1 BAB I SISTEM PERSAMAAN LINEAR
1. 1
Sistem Persamaan Linear
1.1.1
Persamaan Linear
Persamaan linear adalah suatu persamaan yang variabel-variabelnya variabel-variab elnya berpangkat satu, (tidak memuat bentuk trigonometri, eksponen, logaritma), tidak ada perkalian atau atau pembagian dengan variabel lain/dirinya sendiri. Misal : a1x + a2y = b Sebuah persamaan jenis ini disebut sebuah Persamaan Linear dalam variabel/ peubah x dan y. Secara umum kita mendefinisikan suatu persamaan linear dalam n peubah x 1,x2,…,xn
sebagai
suatu persamaan yang bisa disajikan dalam bentuk : a1x1+a2x2+…+anxn = b Dengan a1,a2,…,an dan b konstanta real. Peubah-peubah dalam suatu persamaan linear kadangkadang disebut yang tak diketahui.
Contoh-contoh Persamaan Linear Bukan Persamaan Linear 1. 2x + y = 3 (persamaan Linear) 2
2. x + 3y = 7 (bukan persamaan Linear karena y berpangkat 2 Solusi dari persamaan linear a 1x1 + a2x2+ … + anxn = b adalah deret dari n bilangan s 1, s2, …,sn, sehingga persamaan tersebut akan tepat bila x 1 = s1, x2 = s2, {s1, s2,
…, xn = sn.
Solusi tersebut yaitu
…, sn} disebut himpunan jawab ( solution set ) atau solusi umum ( general solution) dari
persamaan linear. Contoh : Himpunan jawab dari 2 x + y = 1 adalah : x = t, y=1-2t atau x = 1/2 (1-t), y=t
Sistem Persamaan Linear merupakan sejumlah persamaan yang mengandung n
dengan himpunan jawab s 1, s2, …, sn jika dan hanya jika x 1=s1, x2=s2=, …, xn=sn
variable
2
Tidak semua sistem persamaan mempunyai penyelesaian. Misalnya jika kita mengalikan persamaan kedua dalam sistem berikut : x +y = 4 2x + 2y = 6 dengan ½, akan terbukti bahwa tidak ada penyelesaian karena terjadi ketakkonsistenan: x +y = 4 x+y=3
Sebuah sistem persamaan yang tidak mempunyai penyelesaian disebut sebagai sistem konsisten; jika paling tidak ada satu yang tak yang tak konsisten satu penyelesaian, penyelesaian, maka maka sistem itu disebut konsisten.
Persamaan-persamaan linear dalam dua variabel/peubah tersebut dapat dibuat dalam suatu grafik yang berbentuk garis lurus, karena suatu titik(x,y) terletak dalam suatu garis jika dan hanya jika angka x dan y memenuhi persamaan garis tersebut, penyelesaian sistem persamaan tersebut berpadanan dengan titik-titik potong g 1 dan g2,sehingga terdapat 3 kemungkinan : Garis g1 dan g2 mungkin sejajar, dimana tidak ada perpotongan dan akibatnya tidak ada
penyelesaian terhadap sistem tersebut. Garis g1 dan g2 mungkin berpotongan hanya di satu titik,dimana sistem tersebut tepat
mempunyai satu persamaan. Garis g1 dan g2 mungkin berimpitan,dimana ada tak terhingga titik potong dan akibatnya
ada banyak penyelesaian untuk sistem tersebut.
3
Secara umum dapat diringkaskan mengenai Sistem Persamaan Linear sebagai berikut:
Sistem Persamaan Linear (SPL) Dengan m persamaan, n variable : a11 x1 a12 x 2 .. . a1n x n b1 a 21 x1
a 22 x 2
.. . a m1 x1
.. . a 2n x n .. .
.. .
a m 2 x 2 .. a mn x n bm
SPL HOMOGEN b1 = b2 = … = bm = 0
SPL TAK HOMOGEN Tidak semua b i = 0, bi 0
KONSISTEN (mempunyai solusi)
Solusi Trivial x1=x2 = …=xn=0
1.1.2
b2
TAK KONSISTEN Tak ada titik potong
KONSISTEN
Solusi Non Trivial Ada xi ≠0, i=1,2,…,n
Satu Solusi
Banyak Solusi
Metode Eliminasi
Ada 3 Operasi dasar yang dapat dilakukan pada sistem persamaan linear mengubah jawaban sistem persamaan tersebut. 1. mengubah urutan persamaan pada sistem tersebut. 2. mengalikan sebuah persamaan dari sistem dengan bilangan tak nol. 3. untuk sembarang bilangan real, c
≠ 0.
tanpa
4 1.1.3
Matriks Yang Diperluas
Untuk menyusun matriks-matriks yang diperbanyak peubah-peubah harus ditulis dalam urutan yang sama dalam setiap persamaan dan konstanta harus berada disebelah kanan. Untuk menyederhanakan penulisan SPL di atas, dapat dituliskan dalam bentuk matriks gandengan/matriks diperluas/matriks diperbesar ( Augmented Matrices) dengan menuliskan koefisien-koefisien persamaan dan konstanta nilai persamaan dalam satu matriks sbb :
a11 a12 ... a1n b1 a a 22 ... a 2 n b2 21 : : : : : am1 am 2 ... amn bm 1.1.4
Operasi Baris Elementer
Ada tiga operasi yang dapat dilakukan pada suatu sistem persamaan linear tanpa mengubah jawabannya. Ketiga operasi tersebut, yaitu :
• • •
Menukar letak dari dua baris matriks tersebut Mengalikan suatu baris dengan konstanta tak nol Mengganti suatu baris dengan hasil penjumlahan baris tersebut dan kelipatan baris lain Ketiga operasi ini dapat dijalankan pada matriks lengkapnya dan disebut operasi baris
elementer. Adapun notasi ketiga baris tersebut adalah : 1. Menukar baris ke-i dan ke j
: B ij atau Bi B j
2. Mengalikan baris ke- i dengan bilangan c, c ≠ 0 : Bi (c) atau c B i Bi 3. Mengalikan baris ke-i dengan c, ditambahkan pada baris ke-j : B ji (c) atau B j + c Bi B j Contoh 1 :
1 3 5 1 3 5 2 9 7 B B 4 6 8 3 2 4 6 8 2 9 7 Contoh 2 :
5
1 3 5 1 3 5 2 9 7 B (3) 6 27 21 2 4 6 8 4 6 8 Contoh 3: 5 1 3 5 1 3 2 9 7 B (2) 2 9 7 32 4 6 8 0 12 6
1.1.5
Eselon Baris
Bentuk Eselon-baris, matriks dapat dikatakan Eselon-baris apabila memenuhi persyaratan berikut : 1. Jika suatu baris tidak nol, maka angka pertama yang tidak nol pada baris tersebut harus bernilai 1 ( leading 1). 2. Jika ada baris yang semua elemennya nol, maka harus dikelompokkan pada baris-baris bawah dari matriks. 3. Jika ada dua baris tidak nol, maka posisi leading 1 pada baris di bawahnya, harus berada lebih kanan dari leading 1 baris di atasnya. 4. Masing-masing kolom yang memiliki leading 1, elemen-elemen lain pada kolom tersebut bernilai nol. Contoh :
Suatu proses eliminasi sampai memperoleh bentuk Eselon Baris Tereduksi (memenuhi sifat 1 s/d 4) disebut Eliminasi Gauss Jordan
Sedangkan proses eliminasi hingga memperoleh bentuk Eselon Baris (memenuhi sifat 1 s/d 3, sifat 4 tidak terpenuhi) disebut Eliminasi Gauss
Contoh matriks eselon baris tereduksi :
1 0 0 4 0 1 0 3 ; 0 0 1 8
0 0 0 0
2 0 1 0 0 1 2 ; 0 0 0 0 0 0 0 0
1
0 0 0 0 0 0 0 0 0
Contoh matriks eselon baris tapi bukan eselon baris tereduksi :
6
1 4 3 7 0 1 6 2 ; 0 0 1 5 1. 2
1 1 0 0 1 0 ; 0 0 0
0 0 0 0
1
2
0
1
0
0
0
0
6
0
1 0 1 0 0 0
Eliminasi Gauss, Eliminasi Gauss Jordan
Eliminasi Gauss dan Eliminasi Gauss Jordan adalah suatu prosedur mengoperasikan nilai-nilai di dalam matriks sehingga menjadi matriks yang lebih sederhana. Caranya adalah dengan melakukan operasi baris sehingga matriks tersebut menjadi matriks yang Eselon-baris. Ini dapat digunakan sebagai salah satu metode penyelesaian persamaan linear dengan menggunakan matriks. Contoh : Diketahui persamaan linear x + 2 y + z = 6 x + 3 y + 2 z = 9
2 x + y + 2 z = 12 Tentukan Nilai x, y dan z! Jawab: Bentuk persamaan tersebut ke dalam matriks:
1 2 1 6 1 2 1 6 1 2 1 6 1 2 1 6 1 2 1 6 1 3 2 9 B (1) 0 1 1 3 B ( 2) 0 1 1 3 B (3) 0 1 1 3 B ( 1 ) 0 1 1 3 21 31 32 3 3 2 1 2 12 2 1 2 12 0 3 0 0 0 0 3 9 0 0 1 3 Maka mendapatkan 3 persamaan linier baru yaitu x + 2 y + z = 6 y + z = 3 z = 3
Kemudian lakukan substitusi balik maka didapatkan: y + z = 3
x + 2 y + z = 6
y + 3 = 3
x + 0 + 3 = 6
y = 0
x = 3
Jadi nilai dari x = 3 , y = 0 ,dan z = 3
7 1. 3
Matriks dan Operasi Matriks
Matriks adalah susunan persegi panjang dari bilangan-bilangan atau unsur-unsur (elemen-elemen) yang teratur dalam baris dan kolom. Matriks juga bisa didefinisikan sebagai suatu susunan bilangan yang berbentuk segiempat. Bilangan-bilangan dalam susunan itu disebut elemen(unsur ) dari matriks tersebut.
Secara umum matriks bisa di ditulis sebagai berikut :
A=
Ukuran (ordo) dari matriks dinyatakan dengan m x n, dimana m menyatakan banyaknya
baris, dan n menyatakan banyaknya kolom dari matriks tersebut. Elemen matriks dapat ditulis
dengan tanda kurung siku “[ ]” atau dalam tanda kurung besar “( )”. Notasi matriks dinyatakan dengan huruf capital , sedangkan elemen-elemennya dengan huruf kecil. Maka matriks A di
[ ] 0 1 atas dapat dinotasikan dengan : matriks A dinotasikan dengan
m x n atau
atau elemen baris ke-i dan kolom ke-j
=
Matriks yang mempunyai satu baris saja disebut matriks baris dan sebaliknya. Secara
umum matriks baris atau matriks kolom lebih sering dinyatakan dengan huruf kecil dicetak
tebal, misal : a =
;b=
Contoh :
Kita mempunyai
1.3.1
Ukuran dan Operasi pada Matriks
0 1
Ukuran matriks diberikan oleh jumlah baris dan kolom yang dikandungnya. Misalkan, matriks
B=
, mempunyai 2 baris dan 3 kolom, sehingga ukurannya adalah 2x3.
Dua ukuran matriks didefinisikan sama jika mempunyai ukuran yang sama dan elemen-elemen yang berpadanan/bersesuaian sama. Jika 2 matriks berukuran sama, maka jumlah dari kedua
8 matriks tersebut adalah menjumlahkan elemen-elemen
yang sepadan dari kedua matriks.
Matriks yang mempunyai ukuran yang berbeda tidak bisa untuk dijumlahkan atau dikurangkan. Jika matriks A = m x r dan meatriks B = r x n, maka hasil kali AB adalah matriks m x n. Untuk mencari elemen-elemen dalam baris i dan kolom j dari AB, pilih baris i dari matriks A dan kolom j dan matriks B. Kalikan elemen-elemen yang berpadanan dari baris dan kolom secara bersama-sama dan kemudian jumlahkan hasil kalinya. Definisi – definisi yang terdapat dalam operasi – operasi matriks: 1. Dua matriks didefinisikan sama jika keduanya mempunyai ukuran yang sama dan anggota – anggotanya yang berpadanan sama Contoh: Tinjau matriks – matriks berikut:
0 1 0 1 0 1 6 7 6 7 0 1 6 76 76 7 Jika
maka
tetapi untuk semua nilai
lainnya matriks
tidak sama,
karena tidak semua anggota – anggotanya yang berpadanan sama. Tidak ada nilai yang membuat
karena
mempunyai ukuran yang berbeda.
2. Jika A dan B adalah matriks – matriks berukuran sama, maka jumlah matriks yang diperoleh dengan menambahkan anggota anggota A yang berpadanan, dan selisih mengurangkan anggota
– anggota
– anggota B dengan anggota –
adalah matriks yang diperoleh dengan
A dengan anggota – anggota B yang berpadanan.
Matriks – matriks berukuran berbeda tidak bisa ditambahkan atau dikurangkan.
Contoh: Tinjau matriks – matriks
Maka,
adalah
9
6 76 76 7 0 1 0 1 0 1 10 1 0 10 1 0 0 10 1 0 1 0 1 0 1 0 10 10 1 0 1
3. Jika
adalah sebarang matriks dan
adalah sebarang skalar, maka hasil kali
matriks yang diperoleh dengan mengalikan setiap anggota Dalam notasi matriks, jika
adalah
dengan .
, maka
Contoh:
Untuk matriks – matriks
Maka kita akan mendapatkan:
4. Jika
matriks dengan ukuran sama
skalar, maka bentuk
disebut sebagai kombinasi linier dari
koefisien
dengan
.
Contoh: Jika
5. Jika
maka,
matriks berukuran
adalah suatu matriks berukuran
dan
matriks berukuran
, maka hasil kali
dengan unsur – unsur sebagai berikut:
10
0 1 6 7 0 16 70 1
Contoh:
Karena
adalah matriks
sebuah matriks
dan
adalah matriks
, maka hasil kali
adalh
.
Maka,
1.3.2
Partisi Matriks
Sebuah matriks dapat dipartisi ke dalam matriks yang lebih kecil dengan menyisipkan garis horizontal atau vertikal diantara baris atau kolom yang ditentukan. Misalkan matriks A
[ ]
berukuran m x n dapat dipartisi menjadi :
A=
A=
A=
=
=
=
Contoh:
2 1 1 2 1 Jika A = dan B 1 1 maka : 3 2 1 6 8 1 1 11 a. Matriks Kolom kedua dari AB = 1 9 3 2 1 8 1
2
11
2 1 b. Matriks Baris pertama dari AB = 1 2 1 1 1 2 11 6 8 1. 4
Invers dan Kaidah Aritmatika Matriks
Diasumsikan bahwa matriks memenuhi sehinga operasi aritmatik matriks tersebut valid, meliputi : a. A + B = B + A b. A +(B+C) = (A+B)+ C c. A(BC) = (AB) C d. A(B+C) = AB + AC e. (B+C)A = BA + CA f. A(B-C) = AB-AC g. (B-C)A = BA-BC h. a(B+C) = aB+aC i.
(a+b)C = aC+bC
j.
(a+b)C = aC-bC
k. a(bC) = abC l.
1.4.1
a(BC) =(aB)C = B(aC)
Invers Matriks
Jika A sebuah matriks segi (bujur sangkar), dan matriks B berukuran sama didapatkan sedemikian hingga AB = BA = I, maka A disebut bisa dibalik ( invertible) dan B adalah invers dari A.
0 1
Contoh : B=
Teorema : Misal A =
adalah invers dari A =
0 1
0 1
maka inversnya adalah
0 1 =
=
12 Contoh: 1. Tentukan invers dari matriks Penyelesaian:
0 1
0 1 0 1 , - 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 Kita beri nama mtriks diatas dengan matriks
, sehingga:
Sedangkan matriks identitasnya:
Kemudian kita gandengkan matriks A dengan matriks I, sehingga menjadi:
(matriks gandengan ini kita beri nama matriks
Kita lakukan operasi baris dasar sampai matriks
)
menjadi matriks I
Maka
1.4.2
Sifat-Sifat Invers
1. Invers suatu matriks bersifat unik. Jika B dan C keduanya merupakan invers dari A maka B = C. 2. Suatu hasil kali berapapun banyaknya matriks yang bisa dibalik adalah matriks yang bisa dibalik, dan invers dari hasil kali tersebut adalah hasil kali invers
– inversnya dalam
ukuran terbalik. Jika A dan B matriks-matriks berukuran sama dan dapat dibalik, maka:
a. AB dapat dibalik b.
=
c. Jika
=I;
= A. A. A. . . A (n faktor, n >0). Jika A bisa dibalik, maka : =
=
=
;
=
…
(n faktor).
13
1.4.3
Jenis – Jenis Matriks
Matriks dapat dibedakan menurut jenisnya, antara lain: 1. Matriks Nol Suatu matriks dikatakan sebagai matriks nol, jika semua elemennya sama dengan nol. Misalnya,
0 0 0 0 0 0 0, 0 0 0 0 0 0 2. Matriks Baris Suatu matriks dikatakan sebagai matriks baris, jika matriks tersebut hanya terdiri atas satu baris, misalnya
1
7, 5
3 2 6
3. Matriks kolom Suatu matriks dikatakan sebagai matriks kolom, jika matriks tersebut hanya terdiri dari
3 2 satu kolom. Misalnya, , 5 5 7 4. Matriks persegi dan matriks bujur sangkar Suatu matriks dikatakan sebagai matriks persegi atau matriks bujur sangkar, jika banyak baris pada matriks tersebut sama dengan banyak kolomnya. Misalnya,
3 7 5 2 3 4 1 , 6 3 1 1 8 2 Pada suatu matriks persegi ada yang dinamakan sebagai diagonal utama dan diagonal sekunder. Perhatikan matriks berikut.
a11 a 21 a31
a12 a 22 a 32
a13
a 33 a 23
14 Elemen-elemen yang terletak pada diagonal utama pada matriks tersebut adalah a11, a22 dan a33 (sesuai dengan arsiran yang berasal dari kiri atas ke kanan bawah).
Sebaliknya, elemen-elemen yang terletak pada diagonal sekunder sesuai dengan arsiran yang berasal dari kiri bawah ke kanan atas, dalam hal ini: a11, a22, a33. 5. Matriks segitiga Suatu matriks persegi dikatakan sebagai matriks segitiga jika elemen-elemen yang ada di bawah atau di atas diagonal utamanya (salah satu, tidak kedua-duanya) bernilai nol. Jika elemen-elemen yangada di bawah diagonal utama bernilai nol maka disebut sebagai matriks segitiga atas. Sebaliknya, jika elemen-elemen yang ada di atas diagonal utamanya bernilai nol maka disebut sebagai matriks segitiga bawah. Misalnya,
5 1 2 0 4 3 0 0 4
0 0 7 5 1 0 4 2 3
Matriks segitiga bawah
Matriks segitiga atas
6. Matriks Diagonal Suatu matriks persegi dikatakan sebagai matriks diagonal jika elemenelemen yang ada di bawah dan di atas diagonal utamanya bernilai nol, atau dengan kata lain elemen-elemen selain diagonal utamanya bernilai nol. Misalnya,
4 0 0 1 0 0 4 0 2 0 0 0 1
7. Matriks Skalar Suatu matriks diagonal dikatakan sebagai matriks skalar jika semua elemen-elemen yang terletak pada diagonal utamanya memiliki nilai yang sama, misalnya,
5 0 0 9 0 0 9 0 5 0 0 0 5
15 8. Matriks Identitas dan matriks satuan Suatu matriks skalar dikatakan sebagai matriks identitas jika semua elemen yang terletak pada diagonal utamanya bernilai satu, sehingga matriks identitas disebut juga matriks satuan. Misalnya,
1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1
Metode untuk mencari matriks kebalikan adalah melalui operasi baris dasar matriks gandengan antara
dan
, -, -
Selain itu ada satu cara menentukan solusi SPL apabila matriks
invertible, maka:
punya solusi tunggal yaitu
Contoh: Tentukan solusi SPL berikut:
Penyelesaian:
, -
Kita ubah Sistem Persamaan Linier di atas ke dalam bentuk matriks dan kita beri nama :
Sedangkan matriks identitasnya:
Kemudian gandengkan matriks dengan K
dengan matriks
dan kita beri nama matriks tersebut
16
Sehingga
Maka
Jadi solusi untuk Sistem Persamaan Linier diatas adalah:
1.5 Hasil – Hasil Selanjutnya Mengenai Sistem Persamaan dan Keterbalikan
Teorema: Setiap sistem persamaan linier bisa tidak mempunyai penyelesaian, tepat satu penyelesaian, atau tak hingga banyaknya penyelesaian
17
Teorema:
Jika
Contoh:
adalah suatu matriks sistem persamaan
yang bisa dibalik , maka untuk setiap matriks b,
tepat mempunyai satu penyelesaian yaitu
Jika sitem persamaan linier ini diubah ke dalam bentuk matriks maka:
Sedangkan matriks identitasnya:
, - Kemudian kita akan mencari invers dari matriks
dengan menggandengkan matriks tersebut
dengan matriks identitasnya, kita beri nama matriks tersebut dengan matriks
.
18
Sehingga
Maka
Jadi solusi untuk Sistem Persamaan Linier diatas adalah:
Latihan Soal – Soal
1.
Pada sistem persamaan linier di atas tentukan nilai
dan
sehingga sistem persamaan
linier memiliki:
a. Solusi tunggal b. Banyak solusi c. Tidak ada solusi ( tidak konsisten )
0 1
2. Selesaikan sistem berikut ini dengan menggunakan eliminasi Gauss Jordan
3. Bila
Tentukan a.
jika:
b.
19
4. Diketahui matriks
buktikan bahwa
5.
, untuk
Tentukan invers dari matriks
Penyelesaian
1.
Penyelesaian:
Kita ubah terlebih dahulu sitem persamaan di atas ke dalam bentuk matriks.
./ ⁄ ⁄ ⁄ ⁄ ⁄ ⁄⁄ ⁄ Sehingga menjadi:
Kemudian matriks diatas kita reduksi.
a. Sistem Persamaan Linier tersebut memiliki solusi tunggal jika dan hanya jika
b. Sistem Persamaan Linier tersebut memiliki banyak solusi jika dan hanya jika: dan
20
c. Sistem Persamaan Linier tersebut tidak mempunyai solusi jika dan hanya jika: dan
2.
Penyelesaian:
. / 0 1 10 1 0 10 10 0 10 10 1 0 10 1
Kita ubah terlebih dahulu sistem persamaan linier di atas ke dalam bentuk matriks
3.
Menentukan
dari
a.
b.
Penyelesaian:
a.
dimana
21
0 1 0 10 1 0 10 1 0 1 0 1 b.
4.
dimana
Kita akan membuktikan bahwa:
Penyelesaian:
Terbukti.
5.
Invers dari matriks
adalah
22
Soal-Soal Latihan : Sistem Persamaan Linear 1.
Reduksilah (lakukan operasi baris dasar) matriks berikut sehingga menjadi matriks eselon baris (bentuk eselon) dan kemudian menjadi matriks eselon baris tereduksi (bentuk kanonik baris) :
1 2 1 2 1 b. 2 4 1 2 3 3 6 3 7 7
1 1 2 a. 2 1 9 1 5 12 0 0 d. 0 0 2.
2
1
2
1
2
4
3
5
5
7
6 4 9 10 11 2 4 3 6 9
3
1
2
3
8 12
0 4 6 2 7 10
Jika ada tentukan solusi SPL-SPL berikut:
3 x 2 y a.
b.
1 4 x 5 y 3 x 3 y 2
x 2 y 4
2 x 4 y 9 x 5 y z
c.
3.
1 2 c. 3 1
2 2 x y 2 z 1 x 7 y 2 z 3
x 3 y 2 z
d.
2 x y 3 z 3 3 x y 8 z 10 x 2 y z
e.
2 2 x y 4 z 13 x y z 5 x 2 y 3 z 2t 2
x 2 y 4 z 5t 3 g. 3 x y 5 z 2t 4
5 x 4 y 6 z 9t 2 2 x y 4 z 2 h. 4 x 2 y 6 z
5 6 x 3 y 8 z 8 x 2 y z 3t 3
f. 2 x 5 y 8 z 6t 5
i. 2 x 4 y 4 z 3t 9
3 x 4 y 5 z 2t 4
3 x 6 y z 8t 10
Tentukan nilai a dan b agar SPL berikut mempunyai : (i) satu solusi (ii) tak ada solusi (iii) banyak solusi
a.
x 2 y
1 ax by 5
b.
x by
1 ax 2 y 5
c.
x by
1 x ay 3
x 2 y 3z 4 d. 2 x 3 y az
5 3 x 4 y 5 z b
4. Perhatikan SPL berikut :
x 2 y a.
1 x y az 1 a y 4 z b
x 2 y 2z 1 b. x ay 3 z
3 x 11 y az b
x y az 1 c. x ay z
4 ax y z b
Untuk setiap a nilai berapakah setiap sistem mempunyai solusi unik, dan untuk pasangan nilai (a, b) berapakah setiap sistem memiliki lebih dari satu solusi? 5. Jika 0 2 , 0 2 , dan 0 maka tentukan nilai , , dari sistem persamaan tak linear berikut :
2 sin cos 3 tan 3
4 sin 2 cos 2 tan 2 6 sin 3 cos
tan 9
6. Tentukan nilai x, y, dan z dari sistem persamaan tak linear berikut:
y 2 z 2 6 x 2 y 2 2 z 2 2 2 x 2 y 2 z 2 3 x 2
7. Tentukan syarat yang harus dipenuhi b agar SPL konsisten :
x 2 y 5 z b1
4 x 5 y 8z b2
8.
3 x 3 y 3 z b3 3 1 Bila A , Tentukan p(A) jika : (i) p( x) x 2 ; 2 1
22
(ii) p( x)
2 x 2 x 1
BAB II DETERMINAN
2.1
Fungsi Determinan
Fungsi determinan merupakan suatu fungsi bernilai real dari suatu peubah matriks. Fungsi determinan dinyatakan dengan det. Misalnya A adalah suatu matriks bujur sangkar, maka fungsi determinan dari matriks A dapat dinyatakan dengan det(A). Terdapat beberapa konsep-konsep yang perlu dipahami dalam menentukan determinan suatu matriks segi, meliputi :
2.1.1
Permutasi
Permutasi dari himpunan bilangan bulat : {1,2,….,n} adalah banyak susunan berbeda dari bilangan-bilangan integer tersebut tanpa adanya penghilangan atau pengulangan. Suatu metode yang mudah untuk mendaftarkan permutasi secara sistem adalah dengan menggunakan suatu pohon permutasi. Misalnya permutasi dari bilangan {1,2,3} dapat disusun : (1,2,3)
(2,1,3)
(3,1,2)
(1,3,2)
(2,3,1)
(3,2,1)
1
2
3
2
3
1
3
1
2
3
2
3
1
2
1
Dari pohon permutasi tersebut didapat bahwa ada enam permutasi yang berbeda dari himpunan bilangan {1,2,3}. Secara umum, himpunan {1,2,3} akan mempunyai n! permutasi yang berbeda ( n=banyak elemen). Untuk himpunan {1,2,3}, 3! = 3.2.1 = 6.
23
23 2.1.2
Inversi (pasangan negatif)
Suatu inversi dikatakan terjadi dalam suatu permutasi ( j1 , j 2 , … , j n) jika suatu bilangan bulat yang lebih besar mendahului bilangan bulat yang lebih kecil. Total jumlah inversi yang terjadi dalam suatu permutasi bisa didapat sebagai berikut : 1) Cari bilangan bulat yang lebih kecil dari j1 dan yang mengikuti j1 dalam permutasi tersebut, 2) Cari bilangan bulat yang lebih kecil dari j 2 dan yang mengikuti j 2 dalam permutasi tersebut, 3) Teruskan proses menghitung ini untuk j 3 , … , j n-1. Total dari jumlah-jumlah tersebut adalah total jumlah inversi dalam permutasi tersebut.
Contoh : Jumlah pembalikan dalam permutasi (2, 4, 1, 3, 5) adalah : 1 + 2 + 0 + 0 = 3. Dari mariks segi A = (a jj)nxn, unsur-unsur a ij dan akl dikatakan pasangan negatif jika dan hanya jika kj atau k>i dan li dan l>j. Permutasi dikatakan genap apabila total inversi jumlahnya genap, dan permutasi dikatakan ganjil apabila total inversi jumlahnya ganjil.
Contoh : Dalam permutasi (2, 4, 1, 3, 5) , jumlah pembalikannya adalah 3 jadi permutasi tersebut dikatakan permutasi ganjil.
2.2 Menghitung Determinan Dengan Reduksi Baris
Menghitung determinan dengan reduksi baris adalah dengan mereduksi matriks yang diberikan menjadi bentuk segitiga atas melalui operasi baris elementer. Kemudian menghitung determinan dari matriks segitiga atas, kemudian menghubungkan determinan tersebut dengan matriks aslinya. a. Menghitung Determinan Matriks 2 x 2 dan 3 x 3 Matriks 2 x 2
0 1
24
, maka
Matriks 3 x 3
, maka :
dengan menggunakan aturan Sarrus
b. Teorema-teorema dasar tentang Determinan Teorema 1
Bila A adalah matriks segi (bujur sangkar) : a. Jika A mempunyai sebuah baris nol atau sebuah kolom nol, maka det(A) = 0
0 1 0 1 0 1 Contoh :
T
b. det(A) = det(A ) Contoh :
T
Maka terbukti det (A) = det (A )
Teorema 2
Jika A adalah matriks segitiga n x n (segitiga atas, segitiga bawah, atau diagonal), maka det(A) adalah hasil kali elemen-elemen diagonal utamanya, yaitu det(A) = a11 a22 ... ann .
25
Contoh :
Teorema 3
Bila A adalah suatu matriks n x n : a. Jika B suatu matriks yang diperoleh bila satu baris atau baris atau satu kolom dari A dikalikan dengan skalar k, maka det(B) = k det(A)
⇒ ⇒ ⇒ b. Jika B suatu matriks yang diperoleh bila dua baris atau dua kolom dari A dipertukarkan, maka det(B) = - det(A)
⇒
26
⇒ ⇒ c. Jika B suatu matriks yang diperoleh dengan mengalikan satu baris atau kolom dengan satu konstanta kemudian ditambahkan pada baris atau kolom yang lain, maka det(B)=det(A)
⇒ ⇒ ⇒ Teorema 4
Bila Enxn matriks elementer : a. Jika E diperoleh dengan mengalikan satu baris I n dengan k, maka det(E) = k
⇒
b. Jika E diperoleh dengan menukarkan dua baris I n , maka det(E) = -1
27
⇒ ⇒ ⇒
c. Jika E diperoleh dengan menambahkan k kali satu baris I n ke baris yang lain,maka det(E) = 1
Teorema 5
Jika A adalah sebuah matriks segi dengan dua baris/kolom yang proporsional, maka det(A) = 0.
28 Contoh :
Penyelesaian :
Det (A)
=
= -
= -3
= -3
= -3
= (-3) (-55)
Det (A) = (-3) (-55) (1) = 165
c. Menghitung Determinan dengan Operasi Kolom Contoh :
29 Penyelesaian : Det (A)
=
= Det (A)
= (1) (7) (3) (-26)
| || |
2.3 Sifat – sifat Determinan
1.
Pembuktian:
1 2 A A 3 4 AT
4 6 2
1 3 AT 4 6 2 2 4
Jadi A
AT
2. Bila unsur-unsur salah satu atau kolom dari suatu matriks persegi bernilai nol maka determinan matriks tersebut = 0 Contohnya :
0 1 0 1 A 0 0 3 0 3
A
0 B 1
0
0
0
B 1 9 0 9
30 3. Jika salah satu baris atau kolom dikalikan dengan konstanta c, maka determinan matrik baru adalah c kali determinan matriks sebelumnya
A* Contohnya :
1 A 3
2
1 2
A 3 4 4 6 2 4
misalkan C 3
3 6 3 6 * A 12 18 6 3 4 3 4
A *
Jadi : A* C A
6 3( 2) 6 6
c A
31 4. Jika dua baris atau dua kolom dipertukarkan maka
*
A
A
Contohnya :
1 2 1 2 4 6 2 A 3 4 3 4
A
3 4 3 4 * A 6 4 2 1 2 1 2
A *
Jadi : * A A
2 ( 2) 22
5. Jika suatu matriks mempunyai dua baris atau kolom yang sama atau sebanding, maka determinannya adalah nol contohnya : kolom;
baris;
3
9
2
6
1 2 A 4 8
A
1
2
A
4
8
A
88 0
3
9
2
6
18 18 0
6. Bila matriks B diperoleh dari matriks A dengan menambahkan kelipatan suatu baris/kolom pada baris/kolom yang lain, maka
A
contohnya
1 A 3
2
1
2
A 3 4 4 6 2 4
B
32 B diperoleh dengan menambahkan 2x baris ke I pada baris ke II pada matriks A
1
B
5
2
1
B 5 8
2 8
8 10 2
7. E matriks yang dihasilkan dari operasi dasar pada matriks Identitas I n Bila matriks E diperoleh dengan mengalikan satu baris matriks Identitas dengan
konstanta k maka Contoh ; E dengan mengalikan K = 7 pada baris ke I
7 0 7 0 E E 0 1 0 1
jadi E K
7 1 7
Bila matriks E diperoleh dengan menambahkan K kali satu baris pada baris yang lain
suatu matrik identitas maka
E
1
Contoh ; E diperoleh dengan menambahkan 2X baris ke-I pada baris ke-II dari matrik identitas
1 0 1 0 E E 2 1 2 1
1 0 1
jadi E
1
E 1
Bila matrik E diperoleh dengan menukarkan dua baris matrik identitas maka
Contoh ; E diperoleh dari menukarkan baris ke I dengan baris ke II pada matriks identitas
0 1 0 1 E E 1 0 1 0
0 1 1
1 8. Jika A memiliki invers, maka det( A )
jadi E 1
1 det( A)
33 contoh;
1 A 3
2
1
2
A 3 4 4 6 2 4
4 2 4 6 3 1 1 4 2 1 A 2 3 1 1 A
1
2 1 2 1 3 1 1 A 3 1 A 3 1 1 2 2 2 2 2 2 1
1 Jadi A
1 A
A1
1
2
1 2
34 9. Bila A adalah matriks (n x n) dan k suatu konstanta, maka det (kA)= det (A) x k berpangkat n contohnya
2 1 3 4
A
A
2
1
3
4
83 5
K .......
2 1 2 K K 3K 4 K 3 4
KA K KA
2K
K
3K
4 K
8K 2 3K 2 K 2 (8 3) K 2 5
Jadi det( KA) K n det( A)
10. Jika A, B dan C matriks berukuran n x n, unsur-unsurnyahanya berbeda pada satu baris (misalnya baris ke-r ), diasumsikan bahwa baris ke-r dari matriks C diperoleh dengan menambahkan baris ke-r matriks A dan baris ke-r matriks B maka det (C)= det (A) + det (B) contoh
3 2 3 2 3 2 B C 3 2 1 1 3 1 2 1
A
maka C A B
2
3
4
3
2
3
3
2
2
3
1
1
6 12 (4 9) (2 3)
6 5 1 6 6 Jadi det(C ) det( A) det( B )
35
11. Jika A dan B matriks segi dengan ukuran sama, maka det (AB)= det (A) det(B) contoh A, B matiks 2 x 2
1 3 2 5 2 9 5 12 11 17 B AB 3 4 8 6 20 8 14 28 4 2
A
maka AB
A B
11 17 14
28
1
3 2
5
4
2 3
4
308 238 (2 12)(8 15)
70 70 Jadi
det( AB) det( A) det( B)
12. Determinan matriks diagonal, matriks segitiga atas da matriks segitiga bawah adalah hasil kali unsur-unsur diagonal utamanya . contoh
2 A 0 0
0
0
7
0
0
A 4
3 B 0 0
1
1
0
B 3.5.6 90 6
1 C 3 6
0
0
5
9 4
2.7.4
56
2
C 1.8.9 72 8 0
36 2.4 Perluasan Kofaktor
Jika A adalah suatu matrik bujur sangkar, maka minor anggota
aij
. Dinyatakan oleh
C ij
dan didefinisikan sebagai determinan submatrik yg masih tersisa setelah baris ke- i dan kolom ke-j dihilangkan dari matrik A. Bilangan (1) kofaktor anggota aij . Secara singkat C ij M ij
i j
M ijdinyatakan oleh C ij disebut
Dan untuk menentukan tanda + atau –
gunakan “papan periksa” C 11 C 21 C 31 C 41 C 51 . .
C 12
C 13
C 14
C 15
. .
C 22
C 23
C 24
C 25
.
C 32
C 33
C 34
C 35
.
C 42
C 43
C 44
C 45
.
C 52
C 53
C 54
C 55
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
. .
. . . . . .
. .
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Contoh :
3 1 4 A 2 5 6 1 4 8
3 M 11
1
2 5 1
3 M 32
4
1
4 6 8
4
2 5
6
1
8
4
5
6
4
8
3
4
2
6
C 11
111 M 11 M 11 16
C32
1
16
26
3 2
M 32
M 32 26
. . . . .
. . . . .
37 Perluasan Kofaktor Perluasan kofaktor dari suatu matrik A ialah cara mencari determinan dari matrik A dengan mengalikan anggota- anggota pada suatu kolom/suatu baris dari matrik A dengan kofaktor-kofaktornya dan menambahkan hasil kali yang di dapat. Pemahaman: misalkan matriks A dengan ordo 3x3 berikut : a11
a12
a13
A a21
a22
a23
a31
a32
a33
A a11a22a33 a12a23a31 a13a21a31 a13a22a31 a12a21a33 a11a23a32 A a11a22a33 a23a32 a12 a23a31 a21a33 a13a21a32 a22a31
A
a11C 11 a12C 12 a13C 13
Contoh soal :
2 4 2 misal matriks ordo 3x3 berikut : A 4 2 4 2 2 4 A a11C11 a 21C 21 a 31C 31
A 2
2
4
2
4
4
4
2
2
4
2
A a11C11 a12C12 a13C 13
4
2
2
4
A 2
2
4
2
4
4
4
4
2
4
.12 2.1 2.12 A 2.0 4.12
A 2.0 4.8 2.4
A 24
A 24
2
4
2
2
2
kita akan mencari determinannya dengan perluasan kofaktor
2.5 Adjoin Suatu Matriks
Definisi: jika A adalah adalah sembarang sembarang matrik n x n dan C(ij) adalah adalah kofaktor kofaktor dari dari a(ij) maka matriks
38
C11 C 21 .. .. Cn1
C 1n
C12
.. ..
C22
.. .. C 2n
.. Cn 2
.. .. .. C nn
disebut matrik kofaktor dari A. transpos dari matrik ini disebut adjoin A dan dinyatakan oleh adj (A). Contoh adjoin matriks, misalkan A adalah matrik 3x3 maka adjoin matrik A diperlihatkan dibawah sbg berikut:
1 2 1 C11 1 A 1 1 2 C21 1 2 1 1 C31 3 1 3 1 mk ( A) 1 1 3 3 1 1
3 C22 1 C32 1 C12
1 C 23 3 C 33 1 C 13
1 1 3 T adj ( A) [mk ( A)] 3 1 1 1 3 1
Aplikasi rumus adjoin untuk invers suatu matriks yaitu sebagai berikut
A Contoh :
1
1 adj ad j( A) det( A)
kita ambil nilai adjoin matrik A pada contoh diatas lalu kita cari inversnya
1 2 1 1 1 3 ad j( A) 3 1 1 A 1 1 2 adj 2 1 1 1 3 1 1 1 3 1 4 1 4 3 4 1 1 1 maka( A 1 ) 3 1 1 3 4 4 4 4 1 3 1 1 3 1 4 4 4
39 2.6 Aturan Cramer
Jika Ax=b merupkan suatu sistem n persamaan linier dalamn peubah sedemikian hingga (A) tidak 0, maka sistem tersebut mempunyai suatu penyelesaian unik, yaitu sebagai beriut; x1
det( A1 ) det( A)
, x2
det( A2 ) det( A)
,...........xn
det( An ) det( A)
dengan Aj adalah matriks yang diperoleh dengan menggantikan anggota-anggota pada kolom
b1 b 2 b .. bn
ke-j dari A dengan anggota-anggota pada matriks
Contoh penerapan aturan Cramer
Selesaikanlah spl berikut ; x+y+z=3 2x + 3y + z = 6 4x +2y +z = 7
Jawab:
1 A 2 4 3 A1 6 7 1 A2 2 4 1 A3 2 4
1 1 3 2 1 3 2
1 det( A) 5 1 1 1 det( A1 ) 5 1
3 1
1 3 6 det( A3 ) 5 7
6 1 det( A2 ) 5 7 1 3 2
jadi
5 1 det( A) 5 det( A2 ) 5 1 y det( A) 5 det( A3 ) 5 1 z det( A) 5 x
det( A1 )
40
, ||-, [ ] [ ][ ]
Latihan Soal – Soal
1. Jika
Tentukan
!
2. Jika
Tentukan
3. Tentukan
4. Jika
Tentukan a.
b.
Penyelesaian:
1.
dengan 2 cara:
41
[ ] [ 2.
]
|| | || | || | | Kita akan ubah matriks diatas menjadi bentuk mereduksi terlebih dahulu:
Kemudian
merupakan
dan
merupakan
Sehingga :
Jadi
3.
Kita reduksi terlebih dahulu menjadi matriks segitiga atas:
dengan cara
42
| | || | | | || | | | | || | | Maka
Karena
merupakan
,
merupakan
Sehingga :
Jadi
4.
a. Dengan metode
Kita cari terlebih dahulu determinan A,
,
merupakan
43
| | [ ] , , ./ Kemudian kita cari adjoin A dengan cara kofaktor:
Maka adjoin A:
jika ditranspose maka
Maka
b. Dengan metode
44
. / [ [ ]
]
Soal Latihan DETERMINAN
1. Tentukan determinan dan matriks adjoin dari matriks A berikut : 1 2 0 5
2 A 1 3
3 2 1
2 0 3 0 2
1
2. Selesaikan SPL berikut ini dengan aturan Cramer 3 y 2 x z 1 3 x 2 z
8 5 y 3 z 1 x 2 y 3. Perhatikan SPL berikut: kx y z 1 x ky z
1 x y kz 1 Dengan menggunakan konsep determinan, tentukan nilai k sehingga SPL memiliki : (i) solusi tunggal (ii) banyak solusi (iii) tak ada solusi
BAB III 2
3
VEKTOR PADA R DAN R
3.1 Vektor
Vektor adalah suatu besaran yang memiliki panjang dan arah. Secara geometri, vector dinyatakan sebagai ruas garis terarah atau anak panah pada ruang berdimensi 2 atau ruang
berdimensi 3. Sebuah vector dapat ditulis dengan : v AB , dimana A sebagai titik awal dari vector v dan B sebagai titik akhir. Vektor adalah suatu besaran yang memiliki besar atau panjang dan arah. Contoh : - kecepatan - gaya Vektor bisa disajikan secara geometris sebagai ruas garis berarah atau panah dalam ruang berdimensi-2 dan berdimensi-3, arah panah menunjukkan arah vektor
Secara Geometri : B titik ujung (terminal point) v=
A titik pangkal (intial point)
Definisi: Penjumlahan 2 Vektor Jika v dan w merupakan 2 vektor sebarang, maka jumlah v+w ditentukan dengan : tempatkan vektor w sedemikian rupa sehingga titik awalnya berimpitan dengan titik akhir v. dapat digambarkan dengan :
46
47 Selisih 2 Vektor. Jika v dan w adalah 2 vektor sebarang, maka selisih u dari v adalah u – v = u - v
Vektor dalam Sistem Koordinat Kita misalkan v adalah vektor sebarang pada suatu bidang. y v
(v1, v2)
ket : v1 dan v2 adalah komponen dari vector v x
Vektor – vektor dikatakan ekuivalen, bila vektor- vektor tersebut memiliki komponen yang sama, dalam arti memiliki panjang dan arah yang sama. y
( v1 + w1, v2 + w2 ) v2 (w1, w2)
v+w
w2
w v
(v1, v2) x
v1
w1
V dan w ekuivalen, jika dan hanya jika v 1 = w1 dan v2 = w2
48 Vektor dalam R
2
y
u2
U (u1,u2)
u1
x
inisial point dipusat koordinat O(0,0) dan terminal point di U(u 1,u2) U
UO
Komponen vektor = (u 1,u2) Vektor-vektor ekuivalen
panjang dan arahnya sama.
pusat koordinat atau titik asal (0,0) maka pash terminal poitnya berimpit memiliki komponen komponen yang sama.
Dua buah vektor u dan v ekuvalen bila diletakkan sehingga initial pointnya berada pada u dan v
Dua buah vektor u dan v memiliki panjang dan arah yang sama U= (u1,u2)
v= (v1,v2)
U ekuivalen dengan v Juga memenuhi :
u1=v1 dan u2=v2
U+v = (u1+v1, u2+v2) u-v = (u1-v1, u2-v2) Ku = K(U1,U2)= (ku1,ku2)
3.2 Norm Vektor dan Aritmatika Vektor 2
3
Sifat-sifat vektor pada R dan R diuraikan dalam teorema berikut : 2
3
Jika U, V, dan W adalah vektor-vektor pada R atau R , k dan l adalah scalar, maka memenuhi hubungan- hubungan berikut :
49 a) u + v = v + u b) (u+v) + w = u + (v+w) c) u + 0 = 0 + u = u d) u + (-u) = 0 e) k(lu) = (kl)u f) k(u+v) = ku + lu g) (k+l)u = ku + kl h) 1u = u Pembuktian : a) u + v = v + u = (v1 + v2 + v3) + (u1 + u2 + u3) = (v1 + u1, v2 + u2, v3 + u3) = (u1 + v1, u2 + v2, u3 + v3) = (u1, u2, u3) + (v1, v2, v3) =u+v b) (u + v) + w = u + ( v + w) = (u1,u2,u3) + [(v1,v2,v3) +(w1,w2,w3)] = (u1,u2,u3) + (v1+w1,v2+w2,v3+w3) = [(u1+v1) + w1, (u2+v2)+w2, (u3+v3)+w3] = (u1+v1, u2+v2,u3+v3) + (w1,w2,w3) = (u+v) + w c) u + 0 = 0 + u = u = (0,0,0) + (u1,u2,u3) = (u1,u2,u3) =u d) u + (-u) = 0 = (u1,u2,u3) + (-u1,-u2,-u3) = (u1-u1, u2-u2, u3-u3) =0 e) (kl)u = k(lu) = k [ l(u1,u2,u3)]
50 = k ( lu1, lu2,lu3) = (klu1, klu2, klu3) = kl ( u1, u2, u3) = kl(u) f) k(u+v) = ku + kv = k(u1,u2,u3) + k(v1,v2,v3) = (ku1,ku2,ku3) + (kv1,kv2,kv3) = (ku1+kv1, ku2+kv2, ku3+kv3) = k (u1+v1, u2+v2, u3+ v3) = k (u+v) g) (k+l)u = ku + lu = k(u1,u2,u3) + l(u1,u2,u3) = (ku1,ku2,ku3) + (lu1,lu2,lu3) = (ku1 + ku1, ku2 + lu2, ku3 + lu3) = (k+l)u h) 1u = u = 1(u1,u2,u3) = u1,u2,u3 =u Panjang vektor ( Norm Vektor ) u dinotasikan sbg
║u║
y
(u1,u2)
║u║ u1
u2
Jadi, ║u║ = x
z
║u║
P(u1,u2,u3)
2
O Q x
║u║2= (OR)2 + (RP)2
S R
y
2
2
= (OQ) + (OS) + (RP) 2 2 2 = u1 + u2 +u3
51
Jadi, ║u║=
Suatu vector yang mempunyai panjang 1 disebut vector satuan ( Unit Vektor ) Demikian juga, jika P 1(x1,y1) dan P2(x2,y2) adalah titik-titik dalam ruang berdimensi-2, maka jarak antara kedua titik tersebut diberikan oleh z P2(x2,y2,z2)
d=
P1(x1,y1,z1) y x Jarak antara P 1 dan P2 adalah norma vektor P1P2 Contoh : a
Bila u = (4,3,5) , ║u║= …. Jawab :
║u║= =
√ √ √
=5 b
Bila koordinat titik P(2,4) dan Q(6,1) , PQ = ? Jawab : PQ = (6,-1) – (2,4) = (4,-5)
PQ =
√ √ =
x p(a,b,c)
p1(x1,y1,z1)
c P2(x2,y2,z3)
v b o x
a
y
v = OP = (a,b,c) =
52
67
Sumbu – Sumbu Translasi y Y
’
Y p
x’
k O’(k,l) O (0,0) x
x’ x
Sistem koordinat – xy ditranslasi ke system koordinat –x’y’, dimana titik asal O’ pada system
–xy mempunyai koordinat O’(k,l) titik P € memiliki koordinat (x,y) dan (x’,y’). Untuk melihat hubungan keduanya, diperhatikan vector O’P. → Pada system koordinat –xy, inisial point O’(k,l) dan terminal point P(x,y) sehingga koordinat
komponen O'P = (x-k, y-l)
→ Pada system koordinat –x’y’, inisial point O’(0,0) dan terminal point P(x’,y’) sehingga komponen OP
=(x’,y’)
Diperoleh persamaan translasi :
x’= x – k ; y’=y-l x=x’ + k ; y + y’ + l
53
3.3 Hasil Kali Silang
Jika U
dan V
adalah vektor-vektor dalam ruang
berdimensi 3,maka hasil kali silang U V adalah vector yang didefinisikan sebagai
U V
Atau dalam notasi determinan
0 1 . / Contoh: Cari
, di mana
dan
Penyelesaian:
Teorema. Jika U, V dan W adalah vektor-vektor dalam ruang berdimensi 3, maka:
a. b. c. d.
‖‖‖‖ ‖‖
(U V orthogonal terhadap U)
(U V orthogonal terhadap V)
(identitas lagrange)
(hubungan antara hasil kali silang dan hasil kali titik)
e.
(hubungan antara hasil kali silang dan hasil kali titik)
54 Contoh:
Tinjau vektor-vektor
dan
Pada contoh di atas kita telah menunjukan bahwa
Karena
Vektor satuan standar
dalam ruang berdimensi 3 dapat dinyatakan dalam bentuk I, j dan
Setiap vektor
k karena kia bisa menuliskan
Misalnya
Z
k
‖‖ ‖‖‖ ‖‖‖‖‖ ‖‖‖‖ ‖‖‖‖ ‖‖‖‖‖‖‖‖ ‖‖‖‖ j
i
X
Identitas lagrange
Y
55
‖‖‖‖‖‖ ‖‖‖‖‖‖
Karena
maka
sehingga ini bias ditulis sebagai
Luas jajaran genjang A
3.4 Dot Product ( Hasil Kali Titik/Skalar)
u
u
u
θ
θ
v
●
v
v
u
v
θ
2
Bila u dan v
3
R , R ; diasumsikan bahwa initial point kedua vector berimpit dengan
⃗ ⃗ ⃗
sudut antara kedua vector sebesar θ ; 0≤ θ ≤ Dot poduct atau Euclidean Inner Product
didefinisikan sebagai:
cos θ ;
=
0
P1 P2 u
θ
.
v
;
56
,‖‖ ‖‖ ‖‖ ( ) , ‖‖‖‖ ‖‖‖‖ ‖ ‖ ‖ ‖ Hukum atau Aturan kosinus:
dengan
maka diperoleh:
2
,
Bila
dengan
, maka:
Teorema Dot Product: a)
=
b)
tak nol , dan θ sudut antara kedua vector , maka: θ mirip sudut lancip jika dan hanya jika θ mirip sudut tumpul jika dan hanya jik vektor - vector
i.
ii.
iii.
θ
jika dan hanya jika
57
Teorema Jika
adalah vector pada
atau
, suatu scalar maka:
a.
b. c.
d.
3.5 Vektor - Vektor Ortogonal
Vektor tegak lurus disebut juga vektor orthogonal. Dua vektor tak nol jika dan hanya jika y
dimana
a P1(x1,y1) P2(x2,y2) x b
Akan dibuktikan
⃗
ax+by+c=0
Dimana P1 dan P2 berada pada garis ax+by+c=0 Vektor n = (a,b)
vector normal garis
Maka : P1(x1,y1)
ax1+by1+c=0…………(1)
P2(x2,y2)
ax2+by2+c=0…………(2)
Persamaan 2 dan1 di eliminasi sehingga memperoleh a(x 2-x1)+b(y2-y1)=0………..(3)
⃗⃗ n = (a,b)
= (x2-x1, y2-y1) =
(
(terbukti)
58 3.6 Proyeksi Ortogonal
W2
W2 W2 U
Q
Q
W1
a
U
U a
W1
W1
Q
W1+ W2 = W1 +( U- W1) =U W1 // a dan W2
a
W1= proyeksi ortoganal dari U pada a atau komponen vector U sepanjang / sejajar a dinotasikan sebagai ProyaU W1= ProyaU W2= komponen vektor U yang orthogonal terhadap a W2= U- W1=U- ProyaU
Teorema Jika
maka:
Contoh :
adalah vector - vector dalam ruang berdimensi 2 atau ruang berdimensi 3 jika
‖‖ ‖‖
59 Untuk panjang komponen vektor
‖‖‖‖ ‖‖‖‖ |‖‖| ‖‖ |‖|‖ ‖‖‖‖‖|‖| ‖‖|| :
Jarak dari suatu titik pada bidang ke suatu garis. y D Q(X1,Y1)
Po(Xo,Yo) D=?
ax+by+c=0 x
⃗ ⃗ ⃗ ‖ ‖ ⃗⃗ ‖‖ ⃗ | ‖ ‖ | √ √
jarak D = panjang proyeksi orthogonal dari
60
Maka
|√ | | |√
Diperoleh
Contoh :
Jarak titik (-1,2) ke garis 4x+3y-6=0
3.7 Jarak Antara Titik Dan Garis Y Q(x1, y1) D
n = (a, b)
P0(x0, y0) D ax + by + c = 0 X
Misalkan Q(x1, y1) adalah titik sebarang pada garis dan tempatkan vector n = (a, b) sedemikian rupa sehingga titik awalnya berimpitan dengan Q. Jarak D sebanding dengan panjang dari proyeksi orthogonal
D = proj
QP
0
QP
0
n
QP
n tetapi
0
pada n, sehingga : proj n
QP x x , y y 0
0
1
0
1
QP n a x x b y y 0
0
n
2
a b
1
2
0
sehingga
1
61
D=
a x0 x1
b y y 0
2
a b
1
2
……………..persamaan 1
Karena titik Q(x1, y1) terletak pada garis tersebut, koordinatnya memenuhi persamaan garis tersebut sehingga : ax1 + by1 + c = 0 atau c = - ax 1 – by1, substitusikan pernyataan tersebut ke dalam persamaan 1, maka menghasilkan :
D=
a x0 b y
0
c
2 2 a b
3.8 Hasilkali Silang (Cross Product)
Definisi : jika u = (u1, u2, u3) dan v = (v1, v2, v3) adalah vector- vector pada ruang berdimensi 3, maka cross product u x v adalah vector yang didefinisikan sebagai : (u2v3 – u3v2, u3v1 – u1v3, u1v2 – u2v1)
v2
u Atau dalam notasi determinan : u v 2
u , u u , u u v v v v v 3
1
3
1
2
3
1
3
1
2
Teorema : Hubungan Hasilkali Silang dengan Hasilkali Titik a) u (u x v) = 0 b) v (u x v) = 0 c)
uv
2
2
2
u v uv
2
d) u x (v x w) = (u
w)v – (u v)w
e) (u x v) x w = (u
w)v – (v w)u
Teorema : Sifat – sifat Hasilkali Silang a) u x v = - (v x u) b) u x (v + w) = (u x v) + (u x w) c) (u + v) x w = (u x w) + (v x w) d) k(u x v) = (ku) x v = u x (kv) e) u x 0 = 0 x u = 0 f) u x u = 0
62 3.9 Vektor Pada Garis Dan Bidang Dalam Ruang Tiga Dimensi
z P0(x0, y0, z0)
P(x, y, z)
l
V = (a, b, c) y
x
Persamaan dari bidang yang melewati titik P 0 (x0, y0, z0) dan memiliki vector taknol n = (a, b, c) sebagai normalnya, dimana bidang tersebut terdiri dari tepat titik P(x, y, z) dengan vector
P
0
P
P
0
P
adalah
orthogonal
terhadap
n,
yaitu
:
n P0 P 0 ,
karena
( x x0 , y y 0 , z z 0) , maka persamaan di atas dapat ditulis kembali sebagai a(x - x 0)
+ b(y – y0) + c(z – z0) = 0 (disebut sebagai bentuk normal – titik dari persamaan suatu bidang). l adalah garis pada ruang berdimensi 3 yang melalui P 0(x0, y0, z 0) dan P(x, y, z), dimana parallel v, maka dapat dinyatakan :
P P tv 0
, dimana t adalah suatu scalar
(x – x0, y – y0, z – z0) = (ta, tb, tc) x - x0
= ta
y - y0
= tb
z – z0
= tc
persamaan parametric garis
Teorema : Jarak antara Suatu Titik dan Suatu Bidang Jarak D antara titik P 0(x0, y0, z0) dan bidang ax + by + cz + d = 0 adalah D=
a x0 b y 2
0
c z 0 d 2
a b c
2
P
0
P
63 contoh 1 : jika v = ( 1,-3,2) dan w =(4,2,1) maka : v+w = (5,-1,3)
2v = (2,-6,4)
jika titik pangkal suatu vektor tidak berada pada titik asal misalkan p 1= ( x1, y1, z1) dan titik ujungnya misalkan p 2=(x2, y2, z2) maka vektor v = p 1 p2 = (x2 - x1, y2 - y1, z2 - z1)
contoh 2 : komponen vektor v = p 1 p2 dengan titik pangkal p 1 (2,-1,4) dan titik ujung p2 = (7,5,-8) adalah : v = (7 - 2, 5- ( - 1), (- 8) – 4) = ( 5, 6, - 12)
Latihan Bab III
1.
Tentukan x dan y yang memenuhi : a. (x, y+1) = (y-2, 6)
b. (4, y) = x(2, 3)
c. x(2,y) = y(1, -2)
2. Tentukan nilai x, y, z dimana (x, y+1,y+z) = (2x+y,4,3z) 3. Nyatakan vektor v = (1, -2, 5) sebagai kombinasi linear dari vektor-vektor (1,1,1) ; u2 = (1,2,3); dan u3 = (2,-1,1) sehingga dapat dinyatakan sebagai : v = k 1 u1 + k 2 u2 + k 3 u3 Tentukan nilai k i , i=1,2,3
9 4. Nyatakan vektor v 3 sebagai kombinasi linear dari ui, i = 1,2,3 dengan 16 2 4 1 u1 3 , u 2 5 dan u 3 2 1 3 3 5. Tentukan nilai k sehingga vektor u dan v saling ortogonal: a. u = (3, k, -2) dan v = (6, -4, -3) b. u = (5, k, -4, 2) dan v = (1, -3, 2, 2k) c. u = (1, 7, k+2, -2) dan v = (3, k,-3, k) 6. Jika diketahui u = 3i – 4 j + 2k , v = 2i + 5 j – 3k, w = 4i + 7 j + 2k Tentukan : a. u x v
b. u x w
c. v x w
d. v x u
e. w x v
u1=
7. Tentukan vektor satuan u yang ortogonal terhadap : a. v = (1, 2, 3) dan w = (1, -1, 2) b. v = 3i – j + 2k dan w = 4i – 2 j – k 8. Untuk vektor-vektor seperti soal no 6, tunjukkan bahwa : a. (u + v) w = u w + v w
b. w (u + v) = w u + w v
9. Tentukan titik potong bidang 3x – 2y + 2 = 44 dan garis dengan persamaan parametrik x = 3 + 2t, y = 1 – 2y, z = 5 + 4t
65
BAB IV RUANG VEKTOR EUCLIDEAN
4.1 Ruang Berdimensi-n Euclidean
Beberapa definisi vektor dalam Rn.
Dua buah vektor, u=(u 1, u2, u3, …, un) dan v=(v1, v2, v3, …, vn) dalam R n disebut sama jika: u1=v1, u2=v2, u3=v3, …, un=vn
Jumlah u+v didefinisikan sebagai: u+v= (u1+v1, u2+v2, u3+v3, …, un+vn)
Jika k adalah sembarang skalar, perkalian skalar ku didefinisikan sebagai: ku= (ku1, ku2, ku3, …, kun)
Jika
u= (u1, u2, u3,
…, un)
n
adalah sembarang vektor dalam R , maka negatif (atau
invers aditif) dari u dinyatakan dengan – u dan didefinisikan sebagai: -u = (-u1, -u2, -u3, …, -un)
Selisih
vektor- vektor dalam R
n
v-u= (v1-u1, v2-u2, v3-u3, …, vn-un)
Dalam bentuk komponen-komponen: u-v= (u1-v1, u2-v2, u3-v3, …, un+vn)
u,
₀
n
v adalah vektor- vektor dalam R , hasil kali dalam Eucliden u v didefinisikan
sebagai: u v = u1v1+u2v2+u3v3+…+unvn
Jika
n
dua vektor u, v adalah vektor-vektor dalam R maka u dan v saling orthogonal
bila u v = 0
n
Sifat-sifat operasi vektor dalam ruang Berdimensi-n (R ) n
Teorema 4.1 jika u, v, w adalah vektor-vektor dalam R ;dan k, l adalah skalar, maka: a. u+v = v+u b. u+(v+w) = (u+v)+w
66
66 c. u+0 = 0+u = u d. u+ (-u) = 0, sehinnga u-u=0 e. k (lu) = kl (u) f. k (u+v) = k u + k v g. (k +l)u =k u + lu h. lu=u; l=1 n
Teorema 4.2 : jika u, v, w R dan k sembarang skalar maka: a. u∙v = v∙u b. (u+v).w = u.w + v.w = w.u + w.v = w. (u+v) c. (k u).v =k (u.v)
d. v.v≥0 ; v.v=0 jika hanya jika v=0 Contoh pembuktian : (u+v).w = (u1+v1, u2+v2, u3+v3, …, un+vn).(w1, w2, w3, … , wn) = (u1+v1)w1 + (u2+v2)w2 + (u3+v3)w3+ … +(un+vn)wn = [(u1w1 + v1w1), (u2w2 + v2w2), (u3w3 + v3w3), … ,(unwn + vnwn)] = (u1w1, u2w2, u3w3, …, unwn) + (v1w1, v2w2, v3w3, …, vnwn) = u.w + v.w = w.u + w.v
n
Jika u, v, w R dan k sembarang skalar
maka: a. u∙v = v∙u b. (u+v).w = u.w + v.w = w.u + w.v = w. (u+v)
67 c. (k u).v =k (u.v)
d. v.v≥0 ; v.v=0 jika hanya jika v=0 Contoh pembuktian : (u+v).w = (u1+v1, u2+v2, u3+v3, …, un+vn).(w1, w2, w3, … , wn) = (u1+v1)w1 + (u2+v2)w2 + (u3+v3)w3+ … +(un+vn)wn = [(u1w1 + v1w1), (u2w2 + v2w2), (u3w3 + v3w3), … ,(unwn + vnwn)] = (u1w1, u2w2, u3w3, …, unwn) + (v1w1, v2w2, v3w3, …, vnwn) = u.w + v.w = w.u + w.v
Contoh soal: 1. Anggap u=(1, 2, 3, 4), v=(-3, 2, 3, 4), dan w=( 1, 1, 2, 0), carilah: a.
(3v+w).(2u+v)
b.
2(u-v)
Jawab: 1.a. (3v+w).(2v+w)
=(3v).(2v+w) + (w).(2v+w) =[(3(-3,2,3,4)).(2(-3,2,3,4)+(1,1,2,0)]+ [(1,1,2,0).(2(-3,2,3,4)+(1,1,2,0)] =[(9,6,9,12).(6,4,6,8)+(1,1,2,0)]+[(1,1,2,0) .(6,4,6,8)+(1,1,2,0)] =[(-54,24,54,96)+ (1,1,2,0)]+[(6,4,12,0)+(1,1,2,0)] =(-53,25,56,96)+(7,5,14,0) =(-46,30,70,96)
b. 2(u-v) = 2 [(1, 2, 3, 4) - (-3, 2, 3, 4)] = 2(4, 0, 0, 0) = (8, 0, 0, 0)
68 n
Teorema 4.3 (Ketaksamaan Cauchy-Schwarz dalam R )
Jika u, v, Є-Rn
: v = (u1,u2,…un) dan v= (v1,v2,…,vn) adalah vektor-vektor dalam R , n
maka :
|u.v| ≤ ║u║║v║ atau dinyatakan dalam bentuk komponen-komponennya 1/2 1/2 |u1v1+u2v2+….+unvn| ≤
2
3
Dari rumus tersebut, jika u dan v adalah vektor-vektor tak nol dalam R atau R , maka |u.v| = |║u║║v║cos θ| = ║u║║v║|cosθ| ≤ ║u║║v║ dan Jika u=0 dan v=0, maka kedua ruas dari (3) adalah nol, sehingga ketaksamaan tersebut juga berlaku utuk kasus ini.
Teorema 4.4
Jika U, V € R n a) b) c) d)
dan k adalah sembarang skalar, maka
||U|| 0 ||U||=0 jika dan hanya jika u=0 ||kU||=|k||U|| ||U+V|| ||U||+||V|| (ketaksamaan segitiga)
Dimana kita akan membuktikan teorema 4.4 dengan mencoba salah satunya dengan membuktikan (d)
Bukti (d). ||U+V||
2
= (U+V).(U+V)=(U.U)+2(U.V)+(V.V) 2
2
= ||U|| +2(U.V)+||V|| 2
2
||U|| +2|U.V|+||V|| 2
sifat nilai mutlak 2
||U|| +2||U|| ||V||+||V||
ketaksamaan Cauchy-Schwarz
2
(||U||+||V||)
69 Dengan gambar: U+V V
U ||U+V|| ||U||+||V||
Teorema 4.5 n
Jika U, V, dan W adalah vektor-vektor dalam R dan k adalah sembarang sekalar, maka: a) d(U,V) 0 b) d(U,V)=0 jika dan hanya jika U=V c) d(U,V)= d(U,V) d) d(U,V) d(U,W)+ d(W,V) (ketaksamaan segitiga)
Dimana kita akan membuktikan teorema 4.5 dengan mencoba salah satunya dengan membuktikan (d)
Bukti (d). d(U,V)=||U-V||=||(U-W)+(W-V)|| ||U-W||+||W-V||= d(U,W)+ d(W,V)
Teorema 4.6 n
Jika U dan V adalah vektor-vektor dalam R dengan hasil kali dalam Euclidean, maka 1 1 U.V= || U V ||2 || U V ||2 4 4
2
2
2
Bukti ||U+V|| =(U+V). (U+V)=||U|| +2(U.V)+||V|| 2
2
2
|U-V|| =(U-V). (U-V)=||U|| -2(U.V)+||V||
70 4.2 Ortogonalitas ( Ketegaklurusan )
Definisi: Dua vektor
dan
dalam
disebut ortogonal jika
.
Contoh: Dalam ruang Euclidean R vektor – vektor u=(-2,3,1,4); v=(1,2,0,-1) adalah orthogonal karena 4
u.v= (-2)(1)+(3)(2)+(1)(0)=0 Bila
‖‖ ‖‖ ‖‖ , -
tegak lurus
jika vektor
dan
Karena
maka:
2
=
2
2
+
dinyatakan dalam matriks
Jika A suatu matriks
maka:
T
T
u
u
71
, - [] Contoh:
Pandangan hasil kali titik mengenai perkalian matriks
;
ij =
Unsur ke- ij dari AB =
= Baris ke- i matriks A . kolom ke- j matriks B
, (()) (()) [() ()] ;
=
Contoh soal:
Berikut ini adalah contoh suatu system linear
kali titik: 3x1 – 4x2 + x3 = 1 2x1 – 7x2 – 4x3 =5 x1 + 5x2 – 8x3 = 0
yang dinyatakan dalam bentuk hasil
72
73
n
m
4.3 Transformasi Linear Dari R Ke R
Fungsi – fungsi dari R ke R n
A
B
A
B f
a
b
Fungsi adalah suatu aturan f yang menghubungkan setiap unsure dalam A ke satu dan hanya satu unsur dalm B Jika f menghubungkan unsur b dengan unsur a, maka ditulis b = f(a), dikatakan : (-) b adalah bayangan dari a dibawah f (-) f (a) adalah nilai f di a
Himpunan A disebut daerah asal (Dominan) : himpunan unsur yang akan dipetakan
Himpunan B disebut daerah kawan (kodanain) : himpunan unsur yang dipadankan dari unsur – unsur pada A
Daerah hasil (Range) adalah himpunan bagian dari B yang terdiri dari semua nilai yang mungkin untuk f ketika nilai a berubah – ubah dalam A.
Dua buah fungsi dikatakan sama, f 1 = f 2 jika kedua fungsi memiliki dominant yang sama dan f 1 (a) = f 2 (a) suatu fungsi f : R
n
→ R, ditulis sebagai :
w = f (x1, x2, …., xn) Contoh : f(x) = x
2
f(x,y) = 2x – 4y f (x,y,z) = x + 2y – z
=> f : R → R 2 => f : R → R 3 => f : R → R
74
-
n
m
Transformasi Linear Dari R Ke R
Transformasi linear adalah transformasi yang dituliskan sebagai T : R
n
→ R m
dan
didefinisikan oleh persamaan – persamaan linear -
Jika m = n maka transformasi linear dikatakan sebagai operator linear
-
Definisi transformasi linear T : R
n
→ R m
dalam SPL :
w1 = a11x1 + a12x2 + ……+a1nxn w2 = am1x1 + am2x2 + ……+amnxn dalam notasi matriks : w1
a11 a12
w2
=
a21 a22
wn
am1 am2
… a1n … a2n … amn
x1 x2 xn
w = Ax Matriks A = [aij] disebut matriks standar untuk transformasi linear T T disebut perkalian dengan A Contoh T : R
3
→ R 2 yang didefinisikan oleh persamaan
w1 = 2x1 – x2 + 3x3 =
w1
w2 = x1 + x2 – x3
w2
=
2
-1
1
1
3
x1
-1
x2 x3
maka bayangan dari titik (1,2,- 1) adalah ….. w1
=
2
w2
1
-1 1
3
1
-1
2
-3 =
4
-1 Beberapa maslah notasi :
→ R m dengan A adalah matriks standar untu T, maka transformasi linear T : n m n m R → R dinyatakan dengan T A : R → R (x) x Ta = A : kadang – kadang matriks standar untuk T dinyatakan dengan [T]
Jika T : R
n
T(x) = [T]x
75 Kadang kedua penulisan matriks standar dicampur, dengan hubungan : [T a] = A
76 4.4 Geometri Transformasi Linear
T (x) T (x) x x T memetakan titik ke titik
T memetakan vector ke vector
n
Jika O matriks nol berukuran m x n dan O vektor nol dalam R , untuk setiap vektor x n
dalam R berlaku : n
m
To9x) = OX = o : To transformasi nol dari r ke R
n
Jika I matriks identitas berukuran n x n, maka untuk setiap vektor x dalam R : TI(x) = Ix = x; TI operator identitas pada R
n
Operator Pencerminan z
y
(-x,y)
(x,y,z)
(x,y)
w = T(x)
x
x
y
Pencerminan terhadap sumbu y w 1= -x
x
w2 = y w = -1 0
x
0 1
y
Pencerminan terhadap bidang -x y w 1= -x w2 = y w3 = -z w= 1
0
0
x
0
1
0
y
0
0 -1
z
77
Operator Proyeksi y Proyeksi orthogonal pada sumbu – x x,y x
w
x,0
w1 = x
1
0
x
w2 = 0
W= 0
0
y
x
z Proyeksi orthogonal pada sumbu – xy
(x,y,z)
w1 = x w2 = y w3= 0
y
W=
1
0 0
x
0
0 0
y
0
0 0
z
(x,y,o)
x
Operator Rotasi Y
x = r cosα y = r sin α w1 = r cos (α+θ) w2 = r sin (α+θ)
w (w1,w2) r y
θ r α
(x,y) x
78
w1 = r [cosα . cosθ – sinα sinθ] = cosα . cosθ – sinα sinθ w1 = x cos θ – y sin θ w2 = r [sinα cosθ + cosα sinθ] = r sinα cosθ + r cos α sinθ = Y cosθ + x sin θ w1 = x cosθ – y sin θ cosθ – sinθ x W= w2 = x sin θ + y cos θ sinθ cosθ y ≈ Pelebaran ≈ Penyempitan w= k o
o
x
k
(k) ≥ 1 → Pelebaran
y
w= k
o
o
x
o
k
o
y
o
o
k
d ≤ | k | < 1 → Penyempitan
z
n
m
4.5 Sifat- sifat transformasi linear dari R → R
Definisi: suatu transformasi linear T : R
n
→ R m
disebut satu-satu jika T memetakan
n
vektor-vektor (titik-titik) yang berbeda pada R ke vektor-vektor (titik-titik) yang berbeda pada m
R . Teorema 4.7 n
Jika A adalah suatu matrik n x n dan T A : R pernyataan berikut equivalen. a. A dapat dibalik b. Daerah hasil dari T A adalah R
n
c. TA adalah satu-satu Invers dari sebuah operator linear satu-satu.
→ R n adalah
perkalian dengan A, maka
79 Jika TA : R R
n
n
→ R n adalah suatu operator linear satu-satu maka matriks A dapat dibalik jadi
TA :
→ R n adalah sebuah operator linear ; disebut invers dari T A T A T A1 x AA 1 x
Ix x
1
T A1 T A x A Ax Ix
x
Secara equivalen
T AA T I T A T A T A A T I T A T A1
1
1
1
Masalah notasi. n
Jika operator linear satu-satu pada R dituliskan sebagai T : R invers dari operator T dinyatakan dengan T 1 (bukan T A
1
n
→ R n (dan bukannya T A ), maka
).
T T
1
A1
Sifat-sifat kelinearan Suatu transformasi T : R
n
→ R m adalah linear jika dan hanya jika hubungan berikut ini n
berlaku untuk semua vector u dan v pada R dan setiap sekalar c a. T(u+v)=T(u)+T(v) b. T(cu)=cT(u) Bukti: Misalnya T adalah transformasi linear: A matriks standar u/T T(u+v)=A(u+v)=Au+Av=T(u)+T(v) T(cu)=A(cu)=c(Au)=cT(u)
Jika T : R
n
→ R m adalah suatu operator linear, maka suatu saklar
disebut nilai eigen
n
dari T jika ada suatu x tak nol pada R sedemikian sehingga T x x
Vektor-vektor tak nol x memenuhi pesamaan ini disebut vektor eigen dari T yang berpadanan dengan
80 Ringkasan : teorema 4.9 n
Jika A adalah suatu matriks n x n, dan jika T A : R
→ R n adalah perkalian dengan A,
maka pernyataan-pernyataan berikut ini equivalen a. A bisa dibalik b. Ax=0 hanya mempunyai solusi trivial c. Bentuk eselon baris tereduksi dari A adalah I d. A dapat dinyatakan sebagai suatu hasil kali matriks-matriks dasar e. Ax=b konsisten untuk setiap matriks b(n x 1) f.
Ax=b tepat punya satu solusi untuk setiap b(n x 1)
g. Det(A) 0 h. Daerah hasil T A adalah R i.
n
TA adalah satu-satu
Latihan Bab IV
1.
Uraikan bentuk berikut berkaitan dengan ruang Hasilkali dalam: a. 5u1 8u 2 ,6v1 7v2
b. 2u 3v
2
2. Bila ruang hasilkali dalam didefinisikan sebagai u, v
u1v1 3u2 v2 maka untuk u = ( 2,
1) dan v = (1,-1) , tentukan : a. 3.
u,v
b. || u||
c. Cosinus sudut antara u dan v
Ingat bahwa suatu transformasi T : V
W (V, W suatu ruang vektor) disebut sebagai
transformasi linear jika : i. Untuk sembarang vektor v 1 dan v2 di V berlaku T(v 1 + v2) = T(v1) + T(v2) ii. Untuk sembarang bilangan real k dan v di V berlaku T(kv) = k T(v)
1 1 Bila didefinisikan T(x,y) = A(x,y) dengan A = 0 2 , dengan menggunakan sifat 1 2 sifat di atas, apakah T merupakan transformasi linear?
81 4.
Bila u, v, w
R4 dengan u=(1,1,-1,1), v=(2,1,1,1), w=(3,1,4,1).
Selidiki apakah ketiga
vektor tersebut bebas linear atau terpaut linear?. Jika ketiga vektor tersebut terpaut linear, tuliskan hubungan diantara ketiga vektor tersebut! 5.
Tentukan matriks standar untuk komposisi operator-operator linear pada R berlawanan arah dengan jarum jam 270
0
3
: Rotasi
terhadap sumbu-x, diikuti dengan rotasi
0
berlawanan arah dengan jarum jam 90 terhadap sumbu-y, diikuti dengan pencerminan terhadap bidang-xy, kemudian diikuti dengan pelebaran dengan faktor skala k = 2. 6.
Tentukan dua buah unit vektor yang ortogonal terhadap ketiga vektor u = (2,1,-4,0), v = (-1,-1,2,2), dan w = (3,2,5,4)
BAB V RUANG – RUANG VEKTOR UMUM
5.1 Aksioma Ruang Vektor
Definisi Anggap V adalah sebarang himpunan tak-kosong dari objek di mana dua operasi didefinisikan yaitu penjumlahan dan perkalian dengan scalar ( bilangan ).Yang kami maksud dengan penjumlahan adalah suatu aturan yang menghubungkan setiap pasangan objek u dan v dalam V dengan suatu objek u + v, yang disebut sebagai jumlah u dan v, yang dimaksud dengan perkalian skalar adalah suatu aturan yang menghubungkan setiap scalar k dan setiap objek u dalam V dengan objek k u, yang disebut perkalian skalar dari u dengan k . Jika aksioma berikut ini dipenuhi oleh semua objek u, v, w dalam V dan semua skala k dan l, maka disebut V sebagai ruang vektor dan disebut objek dalam V sebagai vektor. 1) Jika u dan v adalah ojek – objek dalam V, maka u + v berada dalam V. 2) u + v = v + u 3) u + (v + w) = (u + v) + w 4) Ada suatu objek 0 dan V, yang disebut suatu vector nol untuk V, sedemikian sehingga 0 + u = u + 0 = u untuk semua u dalam V. 5) Untuk setiap u dalam V, ada suatu objek – u daam V, yang disebut negatif dari u, sedemikian sehingga u + (-u) = (-u) + u = 0 6) Jika k adalah sebarang skalar dan u adalah sebarang objek dalam V, maka ku ada dalam V. 7) k(u + v) = ku + kv 8) (k + l)u = ku + lu 9) k(lu) = (kl)u 10) lu = u Ruang – ruang vektor dimana skalarnya berupa bilangan kompleks disebut Ruang Vektor Kompleks, sedang apabila scalar merupakan bilangan real disebut ruang Vektor Real.
81
82 Ruang Vektor dapat berupa vektor, matriks, fungsi dan bidang. Contoh : Himpunan semua matriks 2x2 dalam bentuk u=
juga dalam V dank u =
εV;v=
εV
0 1
adalah ruang vektor ;km:
u+v=
ε V.
Himpunan semua bilangan real positif dengan operasi
( ) 0 1 k
dan kx = x adalah suatu ruang vector bila u, v
εV
dengan
Maka
Himpunan pasangan bilangan real (x , y) dengan operasi dan
bukan merupakan ruang vector, karena tidak
memenuhi aksioma :
1u = u ; dalam definisi operasi diatas
maka
juga :
Himpunan semua matriks 2x2 berbentuk
bukan suatu ruang vector karena :
u=
ε V;
Beberapa Sifat Vektor Anggap V adalah suatu ruang vektor u suatu vektor dalam V, dan k suatu skalar; maka: a) 0u = 0
83 b) K0 = 0 c) (-1)u = -u d) Jika ku = 0, maka k = 0 atau u = 0 Dapat dibuktikan bagian a) dan c) dan meninggalkan bukti lainnya Bukti : a). Dapat dituliskan 0u + 0u = (0 + 0)u
[Aksioma 8]
= 0u
[siat bilangan 0]
Berdasarkan aksioma 5 vektor 0u mempunyai suatu negatif, -0u. Menjumlahkan negatif ini pada kedua ruas di atas akan menghasilkan [0u + 0u] + (-0u) = 0u + (-0u)
[aksioma 3]
0u + 0 = 0
[aksioma 5]
0u = 0
[aksioma 4]
Bukti c). Untuk menunukkan (-1)u= -u, kita harus menunjukkan bahwa u + (-1)u= 0. Untuk melihat ini, amati bahwa u + (-1)u= lu + (-1)u
[aksioma 10]
= (1 + (-1))u
[aksioma 8]
= 0u
[sifat bilangan]
=0
[Bagian a) di atas]
5.2 Subruang (Subspace)
Definisi suatu himpunan bagian w dari suatu ruang vektor V disebut suatu sub-ruang dari V jika W sendiri adalah suatu ruang vector dibawah penjumlahan dan perkalian scalar yang didefinisikan pada V. Teorema Jika W adalah suatu himpunan satu atau lebih vector dari ruang vector V, maka W adalah suatu sub-ruang dari V jika dan hanya jika syarat syarat berikut ini terpenuhi. a) Jika u dan v adalah vector – vector dalam W, maka u + v ada dalam V. b) Jika k adalah sembarang skalar dan u adalah sembarang vektor dalam W, maka ku ada dalam W.
84 Ruang – ruang Penyelesaian untuk system – system Homogen Teorema: Jika Ax= 0 Adalah suatu system linear homogen dari m persamaan dalam n peubah, n
maka himpunan vektor penyelesaiannya adalah suatu sub-ruang dari R . Bukti: Anggap W adalah himpunan vektor penyelesaian. Paling tidak ada satu vector dalam W, yaitu 0. Untuk menunjukkan bahwa W tertututp terhadap penjumlahan dan perkalian scalar, kita
– vektor penyelesaian dan k vektor – vektor penyelesaian.
harus menunjukkan bahwa jika x dan x adalah sebarang vektor adalah sebarang skalar, maka x + x dan k x juga merupakan Tetapi jika x dan x adalah vektor – vektor penyelesaian, maka
Ax = 0 dan Ax’=0 Didapatkan bahwa: A(x + x’) = Ax + Ax’ = 0 + 0 = 0 dan A(kx) = k Ax = k 0 = 0
Yang membuktikan bahwa x + x’ dan k x dan vektor – vektor penyelesaian. 5.3 Kombinasi Linear
Definisi Suatu vektor w disebut suatu kombinasi linear dari vector-vektor v 1,v2…,v,jika bisa dinyatakan dalam bentuk w=k 1v1 + k 2v2 + ….+ krvr dengan k 1,k 2,…,kr adalah skalar. Jika r=1, maka persamaan dalam definisi di atas menjadi w= k 1v1; yaitu,w adalah suatu, w adalah suatu kombinasi linear dari suatu vektor tunggal v 1 jika w adalah suatu pengandaan skala dari v 1. Contoh :
w = (a, b, c) ε R merupakan kombinasi linear dari i=(1, 0, 0), j=(0, 1, 0), k=(0, 0, 1), 3
w= ai + bj + ck
P1 = 2 + x + 4x P2 = 1 – x + 3x
2
2
P3 = 3 + 2x + 5x
2
85 2
Bila P= 6 +11x + 6x dapat dinyatakan sebagai : ; ki
real maka P adalah kombinasi linear dari
P1,P2,P3
5.4 Rentang
Jika v1,v2…,v,
adalah vektor-vektor
dalam suatu ruang vektor V , maka secara umum
beberapa vektor dalam V mungkin merupakan kombinasi linear dari v 1,v2…,v,
dan yang
lainnya mungkin tidak. Teorema berikut ini menunjukkan bahwa jika menyusun suatu himpunan W yang terdiri dari suatu vektor-vektor yang dapat dinyatakan sebagai kombinasi dari v1,v2…,v, itu, maka W membentuk suatu sub-ruang dari V. Teorema Jika v1,v2…,v, adalah vektor-vektor dalam suatu ruang vector V, maka
(a) Himpunan W semua kombinasi linear dari v 1,v2…,v,
merupakan suatu sub-ruang
dari
v1,v2…,v,. (b) W adalah sub-ruang terkecil dari V yang berisi v 1,v2…,v,
dalam pengertian bahwa setiap sub-ruang lain dari V yang berisi v 1,v2…,v, pasti mengandung W.
Bukti (a). Untuk menentukkan bahwa W adalah suatu sub-ruang dari V, kita harus membuktikan bahwa W tertutup terhadap penjumlahan dan perkalian scalar paling tidak ada suatu vektor dalam W, yaitu, 0, karena 0= 0v 1,0v2…,0vr jika u dan v adalah vector-vektor dalam W maka u= cv1,cv2…,cvr v= k 1v1 + k 2v2 + ….+ krvr dengan c1,c2,…,cr,k 1,k 2,…,k2adalah skalar. Oleh karena itu, u + v = (c1 + k 1)v1+(c2 + k 2)v2 + (cr, + k r)vr. dan untuk sebarang skalar k, ku=(c1k 1)v1+(c2k 2)v2 + (cr,k r)vr jadi, u + v dank u adlah kombinasi linear dari v 1,v2…,vr oleh Karena itu terletak dalam W. Dengan demilian, W tertutup terhadap penjumlahan dan perkalian skalar.
86 Bukti (b). Setiap vektor v i adalah suatu kombinasi linear dari v 1,v2…,vr karena bisa dituliskan vi = 0v1+ 0v2+…+ 1vi+…0vr oleh karena itu, sub-ruang W mengandung masing-masing vector v 1,v2…,vr
angga W’ adalah sebarang sub-ruang lainnya yang mengandung v 1,v2…,vr karena W’ tertutup terhadap penjumlahan dan perkalian scalar, maka W’ pasti mengandung setiap vector dari W. Merentang
Definisi : jika S={v 1,v2,....,vr} sejumlah vektor pada ruang vektor V, maka subruang W dari V mengandung semua kombinasi linier vektor-vektor dalam S disebut ruang terentang (ruang yang dibangun) oleh v 1,v2,...,vr dan kita katakan bahwa vektor-vektor v 1,v2,...,vr adalah rentang W. Untuk menunjukkan bahwa W adalah ruang terentang oleh vektor-vektor dalam himpunan S={v1,v2,...,vr} ditulis : W = rent (S) atau W = rent {v1,v2,...,vr} 3
Contoh : Tentukan apakah v 1 = (1,1,2), v2 = (1,0,1) dan v 3 = (2,1,3) merentang ruang vektor R . Penyelesaian : 3
Kita harus menentukan apakah sembarang vektor b = (b 1,b2,b3) dalam R bisa dinyatakan sebagai suatu kombinasi linier dari v 1, v2, dan v3 sebagai berikut : b = k 1v1+k 2v2+k 3v3 Dengan menyatakan persamaan ini dalam bentuk komponen-komponen akan didapatkan : (b1,b2,b3) = k 1(1,1,2)+k 2(1,0,1)+k 3(2,1,3) (b1,b2,b3)=(k 1+k 2+2k 3,k 1+k 3,2k 1+k 2+3k 3)
k 1+k 2+2k 3 = b1 k 1+
k 3 = b2
2k 1+k 2+3k 3 = b3
Dalam matriks : dengan cara
lalu kita cek apakah v 1,v2,v3 merentangkan ruang vektor R
3
87
B31(-2)
B21(-1)
B3-B2
≠ 0 sehingga dari hasil di atas dapat kita lihat
dari hasil di atas kita asumsikan
3
bahwa spl tidak konsisten sehingga v 1,v2,v3 tidak merentang R .
5.5 Bebas Linear
Definisi : Jika S={v 1,v2,...,vr} adalah himpunan vektor tak nol, maka : k 1v1 + k 2v2 + ….+ krvr = 0 hanya mempunyai satu solusi yaitu k 1 = 0 , k 2 = 0, ... , k r = 0 (SPL homogen tersebut memiliki solusi trivial), maka S disebut himpunan yang bebas linear. Bila ada solusi lain, dinamakan himpunan bergantung linear. Contoh : Buktikan jika v 1=(2,-1,0,3), v2=(1,2,5,-1), v3=(7,-1,5,8) maka himpunan vektor-vektor S = {v1,v2,v3} tak bebas secara linear karena 3v 1+v2-v3=0
Penyelesian :
B42(3)
B31(-1)
B43(-1)
B1(1/5)
B12(2)
B21(-2)
88
Maka :
k 2+k 3=0 , k2 = - k 3 -k 1-3k 3=0 , -k 1=3k 3, k 1= -3k 3 Sehingga : -3k 3v1 – k 3v2 + k 3v3 = 0 (dikali -1/k 3) 3v1+v2-v3 = 0 Jadi terbukti, v 1=(2,-1,0,3),
v2=(1,2,5,-1), v3=(7,-1,5,8) maka himpunan vektor-vektor S =
{v1,v2,v3} tak bebas secara linear karena 3v 1+v2-v3=0 atau SPL Homogen k 1v1 + k 2v2 + k 3v3 = 0 memiliki solusi tidak trivial. 5.6 Basis dan Dimensi 5.6.1
Basis untuk sebuah ruang vektor
Definisi: Jika
* +
adalah sembarang ruang vektor dan
vektor – vektor dalam
* +
ini dipenuhi:
, maka
bebas secara linier
merentang
Teorema: Jika
vektor
dalam
* +
bisa dinyatakan dalam bentuk
Koodinat – Koordinat Relatif Terhadap Sebuah Basis
Jika
dalam
, jika dua syarat berikut
adalah suatu basis untuk suatu ruang vektor
tepat satu cara.
5.6.2
disebut suatu basis untuk
adalah suatu himpunan
adalah suatu basis untuk suatu ruang vektor
dapat dinyatakan dengan
, maka setiap dalam
dan vektor – vektor
89
* + Dimana
adalah ekspresi untuk suatu vektor
, maka skalar
disebut koordinat
dalam
yang tersusun dari koordinat
terhadap
dinyatakan dengan:
5.6.3
relatif terhadap basis
– koordinat
dalam bentuk basis
. Vektor (
ini disebut koordinat vektor
relatif
Basis Standar Untuk
Contoh:
Jika
maka
adalah himpunan yang bebas secara linier dalam
juga merentangkan
karena sebarang vector
. Himpunan ini
dalam
bisa
dituliskan sebagai:
Jadi,
adalah basis untuk
, ini disebut basis standar untuk
Dari
.
kita dapatkan bahwa koordinat
terhadap basis standar adalah
Sehingga suatu vektor
relatif
sehingga
dan vektor koordinatnya relative terhadap basis standar untuk
adalah sama.
* + Contoh : Anggap
tunjukkan bahwa himpunan
adalah suatu basis untuk
.
Penyelesaian:
Untuk menunjukkan bahwa himpunan sembarang vektor
Dari vektor – vektor dalam
merentang
kita harus menunjukkan bahwa
bisa dinyatakan sebagai suatu kombinasi linier:
. Dengan menyatakan persamaan ini dalam bentuk komponen
komponen, kita akan mendapatkan:
–
90
./ ⁄ ⁄ ⁄⁄ ⁄⁄ ⁄ ⁄ ⁄⁄ ⁄ ⁄ ⁄ ⁄ ⁄ ⁄ Atau dengan menyamakan komponen – komponen yang berpadanan
Jadi, untuk menunjukkan bahwa
merentang
, kita harus menunjukkan bahwa
sistem persamaan diatas mempunyai suatu penyelesaian untuk semua pilihan
Jika persamaan diatas kita ubah ke dalam bentuk matriks dan digandengkan dengan hasilnya lalu kita umpamakan dengan nama
maka akan menjadi:
dari hasil reduksi matriks di atas kita lihat bahwa sistem persamaan linier tersebut memiliki suatu penyelesaian untuk semua b =
Untuk membuktikan bahwa
bebas secara linier kita harus menunjukkan bahwa satu-
satunya penyelesaian dari:
adalah
jika kita nyatakan dalam bentuk komponen – komponen, pembuktian
kebebasan berubah menjadi menunjukkan bahwa sistem homogen.
91 Hanya mempunyai penyelesaian trivial. Untuk membuktikan bahwa S bebas linier dan merentang matriks koefisien
mempunyai determinan tak nol.
dengan menunjukkan bahwa
6 7
Akan tetapi, setelah kita mencari determinan A hasilnya adalah
Sehingga S adalah suatu basis untuk
Latihan ALE Bab V 3
1. Diketahui v1, v2 dan v3 vektor-vektor dalam R yang titik pangkalnya di titik asal. Tentukan apakah ketiga vektor berada pada bidang yang sama? v1 = (2, -2, 0) Note : v2 = (6, 1, 4) Ketiga vektor berada pada bidang yang sama jhj : v3 = (2, 0, -4) v1 (v2 x v3) = 0 Ketiga vektor berada pada garis yang sama jhj : (v2 – v1) = k (v3 – v2) 3
2. Diketahui v1, v2 dan v3 vektor-vektor dalam R yang titik pangkalnya di titik asal. Tentukan apakah ketiga vektor terletak pada garis yang sama? a. v1 = (-1, 2, 3), v2 = (2, -4, -6), v3 = (-3, 6, 0) b. v1 = (4, 6, 8), v2 = (2, 3, 4), v3 = (-2, -3, -4) 3. Bila u, v, w
R4 dengan u=(1,1,-1,1), v=(2,1,1,1), w=(3,1,4,1).
vektor tersebut bebas linear atau terpaut linear?.
Selidiki apakah ketiga
Jika ketiga vektor tersebut terpaut
linear, tuliskan hubungan diantara ketiga vektor tersebut!
4. Tentukan dua buah unit vektor yang ortogonal terhadap ketiga vektor u = (2,1,-4,0), v = (-1,-1,2,2), dan w = (3,2,5,4)
92 5. Bila P2 menyatakan polinomial berorde dua, tentukan apakah himpunan vektor-vektor dalam P2 berikut bebas linear? 2
2
2
2
S={1 + 3x + 3x , x + 4x , 5 + 6x + 3x , 7+ 2x - x }
6. Tentukan apakah S={u 1, u2, u3} merupakan basis di R
3
dengan u1=(3, -1, 2) , u2=(6, -2,
4), dan u3=(5, 3, -1)! 7. Tentukan koordinat vektor v relatif terhadap basis S = {v 1, v2, v3} a. v = (2, -1, 3) , v1=(1, 0, 0), v2 = (2, 2, 0), v3 = (3, 3, 3) 2 2 b. v = 4 – 3x + x , v1 = 1, v2 = x, v3 = x Koordinat vektor v relatif terhadap basis S = {v 1, v2, v3} adalah (k 1, k 2, k 3) yang memenuhi : v = k 1 v1 + k 2 v2 + k 3 v3
4
8. Cari suatu basis untuk sub-ruang dari R yang terentang oleh vektor-vektor v1=(1, 1, -4,- 3), v 2 = (2, 0, 2, -2), v3 = (2, -1, 3, 2)
9. Tentukan basis ruang baris, basis ruang kolom, dan basis ruang kosong dari A, dengan
1 3 2 2 1 0 3 6 0 3 A = 2 3 2 4 4 3 6 0 6 5 2 9 2 4 5 T
10. Tunjukkan bahwa rank(A) = rank (A ) untuk A berikut :
1 4 5 6 9 3 2 1 4 1 A= 1 0 1 2 1 2 3 5 7 8
BAB VI HASIL KALI DALAM
6.1 Hasil Kali Dalam
〈 〉
Hasil kali dalam dua buah vektor u dan v dengan notasi u,v (pada bab IV), dan dalam bab VI ini Hasil Kali Dalam dinotasikan dalam Definisi I :
〈 〉 〈〈〉 〈〉〉〈 〉 〈 〉 〈〈 〉〉〈 〈〉 〉
Suatu hasil kali dalam pada suatu ruang vektor real
V adalah suatu fungsi yang
dengan setiap pasangan vektor u dan v dalam V
menghubungkan suatu bilangan real
sedemikian hingga aksioma-aksioma berikut terpenuhi oleh semua vektor u, v dan w dalam V serta semua skalar k :
1. Aksioma kesimetrisan :
2. Aksioma penjumlahan :
3. Aksioma kehomogenan : 4. Aksioma kepositifan :
dengan
jika u =0
Suatu ruang vektor real dengan suatu hasil kali dalam disebut suatu ruang hasil kali dalam real.
6.1.1
Ruang Hasil Kali Dalam Euclidean
Ruang hasil kali dalam Euclidean terboboti dengan bobot w 1,w2,…,wn untuk vektor u dan v
n
R didefinisikan sebagai :
〈 〉
w1 u1v1 + w2 u 2v 2 + … + wn u nv n
Contoh 1 : Data (X)
x1
x2
Frekuensi
f 1
f 2
∑∑ 〈 〉
… …
Rataan :
Bila w1= w2=…= wn = , maka dapat dinyatakan : w1 f 1 x1 + w2 f 2 x 2 + … + wn f n x n 92
xn f n
Total = ΣX Σ f i=m
93 6.1.2
Panjang dan Jarak dalam Ruang Hasil Kali Dalam
Definisi II :
‖‖ ‖‖ 〈 〉 〈 〉 ‖‖‖‖ 〈〈〉 〈〉〉〈 〉 〈 〉 〈〈〉〈〉 〈〉〉 〈 〉 〈 〉〈 〉〈 〉
Jika V suatu ruang hasil kali dalam, maka norma (panjang) suatu vektor u dalam V dinyatakan sebagai
dengan definisi :
Jarak antar 2 vektor u dan v dinyatakan dengan d d
=
〈 〉
dengan definisi :
Sifat-sifat Hasil kali Dalam a. b. c. d. e.
Contoh 2 : u =(3,-2), v =(4,5), w=(-1,6) (i) Bila didefinisikan hasil kali dalam
〈 〉〈 〉〈 〉
maka :
〈 〉
sama dengan hasil kali dalam Euclidean u.v
= u.v + u.w
= (12-10)+(-3-12) = 2-15 =-13
‖‖ √ √ 〈〈 〉〉
(ii) Bila didefinisikan untuk hasil kali dalam Euclidean terboboti sebagai berikut : 4u1v1 + 5u 2v 2 maka : 4v1w1+ 5v 2w 2
= 4(-4) + 5(30)
= -16 + 150 = 134
94
‖‖ √ √ √ √ 0 1 0 1 〈 〉 〈 〉 0 1 0 1 〈 〉
Contoh 3 : Jika U =
dan V =
dan didefinisikan hasil kali dalam pada M 22 sebagaimana
jika U =
dan V =
berikut:
Hitung nilai
Penyelesaian :
= 3 (-1) + 2 ((-2)3) + 3 (4.1) + 4 (8.1) = -3 – 12 + 12 + 32 = 29
Contoh 4 :
〈 〉 〈 〉
Jika p dan q suatu polinomial dan didefinisikan Tentukan
jika p = -2 + x +3x
2
〈 〉
dan q = 4 −7x2
Penyelesaian :
= (-2) 4 + 1(0) +3 (-7) = -8 + 0 – 21 = -29
Bila u dan v suatu vector dalam R
〈 〉
n
(u, vє R n ) dan A adalah matriks berukuran n x n yang n
invertible, jika u .v adalah hasil kali dalam Euclidean pada R maka :
=( =
95
〈 〉 0 1 〈 〉 0 10 1./ ./
Contoh 5 :
2
Tentukan
suatu hasil kali dalam pada R yang dibangkitkan oleh matriks A
dengan A =
Penyelesaian :
= =
= -52
Sifat-sifat Panjang dan Jarak dalam Ruang Hasil Kali Dalam
‖‖‖‖ ‖‖‖ ‖ ||‖‖‖‖ ‖‖ 〈〈 〉〉 〈〈 〉〈 〉 〉〈 〉 〈 〉
Jika u dan v suatu vector dalm ruang hasil kali dalam V , dan jika k suatu konstanta, maka : a. b. c. d.
jika dan hanya jika u = 0
(ketaksamaa segitiga)
Jika u, v, dan w suatu vector dalam ruang hasil kali dalam V , dan jika k suatu konstanta, maka : a.
b. d
jika dan hanya jika u=v
c. d d. d
(ketaksamaan segitiga)
6.2 Sudut dan Keortogonalan dalam Ruang Hasil Kali Dalam
Definisi III :
Jika θ sudut antara u dan v maka : Cos θ =
〈‖‖‖‖ 〉
(u v) u dan v saling orthogonal jika
〈 〉
96 Contoh 6 : 2
Bila u dan v suatu vector dalam R dengan definisi
〈 〉 ‖‖‖‖ √ √ √ √ 〈‖‖‖‖ 〉 √ √ √
〈 〉
, tentukan cosinus
sudut yang diapit oleh u dan v, ntuk u = (2,3) dan v = (1,2) Penyelesaian :
= 2.1 + 2(3.2) = 2 + 12 =14
Cos θ =
=
6.3 Komplemen-komplemen Ortogonal
Definisi IV : Anggap W adalah suatu sub-ruang dari suatu ruang hasil kali dalam V . Suatu vektor u dalam V disebut ortogonal terhadap W jika u ortogonal terhadap setiap vektor dalam W , dan himpunan semua vektor dalam V yang ortogonal terhadap W disebut komplemen-komplemen ortogonal dari W . Teorema IV.1 Jika W adalah suatu sub-ruang dari suatu ruang hasil kali dalam berdimensi terhingga V , maka : a.
adalah sub-ruang dari V
b. Satu-satunya vektor dimana W dan c. Komplemen ortogonal dari Bukti :
sama adalah 0
adalah
〈 〉 〈 〉 〈〈〉〈 〉 〈 〉 〉 〈 〉
a) Untuk menunjukkan vektor dalam
adalah sub-ruang dari V , anggap bahwa u dan v sembarang
, dan k suatu skalar. Anggap w sembarang vector dalam W , menurut
definisi IV diperoleh diperoleh :
)
dan
. Dengan sifat dasar dari hasil kali dalam
97
b) Telah ditetapkan bahwa sembarang vektor dalam W dan sembarang vektor dalam
〈 〉
saling ortogonal, misalkan vektor yang sama tersebut adalah x, berarti harus terpenuhi dan itu hanya dipenuhi oleh x = 0.
c) Sudah jelas
Contoh 6.a
〈 〉
Bila p(x) dan q(x) adalah polinom berderajat dua dan didefinisikan :
2
2
Tunjukkan bahwa p = 1-x+2x dan q = 2x+x saling ortogonal. Penyelesaian :
〈 〉 〈 〉
Berdasarkan definisi di atas, p dan q saling ortogonal berkenaan dengan hasil kali dalam Euclidean jika dan hanya jika
= 0 – 2 + 2 =0
Terbukti bahwa p dan q ortogonal. Teorema IV.2 Jika A matriks berukuran m x n, maka : a. Ruang kosong dari A dan ruang baris dari A adalah komplemen-komplemen ortogonal n
dalam R berkenaan dengan hasil kali dalam Euclidean. T
b. Ruang kosong dari A
T
dan ruang kolom dari A
adalah komplemen-komplemen
m
ortogonal dalam R berkenaan dengan hasil kali dalam Euclidean. Bukti : a) Jika suatu vektor v ortogonal terhadap setiap vektor dalam ruang baris A maka Av=0 dan sebaliknya jika Av=0, maka v ortogonal terhadap setiap vektor dalam ruang baris. Anggap v ortogonal terhadap setiap vektor dalam ruang baris A, atau secara khusus v ortogonal terhadap vektor-vektor r 1, r2, …,rn dari A, dapat dinyatakan sebagai : r1 . v = r2 . v = … = rn. v = 0
98 v merupakan penyelesaian dan terletak pada ruang kosong dari A.
Sebaliknya, anggap v suatu vektor dalam ruang kosong A sehingga Av = 0, hingga diperoleh : r1 . v = r2 . v = … = rn . v = 0 Bila r adalah sembarang vektor dalam ruang baris dari A, maka r dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear dari vektor-vektor baris dari A, misalkan : r = c1 r1 + c2 r2 + … + cn rn
Sehingga : r.v = (c1 r1 + c2 r2 + … + cn rn) . v
= c1 (r1.v) + c2 (r2 .v) + … + cn (rn .v)
=0+0+…+0= 0 Menunjukkan bahwa v ortogonal terhadap setiap vektor dalam ruang baris dari A.
Contoh 6b: 5
Tentukan suatu basis untuk komplemen ortogonal dari sub-ruang R yang terlentang oleh vektor
– vektor : v1=(1,4,5,6,9), v2=(3,-21,4,-1),v3=(-1,0,-1,-2,-1),v4=(2,3,5,7,8) Penyelesaian : 5
Basis untuk komplemen ortogonal dari sub-ruang R yang terlentang oleh v 1,v2,v3 dan v4 merupakan basis ruang kosong dari SPL homogen : Ax = 0, dengan v1, v2, v3 dan v4 merupakan baris-baris dari matriks A. Basis Ruang kosong dari A adalah :
Dari bentuk eselon baris tereduksi matriks A diperoleh : X1=-x3 – 2x4 – x5 dan x2= - x3 – x4 – 2x5
99
[] [] []
[ ] [ ] [ ] { }
Sehingga basis ruang kosong dari A yang merupakan basis komplementer ortogonal dari A :
Teorema IV.3
Jika A suatu matriks n x n, dan jika T A : R
n
→ R n adalah perkalian dengan A, maka pernyataan
– pernyataan berikut ini ekuivalen : a. A dapat dibalik b. Ax = 0 hanya mempunyai solusi trivial c. Bentuk matriks eselon baris tereduksi dari A adalah I n d. A dapat dinyatakan sebagai hasil kali dari matriks – matriks dasar e. Ax = b konsisten untuk setiap b nx1 f.
Ax = b tepat mempunyai satu solusi untuk setiap b nx1
g. Det A ≠ 0 h. Daerah hasil T A adalah R
n
i.
TA bersifat satu – satu
j.
Vektor – vektor kolom dari A bebas secara linier
k. Vektor – vektor varis dari A bebas secara linier l.
Vektor – vektor kolom dari A merentang R
m. Vektor – vektor varis dari A merentang R
n
n
n. Vektor – vektor kolom dari A membentuk suatu basis untuk R o. Vektor – vektor varis dari A membentuk suatu basis R p. Rank (A) = n q. A mempunyai kekosongan 0 r.
Komplemen ortogonal dari ruang kosong A adalah R
s. Komplemen ortogonal dari baris A adalah {0}
n
n
n
100
6.4 Basis orthogonal
1. Suatu himpunan vector dalam suatu ruang hasil kali dalam disebut himpunan orthogonal
‖‖ ‖‖ ‖‖
jika semua pasangan vector-vektor yang berada dalam himpunan tersebut orthogonal. P={
}, dimana
jika (
),
merupakan vector pada
),
bernilai 0.
. P himpunan orthogonal
2. Suatu himpunan orthogonal jika setiap vector mempunyai norma 1 disebut ortonormal. Himpunan P={ (
)=
} ortonormal pada
)
, jika
=0
Dan
3. Mengubah himpunan orthogonal menjadi ortonormal dengan membagi setiap komponen vector dengan norma vektornya. Contoh soal: 1.
.√ √ / .√ √ / √ √ √ √ √ √ √ √ ‖‖ ‖‖ ‖‖ ‖‖ , S={
} pada
Apakah S merupakan himpunan orthogonal? Penyelesaian: Cek apakah
Jadi S merupakan himpunan orthogonal.
2. Apakah himpunan S ortonormal, telah diketahui bahwa Penyelesaian: Cek apakah
1 =1
1 =1
3. Ubahlah himpunan orthogonal tersebut menjadi ortonormal
101 Penyelesaian: Cari
‖‖ ‖‖
Vektor ortonormalnya:
√ √ ‖‖ √ √ √ ‖‖ √ √ √
Sehingga didapat: Teorema 1
* + * + ‖‖ . / . / . / [ ] . /
U dan V orthogonal jika (U,V)=0
1. Himpunan H disebut orthogonal, setiap pasang vector
ortogonal
disebut orthogonal jika untuk
; i≠j
Maksudnya adalah:
2. Himpunan ortogonal
disebut ortonormal jika untuk setiap pasang vector
; i≠j dan
Contoh soal: U1
Apakah B merupakan bbasis ortonormal pada
?
1. Periksa bebas llinier vector-vektor dalam U
(memiliki solusi trivial)
B21(1)
102
./ . / [ ] ./ [ ./ ] ./ ./ 4 5 . / . / . / [ ] .[ / . / ] / . / . . / [ ] ‖‖ ( ) (memiliki solusi trivial) vektor dalam U saling bebas linier.
2. Berikut juga akan ditunjukan bahwa sembarang vector V=(a,b,c) direntang oleh U
Ini menunjukan U merentang V, karena U bebas linier dan merentang V maka B merupakan basis pada 3. Dilihat apakah
.
untuk i≠j dan apakah
103
〈 〉 [ ] [ ] 〈 〉 [ ] [] 〈 〉 [ ] [] ‖‖ ‖‖ ‖‖ ( )untuk i≠j dan ‖‖
Terlihat bahwa
Maka dapat disimpulkan bahwa U merupakan basisi ortonormal pada
6.5 Koordinat- Koordinat Relatif terhadap Basis-Basis Ortonormal
Teorema 2 Jika S=
+
adalah basis ortonormal untuk suatu ruang hasil kali dalam V, dan u
〈 〉 〈 〉 〈 〉 + 〈 〉 〈 〉〈 〉
adalah sembarang vector dalam v, maka;
Bukti: karena S=
suatu basis, maka vector u dapat dinyatakan sebagai:
Akan ditunjukan bahwa Untuk setiap
dalam S diperoleh:
104
Karena S basis ortonormal maka
〈 〉 〈 〉 〈 〉 〈 〉〈 〉 〈 〉‖‖ untuk
dan
Teorema 3
+ 2‖‖ ‖‖ ‖‖3 〈 ‖‖〉 ‖‖ 〈 ‖‖〉 ‖‖ 〈 ‖‖〉 ‖‖ 〈‖‖〉 〈‖‖〉 〈‖‖〉 Jika S=
adalah basis ortogonal untuk setiap ruang vektor, maka menormalkan
masing-masing dalam S akan menghasilkan basis ortonormal: adalah basis ortonormal
Sembarang vektor u dalam v dapat dinyatakan sebagai:
u
w
Teorema 4 (teorema proyeksi)
Jika w adalah suatu subruang berdimensi berhingga suatu ruang hasil kali dalam V, maka setiap
vektor u dalam V bisa dinyatakan sebagai:
Dimana Dengan
berada dalam w dan
: proy
berada dalam
: proyeksi orthogonal u pada w
105 Teorema 5 Anggap w adalah suatu subruang berdimensi terhingga suatu ruang hasil kali dalam V, a. Jika
+ 〈 〉 〈 〉 〈 〉 + 〈‖‖〉 〈‖‖〉 ‖〈 ‖〉
adalah basis ortonormal untuk w, dan untuk u sembarang vector
dalam v, maka;
b. Jika
adalah basis ortogonal untuk w, dan untuk u sembarang vector
dalam v, maka;
6.6 Proses Gram-Schmidt untuk membentuk basis-basis Ortogonal/Ortonormal
Teorema 6
* +
Setiap ruang hasil kali dalam tak nol berdimensi terhingga mempunyai basis ortonormal.
* + 〈‖‖〉 〈 〉 〈 〉 ‖‖ ‖‖
Bila V adalah sembarang ruang hasil kali dalam tak nol berdimensi terhingga, dan sembarang basis untuk V . dalam membentuk basis-basis orthogonal
untuk V dilakukan langkah berikut: 1. Tetapkan 2.
(
3.
(
………………………….dst……………….. n.
〈 〉〈〉 〈 〉 ‖‖ ‖‖ ‖‖ (
106
* + ‖‖ ‖‖ ‖‖ basis ortonormalnya untuk V maka:
Bila
1. Tetapkan q1 = 2.
q2 =
3.
q3 =
:
u1 u1
u 2 , q1 q1 u 2 u 2 , q 1 q1 u2
u3 ,q 2 q2 u3 ,q1 q1 u3 u 3 ,q 2 q 2 u 3 ,q1 q1 u3
…………..dst …………………. n.
qn
u n ,qn-1 qn1 ... u n ,q2 q2 u n ,q1 q1 u n u n ,qn-1 qn 1 ... u n ,q 2 q2 u n ,q1 q1 un
Contoh 9 3 S = {u1, u2, u3} basis pada R , dengan u1= (1,1,1), u2=(-1,1,0), dan u3 = (1,2,1) Melalui proses Gram-Schmidt ubahlah basis-basis tersebut menjadi basis ortogonal dan ortonormal Misalkan S = {v1, v2, …, vn} basis ortogonal pada R diperoleh melalui : 1
3
1. Misalkan v1 = u1 = (1,1,1) 2. Selanjutnya v2 = u2 -
u 2 , v1 v1
2
v1
1 1 1 0 = 1 1 1 0 3 1 0 3. v3 = u3 - Pr oy w 2 u 3 = u3 -
u 3 ,v 2 v2
2
v2
u 3 ,v1 v1
2
v1
107
1 1 1 1 4 = 2 1 1 1 2 0 3 1 5 1 1 6 6 1 11 1 1 1 = 2 6 6 1 6 2 2 8 6 6 1 1 1 1 3 Jadi basis ortogonal dari S pada R = 1, 1 , 1 1 0 6 2 Untuk menentukan basis ortonormal setelah diketahui basis ortogonalnya, dapat diperoleh dengan dua cara yaitu : (i) Membagi basis-basis ortogonal tersebut dengan normanya sehingga diperoleh: q1 =
q2 =
v1 v1
v2 v2
=
1 1 1 , , ; 3 3 3 3
(1,1,1)
(1,1,0)
=
2 1
q3 =
v3 v3
= 6
(1,1,2) 1 6
6
1 1 , ,0 2 2 1 1 2 , , 6 6 6
(ii) Secara langsung melalui proses Gram-Schmidt dengan langkah-langkah : 1. Tetapkan q1 = 2. q2 =
u1 u1
=
1 1 1 , , 3 3 3 3
(1,1,1)
u 2 , q1 q1 u2 u 2 , q1 q1 u2
1 , 3 = 1 (1,1,0) 0. , 3 (1,1,0) 0.
1,1,0 1 1 3 3 , ,0 2 2 2 1 1 , 3 3 1
,
1
108
3.
q3 =
u3 ,q2 q2 u3 ,q1 q1 u 3 u 3 ,q 2 q 2 u3 ,q1 q1 u3
2 = 1 (1,2,1) 2 (1,2,1)
1 = 6
(1,1,2) 1 6
6
1
2 2 1 1 , ,0 2 2 1
,
1
,0
1 , 3 3 4 1 , 3 3 4
1 , 1 , 2 6 6 6 3 3 1 , 1 , 2 1 1 , 6 6 6 3 3 1
,
1
1 1 2 , , 6 6 6
Dekomposisi – QR
Jika A matriks berukuran m x n dengan vektor-vektor kolom yang bebas linear, maka A bisa difaktorkan sebagai : A = QR
Dengan : A = [ u1:u2: …:un] Q = [ q1:q2: …:qn] : basis ortonormal dari A
u1 , q1 u 2 , q1 0 u 2 , q 2 R = matriks segitiga atas = 0 0
u n , q1 u n , q2 u n , q n
Contoh10 :
1 1 Dekomposisi – QR dari matriks A = 1 1 1 1 1. Menentukan matriks Q yang kolom-kolomnya basis ortonormal dari A
109
q1 =
q2 =
u1 u1
1 - 1 1 = = 3
1 3 1 3 1 3
u 2 , q1 q1 u 2 u 2 , q1 q1 u2
2 3 4 3 2 3 = 1
3
24
1 2 1 3 1 3 1 3 4 1 1 1 1 1 3 3 3 3 1 1 1 1 2 3 3 3 = = = u 2 u 2 , q 1 q1 u 2 u 2 , q1 q1 2 3 4 3 2 3
2 3 4 3 2 3 2 6 3
1
6 2 , jadi Q = 6 1 6
1 3 1 3 1 3
1
6 2
6 1
3 u 1 , q 1 u 2 , q 1 2. Menentukan matriks R = = u 2 , q 2 0 0
1 1 1 3 1 Jadi 1 1 = 3 1 1 1 3
1
6 3 2
6 0 1
6
1
3 4 6
6 1
3 4 6
110
6.7 Dimensi
Definisi :
* +
Suatu ruang vektor tak nol vektor terhingga seperti itu, maka
disebut berdimensi terhingga jika
berisi suatu himpunan
yang membentuk suatu basis. Jika tidak ada himpunan yang
disebut berdimensi tak-hingga. Disamping itu, kita akan menganggap ruang
vector nol sebagai berdimensi terhingga.
Teorema: Jika
adalah suatu ruang vektor berdimensi terhingga dan
sebarang basis, maka:
* +
adalah
1. Setiap himpunan dengan lebih dari n vektor adalah tak bebas secara linier 2. Tidak ada himpunan dengan vektor yang kurang dari n yang merentang Teorema:
Semua basis untuk suatu ruang vector berdimensi terhingga mempunyai jumlah vektor yang sama. Teorema: Jika
adalah suatu ruang vektor berdimensi
dengan tepat n vektor , maka linier.
Teorema: a. Jika
, dan jika
adalah suatu basis untuk
merentang
jika
adalah himpunan dalam
merentang
atau
tetapi bukan merupakan basis untuk , maka
direduksi menjadi suatu basis untuk dari . b. Jika
bebas
bisa
dengan menghilangkan vektor yang tepat
adalah suatu himpunan yang bebas linier tetapi belum menjadi basis untuk
, maka
bisa diperbesar menjadi basis untuk
vektor yang tepat ke dalam .
dengan menyelipkan vektor –
111
Contoh:
Tentukan basis dan dimensinya! Penyelesaian:
././ [] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [] Jika diubah ke dalam bentuk matriks dan kita umpamakan Y maka akan menjadi:
Dari hasil reduksi matriks di atas kita dapatkan ,
,
,
yang menunjukkan bahwa vektor – vektor
,
112 merentangkan ruang penyelesaian. Karena vektor – vektor ini juga bebas secara linier, maka
* +
adalah suatu basis dan ruang penyelesaiannya berdimensi dua.
6.8 Ruang Baris, ruang Kolom dan ruang Kosong
Definisi : Jika A ( m x n ) maka sub ruang dari R yang terentang oleh vektor – vektor barisdari A n
disebut ruang baris dari A, dan vektor
– vektor
kolom dari A disebut ruang kolom dari A.
Ruang penyelesaian dari SPL Homogen Ax = 0 yang merupakan sub ruang dari R
n
disebut
ruang kosong dari A. A(mxn)=
C1
Cn
m
Є R n
: vektor – vektor baris dari A
c1, c2, …, cn Є R
m
A(mxn)=
C2
C1
: vektor – vektor kolom dari A
C2
Cn
X( n x 1) =
Ax=b
X1C1 + X2C2 + … + XnCn = b
b merupakan kombinasi linear dari c,i, i=1,…,n SPL A x = b konsisten jika dan hanya jika b berada dalam ruang kolom A. Jika X0 adalah sembarang penyelesaian tunggal dari suatu SPL A x = b, dan jika V 1, V2,…,
Vk membentuk basis untuk ruang kosong A (ruang penyelesaian SPL homogen A x =0),
maka setiap penyelesaian dari A x = b bisa dinyatakan dalam bentuk : X = X0 + C1V1 + C2V2 +
… + CK VK
113 Dan sebaliknya, untuk semua pilihan skalar C 1, C2, … ,
CK, vector X merupakan suatu
penyelesaian dari A x = b. X0 : penyelesaian dari A x = b A x =0
A x0 = b ,
Ax=b
A x - A x0 = 0 A (X - X0) = 0 X - X0 merupakan penyelesaian SPL homogen A x =0 X - X0 = C1V1 + C2V2 +
… + CK V K X = X0 + C1V1 + C2V2 + … + CK VK A x = A ( X0 + C1V1 + C2V2 + … + CK VK ) = A x0 + C1(AV1) + C2 (AV2) + … + CK (AVK) X0
penyelesaian khusus dari A x = b
X0 + C1V1 + … + CK VK C1V1 + C2V2 +
penyelesaian umum dari A x = b
… + CK VK
penyelesaian umum dari A x = 0
Penyelesaian Umum = penyelesaian khusus + penyelesaian umum dari A x = b
dari A x = b
Ax=0
Bila diketahui penyelesaian SPL tak homogen
[] [ ] [] [ ] [ ] [ ]
A x = b sebagai berikut :
=
=
+ r
+ s
+ t
114
Maka
[] =
X= r
[ ]
+ s
[ ]
+ t
[ ]
Mencari Basis Dari Suatu Ruang
Basis dari ruang yang dibangun oleh vektor-vektor. Misal : {
,
,
}
Langkah – langkah :
1. Susun vektor ke dalam matriks
A=
2. Lakukan operasi baris dasar (OBE) untuk mendapatkan bentuk eselon baris dari A. 3. Baris tak nol dari bentuk selon baris A akan membentuk baris dari ruang yang dibangun oleh {
,
,
}.
Contoh : tentukan basis dari ruang yang dibangun oleh vektor – vektor berikut : = ( 1, -2, 0, 0, 3 )
= ( 2, -5, -3, -2, 6 ) = ( 0, 5, 15 10, 0 )
= ( 2, 6 18, 8, 6 )
1. Susun vektor ke dalam matriks :
A=
115
2. Lakukan OBE :
Ruang Kosong/ Ruang Nul (Null Space) Definisi Ruang Nul Misalkan kita anggap A adalah sebuah matriks, maka Ruang nul (A) adalah ruang solusi n
dari system persamaan linier yang homogen Ax = 0, yang merupakan sub ruang dari R . dapat dinyatakan dengan : S = ruang nul = {x|Ax = 0} x1, x2
ϵ S, maka : Ax1 = 0 Ax2 = 0 A(x1 + x2) = 0
x1, x2 ϵ S, maka x1 + x2 ϵ S untuk k skalar, x
1
ϵ S, maka : A(k x1) = k (A x1) = k . 0 = 0 k x1 ϵ S
Dimensi ruang nul dari A disebut sebagai nulitas (nulity) dari A dan dinyatakan sebagai nulitas(A). Sebagai contoh :
Tentukan nulitas dari matriks berikut : B =
1 2 0 4 5 3 3 7 2 0 1 4 2 5 2 4 6 1 4 9 2 4 4 7
Penyelesaian : Bentuk eselon baris tereduksi dari B adalah
116
1 0 0 0
4 28 37 13 1 2 12 16 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Untuk menetukan nulitas dari matriks A, tentukan terlebih dahulu dimensi dari ruang solusi system linier Ax = 0, system ini dapat diselesaikan dengan mereduksi matriks menjadi bentuk eselon baris tereduksi. System persamaan yang didapat adalah : x1 - 4x3 - 28x4 - 37x5 + 13x6 = 0 x2 – 2x3 – 12x4 -16x5 + 5x6 = 0 mencari solusi umum dari variable - variabel utama : x1 = 4x3 - 28x4 – 37x5 + 13x6 x2 = 2x3 + 12x4 +16x5 – 5x6 jadi,
x1 = 4r – 28s + 37t + 13u x2 = 2r + 12s + 16t – 5u x3 = r x4 = s x5 = t x6 = u
secara ekuivalen :
x1 4 28 37 13 x2 2 12 16 5 x3 1 0 0 0 r s t u x4 0 1 0 0 0 0 1 0 x5 0 0 1 x6 0 Keempat vektor pada ruas kanan membentuk basis untuk ruang solusi, sehingga nulitas(A) = 4
Hubungan Antara Rank dan Nulitas Jika A adalah suatu matriks m x n, maka : rank(A) + nulitas(A) = n
117 Bukti : A memiliki n kolom, maka system linier homogeny Ax = 0 memiliki n variable. Variable ini terbagi menjadi 2, yaitu variable utama dan bebas. Maka,
banyaknya banyaknya var iabel var iabel n utama bebas
Banyaknya variable utama = banyaknya 1 utama di dalam bentuk eselon baris tereduksi
banyaknya n dari A, jadi : rank ( A) var iabel bebas
Banyaknya variable bebas = nulitas(A) = banyaknya parameter pada solusi umum dari Ax = 0
Nilai Maksimum untuk Rank Jika A adalah matriks m x n, maka vector barisnya terletak pada Rn dan vector kolomnya terletak pada Rm. Ruang baris dan ruang kolom memiliki rank dari A yang sama, oleh karena
itu jika m≠n, rank dari A yang terbanyak adalah nilai yang lebih kecil antara nilai m dan n, dapat dinotasikan dengan : rank(A) ≤ min(m,n) Sistem Linier yang Terdiri dari m Persamaan dengan n Faktor yang Tidak Diketahui Dalam sistem linier ini, m dan n tidak perlu sama. 1. Teorema Konsistensi, dimana menyataan system linier ini dipastikan selalu konsisten dengan syarat pernyataan yang ekuivalen, yaitu : a. Ax = b adalah konsisten b. b berada pada ruang kolom dari A c. matriks koefisien A dan matriks [A|b] memiliki rang yang sama 2. jika Ax=b adalah adalah system linier yang terdiri dari m persamaa persamaan n dengan n factor factor yang tidak diketahui, maka pernyataan- pernyataan berikut ini adalah ekuivalen, untuk: a. Ax=b (konsisten untuk setiap matriks b, m x 1) b. Vektor- vektor kolom dari A merentang R c. Rank(A)= m
m
118 3. Jika Ax = b adalah suatu system linier konsisten yang terdiri dari m persamaan dengan n faktor yang tidak diketahui dan jika A memiliki rank r, maka penyelesaian umum dari system linier tersebut terdiri dari n-r parameter 4. Jika A adalah suatu matriks m x n, maka pernyataan berikut adalah ekuivalen, untuk : a. Ax = 0 (hanya memiliki solusi trivial) b. Vektor- vektor kolom A adalah bebas linier c. Ax = b memiliki paling banyak 1 solusi untuk setiap matriks b, m x 1. 5. Teorema dari seluruh topik utama yang sudah dipelajari sebagai berikut : Jika A adalah matriks n x n, dan jika T A : R
n
n
R adalah perkalian dengan A, maka
pernyataan- pernyataan berikut ini adalah ekuivalen a. A dapat balik (punya invers) b. Ax = 0 ( hanya memiliki solusi trivial) c. Bentuk eselon baris tereduksi dari A adalah I n d. A dapat dinyatakan sebagai suatu hasilkali dari matriks- matriks elementer e. Ax = b konsisten untuk setiap matriksb, n x 1 f. Ax = b memiliki tepat 1 solusi untuk setiap matriks b, n x 1 g.
Det (A) ≠ 0
h. Range dari T A adalah R
n
i.
TA adalah satu ke satu
j.
Vektor- vektor kolom dari A adalah bebas linier
k. Vektor- vektor baris dari A adalah bebas linier l.
Vektor- vektor kolom dari A adalah merentang R
m. Vektor- vektor baris dari A adalah merentang R
n
n
n. Vektor- vektor kolom dari A adalah membentuk basis untuk R o. Vektor- vektor baris dari A adalah membentuk basis untuk R p. A memiliki rank n q. A memiliki nulitas 0
n
n
BAB VII NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN
7.1 Nilai Eigen dan Vektor Eigen n
Jika A adalah suatu matriks n x n, maka vektor tak-nol x pada R disebut suatu vektor eigen dari A jika Ax adalah suatu penggandaan skalar dari x; yaitu: Ax = λx
Untuk suatu skalar λ. Skalar λ disebut nilai eigen dari A, dan x disebut suatu vektor eigen dari a yang berpadanan dengan λ. 2
3
Pada R dan R perkalian dengan A memetakan setiap vector eigen x dari A (jika ada) ke garis yang melalui titik asal yang sama dengan x. tergantung pada tanda dan besarnya nilai
eigen λ yang berpadanan dengan x, operator linear Ax= λx memanfaatkan atau meregang x dengan factor λ, dengan suatu pembalikan arah dalam kasus di mana λ negatif. λx
x
λx
x
x
λx 0≤ λ≤1
x
λ ≥1 Contoh 1 : vektor
01
λx
-1≤ λ≤0
λ≤-1
adalh suatu vektor – eigen dari
0 1 0 1 01 01 A=
Yang berpadanan dengan nilai – eigen λ=3,karena Ax=
untuk mencari nilai-eigen
=
=3x =3x
dari suatu matriks A pada n x n kita tuliskan ulang Ax= λx sebagai Ax= λ/x
Atau ekuivalen dengan
(λI-A)x=0
124
125
Agar λ menjadi suatu nilai-eigen,
harus ada suatu penyelesaian tak-nol dari persamaan ini.
Persamaan ini akan mempunyai suatu penyelesaian tak-nol jika dan hanya jika
Det(λI-A)=0 Ini disebut persamaan karakteristik dari A; skalar - skalar yang memenuhi persamaan ini adalah nilai- eigen dari A. jika diperluas, determinan (λI-A)
adalah suatu polinom dalam λ yang
disebut polinom karakteristik dari A. Teorema 7.1.1. Jika A adalahsuatu matriks segitiga n xn ( segitiga atas, segitiga bawah atau diagonal), maka nilai-eigen dari A adalah anggota-anggota diagonal utama A.
Contoh 2: cari nilai-eigen dari matriks segitiga atas
A=
Penyelesaian: dengan mengingat bahwa determinan matriks segitiga adalah hasil kali anggotaanggota diagonal utamanya, maka kita dapatkan: Det (λI-A)=det
=(λ - a11 )(λ - a22 )(λ – a33)(λ – a44 )=0 Jadi, persamaan karakteristiknya adalah
(λ - a11 )(λ - a22 )(λ – a33)(λ – a44 )=0 Dan nilai-eigennya adalah
λ = a11,
λ = a22,
λ = a33,
λ = a44
yang tepat merupakan anggota-anggota diagonal A. Teorema 7.1.2. jika A adalah suatu matriks n x n dari λ adalah suatu bilangan real, maka pernyataan-pernyataan berikut ekuivalen. a. λ adalah suatu nilai-eigen dari A. b. system persamaan (λI-A)x=0 mempunyai penyelesaian tak-trivial. n c. Ada suatu vector tak-nol x pada R sedemikian sehingga Ax=λx. d. Λmerupakan suatu penyelesaian dari persamaan karakteristik (λI-A)=0.
Contoh3: dengan mencongak, nilai – eigen dari matriks segitiga bawah
126
[ ]
A=
Adalah λ = , λ = , dan λ =
Pada masalah-masalah praktis, matriks A seringkali begitu besar sehingga menghitung persamaan kerakteristiknya adalah tidaklah praktis. Akibatnya, berbagai metode hampiran digunakan untuk memperoleh nilai-eigen.
Persamaan karakteristik suatu matriks dengan anggota-anggota real mungkin saja mempunyai
0 1 0 1
penyelesaian kompleks. Misalnya, polinom karakteristik dari matriks A= Adalah
det(λI-A)=det
=λ2 +1
sehingga persamaan karakteristiknya adalah λ2 +1 = 0, yang penyelesaiannya adalah bilangan – bilangan imajiner λ = i dan λ = -i. jadi, kita dipaksa meninjau nilai-eigen kompleks, sekalipun untuk matriks-matriks real.
7.1.1
Mencari Basis – Basis Untuk Ruang Eigen
Vektor – eigen
dari A yang berpadanan dengan suatu nilai eigen λ adalah vektor-vektor tak-nol x yang memenuhi Ax = λx. Secara setara, vektor-eigen yang berpadanan dengan λ adalah vektor-vektor tak- nol dalam ruang penyelesaian dari (λI-A)x=0. Kita sebut ruang penyelesaian ini sebagai ruang-eigen dari A yang berpadanan dengan λ.
Contoh4: cari basis-basis untuk ruang-eigen dari A=
Penyelesaian: persamaan karakteristik dari A adalah λ3 -5 λ2 + 8 λ – 4 =0, atau dalam bentuk terfaktorkan, (λ - 1)( λ - 2)2 (tunjukkan); jadi, nilai- eigen dari A adalah λ=1 dan λ=2, sehingga ada dua ruang – eigen dari A.
127 Menurut definisi,
X=
Adalah vektor-vektordari A yang berpadanan dengan
λ jika dan hanya jika x adalah suatu
penyelesaian tak- trivial dari(λ I – A)x=0, yaitu, dari =
(3)
jika λ=2, maka (3) menjadi
Menyelesaikan system ini menghasilkan (tunjukkan) x1 =-s,
x2 =t,
6 7 67
jadi, vektor-eigen dari x=
x3 =s
=
+
A yang berpadanan dengan λ = 2 adlah vektor-vektor tak-nol berbentuk
=s
+t
Karena,
dan
Bebas secara linear, maka vektor-vektor ini membentuk suatu basis untuk ruang-eigen yang
berpadanan dengan λ = 2. Jika λ = 1, maka (3) menjadi
Menyelesaikan system ini menghasilkan (tunjukkan) x1 =-2s,
x2 =s,
x3 =s
Jadi, vektor- eigen
yang berpadanan dengan λ1 adlah vektor-vektor tak-nol yang berbentuk
=s
128
Sehingga
Merupakan suatu basis untuk ruang- eigen yang berpadanan dengan λ=1. Teorema 7.1.3. Jika k adalah suatu bilangan bulat positif, λ adalah suatu nilai-eigen dari k suatu matriks A, danx adalah suatu vektor- eigen yang berpadanan, maka λ adalah suatu k nilai-eigen dari A dan x adalah suatu vector-eigen yang berpadanan.
Contoh: pada contoh 4 kita menunjukkan bahwa nilai-eigen dari A=
Adalah λ = 2 dan λ =1,sehingga dari teorema 7.3.1 baik λ=27 = 128 dan λ = 17 =1 adalah nilai7
eigen dari A . Kita juga menunjukkan bahwa
dan
–eigen λ=2, sehingga dari teorema 7 7 dari A yang berpadanan dengan λ=2
Adalah vektor-eigen dari A yang berpadanan dengan nilai 7.1.3 vektor-vektor ini juga merupakan vektor-eigen =128. Demikian juga, vector-eigen
Dari A yang berpadanan dengan nilai- eigen
λ=1 juga merupakan suatu vektor-eigen
dari A
7
yang berpadanan dengan λ = 17 =1. Teorema ini menetapkan suatu hubungan antara nilai-eigen dan bisa atau tidaknya suatu matriks dibalik. Teorema 7.1.4. suatu matriks bujur sangkar A dapat dibalik jika dan hanya jika λ=0 bukanlah suatu nilai-eigen dari A.
Bukti: anggap A adalah suatu matriks n x n dan pertama amati bahwa λ=0 adalah penyelesaian dari persamaan karakteristik
λ n + c1 λn-1 +…+ cn =0
129 jika dan hanya jika suku konstanta c n adalah nol. jadi, kita cukup membuktikan bahwa A dapat dibalik jika dan hanya jika c n ≠0. Tetapi
det(λI-A) =λ n + c1 λn-1 +…+ cn =0 atau dengan menetapkan λ=0, n
det(-A)=c n atau (-1) det(A)=c n Dari persamaan terakhir kita dapatkan bahwa det(A)=0 jika dan hanya jika c n =0, dan ini pada gilirannya mengimplikasikan bahwa A dapat dibalik jika dan hanya jika c n
n
≠0. n
Teorema 7.1.5. jika a adalah suatu matriks n x n, dan jika T A :R R perkalian dengan A, maka pernyataan – pernyataan berikut ini ekuivalen. a. A dapat dibalik b. Ax = 0 hanya mempunyai penyelesaian trivial. c. Bentuk baris-eselon tereduksi dari A adalah I n . d. A dapat dinyatakan sebagai hasil kali matriks-matriks dasar. e. Ax = b konsisten untuk setiap matriks b, n x 1. f. Ax = b tepat mempunyai satu penyelesaian untuk setiap matriks b, n x 1 g. Det(A)≠0 n h. Daerah hasil T A adalah R i. TA adalah satu-satu j. Vektor-vektor kolom dari A bebas secara linear k. Vektor-vektor baris dari A bebas secara linear n l. Vektor-vektor kolom dari A merentang R n m. Vektor-vektor baris dari A merentang R n n. Vektor-vektor kolom dari A membentuk suatu basis untuk R n o. Vektor-vektor baris dari A membentuk suatu basis untuk R p. A berperingkat n q. A mempunyai kekosongan 0 n r. Komplemen ortogonal dari ruang-kosong A adalah R s. Komplemen ortogonal dari ruang baris A adalah {0} T t. A A bias dibalik u. λ = 0 bukanlah suatu nilai-eigen dari A.
adalah
130 Contoh:
Misalkan terdapat matriks A: 2 2 0
2 0 0 0 1
A 2
Selanjutnya masukkan ke persamaan:
|(A − λ I)| = 0 Sehingga diperoleh:
2 2 0 1 0 0 2 2 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 2 2 0 0 0 2 2 0 0 0 0 0 0 1 0 0 2 0 2 2 0 2 0 0 0 1
2 2 1 41 0
2
2
4 1 0
Untuk λ = 0
2 2 0 2 2 0 2 0 0
2 2 0 2 2 0 2 0 0
0 x1
0 0 x2 0 1 x3 0 0 2 2 0 21( 1) B 0 0 0 0 0 0 1 1 0 x1 0 0 x2 0 1 x3 0
131 2 x 2 x 0 1 2 2 x 2 x 1 2 x x 1 2 x 0 3
1 x 1 0 Untuk λ = 1
2 2 0 x1 0 2 2 0 x 0 2 0 0 1 x3 0 1 2 0 1 2 0 B 21(1) 2 1 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 1 2 0 x1 0 0 3 0 x 0 x 3 2 x3 0 2 03 x 0 0 0 x3 0 2
x2 0 x1 0 0 x1 0 x3 x3
0 x 0 x3 Untuk λ = 4
2 2 0 2 2 0 2 0 0
x1 0 2 0 x2 0 0 3 x3 0 2 0 2 2 0 21 ( 1 ) B 2 0 0 0 0 0 0 3 0 3 2 0 x1 0 0 0 x2 0 0 3 x3 0 2
0
132
2 x 2 x 0
1 2 x1 2 x2
3 x3 0 x3 0
1 x 1 0 7.2 Diagonalisasi
Pada pembahasan kali ini adalah mengenai penentuan matriks diagonal D dan matriks pendiagonal P yang berkaitan dengan basis ruang eigen yang telah dipelajari pada bahasan sebelumnya. Jika A matriks bujursangkar berukuran n , dan terdapat matriks diagonal D −1
sedemikian hingga D = P AP sehingga dikatakan matriks A dapat didiagonalisasi. P merupakan matriks n x n yang kolom – kolomnya merupakan vektor – vektor kolom dari basis ruang eigen A. P disebut matriks yang mendiagonalisasi A , sedangkan D merupakan matriks diagonal yang elemen diagonalnya merupakan semua nilai eigen dari A. Tidak semua matriks bujur sangkar dapat didiagonalisasi tergantung dari jumlah basis ruang eigen yang dimiliki. Jika matriks bujur sangkar berukuran n dan basis ruang eigen yang bebas linear berjumlah n juga, maka matriks tersebut dapat didiagonalisai , jika jumlahnya kurang dari n maka tidak dapat didiagonalisasi. Pada saat matriks memiliki nilai eigen sejumlah n, maka basis ruang eigennya juga akan berjumlah n , sedangkan pada saat jumlah nilai eigennya kurang dari n , masih ada dua kemungkinan yaitu jumlah nilai eigennya sama dengan n atau jumlah nilai eigennya kurang dari n . Jadi pada saat jumlah nilai eigen sama dengan n maka matriks dapat didiagonalisasi, sedangkan pada saat jumlah nilai eigen kurang dari n belum bisa ditentukan apakah matriks bisa didiagonalisasi atau tidak . Secara umum untuk menentukan matriks pendiagonal P dan matriks diagonal D adalah sebagai berikut :
, -
Misal A matriks bujur sangkar n x n memiliki n buah basis ruang eigen yang bebas linear
dengan
yang bersesuaian dengan nilai eigen
) , maka matriks pendigonal P bisa diambil sebagai ,
diagonalnya adalah :
(
tidak harus berbeda dengan matriks
133
7.2.1
Masalah Diagonalisasi Matriks n
Masalah Vektor eigen. Diketahui suatu matriks A pada n x n, adakah suatu basis untuk R yang terdiri dari vektor-eigen dari A. Masalah Diagonalisasi (Bentuk Matriks). Diketahui suatu matriks A pada n x n, adakah suatu -1
matriks P yang dapat dibalik sedemikian sehingga P AP adalah suatu matriks diagonal? Masalah kedua mengemukakan terminology berikut ini: Definisi: suatu matriks
segi A nxn dikatakan dapat didiagonalisasikan jika terdapat sebuah
matriks P yang invertible sehingga P
-1
AP merupakan matriks diagonal. Matriks P dikatakan
mengdiagonalisasikan A. Jika Anxn ,maka hal-hal berikut adalah ekuivalen: a. A dapat didiagonalisasikan b. A memiliki n vektor-vektor eigen yang saling bebas Buktikan! Langkah-langkah untuk Diagonalisasi Matriks: 1. Menentukan vektor eigen A, misalkan P 1 ,P2,…,Pn 2. Tentukan matriks P yang memiliki P 1 ,P2,…,Pn sebagai vektor kolomnya
AP adalah matriks diagonal dengan λ1 , λ2 ,…., λn unsure dimana λ1 adalah nilai eigen yang bersesuaian dengan P i, i=1,2,…,n
3. Matriks P
-1
1 01 01 0 0 1 0 1 0 10 10 1 0 10 1 0 1
Dari contoh di atas P 1 = Maka P = -1
P AP = =
dan P2 =
-1
maka P =
atau
diagonal utama
134 Contoh lain : Tentukan nilai eigen dan vektor eigen dari A, tentukan pula matriks P yang kolom-kolomnya 3 1 adalah vektor eigen dari A yang mampu mendiagonalisasi A = ! 1 3 Nilai eigen dari A adalah penyelesaian A - I = 0 3
1
1
3
0
(3-) – 1 = 0 2 9 - 6+ – 1 = 0 2 - 6 + 8 = 0 ( - 2)(-4) = 0; = 2 atau = 4 2
Vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen = 2 adalah solusi dari 1 1 1 1 0 B 211 1 1 0 x = 0 ; 1 1 1 1 0 0 0 0 ; x1 = -x2
x1 Maka x = = x 2
x 2 1 = x 2 x 1. 2
1 = 2 adalah 1 0 ; x1 = x2 0
Jadi vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen
1 1 0 B 211 1 1 1 1 0 0 0 x1 x 2 1 Maka x = = = x2 . x 2 x 2 1 Untuk = 4 maka
Jadi nilai eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen
Matriks P =
-1
PAP =
1 1 -1 1 1 dan P =
1 1 3 1 1 1 1 3
1 2 1 2
1 2 1 2 1 2 = 1 2
1 = 4 adalah 1
1 2 1
2
1 2 2 2 4 4 1 2
1
2 = 2 0 1 2
0
4
135 Solusi Alternatif Jika
kita
hanya
tertarik
untuk
mengetahui
apakah
sebuah
matriks
dapat
didiagonalisasikan atau tidak, tanpa harus menentukan matriks P, maka tidak perlu mencari basis-basis ruang eigen, cukup dengan menentukan dimensi dari ruang eigen Teorema : Jika v1,v2,....,vk adalah
vektor eigen dari A yang bersesuaian dengan nilai eigen λ1,
λ2,....,λk maka { v1,v2,....,vk} gugus yang bebas linear. Teorema: Jika sebuah matriks A nxn memiliki n nilai eigen yang berbeda, maka A dapat didiagonalisasikan. Teorema: Nilai-nilai eigen dari matriks segitiga adalah unsure-unsur diagonal utamanya. Suatu matriks segitiga yang unsure-unsur diagonal utamanya berbeda, dapat didiagonalisasikan. Jika Anxn dan P invertible maka: -1
k
-1
(P AP) = (P AP). (P -1
AP)…. (P-1AP)
-1
k
=P A P -1
Jika a dapat didiagonalisasikan, dan P AP = D, maka -1
k
k
(P AP) =D -1
k
k
k
k -1
0 1 0 1 0 10 1 0 1 0 10 1 0 1 P A P = D maka A = P D P
-1
Contoh di atas D = P AP = 3
-3
-1
A = PD P
=
=
7.3 Diagonalisasi Ortogonal
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai diagonalisasi orthogonal akan didefinisikan tentang matriks orthogonal. Matriks bujur sangkar P disebut matriks orthogonal bila berlaku P −1
= P . Matriks A dapat didiagonalisasi secara orthogonal jika terdapat P orthogonal sehingga P
−1
A P = D dengan D adalah matriks diagonal.
t
136
Berbeda dengan masalah diagonalisasi sebelumnya , maka pada pembahasan kali ini ada sedikit perbedaan tentang matriks yang bisa didiagonalisasi ataukah tidak , yaitu : -1
P AP=D -1
PDP =A t
t
-1
P D P = A ( dari sifat P = P t t
) ……………………………………….( 1 )
t
(P D P ) = A ( kedua ruas ditransposekan ) t
t
PDP =A
…………………………………………………………… . ( 2 )
Dari persamaan 1 dan 2 didapatkan agar A bisa didiagonalisasi secara orthogonal maka matriks t
A harus memenuhi sifat A = A ( A harus matriks simetri ).
Menentukan matriks P yang mendiagonalisasi secara orthogonal
Cara menentukan matriks P pada diagonalisasi orthogonal ini sebenarnya hampir sama
dengan penentuan P pada diagonalisasi sebelumnya yaitu didasarkan pada basis ruang eigen yang telah diperoleh sebelumnya. Misalkan bersesuaian dengan nilai eigen
orthonormal hasil transformasi dari
merupakan basis ruang eigen yang
kemudian
merupakan himpunan
dengan hasil kali dalam Euclides , maka
matriks yang mendiagonalisasi secara orthogonal adalah P = [
] sedangkan matriks
diagonal D sama dengan matriks diagonal D pada bahasan diagonalisasi sebelumnya :
Bila A simetris, menentukan matriks P yang mendiagonalisasi A secara ortogonal melalui langkah-langkah berikut: 1. Menemukan basis untuk masing-masing ruang eigen dari A 2. Menerapkan proses Gram-Schmidt untuk masing-masing basis ruang eigen agar diperoleh basis ortonormal 3. Menentukan matriks P dimana kolom-kolomnya adalah basis ortonormal yang diperoleh pada langkah (2). Matriks P yang terbentuk mendiagonalisasi A secara ortogonal. Contoh : Tentukan matriks P yang orthogonal dan mendiagonalisasi A secara orthogonal!
137
4 2 2 A 2 4 2 2 2 4 Jawab : Pemecahan. Persamaan karakteristik dari A adalah
4 det( I A) det 2
2 4 2
Jadi, nilai- nilai eigen dari A adalah λ=2 dan
2 2 ( 4) 2 ( 8) 8 4
λ=8.
Langkah selanjutnya adalah dengan mensubtitusi nilai-nilai eigen ke persamaan ( I A) x 0 .
Untuk λ=2 2 2 2 2 2 2 x 0 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 2 2 2 ~ 1 1 1 ~ 0 0 0 2 2 1 1 1 0 0 0 x1+x2+x3=0 x2=s x3=t x1=-s-t
Ruang eigen :
̅ 6 7
Jadi basis ruang eigennya
1 v1 1 dan 0
1 v2 0 1
Dengan proses Gram-Schmidt menghasilkan vector-vektor eigen yang orthonormal yaitu
138
|| √ √ | 〈〈 〉〉| √ √ || √ [ ] √ 1 2 1 2 0
1 2 1 2 0 1 2 1 2 0
Untuk λ=8 4 2 2 2 4 2 x 0 2 4
1 2 1 2 0
1 2 1 2 1
1 2 1 2 0
1 2 1 2 1
1 2 1 2 1
1 1 1
139
4 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2 2 4 2 ~ 1 2 1 ~ 1 2 1 ~ 0 3 3 ~ 0 3 3 2 2 4 1 1 2 2 1 1 0 3 5 0 0 2 1 1 2 1 1 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 ~ 0 1 1 ~ 0 1 1 ~ 0 1 0 ~ 0 1 0 ~ 0 1 0 0 0 2 0 0 2 0 0 2 0 0 1 0 0 1 x1=1 x2=1 x3=1
Jadi basis Ruang eigennya :
Dengan proses Gram-Schmid vector eigen yang dihasilkan adalah
1 2 1 2 0
1 6 1 6 2 6
1 2 1 2 0
1 6 1 6 2 6
√ | 〈 〈 〉〉 〈 〈 〉〉| √ √ [√ ] Jadi matriks P yang orthogonal dan mendiagonalisasi A secara orthogonal adalah
1 1 2 6 1 1 P 2 6 2 0 6
3 1 3 1 3 1