Hydrant System Pada sistem ini dapat dibagi lagi menjadi tiga bagian : a).
Hydrant Box Hydrant Box ini dapat dibagi menjadi dua yaitu berupa Indoor Hydrant
( terletak
di dalam gedung ) atau Outdoor Hydrant ( terletak di luar gedung ). Pemasangan Hydrant Box ini biasanya disesuaikan dengan kebutuhan dan luas ukuran ruangan serta luas gedung. Tetapi untuk ukuran minimalnya diharuskan pada tiap lantai terdapat minimal satu buah dan begitu pula untuk yang di luar gedung. Untuk pemasangan Hydrant Box di dalam ruangan pada bagian atasnya
( menempel pada dinding ) harus disertai
pemasangan alarm bel. Pada Hydrant Box terdapat gulungan selang atau lebih dikenal dengan istilah Hose Reel.
Gambar 8. 2. 8 Indoor Hydrant Box
Gambar 8. 2. 9 Outdoor Hydrant Box
Gambar 8. 2. 10 Hose Reel b).
Hydrant Pillar Alat ini memiliki fungsi untuk menyuplai air dari PAM dan GWR gedung disalurkan ke mobil Pemadam Kebakaran agar Pemadam Kebakaran dapat menyiram air mobil ke gedung yang sedang terbakar. Alat ini diletakan dibagian luar gedung yang jumlahnya serta peletakannya disesuaikan dengan luas gedung.
Gambar 8. 2. 11 Suplai Air untuk Hydrant Pillar
Gambar 8. 2. 12 Hydrant Pillar
c)
Siamese Connection Alat ini memiliki fungsi untuk menyuplai air dari mobil Pemadam Kebakaran untuk disalurkan ke dalam sistem instalasi pipa pencegahan dan penanggulangan kebakaran yang terpasang di dalam gedung selanjutnya dipancarkan melalui sprinkler – sprinkler dan hydrant box di dalam gedung. Alat ini diletakan pada bagian luar gedung yang jumlahnya serta peletakannya disesuaikan dengan luas dan kebutuhan gedung itu sendiri.
Gambar 8. 2. 13 Siamese Connection
Sesuai dengan keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 887 Tahun 1981 tentang Persyaratan dan Standar debit Aliran Hydrant Box untuk gedung dengan jenis kebakaran ringan harus memiliki debit aliran ( Q ) sekurang – kurangnya 0,006 m3/s ( untuk satu hydrant box pada tiap lantai ). c. Sesuai dengan keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 887 Tahun 1981 tentang Persyaratan dan Standar debit Aliran Hydrant Box untuk gedung dengan jenis kebakaran ringan harus memiliki debit aliran ( Q ) sekurang – kurangnya 0,019 m3/s ( untuk satu hydrant pillar pada satu halaman gedung ).
PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN
Pasal 19 (1)
Sistem pipa tegak dan slang kebakaran serta hidran halaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3)huruf c terdiri dari pipa tegak,slang kebakaran, hidran halaman,penyediaan air dan pompa kebakaran.
(2)
Sistem pipa tegak dan slang kebakaran serta hidran halaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)harus didasarkan pada klasifikasi potensi,bahaya kebakaran.
(3)
Sistem pipa tegak dan slang kebakaran serta hidran halaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)harus selalu dalam kondisi baik dan siap pakai.
(4)
Ruangan pompa harus ditempatkan di lantai dasar atau bismen satu bangunan gedung dengan memperhatikan akses dan ventilasi serta pemeliharaan.
(5)
Untuk bangunan gedung yang karena ketinggiannya menuntut penempatan pompa kebakaran tambahan pada lantai yang lebih tinggi ruangan pompa dapat ditempatkan pada lantai yang sesuai dengan memperhatikan akses dan ventilasi serta pemeliharaan.
(6)
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis dan tatacara pemasangan system pipa tegak dan slang kebakaran,hidran halaman serta ruangan pompa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)sampai dengan ayat (5)diatur dengan Peraturan Gubernur.
LEMBARAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
NOMOR : 22 TAHUN : 1992 SERI : B NOMOR : 1
PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 3 TAHUN 1992
TENTANG
PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DALAM WILAYAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA (2) a.
Persyaratan hidran kota atau halaman adalah sebagai berikut: masing-masing hidran berkapasitas minimum 1000 (seribu) liter/menit ;
b.
tekanan di mulut hidran minimum 2 (dua) kg/cm2 ;
c.
maksimal jarak antara hidran 200 (dua ratus) meter.
Pasal 87 (1)
Setiap bangunan pabrik selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 86 ayat (2), (3) dan (4), hams dilindungi pula dengan unit hidran kebakaran dengan ketentuan bahwa panjang slang dan pancaran air yang ada dapat menjangkau seluruh ruangan yang dilindungi. (2)
Setiap bangunan pabrik dengan ancaman bahaya kebakaran ringan yang
mempunyai luas lantai minimum 1000 (seribu) m2 dan maksimum 2000 (dua ribu) m2 hams dipasang minimum 2 (dua) titik hidran, setiap penambahan luas lantai maksimum 1000 (seribu) m2 harus ditambah minimum 1 (satu) titik hidran. (3)
Setiap bangunan pabrik dengan ancaman kebakaran sedang yang
mempunyai luas lantai minimum 800 (delapan ratus) m2 dan maksimum 1600 (seribu enam ratus) m2 harus dipasang minimum 2 (dua) titik hidran, setiap penambahan luas lantai maksimum 800 (delapan ratus) m2 harus ditambah minimum 1 (satu) titik hidran. (4)
Setiap bangunan pabrik dengan ancaman kebakaran tinggi yang mempunyai
luas lantai minimum 600 (enam ratus) m2 dan maksimum 1200 (seribu dua ratus) m2 hams dipasang minimum 2 (dua) titik hidran, setiap penambahan luas lantai maksimum 600 (enam ratus) m2 harus ditambah minimum 1 (satu) titik hidran. Pasal 94 (1)
Setiap bangunan umum/tempat pertemuan dan perdagangan selain
memenuhi ketentuan tersebut dalam Pasal 93 harus dilindungi dengan unit hidran kebakaran dengan ketentuan panjang slang dan pancaran air yang ada dapat menjangkau seluruh ruangan yang dilindungi. (2)
Setiap bangunan umum/tempat pertemuan, tempat hiburan, perhotelan,
tempat perawatan, perkantoran, dan pertokoan/ pasar untuk setiap 800 (delapan ratus) m2 harus dipasang minimum 1 (satu) titik hidran. (3)
Setiap bangunan tempat beribadat dan pendidikan untuk setiap 1000
(seribu) m2 harus dipasang minimum 1 (satu) titik hidran. Pasal 99 (2)
Setiap bangunan perumahan dengan luas minimum 1000 (seribu) m2 harus
memasang minimum 1 (satu) titik hidran. Pasal 102 (1)
Setiap rukun tetangga (RT) di lingkungan perumahan harus menyediakan
sebuah alat pemadam api ringan yang mempunyai daya padam minimum 2 A, 5 B dan harus disediakan di tempat yang mudah terlihat dan digunakan. (2)
Pengawasan teknis dan administrasi dari alat tersebut pada ayat (1) pasal ini
dipertanggungjawabkan kepada Lurah setempat. (3)
Di samping ketentuan tersebut pada ayat (1) dan (2) pasal ini, setiap
lingkungan rukun warga (RW) yang rawan kebakaran minimal harus dilengkapi dengan sebuah pompa kebakaran mudah jinjing dan tangki air/penampung air atau hidran kebakaran yang tanggung jawab penyediannya dibebankan kepada Pemerintah Daerah, sedangkan tanggung jawab penggunaan dan perawatannya diserahkan kepada Lurah yang bersangkutan. (4)
Pengawasan teknis dan administrasi pompa kebakaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) pasal ini dilakukan oleh Dinas Kebakaran.
KEPUTUSAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 02/KPTS/1985 TENTANG
KETENTUAN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN PADA BANGUNAN GEDUNG Pasal 20 HIDRAN KEBAKARAN (1) Berdasarkan lokasi penempatan jenis hidran kebakaran dibagi menjadi : a. Hidran gedung b. Hidran halaman. (2) Komponen Hidran Kebakaran terdiri dari : a. Sumber persediaan air b. Pompa-pompa kebakaran c. Slang kebakaran d. Kopling penyambung e. Perlengkapan lain-lain. (3) Persyaratan Teknis Untuk hIdran kebakaran diperlukan persyaratan-persyaratan teknis sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang tersebut dibawah ini : a. Sumber persediaan air untuk hidran kebakaran harus diperhitungkan minimum untuk pemakaian selama 30 menit. b. Pompa kebakaran dan peralatan listrik lainnya harus mempunyai aliran listrik tersendiri dari sumber daya listrik darurat. c. Slang kebakaran dengan diameter maksimum 1½ inci harus terbuat dari bahan yang tahan panas, panjang maksimum slang harus 30 m. d. Harus disediakan kopling penyambung yang sama dengan kopling dari Unit Pemadam Kebakaran. e. Semua peralatan hidran kebakaran harus di cat merah.
(4) Pemasangan Hidran Kebakaran a. Pipa pemancar harus sudah terpasang pada slang kebakaran b. Hidran gedung yang menggunakan pipa tegak 6 inci (15 cm) harus dilengkapi dengan kopling pengeluaran yang berdiameter 2,5 inci ( 6,25 cm ), dengan bentuk dan ukuran yang sama dengan kopling dari unit pemadam kebakaran, dan ditempatkan pada tempat yang mudah dicapai oleh unit pemadam kebakaran. c. Hidran halaman, harus disambung dengan pipa induk dengan ukuran diameternya minimum 6 inci ( 15 cm ) mampu mengalirkan air 250 gallon/menit atau 1.125 liter/menit untuk setiap kopling. Penempatan hidran halaman tersebut harus mudah dicapai oleh mobil unit kebakaran. d. Hidran halaman yang mempunyai 2 kopling pengeluaran harus menggunakan katup pembuka yang diameter minimum 4 inci ( 10 cm ), dan yang mempunyai 3 kopling pengeluaran harus menggunakan pembuka berdiameter 6 inci ( 15 cm ). e. Kotak hidran gedung harus mudah dibuka, dilihat, dijangkau dan tidak terhalang oleh benda lain. (5) Pemakaian Hidran Kebakaran a. Pemakaian hidran kebakaran harus disesuaikan dengan klasifikasi bangunan gedung seperti terlihat pada tabel di bawah ini.
PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN DAN PETUNJUK TEKNIS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN A.2 KLASIFIKASI HIDRAN DAN KLASIFIKASI ANCAMAN BAHAYA KEBAKARAN 1. Hidran Kebakaran diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaitu : a. Hidran Klas I; b. Hidran Klas II; c. Hidran Klas III; 2. Klasifikasi Bangunan menurut ketinggian dan jumlah lantai, terdiri atas :
a. Kelas Bangunan Rendah (0 s/d 14 meter atau 4 lapis); b. Kelas Bangunan Menengah (14 s/d 40 meter atau 5 s/d 8 lapis); c. Kelas Bangunan Tinggi (diatas 40 meter atau 8 lapis). 3. Disamping faktor ketinggian gedung, maka luas bangunan dan jenis hunian atas suatu gedung menjadi bahan pertimbangan untuk hidran kebakaran yang digunakan.
A.3 TATA CARA PEMASANGAN HIDRAN 1. Sistem pipa tegak dan slang harus disediakan di bangunan gedung sebagai berikut: - Pipa tegak kering pada bangunan gedung yang mempunyai ketinggian bangunan lebih dari 10 m, tetapi tidak melebihi 24 m. - Pipa tegak basah pada bangunan gedung yang mempunyai ketinggian lebih dari 24 m. 2. Sistem pipa tegak dan slang kelas I harus disediakan di bangunan gedung yang mempunyai empat atau lebih lantai, atau yang mempunyai empat atau lebih lantai besmen. 3. Sistem pipa tegak dan slang kelas I harus disediakan di bangunan gedung dimana sekurang-kurangnya terdapat satu lantai yang dihuni lebih dari 10 m di atas atau di bawah permukaan jalan masuk mobil pemadam kebakaran. 4. Sistem pipa tegak dan slang kelas I harus disediakan di bangunan gedung yang tidak diproteksi seluruhnya oleh sebuah sistem sprinkler otomatik yang disetujui, dimana sebuah ruangan atau daerah yang dihuni terletak lebih dari 45 m dari titik masuk instansi pemadam kebakaran ke dalam bangunan. 5. Kelas hidran yang dipasang pada bangunan harus didasarkan pada klasifikasi
bangunan dan ancaman bahaya kebakaran. 6. Pada bangunan rendah dengan luas kurang dari 4.000 meter persegi, yang mengandung ancaman bahaya kebakaran ringan, harus dilindungi dengan hidran klas II atau selang gulung (hose reel) 1”. 7. Pada bangunan rendah mulai dengan ancaman bahaya kebakaran sedang, tanpa tergantung pada ukuran luas lantai, harus sudah dilindungi dengan hidran klas III. 8. Pada bangunan menengah dan tinggi harus sudah dilindungi dengan hidran klas III, kecuali untuk bangunan dengan luas kurang dari 4.000 meter persegi dengan ancaman bahaya ringan dapat dilengkapi/ditambahkan pemakaian selang gulung (hose reel) 1 (satu) “. 9. Pada bangunan rendah dengan luas lantai lebih besar dari 4.000 meter persegi dengan ancaman bahaya kebakaran berat diutamakan pemakaian hidran klas I. 10. Penggunaan selang gulung (hose reel) dengan pengeluaran 1 inci hanya diperkenankan pada bangunan dengan ancaman bahaya kebakaran ringan yang mempunyai karakteristik tertentu yang menurut pertimbangan Dinas/Instansi/Lembaga Pemadam Kebakaran dapat menggunakan selang gulung (hose reel).
A.4 PERPIPAAN SISTEM HIDRAN KEBAKARAN 1. Sistem hidran kebakaran yang diterapkan untuk penanggulangan kebakaran adalah sistem pipa tegak basah. 2. Penggunaan sistem pipa tegak kering (dry riser) hanya diperbolehkan pada bangunan yang masih dalam tahap pembangunan (under construction) dan untuk bangunan terdahulu (existing building).
3. Jumlah maksimum hidran per-lantai dalam 1 (satu) pipa tegak : a. Setiap pipa tegak pada setiap lantai hanya diperkenankan melayani maksimum 2 titik hidran. b. Jika luas lantai bangunan yang ada tidak dapat mencakup/cover dengan penempatan 2 (dua) titik hidran, maka untuk setiap penambahan 2 (dua) titik hidran harus diikuti penambahan 1 (satu) pipa tegak. A.17 KELENGKAPAN DAN PENEMPATAN KOTAK HIDRAN 1. Kelengkapan kotak hidran type A terdiri atas : a. Kotak Hidran; b. Rak Selang; c. Selang; d. Pipa Pemancar; e. Lubang pengeluaran : 1,5 inci dan 2,5 inci (Landing Valve); f. Bel alarm; g. Tombol Manual; h. Jack telepon. 2. Kelengkapan hidran type B terdiri atas : a. Kotak Hidran; b. Rak Selang; c. Selang; d. Pipa pemancar; e. Lubang Pengeluaran : 1,5 inci dan 2,5 inci (Landing Valve). 3. Kotak hidran yang selalu terkunci harus menggunakan daun pintu yang tembus pandang. 4. Kotak hidran harus diletakkan pada tempat yang mudah dilihat dan dijangkau,
pada ketinggian 0,9 meter sampai 1,5 meter diatas diatas lantai serta dapat melindungi/melayani seluruh bagian ruangan/gedung pada lantai yang bersangkutan. 5. Hidran halaman harus ditempatkan didaerah jangkauan/parimeter bangunan, pada jarak maksimum 150 meter dari jalan masuk kesetiap bangunan. 6. Jarak antara titik hidran halaman maksimum 150 meter dan tidak boleh ditempatkan pada jarak kurang dari 6 meter dari bangunan. 7. Penempatan hidran halaman harus mempertimbangkan kondisi lingkungan yang berdekatan dengan hidran umum/hidran kota. 8. Hidran halaman harus ditempatkan berdekatan dengan pintu masuk atau posisi yang dapat dimasuki oleh mobil tangga/mobil pompa Dinas Kebakaran. 9. Lokasi dan jalan menuju ke hidran halaman tidak terganggu oleh parkir, bongkar muat, pertamanan dll. 10. Kotak hidran harus mudah dibuka untuk penggunaan sewaktu-waktu dan harus terlindung dari kerusakan. 11. Pada kotak hidran harus dilengkapi dengan tulisan “HIDRAN KEBAKARAN”warna putih minimal ukuran 50 millimeter huruf balok diatas warna dasar merah.
A.18 PEMERIKSAAN, PENGUJIAN DAN PEMELIHARAAN 1. Setelah semua instalasi sistem hidran kebakaran terpasang, maka terhadap sistem tersebut harus diadakan pengujian tekanan secara hidrostatis selama : • 30 menit dengan tekanan tidak boleh kurang dari 21 bar atau 3,5 bar diatas tekanan normal (21 bar) • 2 jam dengan tekanan 13,5 bar atau 3,5 bar diatas tekanan maksimum
(sebesar 10,3 bar) 2. Pemeriksaan atas kehandalan sistem hidran kebakaran harus dilaksanakan dalam rangka memperoleh/mendapatkan rekomendasi dari Instansi yang berwenang (Dinas/Instansi/Lembaga Pemadam Kebakaran) sebagai persetujuan atas pemasangan instalasi yang dimaksud. 3. Agar kehandalan sistem tetap terpelihara (optimal) , maka harus diadakan pemeliharaan secara teratur melalui serangkaian pegujian instalasi (baik secara intern maupun melibatkan Dinas/Instansi/Lembaga Pemadam Kebakaran) pada saat pemeriksaan berkala.
Pasal 3 (3) Persyaratan hidran kota atau hidran halaman adalah sebagai berikut : a. masing-masing hidran berkapasitas minimal 1.000 (seribu) liter / menit. b. tekanan dimulut hidran minimal 2 (dua) kg/m2. c. maksimal jarak hidran 1000 (seribu) meter.
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 26/PRT/M/2008 TANGGAL 30 DESEMBER 2008 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN PADA BANGUNAN GEDUNG DAN LINGKUNGAN 2.3.5.2. Tiap bagian dari jalur untuk akses mobil pemadam di lahan bangunan gedung harus dalam jarak bebas hambatan 50 m dari hidran kota. Bila hidran
kota tidak tersedia, maka harus disediakan hidran halaman (lihat gambar 2.3.5.2). 2.3.5.3. Dalam situasi di mana diperlukan lebih dari satu hidran halaman, maka hidran-hidran tersebut harus diletakkan sepanjang jalur akses mobil pemadam sedemikian hingga tiap bagian dari jalur tersebut berada dealam jarak radius 50 m dari hidran. 2.3.5.4. Pasokan air untuk hidran halaman harus sekurang-kurangnya 38 liter/detik pada tekanan 3,5 bar, serta mampu mengalirkan air minimmal selama 30 menit.