6
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Terminologi sinkop berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari kata "syn" dan "koptein" yang berarti memutuskan. Secara medis, definisi dari sinkop adalah kehilangan kesadaran dan kekuatan postural tubuh serta kemampuan untuk berdiri karena pengurangan aliran darah ke otak. Prognosis dari sinkop sangat bervariasi bergantung dari diagnosis dan etiologinya. Individu yang mengalami sinkop termasuk sinkop yang tidak diketahui penyebabnya memiliki tingkat mortalitas yang lebih tinggi dibanding mereka yang tidak pernah sinkop.
Di Amerika diperkirakan 3% dari kunjungan pasien digawat darurat disebabkan oleh sinkop dan merupakan 6% alasan seseorang datang kerumah sakit. Angka rekurensi dalam 3 tahun diperkirakan 34%. Sinkop sering terjadi pada orang dewasa, insiden sinkop meningkat dengan meningkatnya umur. Hamilton mendapatkan sinkop sering pada umur 15-19 tahun, lebih sering pada wanita dari pada laki-laki, sedangkan pada penelitian Framingham mendapatkan kejadian sinkop 3% pada laki-laki dan 3,5% pada wanita, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan wanita.
1.2 Rumusan masalah
Apa yang dimaksud dengan sinkop?
Apa etiologi dari sinkop ?
Apa saja manifestasi klinis dari sinkop?
Apa saja pemeriksaan diagnostik pada sinkop?
Bagaimana algorittma pada sinkop?
Bagaimana asuhan keperawatan pada sinkop?
1.3 Tujuan
Untuk menegetahui definisi sinkop
Untuk mengetahui etiologi dari sinkop
Untuk mengetahui faktor resiko pada klien dengan sinkop
Untuk mengetahui manifestasi klinis dari sinkop
Untuk mengetahui macam-macam pemeriksaaan diagnostik pada sinkop
Untuk mengetahui penatalaksanaan pada sinkop
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien sinkop
1.4 Manfaat
Manfaat yang ingin diperoleh dalam penyusunan makalah ini adalah:
1.4.1 Mendapatkan pengetahuan tentang sinkop
1.4.2 Mendapatkan pengetahuan tentang penatalaksanaan pada pasien sinkop
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sinkop adalah masalah kesehatan yang umum mencakup hingga 3% dari gawat darurat (ED) dilihat antara 1% dan 6% dari semua pasien yang masuk rumah sakit. Sinkop dapat menjadi penyabab cidera serius dan awal terjadinya aritmia jantung yang serius yang segera mebutuhkan perhatian medis karena kekhawatiran kematian medadak. Populasi pasien dengan sinkop adalah heterogen, dan prognsis bervariasi secara signifikan, tergantung pada penyebab sinkop dan faktor komorbiditis (Elesber et al, 2005).
Sinkop adalah kehilangan kesadaran sementara, biasanya terjadi secara singkat, penurunan perfusi serebral secara tiba-tiba. Mungkin disebabka oleh disritmia jantung oleh penurunan volume darah atau distribusi. Sinkop vasovagal adalah kondisi dimana terjadi peningkatan parasimpatis secara mendadak dan penurunan singkat kardiak output dan perfusi serebral. Pasien biasanya akan mengalami pusing, kunang-kunang (disebut presinkop) berlanjut ke kehilangan kesadaran. Sinkop non kardiak biasanya tidak membutuhkan perawatan dan sering ditangani dengan memposisikan pasien supinasi dengan kaki lebih tinggi. Pastikan pasien tidak memiliki cedera saat jatuh (Chapleau Will et a, 2008).
Kadang-kadang seseorang dengan sinkop dapat mengalami myoclonus (penegangan otot) yang sering di salah tafsirkan sebagai aktivitas kejang. Ada beberapa perbedaan antara sinkop dan kejang yang penting untuk menyadari ketika mengkaji riwayat kejadian dari saksi. Sinkop terjadi mendadak dan menyebabkan kehilangan kesadaran sementara dan segera kembali sadar setelah pasien di baringkan dalam posisi datar (Chapleau Will et a, 2008). Sinkop adalah T-LOC karena transient hipoperfusi serebral global yang ditandai dengan onset cepat, durasi pendek, dan pemulihan lengkap spontan (Angel Moya et al, 2009).
Definisi sinkop berbeda dengan penyebab ketidaksadaran lainnya, disebabkan oleh hypoperfusi serebral (Angel Moya et al, 2009).
2.2 Etiologi Sinkop
Faktor yang dapat memicu terjadinya syncope dibagi menjadi 2 yaitu: faktor psikogenik (rasa takut, tegang, stres emosional, rasa nyeri hebat yang terjadi secara tiba2 dan tidak terduga dan rasa ngeri melihat darah atau peralatan kedokteran seperti jarum suntik) dan Faktor non psikogenik (posisi duduk tegak, rasa lapar, kondisi fisik yang jelek, dan lingkungan yang panas, lembab dan padat).
Penyebab paling umum dari sinkop pada orang tua adalah hipotensi ortostatik, refleks sinkop, terutama CSS, dan arrhythmias jantung (Angel Moya et al, 2009).
Adapun penyebab syncope paling sering dibedakan menjadi beberapa bagian diantaranya yaitu:
1) Kardiak (Jantung) dan pembuluh darah
Sumbatan Jantung
Gangguan pada jantung bisa disebabkan adanya sumbatan (obstruksi) pada jantung sumbatan ini bisa disebabkan gangguan katup jantung, adanya tumor dan pembesaran otot-otot jantung serta penyakit-penyakit jantung.
Listrik Jantung
Gangguan listrik jantung menyebabkan gangguan irama dan frekuensi denyutan jantung sehingga volume darah yang dipompa ke tubuh dan yang sampai ke otak juga akan berkurang.
Verrtebro vaskular sistem
Penyempitan pada pembuluh darah yang dikarenakan faktor umur, merokok, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, dan diabetes. Sistim vertebrobasilar ini berisiko untuk terjadi penyempitan, dan jika ada gangguan sementara pada aliran darah ke otak tengah (midbrain) dan reticular activating system, pingsan atau syncope mungkin terjadi.
2) Persyarafan
Vasovagal syncope
Di dalam tubuh manusia terdapat system reflek pada saraf yang secara tidak sadar reflek saraf ini bisa menyebabkan penurunan tekanan darah mendadak. Vasovagal syncope akibat dari tindakan saraf vagus yang kemudian akan mengirim sinyal ke jantung kemudian memperlambat denyut jantung sehingga seseorang pingsan. Vasovagal syncope ini biasanya dipicu oleh rasa takut, nyeri, cedera, kelelahan dan berdiri terlalu lama. Situasi-situasi lain umumnya menyebabkan denyut jantung untuk sementara melambat dan menyebabkan pingsan seperti mengejan, batuk, bersin (Ocupational syncope) yang dapat menyebabkan vagal response.
Sinus Karotis
Sinus Karotis merupakan bagian dari pembuluh darah leher yang sangat sensitif terhadap perubahan fisik dan regangan pembuluh darah pada daerah tersebut. Karena terlalu sensitif, maka hal ini akan mengakibatkan pengiriman impuls pada saraf pusat sehingga menstimulasi system saraf yang membuat kehilangan kesadaran.
3) Pengaruh posisi tubuh
Ortostatik Hypotensi
Postural Hypotension pembuluh-pembuluh darah perlu untuk mempertahankan kekuatan mereka sehingga tubuh dapat menahan efek-efek dari gravitasi (gaya berat) dengan perubahan-perubahan dalam posisi. Ketika posisi tubuh berubah dari berbaring ke berdiri, sistim syaraf autonomik meningkatkan kekuatan pada dinding-dinding pembuluh darah, membuat mereka mengerut, dan pada saat yang sama meningkatkan denyut jantung supaya darah dapat dipompa naik keatas ke otak yang menyebabkan tekanan darah yang relatif rendah pada saat berdiri. Hal ini biasa terjadi pada lansia dan ibu hamil.
Biasanya, pingsan akan terjadi ketika seseorang berdiri dengan cepat dan tidak ada cukup waktu untuk tubuh untuk mengkompensasi. Hal ini membuat jantung berdenyut lebih cepat, serta terjadi vasokontriksi pembuluh-pembuluh darah untuk mempertahankan tekanan darah tubuh dan aliran darah ke otak.
4) Kekurangan komponen-komponen tubuh
Hipoglikemi
Penurunan gula darah tiba-tiba menyebabkan penurunan glukosa yang tersedia untuk fungsi otak. Hal ini dapat dilihat pada penderita diabetes yang cenderung overdosis insulin. Jika orang kehilangan dosis, mungkin tergoda mengambil dosis insulin tambahan untuk menebus dosis yang terabaikan. Dalam kasus tersebut, gula darah cenderung tiba-tiba jatuh, dan membuat orang menjadi shock insulin.
Ketidakseimbangan elektrolit
Hal ini dikarenakan perubahan konsentrasi cairan dalam tubuh dan juga secara langsung mempengaruhi tekanan darah dalam tubuh.
Anemia
Anemia adalah suatu kondisi kurangnya sel darah merah (eritrosit) lebih spesifiknya adalah hemoglobin (Hb). Hal ini menyebabkan kurangnya jumlah oksigen mencapai otak yang menyebabkan pingsan, dikarenakan Hb tersebut adalah alat transportasi oksigen untuk sampai di sel dalam hal ini sel-sel yang ada di otak.
5) Penyebab lain
Kehamilan
Hal ini disebabkan oleh tekanan dari inferior vena cava (vena besar yang mengembalikan darah ke jantung) oleh kandungan yang membesar dan oleh orthostatic hypotension.
Obat-obatan
Obat-obat lain mungkin juga penyebab yang berpotensi dari pingsan atau syncope termasuk yang untuk tekanan darah tinggi yang dapat melebarkan pembuluh-pembuluh darah, antidepressants yang dapat mempengaruhi aktivitas elektrik jantung, dan yang mempengaruhi keadaan mental seperti obat-obat nyeri, alkohol, dan kokain.
(Angel Moya et al, 2009)
2.3 Patofisiologi
Hilangnya pada setiap jenis sinkop disebabkan oleh penurunan oksigenasi pada bagian-bagian otak yang merupakan bagian kesadaran. Terdapat penurunan aliran darah, penggunaan oksigen dan serebral. Jika iskemia hanya berakhir beberapa menit, tidak terdapat efek otak. Iskemia yang lama mengakibatkan nekrosis jaringan otak pada daerah perbatasan dari perfusi antara daerah vaskuler dari arteri serebralis mayor. Masalah pada jantung mungkin menyebabkan jantung untuk berdenyut terlalu cepat atau terlalu perlahan.
Selain itu masalah pada klep jantung juga berpengaruh terhadap kekuatan aliran darah yang dipompa menuju otak. Denyut jantung yang cepat atau tachycardia adalah irama abnormal yang dihasilkan ruang jantung bagian atas atau bagian bawah dan mungkin mengancam nyawa. Jika jantung berdenyut terlalu cepat, mungkin tidak ada cukup waktu untuknya untuk mengisi dengan darah diantara setiap denyut jantung, yang mengurangi jumlah darah yang dapat diantar jantung keseluruh tubuh. Tachycardia bisa terjadi pada segala umur dan mungkin tidak berhubungan pada penyakit jantung atherosclerotic. Dengan bradycardia, atau denyut jantung yang lamban, kemampuan jantung untuk memompa darah mungkin dikompromikan. Ketika jantung menua, sistik elektrik dapat menjadi rapuh dan jantung terhalang, atau gangguan-gangguan dari sistim elektrik dapat terjadi, menyebabkan denyut jantung untuk melambat.
Selain itu vasovagal syncope adalah penyebab yang paling umum dari pingsan. Pada situasi ini, keseimbangan antara kimia-kimia adrenaline dan acetyl choline terganggu. Adrenaline menstimulasi tubuh, termasuk membuat jantung berdenyut lebih cepat dan pembuluh-pembuluh darah menyempit. Acetyl choline melakukan sebaliknya. Ketika syaraf vagus distimulasi, acetyl choline yang berlebihan dilepas, denyut jantung melambat dan pembuluh-pembuluh darah melebar, membuat darah lebih sulit untuk mengalahkan gaya berat (gravitasi) dan dipompa ke otak. Pengurangan sementara ini pada aliran darah ke otak menyebabkan episode pingsan (syncope). Nyeri dapat menstimulasi syaraf vagus dan adalah penyebab yang umum dari vasovagal syncope.
Gangguan suplay nutrisi Jantung Saraf Posisi tubuh
Dan elektrolit
Hipoglikemia Hiper/ Sumbatan Vasovagal ortostatik hipertensi
Hiponatremi gg listrik sinud carotis postural hypotensi
gg. pemb. darah
Gangguan
Pompa jantung Tekanan darah menurun
Nurisi sel otak Gangguan suplai darah
Tidak adequat
Gangguan curah jantung
Kelemahan Penurunan
Kinerja otak Gangguan suplay O2 Penurunan suplay darah
Pada jaringan tubuh dan otak
Jaringan otak Penurunan aliran darah
Pd daerah perifer
Hipoksia Gangguan dan sel otak
Perfusi jaringan
Serebral
Penurunan suplay Gangguan perfusi Gangguan
O2 pada jaringan dan sel otak transportasi
Ke jaringan
Dan sel otak
Hipoksia jaringan dan sel otak
Syncope
Iskemia
Prognosa lebih buruk
(Angel Moya et al, 2009)
2.4 Manifestasi Klinis Sinkop
Tanda gejala syncope bisa dilihat dalam 3 fase yaitu fase presyncope, fase syncope dan fase post syncope.
Fase pre syncope:
Pasien mungkin merasa mual, perasaan tidak nyaman, berkeringat dingin dan lemah. Mungkin ada perasaan dizziness (kepeningan) atau vertigo (dengan kamar yang berputar), hyperpnea (kedalaman nafas meningkat) penglihatan mungkin memudar atau kabur, dan mungkin ada pendengaran yang meredam dan sensasi-sensasi kesemutan dalam tubuh. Fase pre-syncope atau hampir pingsan, gejala-gejala yang sama akan terjadi, namun pada fase ini tekanan darah dan nadi turun dan pasien tidak sungguh kehilangan kesadaran.
Fase syncope:
Fase syncope ditandai dengan hilangnya kesadaran pasien dengan gejala klinis berupa:
1) pernapasan pendek, dangkal, dan tidak teratur
2) bradikardi dan hipotensi berlanjut
3) Nadi teraba lemah dan gerakan konvulsif pada otot lengan, tungkai dan wajah. Pada fase ini pasien rentan mengalami obstruksi jalan napas karena terjadinya relaksasi otot akibat hilangnya kesadaran.
Fase post syncope:
Fase terakhir adalah fase post syncope yaitu periode pemulihan dimana pasien kembali pada kesadarannya. Pada fase awal postsyncope pasien dapat mengalami disorientasi, mual, dan berkeringat. Pada pemeriksaan klinis didapatkan nadi mulai meningkat dan teraba lebih kuat dan tekanan darah mulai naik.
Setelah episode pingsan, pasien harus kembali ke fungsi mental yang normal, meskipun mungkin ada tanda-tanda dan gejala-gejala lain tergantung pada penyebab yang mendasari pingsan. Contohnya, jika pasien ada ditengah-tengah serangan jantung, ia mungkin mengeluh nyeri dada atau tekanan dada.
2.5 Pemeriksaan Diagnostik
1. EKG 85%
2. Darah lengkap 80%
3. Urin, tes human chororionic gonadotropin 76%
4. CT scan 58%
5. Sinar X 37%
(Salim et al, 2005)
Selain pemeriksaan fisik, tanda vital dan anamnase, klien syncope juga memerlukan beberapa pemeriksaan untuk menegakkan diagnose dan penyebab syncope diantaranya yaitu:
1) EKG
Untuk mengetahui adanya gangguan listrik jantung dan sumbatan pada jantung
2) Holter monitor
Untuk mengetahui perubahan dan fluktuasi kondisi jantung serta mengetahui irama dan denyut jantung yang abnormal yang mungkin terungkap sebagai penyebab yang potensial dari pingsan atau syncope.
3) Tilt Table Test
Merupakan pemeriksaan untuk mendiagnosa ortostatic hypotensi. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara menempatkan pasien diatas meja, kemudian meja dimiringkan secara bertahap dari posisi horisontal hingga posisi vertikal. Selama pemeriksaan tekanan darah dan nadi terus dipantau sesuai dengan posisi-posisi yang berbeda.
4) Masase Carotis
Masase carotis dapat mendeteksi penyebab syncope, salah satu dugaannya yaitu aritmia (takikardi). Masase carotis dapat dilakukan untuk menurunkan heart rate. Pemijatan dilakukan di salah satu arteri carotis selama 10 menit dengan maksud untuk merangsang system parasympatis sehingga dapat memperlambat denyut jantung.
5) CT Scan
Untuk mengetahui adanya lesi dalam otak dan sebagai pencitraan otak
6) Tes Laboratorium diantaranya: Complete Blood Count, tes elektrolit, glukosa darah, tes fungsi ginjal
2.6 Algoritme
(Chen et al, 2008)
(Vaddadi et al, 2007)
(Angel Moya et al, 2009)
2.7 Penatalaksaan dan Pencegahan Syncope
Penanganan syncope sebenarnya cukup sederhana yaitu memastikan sirkulasi udara di sekitarnya baik selanjutnya menempatkan pasien pada posisi supine atau posisi shock ( shock position). Kedua posisi ini bisa memperbaiki venous return ke jantung dan selanjutnya meningkatkan cerebral blood flow. Selain intervensi tersebut pasien dapat diberikan oksigen murni 100% melalui face mask dengan kecepatan aliran 6-8 liter per menit dan minuman manis. Bila intervensi dapat dilakukan segera maka biasanya kesadaran pasien akan kembali dalam waktu relatif cepat. Pada pasien gangguan irama jantung bisa diberikan obat-obatan arytmia seperti golongan beta blocker. Untuk gangguan listrik jantung dan sumbatan bisa diberikan obat-obatan pacemaker (pacu jantung). Tatalaksana kegawatdaruratan medis dilakukan yaitu penilaian tentang jalan napas (airway), pernapasan (breathing), sirkulasi( circulation), kesadaran (disability). Pada pasien yang mengalami syncope, perlu dimonitor kesadarannya secara berkala dengan melakukan komunikasi verbal dengan pasien. Apabila pasien dapat merespon baik secara verbal maupun non verbal berarti aspek airway dan breathing baik. Aspek circulation dapat dinilai dengan memonitor nadi arteri radialis dan pengukuran tekanan darah.
Adapun pencegahan yang bisa dilakukan pada pasien syncope bergantung pada penyebabnya, mungkin ada kesempatan untuk mencegah serangan-serangan pingsan seperti:
1) Pasien-pasien yang telah mempunyai episode vasovagal mungkin sadar atas tanda-tanda peringatan dan mampu untuk duduk atau berbaring sebelum pingsan dan mencegah episode pingsan.
2) Untuk pasien-pasien yang lebih tua dengan orthostatic hypotension, menunggu satu detik setelah merubah posisi-posisi mungkin adalah segalanya yang diperlukan untuk mengizinkan refleks-refleks tubuh untuk bereaksi.
3) Pemasukan cairan yang memadai mungkin cukup untuk mencegah dehidrasi sebagai penyebab untuk pingsan atau syncope.
BAB III
PEMBAHASAN/CASE STUDY
Seorang perempuan usia 30 tahun di antar keluarganya ke IGD dengan keluhan napas pendek, dangkal, dan tidak teratur, bradikardi dan hipotensi berlanjut, nadi teraba lemah dan gerakan konvulsif pada otot tengah, tungkai dan wajah. Pasien mempunyai riwayat penyakit jantung. Pasien terlihat sesak dengan frekuensi pernapasan 29x/menit, tekanan darah 90/60 mmHg, berat badan 50 kg, suhu 370C, nadi 50 x/menit. Apakah tindakan yang tepat dilakukan untuk pasien tersebut?
Pengkajian
Riwayat penyakit sebelumnya
Pasien mempunyai riwayat penyakit jantung
Pemeriksaan fisik
Aktivitas dan istirahat: kelemahan
Sirkulasi: Riwayat penyakit jantung
Eliminasi: -
Nutrisi: -
Sensori neural: -
Nyeri / kenyamanan: Gelisah
Respirasi: Takipnea
Interaksi social: -
Penatalaksanaan
Penanganan sinkop pertama memastikan sirkulasi udara di sekitar, selanjutnya memposisikan pasien dengan posisi supinasi atau posisi shock (shock position). Kedua posisi ini dapat memperbiaki venous ke jantung dan dapat meningkatkan cerebral blood flow.
Beri oksigen 100% murni dengan face mask dengan kecepatan 6-8 liter per menit dan berikan minuman manis untuk meningkatkan GDA. Bila melakukan intervensi dengan segera maka kesadaran pasien akan kembali dalam waktu relatif cepat pada pasien irama jantung. Berikan pbat-obatan aritmia seperti beta blocker.
Pada pasien syncope perlu dipantau kesedaran secara berkala dengan mengggunakan komunikasi secara verbal. Apabila pasien dapat merespon baik secara verbal maupun secara non verbal berarti airway dan breathing baik, aspek circulasition dapat di nilai dengan memonitor nadi arteri dan radialis dan pengukuran tekanan darah.
3.2 Analisa Data
No
Data
Etiologi
Problem
1
Data subjektif: Keluarga klien mengatakan klien mempunyai riwayat penyakit jantung
Data objektif: tekanan darah 90/60 mmHg
, nadi 50 x/menit
Penyakit jantung
Sumbatan, gangguan listrik, gangguan pembuluh darah
Tekanan darah menurun
Gangguan suplai darah
adanya gangguan aliran darah ke otot jantung
Penurunan curah jantung
2
Data subjektif: Keluarga klien mengatakan klien mempunyai riwayat penyakit jantung
Data objektif: tekanan darah 90/60 mmHg
, nadi 50 x/menit
Penyakit jantung
Sumbatan, gangguan listrik, gangguan pembuluh darah
Tekanan darah menurun
Gangguan suplai darah
Gangguan curah jantung
Penurunan suplay darah pada jaringan tubuh dan otak
Penurunan aliran darah pada daerah perifer dan sel otak
Penurunan sirkulasi darah perifer, penghentian aliran arteri-vena
Gangguan perfusi jaringan
3
Data subjektif: Keluarga klien mengatakan klien mempunyai riwayat penyakit jantung
Data objektif: tekanan darah 90/60 mmHg
, nadi 50 x/menit
Penyakit jantung
Sumbatan, gangguan listrik, gangguan pembuluh darah
Tekanan darah menurun
Gangguan suplai darah
Gangguan curah jantung
Gangguan suplay O2 ke otak
penurunan aliran oksigen ke serebral
Gangguan perfusi jaringan serebral
3.3 Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung b/d adanya gangguan aliran darah ke otot jantung
2. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer, penghentian aliran arteri-vena
3. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran oksigen ke serebral
3.4 Intervensi Keperawatan
1. Penurunan curah jantung b/d adanya gangguan aliran darah ke otot jantung
Tujuan: aliran darah jantung adekuat
Kriteria hasil: perabaan nadi kuat, tekanan darah normal
Intervensi:
1) Periksa ABC dan jika diperlukan bebaskan jalan nafas dan pijat jantung
2) Pantau frekuensi nadi, RR, TD secara teratur
Rasional: mengatasi kondisi gawat pasien lebih awal dapat memperbaiki prognosis.
Rasional: Tanda vital sebagai acuan kondisi sirkulasi pasien.
3) Periksa keadaan jantung klien dengan pemeriksaan EKG
Rasional: Pemeriksaan EKG memberikan gambaran kondisi jantung dan membantu menentukan alternatif pengobatan selanjutnya.
4) Kaji perubahan warna kulit terhadap sianosis dan pucat.
Rasional: Pucat menunjukkan adanya penurunan perfusi perifer terhadap tidak adekuatnya curah jantung. Sianosis terjadi sebagai akibat adanya obstruksi aliran darah pada ventrikel.
5) Pantau intake dan output setiap 24 jam.
Rasional: Ginjal berespon untuk menurunkan curah jantung dengan menahan produksi cairan dan natrium.
6) Batasi aktifitas secara adekuat.
Rasional: Istirahat memadai diperlukan untuk memperbaiki efisiensi kontraksi jantung dan menurunkan komsumsi O2 dan kerja berlebihan.
2. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer; penghentian aliran arteri-vena
Tujuan: pemenuhan oksigen dan darah pada jaringan terpenuhi.
Kriteria hasil: Tidak terdapat tanda sianosis dan hipoksia jaringan.
Intervensi:
1) Observasi adanya pucat, sianosis, belang, kulit dingin/lembab, catat kekuatan nadi perifer.
Rasional: Vasokonstriksi sistemik yang diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.
2) Dorong latihan kaki aktif/pasif.
Rasional: Menurunkan stasis vena, meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan resiko tromboplebitis.
3) Pantau pernafasan
Rasional: Pompa jantung yang gagal dapat mencetuskan distres pernafasan.
3. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran oksigen ke serebral.
Tujuan: kebutuhan darah, oksigen di otak terpenuhi, perfusi jaringan efektif.
Kriteria hasil: TTV stabil, pasien berkomunikasi dan berorientasi dengan baik.
Intervensi:
1) Pantau tanda-tanda vital
Rasional: Tanda vital merupakan salah satu indikator keadaan umum dan sirkulasi pasien
2) Posisikan pasien dengan posisi syok kaki diangkat 45 derajat
Rasional: Membantu memperbaiki venous return ke jantung dan selanjutnya meningkat cerebral blood flow.
3) Pantau tingkat kesadaran
Rasional: Tingkat kesadaran seseorang juga dipengaruhi oleh perfusi oksigen ke otak
4) Berikan terapi O2 yang adekuat
Rasional: mencegah hipoksia otak lebih berat
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Insiden sinkop kardiak lebih kecil dari sinkop vasovagal, tapi angka kematiannya lebih tinggi dari sinkop kardiak.
2. Penyebab sinkop kardiak dapat dibagi dua yaitu kelainan irama jantung dan kelainan struktur jantung.
3. Diagnosis sinkop kardiak memang agak sulit karena belum ada pemeriksaan yang merupakan gold standar.
4. Penatalaksanaan pasien dengan sinkop kardiak terdiri dari terapi farmakologi, pemasangan alat pacu jantung dan terapi bedah.
4.2 Saran
Diperlukan diagnosis yang tepat tentang penyebab sinkop kardiak agar penatalaksanaan lebih optimal, sehingga angka kematian dapat diturunkan.
DAFTAR PUSTAKA
Lynda Juall Carpenito. 2001. Handbook Of Nursing Diagnosis Edisi 8. Jakarta: EGC.
Markum. 2000. Penuntun Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
NiPadmosantjojo. 2000. Keperawatan Bedah Saraf Jakarta: Bagian Bedah Saraf FKUI.
Elesber et al. 2005 Impact of the application of the American College of Emergency Physicians recommendations for the admission of patients with syncope on a retrospectively studied population presenting to the emergency department Philadelphia: Elsevier Limited.
Salim et al. 2005. Effectiveness of Fludrocortisone and Salt in Preventing Syncope Resurrence in Children. New York: Elsevier Limited.
Chapleau Will et al. 2008. The Paramedic. New York: The Mc Graw-Hill Companies.
Chen et al. 2008. Management of Syncope in Adults: An Update. Rochester: Mayo Foundation for Medical Education and Research
Vaddadi et al. 2007. Postural Syncope: Mechanisms and Management. Pyrmont: Australian Medical Publishing Company Propietary, Ltd.
Angel Moya et al. 2009. Guidelines for the Diagnosis and Management of Syncope. Oxford: European Heart Journal.