Fotoreproduksi sebagai salah satu kegiatan dalam proses penyiapan barang cetakan memiliki peran cukup tinggi untuk menghasilkan suatu hasil cetakan. Dalam pekerjaan fotoreproduksi terdapat 3 kegiatan utama, yaitu pemotretan, montase dan pembuatan acuan cetak. Dalam dunia grafika, film adalah suatu lembar transparan t ransparan (plastik atau kertas kalkir). Film terbagi menjadi 2 macam, yaitu:
Film Continouse tone (film nada penuh) dengan ciri-ciri film ini dapat mengadakan nada antara abu" sampai hitam. Fungsinya untuk pemotretan nada penuh. Misalkan : Negatif separasi type I (Pemotretan pemisahan warna). Film Lith (Film Garis). Ciri-cirinya film ini dapat mengadakan nada hitam dan bening. Fungsinya untuk pemotretan garis dan raster. Menurut kepekaan cahaya, film terbagi menjadi 3 golongan yaitu: Blue sensitive film yaitu dilm yang peka terhadap cahaya biru. Dalam prose snya dipergunakan lampu pengaman merah. Orthochromatic yaitu film yang peka terhadap cahaya biru hijau dan sedikit kuning, yang dalam prosesnya dapat dikerjakan dengan dengan lampu pengaman merah. Panchromatic yaitu film yang peka terhadap semua warna cahaya, sehingga dalam prosesn ya harus dilakukan dalam keadaan yang gelap total. Penampang film terbagi atas 5 bagian antara lain: Lapisan pelindung-->untuk melindungi emulsi film dibawahnya dan kerusakan mekanis seperti goresan ataupun "cincin Newton()" Emulsi film-->merupakan lapisan peka cahaya yang terdiri dari butir" per ak haloginida. Lapisan Substract/pengikat-->untuk merekat erat lapisan emulsi dan punggung filim pada dasar film. Alas film-->terdiri dari 2 bagian yaitu tri acetat dan polyester. Lapisan anti halo-->Lapisan ini diletakkan pada punggung film, lapisan diwarnai dengan bahan warna tertentu yang sifatnya spektrum fungsi anti halo:Untuk mengimbangi teganganfilm dibagian emulsi agar pada saat setelah diproses film akan tetap datar permukaannya. Fotoreproduksi-->menangani dari model hingga menjadi plate cetak. Raster merupakan alat bantu fotoreproduksi untuk mewujudkan gambar nada penuh menjadi nada lengkap. Raster membentuk lembaran bening yang dinyatakan dengan titik" dimana bidang" putih berupa titik" kecil dan pada pada bidang hitam dinyatakan dengan titik" besar. ada 2 macam raster: 1. Raster nada keras terdiri dari a.Raster nada rata (screen tint) Raster yang mempunyai bentuk merata mempunyai besar titik : 5%, 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, dan 95%. Mempunyai kehalusan yang dinyatakan dalam bentuk garis/inch. contoh : 65, 85, 100, 133, 150, 175, dan 200.
Mempunyai sudut raster : 450, 750, 900, 1050. Raster nada rata titiknya bersifat titik keras, sehingga dapat dikontak dan diduplikat.fungsi: untuk dasar cetakan ata u background, teks gambar maupun gradasi. Untuk membuat kombinasi antara garis dan raster dan untuk membuat separasi tangan ( hand separation). b.Raster efek khusus (spesial efek screen) sifat:memilikipola/nada yang khusus yaitu serat kayu, serat kain, garis ber gelombang dantidak mempunyai kehalusan. fungsi:cover majalah, dasar cetakandan membuat gambar/ teks c.Raster gradasi (Gradations Screen)-->raster yang memiliki kehitaman secara terus menerus. sifat: memiliki kehalusan dan titik bersifat titik keras. Mempunyai suatu tingkatan kehitaman secara terus menerus mulai dari 0, 5%, 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, 95%, dan 100%. 2.Raster Nada lengkap Raster Kaca raster kaca berupa kaca optik terdiri dari dua buah kaca yang mempunyai garis brsilang yang kemudian disatukan dengan menggunkan lem (perekat) yang disebut balsam kanada. Raster ini dipergunakan untuk pemotretan yang ditempatkan pada kamera r eproduksi. Ciri-ciri raster kaca Raster kaca memiliki ketebalan Mudah tergores/mudah rusak Penggunaannya khusus pada kamera dan tidak dapat dikontak. Raster kaca titik-titiknya tidak terlalu tampak. 2) Raster Singgung(contact) raster singgung merupakan lembaran film yang mempunyai titik dengan kehitaman yang tinggi. Ciri-ciri Warna abu-abu digunakan untuk pemotretan hitam putih dan pemisahan warna secara tidak langsung. Magenta digunakan untuk pemotretan hitam putih dan pemisahan warna secara tidak langsung. Jenis negatif digunakan untuk melakukan pemotretan negative dada langkap. Jenis positif digunakan untuk melakukan pemotretan positif nada lengkap.Bentuk titik ; Papan catur Eliptikal LingkaranSudut : o 450 warna black o 750 warna magenta o 900 warna yellow o 1050 warna cyan Jenis raster singgung Negatif; untuk film negative nada lengkap. Positif; untuk pembuatan film positif nada lengkap. Abu-abu; untuk pekerjaan warna dan hitam putih
Magenta; dipergunakan hanya untuk pekerjaan hitam putih saja.Ciri-ciri raster: Warna: abu-abu atau magenta Sudut Raster: hitam 45 derajat, magenta 75 derajat, yellow 0 derajat, Cyan 15 derajat Bentuk titik raster:papan catur, eliptical, round jenis:raster positif dan negatif. Pemotretan dikenal juga dengan istilah fotografi , yaitu berasal dari kata foto yang berarti cahaya dan grafi yang berarti menulis atau menggambar. Maka berdasar pengertian tersebut, fotografi diartikan sebagai tulisan atau gambaran yang dikerjakan dengan cahaya. Untuk mendapatkan hasil dari fotografi, maka dilakukan langkah sebagai berikut :
1) pembentukan banyangan tajam 2) perekaman bayangan menggunakan cahaya/penyinaran 3) pemrosesan bayangan yang direkam menjadi nyata Pada proses fotografi, maka prinsip pengerjaannya tidak terlepas dari masalah tentang cahaya dan bahan peka cahaya. Karena cahaya merupakan suatu bentuk tenaga elektromagnetik dari sumbernya, maka bahaya merupakan tenaga yang dapat membentuk gambar bayangan (latent image). Cahaya berperan penting dalam pembentukan gambar bayangan terhadap lapisan bahan peka cahaya yang berupa elmusi. Bahan peka cahaya tersebut merupakan lapisan selatin yang mengandung persenyawaan perak halida yang akan terurai persenyawaan peraknya apabila terkena sinar/cahaya. Banyak sedikitnya peruraian tergantung dari intensitas cahaya yang menyinarinya. Akibat peruraian akan timbul bentuk bayangan yang belum terlihat disebut dengan latent image. Melalui proses lainnya maka bayangan itu menjadi nyata dan terlihat dengan jelas. Untuk membentuk bayangan suatu gambar atau image dipergunakan bahan peka cahaya yang disebut dengan film sensitif. Dalam fotoreproduksi film dipergunakan untuk memperoleh gamabr negative atau positif yang dipergunakan untuk keperluan pembuatan pelat dan klise. Film untuk keperluan grafika terdiri dari:
dipergunakan untuk keperluan pembuatan pelat dan klise. Film untuk keperluan grafika terdiri dari: 1) Film lith yaitu film yang dipergunakan untuk pemotretan berbentuk teks, gambar garis, gambar beraster dan pemotretan raster. 2) Film nada penuh yaitu film yang dipergunakan untuk pemotretan nada penuh baik hitam putih maupun berwarna. Menurut kepekaan cahaya, film terbagi menjadi 3 golongan yaitu: 1) Blue sensitive film yaitu dilm yang peka terhadap cahaya biru. Dalam
prosesnya dipergunakan lampu pengaman merah. 2) Orthochromatic yaitu film yang peka terhadap cahaya biru hijau dan sedikit kuning, yang dalam prosesnya dapat dikerjakan dengan dengan lampu pengaman merah. 3) Panchromatic yaitu film yang peka terhadap semua warna cahaya, Reproduksi hitam putih adalah reproduksi gambar secara hitam putih saja dan ilustrasi yang tidak
beraster (line work) atau raster (photo print). Gambar berwarna yang berwarna tapi tidak beraster dapat dimasukan dalam reproduksi hitam putih dikarenakan cara pemisahan warnaya tidaklah serumit dengan reproduksi pemisahan warna yang beraster. Pemakaian raster dalam pekerjaan reproduksi hitam putih maupun warna harus dibedakan dan ditinjau beberapa faktor, yaitu: 1) jenis cetakan (letterpress atau offset) 2) jenis kertas yang akan dipakai ( kasar atau halus) 3) jenis mesin yang akan dipakai ( sheet atau web) Pada reproduksi hitam putih, sudut raster yang dipergunakan adalah 45 derajat yang berwarna abuabu/grey, sedangkan bentuk titiknya dapat disesuaikan apakah persegi, bulat atau elips. Dalam melakukan reproduksi dipergunakan kamera horisontal atau kamera vertikal untuk merekam suatu model yang berupa benda datar, baik untuk diperbesar atau diperkecil dengan hasil sesuai aslinya. PEMOTRETAN
Pemotretan adalah proses merekam suatu model yang berupa g ambar untuk dipindahkan pada bahan film menggunakan peralatan yang disebut kamera fotoreproduksi. Untuk melakukan pemotretan menggunakan kamera, maka kamera tersebut harus disetel terlebih dahulu. D alam melakukan penyetelan kamera, maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) ukuran 2) ketajaman bayangan 3) penempatan kedudukan bayangan Menyetel ukuran dan ketajaman pada hakekatnya ialah menempatkan pada jarak yang tepat dari model terhadap obyektif ( jarak-benda) dan dari bayangan terhadap obyektif (jarak-bayangan). Jarak benda dan jarak bayangan itu tergantung dari perbandingan reproduksi dan dari jarak titikapi obyektif. Sedangkan dalam menempatkan obyek berupa model,
hendaknya ditempatkan pada posisi yang benar-benar tepat, yaitu pada posisi tengah bidang model. Pada waktu pemotretan letak titik api/focus harus tepat, sehingga pengaturan bayangan yang diterima oleh film benar-benar tajam. Kemudian pemberian waktu penyinaran juga harus tepat sebelum dilakukan penyinaran yang sebenarnya. Maka sebelumnya perlu dilakukan percobaan penyinaran untuk mendapatkan waktu yang tepat. Waktu yang tepat sangat diperlukan agar hasil yang diharapkan memenuhi standard film yang baik dan memperoleh patokan kerja yang lebih konkri t. Untuk pekerjaan yang sifatnya memperkecil atau memperbesar tentunya waktu penyinaran tidaklah sama. Waktu penyinaran tergantung dari beberapa faktor sebagai berikut: 1) Sifat modelnya; makin kurang kecerahannya pada bagian terang, makin lama harus diberikan penyinaran. 2) Sifat dan posisi lampu; makin jauh letak lampu dari modelnya dan maik kesamping letaknya, makin lama pula harus diberi penyinaran. 3) Kepekaan bahan film yang dipakai. 4) Diafragma yang dipakai; pergantian nomor diafragma ke nomor yang lebih tinggi urutannya akan memerlukan waktu penyinaran dua kali lamanya. 5) Perbandingan reproduksi; penyinaran pada pembesaran memerlukan waktu penyinaran yang lama disbanding pada pengecilan. 6) Penggunaan filter akan memberikan waktu yang lama untuk
REPRO Foto Reproduksi
Fotoreproduksi sebagai salah satu kegiatan dalam proses penyiapan barang cetakan memiliki peran cukup tinggi untuk menghasilkan suatu hasil cetakan. Dalam pekerjaan fotoreproduksi terdapat 3 kegiatan utama, yaitu pemotretan, montase dan pembuatan acuan cetak. Pada prinsipnya kegiatan reproduksi terbagi dalam 2 bagian besar, yaitu: a) Reproduksi Hitam Putih
b) Reproduksi Pemisahan Warna Pemotretan dikenal juga dengan istilah fotografi, yaitu berasal dari kata foto yang berarti cahaya dan grafi yang berarti menulis atau menggambar. Maka berdasar pengertian tersebut, fotografi diartikan sebagai tulisan atau gambaran yang dikerjakan dengan cahaya. Untuk mendapatkan hasil dari fotografi, maka dilakukan langkah sebagai berikut : a) Pembentukan bayangan tajam b) Perekaman bayangan menggunakan cahaya/penyinaran c) Pemrosesan bayangan yang direkam menjadi nyata Pada proses fotografi, maka prinsip pengerjaannya tidak terlepas dari masalah tentang cahaya dan bahan peka cahaya. Karena cahaya merupakan suatu bentuk tenaga elektromagnetik dari sumbernya, maka bahaya merupakan tenaga yang dapat membentuk gambar bayangan (latent image). Cahaya berperan penting dalam pembentukan gambar bayangan terhadap lapisan bahan peka cahaya yang berupa elmusi. Bahan peka cahaya tersebut merupakan lapisan sela tin yang mengandung persenyawaan perak halida yang akan terurai persenyawaan peraknya apabila terkena sinar/cahaya. Banyak sedikitnya peruraian tergantung dari intensitas cahaya yang menyinarinya. Akibat peruraian akan timbul bentuk bayangan yang belum terlihat disebut dengan latent image. Melalui proses lainnya maka bayangan itu menjadi nyata dan terlihat dengan jelas. Untuk membentuk bayangan suatu gambar atau image dipergunakan bahan peka cahaya yang disebut dengan film sensitif. Dalam fotoreproduksi film dipergunakan untuk memperoleh gamabr negative atau positif yang dipergunakan untuk keperluan pembuatan pelat dan klise. Film untuk keperluan grafika terdiri dari: a) Film lith yaitu film yang dipergunakan untuk pemotretan berbentuk teks, gambar garis, gambar beraster dan pemotretan raster. b) Film nada penuh yaitu film yang dipergunakan untuk pemotretan nada penuh baik hitam putih maupun berwarna. Menurut kepekaan cahaya, film terbagi menjadi 3 golongan yaitu: a) Blue sensitive film yaitu dilm yang peka terhadap cahaya biru. Dalam prosesnya dipergunakan lampu pengaman merah. b) Orthochromatic yaitu film yang peka terhadap cahaya biru hijau dan sedikit kuning, yang dalam prosesnya dapat dikerjakan dengan dengan lampu pengaman merah. c) Panchromatic yaitu film yang peka terhadap semua warna cahaya, sehingga dalam prosesnya harus dilakukan dalam keadaan yang gelap total. Imposisi
Imposisi adalah tahap penggabungan beberapa halaman/ film agar k etika dicetak susunan halaman sesuai dengan yang direncanakan. Imposisi atau montase dapat dilakukan secara manual dan elektronik. Istilah lain yang digunakan dalam imposisi adalah montase atau penyusunan halaman untuk siap dicetak. Ada 2 cara imposisi, yaitu manual dan elektronik. 1. Imposisi Manual Lembaran film yang dioutput dari imagesetter disusun secara manual dengan ukuran pelat dan mesin cetak yang digunakan. Kelemahan sistem ini adalah waktu pengerjaan yang lama dan sering terjadi missregister (human error ) juga perubahan dot dan imposisi manual ini hanya terjadi pada sistem Computer to Film (imagesetter). 2. Imposisi Elektronik Pada sistem ini penyusunan halaman dilakukan secara digital, melalui software imposisi seperti Signastation (Heidelberg), QuarkXtension, DK&A Imposition, Scienic Preps, dll. Software imposisi elektronik ini mutlak dimiliki dalam alur kerja CtP (cOmputer to Plate). Keuntungannya antara lain : efisien dan cepat karena bekerja secara digital, mengurangi masalah missregister, dapat diedit pada saat-saat terakhir dan dapat dicheck secara jelas (What you see is what you get ). Beberapa data yang harus dimasukkan saat pengerjaan imposisi elektronik,antara lain : a. Ukuran mesin cetak yang akan digunakan misalnya SM 102 atau Roland 700, dll. b. Jarak gripper dalam mesin cetak tersebut. c. Sistem lipat/finishing yang akan dipakai ( perfect binding atau sadle stitching atau yang lainnya). d. Tanda-tanda yang dibutuhkan oleh mesin cetak tersebut , misalnya tanda lipat, potong, auto register, colorbar 4 warna, dsb. e. Jenis kertas dan ketebalannya (gramatur). Kelemahan dari sistem manual, yang perlu diperhatikan, antara lain: a) Perubahan dot karena harus melalui proses dikontak lagi ke pelat cetak b) Tidak menjamin kebersihannya c) Sering terjadi misregister atau ketidak akuratan karena kesalahan manusia d) Waktu pengerjaannya memakan waktu yang cukup lama
Imposisi sistem elektronik penyusunannya secara digital. Penggunaan sistem ini hampir tidak ada kelemahannya, kecuali jika menggunakan sumber daya manusia yang kurang kompeten. Imposisi elektronik membutuhkan waktu yang relatif singkat karena penyusunannya secara digital, seandainya ada kesalahan penggabungan yang kurang sesuai bisa diedit secara cepat. Pengecekannya juga dapat dilihat langsung dilayar monitor. Ketepatan cetaknya dapat dipastikan register karena dikerjakan secara digital.
Jika imposisi sistem manual, penggabungan film separasi dan hitam putih melalui tahapan yang berbeda, tentunya lebih lama yang film separasi.
— 1-bit Tiff — 1-bit Tiff adalah suatu format Tiff yang terdiri dari data bitmap hitam-putih yang berbentuk halftone. Data dengan format 1-bit Tiff merupakan hasil output dari suatu proses ripping yang telah mengandung informasi RIP seperti bentuk dot, screen ruling, sudut, resolusi output, jumlah warna separasi, dll. Data tersebut memiliki kelebihan antara lain : 1. Sebagai format open system yang dapat dioutput ke berbagai jenis output yang berbeda jenis dan merek (Digital profer, CtP, CtF, Direct printing, dll). Asal perangkat output tersebut memiliki option 1-bit Tiff.
2. Dapat dikirim ketempat lain untuk dioutput lewat jaringan/network tanpa harus di RIP lagi dan tidak akan ada perubahan data. Pada umumnya data format TIFF bersifat continuestone dan dapat dibuka di photoshop serta berisi satu file saja. Data CMYK dalam format 1-bit Tiff akan terdiri dari 4 file (seperti DCS format). — CIP-3 dan CIP-4 — CIP3 merupakan kependekan dari Cooperation for Integration of Prepress, Press, and Postpress, yaitu suatu badan internasional yang membentuk suatu standart format yang disebut : PPF (Print Production Format). Format CIP3-PPF mengandung informasi yang diperlukan pada proses 1-bit Tiff, CIP3, dan OPI cetak sampai finishing, seperti misalnya data administrasi, pembagian tinta (preset inking), keterangan pada lipat, potong, dll. Perkembangan selanjutnya adalah munculnya CIP4 = International Cooperation for Integration of Process in Prepress, Press and Postpress, yang mendukung format JDF (Job Definition Format), yaitu format automisasi pada alur kerja PDF yang berbasis XML. — Job Ticket — Dokumen dalam bentuk PDF haruslah bersifat neutral, artinya tidak boleh mengandung sspesifikasi khusus dari suatu media output seperti screen ruling, resolusi, sudut raster, jenis screening, dll. Semua informasi yang menyangkut format PDF tersebut dilampirkan secara terpisah. Informasi terpisah itulah yang dikenal sebagai Job Ticket dan oleh Adobe dibuat dengan nama format PJ TF (Portable Job Ticket F ormat) . Pada tahun 1999, empat industri grafika yang terdiri dari Agfa, Adobe, Man Roland, dan Heidelberg membentuk standart format job ticket yang dikenal sebagai JDF (Job Definition Format). Fungsi JDF ini adalah pemberi informasi dan mengendalikan proses automisasi dari administrasi depan (penerimaan pekerjaan, pembuatan penawaran, dll), prepress sampai persiapan cetak, finishing dan pengiriman produk cetak. Perpaduan PDF dan JDF merupakan dasar dari alur kerja paling up to date untuk saat ini. Penerapan alur kerja tersebut dilakukan oleh berbagai software diantaranya adalah : Prinect (Heidelberg), Prinergy-(Creo), Apogee X-(Agfa), Brisque Extreme-(Scitex), Trueflow-(Screen), CelebraNT Plus-(Fuji), Xenith-(Xitron). Data yang dapat disimpan oleh Job Ticket antara lain instruksi page processing (Layout imposition, Trapping rules), Parameter output (Screen frequencies, angles, resolution), Media (name, seize, weight), Finishing (intruksi untuk pelipatan, cutting, binding, dsb), Informasi CIP4 (Ink setting default untuk proses pencetakan), Delivery Information (address, number of copies), Scheduling (deadline), Administration (customer name, customer order number, person incharge). — Sistem Manajemen Informasi — Saat ini telah muncul teknologi baru yang menggabungkan jaringan digital untuk semua alur kerja produksi prepress, press, dan postpress dan menghubungkannya dengan alur kerja sistem manajemen informasi dalam sebuah percetakan. Dari Agfa dikenal sebagai konsep Apogee Project Management yang merupakan pengembangan terbaru dari Agfa Delano. Manfaat bagi customer penerapan konsep management informasi system ini adalah : 1. Dapat meningkatkan produktivitas (pekerjaan yang dapat diterima bisa lebih banyak) 2. Menghindarkan terjadinya miss communication karena komunikasi sudah terpusat 3. Mengurangi kesalahan-kesalahan mulai dari prepress sampai postpress. 4. Dapat melayani customer dengan lebih baik (waktu proses dan penyelesaian pekerjaan dapat dipantau/prediksi) — Networking & Transmisi Data Digital dalam dunia percetakan — Dunia percetakan semakin berkembang pesat saat ini. Didukung dengan perkembangan teknologi di bidang grafika yang memberikan beberapa pilihan pada pengguna jasa grafika, ataupun pemain di bidang grafika itu sendiri. Percetakan, sebagai pemberi jasa di bidang
grafika mulai memikirkan bagaimana memberikan kemudahan-kemudahan bagi pelanggannya, terutama dalam hal memberikan order cetak. Selain itu, pelanggan pun atau penerbit ingin agar percetakan dapat memberikan jasanya tidak terbatas hanya pada satu lokasi tertentu saja, melainkan beberapa tempat atau lokasi yang berbeda. Perkembangan teknologi dalam bidang komunikasi ternyata sangat mendukung keinginan antara pelanggan (penerbit) dan percetakan. Komunikasi Data
Kemudahan pelanggan dalam hal mengakses data percetakan, baik berupa data digital maupun data konvensional sering merupakan persoalan tersendiri. Namun saat ini hal tersebut telah dapat teratasi seiring dengan semakin berkembangnya jaringan-jaringan komunikasi oleh penyelenggara jasa telekomunikasi. Pada saat jaringan komunikasi masih langka dan mahal, pelanggan banyak yang berhubungan dengan percetakan melalui cara manual. Film atau alat penyimpan data berupa flash disk, CD maupun harddisk dengan kapasitas terbatas seringkali dibawa oleh kurir ke percetakan untuk diproses selanjutnya. Cara manual ini mempunyai beberapa kelemahan, antara lain : sering rusaknya media penyimpanan data, waktu yang dibutuhkan kurir lebih lama karena harus bolak-balik, keselamatan kurir itu sendiri, kendala di jalan dan yang paling penting, jika ada revisi pada menit terakhir (last minute change). Masalah komunikasi ini dapat terjawab dengan adanya jaringan komunikasi (online) antara pelanggan atau penerbit dengan percetakan. Jaringan online sangat memudahkan pelanggan dan percetakan untuk saling berkomunikasi dan meringankan beban si kurir. Syarat utama jaringan online ini adalah pelanggan atau penerbit memberikan materi order ke percetakan dalam bentuk data digital. Komunikasi data antara percetakan pusat dengan percetakan cabang menjadi sesuatu hal yang penting, terutama dalam masalah waktu terbit yang harus tepat waktu sedangkan jarak tempuh distribusi cukup memakan waktu. Sehubungan dengan ini, maka dibangun jaringan untuk melakukan pengiriman data digital penerbit dari percetakan pusat untuk selanjutnya diproses dan dicetak oleh percetakan cabang atau daerah. Transmisi Digital Sistem transmisi digital merupakan sistem komunikasi data yang menghubungkan pengirim dan penerima dengan menggunakan pengkodean secara digital. Contoh beberapa macam tipe transmisi digital : 1. Transmisi dengan kabel atau terrestrial (ISDN, JAMUS, internet-FTP) 2. Transmisi tanpa kabel atau wireless (radio link, satellite) 3. Transmisi dengan cahaya (serat optik) Dalam hal memilih saluran transmisi yang hendak digunakan untuk komunikasi data ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan, yaitu faktor yang menyangkut kehandalan, biaya transmisi yang optimum, dan geografis. Secara teori, pilihan transmisi dengan jalur komunikasi via satelit merupakan yang terhandal jika dibandingkan dengan jalur komunikasi terrestrial/kabel. Kekurangannya adalah biaya komunikasi yang paling mahal jika dibandingkan dengan jalur komunikasi lainnya. Untuk perlu benar-benar dipertimbangkan antara biaya, keuntungan, dan resiko dalam pemilihan jalur komunikasi tersebut. Percetakan juga dapat menawarkan pada pelanggan untuk mengirimkan order-order berupa materi data digital melalui internet (atau FTP : File Transfer Protocol), radio link maupun lewat jalur satelit ke percetakan. Sesuaikan tingkat kebutuhan anda dengan teknologi komunikasi yang ada. RIP (Raster Image Processing)
RIP merupakan kepanjangan dari Raster Image Processing , yang artinya adalah sebagai penterjemah dari bahasa postscript ke dalam bentuk bitmap. Tidak semua data dapat dengan baik diterjemahkan oleh RIP. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan RIP itu sendiri, konfigurasi platform yang dipakai serta data file yang akan di output . Proses yang terjadi pada RIP ada 3 tahap, yaitu: 1. I nterpretation, yaitu menterjemahkan data postscript ke dalam bentuk objek. 2. Rasterization, yaitu merubah data objek ke dalam bentuk raster. 3. Screening , yaitu merubah data raster menjadi bitmap/titik halftone. Pada proses ripping, data-data yang harus ditentukan adalah antara lain ; screen ruling, resolusi output , bentuk dot, sudut raster, warna proses atau spot, emulsi up/down, dll. Pada umumnya setiap RIP, memiliki fasilitas “ preview” yang berfungsi untuk pengecekan terakhir semua data sebelum dilakukan imaging ke film/pelat/cetak. Setiap teknologi RIP dari masingmasing vendor memiliki kemampuan yang berbeda-beda dan membutuhkan ketentuan proses yang berbeda pula. Saat ini teknologi RIP terbagi atas 2 jenis, yaitu : a. Berbasis Postscript, artinya data yang diterima oleh RIP tersebut diolah menjadi data postscript lalu dioutput b. Berbasis PDF, artinya data yang diterima oleh RIP akan diolah kedalam bentuk PDF. Saat ini kebanyakan teknologi RIP yang digunakan adalah yang berbasis PDF karena selain lebih cepat proses outputnya, PDF juga mendukung proses automisasi alur kerja dari prepress, press dan finishing dalam bentk job ticket . Sebagai contoh adalah Prinergy, Apogee, MetaDimension, dll. Jenis RIP Secara fisik, jenis RIP terbagi atas 2 macam, yaitu : 1. Software RIP, contohnya Delta RIP, Apogee RIP, Brisque, Harlequin,Metadimension, dll. 2. Hardware RIP, contohnya Linotronic dari Linotype Hell, Selecset (Agfa), dll. Perbedaan hardware RIP dan software RIP 1. Hardware RIP lebih stabil dibanding software RIP, karena software RIP sangat dipengaruhi oleh software dan operating system pada PC/Mac. 2. Hardware RIP sangat mahal jika ada upgrade karena harus diganti hardwarenya. Sementara software RIP lebih murah dan mudah karena hanya perlu install dari CD. 3. Hardware RIP merupakan old technology, software RIP merupakan new technology. Option pada RIP 1. FM screening 2. OPI 3. CIP4 4. TIFF 1 Bit, dll. Stochastic Screening Istilah lain yang sering digunakan adalah FM screening , yaitu suatu metode dimana reproduksi gambar dilakukan dengan besar titik yang sama namun jaraknya berbeda. Nada dan warna dikontrol melalui jumlah titik pada nada/warna itu sendiri, bagian gelap diwakili dengan titik yang paling banyak, bagian terang diwakili dengan bagian titik yang sedikit. Kelebihan dari metode ini dibanding dengan halftone screening adalah : 1. Gambar terlihat lebih mendekati foto/continuous tone. 2. Tidak menimbulkan moire, khususnya gambar-gambar yang memiliki moire pattern. 3. Tidak ada efek rossate (motif kembang akibat perbedaan sudut tiap dot), misal gambar AC, jok kursi, kain dll. Pada penerapan Computer to Plate (CtP), metode ini menjadi option yang sangat dianjurkan karena dapat memberi alternatif untuk meningkatkan kualitas hasil cetak.
Penamaan FM screening tiap vendor berbeda-beda, antara lain Diamond Screening (Heidelberg), Chrystal Screening (Agfa), Lazel - (Fuji), dll. Digital Output
Dalam industri cetak offset, terdapat 3 macam digital output, yaitu Computer to Film (Imagesetter), Computer to Plate (Platesetter), dan Computer to Print. 1. Computer to Film (Imagesetter) a.) Alur Kerja Computer to Film Salah satu contoh perusahaan yang menerapkan teknologi dan alur kerja CtF adalah Repro House. Repro House merupakan sebuah perusahaan yang memberikan jasa pembuatan film separasi dan progressive proof. Proses alur kerja dimulai dengan menerima data digital dari advertising atau costumer (saat ini semua gambar digital biasanya langsung dari kamera digital, jadi costumer jarang membawa photo/slide untuk discan). Data digital tersebut kemudian dibuka pada PC atau Macintosh untuk diperiksa kelengkapannya agar tidak terjadi masalah pada output film. Kemudian data tersebut dibuat menjadi data postscript atau file PDF dan diimposisi menjadi satu ukuran besar (plano) dan dioutput ke imagesetter (CtF) melalui RIP (Raster Image Processor), untuk menjadi film separasi. Kemudian melalui mesin platemaker dikontak menjadi plate cetak dan siap dibuat progressive proof. Dipercetakan, film separasi dikontak ke plate cetak dan selanjutnya siap naik ke mesin cetak. Berfungsi sebagai pengoutput film separasi warna yang digunakan untuk proses cetak. Ada 2 jenis teknologi imagesetter, yaitu: teknologi drum dan capstan. Pada teknologi drum, film yang akan disinari diletakkan pada sebuah drum, apakah external drum (diluar drum) ataupun internal drum (didalam drum), kemudian film tersebut divakum dan disinari oleh sinar laser. Pada sistem ini masalah keakuratan lebih tinggi, tapi harga jauh lebih mahal dibanding capstan. Sementara itu pada teknologi capstan imagesetter, film menbentang secara mendatar (dijepit oleh tension roll ) lalu disinari oleh laser. Untuk waktu tertentu masalah register kurang akurat tetapi kecepatannya lebih tinggi dibanding drum. Teknologi capstan banyak digunakan pada percetakan koran dan cetak komersil. Film separasi yang dihasilkan dari imagesetter sangat dipengaruhi oleh jenis film dan kondisi prosesor (cairan chemical) yang digunakan. Ada 2 hal yang harus kita perhatikan untuk mengecek kualitas film separas i, yaitu : a. Density film (kepekatan film) Pada umumnya density maximum yang disarankan adalah 3.8 – 4.2 D. Nilai tersebut harus diukur dengan densitometer transparency. Nilai density yang rendah akan mengakibatkan warna solid pada cetakan terlihat pudar/abu-abu. Salah satu penyebabnya antara lain adalah kondisi prosessor yang kurang baik. b. Dot % (raster) Dot % (raster) disarankan linier, artinya nilai 50 % pada data digital (file) harus keluar 50 % pada film, dengan toleransi +/- 2 %. Bagaimana menilai film separasi yang baik ? Mesin Imagesetter harus dikalibrasi secara rutin untuk menjaga kualitas film separasinya. Dan alat ukur yang dipakai untuk kalibrasi adalah berupa densitometer film. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk memeriksa kualitas dari film separasi, antara lain : register, density, dan linearisasi. Density Density adalah nilai kepekatan film separasi. Nilai density maximum yang disarankan adalah 3.8 – 4.2D. Untuk mengetahui nilai density suatu film harus menggunakan alat ukur densitometer transparancy. Nilai density yang rendah akan mengakibatkan warna solid pada
hasil cetakan akan terlihat pudar atau warnanya tidak pekat. Salah satu penyebab density rendah karena kondisi prosessor yang kurang baik. Linearisasi Dot (Raster) Linearisasi dot artinya raster 50% pada file digital harus keluar 50% juga pada film dengan toleransi + 2%. 2. Computer to Plate (Platesetter) Platesetter berfungsi untuk meng-output pelat cetak langsung dari data digital (PC/Mac) tanpa melalui film separasi. Teknologi CtP relative baru di Indonesia, yakni baru sekitar tahun 2000-an. Dibanding dengan sistem Computer to Film, teknologi CtP memiliki beberapa kelebihan, antara lain : 1.) Kualitas lebih baik Dihasilkannya “ First Generation Dot ”-yakni dari data digital langsung ke pelat tidak melewati suatu media lain/film. Dot yang lebih tajam dibandingkan dengan pelat konvensional. Tidak ada kesalahan copy pada pelat akibat debu, potongan film yang tertinggal,dll. Mampu menghasilkan titik raster dari 1% hingga 99% sehingga jangkauan warna menjadi lebih lebar, sehingga detil pada area highlight maupun shadow menjadi lebih baik. Dot gain berkurang. Registrasi yang sangat akurat. Kualitas cetak yang konsisten dan mudah diulang. 2.) Proses produksi menjadi lebih cepat Proses pembuatan pelat lebih cepat. Proses pembuatan ulang pelat menjadi cepat dan mudah (repeatibility). Mesin cetak dapat dioptimalkan pemakaiannya karena deadline yang lebih panjang. Make ready time pada mesin cetak lebih cepat. Lebih fleksibel untuk pekerjaan mendadak. 3.) Peningkatan keuntungan bagi perusahaan pencetakan CtP menjadi alat promosi perusahaan. Penghematan bahan baku secara signifikan ( pemakaian kertas untuk cetak coba) pada proses cetak awal. Ramah lingkungan hidup karena tidak ada film. Sama seperti pada imagesetter, ada tiga bentuk arsitektur dasar CtP, yaitu : flatbed, internal, dan external drum. a. Teknologi Flatbed Pada CtP berbasis flatbed, pelat yang akan disinari diletakkan pada sebuah permukaan datar lalu laser head bekerja “menulis” secara horisontal dari kiri ke kanan dan sebaliknya, sedangkan pelatnya bergerak secara vertikal. Pada umumnya teknologi flatbed banyak dipakai pada industri koran yang tidak memerlukan resolusi gambar yang terlalu tinggi. Keuntungan teknologi flatbed : » Mudah dalam menangani pelat, terutama bila ukurannya kecil. » Kecepatannya produksi sangat tinggi untuk kualitas surat kabar. b. Teknologi Internal Drum Pada sistem ini, pelat dipasang di dalam drum yang statis yang pada umumnya sistem ini bekerja dengan satu berkas laser untuk menyinari seluruh plate. Laser yang sering digunakan untuk sistem ini antara lain : Violet Laser (405 nm), Argon ion (488 nm), Helium neon (633 nm), YAG (532 nm). Contoh CtP yang menggunakan teknologi ini antara lain : Heidelberg Prosetter, Agfa Galileo, Purup Eskofot Plate Driver, dll. Keuntungan teknologi internal drum “ » Pelat tidak bergerak melainkan diam, tapi laser yang berputar.
» Dapat menangani ukuran besar (8-up)., c. Teknologi External Drum CtP dengan arsitektur external drum, pelat dipasang pada bagian luar drum. Sewaktu proses imaging , laser head akan bergerak sejajar dengan sumbu sambil menyinari permukaan pelat pada drum yang berputar. Prinsip ini menggunakan laser head ditempatkan amat dekat dengan permukaan pelat. Jenis CtP ini memerlukan daya laser yang lebih kecil dibanding sistem lain. Contoh yang menggunakan teknologi antara lain : Heidelberg Topsetter, Cro Scitex Trendsetter, Creo Lotem, Screen PlateRite. Ditinjau dari emulsi pelatnya, terdapat beberapa sist em pada CtP, yaitu : a. Pelat Konvensional Pada awalnya harga pelat konvensional dengan pelat CtP sangat berbeda, dimana pelat CtP sangatlah mahal. Oleh karena itu produsen CtP membuat sistem yang dapat menggunakan pelat konvensional. Salah satu produsen yang berhasil memasarkan perangkat Computer to Conventional Plate (CtCP) adalah BasyPrint dari Jerman. Oleh karena dari waktu ke waktu harga pelat CtP semakin menurun, maka produsen CtCp mulai menghentikan memproduksi CtCP dengan pelat konvensional. Karena meskipun menggunakan pelat konvensional, harga mesinnya sendiri sangatlah mahal. b. Pelat berbasis Visible Light Jenis pelat ini bekerja dengan emulsi peka cahaya silver halide seperti yang dimanfaatkan pada film grafika yang digunakan selama ini dan dapat disinari dengan sumber cahaya Laser bertenaga rendah dan murah (kini dengan laser violet 5 mw). Karena peka terhadap cahaya “visible”, penanganan pelat pada sistem ini harus dilakukan dibawah lampu kuning ( yellow room). Beberapa sisi negatif pelat ini adalah Harganya relatif mahal (karena komponen perak yang dikandungnya), Tidak dapat dipanggang seperti pelat konvensional dan pelat thermal, dan di negara tertentu pelat tersebut dapat mencemari lingkungan (dari sia-sisa larutan pengembang). c. Pelat Thermal Keunikan dari jenis pelat ini tidak peka terhadap cahay melainkan terhadap panas yang dikeluarkanl oleh gelombang cahaya tertentu. Karena tidak peka terhadap cahaya, pelat thermal dapat ditangani langsung diruang terbuka tanpa harus menggunakan lampu pengaman seperti jenis pelat yang lain. Keunikan lainnya adalah emulsinya bersifat binary artinya image baru akan terbentuk setelah melewati nilai treshold tertentu (dibawah nilai treshold yang ditentukan gambar tidak akan terbentuk). Hal ini berarti pelat thermal tidak mengenal istilah over atau under exposed. Saat ini pelat thermal diakui merupakan pelat terbaik dalam mereproduksi gambar. Untuk meningkatkan daya cetaknya pelat thermal dapat dipanggang ( post baked ). d. Photopolymer Emulsi pelat photopolymer serupa dengan emulsi pelat presensitized biasa dengan tingkat kepekatan lebih tinggi hingga dapat disinari dengan laser violet yang memiliki kekuatan 30 mW. Daya cetak dan resolusi pelat photopolymer lebih rendah dari pelat thermal dan pelat silver halide, yaitu 100.000 (dapat ditingkatkan hingga 700.000 dengan proses baking) dengan resolusi raster maksimum 175 dpi. Digital Printing (Computer to Print)
Digital printing merupakan salah satu teknologi cetak yang memiliki high quality langsung dari komputer. Perbandingan kualitas antara cetak offset dan digital printing bukan lagi menjadi aspek utama, karena ada kelebihan lain dari digital printing yang tidak dapat dilakukan oleh cetak offset, yaitu speed dan flexibilitas. Beberapa kelebihan lain dari digital printing adalah :
Short
run printing, yaitu mencetak dengan oplah dibawah 1000, dalam full color termasuk mencetak 3 lembar, 20 lembar, atau 100 lembar. On demand printing, yaitu mencetak sesuai dengan kebutuhan, kapan saja, dimana saja serta dapat meng-update/merubah data pada saat siap cetak. Personalization, yaitu kemampuan mencetak secara personal/perindividu/pergroup dengan data yang bervariasi. Distributed printing, yaitu data digital dapat langsung dicetak seca ra bersamaan di tempat lain, segera setelah data tersebut diterima dimanapun. Tidak seperti halnya sistem cetak offset tradisional, untuk mendapatkan suatu hasil cetak harus melewati tahap pembuatan film separasi warna, montase, plate making baru cetak. Proses tersebut memakan waktu yang tidak pendek belum lagi bila akan diadakan perubahan, maka waktu akan semakin lama. Teknologi dalam digital printing ada beberapa jenis namun yang paling banyak digunakan, antara lain : 1. Inkjet printing (menggunakan toner bubuk) -Contoh : Printer HP, Roland, Canon, dll. -Kualitas inkjet. -Direkomendasikan untuk dibawah 10 lembar (untuk membuat poster, proof). 2. Elektrophotography (menggunakan toner bubuk) -Contoh : Xerox Decucolor, Nexpress 2100. -Kualitas laser. -Direkomendasikan untuk dibawah 200 lembar. 3. Digital offset (offset + elektrophotography) -Contoh : Xeikon, Indigo, Chromapress. -Kualitas offset. -Direkomendasikan untuk pencetakan dibawah 800 exp. 4. Direct imaging offset -Contoh : Heidelberg SM 74 DI -Kualitas offset. -Direkomendasikan untuk pencetakan dibawah 5000 lembar Digital Proofing
Digital Colour Proofing (DCP) pada alur kerja CtP merupakan “satu paket” beserta RIP Color Management. Dan fungsi DCP tersebut adalah untuk mensimulasi hasil keseluruhan pekerjaan yang akan dicetak, baik itu warna maupun isi (content). Warna yang terlihat pada hasil Digital Colour Proofing sudah dikalibrasi dengan mesin cetak yang ada, sehingga warnanya akan sangat mendekati dengan hasil cetaknya. Setelah data diimposisi dan dioutput ke DCP, maka hasil proofing tersebut diberikan kepada customer untuk diperiksa. Apabila ada koreksi maka akan diulang data digitalnya sampai tepat benar. Setelah itu baru dioutput ke CtP dan diproses ke mesin cetak. Dummy dengan DCP tersebut akan menjadi patokan bagi operator cetak saat mencetak, termasuk warna dan isinya. Untuk perusahaan packaging, masalah warna dari DCP belum dapat dijadikan panduan oleh karena keterbatasan DCP dalam mensimulasi hasil cetak, karena pada umumnya packaging banyak menggunakan warna-warna khusus. Perlu jenis printer khusus untuk dapat mensimulasi warna khusus dan harganya masih sangat mahal, misalnya Kodak Approval. Beberapa hal yang masih menjadi kendala dalam hal penggunaan Digital Colour Proofing alur kerja pada CtP (tergantung tipe RIP color managementnya) diantaranya :
Warna tidak bisa 100% sama, hal ini tergantung dari jenis kertas dan konsistensi cetak yang digunakan Simulasi warna-warna spesial terbatas Simulasi teks yang direserve terbatas Efek overprint tidak bisa terlihat Gradasi patah belum tentu dapat disimulasi dengan baik Efek moire tidak terlalu jelas terlihat pada Digital Colour Proofing dibanding hasil cetaknya. Contoh jenis printer yang biasa digunakan untuk DCP antara lain : HP Designjet Z2100, Z3100, Epson 4800, 7800, dll. Contoh RIP Color Management antara lain : GMG, ORIS, EFI, dll. 1. Jenis dan Tujuan Proof
a. Design Proof Proof awal yang digunakan oleh desainer untuk memperlihatkan konsep dan isi desainnya b. Contract Proof Contract proof digunakan oleh desain grafik sebagai lampiran atas kesepakatan pekerjaan. c. Page Proof Proof yang dibuat oleh pihak percetakan dan dipakai sebagai panduan reproduksi akhir, biasanya hanya beberapa halaman. d. Imposition Proof Impsition proof dipakai oleh percetakan sebagai panduan posisi cetak, agar imposisi halaman sesuai dengan sistem penjilidan. 2. Fungsi Digital Proofing secara Menyeluruh a. Sebagai layout proof. b. Untuk percetakan dengan menggunakan CtP, digital proof tidak ditawar lagi karena berfungsi untuk simulasi warna dan pengecekan data hasil akhir. Dye Sublimation
Seperti yang tertera pada namanya, printer dye sublimation ini bekerja memanfaatkan proses sublimasi yaitu perubahan benda dari padat langsung menjadi gas. Nama lain dari printer ini adalah Dye Diffusion Thermal Transfer yang menunjukkan adanya prooses pemanasan untuk mentransferkan dye (pewarna) ke kertas. Printer dye sublimation memerlukan dua material khusus yakni film donor atau transfer roll ribbon, umumnya dalam bentuk gulungan plastik dengan bidang warna yellow, magenta, dan cyan (beberapa printer menyertakan black) yang disusun berselang-seling, dan receiver berupa kertas khusus. Proses pencetakan dimulai dengan warna pertama dimana film donor akan dipanaskan oleh kepala pencetak dengan resolusi 300 dpi yang menyebabkan dye padat dari film donor menguap kemudian menyerap ke kertas receiver dan menjadi padat kembali. Semakin tinggi panas yang diberikan, akan semakin tebal pula warna yang didifusikan ke kertas. Selesai dengan warna pertama, kertas akan ditarik mundur untuk melakukan pencetakan warna kedua dan demikian seterusnya. Printer ini memilki keunggulan utama yang tidak dimiliki oleh printer lainnya, karena ia merupakan satu-satunya printer yang mampu menghasilkan reproduksi dalam bentuk continous tone. Pada dye sublimation pencampuran tersebut berlangsung secara difusi
sehingga warna-warna memang menyatu. Karenanya, meski bekerja hanya dengan resolusi 300 dpi, printer ini mampu menghasilkan cetakan dengan mutu yang setara dengan cetakan foto. Thermal Wax Warna-warna C, M, Y, K pada thermal wax dibentuk oleh zat pewarna yang dilarutkan dalam wax (lilin). Pada waktu pencetakan, print head akan memanaskan lapisan lilin berwarna pada film donor hingga meleleh dan berpindah ke kertas. Citra pada thermal wax dibentuk dengan metode dithering (gabungan titik-titik). Dengan resolusi 300 dpi (yang dimiliki oleh print head ), jelas mutu reproduksi dari printer thermal wax ini berada di bawah mutu printer laser atau printer inkjet. Keunggulan printer thermal wax terletak pada daya tutup warnanya yang amat baik serta tidak memerlukan kertas khusus sehingga sesuai untuk desain yang mengandung bidang solid, seperti kemasan karon. Inkjet Inkjet dengan metode ink-on-demand diperkenalkan oleh Siemens pada tahun 1977 dalam bentuk printer PT-80. Pada metode ink-on-demand , tinta hanya akan disemprotkan pada bagian-bagian yang mencetak. Karena lebih murah dan sederhana, ink-ondemand merupakan metode yang umum digunakan pada printer inkjet. Pada metode ini terdapat dua teknologi yang umum digunakan yakni bubble jet atau thermal inkjet yang diterapkan antara lain oleh Cannon dan Hewlett-Packard, dan piezo eletric yang diterapkan oleh Epson. 3. RIP Color Management RIP Color Management digunakan pada digital proofing apabila ingin mengoptimalkan proses simulasi hasil cetak offset melalui hasil digital proof. Contohnya antara lain Best Color, Wasatch, Fiery Rip, dll. Konvensional Proofing
Istilah lain yang sering disebut untuk konvensional proofing adalah Progressive Proof atau manual proof yaitu suatu proses proof cetak yang dilakukan dengan menggunakan sistem cetak offset dengan bentuk yang lebih sederhana (hampir sama seperti cetak offset yang sebenarnya). Proses pembuatan proof ini dilakukan satu per satu (seperti mesin cetak satu warna). Kondisi alat proof cetak saat ini semakin lama semakin kurang optimal oleh karena mesin tersebut sudah lama tidak diproduksi lagi (kira-kira sejak 8 tahun yang lalu) dan banyak suku cadang yang tidak menunjang lagi sehingga biaya perawatannya menjadi lebih mahal. Beberapa kelemahan proof cetak konvensional : 1.) Dilakukan secara manual sehingga sulit dicapai standardisasi. 2.) Memiliki masalah pada kerataan tinta pada seluruh bidang cetak. 3.) Tidak stabil dalam hal warna, sehingga tiap lembar memiliki warna yang berbeda. 4.) Kurang efisien, karena tetap memerlukan faktor separasi. 5.) Perlu tempat yang besar. 6.) Biaya produksi tinggi karena memakai bahan baku pelat, kertas, tinta, chemical dan memerlukan banyak tenaga operator.