MAKALAH
FILSAFAT ILMU
" Memahami Pemikiran Filsuf Muslim Pasca Ibnu Rusyd; Sahrawardi Al Maqtul"
Oleh :
Ahmad Syafiq
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II PEMBAHASAN
Al Kindi 2
Sejarah Hidup dan Karyanya 2
Karya Tulisnya 4
Perpaduan Filsafat dan Agama 5
Filsafat Ketuhanan Al Kindi 8
Filsafat Jiwa Al Kindi 9
Al Farabi 12
Biografi AL Farabi 12
Karya-karya Al Farabi 12
Pemikiran Al Farabi 13
Penciptaan Alam (Emanasi) 14
Negara Ideal 15
Perbandingan Filsafat Al Kindi dan Al Farabi 16
Filsafat Al Kindi 16
Filsafat AL Farabi 17
BAB III PENUTUP
Kesimpulan 20
DAFTAR PUSTAKA 21
BAB I
PENDAHULUAN
Filasafat Islam di bagian Timur Dunia Islam (Masyriqi) berbeda dengan filsafat Islam di Maghribi ( bagian Dunia Barat). Di antara filosof Islam di kedua kawasan terdapat sebuah perselisihan pendapat tentang berbagai pokok pengertian. Di Timur ada filosof terkemuka, al-Kindi, al-Farabi dan Ibnu Sina. Di Barat juga ada filosof terkemuka, Ibnu Bajah, Ibnu Thufail dan Ibnu Rusyd.
Wajar saja jika filososf filsafat Islam muncul terlebih dahulu di bagian Timur sebelum di bagian Barat. Sebagai akibat adanya peradaban yang berpusat di Syam dan Persia setelah sebelumnya berpusat di Athena dan Iskandariyah. Setelah Islam datang, orang Arab menguasai daerah Persia, Syam, dan Mesir. Kemudian pusat kekhalifaan pindah dari Hijaz (Madinah) ke Damaskus (Syam), sebuah kota yang yang dari politik menjadi pusat kekuasaan Bani Ummayah. Pada masa itu muncul dua kota besar memaminkan peranan penting dalam sejarah pemikiran Islam, yaitu Bashrah dan Kufah.
Di dalam suasana kehidupan politik dan pemikiran sedang berkembang pesat, muncullah seorang filosof Arab atau filosof Islam: Ya'qub bin Ishaq al- Kindi. Dia seorang filosf peradaban Islam pada abad ke-3 Hijriyah.
Pemikiran yang berkembang dalam filsafat Islam memang didorong oleh pemikiran filsafat Yunani yang masuk ke Islam. Namun, hal itu tidak berarti bahwa filsafat Islam adalah nukilan dari filsafat Yunani. Filsafat Islam adalah hasil interaksi dengan filsafat Yunani dan yang lainnya.
Al-Farabi adalah penerus tradisi intelektual al-Kindi, tapi dengan kompetensi, kreativitas, kebebasan berpikir dan tingkat sofistikasi yang lebih tinggi lagi. Jika al-Kindi dipandang sebagai seorang filosof Muslim dalam arti kata yang sebenarnya, Al-Farabi disepakati sebagai peletak sesungguhnya dasar piramida studi falsafah dalam Islam yang sejak itu terus dibangun dengan tekun. Ia terkenal dengan sebutan Guru Kedua dan otoritas terbesar setelah panutannya Aristoteles. Ia termasyhur karena telah memperkenalkan dokrin "Harmonisasi pendapat Plato dan Aristoteles". Ia mempunyai kapasitas ilmu logika yang memadai. Di kalangan pemikir Latin ia dikenal sebagai Abu Nashr atau Abunaser.
BAB II
PEMBAHASAN
Al-Kindi
Sejarah hidup dan karyanya
Al-Kindi adalah seorang filsuf besar pertama Arab dan Islam.Nama lengkap al-Kindi adalah Abu Yusuf Ya`qub ibn Ishaq ibn Shabbah ibn Imran ibn Isma`il ibn Muhammad ibn al-Asy'ath ibn Qais al-Kindi. Nama al-Kindi berasal dari nama salah satu suku Arab yang besar sebelum Islam, yaitu suku kindah.
Al-Kindi dilahirkan di Kufah sekitar tahun 185 H/801 M. Ia berasal dari sebuah keluarga pejabat, kaya dan terhormat. Ayahnya bernama Ibnu Al-Sabah. Sang ayah pernah menduduki jabatan Gubernur Kufah pada era kepemimpinan Al-Mahdi (775-785) dan Harun Ar-Rasyid (786-809). Ayahnya meninggal ketika ia masih kanak-kanak namun ia masih tetap memperoleh kesempatan untuk menuntut ilmu dengan baik. Kakeknya Asy'ats bin Qais dikenal sebagai salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW. Bila ditelusuri nasabnya, Al-Kindi merupakan keturunan Ya'rib bin Qathan yang berasal dari daerah Arab bagian selatan dan dikenal sebagai raja di wilayah Kindah. Al-Kindi hidup di era kejayaan Islam Baghdad di bawah kekuasaan Dinasti Abbasiyah. Tak kurang dari lima periode khalifah dilaluinya yakni, Al-Amin (809-813), Al-Ma'mun (813-833), Al-Mu'tasim, Al-Wasiq (842-847) dan Mutawakil (847-861).
Pendidikan al-Kindi pada waktu kecil tidak banyak diketahui. Ada rieayat yang menerangkan bahwa al-Kindi pernah belajar di Basrah sebuah pusat studi bahasa dan teologi Islam. Kemudian ia menetap di Baghdad, ibu kota kerajaan Bani Abbas, yang juga sebagai jantung kehidupan intelektual pada masa itu. Dia dikenal berotak encer, tiga bahasa penting dikuasainya, yakni Yunani, Suryani, dan Arab. Sebuah kelebihan yang jarang dimiliki orang pada era itu. Ia sangat tekun mempelajari berbagai disiplin ilmu. Oleh karena itu, ia dapat menguasai ilmu filsafat, logika, ilmu hitung, musik, astronomi, geometri, medis, astrologi, dialektika, psikologi, politik dan meteorology. Penguasaanya terhadap filsafat dan ilmu lainnya telah menempatkan ia menjadi orang Islam pertama yang berkebangsaan Arab dalam jajaran para filosof terkemuka. Karena itu pulala ia dinilai pantas menyandang gelar Failsuf al-'Arab (Filosof berkebangsaan Arab).
Kepandaian dan kemampuannya dalam menguasai berbagai ilmu, menyebabkan dirinya diangkat menjadi guru dan tabib kerajaan. Khalifah juga mempercayainya untuk berkiprah di Baitul Hikmah (House of Wisdom) yang kala itu gencar menerjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan dari berbagai bahasa, seperti Yunani. Ketika Khalifah Al-Ma'mun tutup usia dan digantikan puteranya, Al-Mu'tasim, posisi Al-Kindi semakin diperhitungkan dan mendapatkan peran yang besar. Dia secara khusus diangkat menjadi guru bagi puteranya.
Al-Kindi mampu menghidupkan paham Muktazilah. Berkat peran Al-Kindi pula, paham yang mengutamakan rasionalitas itu ditetapkan sebagai paham resmi kerajaan. Menurut Al-Nadhim, selama berkutat dan bergelut dengan ilmu pengetahuan di Baitulhikmah, Al-Kindi telah melahirkan 260 karya. Di antara sederet buah pikirannya dituangkan dalam risalah-risalah pendek yang tak lagi ditemukan. Karya-karya yang dihasilkannya menunjukan bahwa Al-Kindi adalah seorang yang berilmu pengetahuan yang luas dan dalam.
Ratusan karyanya itu dipilah ke berbagai bidang, seperti filsafat, logika, ilmu hitung, musik, astronomi, geometri, medis, astrologi, dialektika, psikologi, politik dan meteorologi. Bukunya yang paling banyak adalah geometri sebanyak 32 judul. Filsafat dan kedokteran masing-masing mencapai 22 judul. Logika sebanyak sembilan judul dan fisika 12 judul.
Buah pikir yang dihasilkannya begitu berpengaruh terhadap perkembangan peradaban Barat pada abad pertengahan. Karya-karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan bahasa Eropa. Buku-buku itu tetap digunakan selama beberapa abad setelah ia meninggal dunia.
Al-Kindi dikenal sebagai filosof Muslim pertama, karena dialah orang Islam pertama yang mendalami ilmu-ilmu filsafat. Hingga abad ke-7 M, filsafat masih didominasi orang Kristen Suriah. Al-Kindi tak sekedar menerjemahkan karya-karya filsafat Yunani, namun dia juga menyimpulkan karya-karya filsafat Helenisme. Salah satu kontribusinya yang besar adalah menyelaraskan filsafat dan agama.
Pada masa pemerintahan Al-Muatawakkil, khalifah yang mengakhiri masa kejayaan aliran Muktazilah, al-Kindi mengalami nasib yang tidak menguntungkan, ia dipecat dari berbagai jabatan yang dipercayakan kepadanya. Jabatannya sebagai guru besar di istana diambil alih oleh putra-putra Musa yang juga tergolong ilmuwan, walaupun tidak sepopuler al-Kindi. Suatu ketika putra-putra Musa merampas perpustakaan al-Kindiyah, milik pribadi al-Kindi, tetapi pada akhirnya pustaka tersebut dikembalikan kepada al-Kindi.
Tentang kapan al-Kindi meninggal tidak ada suatu keterangan pun yang pasti. Dalam buku Min Al-Kindi ila Ibn Rusyd karangan Musa Al-Musawi seperti yang dikutip oleh Sirajudin Zar mengatakan bahwa Musthafa Abd Al-Raziq cenderung mengatakan tahun wafatnya adalah 252 H, sedangkan Massignon menunjuk tahun 260 H, suatu pendapat yang juga diyakini oleh Hendry Corbin dan Nellino. Sementara itu, Yaqub Al-Himawi mengatakan bahwa Al-Kindi wafat sesudah berusia 80 tahun atau lebih.
Karya Tulisnya
Al-Kindi selain seorang yang aktif terlibat dalam kegiatan penterjemahan buku-buku Yunani dan sekaligus ia melakukan koraksi serta perbaikan atas terjemahan orang lain, juga termasuk seorang yang kreatif dan produktif dalam kegiatan tulis menulis. Tulisannya cukup banyak dalam berbagai disiplin ilmu. Akan tetapi, kebanyakan karya tulisnya telah hilang sehingga sulit menjelaskan berapa jumlah karya tulisnya. Namun sebagian dari risalah Al-Kindi yang hilang tersebut ditemukan kembali. Dalam Ensiklopedi Islam disebutkan bahwa karya-karya al-Kindi berjumlah 270 buah, kebanyakan di antaranya risalah-risalah pendek dan banyak di antaranya yang sudah tidak ditemukan lagi. Risalah-risalah itu, baik oleh ibnu Nadim maupun Qifthi, dikelompokkan kedalam 17 kelompok, yaitu 1. Filsafat, 2. Logika, 3. Ilmu hitung, 4. Globular, 5. Music, 6. Astronomi, 7. Geometri, 8. Sperikal, 9. Medis, 10. Astrologi, 11. Dialektika, 12. Psikologi, 13. Politik, 14. Meteorology, 15. Dimensi, 16. Benda-benda pertama, 17. Spesies tertentu logam dan kimia. Untuk lebih jelasnya di bawah ini dikemukakan beberapa karya tulis al-Kindi.
1. Fi al-falsafat al-'Ula
2. Kitab al-Hassi 'ala Ta'allum al-Falsafat
3. Risalat ila al-Ma'mun fi al-'illat wa Ma'lul
4. Risalah fi Ta'lil al-A'dad
5. Kitab al-falsafat al-Dakhilat wa al-Masail al-Manthiqiyyah wa al-Mu'tashash wa ma fauqa al-Thabi'iyyat.
6. Kammiyat Kutub Aristoteles
7. Fi al-Nafs
Melalui karya-karyanya, al-Kindi dapat diketahui sebagai seorang yang berilmu pengetahuan yang luas dan dalam. Bahkan, beberapa karya tulisnya telah diterjemahkan oleh Gerard Cremona ke dalam bahasa Latin, yang sangat mempengaruhi pemikiran Eropa pada abad pertengahan.
Perpaduan Filsafat dan Agama
Al-Kindi adalah sebagai perintis filasafat murni dalam dunia Islam. Al-Kindi memandang filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang mulia, yaitu ilmu pengetahuan mengenai sebab dan realitas Ilahi yang pertama dan merupakan sebab dari semua realitas lainnya. Ia melukiskan filsafat sebagai ilmu dan kearifan dari segala kearifan. Filsafat bertujuan untuk memperkuat kedudukan agama dan merupakan bagian dari kebudayaan Islam.
Dalam risalahnya yang ditujukan kepada al-Mu'tasim ia menyatakan bahwa filsafat adalah ilmu yang termulia serta terbaik dan yang tidak bisa ditinggalkan oleh setiap orang yang berfikir. Kata-katanya ini ditujukan kepada mereka yang menentang filsafat dan mengingkarinya, karena dianggapnya sebagai ilmu-kafir dan menyiapkan jalan menuju kekafiran. Sikap mereka inilah yang selalu menjadi rintangan bagi filosof-filosof Islam, terutama pada masa Ibn Rusyd.
Kemudian menurut al-Kindi, filsafat adalah pengetahuan kepada yang benar (knowledge of truth). Al-Qur'an yang membawa argumen-argumen yang lebih meyakinkan dan benar tidak mungkin bertentangan dengan kebenaran yang dihasilkan filsafat. Agama di samping menerangkan wahyu juga mempergunakan akal, dan filsafat mempergunakan akal. Wahyu tidak bertentangan dengan filsafat, hanya argumentasi yang dikemukakan wahyu lebih meyakinkan daripada argumen filsafat. Keduanya bertujuan untuk menerangkan apa yang benar dan yang baik.
Bertemunya agama dan filsafat dalam kebenaran dan kebaikan sekaligus menjadi tujuan dari keduanya. Dengan demikian, menurut al-Kindi, orang yang menolak filsafat berarti mengingkari kebenaran. Ia mengibaratkan orang yang mengingkari kebenaran tersebut tidak jauh berbeda dengan orang yang memperdagangkan agama, dan orang itu pada hakekatnya tidak lagi beragama karena ia telah menjual agamanya.
Menurut al-Kindi, kita tidak pada tempatnya malu mengakui kebenaran dari mana saja sumbernya. Bagi mereka yang mengakui kebenaran tidak ada suatu yang lebih tinggi nilainya selain kebenaran itu sendiri dan tidak pernah meremahkan dan merendahkan orang yang menerima-nya.
Ilmu filsafat meliputi ketuhanan, keesaanNya, dan keutamaan serta ilmu-ilmu lain yang mengajarkan bagaimana jalan memperoleh apa-apa yang bermamfaat dan menjauhkan dari apa-apa yang mudharat. Hal ini juga dibawa oleh para rasul Allah, dan juga mereka menetapkan keesaan Allah dan memastikan keutamaan yang diridhai-Nya.
Seperti yang telah dipaparkan di atas bahwa tujuan filsafat sejalan dengan ajaran yang dibawa oleh rasul. Oleh karena itu, sekalipun ia datang dari Yunani, maka kita menurut al-Kindi, wajib mempelajarinya, bahkan lebih jauh dari itu, kita wajib mencarinya.
Dalam usaha memadukan antara filsafat dan agama ini, al-Kindi juga membawakan ayat-ayat al-Qur'an. Menurutnya menerima dan mempelajari filsafat sejalan dengan ajaran al-Qur'an yang memerintahkan pemeluknya untuk meneliti dan membahas segala fenomena di alam semesta ini. Di antara ayat-ayatnya adalah sebagai berikut:
1. Surat Al-Nasyr [59]: 2
".......Maka ambillah (Kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai wawasan."
2. Surat Al-A'raf [7]: 185
"Dan Apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah..."
3. Surat Al-Ghasyiyah [88]: 17-20
"Maka Apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana Dia diciptakan dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?"
4. Surat Al-Baqarah [2]: 164
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan."
Dengan demikian al-Kindi telah membuka pintu bagi penafsiran filosofis terhadap al-Qur'an, sehingga menghasilkan antara wahyu dan akal dan antara filsafat dan agama. Lebih lanjut ia mengemukakan bahwa pemaduan antara filsafat dan agama didasarkan pada tiga alasan berikut:
1. Ilmu agama bagian dari filsafat
2. Wahyu yang diturunkan kepada nabi dan kebenaran filsafat saling bersesuaian
3. Menuntut ilmu secara logika diperintahkan oleh agama.
Al-Kindi juga menghadapkan argumennya kepada orang-orang agama yang tidak senang dengan filsafar dan filosof, jika ada orang yang mengatakan bahwa filsafat tidak perlu, mereka harus memberikan argument dan menjelaskannya. Usaha pemberian argument tersebut merupakan bagian dari pencarian pengetahuan tentang hakikat, untuk sampai pada yang dimaksud, secara logika mereka harus memiliki pengetahuan filsafat. Kesimpulannya bahwa filsafat harus dimiliki dan dipelajari.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan hahwa al-Kindi merupakan pionir dalam melakukan usaha pemaduan antara filsafat dengan agama atau antara akal dan wahyu. Dalam hal ini dapat dikatan bahwa al-Kindi telah memainkan peranan yang besar dan penting di pentas filsafat Islam, sehinga ia melapangkan jalan bagi para filosof Islam yang datang kemudian.
Filsafat Ketuhanan al-Kindi
Menurut al-Kindi Allah adalah wujud yang sebenarnya, bukan berasal dari tiada kemudian ada, Ia mustahil tidak ada dan akan ada selamanya. Allah adalah wujud yang sempurna dan tidak didahului oleh wujud lain. Wujudnya tidak berakhir sedang wujud yang lain disebabkan wujud-Nya. Ia adalah maha esa yang tidak ada dibagi-bagi dan tidak ada zat lain yang menyamai-Nya dalam segala aspek, Ia tidak melahirkan dan tidak dilahirkan.
Filsafatnya tentang keesaan Tuhan selain didasarkan pada wahyu juga pada proposisi filosofis. Menurut al-Kindi, Tuhan itu tidak mempunyai hakikat, baik hakikat secara juziyyah atau aniyah (sebagian) maupun hakikat secara kulliyah atau mahiyah (keseluruhan). Tuhan bukan benda yang mempunyai sifat fisik dan tidak pula termasuk dalam benda-benda di alam ini. Tuhan tidak tersusun dari materi (al-hayūla) dan bentuk (al-shūrat) tidak merupakan genus atau spesies. Tuhan adalah Pencipta (Khaliq). Tuhan adalah Yang Maha Pertama (al-Haqq al-Awwal) dan Yang Maha Tunggal (al-Haqq al-Wahid).
AL-Kindi juga menolak pendapat yang menganggap sifat-sifat Tuhan itu berdiri sendiri. Tuhan haruslah merupakan keesaan mutlak. Bukan keesaan metaforis yang hanya berlaku pada obyek-obyek yang dapat ditangkap indera. Menurut Al-Kindi, Tuhan tidak memiliki sifat-sifat dan atribut-atribut lain yang terpisah dengan-Nya, tetapi sifat-sifat dan atribut-atribut tersebut haruslah tak terpisahkan dari Zat-Nya.
Al-Kindi juga menyatakan bahwa Allah itu hanya bisa dilukiskan dengan kata-kata negative; Allah tidak sama dengan ciptaan-Nya, Allah tidak berbentuk, Allah tidak berbilang, Allah tidak berbagi. Ia adalah Maha Esa (wahdat) dan yang selainnya berbilang. Jadi Al-Kindi dalam mengesakan Allah amat menekankan ketidak samaan-Nya dengan ciptaan-Nya.
Al-Kindi dalam membuktikan adanya Tuhan, ia memajukan tiga argument yaitu:
1. Baharunya alam. Dalam hal ini al-Kindi mengemukkan pertanyaan secara filosofis; apakah mungkin sesuatu menjadi penyebab bagi wujud dirinya? Dengan tegas al-Kindi menjawab; tidak mungkin, karena alam ini mempunyai permulaan waktu, setiap yang mempunyai permulaan akan ada sesudahnya, justru itu setiap benda atau alam pasti ada yang mewujudkannya, mustahil benda itu sendiri yang menjadi penyebabnya. Maka yang mewujudkannya itulah Tuhan.
2. Keaneka ragaman dalam wujud. Menurut al-Kindi dalam alam empiris ini tidak mungkin ada keanekaragaman tanpa ada keseragaman atau sebaliknya. Terjadinya keanekaragaman dan keragaman ini bukan sekedar kebetulan, tetapi ada yang menyebabkan dan yang merancangnya. Sebagai penyebabnya mustahil alam itu sendiri.kalau penyebabnya alam itu sendiri, maka akan terjadi rangkaian yang tidak akan habis-habisnya. Sementara sesuatu yang tidak berakhir tidak mungkin terjadi. Karena harus ada 'illat atau syarat yang berada di luar alam itu sendiri. Itulah Tuhan Allah SWT.
3. Kerapian alam. menurut al-Kindi bahwa alam empiris ini tidak mungkin terkendali dan teratur tanpa ada yang mengatur. Pengendali dan pengatur tentu berada di luar alam. Zat itu tidak terlihat pada ala mini. Itulah adanya Tuhan.
Filsafat Jiwa (Al-Nafs) al-Kindi
Didalam al-Qur'an dan hadits Nabi SAW, tidak menjelaskan secara tegas tentang roh atau jiwa. Bahkan Al-Qur'an sebagai sumber pokok ajaran Islam menginformasikan bahwa manusia tidak akan mengetahui hakikat roh karena itu adalah urusan Allah bukan urusan manusia. Oleh karena itu kaum filosof Muslim membahas jiwa mendasarkannya pada filsafat jiwa yang dikemukakan oleh filosof Yunani, kemudian mereka selaraskan dengan ajaran Islam.
Jiwa atau roh adalah salah satu pokok pembahasan al-Kindi, bahkan al-Kindi adalah filsuf Muslim pertama yang membahas hakikat roh secara terperinci. Al-Kindi berpendapat bahwa roh mempunyai esensi dan eksistensi yang terpisah dengan tubuh dan tidak tergantung satu sama lainnya. Jiwa bersifat rohani dan Ilahy. Sementara itu jisim mempunyai hawa nafsu dan marah. Al-Kindi juga mengatakan bahwa jiwa adalah jauhar basith ( tunggal, tidak tersusun, tidak panjang, dalam dan lebar). Jiwa mempunyai arti penting, sempurna, dan mulia. Substansi (jauhar)-nya berasal sari sustansi Allah. Hubungannya dengan Allah sama dengan hubungan cahaya dengan matahari.
Argument tentang beda jiwa dengan badan, menurut al-Kindi adalah jiwa menentang keinginan hawa nafsu. Apabila nafsu marah mendorong menusia untuk melakukan kejahatan, maka jiwa yang menentangnya. Hal ini dapat dijadikan indikasi bahwa jiwa sebagai yang melarang tentu tidak sama dengan hawa nafsu sebagai yang dilarang.
Dalam hal ini pendapat al-Kindi lebih dekat dengan pendapat Plato yang mengatakan bahwa kesatuan antara jiwa dan badan adalah kesatuan accident, binasanya badan tidak membawa binasa pada jiwa, namun ia tidak menerima pendapat Plato yang mengatakan bahwa jiwa berasal dari alam idea.
Al-Kindi membagi jiwa atau roh ke dalam tiga daya, yaitu daya bernafsu (al-quwwah asy-syahwaniyah) yang terdapat di perut, daya pemarah (al-quwwah al-gadabiyah) yang terdapat di dada, dan daya berfikir (al-quwwah al-natiqah) yang berpusat di kepala. Daya yang terpenting adalah daya berfikir, karena daya itulah yang mengangkat eksistensi manusia kederajat yang lebih tinggi.
Al-Kindi membandingkan daya bernafsu pada manusia dengan babi, daya marah dengan anjing, dan daya pikir dengan malaikat. Jadi, orang yang dikuasai oleh daya bernafsu, tujuan hidupnya seperti yang dimiliki oleh babi, siapa yang dikuasai oleh nafsu marah, ia bersifat seperti anjing, dan siapa yang dikuasai oleh daya pikir, ia akan mengetahui hakikat-hakikat dan menjadi manusia utama yang hampir menyerupai sifat Allah, seperti bijaksana, adil, pemurah, baik, mengutamakan kebenaran dan keindahan.
Selanjutnya Al-Kindi membagi akal pada empat macam; satu berada di luar jiwa manusia dan yang tiga lagi berada di dalamnya.
1. Akal yang selamanya dalam aktualitas (al-'aql al-lazi bi al-fi'il Abadan). Akal pertama ini berada di luar jiwa manusia, bersifat Ilahi, dan selamanya dalam aktualitas.
2. Akal bersifat potensial (al-aql bi al-quwwah), yakni akal murni yang ada dalam dalam diri manusia yang masih berupa potensi dan belum menerima bentuk-bentuk indrawi dan yang akali.
3. Akal yang bersifat perolehan (acquired intellect). Ini adalah akal yang telah keluar dari potensialitas ke dalam aktualitas, dan mulai memperlihatkan pemikiran abstraksinya.
4. Akal yang berada dalam keadaan actual nyata, ketika ia nyata, maka ia disebut akal "yang kedua". Akal dalam bentuk ini merupakan akal yang telah mencapai tingkat kedua dari aktualitas. Ia dapat diibaratkan dengan proses penulisan kalau seseorang sunguh-sungguh melakukan penulisan.
Menurut al-Kindi, tidak semua roh yang lanjut pergi ke alam kebenaran, hanya roh yang telah suci saja yang bisa mencapainya. Al-Kindi tanpaknya tidak percaya dengan kekekalan hukuman terhadap jiwa, tetapi meyakini bahwa pada akhirnya jiwa akan memperoleh keselamatan dan naik ke alam akal yang berada di lingkungan cahaya Tuhan. Roh yang telah memasuk wilayah tersebut telah dapat melihat Tuhan. Karena itu senantiasa roh mendambakan penyatuan kembali dengan sumbernya. Roh yang bersihlah dapat menyatu dengan sumbernya. Menurutnya roh yang kotor harus dibersihkan dulu ke bulan, kemudian lanjut ke Mercurius dan seterusnya hingga sampai ke alam akal yang berada dilingkuangan cahaya Tuhan dan melihat Tuhan.
Al-Farabi ( 258-339 H/870-950 M )
Biografinya :
Nama lengkapnya ialah Abu Nasr Muhammad bin Muhammad bin Tharkhan, lahir di wasij, distrik Farab, Turkestan dari seorang Ayah Persia dan Ibu Turki. Karena itu, berbeda dengan Al-Kindi, Al-Farabi bukan keturunan Arab, melainkan keturunan Persia-Turki. Beliau di kenal juga dengan nama Abu Nasher, atau Avempes dalam literatur Barat.
Seagi Anak pejabat Al-Farabi memperoleh pendidikan berbagai disiplin ilmu, yaitu bahasa, sastra, logika, filsafat kepada Guru-guru terkenal, Seperti Abu Bakar Al-Saraj, bisyh Mattius bin Yunus, Yuhana Ibn Hailam dll. Awal karirnya bermula ia berkenalan dengan sultan dinasti Hamadan di Aleppo, yaitu Syaifud Daulah al-Hamdani. Perkenalan ini membawanya sebagai ulama Istana, Di sinilah ia mengembangkan aktivitas filsafanya. Namun karena pertentangan politik ia keluar dari istana samapi ai wafat dalam usia 80 Tahun.
Karya-karyanya:
Beliau adalah Filsuf besar muslim yang banyak menyusun karya Filsafat, bahkan memadukan beberapa kejanggalan-kejanggalan, terutama antara Plato dan Aristoteles. Pemikiran ini di tulis dalam buku Al-Jam'u Bayna R'yay al- ahakimayn; Aflaton wa Aristo. Ulasannya yang mendalam terhadap karya Aristoteles menyebabkan ia di gelar sebagai Aristoteles ke dua (Aristo Al-tsaniy).
Selain karya di atas, karya penting lainnya ialah :
a. Ara'u Ahl Madinah al-fadhilah, kajian tentang politik.
b. Maqalat fi Ma'ani al-Aql, berisi ulasan tentang Akal
c. Al-Ibanah'An Ghadhi Aristo fi Kitabi Ma Ba'da al-Thabi'ah. Berisikan tentang ulasan mengenai Metafisika Aristoteles.
d. Al-Masa'il al- Falsafiyah wa Ajiwibah'Anha, berisikan tentang kajian Filsafat.
e. Dan Lain-lain.
Pemikirannya :
Seperti di jelaskan di atas, pemikiran Al-Farabi mencangkup beberapa aspek, namun di batasai pada tiga masalah utama, sebagai berikut :
1. Kesatuan Filsafat
Menurut Al-Farabi, pemikiran para filsuf Yunani (khususnya Plato dan Aristoteles) pada hakikatnya merupakan suatu ksatuan yang sistematik, sehingga tidak terdapat pertentangan di antara kedua tokoh tersebut. Pemikiran ini di tuangkan kedalam karyanya, Al-jam'u Bayna Ra'yay al-Hakimyn : Afalton wa Aristo.
2. Ketuhanan
Membicaarakan ketuhanan Al-Farabi mengtakan : "Allah adalah wujud yang tidak mempunyai hole (benda) dan tidak mempunyai form (bentuk) yang sifatnya asli dan tanpa permulaan, serta selalu ada tiada akhir. Untuk membuktikan kesempurnaan wujud tuhan, Al-Farabi membagi wujud dalam dua tingkatan yaitu :
Wujud yang ada atau mungkin ada karena/ di sebabkan yang lainnya,(al-wujud bighairi)
Wujud yang mengada dengan sendirinya,( al-wujud binafsihi).
Penciptaan Alam (Emanasi)
Permasalahan yang muncul di dalam kajian penciptaan Alam ialah, Apakah alam muncul langsung dari tuhan atau tidak, kemudian Apakah Alam di ciptakan dari tiada atau dari suatu yang ada. Al-Farabi menyatakan bahwa Alam berasal dari Tuhan, namun melalui beberapa tahapan, karena alam berasal dari tuhan, maka Alam di ciptakan bukan dari tiada melainkan dari suatu potensi (esensi) yang sudah ada, langsung dari tuhan.
Rumusan itu tertuang dalam teori Emanasi atau teori Urutan-urutan wujud.
Tuhan (akal murni), memikirkan dirinya = Akal Pertama
Akal ke 1, memikirkan Tuhan = Akal ke 2 (Wujud ke-1)
memikikan dirinya =Langit Pertama
Akal ke 2 memikirkan Akal ke 2 = Akal ke 3 (Wujud ke 2)
Memikirkan dirinya = Bintang-bntang
Akal ke 3 memikirkan Akal ke 2 = Akal ke 4 (Wujud ke 3)
Memikirkan dirinya = Saturnus
Akal ke 4 memikirkan Akal ke 3 = Akal ke 5 ( Wujud ke 4)
Memikirkan dirinya = Jupiter
Akal ke 5 memikirkan Akal ke 4 = Akal ke 6 ( Wujud ke 5)
Memikirkan dirinya = Mars
Akal ke 6 memikirkan Akal ke 5 = Akal ke 7 (Wujud ke 6)
Memikirkan dirinya = Matahari
Akal ke 7 memikirkan Akal ke 6 = Akal ke 8 (Wujud ke 7)
Memikirkan dirinya = Venus
Akal ke 8 memikirkan Akal ke 7 = Akal ke 9 (Wujud ke 8)
Memikirkan dirinya =Merkurius
Akal ke 9 memikirkan Akal ke 8 = Akal ke 10 (Wujud ke 9)
Memikirkan dirinya = Bulan
Akal ke 10 memikirkan Akal ke 9 = tidak memikirkan akal lain
Memikirkan dirinya = Bumi, Api, air, udara dan tanah.
Dari teori di atas terdapat sembilan akal dan sepuluh wujud yang membatasi tuhan dengan alam semesta, melalui teori ini ada dua hal yang ingin di tampilkan Al-Farabi.
a. Al-Farabi menyatakan bahwa di antara tuhan dengan manusia terdapat jarak yang sangat jauh. dengan adanya jarak ini keesaan tuhan tetap utuh. Al-Farabi tetap berpegang pada asa bahwa dari yang satu pasti satu yang muncul.
b. Melalui teori ini pula, Al-Farabi berupaya sejalan dengan ajaran islam tentang adanya permulaan ciptaan.
Negara Ideal (al-Madinah al-Fadhilah)
Sebagai pemikir Universal, kajian mengenai negara tidak luput dari pemikiran Al-Farabi, menurutnya, negara sama saja dengan tubuh manusia yang mempunyai kepala, badan, tangan, kaki, jantung, dan lain-lain. Dari semua unsur yang paling penting ialah kepala yang di ibaratkan Al-Farabi sebagai kepala negara yang ideal ialah yang di perinatah oleh kepala negara yang memiliki aneka kualifikasi yaitu cerdas, memiliki ingatan yang baik, pikiran yang tajam, mencintai pengetahuan, mencintai kejujuran, murah hati, sederhana, mencintai keadilan, pemberani, sehat jasmani, dan pandai berbicara.
Semua karakter ini ada pada Nabi, namun karena nabi sudah tida, posisinya di gantikan oleh filsuf. Oleh karena itu, jabatan kepala negara ideal harus di pegang oleh Filsuf. Menurut Al-Farabi, selain negara ideal di atas terdapat empat bentuk negara lainnya, yaitu :
a. Negara Jahil ( المد ينة اهلة ).
b. Negara Fasik ( المد ينة الفا سقة ).
c. Negara Sesat ( المد ينة الضا لة ).
d. Negara yang Berubah ( المد ينة المتبد لة ).
Perbandingan Filsafat Al Kindi dan Al Farabi
Filsafat Al Kindi
Al Kindi berusaha memadukan anatara filsafat dan agama. Filsafat berdasarkan akal pikiran adalah pengetahuan yang benar (knowledge of truth), al Quran yang membawa argument-argumen yang lebih meyakinkan dan benar tidak mungkin bertentangan dengan kebenaran yang dihasilkan filsafat. Karena itu mempelajari filsafat dan berfilsafat tidak dilarang, bahkan berteologi adalah bagian dari filsafat, sedangkan Islam mewajibkan mempelajari Teologi
Bertemunya filsafat dan agama dalam kebenaran deamn kebaikan sekaligus menjadi tujuan dari keduanya. Agama disamping wahyu mempergunakan akal dan filsafat juga mempergunakan akal. Yang benar pertama (the first Truth) bagi Al kindi ialah Tuhan. Keselarasan antara filsafat dan agama didasarkan pada tiga hal yaitu :
Ilmu agama merupakan bagaian dari filsafat
Wahyu yang diturunkan kepada Nabi dan filsafat, saling berkesuaian
Menuntut ilmu, secara logika diperintahkan dalam agama
Filsafat Metafisika
Tuhan dalam filsafat al kindi tidak mempunyai hakiakat dalam arti aniah atau mahaniah. Tidak aniah karena kerena Tuhan tidak termasuk dealam benda-benda yang ada dalam alam, bahkan Ia adalah pencipta alam. Ia tidak tersususn dari materi dan bentuk, juga tidak mempunya hakiakat dalam bentuk mahaniah, karena Tuhan bukan merupakan gensus dan species. Tuhan hanya satu, tidak ada yang serupa dengan-Nya. Tuhan adalah unik, Ia semata-mata satu. Hanya Ia lah yang satu dari pada-Nya mengandung arti banyak
Filsafat Jiwa
Menurut Al Kindi, roh itu tidak tersususn, mempunyai arti penting, sempurna dan mulia. Substansi roh berasal dari substansi Tuhan. Hubungan roh dengan Tuhan sama dengan hubungan cahaya dengan matahari. Selain itu jiwa bersifat spiritual, Ilahiah, terpisah sdan berbeda dari tubuh. Roh adalah lain dari badan dan mempunyai wujud sendiri. Keadaan badan (jasmanni) mempunyai hawa nafsu dan sifat pemarah (passion). Roh menentang keinginan hawa nafsu dan passion.
Filsafat Al-Farabi
Al Farabi berusaha memadukan beberapa aliran filsafat fal safah al taufiqhiyah atau wahdah ala falsafah yang bebrkembang sebelumnya, terutama pemikiran Plato, Aristoteles, dan Plotinus, juga antara agama dan filsafat.
Talfiq
Dalam ilmu logika dan fisika Ia dipengaruhi oleh Aristoteles, dalam masal;ah akhlak dan politik ia dipengaruhi oleh Plato, sedangkan dalam persoalan metafisika ia di pengaruhi oleh Plotinus. Al farabi berpandapat bahwa pada hakikatnya filsafat itu adalah satu kesatuan, oleh karena itu para filosof besar harus menyatujui bahwa satu-satunya tujuan adalah mencari kebenaran.
Metafisika
Wajib al wujud a dalah tidak boleh tidak ada, ada dengan sendirinya, esensi dan wujudnya adalah sama dan satu. Ia adalah wujud yang sempurna selamanya dan tidak didahului oleh tiada.jika wujud ini tidak ada, maka timbul kemustahilan, karena wujud lain untuk adanya tergantung kepadanya. Inilah yang disebut dengan Tuhan. Sedangkan mumkin al wujud adalah sesuatu yang sama antara berwujud dan tidaknya. Mumkin al wujud tidak akan berubah menjadi actual tanpa adanya wuijud yang menguatkan, dan dan yang menguatkan itu bukan dirinya tetapi wajib al wujud.
Jiwa
Pendapat al Farabi tentang jiwa dip[engaruhi oleh filsafat Plato, Aristoteles, dan Plotinus. Jiwa bersifat rohani, bukan materi, terwujud setelah adanya badan dan jiwa, tidak berpindah-pindah dari sutau badan ke badan yang lainnya. Jiwa manusia disebut al nafs al nathiqoh, yang bersal dari alam ilahi, sedangkan jasad berasal dari alam khalaq, berbentuk, berupa, berkadar, dan bergerak. Jiwa dicuiptakan tatkala jasad siap menerimanya.
Politik
Pemikiran al Farabi tentang politik yang amat penting ialah tentang politik yang dia tuangkan kedalam dua karyanya, al siyasah al madaniyyah (pemerintahan politik) dan ara ala madinah al fadhilah (pendapaf-pendapat tentang Negara utama). Menurut al Farabi yang terpenting dalam Negara adalah pimpanan atau penguasanya, bersama sama bawahannya sebagaimana halnya jantung dan organ tubuh yahng lebih rendah secara berturut-turut.
Moral
Al Farabi menekankan empat jenis sifat utama yang harus menjadi perhatian untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat bagi bangsa-bangsa dan setiap warga Negara. Yakni :
keutamaan teoritis yaitu prinsip-prinsip pengetahuna yang diperoleh sejak awal tanpa diketahui cara dan asalnya, juga yang diperoleh dengan cara kontemplasi, penelitian,dan melalui belajar dan mengajar.
keutamaan pemikiran yaitu yang memungkinkan orang mengetahui hal-hal yang bermanfaat dalam tujuan.
keutamaan akhlak , bertujuan mencari kebaikan
kautamaan amaliyah, diperoleh dengan dua cara, yaitu pernyataan-pernyataan yang memuaskan dan merangsang.
Teori Kenabian
Teori kenabian yang di ajukan al Farabi di motifisir pemikiran filosof pada masanya yang mengingkari kesistensi kenabian oleh Ahmad ibn Ishaq al Ruwandi yang berkebangsaan yahudidab Abu baker Muhammad ibn Zakariya al Razi. Menurut mereka para sufi berkemampuan untuk mengadakan komunikasi dengan aql Faal.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam Makalah ini Penulis dapat menyimpulkan bahwa Filsafat Al Kindi dan Alfarabi mempunyai perbedaan diantaranya yaitu : memadukan anatara filsafat dan agama. Filsafat berdasarkan akal pikiran adalah pengetahuan yang benar (knowledge of truth), al Quran yang membawa argument-argumen yang lebih meyakinkan dan benar tidak mungkin bertentangan dengan kebenaran yang dihasilkan filsafat. Karena itu mempelajari filsafat dan berfilsafat tidak dilarang, bahkan berteologi adalah bagian dari filsafat, sedangkan Islam mewajibkan mempelajari Teologi menurut pemikiran Al Kindi.
Sedangkan menurut pemikiran Al Farabi adalah Al Farabi berusaha memadukan beberapa aliran filsafat fal safah al taufiqhiyah atau wahdah ala falsafah yang bebrkembang sebelumnya, terutama pemikiran Plato, Aristoteles, dan Plotinus, juga antara agama dan filsafat.
DAFTAR PUSTAKA
http://makalahpendidikan.blogdetik.com/pengertian-ilmu-filsafat-pendidikan-islam/
Musthofa, Ahmad. 1997. Filsafat Islam. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA.
Aceh, Aboebakar, sejarah Filsafat Islam, Solo: Ramadhani, 1968.
Drajat, Amroeni, Filsafat Islam, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006.
Hanafi, Ahmad, Pengantar Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1968.
Hakim, Atang Abdul dan Saebani, Beni Ahmad, Filsafat Umum, Bandung: CV Pustaka Setia, 2008
23