Hukum II Termodinamika
OLEH : Komang Suardika (0913021034)
JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA 2011
1
HUKUM II TERMODINAMIKA /. 1.
Hukum II Termodinamika Hukum
Kekekalan
Energi
yang
dinyatakan
dalam
Hukum
I
Termodinamika menyatakan bahwa energi dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk lain. Misalnya, perubahan usaha (energi potensial) menjadi energi kalor atau sebaliknya. Akan tetapi, tidak semua perubahan energy yang terjadi di alam ini prosesnya dapat dibalik seperti pada Hukum I Termodinamika. Hukum pertama termodinamika, kekekalan energi, tidak akan dilanggar jika proses-proses ini terjadi dengan sebaliknya. Untuk menjelaskan tidak adanya reversibilitas (bisa balik) para ilmuwan di paruh kedua abad ke-19 merumuskan prinsip baru yang dikenal sebagai Hukum Kedua Termodinamika. Hukum ini merupakan pernyataan mengenai proses yang terjadi di alam dan yang tidak. Hukum ini dapat dinyatakan dengan berbagai pernyataan oleh para ilmuan, namun
pada prinsipnya
semua sama. Adapun perumusan Hukum
II
Termodinamika adalah sebagai berikut.
Pernyataan Kelvin dan Planck yaitu "Tidak ada proses yang bisa berlangsung yang hasilnya tidak lain hanyalah penyerapan kalor dari suatu tandon dan mengkonversikan kalor ini menjadi kerja" . Perumusan Kelvin-Planck dapat pula dinyatakan sebagai berikut. Tidaklah mungkin membuat mesin kalor yang bekerja bersiklus semata-mata hanya menyerap kalor dari reservoir suhu tinggi dan mengubah seluruhnya menjadi usaha, tanpa mengeluarkan sebagian dari kalor itu ke lingkungannya dalam bentuk kalor (Rapi, 2009:67). Kalau digambarkan dalam diagram alir ditunjukkan seperti gambar 1. R
q
2
2
Mesin jenis ini tidak ada w
Gambar 1. 2
Akan tetapi, mesin jenis ini tidak ada. Andaikan ada sebuah mesin yang dapat menyerap kalor dari lingkungannya dan dapat mengubah kalor ini seluruhnya menjadi usaha terus-menerus, disebut mesin perpetum mobile jenis kedua.
Hukum II termodinamika menurut Clausius sebagai yaitu “Tidaklah mungkin dibuat mesin pendingin yang bekerja bersiklus dapat memindahkan kalor dari benda bersuhu rendah ke benda yang bersuhu lebih tinggi, tanpa memerlukan usaha luar. Dengan kata lain oleh R. J. E. Clausius (1822-1888), dinyatakan sebagai berikut. "Kalor mengalir secara alami dari benda yang panas ke benda yang dingin; kalor tidak akan mengalir secara spontan dari benda dingin ke benda panas." (Giancolli, 2001:527).
Kalau kita gambarkan diagram alir ditunjukkan pada gambar 2. R1
q
T1
T1 < T2
Mesin jenis ini tidak ada
R2
q
T2
Gambar 2.
Andaikan ada mesin yang dapat menciptakan energi yang dibutuhkan sendiri agar berfungsi hingga menjadi “self supporting” adalah bertentangan dengan hukum I termodinamika. Mesin semacam ini (yang jelas tidak ada) dinamakan mesin abadi jenis pertama.
3
Mesin abadi ini seandainya ada akan berfungsi sebagai mesin kalor dengan efisiensi = 1, berarti tanpa membuang kalor sedikitpun, atau mampu berfungsi sebagai mesin pendingin tanpa memerlukan usaha luar. Kenyataan sehari-hari hingga kini membuktikan bahwa mesin-mesin abadi memang tidak ada. Dengan kata lain kedua hukum Termodinamika sebenarnya adalah hukum alam.
2. Kesetaraan Perumusan Kelvin-Planck dan Clausius Perumusan Kelvin-Planck setara dengan perumusan Clausius artinya : bila perumusan Clausius benar, perumusan Kelvin-Planck juga benar. Begitu pula sebaliknya, bila perumusan Clausius tidak benar, maka perumusan Kelvin-Planck juga tidak benar. Untuk menunjukkan bahwa perumusan Kelvin-Planck setara dengan perumusan Clausius digunakan konsep-konsep sebagai berikut (Rapi, 2009:68). Konsep Clausius tentang hukum II Termodinamika adalah tidak mungkin membuat mesin yang kerjanya hanya menyerap panas dari reservoir suhu rendah dan memindahkan panas ini ke reservoir suhu tinggi tanpa diberikan usaha luar. Andaikan konsep ini salah, maka dapat dibuat mesin pendingin yang dapat memindahkan panas dari reservoir suhu rendah ke reservoir suhu tinggi tanpa usaha dari luar. Andaikan bisa dibuat mesin gabungan yang terdiri dari mesin pendingin dan mesin kalor, secara skematis digambarkan sebagai berikut.
q2
q2
R2 T2
T1 < T2
.
q1
R1 T1
q1
Gambar 3. (Sumber : Rapi, 2009:69) Reservoir suhu rendah (R1) menerima kalor (q1) dari mesin kalor, namun kalor (q1) diambil langsung oleh mesin pendingin, ini berarti jumlah kalor yang
4
diterima oleh tendon (reservoir) suhu rendah adalah nol. Sedangkan reservoir suhu tinggi menerima kalor sebesar (q1) dari mesin pendingin dan memberi kalor sebesar (q2) yang lebih besar dari (q1) ke mesin kalor. Ini berarti reservoir suhu tinggi melepas kalor sebanyak q2 q1 . Dari diagram di atas mesin kalor melakukan usaha sebesar w = q2 q1 . Dengan kenyataan ini, reservoir suhu tinggi memberikan kalor sebesar
q2 q1 kepada mesin gabungan dan mesin gabungan ini melakukan usaha sebesar w = q2 q1 . Bila digambarkan mesin gabungan di atas adalah :
Gambar 4. Mesin gabungan yang tidak mungkin (Sumber : Rapi,2009:69)
Jadi,
mesin
gabungan
ini
menentang
perumusan
Kelvin-Planck.
Berdasarkan kenyataan tersebut dapat disimpulkan, jika perumusan Clausius salah maka perumusan Kelvin-Planck juga salah. Cara kedua untuk menunjukkan bahwa perumusan Kelvin-Planck setara dengan perumusan Clausius, kita menganggap perumusan Kelvin-Planck salah, maka dapat dibuat mesin gabungan, secara otomatis digambarkan sebagai berikut.
5
Gambar 5. (Sumber : Rapi, 2009:70)
Seperti ditunjukkan pada gambar (5) mesin kalor menyerap kalor sebesar
q2 dari reservoir suhu tinggi dan mengubah kalor ini menjadi usaha, usaha ini kemudian digunakan untuk menjalankan mesin pendingin. Ini
berarti
reservoir
suhu
q1 w q2 q1 q2 q2 q1 ,
tinggi sedangkan
menerima
kalor
sebesar
reservoir
suhu
rendah
mengeluarkan panas sebesar q1 . Jadi, mesin gabungan ini yang merupakan mesin pendingin ternyata mampu memindahkan kalor dari reservoir suhu rendah ke reservoir suhu tinggi tanpa memerlukan usaha luar. Hal ini tidak mungkin karena bertentangan dengan hukum II Termodinamika. Berdasarkan kedua perbandingan ini, dapat disimpulkan bahwa perumusan Clausius setara dengan perumusan Kelvin-Planck.
3. Konsekuensi Hukum II Termodinamika Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa proses reversibel didefinisikan sebagai suatu proses yang bisa balik atau sebagai proses yang berlangsung secara kuasistatik tanpa adanya disipasi kalor (kalor masuk ke dalam lingkungan) akibat gaya gesekan. Sedangkan proses didefinisikan perubahan yang dialami sistem akibat dari adanya interaksi dengan lingkungan. Interaksi itu dapat berupa usaha luar atau pertukaran kalor. Termodinamika memandang
6
semua proses yang dijalani sistem berlangsung secara kuasistatik, sehingga setiap saat keadaan sistem dapat dinyatakan dengan variabel-variabel termodinamika Bagaimana caranya agar proses berlangsung secara kuasistatik? Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan beberapa pendekatan. Misalnya proses yang dijalani sistem akibat dari interaksi melalui usaha luar. Kita pandang suatu sistem gas di dalam silinder yang dilengkapi dengan piston bebas bergerak tanpa gesekan seperti pada gambar (6). Supaya sistem dikompresi secara kuasistatik (proses berlangsung secara kuasistatik), maka piston harus ditekan secara perlahan-lahan, yaitu misalnya dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit beban di atas piston, sehingga menyebabkan piston akan bergerak secara perlahan-lahan, jika beban tersebut kembali diambil sedikit demi sedikit posisi piston akan kembali ke posisi semula.
GAS Gambar 6. (Sumber : Rapi, 2009:71) Pada interaksi termal (melalui pertukaran kalor) di sini ada dua kemungkinan, kemungkinan pertama : temperatur sistem tetap, dalam hal ini supaya proses berlangsung secara kuasistatik hanya diperlukan satu reservoir. Kemungkinan kedua : temperatur sistem berubah, dalarn hal ini supava proses berlangsung secara kuasistatik, harus disediakan cukup banyak reservoir dengan perbedaan temperatur relatif kecil, seperti ditunjukkan pada gambar berikut.
Sistem T
T+ndT
T+dT
T+2dT
T+3dT
T+ndT
R1
R2
R3
Rn
Gambar 7. (Sumber: Rapi, 2009:71)
7
Di dalam praktek, hal ini tidak mungkin dilakukan karena memerlukan waktu cukup lama. Berdasarkan Hukum II termodinamika dan definisi proses reversibel diperoleh beberapa konsekuensi hukum II termodinamika antara lain : 1) Tidak ada mesin kalor yang bekerja bersiklus mempunyai efisiensi lebih besar dari mesin reversibel jika dioperasikan di antara dua reservoir yang sama. 2) Semua mesin reversibel yang dioperasikan di antara dua reservoir yang sama mempunyai efisiensi yang sama. 3) Nol absolut tidak mungkin terjadi (Rapi, 2009:72). Adapun pembuktian dari konsekuensi yang ketiga diatas adalah sebagai berikut. Jika mesin kalor Carnot dioperasikan di antara dua reservoir dengan temperatur T2 dan T1 di mana T2 > T1. Sesuai dengan Hukum I Termodinamika, maka usaha 1uar yang dihasilkan oleh mesin : w = │q2│-│q1│ atau │q1│=│q2│w. Dari definisi efisiensi () mesin kalor Carnot :
1
q1 T1 atau 1 T2 q2
q1 T1 T2 q2 q1 q 2
T1 T2
q2 w q2
T1 T2
T w q 2 1 1 T2 w T1 1 q 2 T2
8
T1 w 1 T2 q 2 w .............................................................................(1) T1 T2 1 q 2
Hukum II Termodinamiká menyatakan, tidak mungkin seluruh kalor dapat w w < 1 dan (1 ) selalu q2 q2
diubah menjadi usaha, maka w < q2, sehingga
bernilai positif. Jadi, berdasarkan hukum II Termodinamika suhu terendah dari reservoir yang dapat dicapai oleh mesin Carnot selalu lebih besar dari nol absolut (dengan kata lain nol absolut tidak mungkin ada).
4. Persamaan Clausius Clapeyron Sudah diketahui bahwa siklus Carnot merupakan siklus yang reversibel dan siklus Carnot terdiri dari dua proses isotermal dan dua proses adiabatik. Sistem yang dikaji adalah gas yang diasumsikan berupa gas ideal. Tetapi secara praktis sistem dapat berupa gas, cair, padat atau campuran antara dua wujud benda. Persamaan Clausius Clapeyron dapat diturunkan melalui siklus Carnot dengan menggunakan sistem campuran. Misalkan dipakai sistem campuran antara cairan dan uap, maka sistem secara bersama-sama menjalani siklus abcd seperti ditunjukkan pada gambar berikut.
p
a
vII = volume spesifik cairan
b d
vII
vIII = volume spesifik uap
c
vIII
v
vIII = volume spesifik uap
Gambar 8. Gambar 8.
(Sumber : Rapi,2009:7 3)
9
P
a,b dp23 c,b
T dT
Gambar 9. Rangkaian proses yang dijalani sistem dapat diilustrasikan seperti gambar berikut. (c) (d) (c) (b) (b) (a) T-dT
T,p23
T,p23
T,p23
p23dp23
T-dT p23dp23 T-dT
p23dp23
T-dT
T Gambar 10. (Sumber: Rapi, 2009:73) Gambar 9.
Proses a — b
: Sistem dikontakkan dengan reservoir yang bertemperatur T. Sejumlah kalor masuk sistem dan sistem berekspansi secara isotermal dan isobar. Akibat dari interaksi ini sejumlah cairan berubah phase menjadi gas (perubahan volume spesifik = vIII - vII).
Proses b — c
: Sistem diisolasi dan dibiarkan berekspansi, sehingga temperatur sistem turun sebesar dT dan tekanan turun sebesar dp23. Pada proses ini sejumlah cairan berubah phase menjadi gas.
10
Proses c —d
: Sistem dikompresi secara isobarik dan isotermis, sejumlah kalor keluar sistem dan sejumlah gas berubah menjadi cairan.
Proses d —a
: Sistem dikompresi secara adiabatik, sehingga keadaan sistem kembali seperti keadaan semula.
Sudah diketahui efisiensi siklus Carnot adalah :
w T2 T1 .........................................................................................(2) q2 T2
Untuk sebagian kecil siklus, persamaan di atas menjadi : dw dT ................................................................(3) q T
Jika q = kalor yang diserap dari reservoir suhu tinggi dan m = massa cairan yang berubah menjadi gas, maka : q = m l23.................................................................(4) Jika perubahan volume di dalam proses adiabatik diabaikan, maka usaha netto adalah daerah persegi panjang (abcda), maka dapat dirumuskan : dw m (v III v II ) dp23 ........................................................(5)
Jika persamaan (5) dibagi dengan persamaan (4), maka persamaan di atas bisa ditulis :
dw m (v III v II )dp23 ......................................................(6) q ml23 Dengan mensubstitusi persamaan (3) ke persamaan (6), maka diperoleh persamaan berikut.
11
(v III v II )dp23 dT l23 T dp23 l23 .......................................................................(7) III dT T (v v II )
Persamaan (7) disebut persamaan Clausius-Clapeyron,
dp23 disebut kecondongan kurva tekanan uap. dT dp12 disebut kecondongan kurva tekanan peleburan. dT
dp13 disebut kecondongan kurva tekanan sublimasi. dT
DAFTAR PUSTAKA
Haryadi, Bambang. 2009. Fisika : untuk SMA/MA kelas XI. Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Rapi,Ni Ketut. 2099. Buku Ajar Termodinamika. Singaraja : FMIPA UNDIKSHA.
12