LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI
Disusun Oleh: BASUKI NIM. SN171034
PROGRAM STUDI PROFESI NERS STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2017/2018
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI
A. Konsep Gangguan Kebutuhan Dasar
1. Definisi Oksigenasi adalah proses penambahan O2 ke dalam sistem (kimia atau fisika). Oksigen (O2) merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolism sel. Sebagai hasilnya,terbentuklah karbon dioksida,energy,dan air. Akan tetapi,penambahan CO2 yang melebihi batas normal pada tubuh akan memberikan dampak yang cukup bermakna terhadap aktivitas sel (Guyton & Hall, 2007). Pemenuhan kebutuhan oksigen adalah bagian dari kebutuhan fisiologis menurut hirarki Maslow. Kebutuhan oksigen diperlukan untuk proses kehidupan. Oksigen sangat berperan dalam proses metabolism tubuh. Kebutuhan oksigen dalam tubuh harus terpenuhi karena apabila kebutuhan oksigen dalam tubuh berkurang maka akan terjadi kerusakan pada jaringan otak dan apabila hal tersebut berlangsung lama akan terjadi kematian. Sistem yang berperan dalam proses pemenuhan kebutuhan adalah sistem pernafasan,persyarafan,dan pe rnafasan,persyarafan,dan kardiovaskuler (Somantri, 2008). Kapasitas (daya muat) udara dalam paru-paru adalah 4.500-5.000 ml (4,551). Udara yang diperoses dalam paru-paru hanya sekitar 10% (kurang lebih 500 ml),yaitu yang dihirup (inspirasi) dan yang dihembuskan (ekspirasi) pada pernafasan biasa (Brunner & Suddarth, Sudda rth, 2010).
2. Etiologi Kebutuhan tubuh terhadap oksigen tidak tetap, sewaktu-waktu tubuh memerlukan oksigen yang banyak, oleh karena suatu sebab. Kebutuhan oksigen dalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya lingkungan, latihan, emosi, gaya hidup dan status kesehatan (Somantri, 2008). a. Lingkungan Pada lingkungan yang panas tubuh berespon dengan terjadinya vasodilatasi pembuluh darah perifer, sehingga darah banyak mengalir ke kulit. Hal tersebut mengakibatkan panas banyak dikeluarkan melalui kulit. Respon demikian menyebabkan curah jantung meningkat dan kebutuhan oksigen pun meningkat. Sebaliknya pada lingkungan yang dingin,
2
pembuluh darah mengalami konstriksi dan penurunan tekanan darah sehingga menurunkan kerja jantung dan kebutuhan oksigen. Pengaruh lingkungan terhadap oksigen juga ditentukan oleh ketinggian tempat. Pada tempat tinggi tekanan barometer akan turun, sehingga tekana oksigen juga turun. Implikasinya, apabila seseorang berada pada tempat yang tinggi, misalnya pada ketinggian 3000 meter diatas permukaan
laut,
maka
tekanan
oksigen
alveoli
berkurang.
Ini
menindikasikan kandungan oksigen dalam paru-paru sedikit. Dengan demikian, pada tempat yang tinggi kandungan oksigennya berkurang. Semakin tinggi suatu tempat maka makin sedikit kandungan oksigennya, sehingga seseorang yang berada pada tempat yang tinggi akan mengalami kekurangan oksigen. Selain itu, kadar oksigen di udara juga dipengaruhi oleh polusi udara. Udara yang dihirup pada lingkungan yang mengalami polusi udara, konsentrasi oksigennya rendah. Hal tersebut menyebabkan kebutuhan oksigen dalam tubuh tidak terpenuhi secara optimal. Respon tubuh terhadap lingkungan polusi udara diantaranya mata perih, sakit kepala, pusing, batuk dan merasa tercekik. b. Latihan Latihan fisik atau peningkatan aktivitas dapat meningkatkan denyut jantung dan respirasi rate sehingga kebutuhan terhadap oksigen semakin tinggi. c. Emosi Takut, cemas, dan marah akan mempercepat denyut jantung sehingga kebutuhan oksigen meningkat. d. Gaya Hidup Kebiasaan merokok akan memengaruhi status oksigenasi seseorang sebab merokok dapat memperburuk penyakit arteri koroner dan pembuluh darah arteri. Nikotin yang terkandung dalam rokok dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah perifer dan pembuluh darah darah koroner. Akibatnya, suplai darah ke jaringan menurun. e. Status Kesehatan Pada orang sehat, sistem kardiovaskuler dan sistem respirasi berfungsi dengan baik sehingga dapat memenuhi kebutuhan kebu tuhan oksigen tubuh secara adekuat. Sebaliknya, orang yang mempunyai penyakit jantung
3
ataupun penyakit pernapasan dapat mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh. Kebutuhan tubuh terhadap oksigen tidak tetap, sewaktu-waktu tubuh memerlukan oksigen yang banyak, oleh karena suatu sebab. Kebutuhan oksigen dalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya lingkungan, latihan, emosi, gaya hidup dan status kesehatan.
3. Patofisiologi Fungsi sistem jantung ialah menghantarkan oksigen, nutrien, dan subtansi lain ke jaringan dan membuang produk sisa metabolisme selular melalui pompa jantung, sistem vaskular sirkulasi, dan integritas sistem lainnya. Namun fungsi tersebut dapat terganggu disebabkan oleh penyakit dan kondisi yang mempengaruhi irama jantung, kekuatan kontraksi, aliran darah melalui kamarkamar pada jantung, aliran darah miokard dan sirkulasi perifer. Iskemia miokard terjadi bila suplai darah ke miokard dari arteri koroner tidak cukup dalam memenuhi kebutuhan oksigen organ (Yeni, 2013). Selain itu, perubahan fungsi pernapasan juga menyebabkan klien mengalami gangguan oksigenasi. Hiperventilasi merupakan suatu kondisi ventilasi yang berlebih, yang dibutuhkan untuk mengeliminasi karbondioksida normal di vena, yang diproduksi melalui metabolisme seluler. Hipoventilasi terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat memenuhi kebutuhan oksigen tubuh atau mengeliminasi CO2 secara adekuat. Apabila ventilasi alveolar menurun, maka PaCO2 akan meningkat. Sementara hipoksia adalah oksigenasi jaringan yang tidak adekuat pada tingkat jaringan (Guyton & Hall, 2007).
4. Manifestasi Klinis a. Suara napas tidak normal b. Perubahan jumlah pernapasan c. Batuk disertai dahak d. Penggunaan otot tambahan pernapasan e. Dispnea. f.
Penurunan haluaran urin
g. Penurunan ekspansi paru h. Takhipnea (Guyton & Hall, 2007)
4
5. Pemeriksaan Penunjang a. Radiologi Parenkim paru yang berisi udara memberikan resistensi yang kecil terhadap jalannya sinar X sehingga memberi bayangan yang sangat memancar. Bagian padat udara akan memberikan udara bayangan yang lebih padat karena sulit ditembus sinar X. benda yang padat member kesan warna lebih putih dari bagian berbentuk udara (Guyton & Hall, 2007). b. Bronkoskopi Merupakan teknik yang memungkinkan visualisasi langsung trachea dan cabang utamanya. Biasanya digunakan untuk memastikan karsinoma bronkogenik, atau untuk membuang benda asing. Setelah tindakan ini pasien tidak bolelh makan atau minum selama 2 -3 jam sampai tikmbul reflex muntah. Jika tidak, pasien mungki9n akan mengalami aspirasi ke dalam cabanga trakeobronkeal. c. Pemeriksaan Biopsi Manfaat biopsy paru – paru terutama berkaitan dengan penyakit paru yang bersifat menyebar yang tidak dapat dapa t didiagnosis did iagnosis dengan cara lain.
d. Pemerikasaan Sputum Bersifat mikroskopik dan penting untuk mendiagnosis etiologi berbagai penyakit pernapasan. Dapat digunakan untuk menjelaskan organisme penyebab penyakit berbagai pneumonia, bacterial, tuberkulosa, serta jamur. Pemeriksaan sitologi eksploitatif pada sputum membantu proses diagnosis karsinoma paru. Waktu yang baik untuk pengumpulan sputum adalah pagi hari bangun tidur karena sekresi abnormal bronkus cenderung berkumpul waktu tidur (Wartonah, 2016).
e. Metode Fisiologis Tes fungsi paru menggunakan spirometer akan menghasilkan: 1) Volume Alun Napas (Tidal (Tidal Volume – TV TV ) Yaitu volume udara yang keluar masuk paru pada keadaan istirahat (±500ml).
5
2) Volume Cadangan Inspirasi ( Inspiration Inspiration Reserve Volume – IRV IRV ) Yaitu volume udara yang masih dapat masuk paru pada inspirasi maksimal setelah inspirasi secara biasa. L = ±3300 ml, P = ±1900 ml. 3) Volume Cadangan Ekspirasi ( Ekspirasi Ekspirasi Reserve Volume V olume – ERV ERV ) Yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara aktif dari paru melalui kontraksi otot ekspirasi setelah ekspirasi biasa. L = ± 1000 ml, P = ± 700 ml. 4) Volume Residu ( Residu Residu Volume – RV RV ) Yaitu udara yang masih tersisa dlam paru setelah ekpsirasi maksimal. L = ± 1200 ml, P = ±1100 ml. Kapasitas pulmonal sebagai hasil penjumnlahan dua jenis jen is volume atau lebih dalam satu kesatuan. 5) Kapasitas Inspirasi ( Inspiration Capacity – IC IC ) Yaitu jumlah udara yang dapat dimasukkan ke dalam paru setelah akhir ekspirasi biasa ( IC = IRV + TV ) 6) Kapasitas Residu Fungsional ( Fungtional Fungtional Residual Capacity – FRC FRC ) Yaitu jumlah udara paru pada akhir respirasi biasa (FRC = ERV + RV) 7) Kapasitas Vital (Vital (Vital Capacity – VC VC ) Yaitu volume udara maksimal yang dapat masuk dan keluar paru selama satu siklus pernapasan yaitu setelah inspirasi dan ekspirasi maksimal (VC = IRV + TV + ERV) 8) Kapasitas Paru – paru paru Total (Total (Total Lung Capacity – TLC TLC ) Yaitu jumalh udara maksimal yang masih ada di paru – paru paru (TLC = VC + RV). L = ± 6000 ml, P = ± 4200 ml. 9) Ruang Rugi ( Anatomical Anatomical Dead Spa ce) ce) Yaitu area disepanjang saluran napas yangvtidak terlibat proses pertukaran gas (±150 ml). L = ± 500 ml. 10) Frekuensi napas (f) Yaitu jumlah pernapsan yang dilakukan permenit permen it (±15 x/menit). Secara umum, volume dan kapasitas paru akan menurun bila seseorang berbaring dan meningkat saat berdiri. Menurun karena isi perut menekan ke atas atau ke diafragma, sedangkan volume udara paru menungkat sehingga ruangan yang diisi udara berkurang. 11) Analisis Gas Darah ( Analysis Blood Gasses – ABGs) ABGs) Sampel darah yang digunakan adalah arteri radialis (mudah diambil) (Somantri, 2008).
6
6. Penatalaksanaan a. Medis Pengobatan Asma diarahkan terhadap gejalagejala yang timbul saat serangan, mengendalikan penyebab spesifik dan perawatan pemeliharaan keehatan optimal yang umum. Tujuan utama dari berbagai macam pengobatan adalah pasien segera mengalami relaksasi bronkus. Terapi awal, yaitu: 1) Memberikan oksigen pernasal 2) Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol mg atau fenetoral 2,5 mg atau terbutalin 10 mg). Inhalasi nebulisasi dan pemberian yang dapat diulang setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian antagonis beta 2 adrenergik dapat secara subcutan atau intravena dengan dosis salbutamol 0,25 mg dalam larutan dekstrose 5% 3) Aminophilin intravena 5-6 mg per kg, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis. 4) Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika tidak ada respon segera atau dalam serangan sangat berat25 5) Bronkodilator,
untuk
mengatasi
obstruksi
jalan
napas,
termasuk
didalamnya golongan beta adrenergik dan anti kolinergik. b. Keperawatan 1) Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif a) Pembersihan jalan nafas b) Latihan batuk efektif c) Suctioning d) Jalan nafas buatan 2) Pola Nafas Tidak Efektif a) Atur posisi pasien (semi fowler) b) Pemberian oksigen c) Teknik bernafas dan relaksasi
3) Gangguan Pertukaran Gas a) Atur posisi pasien (posisi fowler) b) Pemberian oksigen c) Suctioning (Yeni, 2013)
7
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian a) Data klinik, meliputi : TTV, KU b) Data hasil pemeriksaan yang mungkin ditemukan: 1) Mata
Konjungtiva pucat (karena anemia)
Konjungitva sianosis ( karena hipoksemia)
Konjungtiva terdapat pethecia ( karena emboli lemak atau endokarditis)
2) Kulit
Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darah perifer).
Sianosis secara umum (hipoksemia)
Penurunan turgor (dehidrasi)
Edema
Edema periorbital
3) Jari dan kuku
Sianosis
Clubbing finger
4) Mulut dan bibir
Membran mukosa sianosis
Bernapas dengan mengerutkan mulut.
5) Hidung
Pernapasan dengan cuping hidung, deviasi sputum, perforasi, dan kesimetrisan.
6) Vena Leher
Adanya distensi/ bendungan.
7) Dada (a) Inspeksi
Pemeriksaan mulai dada posterior sampai yang lainnya, pasien harus duduk.
Observasi dada pada sisi kanan atau kiri serta depan atau belakang.
Dada posterior amati adanya skar, lesi, dan masa serta gangguan tulang belakang (kifosis, skoliosis, dan lordosis)
8
Catat
jumlah,
irama,
kedalaman
pernapasan,
dan
kesimetrisan pergerakan dada.
Observasi pernapasan seperti pernapasan hidung, atau pernapasan
diafragma
serta
penggunaan
otot
bantu
pernapasan.
Observasi durasi inspirasi dan ekspirasi. Ekspirasi yang panjang menandakan adanya obstruksi jalan napas seperti pada pasien Chronic Airflow Limitation (CAL)/ Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD).
Kaji konfigurasi dada.
Kelainan bentuk dada:
Barrel chest : Akibat overinflation paru pada pasien emfisema.
Funnel chest : Missal pada pasien kecelakaan kerja yaitu depresi bagian bawah sternum.
Pigeon chest : Akibat ketidaktepatan sternum yang mengakibatkan peningkatan diameter AP.
Kofiskoliosis : Missal pada pasien osteoporosis dan kelainan musculoskeletal.
Observasi
kesimetrisan
pergerakan
dada.
Gangguan
pergerakan dinding dada mengindikasikan adanya penyakit paru/ pleura.
Observasi retraksi abnormal ruang interkostal selama inpsirasi yang mengindikasikan adanya obstruksi jalan napas.
(b) Palpasi Untuk
mengkaji
kesimetrisan
pergerakan
dada
dan
mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasi keadaan kulit, dan mengetahui tactil premitus (vibrasi). (c) Perkusi Mengkaji resonansi pulmoner, organ yang ada di sekitarnya, dan pengembangan (ekskursi) diafragma. Ada dua suara perkusi yaitu:
Suara perkusi normal:
9
Resonan (sonor) : dihasilkan pada jaringan paru normal, umumnya bergaung dan bernada rendah.
Dullness : dihasilkan di atas jantung atau paru.
Tympany : dihasilkan di atas perut yang berisi udara.
Suara perkusi abnormal:
Hiperesonan : lebih rendah dari resonan seperti paru abnormal yang berisi udara.
Flatness : nada lebih tinggi dari dullness seperti perkusi pada paha, bagian jaringan lainnya.
(d) Auskultasi
Suara napas normal
Bronchial/ tubular sound seperti suara dalam pipa, keras, nyaring, dan hembusan lembut.
Bronkovesikuler sebagai gabungan antara suara napas bronchial dengan vesikuler.
Vesikuler terdengar lembut, halus, sperti hembusan angin sepoi – sepoi. sepoi.
Jenis suara tambahan
Wheezing : suara nyaring, musical, terus – menerus menerus akibat jalan napas yang menyempit.
Ronchi : suara mengorok karena ada sekresi kental dan peningkatan produksi sputum.
Pleural friction rub : suara kasar, berciut, dan seperti gessekan akibat inflamasi dim pleura, nyeri saat bernapas.
Crakles : o
Fine cracles : suara meletup akibat melewati daerah alveoli, seperti suara rambut digesekkan.
o
Coars cracles: lemah, kasar, akibat ada cairan di jalan saluran napas yang besar. Berubah jika pasien batuk. (Brunner & Suddarth, 2010)
2. Diagnosa Keperawatan a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d sekresi yang tertahan (00031) b. Ketidakefektifan pola nafas b.d sindrom hipoventilasi (00032) c. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane alveolar kapiler (00030)
10
3. Perencanaan Keperawatan Diagnosa
Tujuan & Kriteria Hasil
Intervensi
Keperawatan
(NOC)
(NIC)
Ketidak
efektifan Setelah dilakukan tindakan NIC (1.5.1.2):
bersihan jalan nafas b.d asuhan keperawatan selama Pengisapan
Jalan
sekresi yang tertahan 3x24 jam pasien menunjuk Napas: (00031)
pembersihan jalan nafas yang efektif dengan kriteria hasil:
Mempunyai jalan nafas yang paten
Mengeluarkan
sekresi
trakeal
3. Catat tip dan jumlah sekresi
Mempunyai irama dan frekuensi
pengisapan oral atau
2. Pantau status O2
secara efektif
1. Tentukan kebutuhan
pernafasan
dalam rentang normal
4. Instruksikan kepada pasien dan keluarga tentang jalan
mengisap
napas
sesuai
dengan kebutuhan 5. Intruksikan
kepada
pasien tentang batuk dan
teknik
dalam
napas untuk
memudahkan mengeluarkan sekresi. Ketidakefektifan nafas
b.d
pola Setelah dilakukan tindakan NIC (1.5.1.3):
sindrom 3x24 jam diharapkan pasien Pemantauan
hipoventilasi (00032)
menunjukkan pola pernafasan pernapasan: yang efektif dengan kriteria hasil:
Ekspansi dada simetris
Tidak ada penggunaan
1. Pantau
kecepatan,
irama,
kedalaman
dan usaha respirasi 2. Perhatikan
otot bantu
pergerakan
Bunyi napas tambahan
amati
tidak ada
penggunaan
dada
kesimetrisan, otot
11
Diagnosa
Tujuan & Kriteria Hasil
Intervensi
Keperawatan
(NOC)
(NIC)
Napas pendek tidak a da
bantu, serta retraksi
Mempunyai
otot supraklavikular
kecepatan
dan irama respirasi dalam batas normal
dan interostal 3. Pantau adanya pucat dan sianosis 4. Pantau
tingkat
kegelisahan, ansietas,
dan
tersengal-sengal. Gangguan
pertukaran Setelah dilakukan tindakan NIC (1.5.1.1):
gas
perubahan asuhan keperawatan selama Pengelolaan
b.d
membrane kapiler (00030)
Asam
alveolar 3x24 jam diharapkan masalah Basa: Gangguan
pertukaran
gas
teratasi dengan kriteria hasil:
Ventilasi
tidak
1. Kaji
bunyi
paru,
frekuensi nafas dan kedalaman
bermasalah
2. Pantau saturasi O2
Status neurologic dalam
3. Pantau hasil AGD
rentang yang diharapkan
4. Ajarkan
Tdak ada dypneu
Tidak
gelisah
kepada
pasien dan
sianosis
teknik
bernapas
dan
relaksasi
Tidak ada keletihan
Hasil GDA dalam batas
dengan
dokter
normal
tentang
kebutuhan
End tidal CO2 dalam
akan
rentang normal
GDA
5. Konsultasikan
pemeriksaan
6. Siapkan pasien untuk ventilasi meknis, bila perlu
4. Evaluasi a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d sekresi yang tertahan (00031)
12
Mempunyai jalan nafas yang paten
Mengeluarkan sekresi secara efektif
Mempunyai irama dan frekuensi pernafasan dalam rentang normal
b. Ketidakefektifan pola nafas b.d sindrom hipoventilasi (00032)
Ekspansi dada simetris
Tidak ada penggunaan otot bantu
Bunyi napas tambahan tidak ada
Napas pendek tidak ada Mempunyai kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal
c. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane alveolar kapiler (00030)
Ventilasi tidak bermasalah
Status neurologic dalam rentang yang diharapkan
Tdak ada dypneu
Tidak gelisah dan sianosis
Tidak ada keletihan
Hasil GDA dalam batas normal
End tidal CO2 dalam rentang normal
13
DAFTAR PUSTAKA
Tarwanto, Wartonah. (2016). Kebutuhan dasar manusia dan proses keperawatan Edisi 3. Salemba: Medika. Yeni Kustanti, Christina. (2013). Pemeriksaan Fisik Thoraks. Yogyakarta: AKPER Bethesda Somantri, Iman. (2008). KMB: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika Brunner & Suddarth. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah vol. 1. Jakarta: EGC Guyton & Hall. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC Bulecheck, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, J. McCloskey. (2016). Nursing Interventions Classification (NIC). (NIC). Fifth Edition. Edition. Iowa : Mosby Elsavier. Jhonson, Marion dkk. (2016). Nursing Outcomes Project Nursing Classification (NOC). (NOC). St. Louis ,Missouri ; Mosby. Herlman, T. Heather, dkk. (2015). NANDA International Diagnosis Keperawatan :Definisi dan Klasifikasi 2015-2017 . Jakarta: EGC.
14