Soal Kasus Pembukuan atau Pencatatan( contoh ini menggunakan aturan lama untuk ptkpnya lebih baik lihat aturan terbaru) Tuan Wahyudi (PKP) seorang pengusaha garmen yang memiliki 5 kios di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan Makassar. Dia sudah menikah dan dikaruniai 3 (tiga) orang anak. Pekerjaan istrinya ibu rumah tangga. Berdasarkan data penghasilan tahun 2011, Tn Wahyudi ingin menentukan apakah ia akan menggunakan pembukuan atau pencatatan. Rincian penghasilan yang diperoleh Tn Wahyudi selama tahun 2011 sebagai berikut Bln
Penghasilan Bruto (Dalam Rupiah) Jakarta
Bandung
Yogyakarta
Surabaya
Makassar
Total
Jan
60.000.000
54.000.000
50.000.000
51.300.000
55.200.000
270.500.000
Feb
55.000.000
52.000.000
45.000.000
49.400.000
50.600.000
252.000.000
Mar
50.000.000
50.000.000
47.000.000
47.500.000
46.000.000
240.500.000
Apr
48.000.000
49.000.000
43.000.000
46.550.000
44.160.000
230.710.000
Mei
59.000.000
55.000.000
48.000.000
52.250.000
54.280.000
268.530.000
Jun
58.000.000
50.000.000
44.000.000
47.500.000
53.360.000
252.860.000
Jul
69.000.000
60.000.000
51.000.000
57.000.000
63.480.000
300.480.000
Agu
70.000.000
61.000.000
52.500.000
57.950.000
64.400.000
305.850.000
Sep
57.500.000
48.000.000
48.800.000
45.600.000
52.900.000
252.800.000
Okt
49.000.000
47.000.000
45.000.000
44.650.000
45.080.000
230.730.000
Nov
53.500.000
45.000.000
43.200.000
42.750.000
49.220.000
233.670.000
Des
71.000.000
59.000.000
51.500.000
56.050.000
65.320.000
302.870.000
Total
700.000.000
630.000.000
569.000.000
598.500.000
644.000.000
3.141.500.000
Pada tahun 2011 tersebut Tn Wahyudi sengaja telah mencatat beberapa informasi yaitu pakaian dijual dengan mark up sebesar 100%. Disisi lain, masing-masing kios memiliki 3 pegawai dengan gaji Rp 3.000.000/bulan dan mengeluarkan biaya lain sebesar Rp 5.000.000/bulan. Hal ini dilakukan untuk membandingkan apakah lebih baik tetap menggunakan pencatatan atau pindah menggunakan pembukuan di tahun 2012. Tn Wahyudi mengestimasi bahwa kondisi antara tahun 2011 dengan 2012 tidak jauh berbeda. Pemilihan menggunakan pencatatan akan memberikan WP menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Netto yang telah diatur di KEP No. 536/2000. Berdasarkan lampiran I pada peraturan tersebut, besar norma untuk jenis perdagangan eceran tekstil, pakaian jadi dengan kode 62410 sebesar 30%. 3.2. Perencanaan Pajak Atas Kasus Pemilihan Pembukuan atau Pencatatan Berdasarkan data keluarga Tn Wahyudi dan Undang-Undang No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, maka besarnya PTKP per tahun sebagai berikut WP orang pribadi
15.840.000
WP yang kawin
1.320.000
Tanggungan (3)
3.960.000
Total PTKP per tahun
21.120.000
Pasal 7 ayat (1) UU 36 Tahun 2008 ð Perhitungan PPh Terutang apabila menggunakan Pencatatan Total Omzet setahun Norma Perhitungan Penghasilan Neto
3.141.500.000 30%
Penghasilan neto
942.450.000
PTKP (K/3)
21.120.000
PKP
921.330.000
5%
x
50.000.000
2.500.000
15%
x
200.000.000
30.000.000
25%
x
250.000.000
62.500.000
30%
x
421.330.000
126.399.000
Total PPh terutang
221.399.000
ð Perhitungan PPh Terutang apabila menggunakan Pembukuan Total Omzet setahun
3.141.500.000
HPP (50%)
1.570.750.000
Beban Gaji
540.000.000
Beban lain-lain
300.000.000
Penghasilan neto
730.750.000
PTKP (K/3)
21.120.000
PKP
709.630.000
5%
x
50.000.000
2.500.000
15%
x
200.000.000
30.000.000
25%
x
250.000.000
62.500.000
30%
x
209.630.000
62.889.000
Total PPh terutang
157.889.000
Berdasarkan perhitungan diatas, maka dapat diketahui bahwa apabila Tn Wahyudi menggunakan pembukuan maka akan menghemat pajak sebesar Rp 221.399.000 – Rp 157.889.000 = Rp 63.510.000. Oleh karena itu, disarankan bagi Tn Wahyudi untuk menggunakan pembukuan di tahun 2012. Kasus Lain Apabila tahun yang direncanakan adalah untuk tahun 2014 dengan informasi penghasilan bruto diatas adalah tahun 2013, maka berdasarkan data keluarga Tn Wahyudi dan aturan baru yang harus dipakai yaitu Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER – 31/PJ/2012 tentang “Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi”, besarnya PTKP per tahun sebagai berikut
WP orang pribadi
24.300.000
WP yang kawin
2.025.000
Tanggungan (3)
6.075.000
Total PTKP per tahun
32.400.000
Pasal 11 ayat (1) PER – 31/PJ/2012 Akan tetapi, karena adanya aturan terbaru yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang “Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu”, maka menggunakan tarif PPh baru final sebesar 1%. Dalam pelaksanaanya diatur Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 107/PMK.011/2013 Tentang “Tata Cara Penghitungan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu”. Hal itu dikarenakan Tn Wahyudi melakukan usaha yang tidak berhubungan dengan pekerjaan bebas, seperti yang dijelaskan pada PMK No 107 Tahun 2013. Oleh karena itu menggunakan pembukuan ataupun pencatatan, PPh terutang sama saja dengan perhitungannya sebagai berikut ini Total Omzet setahun Tarif PPh Final (PP 46 Tahun 2013)
3.141.500.000 1%
Total PPh terutang
31.415.000
Akan tetapi sebenarnya terdapat perbedaan yaitu pada sisi kompensasi kerugian. Ini sesuai dengan pasal 8 PP 46 Tahun 2013 bahwa: “Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dan menyelenggarakan pembukuan dapat melakukan kompensasi kerugian dengan penghasilan yang tidak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan sebagai berikut: a. kompensasi kerugian dilakukan mulai Tahun Pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) Tahun Pajak; b. Tahun Pajak dikenakannya Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah ini tetap diperhitungkan sebagai bagian dari jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a; c. kerugian pada suatu Tahun Pajak dikenakannya Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah ini tidak dapat dikompensasikan pada Tahun Pajak berikutnya.” Berarti bahwa apabila ternyata melakukan pembukuan dan mengalami kerugian, maka dapat dikompensasikan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun pajak. Apabila kita tinjau kembali, apabila menggunakan pembukuan, Tn. Wahyudi tidak mengalami kerugian sehingga antara pencatatan ataupun pembukuan akan menghasilkan PPh terutang sama saja. Akan tetapi, apabila menggunakan prinsip konservatif maka lebih baik menggunakan pembukuan karena sewaktu-waktu apabila terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan
sehingga mengalami kerugian, maka kerugian tersebut dapat dikompensasikan sesuai dengan pasal 8 PP 46 Tahun 2013.
PPH 21 Untuk menentukan besarnya tunjangan pajak tersebut dengan memilih lapisan mana metode grossup tersebut diterapkan, menurut Aditya T. Handoko Bwoga adalah sebagai berikut :
1. Untuk Penghasilan Kena Pajak (PKP) sampai dengan Rp.50.000.000,- : PKP x 5 % Lapisan – 1 = 0,95
2. Untuk Penghasilan Kena Pajak (PKP) lebih dari Rp.50.000.000,- sampai dengan Rp.250.000.000,- : (PKP x 15 %) – Rp.5.000.000 Lapisan – 2 = 0,85
3. Untuk Penghasilan Kena Pajak (PKP) lebih dari Rp.250.000.000,- sampai dengan Rp.500.000.000,- : (PKP x 25 %) – Rp.30.000.000 Lapisan – 3 = 0,75 4. Untuk Penghasilan Kena Pajak (PKP) lebih dari Rp.500.000.000,- : (PKP x 35 %) – Rp.55.000.000 Lapisan – 4 = 0,70
Rumus ini hanya berlaku untuk Karyawan Tetap / Pekerja yang mempunyai NPWP.
Contoh penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dari karyawan dengan menggunakan metode Gross-up :
Nama Karyawan
: Jumadi
Status
: K/0 ( Kawin/Tidak ada anak )
Penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah sebagai berikut :
Gaji Pokok setahun
= Rp. 49.744.977
Uang Makan
=
10.872.740
Uang Transport
=
8.782.749
Tunjangan Kesehatan
=
10.370.184
----------------------Penghasilan Bruto
= Rp. 79.770.650
Pengurangan : Biaya Jabatan = 5% x Rp.79.770.650 = Rp. 3.988.533 = Maksimal Iuran THT
= (Rp. 3.988.533) =(
797.707)
----------------------Penghasilan Netto setahun
= Rp. 74.984.410
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) setahun : K/0
=(
39.000.000)
----------------------PKP Setahun (Lapisan – 1)
= Rp. 35.984.410
============= Tunjangan Pajak :
( PKP x 5% ) Lapisan – 1
= -------------------0,95 (Rp.35.984.410 x 5%) = ---------------------------0,95 = Rp. 1.893.916
Penghitungan PPh Pasal 21 setahun adalah sebagai berikut :
Gaji Pokok setahun
= Rp. 49.744.977
Uang Makan
=
10.872.740
Uang Transport
=
8.782.749
Tunjangan Kesehatan
=
10.370.184
----------------------Penghasilan Bruto
= Rp. 79.770.650
Pengurangan : Biaya Jabatan = 5% x Rp.79.770.650 = Rp. 3.988.533 = Maksimal
= (Rp. 3.988.533)
Iuran THT
=(
Tunjangan PPh ps.21
=
797.707) 1.893.916
----------------------Penghasilan Netto setahun
= Rp. 76.878.326
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) setahun : Wajib Pajak Kawin tanpa anak
=(
39.000.000)
----------------------PKP Setahun (Lapisan – 1)
= Rp. 37.878.326 =============
PPh pasal 21 Terhutang setahun :
5 % x Rp.37.878.326
= Rp.1.893.916,3
Pembulatan
= Rp.1.893.916,-
PPh pasal 21 Terhutang setahun = Rp. 1.893.916,-
Contoh soal PPN CV. AGUNG FOOD merupakan Perusahaan dibidang industri snack. Belum PKP namun penjualan setiap bulan sudah mencapai Rp.800 juta per bulan. Direktur CV. Sudah memahami bahwa seharusnya sudah wajib untuk mengukuhkan diri sebagai Pengusaha Kena Pajak, namun menolak dengan alasan bahwa bahan baku snack sebagian besar pembeliannya langsung dari Petani dan tidak memperoleh Faktur Pajak sebagai Pajak Masukan, kemudian apabila PKP maka harga jual harus ditambahkan 10% untuk memungut PPN sehingga harga jual menjadi lebih mahal dan tidak bisa bersaing dengan Pabrik Snack lainnya yang tidak PKP. Permasalahan:
a. Jika anda menjadi Konsultan Pajaknya, apakah yang harus anda sampaikan kepada Direktur CV. Agung Food? Dasar Hukum? b. Jika tidak PKP dan kemudian diperiksa oleh petugas pajak, apakah resikonya bagi Perusahaan dilihat dari jumlah Pajak yang harus dibayar, kewajiban menerbitkan Faktur Pajak dan resiko kewajiban perpajakan lainnya? Dasar Hukum? c. Bagaimana mencarikan alternatif bagi Direktur agar CV. Agung Food mengukuhkan diri sebagai PKP namun dapat bersaing dengan Pabrik Snack Lain? Dasar Hukum?
Jawab:
Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya. (Pasal 1 angka 5 UU KUP), jadi menurut saya: a. Bagi pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Kewajiban melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tersebut dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan saat jumlah peredaran bruto dan/ atau penerimaan brutonya melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai). b. Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya, dan sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan serta sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi. (Pasal 7 UU KUP No 28 Tahun 2007). c. Karena CV. Agung Food adalah PKP maka sebaiknya membeli segala bahan baku ataupun bahan operasional dari PKP juga.
Contoh perhitungan Membeli Dari PKP: CV. Agung Food membeli barang dari PKP senilai Rp 1.100.000 (Harga + PPN), CV. Agung Food menjual kembali dengan mengambil keuntungan 20% menjadi seharga Rp 1.320.000 (Rp 1.000.000 + Rp 200.000 + Rp 120.000). Atas mekanisme ini maka CV. Agung Food membayar PPN sebesar Rp 20.000 (Rp 120.000 dikurang Rp 100.000)
Contoh perhitungan Membeli Dari Non-PKP: CV. Agung Food membeli barang dari Non PKP senilai Rp 1.000.000, CV. Agung Food menjual kembali dengan mengambil keuntungan 20% menjadi seharga Rp 1.320.000 (Rp 1.000.000 + Rp
200.000 + Rp. 120.000). Atas mekanisme ini maka CV. Agung Food membayar PPN sebesar Rp 120.000. Pada kasus ini CV. Agung Food membayar PPN lebih besar karena membeli dari Non PKP sehingga hal ini membuktikan bahwa kebanyakan perusahaan PKP lebih memilih melakukan transaksi dengan PKP.
Perusahaan MU memiliki penjualan sebesar 60 milyar. Dengan informasi pembelian sebesar 40 Milyar (sebelum PPN). Beban operasional perusahaan sebesar 10 Milyar (terdiri dari gaji karyawan, penyusutan dll). Bandingkan kalau perusahaan MU melakukan pembelian pada perusahaan yang PKP dengan perusahaan yang tidak PKP? Berapa total masing-masing pajak yang dibayar? Berapa tax saving yang bisa diperoleh Perusahaan MU? Jawab:
Contoh perhitungan Membeli Dari PKP: P PT MU membeli barang dari PKP senilai Rp 44.000.000.000 (harga + PPN), PT. MU menjual kembali dengan mengambil keuntungan 20%, menjadi seharga Rp 52.800.000.000 (Rp 40.000.000.000 + Rp 8.000.000.000 + Rp4.800.000.000 ). Atas mekanisme ini maka PT. MU membayar PPN sebesar Rp 800.000.000 (Rp 4.800.000.000 dikurang Rp 4.000.000.000). Contoh perhitungan Membeli Dari Non-PKP: P PT.MU membeli barang dari Non PKP senilai Rp 40.000.000.000, PT MU menjual kembali dengan mengambil keuntungan 20% menjadi seharga Rp 52.800.000.000 (Rp 40.000.000.000 + Rp 8.000.000.000 + Rp. 4.800.000.000). Atas mekanisme ini maka PT.MU membayar PPN sebesar Rp 4.800.000.000. P Pada kasus ini PT MU sebaiknya melakukan pembelian pada perusahaan yang PKP, karena dapat melakukan tax saving hingga Rp 4.000.000.000