Dugaan Pelanggaran Hak dan Kewajiban pada Kasus Korupsi Alih Alih Fungsi Hutan Lindung di Pulau Pulau Bintan
1.
PENDAHULUAN
Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, akan tetapi terjadi pertentangan karena hak dan kewajiban tidak seimbang. Bahwa setiap warga negara memili ki hak dan kewajiban untuk mendapatkan penghidupan yang layak, tetapi pada kenyataannya banyak warga negara yang belum merasakan kesejahteraan dalam menjalani kehidupannya. Semua itu terjadi karena pemerintah dan para pejabat tinggi lebih banyak mendahulukan hak daripada kewajiban. Padahal menjadi seorang pejabat itu tidak cukup hanya memiliki pangkat akan tetapi mereka berkewajiban untuk memikirkan diri sendiri. Jika keadaannya seperti ini, maka tidak ada keseimbangan antara hak dan kewajiban. Jika keseimbangan itu tidak ada akan terjadi kesenjangan sosial yang berkepanjangan. Untuk mencapai keseimbangan antara hak dan kewajiban, yaitu dengan cara mengetahui posisi diri kita sendiri. Sebagai seorang warga negara harus tahu hak dan kewajibannya. Seorang pejabat atau pemerintah pun harus tahu akan hak dan kewajibannya. Seperti yang sudah tercantum dalam hukum dan aturan-aturan yang berlaku. Jika hak dan kewajiban seimbang dan terpenuhi, maka kehidupan masyarakat akan aman sejahtera. Hak dan kewajiban di Indonesia ini tidak akan pernah seimbang. Apabila masyarakat tidak bergerak untuk merubahnya. Karena para pejabat tidak akan pernah merubahnya, walaupun rakyat banyak menderita karena hal ini. Mereka lebih memikirkan bagaimana mendapatkan materi m ateri daripada memikirkan rakyat, sampai saat ini masih banyak rakyat yang belum mendapatkan haknya. Oleh karena itu, banyak kita dengar istilah korupsi yang tidak asing terdengar di telinga kita. Menurut UU. No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ada tiga puluh jenis tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindak korupsi. Salah satunya yaitu tindakan suap-menyuap yang dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk mendapatkan suatu kepentingan tertentu. Hal ini terjadi pada kasus Azirwan mantan Sekda Kabupaten Bintan yang menyuap Al Amin Nasution, anggota DPR dalam kasus alih fungsi hutan lindung di Pulau Bintan tahun 2008. Anehnya ketika Azirwan selesai menjalani hukuman penjaranya, dia diangkat kembali sebagai Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan oleh Gubernur
Kepulauan Riau dan langkah itu dibenarkan oleh Menteri Dalam Negara dengan alasan tidak ada aturan yang melarang hal itu. Dari permasalahan itulah, saya akan membahas lebih lanjut mengenai uraian hak dan kewajiban warga negara dalam studi kasus Azirwan.
2.
TEORI
a)
Pengertian Hak, Kewajiban, dan Kewarganegaraan Menurut Prof. Dr. Notonagoro, hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan melulu oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain manapun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya. Sedangkan kewajiban adalah beban untuk memberikan sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan melulu oleh pihak tertentu tidak dapat oleh pihak lain manapun yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang berkepentingan (Prof. Dr. Notonagoro).
b)
Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam UUD 1945 Hak Warga Negara Indonesia, diantaranya
Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak (pasal 27 ayat 2)
Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan (pasal 28A)
Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum (pasal 28D ayat 1)
Kewajiban Warga Negara Indonesia :
Wajib menaati hukum dan pemerintahan (pasal 27 ayat 1)
Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara (pasal 27 ayat 3)
Wajib menghormati hak asasi manusia orang lain (pasal 28J ayat 1)
Wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang (pasal 28J ayat 2)
Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara (pasal 30 ayat 1)
Kewarganegaraan merupakan keanggotaan dalam komunitas politik. Kewarganegaraan membawa implikasi pada kepemilikan hak untuk berpartisipasi dalam politik. Orang yang telah menjadi dan memiliki keanggotaan penuh disebut sebagai citizen. TH Marshall dalam bukunya, Citizenship and Sosial Class (1950), membuat dua konseptualisasi tentang
kewarganegaraan. Pertama, kewarganegaraan merupakan status yang dinisbatkan/diberikan/ dianugerahkan oleh suatu komunitas politik dalam hal ini negara kepada warga yang menjadi anggota. Kedua, status itu adalah seperangkat hak dasar yang mencakup hak sipil, politik dan sosial. Hak sipil berkaitan dengan aturan hukum dan kebebasan berbicara; hak politik berkaitan dengan proses politik legal formal terutama hak dipilih/memilih; serta sosial berisikan hak untuk mendapatkan jaminan keamanan dan kesejahteraan yang layak sebagai sesama warganegara. Dengan demikian kewarganegaraan mengimplikasikan kesederajatan secara legal formal.
3.
STUDI KASUS
Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bintan, Azirwan telah ditetapkan Pengadilan terbukti melakukan suap kepada anggota Komisi IV DPR, Al Amin Nasution untuk mendapat rekomendasi alih fungsi hutan di Bintan pada tahun 2008. Seperti diketahui, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta telah menjatuhi hukuman dua tahun enam bulan penjara kepada Azirwan karena dininyatakan terbukti melakukan penyuapan pada alih fungsi hutan lindung Bintan, Kepulauan Riau. Jaksa penuntut dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, Azirwan terbukti menyuap anggota Komisi IV DPR RI Al Amin Nasution sebesar Rp 2,250 miliar untuk memuluskan persetujuan DPR dalam alih fungsi hutan lindung Bintan Buyu di Kabupaten Bintan. Setelah selesai menjalani hukuman, pemerintah setempat mulai mempromosikan Azirwan kembali menjadi Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan. Menurut Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, mengatakan tak ada masalah aturan dalam promosi jabatan Azirwan. Promosi itu sesuai UU Nomor 43 Tahun 1999. Sementara Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Azwar Abubakar, berpendapat pengangkatan Azirwan merupakan wewenang Gubernur Kepulauan Riau. Dari kasus tersebut, dapat dianalisa bahwa Azirwan sebagai warga negara Indonesia tetap mendapatkan hak dan kewajiban sebagai warga negara. Mengenai hak politiknya, dia seharusnya mendapatkan hak untuk berserikat sesuai pasal 28. Akan tetapi, karena dia telah terbukti melanggar peraturan hukum yang berlaku yakni melakukan tindak pidana korupsi. Maka, sesuai dengan UU nomor 43 tahun 1999 tentang pokok kepegawaian, pasal 23 ayat 3b, 5c menyatakan PNS yang terlibat korupsi, dapat dihentikan dengan tidak hormat jika dihukum penjara atau kurungan yang tetap karena mel akukan tindakan pidana kejahatan yang ancamannya di atas 4 tahun. Hal ini didukung dengan kutipan dari salah satu Anggota Badan
Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho, mengatakan seharusnya Gubernur Riau justru memecat Azirwan setelah ditetapkan Pengadilan terbukti melakukan suap kepada anggota Komisi IV DPR, Al Amin Nasution, pada 8 April 2008 untuk mendapat rekomendasi alih fungsi hutan di Bintan. Sedangkan mengenai hak sosial Azirwan, berupa hak untuk menerima jaminan kesejahteraan dan keamanan telah diatur oleh Undang Undang Dasar 1945 yaitu : a)
Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak (pasal 27 ayat 2)
b)
Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan (pasal 28A)
c)
Hak untuk mengembangkan diri dan melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya dan berhak mendapat pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan hidup manusia (pasal 28C ayat 1)
d)
Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum (pasal 28D ayat 1) Akan tetapi, dalam menjalankan semua haknya tersebut, Azirwan juga memiliki
kewajiban berupa tunduk kepada pembatasan yang ditet apkan dengan undang-undang. Pasal 28J ayat 2 menyatakan, “ Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis .” Azirwan yang merupakan mantan koruptor bisa menjalankan haknya tetapi ada batasan batasan tertentu karena ia memiliki catatan ex-koruptor sehingga tidak seleluasa seperti sebelumnya. Selain dari hukum itu sendiri, dalam kehidupan sosialnya kemungkinan akan mendapat cemooh ataupun dikucilkan oleh masyarakat sekitarnya.
4.
KESIMPULAN
Dari kasus Azirwan, dapat dikatakan bahwa terdapat kegagalan reformasi birokrasi dan kebijakan pro terhadap koruptor. Karena koruptor dapat diterima atau diberikan kesempatan kembali bekerja dilingkungan pemerintah padahal ada UU tentang pokok kepegawaian yang mengatakan bahwa PNS yang terlibat korupsi dapat dihentikan dengan tidak hormat jika dihukum penjara atau kurungan yang tetap. Dari segi hak dan kewajiban sebagai warga negara, Azirwan tetap bisa menjalankan hak dan kewajiban walaupun ia merupakan mantan koruptor tetapi tentu saja tidak sebebas seperti ia sebelum menjadi tersangka koruptor. Tetap ada batasan-batasan tertentu sesuai dengan
undang-undang sehingga seharusnya ada sebagian haknya yang tidak bisa ia dapatkan lagi untuk saat ini. Jadi dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan hak da n kewajiban warga negara Indonesia di negeri ini masih kurang, sehingga dapat dinilai bahwa ini bisa saja menjadi titik kemerosotan moral yang terjadi di Indonesia.
5.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, Juwita. (2012). Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia. Juwita VJ Glory Anggraini. Diambil 21 Mei 2014 dari http://juwita.blog.fisip.uns.ac.id/ 2012/03/27/hak-dan-kewajiban-warga-negara-indonesia/ Nurasih, Wiwit. (2013). Analisis Hak dan Kewajiban Warga Negara (Studi Kasus Azirwan Mantan Penyuap terhadap Al Amin Nasution tentang Alih Fungsi Hutan Lindung di Pulau Bintan tahun 2008). Jurnal Kuliah. Diambil 21 Mei 2014 dari http://wiwitna.blogspot.com/2013/03/analisis-hak-dan-kewajiban warganegara.html