing kelompok, dengan alat ukur functional reach test untuk mengetahui keseimbangan statis. Penilaian functional reach test dinilai dari
70
71
sejauh mana lengan mampu menjangkau, dengan satuan ukuran centimeter pada midline. Data karakteristik subjek penelitian yang didapat adalah umur, jenis kelamin, tinggi badan dan berat badan. Ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Jalalin (2000) tentang hasil latihan keseimbangan berdiri pada penghuni panti wredha pucang gading didapatkan hasil bahwa keseimbangan berdiri dipengaruhi oleh faktor usia. Dimana semakin tua keseimbangan sesorang akan semakain terganggu dikarenakan adanya proses degenerasi sel pada tubuh manusia. Sedangkan untuk usia remaja dikarenakan tidak optimalnya aktivitas keseharian yang menyebabkan kekuatan otot tidak optimal. Ini sesuai dengan data yang dimiliki oleh peneliti bahwa mahasiswa usia 20-22 banyak mengalami ketidak optimalan keseimbangan statis. Dan penelitian yang dilakukan oleh Suhartono (2005) tentang pengaruh kelelahan otot anggota gerak bawah terhadap keseimbangan postural subjek sehat didapatkan hasil bahwa tinggi badan dan berat badan mempengaruhi keseimbangan postural pada subjek sehat. Data pada penelitian ini menunjukan data yang homogen terhadap umur, tinggi badan dan berat badan sehingga peneliti telah menghilangkan faktor pengganggu dari penelitian yang menjadi faktor pembeda.
6.2 Pengujian Keseimbangan Statis dengan Nilai
F unctional R each Test
Sebelum Perlakuan Kedua Kelompok
Berdasarkan Tabel 5.6 analisis data nilai FRT sebelum perlakuan pada kedua kelompok
dengan
uji paired
sampel
t-test didapatkan
rerata
kelompok-1
27,838±4,569 dan kelompok-2 28,288±7,223 dengan nilai p = 0,826 (p>0,05). Nilai
72
tersebut memiliki makna rerata FRT sebelum perlakuan diantara kedua kelompok tidak ada perbedaan yang signifikan pada keseimbangan statis mahasiswa S1 Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan keseimbangan statis mahasiswa S1 Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta sebelum perlakuan pada kedua kelompok. Pada awal pengambilan data nilai keseimbangan statis dinilai menggunakan alat ukur functional reach test (FRT). Didapatkan pada kedua kelompok tidak memiliki perbedaan keseimbangan statis. Dimana nilai tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.6. Penyebab tidak adanya peningkatan keseimbangan statis karena pada kedua kelompok belum mendapatkan perlakuan terapi, baik dari pelatihan core stability exercise maupun pelatihan kombinasi core stability exercise dan ankle strategy exercise.
6.3 Pengujian
Pelatihan
Core Stability E xercise
dapat
Meningkatkan
Keseimbangan Statis Mahasiswa S1 Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta
Berdasarkan analisis data keseimbangan statis antara sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok-1 dengan uji paired sampel t-test (dua sampel berpasangan) tertera pada Tabel 5.4, didapatkan data rerata (mean) hasil keseimbangan statis sebelum perlakuan 27,838±4,569 dan setelah perlakuan 30,313±4,605 dengan nilai p = 0,000 (p<0,05). Hasil nilai di atas menyatakan bahwa ada
pengaruh
yang
signifikan
pelatihan
core
stability
exercise
keseimbangan statis mahasiswa S1 Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta.
terhadap
73
Peningkatan keseimbangan pada penelitian hampir sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Golsefidi et al. (2013) dengan judul Effects of 8-week core stabilization exercises on the balance of students with high-functioning autism didapatkan hasil bahwa pemberian pelatihan tersebut selama 8 minggu dapat meningkatkan dynamic balance and static balance. Dan penelitian yang dilakukan oleh Cosio-lima et al. (2003) dengan judul Effects of Physioball and Convensional Floor Exercise on Early Phase Adaptations in Back and Abdominal Core Stability and Balance in Women didapatkan hasil bahwa Physioball and Convensional Floor Exercise dapat meningkatkan keseimbangan tubuh wanita. Latihan yang dilakukan dapat memberikan reaksi yang spesifik untuk mengontrol orientasi pada spinal. Otot-otot global tidak mampu untuk melakukan stabilisasi pada individual segmentspinal kecuali melalui penekanan beban pada vertebrae.
Jika
satu
segment
tidak
stabil,
maka
penekanan
beban
dapat
mengakibatkan atau menimbulkan sebuah situasi nyeri sebagai stres yang terdapat pada jaringan inert pada akhir dari lingkup segmen tersebut. Otot-otot global dan Otot-otot core memiliki beberapa lapisan, bila kita berikan stimulasi pada bagian otot core tersebut dapat memberikan pengaruh terhadap respon arah gerakan. Otot-otot ini memberikan dinamik support ke suatu segment spine dan membantu menjaga setiap segment pada posisi stabil sehingga jaringan inert tidak mengalami stres pada keterbatasan gerak. Baik otot-overload ,
otot global dan otot-otot core berperan
dalam memberikan stabilisasi ke multi segment pada spine. Hal tersebut menunjukkan bahwa hanya dengan stabilitas postur (aktifasi otot – otot core stability)
74
yang optimal, maka mobilitas pada ekstremitas dapat dilakukan dengan efisien (Irfan, 2010). Penelian yang dilakukan oleh Hodges (2003) tentang Core stability exercise in chronic low back pain menunjukan bahwa pelatihan core stability exercise dapat mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsional tubuh pada penderita nyeri pinggang bawah kronik. Hal ini dapat terjadi karena pelatihan core stability exercise bekerja dengan menstimulus kerja dari otot inti sehingga beban yang diterima oleh global muscle dan verterbra akan berkurang. Nyeri pinggang bawah kronik disebabkan karena beberapa otot penyangga tubuh yang tidak optimal gangguan seperti ini dapat menjadi salah satu faktor terjadinya gangguan keseimbangan statis. Dilihat bahwa pinggang adalah letah tititk berat tubuh yang menjadi faktor penentu keseimbangan dan pergerakan pada tubuh manusia.
6.4 Pengujian Pelatihan Kombinasi Core Stability E xercise dan Ankle Strategy
Exercise dapat
Meningkatkan
Keseimbangan
Statis
Mahasiswa
S1
Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta.
Berdasarkan analisis data keseimbangan statis sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok-2 dengan menggunakan uji paired sample t-test (dua sampel berpasangan) tertera pada Tabel 5.5, didapatkan data rerata (mean) keseimbangan statis sebelum perlakuan 28,288±7,223 dan setelah perlakuan 31,650±6,045 dengan nilai p = 0,025 (p<0,05). Hasil nilai di atas menyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan pelatihan kombinasi core stabillity exercise dan ankle strategy exercise ter hadap keseimbangan statis mahasiswa S1 Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta.
75
Dengan demikian, intervensi kelompok-2 dimana subjek mendapatkan terapi dengan pelatihan kombinasi core stability exercise dan ankle strategy exercise. Dapat disimpulkan bahwa pelatihan kombinasi core stability exercise dan ankle strategy exercise dapat meningkatkan keseimbangan statis mahasiswa S1 Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta. Intervensi pelatihan kombinasi core stability exercise dan ankle strategy exercise selama 3 kali seminggu selang 2-3 hari, selama 6 minggu. Evaluasi pengukuran nilai FRT dilakukan sebelum mulai perlakuan (sesi ke-0), dan setelah perlakuan (setelah sesi ke-18). Hal ini disebabkan oleh pertama, berdasarkan pada pelatihan core stability exercise, peningkatan keseimbangan statis disebabkan oleh efek latihan yaitu upaya mengaktifkan dan meningkatkan tonus otot – otot utama atau core. Pengaktifan kerja otot – otot core dapat meminimalisir beban kerja global muscle agar tidak terjadi cedera. Meningkatkan tonus otot – otot core akan menjadikan deep muscle dan global muscle dapat berintegrasi untuk bekerja mempertahankan postur tubuh agar tetap prima. Keseimbangan staatis sangat di pengaruhi oleh otot – otot penopang tubuh dan postur tubuh. Ketika otot – otot core mampu aktif dan berintegrasi dengan global muscle maka keseimbangan statis tubuh sesorang akan meningkat. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Luque-Suárez (2012) tentang Stabilization Exercise for the Management of Low Back Pain, bahwa latihan stabilisasi dapat menstimulus tonus otot – otot core sehingga penguatan tonus tersebut akan memberikan efek stabil pada tubuh manusia. Tubuh yang stabil dan
76
tonus otot yang baik dapat mengurangi beban pada vertebra sehingga nyeri pada punggung bawah akan berkurang. Kedua, berdasarkan pada pelatihan ankle strategy exercise, peningkatan keseimbangan statis disebabkan oleh peningkatan tonus otot
penggerak sendi –
sendi. Ankle strategy exercise mampu mempertahankan postur tubuh agar lebih baik sesuai dengan posisi anatomis tubuh. Ini terjadi karena ankle strategy exercise adalah latihan dengan pergerakan yang terkontrol dan terpusat di ankle sehingga otot postural tubuh dari distal ke proksimal akan teraktifkan den gan optimal. Peningkatan keseimbangan berdasarkan mekanisme di atas, hampir sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Berscheit et al. (t.t) The Relationship of Core Stability to Static and Dynamic Balance Didapatkan hasil bahwa pelatihan core stability exercise pada usia 18 – 23 tahun dapat meningkatkan static and dynamic balance. Dan penelitian yang dilakukan oleh Mickey and Robinovitch (2006) dengan judul Mechanisms underlying age-related differences in ability to recover balance with the ankle strategy didapatkan hasil bahwa pelatihan ankle strategy exercise mampu memulihkan gangguan keseimbangan pada orang dewasa dan lanjut usia. Latihan penguatan otot core dan latihan penguatan otot ankle dapat meningkatkan tonus otot postural dimana otot core memiliki peranan penting dalam menjaga postural tubuh manusia. Core stability exercise dapat mengaktifkan deep muscle sehingga pembebanan dan pergerakan tubuh dapat lebih efisien karena dilakukan dengan integrasi antara deep muscle dan global muscle. Core stability menggambarkan kemampuan untuk mengontrol atau mengendalikan posisi dan
77
gerakan porsi central pada tubuh yaitu : head and neck aligment , alignment of vertebral column thorax and pelvic stability/mobility, ankle and hip strategies (Karren, 2008). Aktivitas core stability akan memelihara postur yang baik dalam melakukan gerak serta menjadi dasar untuk semua gerakan pada lengan dan tungkai dan berpengaruh terhadap stabilitas tubuh. Kerja core stability memberikan suatu pola adanya stabilitas proksimal yang digunakan untuk mobilitas pada distal. Pola proksimal ke distal merupakan gerakan berkesinambungan yang melindungi sendi pada distal yang digunakan untuk mobilisasi saat bergerak. Saat bergerak otot – otot core meliputi trunk dan pelvic, sehingga membantu dalam aktifitas, disertai perpindahan energi dari bagian tubuh yang besar hingga kecil selama aktifitas (Kibler, 2006). Gerakan pusat gravitasi tubuh pada ankle strategy dengan membangkitkan putaran pergelangan kaki terhadap permukaan penyangga dan menetralkan sendi lutut dan sendi panggul untuk menstabilkan sendi proksimal tersebut. Pada strategi ini kepala dan panggul bergerak dengan arah dan waktu yang sama dengan gerakan bagian tubuh lainnya di atas kaki. Sehingga dapat mengaktifkan otot – otot postural tubuh untuk dapat bekerja secara optimal. Kerja otot – otot postural yang optimal akan mempengaruhi keseimbangan tubuh menjadi lebih baik.
6.5 Pelatihan Kombinasi Core Stability E xercise dan Ankle Strategy E xercise tidak
Lebih
Meningkatkan
Dari
Core
Stability
E xercise Untuk
Keseimbangan Statis Mahasiswa S1 Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta.
Berdasarkan Tabel 5.7 analisis data keseimbangan statis setelah perlakuan
78
didapatkan nilai p = 0,626 (p>0,05). Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan, bahwa rerata keseimbangan statis setelah perlakuan diantara kedua kelompok tidak memiliki perbedaan yang signifikan pada keseimbangan statis mahasiswa S1 Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta. Kelompok-1
diberikan
perlakuan
pelatihan core stability exercise dan
kelompok-2 diberikan perlakuan pelatihan kombinasi core stability exercise dan ankle strategy exercise, rerata (mean) keseimbangan statis setelah perlakuan pada kelompok-1 30,313±4,605 dan kelompok-2 31,650±6,045 dengan nilai p > 0,05. Hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pelatihan kombinasi core stability exercise dan ankle strategy exercise tidak lebih meningkatkan dari core stability exercise untuk keseimbangan statis pada mahasiswa S1 Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta. Hal ini dapat terjadi dikarena core stability exercise adalah bentuk latihan yang mengaktifkan deep muscle atau otot core dan mengintegrasikan deep muscle dan global muscle agar bekerja optimal dalam menjaga postur tubuh, penopang tubuh dan penggerak tubuh, mengontrol atau mengendalikan posisi dan gerakan porsi central pada tubuh yaitu : head and neck aligment , alignment of vertebral columna thorax and pelvic stability/mobility, ankle and hip strategies (Karren, 2008). Kerja dari extremitas tubuh bagian bawah dan atas menjadi lebih optimal dan terarah sehingga secara otomatis core stability exercise juga melatih fungsi gerak tubuh secara keseluruhan sehingga tercapai keseimbangan statis yang optimal. Aktivitas core stability akan memelihara postur yang baik dalam melakukan gerak serta menjadi dasar untuk semua gerakan pada lengan dan tungkai dan berpengaruh terhadap
79
stabilitas tubuh. Keseimbangan juga dipengaruhi oleh sistem saraf dimana impuls – impuls sensori yang diterima oleh seluruh panca indra manusia akan diteruskan ke otak bagian cerebellum sebagai pusat keseimbangan. Ketika pemberian impuls berupa latihan sama meningkatkan respon di cerebellum maka respon keseimbangan tubuh yang dihasilkan akan sama. Keseimbangan tubuh dipengaruhi oleh sistem informasi sensoris, respon otot – otot postural yang sinergis, kekuatan otot, adaptive system, dan lingkup gerak sendi (Irfan, 2010). Sistem informasi sensoris terdiri dari visual, vestibular dan somatosensoris. Penglihatan merupakan sumber utama informasi tentang lingkungan dan tempat kita berada, penglihatan memegang peran penting untuk mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak sesuai lingkungan tempat kita berada. Mata akan membantu agar tetap fokus pada titik utama untuk mempertahankan keseimbangan, dan sebagai monitor tubuh selama melakukan gerak statik atau dinamik. Penglihatan muncul ketika mata menerima sinar yang berasal dari obyek sesuai jarak pandang (Irfan, 2010). Sistem vestibular berperan dalam keseimbangan, kontrol kepala dan gerak bola mata. Nukleus vestibular menerima masukan (input) dari reseptor labyrinth, retikular formasi, dan cerebellum. Keluaran (output) dari nukleus vestibular menuju ke motor neuron melalui medula spinalis, terutama ke motor neuron yang menginervasi otot-otot proksimal, kumparan otot pada leher dan otototot punggung (otot-otot postural). Sistem vestibular bereaksi sangat cepat sehingga membantu mempertahankan keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot postural (Canan, t.t). Sistem somatosensoris terdiri dari taktil atau proprioseptif serta persepsi-kognitif. Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang
80
sebagian bergantung pada impuls yang datang dari alat indra dalam dan sekitar sendi. Alat indra tersebut adalah ujung-ujung saraf yang beradaptasi lambat di sinovial dan ligamentum. Impuls dari alat indra ini dari reseptor raba di kulit dan jaringan lain, serta otot di proses di korteks menjadi kesadaran akan posisi tubuh dalam ruang (Irfan, 2010). Pelatihan core stability exercise dapat meningkatkan keseimbangan statis secara optimal karena pelatihan ini mengintegrasikan faktor – faktor penentu keseimbangan tubuh manusia. Core stability exercise pelatihan yang mengaktifkan sistem visual, vestibular dan somatosensoris yang baik sehingga didapatkan gerakan core stability yang optimal dan benar. Pelatihan juga mengaktifasi respon otot – otot postural yang sinergis mengarah pada waktu dan jarak dari aktivitas kelompok otot yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan postur (Nugroho, 2011). Core stability exercise berperan meningkatkan kekuatan otot – otot postural untuk menjaga tubuh tetap stabil dalam posisi yang benar. Pelatihan meningkatkan kemampuan adaptasi akan modifikasi input sensoris dan output motorik ketika terjadi perubahan tempat sesuai dengan karakteristik lingkungan. Pelatihan core stability exercise mampu meningkatkan keseimbangan statis dengan optimal karena mengintegrasikan seluruh faktor penentu keseimbangan. Pelatihan yang berkembang saat ini seperti ankle strategy exercise memiliki hasil peningkatan yang sama dengan pemberian pelatihan core stabillity exercise ketika dilakukan kombinasi yaitu pelatihan kombinasi core stability exercise dan ankle strategy exercise. Sehingga pelatihan membutuhkan waktu yang lebih lama dengan output hasil yang sama dengan hanya pemberian pelatihan core stability
81
exercise. Dikarenakan core stabilty exercise bentuk pelatihan yang mengaktifasi seluruh anggota gerak agar optimal termasuk menstabilkan postur tubuh manusia.
6.6 Keterbatasan Penelitian
Peneliti tidak dapat mengontrol sampel dari kegiatan sehari-harinya, termasuk aktivitas sampel di tempat tinggal, di kampus, dan tidak mempermasalahkan durasi latihan yang dilakukan saat di luar terapi. Peneliti juga belum menghilangkan faktor – faktor penentu keseimbangan yang berbeda disetiap manusia yaitu sistem vestibular.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan analisis data intervensi penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: Pelatihan kombinasi core stability exercise dan ankle strategy exercise tidak lebih meningkatkan dari core stability exercise untuk keseimbangan statis mahasiswa S1 Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta.
7.2 Saran
Beberapa saran yang dapat diajukan berdasarkan temuan dan kajian dalam penelitian ini adalah : 7.2.1
Pelatihan kombinasi core stability exercise dan ankle strategy exercise perlu diteliti dengan kasus lain tidak hanya pada keseimbangan statis pada mahasiswa.
7.2.2
Memberikan pelayanan Fisioterapi yang paripurna yang berarti melakukan tindakan terapi tidak hanya bersifat suportif dan simtomatis tetapi juga melakukan tindakan causatif sebagai penyebab utama adanya gangguan keseimbangan statis pada remaja.
7.2.3
Untuk memberikan pelayanan Fisioterapi berupa peningkatan keseimbangan statis dapat diberikan teknik pelatihan berupa core stability exercise atau pelatihan kombinasi core stability exercise dan ankle strategy exercise.
7.2.4
Perlu adanya penambahan pengukuran variabel.
82
DAFTAR PUSTAKA
Aggarwal, A., Kumar, S., Kalpana, Z., Jitender, M., Psharma, V. 2010. The Relationship Between Core Stability Performance And The Lower Extremities Static Balance Performance In Recreationally Active Individuals. Nigerian Journal of Medical Rehabilitation. Availabel from : URL : http://www.njmr.org.ng/index.php/njmr/article/view/52/49 Akuthota, V., Ferreiro, A., Moore, T., and Fredericson, M. (2008). Core Stability Exercise Principles. Current Sports Medicine Reports, 7(1), 39-44. Army. 2012. The line of gravity and center gravity do not cross the base of support. Availabel from : URL : http://armymedical.tpub.com/MD0961/MD09610011.htm Berscheit, M., Arb, H.V., Weyrauch, L. t.t. The Relationship of Core Stability to Static and Dynamic Balance. College of Saint Benedict/Saint John’s University Department of Exercise Science and Sport Studies. Availabel from : URL : http://www.csbsju.edu/Documents/Sports%20Medicine/Berscheit,%20Von%20 Arb,%20Weyrauch%20Poster%20Draft1.pdf Canan, S. t.t. Physiology of balance. Availabel from : URL: http://www. bu.edu.sinancananPhysiology-of-Balance.pdf Cosio-lima, L,M., Reynolds, K,L., Winter, C., Paolone, V., Jones, M,T. 2003. Effects of Physioball and Convensional Floor Exercise on Early Phase Adaptations in Back and Abdominal Core Stability and Balance in Women. Health Sciences Departement, Springfield Collage, Springfield, Massachusetts. Availabel from : URL : http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=9&cad= rja&ved=0CF0QFjAI&url=http%3A%2F%2Fwww.pnfchi.com Depkes. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar. Availabel from : URL : http://terbitan.litbang.depkes.go.id/penerbitan/index.php/blp/catalog/download/6 3/92/233-1 Depkes. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar. Availabel from : URL : http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=SNR.13120009 Duncan, P,W. 1990. Functional reach test. Availabel From URL: http://www.medicaljournals.se/jrm/content/download.php?doi=10.2340/16501 977-1067 Ganong, W.F. 2010. Review of Medical Physiology, Ganong’s. 23rd edition. New York : The McGraw-Hill Companies.Inc
83
Golsefidi, N,R., Younesi, A., Golsefidi, A,S. 2013. Effects of 8-week core stabilization exercises on the balance of students with high-functioning autism. International Journal of Sport Studies. Vol., 3 (12), 1369-1374. Available from: URL: http://www. ijssjournal.com.pdf. Groves, R., Camalone, D,N. 1975. Concepts in Kinesiology. London : WB.. Saunders Company Philadelpia. Hodges, P,W. 2003. Core stability exercise in chronic low back pain. Department of Physiotherapy, The University of Queensland, Brisbane, Qld 4072, Australia. Orthop Clin N Am 34 (2003) 245 – 254. Availabel from: URL: https://www.core+stability+exercise+chronic+low+back+pain. Indriaf. 2010. Pembahasan. Attribution non-comercial . Available from: URL: http://www.scribd.com/doc/40397340/Keseimbangan Irfan, M. 2010. Fisioterapi bagi Insan Stroke edisi pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal. 22-52. Jalalin. 2000. “Hasil Latihan Keseimbangan Berdiri Pada Penghuni Panti Wredha Pucang Gading Jl. Plamongan Sari Semarang” (tesis). Semarang: Universitas Diponegoro. Kibler, W,B. 2006. trh erole of core stability in athletic function hal 189-198. Joel Press. Luque-Suárez, A., Díaz-Mohedo, E., Medina-Porqueres, I., Ponce-García, T. 2012. Stabilization Exercise for the Management of Low Back Pain. Physiotherapy Department, Malaga University, Spain. INTCH. ISBN 978-953-51-0599-2 hal 262 -292. Availabel from: URL: http://www. intechopen.com Ma’mun, A dan Saputra, Y,M. 2000. Perkembangan Gerak Dan Belajar Gerak. UPI. Availabel From: URL: http://file.UPI.edu.perkembangangerak. Mickey, D,C and Robinovitch, S,N. 2006. Mechanisms underlying age-related differences in ability to recover balance with the ankle strateg. Availabel From URL : http://Mechanisms underlying age-related differences in ability to recover balance with the ankle strategy[Gait Posture. 2006 ] - PubMed - NCBI.html. Mixco, A. 2010. Aging Releated Co-Contraction Effects on Balance Recovery Using The Ankle Strategy. In Partial Fulfillment of the requirments For the degree of Master of Science Colorado State University Fort Collins. Availabel from : URL : http://www.physther.net/content/67/12/1881.full.pdf+html Najafabadi, F,P., Nejad, R,M., Goodarzi, B. 2013. Effect of 6 week 6 of functional training and core stability on balance and quality of life in elderly women. Asian
84
Journal of Multidisciplinary Studies Volume1, Issue 4, November 2013. Available From: URL: http://www.ajms.co. Nugroho, S. 2011. Materi Kinesiologi. Universitas Negeri Yogyakarta. Availabel From: URL: http://www.google.co. staff.uny.ac.id2FBAHANAJARKINESIOLOGI.pdf. Palsbo. 2007. Functional reach test. Availabel From URL: http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=r ja&uact=8&ved=0CCUQFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww.rehabme asures.org %2FPDF%2520Library%2FFunctional%2520Reach%2520Test.pdf Permana, D,F,W. 2012. Perkembangan Keseimban gan pada Anak Usia 7 s/d 12 Tahun ditinjau dari Jenis Kelamin. Jurnal Media Ilmu Keolahragaan Indonesia. Availabel from: URL: http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/miki/article/download/2657/2725 Piscopo, J. And Baley, J.A. 1981. Kinesiology The Science of Movement . New York Chichester. Prisbane Toronto. Copyright @1981 by Wiley, J. And Sons Inc. Rahayu, Umi. 2010. Fisiologi Pendengaran dan Keseimbangan. Availabel from : URL: http://www. fkunja2010.files.wordpress.com.fisiologi-pendengaran-dankeseimbangan Retnowati. 2010. Makalah Fakultas Psikologi UGM. Yogyakarta. Availabel From URL : sofia-psy.staff.ugm.ac.id Sadeghi, H., Ardalan, S., Enayatollah, A., Maryam, M. 2013. The Effects of Core Stability Exercise on the Dynamic Balance of Volleyball Players. Availabel From: URL : http://ijaep.com/index.php/IJAE/article/view/38 Sears, B. 2013. Functional Mobility and Balance Outcome Measurements. Availabel From URL : http://physicaltherapy.about.com/od/Physical-Therapy-ForSeniors/tp/Mobility-And-Balance-Outcome-Measurements.htm. Sherwood, L. 2002. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem Edisi 6. Editors. Pendit, B,U. Editors bahasa indonesia. Pesdelita, N. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. Shumway and Emerita, t.t. vestibular rehabilitation – An Effective, Evidance Based Treadment. University of Washington, Seattle, Washington. www.vestibular.ORG. Subarjah. 2012. Latihan kondisi fisik. Availabel From: URL : http://file.upi.edu/Direktori/FPOK/JUR._PEND._KESEHATAN_%26_REKRE ASI/PRODI._ILMU_KEOLAHRAGAAN/196009181986031HERMAN_SUBARJAH/LATIHAN_KONDISI_FISIK.pdf
85
Suhartono. 2005. Pengaruh Kelelahan Otot Anggota Gerak Bawah Terhadap Keseimbangan Pada Subyek Sehat. URL : http://eprints.undip.ac.id/12496/ Sukarmin. 2005. Cedera olah raga. Availabel http://physther.org/content/85/6/502.full.pdf+html
Fraom
URL
:
Widiyani, R. 2013. Tiap 25 detik seorang remaja cedera saat berolahraga. Heath kompas.com. William, C., Whiting, Stuar, R. t.t. Five factors determine stability and mobility. Availabel from : URL : http://www.humankinetics.com/excerpts/excerpts/fivefactors-determine-stability-and-mobility
86
Alat Instrumen Penelitian
LAMPIRAN DATA SAMPEL
Core Stability Exercise No
1 2 3 4 5 6 7 8
Nama
TB
BB
USIA
Reny Novita Perdana Agustina Rahmawati Delly Faisal Mahdy Maya Amalia Esa Putri Hakiki Dian Fitriana Tika Dewi Kasturi
156 163 155 163 157 165 160 153
45 73 43 55 45 69 55 54
20 22 20 20 20 21 20 20
Pre
Post
Test
Test
29,8 30 32 22,4 30,5 25 32,5 20,5
34 31,5 34 24 33 27 35 24
Selisih
4,2 1,5 2 1,6 2,5 2 2,5 3,5
Core Stability Exercise Dan Angkle Strategy Exercise No
1 2 3 4 5 6 7 8
Nama
Lanang Imam H Windi Istimantika Zakiyah Nur Haqqi Adelisa Marlinda S Fadlan Ramli Septi Alviah Desty Prasetya Reni Fandi Febriandi
TB
BB
USIA
170 163 153 152 167 149 156 156
60 45 37 49 60 48 47 48
20 20 20 20 21 20 20 20
Pre
Post
Test
Test
40,3 35,5 28,5 25,7 30,3 20,5 27 18,5
42 38 30,4 28,8 32 22 30 30
Selisih
1,7 2,5 1,9 3,1 1,7 1,5 3 11,5
LAMPIRAN STATISTIK 1. UJI NORMALITAS
Descriptives
Statistic Mean 95% Confidence Interval for Mean
27,838 Lower Bound Upper Bound
5% Trimmed Mean Median PreTestKel.1 Variance Std. Deviation Minimum Maximum Range Interquartile Range Skewness Kurtosis Mean 95% Confidence Interval for Mean 5% Trimmed Mean Median PostTestKel.1 Variance Std. Deviation Minimum Maximum Range Interquartile Range Skewness Kurtosis Mean 95% Confidence Interval for PreTestKel.2 Mean 5% Trimmed Mean
24,018 31,657 27,986 29,900 20,877 4,5691 20,5 32,5 12,0 8,6 -,736 -1,205 30,313
Lower Bound Upper Bound
,752 1,481 1,6283
26,462 34,163 30,403 32,250 21,210 4,6054 24,0 35,0 11,0 9,3 -,614 -1,697 28,288
Lower Bound Upper Bound
Std. Error 1,6154
22,249 34,326 28,164
,752 1,481 2,5537
Median Variance Std. Deviation Minimum Maximum Range Interquartile Range Skewness Kurtosis Mean 95% Confidence Interval for Mean
27,750 52,173 7,2231 18,5 40,3 21,8 12,4 ,347 -,309 31,650 Lower Bound Upper Bound
26,596 36,704
5% Trimmed Mean Median PostTestKel.2 Variance Std. Deviation Minimum Maximum Range Interquartile Range Skewness Kurtosis
31,611 30,200 36,546 6,0453 22,0 42,0 20,0 7,4 ,373 ,711
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. ,291 8 ,044 ,869 8 ,149
PreTestKel.1 PostTestKel. ,227 8 ,200* 1 PreTestKel.2 ,140 8 ,200* PostTestKel. ,227 8 ,200* 2 *. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction
,752 1,481 2,1373
,834
8
,066
,970
8
,901
,925
8
,473
,752 1,481
2. UJI HOMOGENITAS Test of Homogeneity of Variances Levene df1 df2 Statistic TinggiBadan 3,597 1 14 BeratBadan ,825 1 14 Usia 3,604 1 14 JenisKelami 1,000 1 14 n PreTest ,748 1 14 PostTest ,033 1 14 Selisih 2,101 1 14
Sig. ,079 ,379 ,078 ,334 ,402 ,859 ,169
3. UJI KELOMPOK-1 DAN KELOMPOK-2 SEBELUM DAN SETELAH PERLAKUAN Paired Samples Statistics Mean N Std. Deviation PreTestKel.1 27,838 8 4,5691 Pair 1 PostTestKel. 30,313 8 4,6054 1 PreTestKel.2 28,288 8 7,2231 Pair 2 PostTestKel. 31,650 8 6,0453 2
Std. Error Mean 1,6154
Paired Samples Test Paired Differences Mean Std. Std. 95% Deviation Error Confidence Mean Interval of the Difference Lower Upper
PreTestKel.1 Pair 1 2,4750 PostTestKel.1 PreTestKel.2 Pair 2 3,3625 PostTestKel.2
1,6283 2,5537 2,1373
t
df
Sig. (2tailed)
,3326
3,2615 1,6885 7,441
7
,000
3,3445 1,1825
-,5664 6,1586 2,844
7
,025
,9407
4. UJI BEDA KESEIMBANGAN STATIS KELOMPOK-1 DAN KELOMPOK-2 Group Statistics N Mean
Kelompok Corestability PreTest Corestability dan Ankle strategy Corestability PostTest Corestability dan Ankle strategy
8
27,838
Std. Deviation 4,5691
Std. Error Mean 1,6154
8
28,288
7,2231
2,5537
8
30,313
4,6054
1,6283
8
31,650
6,0453
2,1373
Independent Samples Test Levene's t-test for Equality of Means Test for Equality of Variance s F Sig. t df Sig. Mean Std. Error 95% (2- Differenc Differenc Confidence tailed e e Interval of the ) Difference Lowe Upper r
Equal variance s assumed PreTest Equal variance s not assumed Equal variance s PostTes assumed t Equal variance s not assumed
,74 8
,03 3
,40 2
,85 9
,14 9
14
,14 9
11,82 9
,884
,884
-,4500
-,4500
3,0218
6,931 1
6,031 1
3,0218
7,044 5
6,144 5
4,425 3
4,463 7
,49 8
14
,626
-1,3375
2,6869
7,100 3
,49 8
13,07 8
,627
-1,3375
2,6869
7,138 7
1. DOKUMENTASI FUNCTIONAL REACH TEST