3
LAPORAN KEGIATAN KUNJUNGAN WIDYA WISATA
MUSEUM PURBAKALA SANGIRAN
SMK NEGERI 1 TEMANGGUNG
DISUSUN OLEH:
1. LIA WIDIAWATI (19)
2. LYNA NUR NABILAH (20)
3. NUR EKO SETYOWATI (24)
SMK NEGERI 1 (STM PEMBANGUNAN) TEMANGGUNG
1.KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alllah SWT atas limpahan rahmat serta hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Penyusunan Laporan Kunjungan ke Museum Manusia Purba Sangiran.Laporan Kunjungan ini disusun untuk memenuhi Pendidikan serta Penilaian Program Sejarah Indonesia SMK Negeri 1 Temanggung tahun pelajaran 2015/2016
Adapun tujuan Penulisan Laporan Kunjungan ini adalah salah satu proses belajar mengajar tahun 2015/2016
Penyusunan Laporan Kunjungan ini tidak lepas dari bantuan,arahan dan bimbingan dari berbagai pihak untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bp Toni Indro Kisworo selaku guru pembimbing sekaligus guru mata pelajaran sejarah,
2. Orang tua kami yang selalu mendoakan setiap langkah kami,kasih sayangnya dan perhatian yang telah diberikan,serta memberikan dorongan,
3. Saudara-saudara saya yang selalu memberi semangat,nasehat dan dukungannya,
4. Teman-teman yang tidak dapat kami sebutkan namanya
satu-persatu,terima kasih atas segala bantuannya,
5. Semua pihak yang telah membantu penulisan dalam menyelesaikan karya tulis ini.
2. PENDAHULUAN
Penulis menyadari bahwa Laporan Kunjungan ini masih jauh dari sempurna,maka dari itu penulis bersedia dengan senang hati menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca yang budiman.
Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi para pembaca dan menjadi suatu sumbangan yang bermanfaat bagi kehidupan.
Temanggung, 27 Oktober 2015
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................... 2
PENDAHULUAN......................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................................ 5
1.1 Latar Belakang Masalah.......................................................................................................... 5
1.2 Identifikasi Masalah................................................................................................................ 5
1.3 Identifikasi Masalah................................................................................................................ 6
1.4 Perumusan Masalah................................................................................................................ 6
1.4.1 Manfaat bagi penulis................................................................................................ 6
1.4.2 Manfaat bagi peneliti............................................................................................... 6
1.4.3 Manfaat bagi pembaca............................................................................................. 6
BAB II METODOLOGI PENELITIAN...................................................................................... 7
2.1 Tujuan Penelitian.................................................................................................................... 7
2.2 Tempat Penelitian................................................................................................................... 7
2.3 Waktu Penelitian.................................................................................................................... 7
2.4 Metode Pengamatan (Observasi)........................................................................................... 7
BAB III HASIL PENELITIAN................................................................................................... 8
3.1 Sejarah terbentuknya Museum Purbakala Sangiran............................................................... 8
3.2 Keadaan GEO Stratigrafi dan Pertanggalan manusia purba Homo Erectus........................... 10
3.3 Pemeliharaan dan Pelestarian benda-benda yang terdapat di Museum Sangiran................... 13
3.4 Pengembangan Museum Purbakala Sangiran ........................................................................13
BAB IV PENUTUP..................................................................................................................... 14
4.1 Kesimpulan............................................................................................................................ 14
4.2 Saran-saran............................................................................................................................. 15
4.3 Lampiran................................................................................................................................ 16
4.4 Daftar pustaka........................................................................................................................ 17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diandalkan pemerintah untuk memperoleh devisa dari penghasilan non migas. Peranan pariwisata dalam pembangunan nasional, disamping sebagai sumber perolehan devisa juga banyak memberikan sumbangan terhadap bidang-bidang lainnya, diantaranya menciptakan dan memperluas lapangan usaha, meningkatkan pendapatan masyarakat dan pemerintah, mendorong pelestarian lingkungan hidup dan budaya bangsa, memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Indonesia mempunyai potensi besar untuk menjadi kawasan tujuan wisata dunia, karena mempunyai tiga unsur pokok yang membedakan Indonesia dengan negara lain.
Hal tersebut merupakan daya tarik wisatawan untuk mengunjungi Indonesia, karena rasa keingintahuannya, potensi pertama adalah masyarakat (people), masyarakat Indonesia terkenal dengan keramahannya dan bisa bersahabat dengan bangsa manapun, potensi kedua adalah alam (nature heritage), Indonesia mempunyai alam yang indah, yang tidak dipunyai negara-negara lain, misalnya pegunungan yang ada di setiap pulau, pantai yang indah, goa, serta hamparan sawah yang luas dan enak untuk dinikmati, potensi ketiga adalah budaya (cultural heritage),
Indonesia merupakan negara yang mempunyai kekayaan budaya yang beragam. Setiap suku, Kota, dan pulau mempunyai ciri khas, baik dari segi logat, baju, bangunan rumah, musik, maupun upacara-upacara adat dan transportasi tradisionalnya, semuanya menjadi ciri khas bangsa Indonesia sebagai bangsa yang kaya budaya, ketiga unsur tersebut yang akan mendukung pesatnya kemajuan pariwisata Indonesia.
Indonesia dikenal mempunyai sejarah dan budaya yang beraneka ragam, budaya juga meliputi sistem pengetahuan dan sistem ide gagasan yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, seperti pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni dan lain-lain, yang semuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
1.2.Identifikasi Masalah
Museum Sangiran yang berada di dalam area Situs Sangiran ini adalah museum situs yang diperuntukkan dan dipersiapkan untuk menampung temuan-temuan dari situs Sangiran yang luas wilayahnya ± 56 km² dan mencakup dua kabupaten, 4 kecamatan, 22 desa, dan 151 dusun. Karena wilayahnya berada di dua kabupaten, yaitu kabupaten Sragen, dan kabupaten Karanganyar, maka penanganannya sampai saat ini masih menjadi pertanggungjawaban pusat, yaitu Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata melalui UPT daerah, yaitu Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah yang berkedudukan di Prambanan.
Kawasan Sangiran ditetapkan sebagai daerah cagar budaya pada tahun 1997 melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan tujuan untuk melestarikan dan melindungi situs Sangiran. Selanjutnya untuk meningkatkan status situs Sangiran di mata dunia, maka pada tanggal 25 Juni 1995, situs Sangiran telah dinominasikan ke UNESCO sebagai salah satu Warisan Budaya Dunia dan dicatat dalam "World Heritage List" nomer 593 dengan nama " Sangiran Early Man Site". (Dalam WHC-96/ Conf. 2201/ 21).Ketetapan ini kemudian secara resmi disebarluaskan oleh UNESCO melalui UNESCO-PERS Nomor 96-215.
1.3 Identifikasi Masalah
Nama Situs Sangiran telah cukup terkenal diantara jajaran situs-situs manusia purba lain di dunia, yang jumlahnya sangat terbatas. Situs Sangiran dianggap penting karena memiliki beberapa keutamaan dibandingkan dengan situs-situs lain di dunia.Situs Sangiran juga memiliki potensi yang cukup besar yang membuatnya hingga saat ini selalu menjadi ajang penelitian dan studi evolusi manusia purba oleh para ahli dari berbagai penjuru dunia.
Koleksi-koleksi yang dimiliki oleh situs Sangiran sangat beragam dan tetap utuh seperti saat ditemukan, oleh karena kepandaian pihak pengelola museum Sangiran yang membagi tiap-tiap temuan dalam 15 vitrin. Keberadaan situs Sangiran menjadi sebuah poin positif yang membanggakan nama Indonesia di mata dunia. Semua itu dapat terjadi juga oleh peran serta pemerintah yang bekerja sama dengan masyarakat yang berdampak situs Sangiran menjadi lebih baik dari waktu ke waktu.
1.4.Perumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah terbentuknya Museum Purbakala Sangiran?
2. Bagaimana keadaan geo-stratigrafi dan pertanggalan manusia purba Homo erectusyang ada di Sangiran?
3. Bagaimana pemeliharaan dan pelestarian benda-benda yang terdapat di Museum Purbakala Sangiran?
4. Bagaimana pengembangan Museum Purbakala Sangiran?
1.4.1. Manfaat Bagi Penulis :
1. Bangga menjadi warga Negara Indonesia
2. Menambah wawasan dan pengetahuan sejarah mengenai peradaban manusia purbadi Indonesia
3. Mempelajari dan memahami cara penulisan karya tulis yang benar
1.4.2. Manfaat Bagi Peneliti/ Penulis Lain :
1. Karya tulis ini dapat dijadikan bahan acuan/ referensi pada penelitian/ penulisanselanjutnya
2. Menjadikan karya tulis ini sebagai isi tinjauan pustaka dari karya tulis peneliti/penulis lain
3. Sebagai contoh karya tulis yang benar
1.4.3. Manfaat Bagi Pembaca :
1. Bagai mengunjungi museum Sangiran secara nyata padahal hanya membacasebuah karya tulis
2. Menambah ilmu pengetahuan pembaca mengenai sejarah museum purba diIndonesia
3. Menjadikan situs Sangiran menjadi salah satu target wisata bersama keluarga
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
2.1. Tujuan Penelitian
Dalam penulisan karya tulis ini penulis mempunyai berbagai tujuan yang antara lain sebagai berikut:
1. Untuk melengkapi tugas penulis pada pelajaran Geografi
2. Untuk mengetahui sejarah situs Sangiran hingga dapat terkenal dikalangan situs-situs
2.2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Museum Manusia Purba, di dalam situs Sangiran yang wilayahnya berada di dua kabupaten (kabupaten Sragen, dan kabupaten Karanganyar), propinsi Jawa Tengah. Secara astronomis, situs Sangiran terletak antara 110º49' hingga 110º53' Bujur Timur dan diiantara 07º24' hingga 07º30'.
2.3. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada hari kamis 15 oktober 20162.4. Metode Penelitian
Dalam rangka pengumpulan data yang diperlukan, penulis menggunakan beberapa metode penelitian, yaitu sebagai berikut :
2.4. Metode Pengamatan (observasi)
Adalah suatu cara mengumpulkan data melalui pengamatan indrawi, dengan melakukan pencatatan secara langsung ditempat penelitian(Antropologi 1994).
Bahan-bahan amatan yang digunakan oleh penulis adalam metode pengamatan adalah:
a. pelaku atau partisipan,
b. kegiatan,
c. tujuan,
d. perasaan,
e. ruang atau tempat,
f. waktu dan
g. benda atau alat.
Untuk memperoleh hasil yang baik, seseorang memperhatikan prinsip-prinsip pengamatan yaitu antara lain:
a. pengamatan sebagai suatu cara pengumpulan data harus dilakukan secara cermat,jujur dan obyektif ,serta terfokus pada obyek yang diteliti,
b. dalam menentukan obyek yang diamati, seorang pengamat harus mengingat bahwa semakin banyak obyek yang diamati, semakin sulit pengamatan dilakukan dan semakin tidak teliti hasilnya,
c. sebelum pengamatan dilakukan, pengamat sebaiknya menentukan cara dan prosedur pengamatan dan
d. agar pengamat lancar, pengamat perlu memahami apa yang hendak dicatat serta bagaimana membuat catatan atas hasil pengamatan yang terkumpul.
2.5. Metode Study Pustaka atau Dokumenter
Yaitu : metode pengumpulan data-data yang diperoleh dari buku-buku,media massa,catatan resmi
BAB III
HASIL PENELITIAN
3.1. Sejarah terbentuknya Museum Purbakala Sangiran
Sangiran adalah sebuah situs arkeologi (Situs Manusia Purba) di Jawa, Indonesia.Sangiran terletak di sebelah utara Kota Solo dan berjarak sekitar 15 km (tepatnya di desa krikilan, kec. Kalijambe, Kab.Sragen). Gapura Situs Sangiran berada di jalur jalan raya Solo–Purwodadi dekat perbatasan antara Gemolong dan Kalioso (Kabupaten Karanganyar).Gapura ini dapat dijadikan penanda untuk menuju Situs Sangiran, Desa Krikilan.Jarak dari gapura situs Sangiran menuju Desa Krikilan ± 5 km.
Situs Sangiran memunyai luas sekitar 59, 2 km² (SK Mendikbud 070/1997) secara administratif termasuk kedalam dua wilayah pemerintahan, yaitu: Kabupaten Sragen (Kecamatan Kalijambe, Kecamatan Gemolong, dan Kecamatan Plupuh) dan Kabupaten Karanganyar (Kecamatan Gondangrejo), Provinsi Jawa Tengah (Widianto & Simanjuntak, 1995). Pada tahun 1977 Sangiran ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia sebagai cagar budaya. Oleh Karenanya Dalam sidangnya yang ke 20 Komisi Warisan Budaya Dunia di Kota Marida, Mexico tanggal 5 Desember 1996, menetapkan Sangiran sebagai salah satu Warisan Budaya Dunia "World Heritage List" Nomor : 593. Dengan demikian pada tahun tersebut situs ini terdaftar dalam Situs Warisan Dunia UNESCO. Pada awalnya Sangiran adalah sebuah kubah yang dinamakan Kubah Sangiran. Puncak kubah ini kemudian melalui proses erosi sehingga membentuk depresi. Pada depresi itulah dapat ditemukan lapisan tanah yang mengandung informasi tentang kehidupan di masa lampau.Museum Sangiran beserta situs arkeologinya, selain menjadi obyek wisata yang menarik juga merupakan arena penelitian tentang kehidupan pra sejarah terpenting dan terlengkap di Asia, bahkan dunia.
Di museum dan situs Sangiran dapat diperoleh informasi lengkap tentang pola kehidupan manusia purba di Jawa yang menyumbang perkembangan ilmu pengetahuan seperti Antropologi, Arkeologi, Geologi, Paleoanthropologi.Di lokasi situs Sangiran ini pula, untuk pertama kalinya ditemukan fosil rahang bawah Pithecantropus erectus (salah satu spesies dalam taxon Homo erectus) oleh arkeolog Jerman, Profesor Von Koenigswald.Di area situs Sangiran ini pula jejak tinggalan berumur 2 juta tahun hingga 200.000 tahun masih dapat ditemukan hingga kini.Relatif utuh pula.Sehingga para ahli dapat merangkai sebuah benang merah sebuah sejarah yang pernah terjadi di Sangiran secara berurutan.
Bentang lahan situs tersebut meliputi areal seluas ± 48 km2 yang berbentuk seolah seperti kubah (dome), sehingga situs tersebut dinamakan dengan Sangiran Dome.Situs Sangiran merupakan salah satu situs manusia purba yang sangat berperan penting dalam perkembangan penelitian di bidang palaeoanthropology di Indonesia. Pada tahun 1934 penelitian yang dilakukan oleh
G.H.R. von Koenigswald yang menemukan beberapa alat sepih yang terbuat dari batu kalsedon di atas bukit Ngebung, arah Baratlaut Sangiran Dome.
Berdasarkan penelitian geologis, situs Sangiran merupakan kawasan yang tersingkap lapisan tanahnya akibat proses orogenesa (pengangkatan dan penurunan permukaan tanah) dan kekuatan getaran di bawah permukaan bumi (endogen) maupun di atas permukaan bumi (eksogen). Aliran Sungai Cemoro yang melintasi wilayah tersebut juga mengakibatkan terkikisnya kubah Sangiran menjadi lembah yang besar yang dikelilingi oleh tebing-tebing terjal dan pinggiran-pinggiran yang landai.Beberapa aktifitas alam di atas mengakibatkan tersingkapnya lapisan tanah/formasi periode pleistocen yang susunannya terbentuk pada tingkat-tingkat pleistocen bawah (lapisan Pucangan), pleistocen tengah (lapisan Kabuh), dan pleistocen atas (lapisan Notopuro).Fosil-fosil manusia purba yang ditemukan di laipsan-lapisan tersebut berasosiasi dengan fosil-fosil fauna yang setara dengan lapisan Jetis, lapisan Trinil, dan lapisan Ngandong.
Diperkirakan situs Sangiran pada masa lampu merupakan kawasan subur tempat sumber makanan bagi ekosistem kehidupan.Keberadaanya di wilayah katulistiwa, pada jaman fluktuasi jaman glassial-interglassial menjadi tempat tujuan migrasi manusia purba untuk mendapatkan sumber penghidupan.Dengan demikian kawasan sangiran pada kala pleistocen menjadi tempat hunian dan ruang subsistensi bagi manusia pada masa itu.
Tempat-tempat terbuka seperti padang rumput, semak belukar, hutan kecil dekat sungai atau danau menjadi pilihan sebagai tempat hunian manusia pada kala pleistocen. Mereka membuat pangkalan (station) dalam aktifitas perburuan untuk m,endapatkan sumber kebutuhan hidupnya. Pilihan situs Sangiran dome sebagai pangkalan aktifitas perburuan mengingatkan kita dengan living floor (lantai hidup) atau old camp site di lembah Olduvai, Tanzania (Afrika). Indikasi suatu situs sebagai tempat hunian dan ruang subsistensi adalah temuan fosil manusia purba, fauna, dan artefak perkakas yang ditemukan saling berasosiasi.
Secara geo-stratigrafis, Situs Sangiran yang posisinya berada pada depresi Solo di kaki Gunung Lawu ini dahulu merupakan suatu kubah (dome) yang tererosi di bagian puncaknya sehingga menyebabkan terjadinya reverse (kenampakan terbalik). Kondisi deformasi geologis seperti ini kemudian semakin diperjelas oleh aliran Kali Brangkal, Cemoro dan Pohjajar (anak-anak cabang Bengawan Solo) yang mengikis situs ini mulai di bagian utara, tengah dan selatan. Akibat dari kikisan aliran sungai tersebut maka menyebabkan lapisan-lapisan tanah tersingkap secara alamiah dan memperlihatkan berbagai jejak fosil (manusia purba dan hewan vertebrata) (Widianto & Simanjuntak 1995).
Sejarah atau riwayat penelitian di Situs Sangiran bermula dari laporan GHR.Von Koenigswald yang menemukan sejumlah alat serpih dari bahan batuan jaspis dan kalsedon di sekitar bukit Ngebung pada tahun 1934 (Koenigswald, 1936). Temuan alat-alat serpih yang kemudian terkenal dengan istilah 'Sangiran Flakes-industry' tersebut diperkirakan berasal dari lapisan (seri) Kabuh Atas yang berusia Plestosen Tengah. Namun hasil pertanggalan tersebut banyak dikritik oleh para ahli (de Terra, 1943; Heekeren, 1972) karena temuan tersebut dihubungkan dengan konteks Fauna Trinil yang tidak autochton (Bartstra dan Basoeki, 1984: 1989) atau bukan dari hasil pengendapan primer (Bemellen, 1949).
Penelitian di situs ini menjadi semakin menarik dan berkelanjutan ketika pada tahun 1936 ditemukan fragmen fosil rahang bawah (mandibula) manusia purba Homo erectus yang kemudian disusul oleh temuan fosil-fosil lainnya.Setelah masa pasca Koenigswald atau pada sekitar tahun 1960-an, penelitian terhadap fosil-fosil hominid dan paleotologis di situs ini kemudian diambil alih oleh para peneliti dari Indonesia (antara lain T. Jacob dan S. Sartono) serta terus berkelanjutan sampai sekarang. Penelitian yang sangat 'spektakuler' terjadi ketika Puslit Arkenas melakukan kerjasama penelitian dengan Museum National d'Histoire Naturelle (MNHN), Perancis melalui ekskavasi besar-besaran selama 5 tahap (tahun 1989 – 1993) di bukit Ngebung yang menghasilkan sejumlah temuan secara 'insitu' dan pertanggalan absolut yang sangat menarik. Penelitian Situs Sangiran semakin berkembang pesat dalam dekade lima tahun belakangan ini setelah Balar Yogya ikut berpartisipasi langsung dan melakukan program-program penelitian secara intensif dan terpadu (Widianto 1997; Jatmiko 2001).
3.2. Keadaan geo-stratigrafi dan pertanggalan manusia purba Homo erectus
Sangiran adalah sebuah situs paleontologis yang terlengkap di Indonesia dan cukup terkemuka di dunia.Keberadaan situs ini secara resmi telah diakui oleh UNESCO sebagai salah satu situs warisan budaya dunia sejak bulan Desember 1996 (Widianto 2000). Dari sekitar 100 individu temuan fragmen fosil manusia purba yang didapatkan di Indonesia, hampir 65% -nya berasal dari Situs Sangiran dan mencakup sekitar 50 % dari populasi taxon Homo erectus di dunia. Pada umumnya fosil-fosil tersebut ditemukan secara kebetulan (temuan penduduk) dan dalam bentuk fragmenter; yaitu antara lain berupa tulang-tulang tengkorak, mandibula dan femur. Fosil-fosil tersebut ditemukan pada beberapa tempat atau lokasi utama di Pulau Jawa; yaitu antara lain di Pati Ayam, Sangiran, Ngandong dan Sambungmacan (Jawa Tengah) serta di daerah Trinil dan Perning (Jawa Timur). Berdasarkan bentuk fisik dan lingkungan endapan asalnya, secara umum temuan fosil-fosil manusia purba di Indonesia dikategorikan menjadi 3 kelompok utama (Widianto, 1996); yaitu kelompok Pithecanthropus arkaik yang berasal dari Formasi Pucangan (Plestosen Bawah) yang ditaksir mempunyai usia antara 1,7 – 0,7 tahun. Termasuk dalam kelompok ini adalah Meganthropus palaeojavanicus dan Pithecanthropus mojokertensis. Kelompok kedua adalah jenis Pithecanthropus klasik yang berasal dari Formasi Kabuh (Plestosen Tengah) yang mempunyai usia sekitar 800.000 – 400.000 tahun. Jenis kelompok ini (Homo erectus) yang paling banyak ditemukan di Sangiran. Kelompok yang ketiga adalah Pithecanthropus progresif yang berasal dari Formasi Notopuro (Plestosen
Atas) dan mempunyai umur antara 400.000 – 100.000 tahun.Termasuk dalam kelompok ini adalah temuan Homo soloensis dari Ngandong dan Trinil (Widianto 1996, Semah et.al. 1990).
Dome Sangiran merupakan daerah yang tersingkap. Berdasarkan hasil penelitian terbentuknya Dome Sangiran merupakan peristiwa geologis yaitu diawali pada 2,4 juta tahun yang lalu terjadi pengangkatan,gerakan lempeng bumi,letusan gunung berapi dan adanya masa glasial sehingga terjadi penyusutan air laut yang akhirnya membuat wilayah Sangiran terangkat keatas, hal ini dibuktikan dengan endapan yang bisa kita jumpai di sepanjang Sungai Puren yang tersingkap lapisan lempeng biru dari Formasi Kalibeng yang merupakan endapan daerah lingkungan lautan dan hingga sekarang ini banyak sekali dijumpai fosil-fosil moluska laut.
Dari pengamatan stratigrafi batuannya, ada beberapa formasi, diantaranya :
1. Formasi Kalibeng
Lempung biru yang membentuk apa yang disebut kalangan arkeolog sebagai Formasi Kalibeng di bagian paling bawah adalah endapan paling tua. Endapan itu tercipta sejak 2,4 juta tahun lalu ketika daerah ini masih merupakan lingkungan laut dalam. Di dalam lapisan lempung biru, selain mengandung foraminifera dan jenis mollusca laut (turitella, arca, nasarius, dan lain-lain) juga ditemukan fosil ikan, kepiting, dan gigi ikan hiu. Berumur 2,4 juta s/d 1.8 juta tahun lalu.Dengan lapisan:
1. Lapisan napal (Marl)
2. Lapisan lempung abu-abu (biru) dari endapan laut dalam
3. Lapisan foraminifera dari endapan laut dangkal
4. Lapisan balanus batu gamping
5. Lapisan lahar bawah dari endapan air payau
2. Formasi Pucangan
Formasi ini berada diatas lapisan atau formasi kalibeng. Sekitar 1.800.000 – 700.000 tahun yang lalu formasi ini merupakan rawa pantai dan di dalam lapisan ini terbentuk endapan diatomit yang mengandung cangkang diatomea laut. Formasi ini berupa lempung hitam dan mulai terbentuk dari endapan lahar Gunung Merapi purba dan Gunung Lawu purba. Formasi Pucangan banyak mengandung fosil manusia purba dan hewan mamalia, antara lain reptil (buaya dan kura-kura), mamalia, rusa, bovidae, gajah, babi, monyet, domba, dan fosil kayu. Berumur 1.8 juta s/d 700 ribu tahun lalu. Dengan lapisan:
1. Lapisan lempung hitam (kuning) dari endapan air tawar
2. Lapisan batuan kongkresi
3. Lapisan lempung volkanik (Tuff) (ada 14 tuff)
4. Lapisan batuan nodul
5. Lapisan batuan diatome warna kehijauan
3. Formasi Grenzbank
Pada 700.000 tahun yang lalu formasi grenzbank terletak diatas formasi Pucangan. Terbentuknya formasi ini terjadi erosi pecahan gamping pisoid dari pegunungan selatan yang terletak di selatan Sangiran dan kerikil-kerikal vulkanik dari Pegunungan Kendeng di utaranya. Material erosi tersebut menyatu di Sangiran sehingga membentuk suatu lapisan keras setebal 1-4 meter, yang disebut grenzbank alias lapisan pembatas.Lapisan ini dipakai sebagai tanda batas antara Formasi pucangan dan Formasi Kabuh.Pengendapan grenzbank menandai perubahan lingkungan rawa menjadi lingkungan darat secara permanen di Sangiran. Pada Grenzbank banyak ditemukan hewan mamalia, ditemukan pula fosil Homo Erectus.
4. Formasi Kabuh
Pada periode berikutnya terjadi letusan gunung yang hebat di sekitar Sangiran, berasal dari Gunung Lawu, Merapi dan Merbabu purba.Letusan hebat telah memuntahkan jutaan kubik endapan pasir vulkanik, kemudian diendapkan oleh aliran sungai yang ada di sekitarnya saat itu. Aktivitas vulkanik tersebut tidak hanya terjadi dalam waktu yang singkat, tetapi susul-menyusul dalam periode lebih dari 500.000 tahun.Aktivitas alam ini meninggalkan endapan pasir fluvio-volkanik setebal tidak kurang dari 40 meter, dikenal sebagai Formasi Kabuh. Lapisan ini mengindikasikan daerah Sangiran sebagai lingkungan sungai yang luas saat itu: ada sungai utama dan ada pula cabang-cabangnya dalam suatu lingkungan vegetasi terbuka. Salah satu sungai purba yang masih bertahan adalah Kali Cemoro.
Berbagai manusia purba yang hidup di daerah Sangiran mulai 700.000 hingga 300.000 tahun kemudian terpintal oleh aliran pasir ini. "Mereka diendapkan pada sejumlah tempat di Sangiran. Badak, antilop dan rusa yang ada di grenzbank masih tetap ada pada Formasi Kabuh.Stegodon sp ditemani jenis lain, Elephas hysudrindicus dan Epileptobos groeneveldtii (banteng).
Saat itu mereka masih meneruskan tradisi pembuatan alat serpih bilah. Pada Kala Plestosen Tengah inilah Sangiran menunjukkan lingkungan yang paling indah: hutan terbuka dengan berbagai sungai yang mengalir, puncak dari kehidupan Homo erectus beserta lingkungan fauna dan budayanya. Lapisan ini merupakan lapisan yang paling banyak menghasilkan fosil manusia dan binatang.Berumur 700 ribu s/d 250 ribu tahun lalu. Dengan Lapisan:
1. Lapisan konglomerat
2. Lapisan batuan grenzbank sebagai pembatas
3. Lapisan lempeng vulkanik (tuff) (ada 3 tuff)
4. Lapisan pasir halus silang siur
5. Lapisan pasir gravel.
5. Formasi Notopuro
Formasi Notopuro yang berada pada lapisan teratas di situs Sangiran ini sekitar 500.000 – 250.000 tahun yang lalu dengan litologi breksi laharik dan batu gamping tufaan yang diakibatkan oleh banyaknya aktivitas vulkanik. Lahar vulkanik diendapkan kembali di daerah Sangiran, yang juga mengangkut material batuan andesit berukuran kerikil hingga bongkah.Di dalam lapisan ini banyak ditemukan artefak batu hasil budaya manusia yang berupa serpih-bilah (sehingga Sangiran dijuluki industri serpih-bilah Sangiran), kapak perimbas, bola batu, kapak penetak, dan kapak persegi. Selain itu, lapisan ini juga
ditandai oleh endapan lahar, breksi, pasir dan juga banyak ditemukan alat serpih, fosil kerbau dan kijang.
Setelah pembentukan Formasi Notopuro, terjadilah pelipatan morfologi secara umum di Sangiran, yang mengakibatkan pengangkatan Sangiran ke dalam bentuk kubah raksasa.Erosi K. Cemoro berlangsung terus-menerus di bagian puncak kubah sehingga menghasilkan cekungan besar yang saat ini menjadi ciri khas dari morfologi situs Sangiran. Berumur 250 ribu s/d 15 ribu tahun lalu. Dengan lapisan:
1. Lapisan lahar atas
2. Lapisan teras
3. Lapisan batu pumice
6. Formasi Teras Solo (Kali Pasir)
Berumur 15 ribu s/d 1.5 ribu tahun lalu.Dimana hanya memiliki lapisan endapan sungai batu kerikil dan kerakal.
3.3. Pemeliharaan dan pelestarian benda-benda yang terdapat di Museum Sangiran
Sebanyak 50 (lima puluh) individu fosil manusia Homo erectus telah ditemukan. Jumlah ini mewakili 65 % dari fosil Homo erectus yang ditemukan di seluruh Indonesia atau sekitar 50 % dari populasi Homo erectus di dunia .Keseluruhan fosil yang telah ditemukan sampai saat ini adalah sebanyak 13.809 buah. Sebanyak 2.934 fosil disimpan di Ruang Pameran Museum Sangiran dan 10.875 fosil lainnya disimpan di dalam gudang penyimpanan. Dilihat dari hasil temuannya, Situs Sangiran merupakan situs pra sejarah yang memiliki peran yang sangat penting dalam memahami proses evolusi manusia dan merupakan situs purbakala yang paling lengkap di Asia bahkan di dunia. Berdasarkan hal tersebut, Situs Sangiran ditetapkan sebagai Warisan Dunia nomor 593 oleh Komite World Heritage pada saat peringatan ke-20 tahun di Merida, Meksiko.
Selain mendirikan museum situs prasejarah sangiran untuk menjaga kawasan sangiran, pemerintah juga mengeluarkan Undang-undang tentang perlindungan cagar budaya sangiran, yaitu:
1. Mengeluarkan SK. Mendikbud No. 70 / 111 / 1977 dan menetapkan sangiran sebagai cagar budaya. Semua fosil-fosil di wilayah sangiran dilindungi dan setiap temuan harus diserahkan kepada pemerintah.
2. UU No. 5 Tahun 1992 tentang benda cagar budaya yang lebih keras yaitu, menetapkan sangiran sebagai cagar budaya ( UNESCO )
Meskipun pemerintah telah membuat peraturan perundang-undangan tentang perlindungan cagar budaya, tetapi pada kenyataannya masih mengalami beberapa masalah yaitu;
1. Daerah yang seluas 32 km² hanya diawasi oleh tenaga yang sangat terbatas. Daerah itu hanya dijaga oleh 27 personil, termasuk 8 orang bertugas sebagai satpam.
2. Adanya tradisi memberi hadiah terhadap penemu fosil yang telah berlangsung sejak jaman pendudukan Belanda.
3. Para pembeli asing menawarkan harga yang lebih tinggi dibandingkan dari pemerintah, sehingga banyak penduduk setempat yang menjual fosil temuannya kepada pembeli asing.
3.4.Pengembangan Museum Purbakala Sangiran
Sejak dibangun pada 2005 silam, museum sangiran yang terletak di Kecamatan Kalijambe, akhirnya diresmikan penggunaannya oleh Wakil Menteri pendidikan dan Kebudayaan Bidang Kebudayaan yang juga sebagai pembuat Desain Engginering Plan Sangiran, Prof Dr. Windu Nuryati, PHD. Dua puluh tahun silam tempat tersebut masih berupa joglo sederhana yang dijadikan tempat pengumpulan fosil-fosil purba oleh kepala desa Krikilan, Toto Marsono. Kini, ditanah yang berusia 1,8 juta tahun itu telah berdiri megah sebuah bangunan museum bertaraf internasional. Berbagai rangkaian acara digelar mengiringi peresmian museum, mulai dari seminar internasional yang mendatangkan 100 pakar arkelologi di dunia hingga pelaksanaan penggailian di Sangiran bersama ilmuwan dari Uni Eropa. Selain itu, pada acara tesebut diserahkan rekonstruksi rangka kuda air berusia 1,2 juta tahun yang ditemukan di Bukuran oleh tim gabungan Indonesia – Perancis. Museum Sangiran berdiri di
dalam Cluster Krikilan yang merupakan Cluster pertama yang telah selesai dibangun. Masih ada tiga Cluster lainnya yang akan mulai dibangun tahun depan, yaitu Cluster Ngebung, Cluster Bukuran, keduanya terletak di wilayah Kab. Sragen, dan Cluster Ndayu yang terletak di wilayah Kab.Karanganyar.
Tiap Cluster tersebut akan menjadi pusat-pusat penelitian zaman purba sesuai masing-masing bagiannya. Misalnya Cluster Ndayu akan dijadikan pusat penelitian arkeologi mutakhir dan Cluster Ngebung akan menjadi pusat sejarah temuan fosil. Pembangunan Cluster akan melibatkan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten Sragen serta Kabupaten Karanganyar.
Selain itu ada beberapa upaya pemerintah yang dicanangkan 111 lima tahun silam 15 Desember 2006, waktu itu terjadi peristiwa penting di Meridian Mexico, dimana Pemerintah Indonesia menerima tanda pengesahan Situs Sangiran ditetapkan sebagai warisan dunia. Bupati Sragen mengharapkan Situs Sangiran yang sangat membanggakan namun kadang kurang dikenal oleh masyarakat Sragen sendiri mengharapkan agar bisa dinikmati oleh semua kalangan tidak hanya kalangan peneliti. Sragen telah menjadi City of Java Man yang memiliki situs yang mengungkap rahasia sejarah manusia purba. Di situs kebanggaan ini memuat cerita tak terputus sejarah perjalanan manusia purba hingga menjadi manusia modern. Dan di tanah yang telah berusia lebih dari 1,8 juta tahun ini ternyata masih banyak menyimpan fosil-fosil purba yang bisa digali, peran serta masyarakat sangat diperlukan untuk menemukan fosil-fosil ini dan menyerahkannya kepada pemerintah Indonesia.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
1. Sangiran adalah sebuah situs arkeologi (Situs Manusia Purba) di Jawa, Indonesia. Sangiran terletak di sebelah utara Kota Solo dan berjarak sekitar 15 km (tepatnya di desa krikilan, kec. Kalijambe, Kab.Sragen). Gapura Situs Sangiran berada di jalur jalan raya Solo–Purwodadi dekat perbatasan antara Gemolong dan Kalioso (Kabupaten Karanganyar). Gapura ini dapat dijadikan penanda untuk menuju Situs Sangiran, Desa Krikilan. Jarak dari gapura situs Sangiran menuju Desa Krikilan ± 5 km.
2. Ditemukan lebih dari 13.685 fosil 2.931 fosil ada di Museum, sisanya disimpan di gudang penyimpanan. Sebagai World Heritage List (Warisan Budaya Dunia). Museum ini memiliki fasilitas-fasilitas diantaranya: ruang pameran (fosil manusia, binatang purba), laboratorium, gudang fosil, ruang slide, menara pandang, wisma Sangiran dan kios-kios souvenir khas Sangiran.
3. Keadaan geo-stratigrafi Dari pengamatan stratigrafi batuannya, ada beberapa formasi, diantaranya :
a. Formasi Kalibeng
b. Formasi Pucangan
c. Formasi Grenzbank
d. Formasi Kabuh
e. Formasi Notopuro
f. Formasi Teras Solo (Kali Pasir)
4. Upaya pemerintah yang dicanangkan untuk mengembangkan situs Manusia Purba Sangiran antara lain :
a. Melengkapi kompleks Museum Manusia Purba Sangiran dengan bangunan audio visual di sisi timur museum. Dan Bupati Sragen mengubah interior ruang kantor dan ruang pertemuan menjadi ruang pameran tambahan.
b. Pemerintah merencanakan membuat museum yang lebih representative menggantikan museum yang ada secara bertahap. Didirikan bangunan perkantoran tiga lantai yang terdiri dari ruang basemen untuk gudang, lantai I untuk Laboratorium, dan lantai II untuk perkantoran. Program selanjutnya adalah membuat ruang audio visual, ruang transit untuk penerimaan pengunjung, ruang pameran bawah tanah, ruang pertemuan, perpustakaan, taman purbakala, dan lain-lain.
c. Menghadirkan investor – investor guna memaksimalkan pengadaan pembangunan yang lebih lanjut dengan didukung fasilitas – fasilitas yang memadai.
d. Melakukan beberapa pengenalan – pengenalan mengenai Situs Purbakala Sangiran kepada publik nasional.
4.2. Saran-saran
1. Kunjungilah setiap ruang yang ada di museum Sangiran, karena semua ruang menarik dan dapat membuat kita terpesona akan kekayaan purbakala Indonesia.
2. Berkeliling situs Sangiran bukan merupakan hal yang merugikan, sebab mungkin saja Anda dapat menjadi salah satu penemu fosil purba yang temuannya dipajang di museum Sangiran.
3. Sebagai warga negara yang baik dan khususnya kita sebagai mahasiswa harus bisa melestarikan kekayaan budaya baik itu wisata maupun sejarah bangsa. Agar tidak punah oleh waktu. Selain itu kita juga harus bisa menjaganya agar tetap lestari dan berkembang.
4.3 Lampiran
4.4 DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Drs. Rusmulia Tjiptadi, dkk. 2004. Museum Situs Sangiran Sejarah Evolusi Manusia Purba Beserta Situs dan Lingkungannya. Sangiran: Koperasi Museum Sangiran.
Kunjungan Langsung ke Situs Sangiran
Santosa, Hery.2000. Sejarah Kebudayaan Indonesia. Yogyakarta: Universitas SanataDharma.
Tjiptadi, Rusmulia. et al. 2004. Museum Situs Sangiran Sejarah Evolusi Manusia Purba
http://wisatadanbudaya.blogspot.com/ Sangiran- SItus- Manusia- Purba- di- Indonesia.html
http://history1978.wordpress.com/author/history1978/html