BAB IX
STEROID
A. PENGERTIAN STEROID
Senyawa-senyawa steroid adalah turunan skualena, suatu triterpena;
juga karoten dan retinol. Steroid merupakan senyawa yang memiliki
kerangka dasar triterpena asiklik. Ciri umum steroid ialah sistem empat
cincin yang tergabung. Cincin A, B dan C beranggotakan enam atom karbon,
dan cincin D beranggotakan lima. Steroid, semuanya diturunkan dari
struktur inti empat-cincin lebur yang sama, memiliki peran biologis yang
bervariasi seperti hormon dan molekul pensinyalan. Steroid 18-karbon
(C18) meliputi keluarga estrogen, sementara steroid C19 terdiri dari
androgen seperti testosteron dan androsteron. Subkelas C21 meliputi
progestagen, juga glukokortikoid dan mineralokortikoid. Sekosteroid,
terdiri dari bermacam ragam bentuk vitamin D, dikarakterisasi oleh
perpecahan cincin B dari struktur inti. Contoh lain dari lemak sterol
adalah asam empedu dan konjugat-konjugatnya, yang pada mamalia merupakan
turunan kolesterol yang dioksidasi dan disintesis di dalam hati. Pada
tumbuhan, senyawa yang setara adalah fitosterol, seperti beta-
Sitosterol, stigmasterol, dan brasikasterol; senyawa terakhir ini juga
digunakan sebagai bagi pertumbuhan alga. Sterol dominan di dalam membran
sel fungi adalah ergosterol.
Gambar Struktur Steroid dan Penomorannya
Steroid adalah senyawa organic bahan alam yang dihasilkan oleh
organisme melalui metabolit sekunder, senyawa ini banyak ditemukan pada
jaringan hewan dan tumbuhan. Asal usul biogenetic dari steroid mengikuti
reaksi-reaksi pokok yang sama, dengan demikian maka golongan senyawa ini
memiliki kerangka dasar yang sama.
Senyawa-senyawa turunan steroid memiliki fungsi yang sangat penting
dalam kelangsungan hidup organisme. Berbagai jenis hormone, asam empedu
dan berbagai macam senyawa anabolic adalah turunan steroid. Keragaman
turunan steroid dihasilkan melalui transformasi struktur dan gugus
fungsi steroid berdasarkan reaksi-reaksi sekunder mengikuti keteraturan
biogenetic.
Steroid terdiri atas beberapa kelompok senyawa dan penegelompokan
ini didasarkan pada efek fisiologis yang diberikan oleh masing-masing
senyawa. Kelompok-kelompok itu adalah sterol, asam- asam empedu, hormon
seks, hormon adrenokortikoid, aglikon kardiak dan sapogenin. Ditinjau
dari segi struktur molekul, perbedaan antara berbagai kelompok steroid
ini ditentukan oleh jenis substituen R1 , R2 dan R3 yang terikat pada
kerangka dasar karbon. sedangkan perbedaan antara senyawa yang satu
dengan yang lain pada suatu kelompok tertentu ditentukan oleh panjang
rantai karbon R 1, gugus fungsi yang terdapat pada substituen R 1, R 2,
dan R 3, jumlah serta posisi gugus fungsi oksigen dan ikatan rangkap dan
konfigurasi dari pusat-pusat asimetris pada kerangka dasar karbon
tersebut.
B. ASAL USUL STEROID
Percobaan-percobaan biogenetik menunjukkan bahwa steroid yang
terdapat dialam berasal dari triterpenoid. Steroid yang terdapat dalam
jaringan hewan beasal dari triterpenoid lanosterol sedangkan yang
terdapat dalam jaringan tumbuhan berasal dari triterpenoid sikloartenol
setelah triterpenoid ini mengalami serentetan perubahan tertentu. tahap-
tahap awal dari biosintesa steroid adalah sama bagi semua steroid alam
yaitu pengubahan asam asetat melalui asam mevalonat dan skualen (suatu
triterpenoid) menjadi lanosterol dan sikloartenol. Percobaan-percobaan
menunjukkan bahwa skualen terbentuk dari dua molekul farnesil pirofosfat
yang bergabung secara ekor-ekor yang segera diubah menjadi 2,3-
epoksiskualen. selanjutnya lanosterol terbentuk oleh kecenderungan 2,3-
epoksiskualen yang mengandung lima ikatan rangkap untuk melakukan
siklisasi ganda. Siklisasi ini diawali oleh protonasi guigus epoksi dan
diikuti oleh pembukaan lingkar epoksida. Kolesterol terbentuk dari
lanosterol setelah terjadi penyingkiran tiga gugus metil dari molekul
lanosterol yakni dua dari atom karbon C-4 dan satu dari C-14.
Penyingkiran ketiga gugus metil ini berlangsung secara bertahap, mulai
dari gugus metil pada C-14 dan selanjutnya dari C-4. Kedua gugus metil
pada kedua C-4 disingkirkan sebagai karbon dioksida, setelah keduanya
mengalami oksidasi menjadi gugus karboksilat. sedangkan gugus metil pada
C-14 disingkirkan sebagai asam format setelah gugus metil itu mengalami
oksidasi menjadi gugus aldehid.
C. KERANGKA DASAR STEROID
Senyawa steroid memiliki kerangka dasar yang spesifik yaitu kerangka
1,2-siklopentanoperhidrofenantren, kerangka ini sekaligus merupakan
cirri-ciri khusus yang membedakan steroid dengan senyawa organic bahan
alam lainnya.
1. Kolesterol
Kolestrol merupakan steroid yang terbanyak di dalam tubuh manusia.
Kolestrol memiliki struktur dasar inti steroid yang mengandung gugus
metil, gugus hidroksi yang terikat pada cincin pertama, dan rantai
alkil. Kandungan kolestrol dalam darah berkisar 200-220 mg/dL,
meningkatnya kadar kolestrol dalam darah dapat menyempitkan pembuluh
darah di jantung, sehingga terjadi gangguan jantung koroner.
Pengobatan yang sering dilakukan adalah melebarkan pembuluh darah
seperti, memasang ring atau melakukan operasi. Kolestrol dalam tubuh
dibentuk di dalam liver dari makanan. Struktur kolestrol dapat
dilihat pada Gambar.
Gambar Struktur molekul kolestrol
Kolestrol dalam makan perlu kita waspadai mengingat tren penyakit
jantung cukup tinggi di Indonesia. Beberapa makanan yang banyak
mengandung kolestrol disajikan dalam Tabel Sumber makanan dan ukuran
sajian serta kandungan kolestrolnya
Garam empedu merupakan hasil sintesa kolestrol dan disimpan dalam
bladder, peran senyawa ini adalah untuk mengemulsikan asam lemak dan
minyak sehingga memperluas permukaan lipida yang akan dibongkar
secara enzimatik.
Gambar Struktur molekul Garam empedu
Contoh lain dari lipida jenis steroid adalah hormon seks bagi kaum laki-
laki dan perempuan seperti testoteron, estradiol dan progesteron.
Struktur molekul dan fungsinya dapat dilihat dalam tabel.
TABEL
JENIS HORMON DAN FUNGSI FISIOLOGISNYA
Molekul kolestrol terdiri atas tiga lingkar enam yang tersusun
seperti fenantren dan terlebur dalam suatu lingkar lima. Hidrokarbon
tetrasiklik jenuh yang mempunyai sistem lingkar demikian dan terdiri
dari 17 atom karbon sering ditemukan pada banyak senyawa yang
tergolong senyawa bahan alam yang disebut stroida.
D. TATA NAMA STEROID
Sebagaimana senyawa organik lainnya, tata nama sistematika dari
steroid didasarkan pada struktur dari hidrokarbon steroid tertentu. Nama
hidrokarbon steroid itu ditambahi awalan atau akhiran yang menunjukkan
jenis substituen. Sedangkan, posisi dari substituen itu ditunjukkan oleh
nomor atom karbon, dimana substituen itu terikat. Penomoran atom karbon
dalam molekul steroid adalah sebagai berikut :
Berdasarkan struktur umum steroid tersebut, maka jenis-jenis
hidrokarbon induk dari steroid adalah sebagai berikut :
Hidrokarbon induk yang lain dari steroida ialah estran, kardanolida
dan spirostan, seperti tercantum dibawah ini :
Estran (C 18) :
Spirostan (C 27) :
Kardanolida (C 23) :
Dalam pemberian nama steroida, jenis substituen ditunjukkan
sebagaimana biasanya, yaitu memberi nama awalan atau akhiran pada
hidrokarbon induk. Sedangkan posisi dari substituen harus ditunjukkan
oleh nomor dari atom karbon dimana ia terikat.
E. STEREOKIMIA STEROIDA
Stereokimia steroida telah diselidiki oleh para ahli kimia dengan
menggunakan cara analisa sinar X dari struktur kristalnya atau cara-cara
kimia, Percobaan-percobaan menunjukkan bahwa konfigurasi dari kerangka
dasar steroida dapat dinyatakan sebagai berikut :
Dari model molekul menunjukkan bahwa molekul steroida adalah planar
(datar). Atom atau gugus yang terikat pada inti molekul dapat dibedakan
atas dua jenis yaitu :
1. Atom atau gugus yang terletak disebelah atas bidang molekul yaitu pada
pihak yang sama dengan gugus metil pada C10 dan C13 yang disebut
konfigurasi. Ikatan-ikatan yang menghubungkan atom atau gugus ini
dengan inti molekul digambarkan dengan garis tebal
2. Atom atau gugus yang berada disebelah bawah bidang molekul yang
disebut dengan konfigurasi dan ikatan-ikatannya digam,barkan dengan
garis putus-putus. Sedangkan atom atau gugus yang konfigurasinya belum
jelas apakah atau. Dinyatakan dengan garis bergelombang. Kedua
konfigurasi steroida tersebut mempunyai perbedaan yaitu :
a. Pada konfigurasi pertama, Cincin A dan cincin B terlebur sedemikian
rupa sehingga hubungan antara gugus metil pada C10 dan atom hidrogen
pada atom C5 adalah trans (A/B trans). Pada konfigurasi ini gugus
metil pada C10 adalah dan atom hidrogen pada C5
b. Pada konfigurasi kedua, peleburan cincin A dan B menyebabkan
hubungan antara gugus metil dab atom hidrogen menjadi Cis (A/B Cis)
dan konfigurasi kedua substituen adalah. Steroida dimana konfigurasi
atom C5 adalah termasuk deret 5.
Pada kedua konfigurasi tersebut, hubungan antara cincin B/C dan C/D
keduanya adalah trans. Cincin B dan C diapit oleh cincin A dan cincin D
sehingga perubahan konfirmasi dari cincin B dan cincin C sukar terjadi.
Oleh karena itu peleburan cincin B/C dalam semua steroida alam adalah
trans Akan tetapi perubahan konfirmasi dari cincin A dan Cincin B dapat
terjadi. Perubahan terhadap cincin A menyebabkan steroida dapat berada
dalam salah satu dari kedua konfigurasi tersebut. Perubahan terhadap
cincin D dapat m,engakibatkan hal yang sama, sehingga peleburan cincin
C/D dapat cis atau trans. Peleburan cincin C/D adalah trans ditemukan
pada hampir sebagian besar steroida alam kecuali kelompok aglikon
kardiak dimana C/D adalah cis. Pada semua steroida alam, substituen pada
C10 dan C9 berada pada pihak yang berlawanan dengan bidang molekul
yaitiu trans. Dan juga hubungan antara sunstituen pada posisi C8 dan C14
adalah trans kecuali pada senyawa-senyawa yang termasuk kelompok aglikon
kardiak. Dengan demikian, stereokimia dari steroida alan mempunyai suatu
pola umum, yaitu substituen-substituen pada titik-titik temu dari cincin
sepanjang tulang punggung molekul yaitu C-5-10-9-8-14-13 mempunyai
hubungan trans.
Sifat-sifat steroida sama seperti senyawa organik lainnya, yaitu
reaksi-reaksi dari gugus-gugus fungsi yang terikat pada molekul steroida
tersebut. Misalnya, gugus 3-hidroksil menunjukkan semua sifat dari
alkohol sekunder, tak ubahnya seperti ditunjukkan oleh 2-propanol. Gugus
hidroksil ini dapat diesterifikasi untuk menghasilkan ester atau
dioksidasi dengan berbegai oksidator yang menghasilkan suatu keton.
Karena bentuk geometri gugus 3-hidroksil sedikit berbeda dengan sifat-
sifat gugus hidroksil yang terikat pada posisi lain. Karena faktor
geometri maka gugus 3-hidroksil memperlihatkan sifat yang sidikit
berbeda dengan 3- hidroksil, yaitu gugus 3-hidroksil lebih sukar
mengalami dehidrasi dibandingkan dengan gugus 3-hidroksil walaupun
prinsip dari reaksi yang terjadi adalah sama. Kestabilan steroida
ditentukan oleh interaksi 1,3 yang terjadi antara suatu gugus fungsi
yang berorientasi aksial dan molekul akan lebih stabil apabila sebagian
besar gugus fungsi berorientasi ekuatorial. Laju reaksi juga ditentukan
oleh faktor sterik, tanpa kecuali gugus hidroksi ekuatorial lebih mudah
diesterifikasi dari pada gugus aksial. Akan tetapi gugus fungsi aksial
lebih mudah dioksidasi dari pada gugus hidroksil yang ekuatorial.
F. KONFIGURASI SENYAWA STEROID
Perbedaan antara beberapa jenis steroid ditunjukkan oleh jenis
subtituen R1, R2 dan R3 yang terikat pada kerangka dasar steroid.
Sedangkan perbedaan antara senyawa satu dengan yang lainnya dari suatu
kelompok, ditentukan oleh panjang rantai karbon R1, R2 dan R3, jumlah
dan posisi ikatan rangkap, jumlah dan posisi oksigen serta konfigurasi
dari pusat-pusat asimetri pada kerangka dasar karbon steroid. Jika
senyawa steroid digambarkan sebagai suatu molekul yang palanar, maka ada
dua kedudukan yang dapat dimiliki oleh setiap gugus yang terikat pada
kerangka dasar steroid. Jika gugus tersebut berada di atasbidang
molekul, berarti terletak sebidang dengan gugus metal pada C-10 dan C-13
maka gugus tersebut diistilahkan sebagai konfigurasi ß, digambarkan
garis tebal. Sebaliknya bila gugus tertentu terikat disebelah bawah
bidang molekul maka disebut konfigurasi α dan ikatannya digambrkan
dengan garis putus-putus. Sedangkan gugus yang konfigurasinya belum
jelas dinyatakan sebagai ξ (xi) dan ikatannya digambarkan sebagai
gelombang.
Hubungan cincin A dengan B ada dua kemungkinan yakni trans dan cis.
Konfigurasi trans cincin A terhadap B terjadi jika posisi atom hydrogen
yang terikat pada C-5 terletak trans terhadap gugus metil pada C-10.
keadaan ini menunjukkan pula bahwa atom hydrogen pada C-5 adalah
berkedudukan α, sehingga steroid jenis ini disebut deret α. Berlawanan
dengan itu disebut steroid deret ß, jika hydrogen pada C-5 berkedudukan
ß, yang berarti posisinya cis terhadap gugus metil pada C-10. Keadaan
tersebut menggambar konfigurasi cincin A terhadap cincin B adalah cis.
Pada steroid alam hubungan antara cincin B dan cincin C selalu
trans. Konformasi cincin B dan cincin C sulit berubah karena diapit oleh
cincin A dan D. Cincin A dapat berubah sehingga dapat memungkinkan
steroid berada dalam dua macam konformasi yakni trans atau cis. Demikian
pula halnya dengan cincin D dapat berubah sehingga hubungan cincin C dan
D dapat trans atau cis. Namun pada kenyataannya hubungan cincin C dan D
pada hamper semua jenis steroid adalah trans kecuali kelompok aglikon
kardiak dimana cincin C dan D adalah cis. Dalam semua steroid alam,
subtituen pada C-10 dan C-9 berada pada pihak yang berlawanan terhadap
bidang molekul, yaitu trans. Demikian pula hubungan antara subtituen
pada posisi C-9 dan C-8, C-8 dan C-14, C-14 dan C-13 adalah trans.
Dengan demikian, stereokimia dari steroid alam mempunyai suatu pola
umum, yakni subtituen pada titik-titik temu dari cincin disepanjang
molekul C-3-10-9-8-14-13 merupakan hubungan trans.
G. BIOSINTESIS STEROID
Senyawa steroid yang terdapat di alam adalah berasal dari triterpen.
Biosintesis steroid sama halnya dengan biosintesis terpen melalui jalur
asam mevalonat. Pembentukan kerangka steroid dimulai dari kondensasi dan
famesil pitofosfat (seskuiterpen melalui interaksi ekor-ekor
menghasilkan skualen, dan kemudian berubah menjadi 2,3-epeksiskualen).
Selanjutnya tetrjadi siklisasi berganda dan disusul oleh penataan atom-
atom hydrogen dan gugus metil, yang kemudian menghasilkan lanosterol
(pada hewan) atau sikloartenol (pada tumbuhan). Siklisasi skualen ini
bermula pada protonasi gugus epoksi yang mengakibatkan pembukaan lingkar
epoksida. Selanjutnya terjadi pelepasan tiga gugus metil yang terikat
pada atom karbon C-4 dan satu gugus metil dan C-14. penyingkiran ketiga
gugus metil tersebut berlangsung secara bertahap, dimulai dengan gugus
metil pada C-14 yang mengalami oksidasi menjadi aldehid kemudian
disingkirkan sebagai asam formiat, kemudian pelepasan kedua gugus metil
pada C1 yang dioksidasi menjadi karboksil dan selanjutnya dikeluarkan
sebagai karbon dioksida.
Mekanisme biosintesis steroid yang melalui penggabungan dua molekul
skualen dapat dilihat pada gambar dibawah. Mekanisme biosintesis
tersebut telah dibuktikan kebenarannya melalui percobaan dengan hewan
yang diinkubasi dengan asam asetat yang diberi tanda dengan isotop
karbon C-14 pada gugus karboksilat, CH314-COOH, ternyata atom karbon
radioaktif dari kolesterol yang dihasilkan dapat diidentifikasi dan
sesuai dengan pola isoprene penyusunnya. Selanjutnya percobaan dilakukan
dengan menggunakan asam asetat yang telah diberi tanda pada gugus metil
14CH3-COOH, ternyta bahwaatom karbon dalam molekul kolesterol yang tidak
bersifat radioaktif pada percobaan pertama, ternyata pada percobaan
kedua menjadi ardioaktif.
H. KLASIFIKASI STEROID
Hormon Seks
I. SIFAT-SIFAT STEROID
Sifat-sifat steroid, seperti senyawa organik lainnya, pada dasarnya
harus dipandang sebagai reaksi-reaksi dari gugus fungsi yang
dikandungnya. Misalnya, gugus 3β - hidroksil menunjukkan semua sifat
dari alkohol sekunder, tak ubahnya seperti yang ditunjukkan oleh 2-
propanol. Gugus hidroksil ini dapat diesterifikasi untuk menghasilkan
suatu ester atau dioksidasi dengan berbagai oksidator yang menghasilkan
suatu keton.
Akan tetapi, oleh karena bentuk geometri dari molekul steroid, sifat
gugus 3β-hidroksil sedikit berbeda dengan sifat dari gugus-gugus
hidroksil yang terikat pada posisi lain. Begitu pula, karena faktor
geometri molekul, gugus 3 β - hiroksil memperlihatkan sifat yang sifat
yang sedikit berbeda dengan 3α - hidoksil. Misalnya gugus 3β -
hidroksil lebih sukar mengalami dehidrasi dibandingkan dengan gugus 3α
– hidroksil, walaupun prinsip dari reaksi yang terjadi adalah sama. Oleh
karena itu, pengetahuan mengenai struktur dari steroid, jika dikuasa
dengan baik, dapat memberikan petunjuk tentang sifat-sifat serta jenis
reaksi yang dapat dilakukannya.
Beberapa contoh reaksi steroid yang dipengaruhi oleh faktor
stereokimia molekul akan diuraikan dibawah ini.
a. Pengaruh Konformasi Terhadap Kestabila
Pada sikloheksan monosiklik kesetimbangan konformasi mudah dicapai,
dimana substituen yang besar ukurannya akan mengambil kedudukan
ekuatorial. Pada turunan sikloheksan berikut, kesetimbangan mudah
dicapai dimana substituen R yang ukurannya lebih besar daripada
hidrogen akan mengambil kedudukan ekuatorial daripada aksial.
Pada kedudukan aksial, substituen R mengalami antaraksi tolak menolak
dengan dua atom hidrogen aksial, yang masing-masing terikat pada atom
karbon nomor tiga dari atom karbon dimana gugus R terikat. Antaraksi
ini, yang disebut antaraksi -1,3 menimbulkan tegangan pada molekul.
Tegangan ini sebagian besar dapat dihilangkan jika konformasi molekul
berbah sehingga gugus R mengambil kedudukan ekuatorial. Oleh karena
itu dalam kesetimbangan antara kedua konformasi diatas, konformasi
dimana gugus R ekuatorial adalah lebih stabil dan seluruh molekul yang
akan berada dalam konformasi ini. Perubahan konformasi seperti pada
contoh diatas tidak dapat terjadi dengan leluasa pada steroid, karena
molekul steroid adalah k ompak. Hal ini terlihat dari contoh sebagai
berikut. Misalnya , 5 – α kolestan 3 ol ( epikolestanol) , dimana
kolestnaol merupakan 90% dari campuran. Apabila epimerisasi yang sama
dilakukan terhadap epikolestanol, akan diperoleh campuran epimer
dengan perbandingan jumlah yang sama pula.
Apabila konfigurasi dari kedua epimer diatas diperlihatkan degan
seksama, akan terlihat bahwa gugus hidroksil pada kolestanol adalah
ekuatorial, sedangkan pada epikolestanol adalah aksial. Dalam
kedudukan aksial ini,gugs idroksil dalam molekul epikolestanol
mengalami antaraksi -1,3,m dengan dua atom hidrogen aksial yang
terikat pada C-1 dan C-5. Antaraksi ini tidak ditemukan pada
kolestanol. Oleh karena itu, kestabilan dari kolestanol lebih besar
daripada epikolestanol, sehingga kolestanol ditemukan dalam
perbandingan yang lebih besar didalam campuran kesetimbangan
epimerisasi. Keterangan yang sama dapat diberikan pula bagi
kesetimbangan epimerisasi antara 5 β-kolestan -3 β -ol (koprostanol)
dan 5 β -kolestan - 3 α-ol (epikolestanol). Dalam campuran
kesetimbangan epimerisasi ini, epikolestanol lebih stabil dan dengan
demikian berada dalam perbandingan jumlah yang lebih besar (90%).
b. Pengaruh Konformasi Terhadap Esterifikasi
Hampir semua steroid alam mengandung gugus fungsi oksigen, misaklnya
gugus hidroksil pada atom karbon C-3. Olehkarena itu, reaksi pada
posisi- posisi yang mengandung gugs fungsi ini penting artinya dalam
ilmu kimia steroid. Salah satu diantara reaksi itu ialah esterifikasi
yang akan diuraikan dibawah ini. Berbagai reaaksi esterifikasi, yang
lazim dikenal, dapat pula digunakan dalam steroid. Umumnya, reaksi
ini adalah pengubahan alkohol menjadi ester asetat (asetilasi) dengan
anhidrat asetat dan piridin, menjadi ester benzoat (benzoilasi)
dengan benzoil klorida dan piridin., menjadi ester toluen-p-sulfonat
(tosilasi) dengan toluen p-sulfonil klorida dan piridin, atau menjadi
eseter katilat dengan mengggunakan etil kloroformat. Kereaktifan
suatu gugus hidroksil terhadap reaksi esterifikasi ditentukan oleh
orientasi gugus itu, aksial atau ekuatorial. Tanpa kecuali, gugus
hidroksil yang ekuatorial lebih mudah diesterifikasi daripada gugus
hidroksil yang aksial, yang terikat pada posisi yang sama. Laju
esterifikasi gugus hidroksil yang terdapat pada posisi yang berlainan
seringkali berbeda pula. Perbedaan laju esterifikasi ini disebabkan
oleh halangan ruang (faktor sterik) yang menghalangi terjadinya
serangan pada gugus hidroksil itu. Faktor sterik dalam reaksi
esterifikasi menjadi lebih jelas jika mekanisme reaksi diperhatikan
sebagai berikut. Esterifikasi alkohol, misalnya oleh anhidrida asetat
dan piridin, berlangsung melalui pembentukan suatu senyawa kompleks
transisi itu memerlukan suatu persyaratan ruang yang selanjutnya
menentukan kereaktifan gugus hodroksil pada esterifikasi.
J. EFEK SAMPING STEROID
Steroid merupakan obat ampuh dalam mengatasi peradangan dan
meredakan nyeri, selain itu steroid yang langsung bekarja pada kimiawi
otak juga bermanfaat untuk meningkatkan mood. Seseorang yang tidak
mengalami peradangan tetapi mengkonsumsi steroid dapat merasa nyaman
dalam waktu yang relatif cepat. Tetapi penggunaan steroid sebagai pereda
nyeri dan meningkatkan mood juga mempunyai efek samping yang kadang-
kadang justru membahayakan. Efek samping yang ditimbulkan akibat
penggunaan steroid antara lain:
1. Steroid dapat menekan fungsi kekebalan tubuh dan meningkatkan resiko
infeksi.
2. Saat diminum, steroid dapat menyebabkan gastritis atau mag- Steroid
dapat menghentikan suplai darah pada sendi terutama di paha dan
menyebabkan rasa nyeri degeneratif yang disebut avascular necrosis.
3. Steroid dapat mengurangi massa tulang dan meningkatkan risiko patah
tulang dalam penggunaan jangka panjang.
4. Steroid dapat menyebabkan kemampuan tubuh untuk merespon emosi dan
rasa sakit fisik berkurang.
5. Kebanyakan mengkonsumsi steroid bakal melepas lemak dan cairan
ditubuhnya meskipun sudah menghentikan konsumsi steroid.
DAFTAR PUSTAKA
Nadjeeb. 2009. Steroid.
http://nadjeeb.files.wordpress.com/2009/03/steroid.pdf. Diakses pada 13
Mei 2013.
Zulfikar.2010.Steroid.http://www.chemistry.org/materi_kimia/kimiakesehatan/b
iomolekul/steroid/. Diakses pada 13 Mei 2013.
-----------------------
3α -Hidroksi
3β -Hidroksi