Farmakokinetika Nonlinier
Farmakokinetika linear: Menganggap parameter farmakokinetika obat tidak akan berubah bila dosis yang berbeda atau dosis ganda diberikan > Jika dosis meningkat, konsentrasi plasma dan AUC akan meningkat secara proporsional.
Farmakokinetika yang tergantung dosis (nonlinier): Dalam beberapa kasus, kinetika proses farmakokinetik berubah dari yang cenderung orde 1 menjadi cenderung order 0 dgn peningkatan dosis atau pengobatan jangka panjang Terjadi penyimpangan profil dari farmakokinetika linier pada dosis tunggal yang rendah dari obat yang sama (karena kenaikan dosis beberapa obat atau pengobatan yang kronik) Perubahan parameter farmakokinetik dapat terjadi akibat perubahan enzmatis pada proses absorpsi, distribusi, atau eliminasi obat, yang menyebabkan terbentuknya sistem jenuh (penjenuhan)
(Shargel, 2012)
Perbandingan profil konsentrasi obat dalam plasma berbanding dosis secara linier dan non linier
Penyebab farmakokinetika nonlinier Jenuh Banyak dari proses absorpsi, distribusi, biotransformasi, dan ekskresi obat melibatkan sistem enzim atau sistem yang diperantarai pembawa. Untuk beberapa obat yang diberikan pada kadar terpeutik, salah satu dari proses tersebut dapat menjadi jenuh. Contoh: penjenuhan ikatan protein plasma, penjenuhan sistem yang diperantarai pembawa Perubahan patologis dalam absorpsi, distribusi, dan eliminasi
obat Contoh: aminoglikosida dapat menyebabkan nefrotoksisitas renal, dengan demikian mengubah ekskresi obat lewat ginjal.
(Shargel, 2012)
Karakteristik farmakokinetik nonlinier pada obat dengan reaksi penjenuhan Eliminasi obat tidak mengikuti kinetika orde satu T1/2 menjadi lebih besar dengan penaikan dosis AUC tidak sebandung dengan jumlah obat dalam sistem
sistemik Reaksi penjenuhan dapat diakibatkan oleh interaksi obat (induksi enzim, kompetisi enzim) Komposisi metabolit dapat dipengaruhi oleh perubahan dosis
(Shargel, 2012)
Ketidaklinearan terjadi karena adanya perbedaan kinetika (terjadinya kejenuhan/ saturasi) pada konsentrasi obat yang tinggi terutama pada proses : • Absorpsi • Distribusi • Metabolisme • Eliminasi
(Shargel, 2012)
1. Kejenuhan pada proses absorbsi
Obat yang diabsorpsi melalui sistem penghantaran mengalami
kejenuhan. Contoh: absorpsi amoxicilin akan menurun dengan peningkatan dosis. -Bioavaibilitas amoxicilin dosis tunggal 375 mg peroral jauh lebih tinggi dari dosis 750 mg, bahkan hampir 2 x lipat dari dosis 3000 mg.
(Rowland 1995)
&
Tozer,
2. Pada proses distribusi Terjadinya kejenuhan pada ikatan protein sehingga terjadi perubahan fraksi obat yg tidak terikat dengan protein pada plasma.
Fu: Fraksi obat yg tidak terikat pada plasma K : Afinitas konstan untuk terikat pada protein seperti albumin P : Konsentrasi protein bebas (ygang tidak terikat)
(Rowland 1995)
&
Tozer,
•
•
Konsentrasi obat sangat tinggi sehingga terjadi kejenuhan pada bagian protein menyebabkan [ ] protein bebas menurun dan fu meningkat dengan peningkatan dosis. Hal ini menyebabkan total peningkatan [ ] dalam plasma sedikit kurang proporsional dengan peningkatan dosis. fu tidak mempengaruhi laju [ ] obat yg tidak terikat saat steady state. Artinya [ ] obat akan meningkat proporsional dengan peningkatan dosis tapi total [ ] obat akan meningkat tidak proporsional.
(Rowland 1995)
&
Tozer,
3.
Kejenuhan metabolism
pada
proses
first-pass
Obat-obatan
dengan rasio hepatic extraction yang tinggi, peningkatan dosis akan menyebabkan penjenuhan dalam metabolime oleh enzim, sehingga menurunkan klirens instrinsik. Sehingga konsentrasi obat saat steady state akan meningkat secara tidak proporsional dengan dosis yang diberikan. Contoh : alprenolol
(Rowland 1995)
&
Tozer,
4. Kejenuhan dari klirens sekresi renal Renal Klirens = filtrasi + sekresi – reabsorpi Kejenuhan dapat terjadi pada proses sekresi obat, sehingga saat filtrasi meningkat dan makin lamanya proses sekresi akan menimbulkan efek non linear
(Rowland 1995)
&
Tozer,
Penyebab
Obat Absorpsi
Kejenuhan transpor dalam dinding usus
Riboflavin, gabapetin, L-dopa baclofen, ceftibutein
Metabolisme intestinal
Salisilamid, propanolol
Obat dengan kelarutan kecil dalam saluran cerna, tetapi dosis relatif tinggi
Khlotothiazid, griseofulvin, danazol
Kejenuhan gastrik atau peruraian dalam saluran cerna
Penisilin G, omeprazol, saquinavir Distribusi
Kejenuhan ikatan protein plasma
Fenilbutazon, lidokain, asam salisilat, ceftriazon, diazoxid, fenitoin, warfarin, disopyramid
Ambila seluler
Methisilin
Ikatan jaringan
Imipramin
Transpor cairan serebrospinal
Benzilpenisilin
Kejenuhan transpor ke dalam dan luar jaringan
Methotrexat
Penyebab
Obat
Eliminasi Ginjal Sekresi aktif
Rmezlocilin, asam para amino-hipurat
Reabsorpsi tubular
Riboflavin, asam askorbat, cephapirin
Perubahan pH urine
Asam salisilat, dekstroamfetamin
Metabolisme Kejenuhan metabolisme
Fenitoin, asam salisilat, teofilin asam valproat
Keterbatasan ko-faktor atau enzim
Asetaminofe, alkohol
Induksi enzim
Karbamazepin
Perubahan aliran darah hepatik
Propanolol, verapamil
Penghambatan metabolisme
Diazepam
Eksresi bilier Sekresi bilier
Iodipamida, sulfobromophalein natrium
Siklus enteropatik
Simetidin, isotretinoin
(Shargel, 2012)
Bila dosis yang besar diberikan, diperoleh kurva dengan fase eliminasi awal yang lambat, diikuti oleh eliminasi yang lebih cepat pada konsentrasi dalam darah yang lebih rendah (kurva A). Dengan dosisi obat yang lebih kecil teramati kinetika orde 1, arena tidak terjadi kejenuhan kinetik (kurva B). Jika data farmakokinetik hanya diperkirakan dari kadar darag yang digambarkan oleh kurva B, maka pada kenaikan dosis dua kali akan memberikan profil dalam darah yang disajikan dalam kurva C, suatu perkiraan yang rendah dari konsentrasi obat dan juga lama kerja obat (Shargel, 2012)
Proses eliminasi enzimatis yang dapat jenuh
Kinetika Michaelis-Menten Laju eliminasi=
Cp : konsentrasi obat dalam plasma Vmax : laju eliminasi maksimum KM : tetapan Michaelis yang mencerminkan kapasitas sistem enzim Harga KM dan Vmax tergantung pada sifat obat dan proses enzimatis yang terlibat Persamaan ini menggambarkan suatu proses enzim nonlinier yang mencakup suatu rentang konsentrasi obat yang luas (Shargel, 2012)
Hubungan Vmax, KM dengan enzim Vmax bergantung pada jumlah enzim yang terlibat dalam proses metabolisme. Induksi enzim akan meningkatkan jumlah ketersediaan enzim sehingga akan meningkatkan Vmax. Hal ini tidak mempengaruhi afinitas obat untuk bereaksi dengan enzim sehingga tidak mempengaruhi nilai K M. KM merupakan karakteristik bagaimana enzim berinteraksi dengan obat & tidak tergantung pada konsentrasi enzim. Adanya inhibitor kompetitif terhadap enzim menyebabkan laju metabolisme menjadi lebih lambat sehingga [ ] obat meningkat sesuai dengan[ ] penghambat tanpa mempengaruhi nilai Vmax.
(Rowland 1995)
&
Tozer,
Cp>>KM Terjadi penjenuhan enzim dan harga KM diabaikan Laju eliminasi berlangsung pada suatu kecepatan tak berubah atau tetapan laju sama dengan Vmax
Cp<
-= k’Cp
(Shargel, 2012)
Toksisitas Klinik Karena Farmakokinetika Nonlinier Adanya farmakokinetika nonlinier atau tergantung dosis, apakah karena kejenuhan proses absorpsi, metabolisme lintas pertama, ikata, atau ekskresi renal, dapat mempunyai konsekuensi klinik yang bermakna, Tetapi farmakokinetika nonlinier tidak diperhatikan pada penelitian yang menggunakan obat rentang dosis dekat pada pasien. Pada kasus ini, estimasi obat dapat menghasilkan peningkatan efek samping yang tidak sebanding, tetapi manfaat terapeutik tidak mencukupi. Farmakokinetika nonlinier dapat terjadi di atas, dalam, atau dibawah rentang terapeutik
(Shargel, 2012)
Bioavailabilitas Obat yang Mengikuti Farmakokinetika Nonlinier Bioavailabilitasnya sulit untuk diperkirakan secara teliti. Obat-obat yang mengikuti farmakokinetika linier mengikuti konsep superposisi, dimana tiap dosis obat superimpose pada dosis sebelumnya. Dengan adanya kejenuhan jalur untuk absorpsi, distribusi atau eliminasi obat, bioavailabilitas obat akan berubah pada dosis tunggal atau pada dosis berikutnya (ganda). Contoh: klorothiazid
(Shargel, 2012)
Pada umumnya, jumlah bioavailabilitas diperkirakan dengan menggunakan AUC. Jika absorpsi obat dalam saluran cerna kapasitas terbatas, maka fraksi kecil obat diabsorpsi secara sistemik saat konsentrasi obat dalam saluran cerna tinggi. Suatu obat dengan jalur eliminasi jenuh juga mempunyai AUC yang bergantung konsentrasi, yang dipengaruhi oleh KM dan Vmax enzim yang terlibat dalam eliminasi obat. Pada CP rendah, laju eliminasi adalah orde kesatu, begitu pula pada awal absorpsi dari saluran cerna. Bila lebih banyak obat diabsorpsi, baik dari dosis tunggal atau setelah dosis ganda, konsentrasi obat sistemik meningkat ke tingkat kejenuhan enzim yang terlibat dalam eliminasi obat. Klirens tubuh obat berubah dan AUC meningkat tidak sebanding dengan peningkatan dosis.
(Shargel, 2012)