BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kalsium termasuk ke dalam salah satu makro elemen, yaitu mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg perhari. Kalsium merupakan salah satu makro elemen selain natrium, kalium, mangan, fosfor, clorium, dan sulfur. Makro elemen berfungsi sebagai zat aktif dalam metabolism dan sebagai bagian penting dari struktur sel dan jaringan. Kalsium adalah mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh. Sekitar 99% total kalsium dalam tubuh ditemukan dalam jaringan keras yaitu tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit, selebihnya kalsium tersebar di seluruh tubuh termasuk pada cairan ekstraseluler maupun intraseluler (Almatsier, 2000). Tersedianya kalsium dalam tubuh sangat penting sehubungan dengan peranan kalsium menurut Marsetyo (1995) dalam pembentukan tulang dan gigi, pada berbagai proses fisiologik dan biokimiawi di dalam tubuh (pada pembekuan darah, eksitabilitas, syaraf otot, kerekatan seluler, transmisi impuls syaraf, memelihara dan meningkatkan fungsi membran sel, dan mengaktifkan reaksi enzim dan pengeluaran hormon). Tubuh memerlukan kalsium karena setiap hari tubuh kehilangan mineral tersebut melalui pengelupasan kulit, kuku, rambut, dan juga melalui urine dan feses. Kehilangan kalsium harus diganti melalui makanan yang dikonsumsi oleh tubuh. Perempuan pada umumnya mengabsorpsi kalsium lebih sedikit daripada laki-laki dan absorpsi pada kedua jenis kelamin akan mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya usia (Guthrie & Picciano, 1995). Absorpsi kalsium paling banyak terjadi saat asupan kalsium rendah dan kebutuhan akan kalsium tinggi, seperti yang terjadi pada masa pertumbuhan cepat, bayi, anak-anak, masa remaja, masa kehamilan, dan laktasi (Gibson, 2005). Ada beberapa factor yang dapat meningkatkan absorpsi kalsium adalah dengan adanya vitamin D yang mengatur pembentukan kalsium terikat protein yang merupakan pembawa kalsium masuk dalam usus dan melepaskannya ke dalam darah. Dengan adanya vitamin D bentuk aktif dapat meningkatkan absorpsi kalsium sebanyak 10-30%.
Selain vitamin D ada juga laktosa yang dapat meningkatkan absorpsi pasif kalsium dengan meningkatkan kelarutan kalsium pada ileum. Pada bayi, laktosa dapat meningkatkan proporsi absorpsi kalsium sebanyak 33-48% (Guthrie & Picciano, 1995). Plasma darah mengandung 10 mg/dl di plasma (9-11 mg/dl) unsur kalsium 40% terikat pada protein, 60% sebagai kalsium bebas dan unsur fosfor terdapat pada konsenterasi 4 mg setiap 100 ml darah lengkap, sebagian besar terdapat di bagian selular darah tersebut (Sediaoetama, 2000).
1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum Menetapkan kadar kalsium yang ada pada serum. 1.2.2 Tujuan Khusus 1. Mengukur kadar kalsium serum dengan metode Clark-Colli. 2. Menyimpulkan hasil pemeriksaan kadar kalsium serum pada saat praktikum setelah membandingkannya dengan nilai normal. 3. Menyebutkan faktor-faktor (hormon – hormon) yang mempengaruhi kadar kalsium serum. 4. Menjelaskan metabolisme kalsium serum dalam tubuh. 5. Melakukan diagnosa dini penyakit apa saja yang berkaitan dengan kadar kasium serum abnormal dengan bantuan hasil praktikum yang dilakukan.
1.3 Prinsip Praktikum Metode yang digunakan adalah metode Clark-Collip yang merupakan modifikasi dari metode Kramer-Tisdall. Kalsium diendapkan dengan mengikat kalsium dengan ammonium oksalat. Kalsium oksalat yang terbentuk dilarutkan dengan asam sulfat sehingga terbentuk asam oksalat. Asam oksalat yang terbentuk
dititrasi dengan kalium permanganat. Dengan perhitungan kimia, kadar kalsium dapat ditentukan. Reaksi
:
1. Ca++ + C2O4 CaC2O4 putih (30 menit) (R1) 2. CaC2O4 + H2SO4 H2C2O4 + CaSO4 (R2) 3. H2C2O4 + 2KMnO4 + 3H2SO4 K2SO4 + 2MnSO4 + 10CO2 + 8H2O (R3)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kalsium
Kalsium merupakan zat yang dibutuhkan sejak bayi hingga usia tua. Jumlah kebutuhan kalsium dapat dibedakan berdasar jenis kelamin dan usia. Menurut salah satu dokter ahli gizi,kebutuhan kalsium yag dibutuhkan orang Indonesia rata-rata adalah 500-800 mg per hari. Pada usia lanjut dan wanita menopause dianjurkan asupan kalsium per hari adalah 1.000 mg (Cahyono,2010). Kalsium merupakan mineral yang sangat vital dan diperlukan oleh tubuh dalam jumlah yang lebih besar dibanding mineral lainnya. Sekitar 99% kalsium terdapat di dalam jaringan keras yaitu terdapat pada tulang dan gigi. Sedangkan 1% sisanya terdapat pada darah, dan jaringan lunak. Sekitar separuh dari kalsium
pada darah terikat dengan protein plasma dan karena terbatas di plasma atau berikatan dengan PO43- sehingga tidak bebas ikut serta dalam reaksi reaksi kimia. Separuh kalsium pada CES lainnya dapat berdifusi bebas dan mudah berpindah dari plasma ke dalam cairan intersisium dan berinteraksi dengan sel. kalsium bebas dalam plasma intersisium dianggap sebagai suatu cadangan, hanya kalsium dalam CES bentuk bebas inilah secara biologis aktid dan berada di bawah kontrol; jumlah ini membentuk kurang dari seperseribu kalsium total di tubuh(Sherwood, 2011). Apabila makanan yang dimakan tidak dapat memenuhi kebutuhan, maka tubuh akan mengambilnya dari tulang, sehingga tulang dapat dikatakan sebagai cadangan kalsium tubuh. Jika hal ini terjadi dalam waktu yang lama, maka tulang akan mengalami pengeroposan tulang. Kalsium tulang berada dalam keadaan seimbang dengan kalsium plasma pada konsentrasi kurang lebih 2,25 - 2,60 mmol/1 (9-10,4 mg/100ml) (Cahyono,2010).
2.2 Metabolisme Kalsium Kalsium memiliki 2 peranan fisiologik yang penting dalam tubuh. Di dalam tulang, garam-garam kalsium berperan menjaga integritas struktur kerangka, sedangkan di dalam cairan ekstraseluler dan sitosol, kalsium sangat berperan dalam proses biokimia tubuh. Kedua kompartemen tersebut selalu berada dalam keadaan yang seimbang (Setiyohadi, 2009). Dalam serum , kalsium berada dalam 3 fraksi yaitu kalsium ion sekitar 50%, kalsium yang terikat albumin sekitar 40% dan kalsium dalam bentuk kompleks terutama sitrat dan fosfat sebanyak 10%. Kalsium ion dan kalsium kompleks dapat melewati membran semipermeable , sehingga nantinya dapat difiltrasi di glomerulus secara bebas(Setiyohadi, 2009). Konsentrasi kalsium ekstrasel adalah sekitar 5 mmol/L dan diatur secara ketat. Meskipun banyak kalsium yang berikatan dengan organel intrasel namun konsentrasi kalsium bebas atau bentuk terionisasi di dalam sel sangat rendah yaitu sekitar 0,05-10 µmol/L. Meskipun gradien konsentrasi yang sangat besar ini dan gradien transmembran yang baik, namun kalsium tertahan sehingga tidak dapat masuk ke dalam sel. karena peningkatan kalsium yang berkepanjangan di sel
bersifat sanga toksik, sejumlah besar energi dikeluarkan untuk memastikan bahwa kalsium intrasel terkontrol. Mekanisme penukaran natrium/kalsium yang memiliki kapasitas tinggi, namun dengan afinitas rendah memompa kalsium keluar sel. ada pula pompa kalsium dependen STP-ase yang mengeluarkan kalsium untuk ditukarkan dengan H+. Selain itu, terdapat pula Ca2+ ATPase yang memompa kalsium dari sitosol ke lumen retikulum endoplasma. Berikut 3 cara yang dilakukan untuk mengubah kalsium sitosol (Murray et al, 2009): 1 Hormon-hormon tertentu melalui pengikatan reseptor yang merupakan kanal Ca2+, meningkatkan permeabilitas membran terhadap Ca2+ sehingga 2
meningkatkan influx Ca2+. Hormon juga secara tidak langsung mendorong influx Ca 2+ dengan memodulasi potensial membrane plasma. Depolarisasi membra membuka
3
kanal Ca2+. Ca2+ dapat dimobilisasi dari reticulum endoplasma, dan mungkin dari cadangan di mitokondria. Suatu observasi penting yang menghubungkan Ca2+ dengan kerja hormone
berkaitan dengan pengertian target kerja Ca2+ di dalam sel. Penemuan regulator aktifitas fosfodiseterase yang dependent Ca2+ merupakan dasar bagi pemahaman yang lebih luas tentang cara interaksi Ca 2+ dengan cAMP di dalam sel (Murray et al, 2009).
Gambar 2.1 Overview of calcium exchange between different tissue compartements in a person ingesting 1000 mg of calcium per day. Note that most ofthe ingested calcium is normally eliminated in the feces, although the kidneys have the capacity to excrate large amounts by reducing tublar reabsorption of calcium(Guyton, Texbook of Medical Physiology, 10th edition)
2.3 Hormon yang Mempengaruhi Kadar Kalsium Darah Kadar kalsium dalam darah diatur oleh 3 hormon penting yaitu : 1 Parathormon(PTH) Hormon Paratiroid (PTH) dihasilkan oleh kelenjar Paratiroid. Pada tulang PTH akan merangsang pelepasan kalsium dan fosfat yaitu dengan cara merangsang dan menghambat formasi tulang, sedangkan di ginjal PTH akan merangsang reabsorpsi kalsium dan menghambat reabsorpsi fosfat. Hasil dari semua reaksi PTH ini adalah peningkatan kalsium di dalam darah dan penurunan kadar fosfat di dalam darah (Setiyohadi, 2009).
Hormon paratiroid berperan merangsang resorpsi tulang, namun tidak bersifat langsung karena osteoklas tidak memiliki reseptor PTH. PTH berefek kompleks terhadap formasi tulang karena dapat merangsang dan menghambat formasi tulang. Regulator terpenting dari produksi PTH adalah kadar kalsium plasma. Kalsium yang meningkat akan menutunkan produksi PTH dan sebaliknya ketika kalsium menurun(Setiyohadi, 2009). 2 Vitamin D 1,25 (OH)2 Vitamin D memiliki efek yang poten untuk meningkatkan absorpsi kalsium dari usus. Vitamin ini juga nerperan penting bagi pembentukan dan absorpsi tulang. Namun vitamin D bukanlah zat aktif yang dapat menimbulkan efek-efek tersebut secara langsung. Vitamin D harus terlebih dulu diubah mealui rangkaian reaksi di hati dan ginjal untuk membentuk produk akhir yaitu 1,25dihidroksikolekalsiferol, yang juga disebut 1,25(OH)2D3(Guyton, 2008). 1,25-Dihidroksikolekalsiferol merupakan hormon steroid yang dibentuk dari vitamin D. Perannya dalam kadar kalsium darah adalah menghambat seksresi PTH dan ploriferasi sel paratiroid(Setiyohadi, 2009). Sintesis dan sekresi 1,25-Dihidroksikolekalsiferol
dipengaruhi
oleh
beberapa faktor, yaitu faktor hormonal dan faktor mineral. Faktor hormonalnya antara lain ; peningkatan kadar PTH,GH yang meningkat pada masa pertumbuhan sertapeningkatan kadar prolaktin dan estrogen selama masa kehamilan. Sedangkan faktor mineralnya adalah hipokalsemia(Cashman, 2003). Reseptor 1,25-dihidrokolekalsiferol ditemukan di banyak jaringan selain usus, ginjal, dan tulang. Jaringan tersebut di antaranya adalah kulit, limfosit, monosit,
otot
rangka
dan
jantung,
payudara,
dan
kelenjar
hipofisis
anterior(Cashman, 2003). Bentuk aktif vitamin D 1,25-dihidroksikolekalsiferol memiliki efek terhadap usus, ginjal dan tulang antara lain : a Vitamin D meningkatkan absorpsi kalsium oleh usus. Bentuk 1,25-dihidroksikolekalsiferol itu sendiri berfungsi sebagai suatu jenis hormon untuk meningkatkan absorpsi kalsium di usus. Zat ini melakukannya dengan cara meningkatkan pembentukan protein pengikat kalsium di sel epitel usus selama periode sekitar 2 hari. Protein ini berfungi di brush border sel-sel tersebut untuk mengangkut kalsium ke dalam
sitoplasma sel , dan selanjutnya kalsium bergerak melalui membran b
basolateral sel dengan cara difusi terfasilitasi. Mengurangi ekskresi kalsium Vitamin D juga meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfat oleh sel epitel tubulus ginjal, sehingga cenderung mengurangi ekskresi zat-zat ini dalam urin. Akan tetapi efek ini sangat lemah dan kemungkinan tidak banyak
3
manfaatnya dalam pengaturan konsentrasi zat-zat ini dalam cairan ekstrasel. Calcitonin (CT) Calcitonin merupakan peptida terdiri dari 32 sam amino yang dihasilkan
oleh sel C kelenjar tiroid dan berfungsi dalam menghambat resorpsi tulang oleh osteoklas. Sekresi CT secara akut diatur oleh kadar kalsium di dalam darah dan secara kronik dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Kadar CT pada bayi lebih tinggi daripada oran dewasa. Pada wanita kadar CT ternyata juga lebih rendah dibandingkan laki-laki(Setiyohadi, 2009). Jaringan-jaringan lain yangjuga menghasilkan kalsitonin adalah sel-sel hipofisis dan sel-sel neuroendokrin yang tersebar di berbagai jaringan, namun kalsitonin nontiroidal ini tidak mempunyai peran yang penting pada kadar kalsitonin di perifer(Setiyohadi, 2009). Efek utama CT adalah penghambat osteoklast sehingga resorpsi tulang terhenti. Kalsitonin juga menghambat osteosit dan merangsang osteoblas, namun efek ini masih kontroversial. Kalsitonin juga meningkatkan ekskresi kalsium dan fosfat di ginjal sehingga menimbulkan hipoklasemia dan hipofosfatemia.Bila didapati kadar kalsium meningkat maka ekresi kalsitonin juga akan meningkat dan sebaliknya(Setiyohadi, 2009). 2.4 Fungsi kalsium Fraksi Ca2+ bebas dalam CES yang kecil akan beperan penting dalam sejumlah aktivitas esensial, antara lain (Sherwood, 2011) : 1 Ekstabilitas neuromuskuler Bahkan variasi minor kontraksi Ca2+ bebas CES dapat menimbulkan dampak yang besar dan segera pada sensitivitas jaringan peka rangsang. Penurunan Ca2+ bebas menyebabkan saraf dan otot sangat mudag teragnsang, sebaliknya, peningkatan Ca2+ bebas menekan eksitabilitas neuromuskular. Efekefek ini terjadi karena pengaruh Ca2+ pada permeabilitas membran terhadap Na2+ . Penurunan Ca2+ bebas meningkatkan permeabilitas Na+ , sehingga menyebabkan
influks Na+ dan bergesernya potensial istirahat mendekati ambang. Akibatnya, pada hipokalsemia, jaringan peka rangsang dapat dibawa ke ambang oleh rangsangan fisiologis yang normalnya tidak efektif sehingga otot rangka melepaskan muatan berkontraksi secara spontan. Jika cukup parah maka kontraksi spastik otot pernafasan menyebabkan kematian akibat asfiksia. Hiperkalsemia juga mengancam nyawa sebab menimbulkan aritmia jantung dan penurunan umum ekstabilitas neuromuskular. 2 Penggabungan eksitasi-kontraksi di otot jantung dan otot polos Masuknya Ca+ CES ke dalam sel otot jantung dan otot polos, akibat peningkatan permeabilitas Ca+ sebagai respon kontraksi. Peningkatan Ca+ sitosol di dalam sel otot menyebabkan kontraksi, sementara peningkatan Ca + bebas dalam CES menurunkan ekstabilitas neuromuskular serta mengurangi kontraksi. 3
Penggabungan rangsangan reaksi Masuknya Ca+ ke dalam sel sektretorik memivu pelepasan produk
sekretorik
melalui
proses
eksitosis.
Proses
ini
penting
untuk
sekresi
neurotransmiter oleh sel saraf untuk sekresi hormon peptida dan katekolamin oleh sel endokrin. 4 Pemeliharan taut eran antara sel-sel Kalsium membentuk bagian dari semen intrasel yang menyatukan sel-sel secara erat. 5 Pembekuan darah Kalsium berfungsi sebagai kofaktor dalam beberapa tahap pada jenjang reaksi yang menyebabkan pembekuan darah.
BAB III METODE PRAKTIKUM 3.1
Waktu dan Tempat Praktikum
: Ke-7
Topik
: Pemeriksaan Kadar Kalsium Serum
Hari/ Tanggal : Senin, 21 November 2016 Tempat: Laboratorium Kimia Jurusan Gizi Poltekkes Banjarmasin Waktu
3.2
: 09.30 WITA – Selesai
Alat dan Bahan Alat : 1. 2. 3. 4.
Tabung sentrifuge Sentrifuge Kertas saring Penangas air
Bahan : 1. Serum 2. Ammonium oksalat 4 %
3. 4. 5. 6.
3.3
Ammonium hidroksida 2 % Pottasium permanganate 0,01 N Asam sulfat 1 N Aquadest
Cara Kerja 1. Memasukkan 1 ml serum ke dalam tabung reaksi atau tabung setrifuge. 2. Menambahkan 1 ml aquadest dan 1,5 ml Ammonium oksalat. 3. Mencampurkan kembali dengan menggunakan sentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 1500 rpm. 4. Membuang supernatant (cairan jernih) dengan hati – hati. Endapan yang melekat didasar tabung jangan terbuang. 5. Meletakkan tabung dalam keadaan terbalik diatas kertas saring selama 5 menit. 6. Mencuci endapan kalsium oksalat dengan menambahkan 3 ml ammonium hidroksida 2 %. 7. Menstrifuge larutan supernatan tersebut selama 5 menit dan membuang kembali. 8. Melarutkan endapan kalsium oksalat dengan H2SO4 1 N dengan batang pengaduk. 9. Menghangatkan dipenangas air selama 1 menit bila latutan telah larut. 10. Menitrasi larutan tersebut dengan KMNO4 0,01 N sampai terbentuk warna merah muda (pink) dan bertahan selama 1 menit. 11. Mencatat ml KMNO4 yang terpakai. 12. Mencari Blanko dengan menitrasi 2 ml aquadest yang ditambahkan dengan 2 ml H2SO4 1 N. 13. Mencatat berapa ml KMNO4 yang terpakai.
Perhitungan Ca. Serum = (x-y) 0,2 x 100/2 mg/dl Catatan : x = titrasi sampel (ml)
y = titrasi blanko (ml)
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Hasil Praktikum Diketahui
: Probandus : Wanita, 19 Thn Metode pemeriksaan : Clark-Collip
Ditanya
: Kadar Kalsium Serum ... ?
Jawab
:
Sampel Perhitungan
:
1. Volume Titrasi yang didapatkan Volume titrasi Sampel (x) = 8 mL Volume titrasi Blanko (y) = 7,2 mL Kadar Ca.Serum Ca. Serum = (x-y) 0,2 x 100/2 mg/dL = (8-7,2) x 0,2 x 100/2 = 0,8 x 0,2 x 50 = 8 mg/dL 2. Interpretasi kadar kalsium darah probandus
Blanko
Setelah melakukan pemeriksaan kadar kalsium serum probandus adalah 8 mg/dL dengan menggunakan metode Clark-Collip. Hasil ini diinterpretasikan sebagai angka yang di bawah normal (8,5 – 10,5 mg/dL) yang mana kurang 0,5 mg/dL untuk mecapai angka normal atau bisa disebut hipokalsemia.
4.2
Pembahasan Penyakit hipokalsemia dapat disebabkan oleh beberapa hal, dimana salah
satunya adalah defisiensi vitamin D dan asupan makanan tinggi kalsium yang rendah. Keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan defisiensi vitamin D adalah: 1 Asupan makanan yang tidak mengandung lemak 2 Malabsorbsi yang terjadi pada gastrektomi sebagian, pankreatitis kronik, pemberian laksan yang terlalu lama, bedah-pintas usus dengan tujuan 3
mengurangi obesitas. Metabolisme vitamin D yang terganggu pada penyakit riketsia, pemberian obat anti kejang, gangguan fungsi ginjal, dan gangguan fungsi hati kronik
4
(Siregar, 2009). Setelah, melakukan pengamatan lebih lanjut terhadap probandus, probandus mengatakan bahwa akhir-akhir ini jarang mengkonsumsi makanan tinggi kalsium seperti susu. Sehingga mungkin salah satu penyebab kadar kalsium
serum dalam tubuh probandus rendah. Aplikasi Klinis : 1. Osteoporosis Merupakan penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Umur dan densitas tulang merupakan faktor risiko osteoporosis yang berhubungan erat dengan risiko terjadinya fraktur osteoporotik. Selain itu ada beberapa faktor risiko lain yaitu genetik dan lingkungan. Faktor genetik menjelaskan bahwa perempuan memiliki risiko yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Lingkungan juga mempengaruhi terjadinya osteoporosis seperti defisiensi kalsium, aktivitas fisik, dan makanan (Setyohadi, 2009). Pemeriksaan biokimia tulang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis penyakit osteoporosis. Pemeriksaan biokimia tulang terdiri dari kalsium total
dalam serum, kalsium urin, fosfat urin, osteokalsin serum, piridinolin urin dan bila perlu hormon paratiroid dan vitamin D. Kalsium serum terdiri dari 3 fraksi, yaitu kalsium yang terikat pada albumin (40%), kalsium ion (48%), dan kalsium kompleks (12%). Ada beberapa cara untuk melakukan pencegahan terhadap osteoporosis antara lain: edukasi penderita untuk melakukan aktivitas fisik yang teratur, jaga aasupan kalsium 1000-1500 mg/hari, hindari merokok dan menghindari alkohol (Setyohadi, 2009). 2. Osteomalasia Pertumbuhan tulang normal dan proses mineralisasi membutuhkan vitamin D, kalsium dan fosfor yang adekuat. Defisiensi yang lama dari berbagai hal diatas mengakibatkan akumulasi matriks tulang yang tidak dimineralisasikan. Penurunan mineralisasi pada pasien muda menyebabkan riketsia karena kerusakan dari pertumbuhan lempeng epifise. Pasien dengan riketsia mengalami hipotonia, kelemahan otot dan pada kasus berat bisa terjadi tetani (Kertia, 2009). Manifestasi klinis dari osteomalasia menyerupai gangguan reumatik meliputi nyeri tulang, mudah lelah kelemahan proksimal, dan pelunakan periartikuler. Beberapa pasien dengan osteomalasia menunjukan garis radiolusen kortikal tipis (stress fracture) yang tegak lurus dengan tulang dan seringkali simetris. Gambaran laboratorium dari osteomalasia akibat defisiensi vitamin D adalah kadar kalsium serum yang rendah atau normal, hipofosfatemia, meningkatnya kadar alkalin fosfatase, kadar osteokalsin serum normal, meningkatknya kadar hormon paratiroid serum dan rendahnya kadar 1,25 dihidroksi vitamin D (Kertia, 2009).
BAB V PENUTUP 5.1
Kesimpulan Berdasarkan praktikum yang kami lakukan, dapat disimpulkan beberapa hal,
yaitu :
1
Pada pemeriksaan kadar kalsium darah terhadap probandus, didapatkan hasil 8 mg/dL, angka tersebut di bawah normal yang mana batas normal kadar
2
kalsium dalam darah itu yakni 8,5 – 10,5 mg/dl. Hormon-hormon yang mempengaruhi kadar kalsium dalam darah yakni;
3
PTH, kalsitonin dan vitamin D (1,25-dihidroxykolekalsiferol). Bila kadar kalsium dalam darah berada bawah normal disebut juga hipokalsemia
yang
bisa
menyebabkan
penyakit
osteoporosis
dan
osteomalasia.
DAFTAR PUSTAKA Almatsier.2000. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Cashman, Kevin. 2003. Prebiotics and Calcium Bioavailibility. Department of Food and Nutritional Sciens, and Medicine, University Collage, Cork, Cork, Ireland 4: 21-32. Cahyono, Prima Hendri. 2010. Makalah Gizi Kalsium. Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta. Gibson, R. S. 2005. Principles of Nutritional Assessment. Second Edition. Oxford University Press Inc, New York. Guyton, Arhtur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Guthrie & Picciano, 1995Kertia, Nyoman. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing. Marsetyo. 1995. Ilmu Gizi. Jakarta: Rineka Cipta. Murray, Robert K, Daryl K. Granner, dan Victor W. Rodwell. 2009. Biokimia Harper Edisi 27. Jakarta: EGC. Setiyohadi, Bambang. 2009. Struktur dan Metabolisme Tulang dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid III. Jakarta : FKUI. Setyohadi, Bambang. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing, Sherwood, Lauralee. 2011. Fisologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC, Siregar, Parlindungan. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.,