FAILURE MODES AND EFFECT ANALYSIS Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Perawatan 2
Dosen Pembimbing : Ir. M. Munir Fahmi, MT
Disusun Oleh :
Ibnu Idham P
(111211011)
3 MM1 PROGRAM PENDIDIKAN D3 TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI BANDUNG Tahun 2014
FAILURE MODES AND EFFECT ANALYSIS Abstraksi
:
Banyak ahli yang mendefinisikan mutu dan pengertian kualitas, yang sebenarnya definisi atau pengertian yang satu hampir sama dengan definisi atau pengertian yang lain. Beberapa pengertian kualitas tersebut adalah : Deming(1982) "kualitas harus bertujuan memenuhi kebutuhan pelanggan sekarang dan di masa mendatang." Feigenbaum(1991) "kualitas merupakan keseluruhan karakteristik produk dan jasa yang meliputi marketing, engineering, manufacture, dan maintenance, dalam mana produk dan jasa tersebut dalam pemakaiannya akan sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan. Sehingga kesimpulan dari pengertian kualitas tersebut adalah : “Kepuasan konsumen dengan kesempurnaan produk merupakan sesuatu langkah yang tepat dalam proses produksi melalui peningkatan terus menerus secara bersama-sama” FMEA (failure mode and effect analysis) adalah suatu prosedur terstruktur untuk mengidentifikasikan dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan (failure mode). FMEA digunakan untuk mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab dari suatu masalah kualitas. Suatu mode kegagalan adalah apa saja yang termasuk dalam kecacatan/kegagalan dalam desain, kondisi diluar batas spesifikasi yang telah ditetapkan, atau perubahan dalam produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari produk itu. Filosofi dasar dari FMEA adalah: “cegah sebelum terjadi”. FMEA baik sekali digunakan pada sistem manajemen mutu untuk jenis industri manapun.
Kata kunci : Failure Modes and Effect Analysis, kualitas, kegagalan
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini dibuat untuk diajukan sebagai tugas mata kuliah Manajemen Perawatan 2 dengan judul “Failure Modes and Effect Analysis” . Dalam
proses pembuatan makalah ini,
tentunya saya mendapatkan
bimbingan, arahan, koreksi dan saran, untuk itu rasa terima kasih yang sedalamdalamnya saya sampaikan kepada dosen pembimbing yang telah membimbing dan memberikan masukan demi lancarnya tugas ini. Demikianlah makalah ini dibuat semoga bermanfaat, agar dapat memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Perawatan 2.
Bandung, 23 April 2014 Penyusun,
ii
DAFTAR ISI Abstraksi ...................................................................................................... i Kata Pengantar............................................................................... ................. ii Daftar Isi ...................................................................................................... iii Daftar Gambar .............................................................................................. iv BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1 1.2. Tujuan .......................................................................................... 1 1.3. Ruang Lingkup ............................................................................. 1 1.4. Metoda Penyusunan ...................................................................... 1 BAB II PEMBAHASAN 2.1. Sejarah FMEA ( Failure Modes and Effect Analysis ) ................... 2 2.2. Dasar FMEA ( Failure Modes and Effect Analysis )...................... 2 2.3. Pengertian FMEA ( Failure Modes and Effect Analysis ) .............. 3 2.4. Tujuan FMEA ( Failure Modes and Effect Analysis ).................... 4 2.5. Langkah Dasar FMEA ................................................................. 5 2.6. Identifikasi Elemen-Elemen FMEA Proses................................... 6 2.7. Menentukan Severity, Occurrence,Detection dan RPN ................. 8 2.7.1. Severity ............................................................................... 9 2.7.2. Occurence........................................................................... 12 2.7.3. Detection ............................................................................ 13 2.8. Risk Priority Number (Angka Prioritas Resiko) ............................ 14 2.9. Analisa Sistem Pengukuran (Measurement System Analysis) ........ 15 2.9.1. Cause and Effect Diagram .................................................. 15 2.9.2. Pareto Diagram .................................................................. 16 BAB III STUDI KASUS 3.1. Identifikasi Masalah .................................................................... 17 3.2. Menganalisa Defect Report Dengan Metode CFME (Cause Failure Mode Effect) dan Dengan Metode Diagram Sebab-Akibat (Fish Bone Diagram) .................... 20 3.3. Menghitung Nilai Risk Priority Number (RPN) ............................ 23 3.4. Action Planning for Failure Mode ............................................... 25
iii
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan .................................................................................. 31 4.2. Saran ............................................................................................ 31 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 32
iv
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Fishbone Diagram (Ishikawa, 1989)......................................... 15 Gambar 3.1. Diagram Pareto Defect Proses Forging Periode JanuariDesember 2009 ........................................................................ 18 Gambar 3.2. Grafik Pergerakan Defect Over dan Under Hardness Standard Januari - Desember tahun 2009 ................................................ 20 Gambar 3.3. CFME Over Hardness dan Under Hardness Standard .............. 21 Gambar 3.4. Diagram Sebab-Akibat Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Kualitas Produk ....................................................................... 23 Gambar 3.5. Grafik Biaya Repair Rotor Boss Bulan Januari ~ Desember Tahun 2009 .............................................................................. 28 Gambar 3.6. Grafik Biaya Repair Januari - Juli 2009 dan 2010 .................... 29
iv
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Kriteria Evaluasi dan Sistem Peringkat untuk Severity of Effects dalam FMEA Proses .....................................................................
9
Tabel 2.2 Modifikasi Automotive Industry Action Group (AIAG) severity rating ...........................................................................................
11
Tabel 2.3 Automotive Industry Action Group (AIAG) Occurrence rating .....
12
Tabel 2.4 Automotive Industry Action Group (AIAG) detection rating ........
13
Tabel 3.1 Presentase Produk Cacat ...............................................................
18
Tabel 3.2 Data Defect Over dan Under Hardness Standard Januari - Desember tahun 2009 .................................................................................... 19 Tabel 3.3 FMEA defect Rotor boss Under dan Over Hardness Standard ......
24
Tabel 3.4 Gambaran action planning for failure model berdasarkan urutan rangking RPN ...............................................................................
26
Tabel 3.5 Solusi dan Tanggung Jawab Implementasi ....................................
27
Tabel 3.6 Biaya repair bulan Januari - Desember tahun 2009 .......................
28
Tabel 3.7 Biaya repair bulan Januari - Juli tahun 2010 ..................................
29
v
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang FMEA (failure mode and effect analysis) adalah suatu prosedur terstruktur
untuk mengidentifikasikan dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan (failure mode). FMEA digunakan untuk mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab dari suatu masalah kualitas. Suatu mode kegagalan adalah apa saja yang termasuk dalam kecacatan/kegagalan dalam desain, kondisi diluar batas spesifikasi yang telah ditetapkan, atau perubahan dalam produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari produk itu. Filosofi dasar dari FMEA adalah: “cegah sebelum terjadi”. FMEA baik sekali digunakan pada sistem manajemen mutu untuk jenis industri manapun.
1.2
Tujuan Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Manajemen Perawatan 2, dan untuk menambah wawasan kita terhadap pentingnya kualitas suatu produk melalui metode salah satunya adalah failure modes and effect analysis.
1.3
Ruang Lingkup Pada makalah ini dibahas tentang secara umum mengenai
1.4
Metode Penyusunan Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah melalui studi
literature dan informasi dari internet.
1
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Sejarah FMEA ( Failure Modes and Effect Analysis ) Didalam mengevaluasi perencanaan sistem dari sudut pandang reliability,
failure modes and effect analysis (FMEA) merupakan metode yang vital. Sejarah FMEA berawal pada tahun 1950 ketika teknik tersebut digunakan dalam merancang dan mengembangkan sistem kendali penerbangan. Sejak saat itu teknik FMEA diterima dengan baik oleh industri luas. Terdapat standar yang berhubungan dengan metode FMEA. Standar Inggris yang digunakan secara garis besar menjelaskan BS 5760 atau British Standar 5760, yaitu :
Bagian 2 Guide to the assesment of reliability
Bagian 3 Guide to reliability practice
Bagian 5 Guide failure modes and effect analysis (FMEA) memberikan pedoman dalam pengaplikasian teknik tersebut.
Standar militer Amerika, US MIL STD 1629 (procedur for performing a failure modes effect and criticality analysis) yang banyak dipertimbangkan menjadi referensi standar.
2.2
Dasar FMEA ( Failure Modes and Effect Analysis ) FMEA merupakan salah satu alat dari Six Sigma untuk mengidentifikasi
sumber-sumber atau penyebab dari suatu masalah kualitas. Menurut Chrysler (1995), FMEA dapat dilakukan dengan cara : 1. Mengenali dan mengevaluasi kegagalan potensi suatu produk dan efeknya. 2. Mengidentifikasi tindakan yang bisa menghilangkan atau mengurangi kesempatan dari kegagalan potensi terjadi. 3. Pencatatan proses (document the process).
2
Sedangkan manfaat FMEA adalah sebagai berikut :
Hemat biaya. Karena sistematis maka penyelesaiannya tertuju pada potensial causes (penyebab yang potensial) sebuah kegagalan / kesalahan.
Hemat waktu, karena lebih tepat pada sasaran.
Kegunaan FMEA adalah sebagai berikut :
Ketika diperlukan tindakan preventive / pencegahan sebelum masalah terjadi.
Ketika ingin mengetahui / mendata alat deteksi yang ada jika terjadi kegagalan.
2.3
Pemakaian proses baru
Perubahan / pergantian komponen peralatan
Pemindahan komponen atau proses ke arah baru
Pengertian FMEA ( Failure Modes and Effect Analysis )
FMEA (failure mode and effect analysis) adalah suatu prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan (failure mode). FMEA digunakan untuk mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab dari suatu masalah kualitas. Suatu mode kegagalan adalah apa saja yang termasuk dalam kecacatan/kegagalan dalam desain, kondisi diluar batas spesifikasi yang telah ditetapkan, atau perubahan dalam produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari produk itu. Terdapat dua penggunaan FMEA yaitu dalam bidang desain (FMEA Desain) dan dalam proses (FMEA Proses). FMEA Desain akan membantu menghilangkan kegagalan-kegagalan yang terkait dengan desain, misalnya kegagalan karena kekuatan yang tidak tepat, material yang tidak sesuai, dan lain-lain. FMEA Proses akan menghilangkan kegagalan yang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam variabel proses, misal kondisi diluar batas-batas spesifikasi yang ditetapkan seperti ukuran yang tidak tepat, tekstur dan warna yang tidak sesuai, ketebalan yang tidak tepat, dan lain-lain.
3
Para ahli memiliki beberapa definisi mengenai failure modes and effect analysis, definisi tersebut memiliki arti yang cukup luas dan apabila dievaluasi lebih dalam memiliki arti yang serupa. Definisi failure modes and effect analysis tersebut disampaikan oleh : Menurut Roger D. Leitch, definisi dari failure modes and effect analysis adalah analisa teknik yang apabila dilakukan dengan tepat dan waktu yang tepat akan memberikan nilai yang besar dalam membantu proses pembuatan keputusan dari engineer selama perancangandan pengembangan. Analisa tersebut biasa disebut analisa “bottom up”, seperti dilakukan pemeriksaan pada proses produksi tingkat awal dan mempertimbangkan kegagalan sistem yang merupakan hasil dari keseluruhan bentuk kegagalan yang berbeda. Menurut John Moubray, definisi dari failure modes and effect analysis adalah metode yang digunakan untuk mengidentifikasi bentuk kegagalan yang mungkin menyebabkan setiap kegagalan fungsi dan untuk memastikan pengaruh kegagalan berhubungan dengan setiap bentuk kegagalan. 2.4.
Tujuan FMEA ( Failure Modes and Effect Analysis ) Terdapat banyak variasi didalam rincian failure modes and effect analysis
(FMEA), tetapi semua itu memiliki tujuan untuk mencapai : 1. Mengenal dan memprediksi potensial kegagalan dari produk atau proses yang dapat terjadi. 2. Memprediksi dan mengevalusi pengaruh dari kegagalan pada fungsi dalam sistem yang ada. 3. Menunjukkan prioritas terhadap perbaikan suatu proses atau sub sistem melalui daftar peningkatan proses atau sub sistem yang harus diperbaiki. 4. Mengidentifikasi dan membangun tindakan perbaikan yang bisa diambil untuk mencegah atau mengurangi kesempatan terjadinya potensikegagalan atau pengaruh pada sistem. 5. Mendokumentasikan proses secara keseluruan.
4
2.5
Langkah Dasar FMEA
Terdapat langkah dasar dalam proses FMEA yang dilakukan oleh tim desain for six sigma (DFSS) adalah : 1. Membangun batasan proses yang dibatasi oleh struktur proses. 2. Membangun proses pemetaan dari FMEA yang mendiskripsikan proses produksi secara lengkap dan alat penghubung tingkat hirarki dalam struktur proses dan ruang lingkup. 3. Melihat struktur proses pada seluruh tingkat hirarki dimana masingmasing parameter rancangan didefinisikan. 4. Identifikasi kegagalan potensial pada masing-masing proses. 5. Mempelajari penyebab kegagalan dari pengaruhnya. Pengaruh dari kegagalan adalah konsekuensi langsung dari bentuk kegagalan pada tingkat proses berikutnya, dan puncaknya ke konsumen. Pengaruh biasanya diperlihatkan oleh operator atau sistem pengawasan. Terdapat dua hal utama penyebab pada keseluruhan tingkat, dengan diikuti oleh pertanyaan seperti : 1. Apakah variasi dari input menyebabkan kegagalan ? 2. Apakah yang menyebabkan proses gagal, jika diasumsikan input tepat dan sesuai spesifikasi ? 3. Jika proses gagal, apa konsekuensinya terhadap kesehatan dan keselamatan operator, mesin, komponen itu sendiri, proses berikutnya, konsumen dan peraturan ? 4. Pengurutan dari bentuk kegagalan proses potensial menggunakan risk priority number (RPN) sehingga tindakan dapat diambil untuk kegagalan tersebut. 5. Mengklasifikasikan variabel proses sebagai karakteristik khusus yang membutuhkan kendali seperti keamanan operator yang berhubungan dengan parameter proses, yang tidak mempengaruhi produk. 6. Menentukan kendali proses sebagai metode untuk mendeteksi bentuk kegagalan atau penyebab. 7. Rancangan yang digunakan untuk mencegah penyebab atau bentuk kegagalan dan pengaruhnya. 8. Kegiatan tersbut dilakukan untuk mendeteksi penyebab dalam tindakan korektif. 5
9. Identifikasi saat mengukur tindakan korektif. Menurut nilai risk priority number (RPN), tim melakukannya dengan :
Mentransfer resiko kegagalan pada sistem diluar ruang lingkup pekerjaan.
Mencegah seluruh kegagalan.
Meminimumkan resiko kegagalan dengan : Mengurangi severity. Mengurangi occurance. Meningkatkan kemampuan deteksi.
10. Analisa, dokumentasi dan memperbaiki FMEA. Failure modes and effect analysis (FMEA) merupakan dokumen yang harus dianalisa dan diurus secara terus-menerus.
2.6
Identifikasi Elemen-Elemen FMEA Proses
Elemen FMEA dibangun berdasarkan informasi yang mendukung analisa. Beberapa elemen-elemen FMEA adalah sebagai berikut : 1. Nomor FMEA (FMEA Number) Berisi nomer dokumentasi FMEA yang berguna untuk identifikasi dokumen. 2. Jenis (item) Berisi nama dan kode nomer sistem, subsistem atau komponen dimana akan dilakukan analisa FMEA. 3. Penanggung Jawab Proses (Process Responsibility) Adalah nama departemen/bagian yang bertanggung jawab terhadap berlangsungnya proses item diatas. 4. Disiapkan Oleh (Prepared by) Berisi nama, nomer telepon, dan perusahaan dari personal yang bertanggung jawab terhadap pembuatan FMEA ini. 5. Tahun Model (Model Year(s)) Adalah kode tahun pembuatan item, bentuk ini yang dapat berguna terhadap analisa sistem ini. 6. Tanggal Berlaku (Key Date) Adalah FMEA due date dimana harus sesuai dengan jadwal. 6
7. Tanggal FMEA (FMEA Date) Tanggal dimana FMEA ini selesai dibuat dengan tanggal revisi terkini. 8. Tim Inti (Core Team) Berisi daftar nama anggota tim FMEA serta departemennya. 9. Fungsi Proses (Process Function) Adalah deskripsi singkat mengenai proses pembuatan item dimana sistem akan dianalisa. 10. Bentuk Kegagalan Potensial (Potential Failure Mode) Merupakan suatu kejadian dimana proses dapat dikatakan secara potensial gagal untuk memenuhi kebutuhan proses atau tujuan akhir produk. 11. Efek Potensial dari Kegagalan (Potential Effect(s) of Failure) Merupakan suatu efek dari bentuk kegagalan terhadap pelanggan. Dimana setiap perubahan dalam variabel yang mempengaruhi proses akan menyebabkan proses itu menghasilkan produk diluar batas-batas spesifikasi. 12. Tingkat Keparahan (Severity (S)) Penilaian keseriusan efek dari bentuk kegagalan potensial. 13. Klasifikasi (Classification) Merupakan dokumentasi terhadap klasifikasi karakter khusus dari subproses untuk menghasilkan komponen, sistem atau subsistem tersebut. 14. Penyebab Potensial (Potential Cause(s)) Adalah bagaimana kegagalan tersebut bisa terjadi. Dideskripsikan sebagai sesuatu yang dapat diperbaiki. 15. Keterjadian (Occurrence (O)) Adalah sesering apa penyebab kegagalan spesifik dari suatu proyek tersebut terjadi. 16. Pengendali Proses saat ini (Current Process Control) Merupakan deskripsi dari alat pengendali yang dapat mencegah atau memperbesar kemungkinan bentuk kegagalan terjadi atau mendeteksi terjadinya bentuk kegagalan tersebut. 17. Deteksi (Detection (D))
7
Merupakan penilaian dari kemungkinan alat tersebut dapat mendeteksi penyebab potensial terjadinya suatu bentuk kegagalan. 18. Nomor Prioritas Resiko (Risk Priority Number (RPN)) Merupakan angka prioritas resiko yang didapatkan dari perkalian Severity, Occurrence, dan Detection RPN = S * O * D 19. Tindakan yang direkomendasikan (Recommended Action) Setelah bentuk kegagalan diatur sesuai peringkat RPNnya, maka tindakan perbaukan harus segera dilakukan terhadap bentuk kegagalan dengan nilai RPN tertinggi. 20. Penanggung jawab Tindakan yang Direkomendasikan (Responsibility (for the Recommended Action)) Mendokumentasikan nama dan departemen penanggung jawab tindakan perbaikan tersebut serta target waktu penyelesaian. 21. Tindakan yang Diambil (Action Taken) Setelah tindakan diimplementasikan, dokumentasikan secara singkat uraian tindakan tersebut serta tanggal efektifnya. 22. Hasil RPN (Resulting RPN) Setelah tindakan perbaikkan diidentifikasi, perkiraan dan rekam Occurrence, Severity, dan Detection baru yang dihasilkan serta hitung RPN yang baru. Jika tidak ada tindakan lebih lanjut diambil maka beri catatan mengenai hal tersebut. 23. Tindak Lanjut (Follow Up) Dokumentasi proses FMEA ini akan menjadi dokumen hidup dimana akan dilakukan perbaikan terus menerus sesuai kebutuhan perusahaan.
2.7
Menentukan Severity, Occurrence, dan Detection
Untuk menentukan prioritas dari suatu bentuk kegagalan meka tim FMEA harus mendefinisikan terlebih dahulu tentang Severity, Occurrence, Detection, serta hasil akhirnya yang berupa Risk Priority Number.
8
2.7.1 Severity Severity adalah langkah pertama untuk menganalisa resiko yaitu menghitung seberapa besar dampak/intensitas kejadian mempengaruhi output proses. Dampak tersebut diranking mulai skala 1 sampai 10, dimana 10 merupakan dampak terburuk. Proses sistem peringkat yang dijelaskan pada tabel 2.1 sesuai dengan standar AIAG (Automotive Industry Action Group) dibawah ini :
Tabel 2.1 Kriteria Evaluasi dan Sistem Peringkat untuk Severity of Effects dalam FMEA Proses Effect Tidak Ada
Sangat Minor
Severity of Effect for FMEA
Bentuk kegagalan tidak memiliki pengaruh
1
Gangguan minor pada lini produksi Fit & finish atau squeak & rattle produk tidak sesuai Sebagian kecil produk harus dikerjakan ulang ditempat Pelanggan yang jeli menyadari defect tersebut
2
Gangguan minor pada lini produksi Sebagian produk harus dikerjakan secara online ditempat Fit & finish atau squeak & rattle tidak sesuai Sebagian pelanggan menyadari defect tersebut
3
Gangguan minor pada lini produksi Produk harus dipilah dan sebagian dikerjakan ulang Fit & finish atau squeak & rattle tidak sesuai Pelanggan secara umum menyadari defect tersebut
4
Gangguan minor pada lini produksi 100% produk harus dikerjakan ulang Produk dapat beroperasi, tetapi sebagian item tambahan beroperasi dengan performansi yang berkurang
5
Minor
Sangat Rendah
Rendah
Rating
9
Gangguan minor pada lini produksi Sebagian produk harus dikerjakan ulang (tanpa ada pemilahan) Produk dapat beroperasi, tetapi sebagian item tambahan tidak dapat berfungsi
6
Gangguan minor pada lini produksi Produk harus dipilah dan sebagian dibongkar ulang Produk dapat beroperasi, performansinya berkurang
7
Gangguan major pada lini produksi 100% produk harus dibongkar Produk tidak terdapat dioperasikan dan kehilangan fungsi utamanya
8
Dapat membahayakan operator mesin Kegagalan dapat mempengaruhi keamanan operasional produk atau tidak sesuai dengan peraturan Kegagalan akan terjadi dengan didahului peringatan
9
Dapat membahayakan operator mesin Kegagalan dapat mempengaruhi keamanan operasional produk atau tidak sesuai dengan peraturan pemerintah Kegagalan akan terjadinya tanpa adanya peringatan terlebih dahulu
10
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
Berbahaya dengan peringatan
Berbahaya tanpa adanya peringatan
Tabel severity diatas merupakan adopsi dari Automotive Industry Action Group (AIAG) yang menggambarkan industri otomotif, sedangkan objek penelitian yang digunakan adalah filter rokok sehingga diperlukan modifikasi dari tabel severity tersebut untuk menggambarkan industri filter. Dimana tabel modifikasi tersebut disajikan pada tabel 2. 2.
10
Tabel 2. 2 Modifikasi Automotive Industry Action Group (AIAG) severity rating Effect
Severity of Effect for FMEA
Rating
Tidak Ada
Bentuk kegagalan tidak memiliki pengaruh
1
Sangat Minor
Gangguan minor pada lini produksi Spesifikasi produk tidak sesuai tetapi diterima Pelanggan yang jeli menyadari defect tersebut
2
Minor
Gangguan minor pada lini produksi Spesifikasi produk tidak sesuai tetapi diterima Sebagian pelanggan menyadari defect tersebut
3
Gangguan minor pada lini produksi Spesifikasi produk tidak sesuai tetapi diterima Pelanggan secara umum menyadari defect tersebut
4
Gangguan minor pada lini produksi Defect tidak mempengaruhi proses berikutnya Produk dapat beroperasi tetapi tidak sesuai dengan spesifikasi
5
Gangguan minor pada lini produksi Defect mempengaruhi terjadinya defect atau mempengaruhi 1 - 2 proses berikutnya Produk akan menjadi waste pada proses berikutnya
6
Gangguan minor pada lini produksi Defect mempengaruhi terjadinya defect atau mempengaruhi 3 - 4 proses berikutnya Produk akan menjadi waste pada proses berikutnya
7
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
Gangguan major pada lini produksi Defect mempengaruhi terjadinya defect atau mempengaruhi 4 - 6 proses berikutnya Produk akan menjadi waste pada proses berikutnya
8
11
Berbahaya dengan peringatan
Kegagalan tidak membahayakan operator Kegagalan langsung menjadi waste Kegagalan akan terjadi dengan didahului peringatan
9
Berbahaya tanpa adanya peringatan
Dapat membahayakan operator Kegagalan langsung menjadi waste Kegagalan akan terjadinya tanpa adanya peringatan terlebih dahulu
10
2.7.2 Occurrence Occurrence adalah kemungkinan bahwa penyebab tersebut akan terjadi dan menghasilkan bentuk kegagalan selama masa penggunaan produk. Dengan memperkirakan kemungkinan occurrence pada skala 1 sampai 10. Pada tabel 2.3 berdasarkan standar AIAG mendeskripsikan proses sistem peringkat. Karena peringkat kegagalan jatuh antara dua angka skala. Standar menilai dengan cara interpolasi dan pembulatan nilai Occurrence.
Tabel 2. 3 Automotive Industry Action Group (AIAG) Occurrence rating Probability of Failure
Occurrence
Cpk
Rating
Sangat tinggi :
1 in 2
< 0.33
10
Kegagalan hampir tak bisa dihindari
1 in 3
≥ 0.33
9
Tinggi :
1 in 8
≥ 0.51
8
Umumnya berkaitan dengan proses terdahulu yang kadang mengalami
1 in 20
≥ 0.67
7
Sedang:
1 in 80
≥ 0.83
6
1 in 400
≥ 1.00
5
1 in 2000
≥ 1.17
4
Umumnya berkaitan dengan proses terdahulu yang kadang mengalami kegagalan tetapi tidak dalam jumlah yang besar
12
Rendah : 1 in 15,000
≥ 1.33
3
1 in 150,000
≥ 1.50
2
1 in 1,500,000
≥ 1.67
1
Kegagalan terisolasi berkaitan proses serupa Sangat rendah : Hanya kegagalan terisolasi yang berkaitan dengan proses hampir identik Remote: Kegagalan mustahil. Tak pernah ada kegagalan terjadi dalam proses yang identik
2.7.3 Detection Nilai Detection diasosiasikan dengan pengendalian saat ini. Detection adalah pengukuran terhadap kemampuan mengendalikan / mengontrol kegagalan yang dapat terjadi. Proses penilaian ditunjukkan pada tabel 2.4 berdasarkan standar AIAG adalah sebagai berikut :
Tabel 2. 4 Automotive Industry Action Group (AIAG) detection rating Detection
Likelihood of Detection
Hampir Tidak Mungkin
Tidak ada alat pengontrol yang mampu mendeteksi
Sangat Jarang
Alat pengontrol saat ini sangat sulit mendeteksi bentuk atau penyebab kegagalan
Jarang
Alat pengontrol saat ini sulit mendeteksi bentuk dan penyebab kegagalan
% Repeatability
% R &R
Rank % Reproducibility
% Repeatability ≥ ≥ 80 %
10 % Reproducibility
% Repeatability < ≥ 80 %
9 % Reproducibility
% Repeatability ≥ ≥ 60 %
8 % Reproducibility
13
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Agak Tinggi
Tinggi
Sangat Tinggi
Hampir Pasti
2.8
Kemampuan alat kontrol untuk mendeteksi bentuk dan penyebab kegagalan sangat rendah Kemampuan alat kontrol untuk mendeteksi bentuk dan penyebab kegagalan rendah Kemampuan alat kontrol untuk mendeteksi bentuk dan penyebab kegagalan sedang Kemampuan alat kontrol untuk mendeteksi bentuk dan penyebab kegagalan sedang sampai tinggi
Kemampuan alat kontrol untuk mendeteksi bentuk dan penyebab kegagalan tinggi Kemampuan alat kontrol untuk mendeteksi bentuk dan penyebab kegagalan sangat tinggi Kemampuan alat kontrol untuk mendeteksi bentuk dan penyebab kegagalan hampir pasti
% Repeatability < ≥ 60 %
7 % Reproducibility % Repeatability ≥
≥ 40 %
6 % Reproducibility % Repeatability <
≥ 40 %
5 % Reproducibility % Repeatability ≥
≥ 20 %
4 % Reproducibility
% Repeatability < ≥ 20 %
3 % Reproducibility % Repeatability ≥
< 20 %
2 % Reproducibility
% Repeatability < < 20 %
1 % Reproducibility
Risk Priority Number (Angka Prioritas Resiko) RPN merupakan produk matematis dari keseriusan effects (Severity),
kemungkinan terjadinya cause akan menimbulkan kegagalan yang berhubungan dengan effects (Occurrence), dan kemampuan untuk mendeteksi kegagalan sebelum terjadi pada pelanggan (Detection). RPN dapat ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut : 14
RPN = S * O * D Angka ini digunakan untuk mengidentifikasikan resiko yang serius, sebagai petunjuk ke arah tindakan perbaikan.
2.9
Analisa Sistem Pengukuran (Measurement System Analysis) Analisa ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan alat ukur yang dipakai
untuk mendeteksi terjadinya suatu kegagalan dalam proses. Dari perhitungan akan didapatkan Gage repeatability, reproducibility, dan nilai number of distinct category (n). Repeatability adalah variasi pengukuran yang didapat pada saat operator menggunakan alat yang sama untuk mengukur dimensi yang sama beberapa kali. Reproducibility merupakan variasi pengukuran antara satu operator dengan operator yang lain. Number of distinct category untuk mengetahui seberapa banyak / teliti alat ukur dapat membedakan. Perhitungan MSA ini dapat dilakukan dengan software Minitab.
2.9.1 Cause and Effect Diagram Diagram ini disebut juga dengan diagram tulang ikan karena bentuknya seperti ikan. Selain itu disebut juga dengan diagram Ishikawa karena yang menemukan adalah Prof. Ishikawa yang berasal dari Jepang. Diagram ini digunakan untuk menganalisa dan menemukan faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan dalam menentukan karakteristik kualitas output kerja, mencari penyebab-penyebab yang sesungguhnya dari suatu masalah. Ada 5 faktor penyebab utama yang signifikan yang perlu diperhatikan yaitu: metode kerja, mesin / peralatan lain, bahan baku, dan pengukuran kerja.
Gambar 2.1 Fishbone Diagram (Ishikawa, 1989)
15
Mengapa hanya diklasifikasikan pada 4 poin, karena menurut Dr. Kaoru Ishikawa dalam bukunya Teknik Pengendalian Mutu menyatakan hampir separuh kasus yang terjadi di lantai produksi disebabkan oleh bahan mentah, mesin atau peralatan, dan metode kerja. Yang kemudian ketiga penyebab tersebut mengakibatkan dispersi produk pada histogram bertambah besar. Cause and Effect Diagram ini mempunyai keuntungan yaitu : 1. Menganalisa kondisi sesungguhnya untuk tujuan peningkatan kualitas service atau produk, penggunaan sumber yang efisien dan mengurangi biaya. 2. Mengurangi kondisi yang menyebabkan ketidaksesuaian dan komplain dari customer. 3. Melakukan standarisasi terhadap operasional yang telah ada maupun akan datang. 4. Mentraining personel dalam melakukan aktivitas keputusan masalah dan perbaikan.
2.9.2 Pareto Diagram Untuk mengidentifikasi penyebab terbesar yang terjadi dapat digunakan pareto digram. Pareto digunakan untuk menstratifikasi data ke dalam kelompok-kelompok dari yang terbesar sampai terkecil. Dengan bentuknya berupa diagram batang, pareto berguna untuk mengidentifikasi kejadian-kejadian atau penyebab masalah yang paling umum. Analisa pareto didasarkan pada hokum 80/20 yang berarti bahwa 80% kerugian hanya disebabkan oleh hanya 20% masalah terbesar.
16
BAB III STUDI KASUS
Penyusun mengambil contoh studi kasus dari PT. Mitsuba Indonesia mengenai pengendalian kualitas pada proses heat treatment.
3.1
Identifikasi Masalah Faktor yang menyebabkan terjadinya masalah dalam perusahaan adalah
masalah kualitas di Departemen Forging pada proses heat treatment. Sejauh ini persentase produk cacat masih tinggi dan sistem pengendalian kualitas yang diterapkan hingga kini belum berjalan baik, sehingga perlu untuk menganalisa permasalahan tersebut dengan menggunakan alat-alat pengendalian kualitas dengan metode statistik.
Tabel 3.1 Presentase Produk Cacat Sumber : PT.mitsuba Indonesia
17
Gambar 3.1 Diagram Pareto Defect Proses Forging Periode Januari-Desember 2009 Sumber : PT.mitsuba Indonesia Dari data diatas permasalahan yang sering terjadi yaitu pada proses heat treatment antara lain : over hardness dan under hardness dari standar. Untuk mengatasi permasalahan barang NG (No Good) yang tinggi dapat dilakukan perbaikan dengan proses ulang pada proses heat treatment. Meskipun over hardness dan under standard dapat diperbaiki dengan proses ulang pada proses heat treatment, akan tetapi dengan tingginya jumlah part yang diperbaiki akan berdampak pada naiknya biaya produksi dan juga berdampak pada turunnya performance dan produktivitas. Berikut data Defect over dan under hardness standard Januari - Desember tahun 2009.
18
Tabel 3.2 Data Defect Over dan Under Hardness Standard Januari - Desember tahun 2009 Sumber : PT.mitsuba Indonesia
Gambar 3.2 Grafik Pergerakan Defect Over dan Under Hardness Standard Januari - Desember tahun 2009 19
Sumber : PT.mitsuba Indonesia Dari data-data diketahui bahwa rata-rata jumlah defect tiap bulan adalah 0.85%, dengan aktual sampai dengan 7.57% pada bulan Desember. Batas limit jumlah defect proses adalah 1%, sehingga jumlah defect harus dikurangi. Dengan jumlah defect untuk NG under hardness dan over hardness yang telah melebihi batas limit maka dipilih metode FMEA dengan tema Penurunan over hardness dan under hardness standard, dan ditargetkan untuk menurunkan jumlah NG Over Hardness dan Under hardness minimum 30% sesuai dengan kebijakan perusahaan, target selanjutnya adalah melakukan penurunan biaya dikarenakan proses repair.
3.2
Menganalisa Defect Report Dengan Metode CFME (Cause Failure Mode Effect) dan Dengan Metode Diagram Sebab-Akibat (Fish Bone Diagram) Root cause analysis adalah sebuah metode yang digunakan untuk
mengklarifikasi dengan jelas akar penyebab dari sebuah permasalahan. Akar penyebab permasalahan ini dapat teridentifikasi dengan cara bertanya mengapa hingga tidak ada lagi jawaban yang bias dan perlu diberikan pada pertanyaan tersebut. Metode ini akan membantu untuk mengidentifikasi permasalahan pada proses yang diteliti secara jelas. Dengan menemukan akar permasalahan, pada akhirnya tindakan yang diambil akan tepat sasaran dengan mengeliminasi setiap akar penyebab terjadinya permasalahan. Pada penelitian ini proses pengidentifikasian akar penyebab permasalahan dituangkan dalam sebuah diagram CFME. Metode CFME digunakan sebelum membuat Failure Modes and Effect Analysis (FMEA). CFME merupakan pengembangan dari diagram sebab akibat dan digunakan untuk mendeteksi akar penyebab permasalahan. Hasil CFME akan mempermudah pembuatan FMEA.
20
Gambar 3.3 CFME Over Hardness dan Under Hardness Standard Dari hasil analisa CFME terdapat beberapa akar penyebab permasalahan yang menjadi sumber terjadinya defect rotor boss under hardness dan over hardness standard akar penyebab tersebut yaitu : Operator terlalu singkat dalam memahami proses heat treatment sehingga operator terlalu cepat dalam melakukan proses produksi dikarenakan hanya memikirkan efisiensi waktu, jumlah produksi dan kurang pemahaman mengenai kualitas produk. Jarak antara material beda heat number yang terlalu singkat hanya 60 menit, akan berdampak pada material yang tidak ter-heat treatment secara sempurna, sehingga perubahan temperatur dilakukan saat barang lot sebelumnya masih ada di zona tempering furnace. Sebaran hasil kekerasan hardness pada bagian tengah atau core terlalu tinggi dikarenakan settingan oil pressure terlalu besar (standard setting 0,5 kg/cm2) sehingga jumlah buih yang dihasilkan lebih banyak. 21
Temperatur zona hardening furnace turun sampai 840°C dikarenakan belum ada standard loading material, pada saat loading barang dengan temperatur lebih berat, kapasitas heater tidak cukup kuat untuk menaikkan temperatur. Setiap pergantian heat number, material mengalami hardness over atau under standard sehingga harus dilakukan proses ulang dikarenakan settingan temperatur tempering terlalu tinggi atau terlalu rendah diseragamkan 620°C. saat material dengan karbon (C) dan krom (Cr) lebih tinggi, hardness cenderung over standard, sebaliknya saat material dengan kadar karbon (C) dan krom (Cr) lebih rendah, hardness cenderung under standard.
Diagram sebab akibat ini digunakan untuk mencari semua unsur penyebab yang diduga menimbulkan akibat sehingga timbul suatu masalah. Dengan demikian diagram ini dapat juga digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang menyebabkan suatu karakteristik kualitas menyimpang dari spesifikasi yang sudah ditetapkan. Diagram ini menunjukkan suatu hubungan antara sebab (faktor-faktor) yang mengakibatkan sesuatu pada kualitas ( karakteristik kualitas ). Ada lima faktor utama yang perlu diperhatikan untuk mengenali faktor-faktor yang berpengaruh atau berakibat pada kualitas, yaitu : manusia metode kerja/cara kerja mesin/alat material/bahan lingkungan
22
Gambar 3.4 Diagram Sebab-Akibat Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Kualitas Produk
3.3
Menghitung Nilai Risk Priority Number (RPN) Setelah penyebab-penyebab timbulnya cacat dimensi pada proses pembuatan
rotor boss teridentifikasi dengan diagram sebab akibat dan akar penyebab teridentifikasi dengan diagram Cause Failure Mode Effect (CFME), maka langkah analisa yang dilakukan berikutnya adalah menganalisa kegagalan proses yang potensial, dan mengevaluasi prioritas resiko untuk nantinya membantu menentukan tindakan yang sesuai pada tahap implementasi. Data-data yang digunakan untuk membuat Failure Modes and Effect Analysis (FMEA) ini diambil dari hasil analisia akar permasalahan yang didokumentasikan dalam diagram Cause Failure Mode Effect (CMFE). Untuk membedakan antara modus kegagalan (modes of failure), penyebab (cause of failure), dan efek (effect of failure), maka diambil 3 kotak terakhir dan tiap- tiap analisis akar penyebab masalah masing-masing sebagai cause of failure, modes of failure, dan effect of failure. Angka-angka bobot yang digunakan pada Failure Modes and Effect Analysis (FMEA)
23
ini didapat dari hasil diskusi subyektif pihak-pihak terkait antara lain operational, maintenance dan quality control.
Tabel 3.3 FMEA defect Rotor boss Under dan Over Hardness Standard Pada tabel di atas, dihasilkan beberapa modus kegagalan yang memiliki nilai resiko tertinggi : Rank 1, RPN 405 Oil pressure terlalu tinggi (setting 0,5 kg/cm2) sehingga jumlah buih yang dihasilkan lebih banyak, sehingga menyebabkan persebaran hasil kekerasan hardness pada bagian tengah/core terlalu besar. Apabila oil pressure terlalu tinggi akan meyebabkan bagian part yang bersentuhan dengan buih, kekerasannya akan lebih rendah dibandingkan dengan yang langsung bersentuhan dengan oli, karena pendinginan yang lebih lambat. Rank 2, RPN 336 24
Belum adanya standard loading material, saat loading barang dengan temperatur lebih berat, kapasitas heater tidak cukup kuat untuk menaikkan temperatur karena over capacity sehingga menyebabkan temperatur hardening furnace turun sampai 840°C. Rank 3, RPN 324 Setting temperatur tempering terlalu tinggi/ terlalu rendah, settingan temperatur tempering diseragamkan 620°C. Yang menyebabkan setiap pergantian heat number, material mengalami over hardness atau under hardness standard dimana saat material dengan kadar karbon (C) dan krom (Cr) lebih tinggi, hardness cenderung over standard sebaliknya, saat material dengan kadar karbon (C) dan krom (Cr) lebih tinggi, hardness cenderung under standard sehingga harus dilakuakan proses ulang.
3.4
Action Planning for Failure Mode Dari tabel 2.7 terdapat enam bentuk kegagalan potensial yang perlu mendapat
perhatian lebih untuk dilakukan perbaikan diantaranya settingan oil pressure terlalu tinggi, jarak antara material beda heat number berdekatan, Settingan temperatur tempering terlalu tinggi atau rendah, operator belum tahu tentang proses heat treatment, belum ada standard loading material yang meyebabkan temperatur hardening furnace zone 1 turun, identitas material tidak ada. Solusi tindakan perbaikan ini akan diberikan pada semua bentuk potensi kegagalan yang ada (dapat dilihat pada tabel 2.7) Penentuan solusi permasalahan defect Rotor boss Under dan Over Hardness Standard dengan tabel Action Planning for Failure Mode berdasarkan urutan Prioritas (rank): Setting oli pressure terlalu tinggi (0.5 kg/cm2). Oli pressure diubah menjadi 0.2 kg/cm2 sehingga buih yang dihasilkan menjadi sedikit sehingga persebaran hasil kekerasan pada bagian core / tengah menjadi lebih sempit sekitar 3 point HRC. Temperatur hardening furnace zone turun samapai 840° C, karena belum ada standard loading material. Dibuatkan standard loading material
dengan batas kapasitas
maksimum 310 kg/jam sehingga temperatur hardening tidak turun lagi. 25
Proses setting temperature tempering tidak standard Sebelum dilakukan penentuan temperatur dilakukan trial penentuan temperatur tempering dilakukan berdasarkan hasil trial yaitu : 1. Setiap kenaikan temperatur 10°C akan menurunkan hardness sebesar 1 HRC. 2. Setiap penurunan temperatur 10°C akan menaikkan hardness sebesar 1 HRC. Sehingga tempering temperatur lebih tepat. Berikut ini adalah tabel gambaran action planning for failure model berdasarkan urutan rangking RPN.
Tabel 3.4 gambaran action planning for failure model berdasarkan urutan rangking RPN Perusahaan akan melakukan usulan perbaikan hanya pada bentuk kegagalan potensial yang memiliki nilai RPN dalam kategori resiko tinggi. Implementasi dari rekomendasi usulan perbaikan tersebut dilakukan pada bentuk kegagalan potensial : 26
settingan oil pressure terlalu tinggi, settingan temperatur tempering terlalu tinggi atau rendah, dan belum ada standard loading material yang meyebabkan temperatur hardening furnace zone turun. Acuan yang digunakan adalah nilai dari RPN, karena nilai tersebut diperoleh berdasarkan tingkat keparahan dari bentuk kegagalan potensial mempengaruhi hasil produksi, tingkat keseringan bentuk kegagalan potensial terjadi dan kemampuan untuk deteksi.
Tabel 3.5 Solusi dan Tanggung Jawab Implementasi
27
Tabel 3.6 Biaya repair bulan Januari - Desember tahun 2009 Sumber : PT. Mitsuba Indonesia
Gambar 3.5 Grafik Biaya Repair Rotor Boss Bulan Januari ~ Desember Tahun 2009 28
Dari gambar 2.6 terlihat biaya repair rotor boss selama bulan Januari ~ Desember tahun 2009 dimana persentase terakhir mengalami peningkatan yang tinggi, sehingga diperlukan analisa lebih lanjut untuk melakukan perubahan. Agar dapat meningkatkan efisiensi biaya produksi rotor boss kembali.
Tabel 3.7 Biaya repair bulan Januari - Juli tahun 2010
Biaya repair Januari - Juli 2009 dan 2010
Gambar 3.6 Grafik Biaya Repair Januari - Juli 2009 dan 2010
29
Dari analisa FMEA (Failure Mode And Effect Analysis) dan solusi action FMEA suatu tahap yang dilakukan untuk hasil perbaikan. Dimana akan dijadikan sebagai pembanding dengan nilai sebelum perbaikan rata-rata jumlah defect tiap bulan adalah 0.85% dan setelah perbaikan nilai defect turun 30% menjadi 0,46%, serta penurunan biaya (Efisiensi) biaya repair proses heat treatment dari 8 juta menjadi 3 juta.
30
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1
KESIMPULAN Dalam makalah ini, dapat disimpulkan bahwa metode Failure Modes and
Effect Analysis bermanfaat sekali bagi para engineer dalam menganalisa permasalahan khususnya permasalahan dalam suatu perusahaan yang belum dikenal seluk-beluknya. Maka dari itu kita sebagai engineer wajib mengetahui metode-metode tersebut karena hal tersebut dapat membantu kita dalam menganalisa dan memecahkan permasalahan yang nantinya akan dihadapi di dunia industri. Oleh karena itu, mudah-mudahan makalah ini bisa berguna bagi para pembaca, dan dapat dipelajari dengan jelas untuk selanjutnya memperdalam metode ini.
4.2
SARAN Perlunya ketelitian dalam mengidentifikasi suatu permasalahan. Karena sedikit
saja kekurangan dalam mengidentifikasi permasalahan, tidak menutup kemungkinan ada banyak kerusakan atau trouble yang malah akan memperparah kerusakan. Dan jangan pernah menyepelekan aturan-aturan atau standar-standar yang telah ditentukan dalam sistematika metode tersebut.
31
DAFTAR PUSTAKA digilib.its.ac.id/.../
ITS-Undergraduate-7134-2502109025-bab2.pdf.
Diunduh
24
Maret 2013. Octavia, Lily. 2010. Aplikasi Metode Failure Mode And Effects Analysis (FMEA) Untuk pengendalian kualitas pada proses Heat Treatment PT. Mitsuba Indonesia. Laporan Skripsi. Jakarta: Universitas Mercu Buana.
32