BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Kebakaran
Kebakaran adalah suatu nyala api, baik kecil atau besar pada tempat yang tidak kita kehendaki, merugikan pada umumnya sukar dikendalikan (Perda DKI, 1992). 1. Klasi Klasifik fikasi asi Keba Kebaka kara ran n Yang dimaksud dengan klasifikasi kebakaran adalah penggolongan atau pembagian atas kebakaran berdasarkan pada jenis benda / bahan yang terbakar. Dengan adanya klasifikasi kebakaran tersebut diharapkan akan lebih mudah atau lebih cepat dan lebih tepat mengadakan pemilihan media pemadaman yang akan dipergunakan untuk melaksanakan pemadaman (Perda DKI, 1992). Menurut Perda DKI (1992) klasifikasi kebakaran sesuai dengan bahan bakar yang terbakar dan bahan pemadaman untuk masing – masing kelas yaitu:
a. Kelas A Termasuk dalam kelas ini adalah kebakaran pada bahan yang mudah terbakar biasa, misalnya : kertas, kayu, maupun plastik. Cara mengatasinya yaitu bisa dengan menggunakan ait untuk menurunkan suhunya sampai di bawah titik penyulutan, serbuk kering untuk mematikan proses pembakaran atau menggunakan halogen untuk memutuskan reaksi berantai kebakaran.
b. Kelas B Kebakaran pada kelas ini adalah yang melibatkan bahan seperti cairan combustible dengan cairan flammable, seperti bensin, minyak tanah, dan bahan serupa lainnya. Cara mengatasinya dengan bahan foam. bahan foam.
c. Kelas C Kebakaran yang disebabkan oleh listrik yang bertegangan untuk mengatasinya yaitua dengan menggunakan bahan pemadaman kebakaran non kondusif agar terhindar dari sengatan listrik.
d. Kelas D Kebakaran pada bahan logam yang mudah terbakar seperti titanium, alumunium, magnesium, dan kalium. Cara mengatasinya yaitu powder yaitu powder khusus kelas ini. 2. Keru Kerugi gian an aki akiba batt keba kebaka kara ran n Kerugian akibat kebakaran menurut Depnaker ILO, (1980) meliputi: a. Asap b. Gas beracun c. Keku Kekura rang ngan an oksi oksige gen n d. Panas e. Terbakar Menurut Depnaker UNDP ILO, (1987) menyebutkan kerugian akibat kebakaran dan segala akibat yang ditimbulkan disebabkan adanya ketimpangan sebagai berikut: a. Tidak Tidak adanya adanya sarana sarana deteks deteksii / alarm alarm b. Sistim deteksi /alarm tidak berfungsi c. Alat Alat pemada pemadam m Api Api tidak tidak sesua sesuaii / tidak tidak memad memadai ai d. Alat Alat pemad pemadam am Api Api tida tidak k berfu berfungs ngsii e. Saran Saranaa evaku evakuasi asi tid tidak ak terse tersedi diaa f. Dan banyak banyak faktor faktor lain seperti seperti manajemen manajemen K3, K3, program program inpeksi inpeksi,, dan pemeliha pemeliharaan raan
2.2. Konsep Dasar Terjadinya Api
1. Defin finisi isi Ap Api Api adalah “Suatu massa zat gas yang timbul karena adanya reaksi eksotermis dan dapat menghasilkan panas, nyala, cahaya, asap, dan bara.” Suatu reaksi kimia yang diikuti radiasi cahaya dan panas. Reaksi kimia disini mengandung pengertian adanya proses yang sedang berlangsung secara kimiawi. (Dinas Kebakaran DKI Jakarta,1994). Untuk menimbulkan api awalan diperlukan 3 (tiga) unsur: a. Bend Bendaa / baha bahan n bak bakar ar ( fuel fuel )
: harus menjadi uap terlebih dahulu
b. Panas ( Heat/ Heat/ energi)
: harus cukup untuk menentukan titik nyala.
c. Oksigen
: sebagai oksidator
2. Teor Teorii Das Dasar ar Api Teori dasar api menurut Dinas Kebakaran DKI Jakarta, (1994) terdiri dari segitiga api atau dikenal dengan nama The Fire Triangle of Combustion yaitu: a. Panas ( Heat/ Heat/ energi) energi) 1) Api terbuka terbuka (Open Flame) Flame ) 2) Sinar Sinar Mataha Matahari ri (Sun (Sun Light ) 3) Energi Energi mekan mekanik ik a) Gesekan ( Friction) Friction) antara dua benda b) Benturan dua buah benda b. Kompersi (Compression (Compression)) 1) Pema Pemamp mpata atan n udara udara dan dan gas gas 2) Pemipi Pemipitan tan bend bendaa – benda benda padat padat seperti seperti timb timbun unan an sampah sampah c. List Listri rik k (Ele (Elekt ktri rik) k) 1) Beban Beban lebih lebih pada pada kabel kabel listr listrik ik 2) Peralatan Peralatan listrik listrik (kompor (kompor setrika setrika dan las listrik) listrik) d. Pros roses Kimi imia
1) Kapu Kapurr siri sirih h den denga gan n air air 2) Asam Asam sulf sulfat at den denga gan n air air e. Panas anas Berp Berpin ind dah ( Heat Heat Transfer ) 1) Radiasi ( Radiation) Radiation) Panas berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan cara memancarkan melalui udara kesemua arah 2) Konduksi (Conduction (Conduction)) Panas berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan cara menjalar melalui benda (logam) kesemua arah 3) Konveksi (Convection (Convection)) Panas berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan cara mengalir melalui atau pada udara atau cairan kesemua arah 4) Direct Burning ( Direct Flame Contect ) Panas berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan secara langsung terkena lidah api atau dikarenakan lompatan api bara atau nyala f. Oksigen – zat as asam Terdapat bebasa di udara berdasarkan penyelidikan diudara terdapat (terkandung): 1) 20 % kad kadar ar oks oksig igen en 2) 79 % kad kadar ar nitr nitrog ogen en (N2) 3) 1% campuran campuran dari Neon, Neon, Xenon, Xenon, Argon, Argon, Krypton, Krypton, Hydroge Hydrogen, n, dan zat air g. Benda enda / bah bahan an ( Fuel Fuel ) 1) Titi Titik k nya nyala la ( Flash Flash Point ) 2) Suhu Suhu peny penyal alaa aan n ( Auto Auto Ignition Temperature) Temperature) 3) Daera Daerah h yang yang bisa bisa terb terbak akar ar ( Flammable Flammable Range) Range)
Berdasarkan bentuknya benda yang dapat terdapat terbakar di bagi menjadi tiga (3) golongan yaitu: a. Benda pa padat b. Benda cair c. Benda gas Berdasarkan suhu penyalaannya benda menurut Dinas Kebakaran DKI Jakarta, (1994) dapat dibagi menjadi dua (2) kelompok besar yaitu: a. Benda yang yang mudah mudah terbakar terbakar yaitu yaitu benda benda yang mempun mempunyai yai suhu suhu penyalaan penyalaan rendah rendah b. Benda yang sukar terbakar yaitu benda yang mempunyai suhu penyalaan tinggi
2.3. Klasifikasi Bahaya Hunian
Berdasarkan Keputusan Mentri Pekerjaan Umum No.10/KPTS/2000, tentang pengamanan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan bangunan gedung dan lingkungan membagi membagi kelas bangunan menjadi beberapa kelas, yaitu: 1. Kelas 1: Bangunan Hunian Biasa Adalah satu atau lebih bangunan yang merupakan: a. Kelas 1a: bangunan hunian tunggal tunggal yang berupa: 1)
satu satu ruma rumah h tung tungga gal; l; atau atau
2)
satu atau atau lebih bangunan bangunan hunian hunian gandeng, gandeng, yang masing-masin masing-masing g bangun bangunannya annya dipisahkan dengan suatu dinding tahan api, termasuk rumah deret, rumah taman, unit town house, villa
b. Kelas 1b: rumah asrama/kost, rumah tamu, hotel, atau sejenis-nya dengan luas total lantai kurang dari 300 m 2 dan tidak ditinggali lebih dari 12 orang secara tetap, dan tidak terletak di atas atau di bawah bangunan hunian lain atau bangunan kelas lain selain tempat garasi pribadi.
2. Kelas 2: Bangunan hunian yang terdiri atas 2 atau lebih unit hunian yang masingmasing merupakan tempat tinggal terpisah. 3. Kelas 3: Bangunan hunian di luar bangunan kelas 1 atau 2, yang umum digunakan sebagai tempat tinggal lama atau sementara oleh sejumlah orang yang tidak berhubungan, termasuk: a. rumah rumah asram asrama, a, ruma rumah h tamu, tamu, losmen losmen;; atau atau b. bagian untuk tempat tinggal dari suatu hotel atau motel; atau c. bagian bagian untuk untuk tempa tempatt tinggal tinggal dari dari suatu suatu sekolah sekolah;; atau d. panti untuk untuk orang orang berumur, berumur, cacat, cacat, atau atau anak-an anak-anak; ak; atau atau e. bagian untuk tempat tinggal tinggal dari suatu bangunan bangunan perawatan perawatan kesehatan kesehatan f. yang yang menam menampun pung g karyaw karyawanan-kary karyawa awanny nnya. a.
4. Kelas 4: Bangunan Hunian Campuran Adalah tempat tinggal yang berada di dalam suatu bangunan kelas 5, 6, 7, 8, atau 9 dan merupakan tempat tinggal yang ada a da dalam bangunan tersebut.
5. Kelas 5: Bangunan kantor Adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk tujuan-tujuan usaha profesional, pengurusan administrasi, atau usaha komersial, di luar bangunan kelas 6, 7, 7, 8, atau 9.
6. Kelas 6: Bangunan Perdagangan Adalah bangunan toko atau bangunan lain yang dipergunakan untuk tempat penjualan barang-barang secara sec ara eceran atau pelayanan kebutuhan langsung kepada masyarakat, termasuk: a. ruang ruang makan, makan, kafe, kafe, restora restoran; n; atau
b. ruang makan malam, bar, toko atau kios sebagai bagian dari suatu hotel atau motel; atau c. tempat tempat poton potong g rambut/ rambut/salo salon, n, tempat tempat cuci cuci umum; umum; atau d. pasar, ruang penjualan, penjualan, ruang pamer, atau bengkel. bengkel.
7. Kelas 7: Bangunan Penyimpanan/Gudang Adalah bangunan gedung yang dipergunakan penyimpanan, te rmasuk: a. tempat tempat parki parkirr umum; umum; atau atau b. gudang, atau tempat pamer barang-barang produksi produksi untuk dijual atau cuci gudang.
8. Kelas 8: Bangunan Laboratorium/Industri/Pabrik Adalah bangunan gedung laboratorium dan bangunan yang dipergunakan untuk tempat pemrosesan suatu produksi, perakitan, perubahan, perbaikan, pengepakan, finishing, atau pembersihan barang-barang produksi dalam rangka perdagangan atau penjualan.
9. Kelas 9: Bangunan Umum Adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk melayani kebutuhan masyarakat umum, yaitu: a. Kelas 9a: bangunan perawatan kesehatan, termasuk bagian-bagian dari bangunan tersebut yang berupa laboratorium; b. Kelas 9b: bangunan pertemuan, termasuk bengkel kerja, laboratorium atau sejenisnya di sekolah dasar atau sekolah lanjutan, hall, bangunan peribadatan, bangunan budaya atau sejenis, tetapi tidak termasuk setiap bagian dari bangunan yang merupakan kelas lain.
10. Kelas 10: Adalah bangunan atau struktur yang bukan hunian: a. Kelas 10a: bangunan bukan hunian yang merupakan garasi garas i pribadi, carport, atau sejenisnya; b. Kelas 10b: struktur yang berupa pagar, tonggak, antena, dinding penyangga atau dinding yang berdiri bebas, kolam renang, atau sejenisnya. Klasifikasi bahaya hunian adalah pengelompokkan menurut jumlah bahan – bahan dan kemudahan terbakarnya sehinnga kecepatan melepaskan panas yang mempengaruhi kecepatan rambat dari api (Depnaker ILO,1987). Sedangkan klasifikasi bahaya kebakaran menurut Perda DKI Jakarta, (2008) terdiri dari: 1. Bahaya Bahaya
Kebakara Kebakaran n
mempunyai
nilai
Ringan Ringan dan
adalah
kemudahan
ancaman ancaman terbakar
bahaya bahaya rendah,
kebakaran kebakaran apabila
yang yang
kebakaran
melepaskan panas rendah, sehingga penjalaran api lambat. Yang dimaksud bahaya kebakaran ringan ialah hunian : a. Temp Tempat at iba ibada dah h b. Perkantoran c. Pend Pendid idik ikan an d. Ruan Ruang g maka makan n e. ruan ruang g rawa rawatt inap inap f. Peng Pengin inap apan an g. Hotel tel h. Muse Museum um i. Penjara j. Perumahan 2. Baha Bahaya ya Keba Kebaka kara ran n Sed Sedan ang g
a. Bahaya Bahaya Kebak Kebakaran aran Seda Sedang ng I Ancaman Ancaman bahaya bahaya kebakaran kebakaran yang yang mempunyai mempunyai jumlah dan dan kemudahan kemudahan terbakar terbakar sedang, penimbunan bahan bahan yang mudah terbakar dengan tinggi tidak lebih dari 2,5 ( dua setengah ) meter dan apabila apabila terjadi kebakaran kebakaran melepaska melepaskan n panas sedang, sedang, sehingga penjalaran api sedang. Yang Yang dimaksud bahaya kebakaran kebakaran Sedang I ialah bangunan :tempat penjualan dan penampungan susu, restoran, pabrik gelas/kaca, pabrik asbestos, pabrik balok beton, pabrik es, pabrik kaca/cermin, pabrik garam, restoran/kafe, penyepuhan, pabrik pengalengan ikan, daging, buah-buahan dan tempat pembuatan perhiasan. b. Bahaya Kebakaran Sedang II Ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai jumlah dan kemudahan kemudahan terbakar sedang; penimbunan bahan yang mudah mudah terbakar dengan tinggi tidak lebih dari 4 (empat) meter dan apabila apabila terjadi kebakaran kebakaran melepaskan panas panas sedang, sehingga sehingga penjalaran api sedang. Yang dimaksud dengan bangunan gedung yang diklasifikasikan dalam bahaya kebakaran sedang II antara lain : penggilingan produk biji-bijian, pabrik roti/kue, pabrik minuman, pabrik permen, pabrik pab rik destilasi/penyulingan minyak atsiri, a tsiri, pabrik makanan ternak, pabrik pengolahan bahan kulit, pabrik mesin, pabrik baterai, pabrik bir, pabrik susu kental manis, konveksi, pabrik bohlam dan neon, pabrik film/fotografi, pabrik kertas ampelas, laundry dan dry cleaning, penggilingan dan pemanggangan kopi, tempat parkir mobil dan motor, bengkel mobil, pabrik mobil dan motor, pabrik teh, toko bir/anggur dan spiritus, perdagangan retail, pelabuhan, kantor pos, tempat penerbitan dan percetakan, pabrik ban, pabrik rokok, pabrik perakitan kayu, teater dan auditorium, tempat hiburan /diskotik, karaoke, sauna, klab malam.
c. Bahaya Bahaya Kebaka Kebakaran ran Sedang Sedang III III Ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai jumlah dan kemudahan kemudahan terbakar agak tinggi, menimbulkan menimbulkan panas agak tinggi serta penjalaran api agak cepat apabila terjadi kebakaran. Yang dimaksud dengan bangunan gedung yang diklasifikasikan dalam bahaya kebakaran sedang III antara lain : pabrik yang membuat barang dari karet, pabrik yang membuat barang dari plastik, pabrik karung, pabrik pesawat terbang, pabrik peleburan metal, pabrik sabun, pabrik gula, pabrik lilin, pabrik pakaian, toko dengan pramuniaga lebih dari 50 orang, pabrik tepung terigu, pabrik kertas, pabrik semir sepatu, pabrik sepatu, pabrik karpet, pabrik minyak ikan, pabrik dan perakitan elektronik, pabrik kayu lapis dan papan partikel, tempat penggergajian kayu. 3. Baha Bahaya ya Keba Kebaka kara ran n Bera Beratt a. Baha Bahaya ya Keba Kebaka karan ran Berat Berat I Ancaman bahaya kebakaran yangmempunyai jumlah dan kemudahan terbakar tinggi, tinggi, menimbulk menimbulkan an panas tinggi tinggi serta penjalaran penjalaran api cepat cepat apabila apabila terjadi kebakaran, Yang dimaksud dengan bangunan gedung yang diklasifikasikan dalam bahaya kebakaran berat I antara lain : bangunan bawah tanah/ bismen, subway, hangar pesawat terbang, pabrik korek api gas, pabrik pengelasan, pabrik foam plastik, pabrik foam karet, pabrik resin dan terpentin, kilang minyak, pabrik wool kayu, tempat yang menggunakan fluida hidrolik yang mudah terbakar, pabrik pengecoran logam, pabrik yang menggunakan bahan baku yang mempunyai titik tit ik nyala 37,9°C (100°F), pabrik tekstil, pabrik benang, pabrik yang menggunakan bahan pelapis dengan foam plastic (upholstering with plastic foams).
b. Bahaya Kebakaran Berat II Ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai jumlah dan kemudahan kemudahan terbakar sangat tinggi, tinggi, menimbulkan menimbulkan panas sangat sangat tinggi serta penjalaran penjalaran api sangat cepat apabila apabila terjadi terjadi kebaka kebakaran ran.. Yang Yang dimak dimaksud sud dengan dengan bangu bangunan nan gedung gedung yang yang diklasifikasikan dalam bahaya kebakaran berat II antara lain : pabrik selulosa nitrat, pabrik yang menggunakan dan/atau menyimpan bahan berbahaya
2.4. Penanggulangan Penanggulangan dan Pencegahan Pencegahan Bahaya Kebakaran Kebakaran
Dalam upaya prosedur tanggap darurat secara garis besar meliputi rencana / rencana dalam menghadapi keadaan darurat, pendidikan dan latihan penananggulangan keadaan darurat serta proses evakuasi atau pemindahan dan penutupan (Jusuf, 1999). Pencegahan kebakaran dan penangulangan korban kebakaran tergantung lima (5) prinsip pokok (Suma’mur, 1996) 1996) sebagai berikut: 1. Pencegahan Pencegahan kecelakaa kecelakaan n sebagai sebagai akibat akibat kecelakaa kecelakaan n atas keadaan panik 2. Pembua Pembuatan tan bangun bangunan an tahan tahan api 3. Pengaw Pengawasan asan yang yang teratu teraturr dan dan berka berkala la 4. Penemuan Penemuan kebakaran kebakaran pada pada tingka tingkatt awal dan pemadamann pemadamannya ya 5. Pengendalia Pengendalian n kerusakan kerusakan untuk untuk membatasi membatasi kerusaka kerusakan n sebagai sebagai akibat kebakar kebakaran an Sedangkan menurut suprapto, (1995) ketentuan dan persyaratan teknis dalam proteksi kebakaran pada bangunan meliputi: 1. Melakukan Melakukan pemeriksaa pemeriksaan n dan pengeceka pengecekan n kondisi kondisi dan keandala keandalan n sarana dan dan peralatan peralatan sistem proteksi kebakaran 2. Melengkapi Melengkapi sarana sarana dan peralatan peralatan proteksi proteksi didasari didasari atas analisis analisis risiko risiko bahaya bahaya dan standar serta ketentuan yang berlaku 3. Standar Standar dan ketentuan ketentuan teknis teknis proteksi proteksi kebakaran kebakaran harus harus diterapkan diterapkan dan disebarlu disebarluaskan askan
4. Setiap gedung gedung harus dilengk dilengkapi api dengan dengan sarana sarana pengamanan pengamanan terhadap terhadap kebakar kebakaran an secara lengkap dan memenuhi standard dan ketentuan teknis yang berlaku 5. Perlu dilakuk dilakukan an pemeriksaan pemeriksaan dan pemelihar pemeliharaan aan secara berkala berkala unuk unuk menjamin menjamin agar agar sarana dan peralatan proteksi kebakaran dalam kondisi siap pakai.
1.5. Sarana Sarana Prote Proteksi ksi Aktif Aktif
Sistim perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis maupun manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam kebakaran dalam melaksanakan operasi pemadaman, selain itu sistim itu digunakan dalam melaksanakan penanggulangan awal kebakaran (Perda DKI Jakarta, 2008). Sarana yang terdapat pada bangunan gedung yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa dari kebakaran dan bencana lain (Perda DKI Jakarta, 2008). Sesuai dengan peraturan yang berlaku (Kep Men PU No. 10/KPTS/2000), setiap bangunan gedung harus melaksanakan pengaturan pengamanan terhadap bahaya kebakaran mulai dari perencanaan, pelaksanaan pembangunan sampai tahap pemanfaatan sehingga bangunan gedung senantiasa aman dan berkualitas sesuai dengan fungsinya. Salah satu dari pelaksanaan pengamanan ini adalah melengkapi gedung dengan sarana proteksi aktif kebakaran, yang terdiri dari: 1. Sarana pendeteksi pendeteksian an dan peringatan peringatan kebakaran kebakaran Detektor dan alarm Kebakaran
Berdasarkan
SNI 03-3985-2000 Alarm
kebakaran adalah komponen dari
sistem yang memberikan isyarat/tanda setelah kebakaran terdeteksi. Komponen dari sistem deteksi dan alarm kebakaran yang berfungsi untuk mengontrol bekerjanya sistem, menerima dan menunjukkan adanya isyarat
kebakaran, mengaktifkan alarm kebakaran, melanjutkan ke fasilitas lain terkait, dan lain-lain. Panel kontrol dapat terdiri dari satu panel saja, dapat pula terdiri dari beberapa panel kontrol. Titik panggil manual adalah alat yang dioperasikan secara manual guna memberi isyarat adanya kebakaran. Untuk kepentingan standar ini, detektor kebakaran otomatik diklasifikasikan sesuai dengan jenisnya seperti tersebut di bawah ini : a. Detektor Detektor panas panas yaitu alat alat yang yang mendeteksi mendeteksi temperatu temperaturr tinggi tinggi atau laju laju kenaikan kenaikan temperatur yang tidak normal. b. Detektor asap yaitu alat yang mendeteksi partikel yang terlihat te rlihat atau yang tidak ti dak terlihat dari suatu pembakaran. c. Detekto Detektorr nyala nyala api yaitu yaitu alat alat yang yang mendete mendeteksi ksi sinar sinar infra infra merah merah,, ultra ultra violet, violet, atau radiasi yang terlihat yang ditimbulkan oleh suatu kebakaran. d. Detektor Detektor gas kebakara kebakaran n yaitu alat untuk untuk mendeteksi mendeteksi gas-gas gas-gas yang yang terbentuk terbentuk oleh oleh suatu kebakaran. e. Detektor Detektor kebakaran kebakaran lainnya lainnya yaitu alat yang yang mendetek mendeteksi si suatu suatu gejala gejala selain selain panas, asap, nyala api, atau gas yang ditimbulkan oleh kebakaran. 2. Sara Sarana na pem pemad adam am keb kebak akara aran n a. Hidran Hidran Kebaka Kebakaran ran Instalasi Hidran kebakaran adalah suatu sistim pemadaman kebakaran tetap yang menggunakan media pemadaman air bertekanan yang dialirkan melalui pipa – pipa dan selang kebakaran. Sistim ini terdiri dari persediaan air, pompa perpipaan, kopling, outlet dan inlet serta selang dan nozzle (SNI 225-1987). Sedangkan Sedangkan berdasarkan berdasarkan jenis dan penempatann penempatannya ya hidran menurut menurut SNI 2251987 terdiri dari:
1) Hidr Hidran an gedu gedung ng Hidran gedung terdiri dari dua persyaratan yaitu: a) Pers Persya yara rata tan n tekn teknis is Diameter selang maksimal 1,5 inci Minimal debit air 380 liter/menit Tekanan air maksimal 4,5 kg/cm
2
Diameter pipa (kopling) 2,5 inci
b) Persyaratan umum Letak kotak hidran dalam gedung mudah dilihat Letak kotak hidran dalam gedung mudah dicapai, tidak terhalang Kotak hidran mudah dibuka Panjang selang maksimal 30 m Selang dalam kondisi baik (tidak membelit bila di tarik)
(nozzel ) terpasang pada selang Pipa pemancar (nozzel Pipa hidran bercat merah Kotak hidran bercat merah Kotak hidran diberi tulisan ”hydrant” berwarna putih
2) Hidr Hidran an hala halama man n a) Pers Persya yara rata tan n tekn teknis is Debit air hidran 950 liter / menit 2
Tekanan maksimal 7 kg/cm dan tekanan minimum 4,5 kg/cm
2
Diameter selang 2,5 inci
b) Persyaratan umum Pilar hidran di pasang pada ketinggian 50 cm dari permukaan tangga Jarak pilar hidran dari pagar 1 m
Hidran halaman mudah terlihat, mudah dicapai, tidak terhalang oleh
benda – benda lain Pilar hidran harus dicat merah Selang hidran dalam keadaan baik
b. APAR Berdasarkan
Peraturan
Mentri
Tenaga
Kerja
dan
Transmigrasi
No:
PER.04/MEN/1980, Alat pemadam api ringan ialah alat yang ringan serta mudah dilayani oleh satu orang untuk memadamkan api pada mula terjadi kebakaran. Kebakaran dapat digolongkan: 1)
Kebaka Kebakaran ran bahan bahan pada padatt kecua kecuali li logam logam (Golon (Golongan gan A);
2)
Kebaka Kebakaran ran bahan bahan cair cair atau atau gas yang yang muda mudah h terbaka terbakarr (Golong (Golongan an B);
3)
Kebaka Kebakaran ran inst instalas alasii listri listrik k berteg bertegang angan an (Golo (Golonga ngan n C); C);
4)
Keba Kebaka karan ran loga logam m (Gol (Golon onga gan n D). D). Jenis alat pemadam api ringan terdiri:
1)
Jeni Jeniss cair cairan an (air (air); );
2)
Jenis bu busa;
3)
Jeni Jeniss tep tepun ung g ker kerin ing; g;
4)
Jenis Jenis gas (hydro (hydrocarb carbon on berh berhalo alogen gen dan sebagai sebagainya nya); );
Persyaratan Kinerja
1)
Pemasangan Setiap satu atau kelompok alat pemadam api ringan harus ditempatkan pada posisi yang mudah dilihat dengan jelas, mudah dicapai dan diambil serta dilengkapi dengan pemberian tanda pemasangan. Pemberian tanda pemasangan antara lain:
Tinggi pemberian tanda pemasangan adalah 125 cm dari dasar lantai tepat
diatas satu atau kelompok alat pemadam api ringan bersangkutan. Pemasangan dan penempatan alat pemadam api ringan harus sesuai
dengan jenis dan penggolongan kebakaran. Penempatan antara alat pemadam api yang satu dengan lainnya atau
kelompok satu dengan lainnya tidak boleh melebihi 15 meter, kecuali ditetapkan lain oleh pegawai pengawas atau ahli keselamatan Kerja. Semua tabung alat pemadam api ringan sebaiknya berwarna merah.
Dilarang memasang dan menggunakan alat pemadam api ringan yang didapati sudah berlubang-lubang atau cacat karena karat. Setiap alat pemadam api ringan harus dipasang (ditempatkan) menggantung pada dinding dengan penguatan sengkang atau dengan konstruksi penguat lainnya atau ditempatkan dalam lemari atau peti (box) yang tidak dikunci. Lemari atau peti (box) dapat dikunci dengan syarat bagian depannya harus diberi kaca aman ( safety glass) glass ) dengan tebal maximum 2 mm. Sengkang atau konstruksi tidak boleh dikunci atau digembok atau diikat mati. Ukuran panjang dan lebar bingkai kaca aman ( safety ( safety glass) glass) harus disesuaikan dengan besarya alat pemadam api ringan yang ada dalam lemari atau peti (box) sehingga mudah dikeluarkan. Pemasangan alat pemadam api ringan harus sedemikian rupa sehingga bagian paling atas (puncaknya) berada pada ketinggian 1,2 m dari permukaan lantai kecuali jenis CO2 dan tepung kering (dry (dry chemical ) dapat ditempatkan lebih rendah dengan syarat, jarak antara dasar alat pemadam api ringan tidak kurang 15 cm dan permukaan lantai.
Alat pemadam api ringan tidak boleh dipasang dalam ruangan atau tempat dimana suhu melebihi 49°C atau turun sampai minus 44°C kecuali apabila alat pemadam api ringan tersebut dibuat khusus untuk suhu diluar batas tersebut diatas. Alat pemadam api ringan yang ditempatkan di alam terkuka harus dilindungi dengan tutup pengaman. 2)
Pemeriksaan Setiap alat pemadam api ringan harus diperiksa 2 (dua) kali dalam setahun, yaitu: a) pemerik pemeriksaan saan dalam dalam jangka jangka 6 (enam) (enam) bula bulan; n; Pemeriksaan jangka 6 (enam) bulan, meliputi hal-hal sebagai berikut: Berisi atau tidaknya tabung, berkurang atau tidaknya tekanan dalam
tabung, rusak atau tidaknya segi pengaman cartridge atau tabung bertekanan dan mekanik penembus segel; Bagian-bagian luar dari tabung tidak boleh cacat termasuk handel dan
label harus selalu dalam keadaan baik Mulut pancar tidak boleh tersumbat dan pipa pancar yang terpasang
tidak boleh retak atau menunjukan tanda-tanda rusak. Untuk alat pemadam api ringan cairan atau asam soda, diperiksa
dengan cara mencampur sedikit larutan sodium bicarbonat dan asam keras diluar tabung, apabila reaksinya cukup kuat, maka alat pemadam api ringan tersebut tersebut dapat dipasang dipasang kembali; Untuk alat pemadam api ringan jenis busa diperiksa dengan cara
mencampur sedikit larutan sodium bicarbonat dan aluminium sulfat diluar tabung, apabila cukup kuat, maka alat pemadam api ringan tersebut dapat dipasang kembali;
Untuk alat pemadam api ringan hydrocarbon berhalogen kecuali jenis
tetrachloride diperiksa dengan cara menimbang, jika beratnya sesuai dengan aslinya dapat dipasang kembali; Untuk alat pemadam api jenis carbon tetrachlorida diperiksa dengan
cara melihat isi cairan didalam tabung dan jika memenuhi syarat dapat dipasang kembali. Untuk alat pemadam api jenis carbon dioxida (CO 2) harus diperiksa
dengan cara menimbang serta mencocokkan beratnya dengan berat yang tertera pada alat pemadam pemadam api tersebu tersebut, t, apabila apabila terdapat terdapat kekurangan berat sebesar 10% tabung pemadam api itu harus diisi kembali sesuai dengan berat yang ditentukan. b) pemeriksaan dalam jangka 12 (dua belas) bulan; Pemeriksaan jangka 12 (dua belas) untuk semua alat pemadam api yang menggunakan tabung gas. Untuk alat pemadam api jenis cairan dan busa dilakukan pemeriksaan dengan membuka tutup kepala secara hati-hati dan dijaga supaya tabung dalam posisi berdiri tegak, kemudian diteliti sebagai berikut: isi alat pemadam api harus sampai batas permukaan yang telah
ditentukan; pipa pelepas isi yang berada dalam tabung dan saringan tidak boleh
tersumbat atau buntu; ulir
tutup kepala tidak boleh cacat atau rusak, dan saluran
penyemprotan tidak boleh tersumbat.
peralatan yang bergerak tidak boleh rusak, dapat bergerak dengan
bebas, mempunyai rusuk atau sisi yang tajam dan bak gesket atau paking harus masih dalam keadaan baik; gelang tutup kepala harus masih dalam keadaan baik; bagian dalam dan alat pemadam api tidak boleh berlubang atau cacat
karena karat; untuk jenis cairan busa yang dicampur sebelum di masukkan larutannya
harus dalam keadaan baik; untuk jenis cairan busa dalam tabung yang dirak, tabung harus masih
dirak dengan baik; lapisan pelindung dan tabung gas bertekanan, harus dalam keadaan
baik; tabung gas bertekanan harus terisi penuh sesuai dengan kapasitasnya.
Untuk alat pemadam api jenis hydrocarbon berhalogen dilakukan pemeriksaan dengan membuka tutup kepala secara hati-hati dan dijaga supaya tabung dalam posisi berdiri tegak, kemudian diteliti menurut ketentuan sebagai berikut: isi tabung harus diisi dengan berat yang telah ditentukan; pipa pelepas isi yang berada dalam tabung dan saringan tidak boleh
tersumbat atau buntu; ulir tutup kepala tidak boleh rusak dan saluran keluar tidak boleh
tersumbat; peralatan yang bergerak tidak boleh rusak, harus dapat bergerak
dengan bebas,
mempunyai rusuk atau sisi yang tajam dan luas penekan harus dalam
keadaan baik; gelang tutup kepala harus dalam keadaan baik; lapisan pelindung dari tabung gas harus dalam keadaan baik; tabung gas bertekanan harus terisi penuh sesuai dengan kapasitasnya.
Untuk alat pemadam api ringan jenis tepung kering (dry chemical) dilakukan pemeriksaan dengan membuka tutup kepala secara hati-hati dan dijaga supaya tabung dalam posisi berdiri tegak dan kemudian diteliti menurut ketentuan -ketentuan sebagai berikut: isi tabung harus sesuai dengan berat yang telah ditentukan dan tepung
keringnya dalam keadaan tercurah bebas tidak berbutir; ulir tutup kepala tidak boleh rusak dan saluran keluar tidak boleh buntu
atau tersumbat; peralatan yang bergerak tidak boleh rusak, dapat bergerak dengan
bebas, mempunyai rusuk dan sisi yang tajam; gelang tutup kepala harus dalam keadaan baik; bagian dalam dan tabung tidak boleh berlubang-lubang atau cacat
karena karat; lapisan pelindung dari tabung gas bertekanan harus dalam keadaan
baik; tabung gas bertekanan harus terisi penuh, sesuai dengan kapasitasnya
yang diperiksa dengan cara menimbang. Untuk alat pemadam api ringan jenis pompa tangan CTC (Carbon Tetrachiorida) harus diadakan pemeriksaan lebih lanjut sebagai berikut:
peralatan pompa harus diteliti untuk memastikan bahwa pompa
tersebut dapat bekerja dengan baik; tuas pompa hendaklah dikembalikan lagi pada kedudukan terkunci
sebagai semula; dianggap perlu segel diperbaharui. setelah pemeriksaan selesai, bila dianggap Petunjuk cara-cara pemakaian alat pemadam api ringan harus dapat dibaca dengan jelas. 3.
Percobaan Untuk setiap alat pemadam api ringan dilakukan percobaan secara berkala dengan jangka waktu tidak melebihi 5 (lima) tahun sekali dan harus kuat menahan tekanan coba selama 30 (tiga puluh) detik. Untuk alat pemadam api jenis busa dan cairan harus tahan terhadap tekanan coba sebesar 20 kg per cm 2 Tabung gas pada alat pemadam api ringan dan tabung bertekanan tetap ( stored stored pressure) pressure) harus tahan terhadap tekanan coba sebesar satu setengah kali tekanan kerjanya atau sebesar 20 kg per cm 2 dengan pengertian. kedua angka tersebut dipilih yang terbesar untuk dipakai sebagai tekanan coba. Untuk alat pemadam api ringan jenis Carbon Dioxida (CO 2) harus dilakukan percobaan tekan dengan syarat: a) percobaan percobaan tekan tekan pertama pertama satu setengah setengah kali kali tekanan tekanan kerja; b) percobaan tekan ulang satu setengah kali tekanan kerja; c) jarak tidak tidak boleh dari dari 10 tahun tahun dan untuk untuk percobaan percobaan kedua tidak tidak lebih dari dari 10 tahun dan untuk percobaan tekan selanjutnya tidak boleh lebih dari 5 tahun.
Jika karena sesuatu hal tidak mungkin dilakukan percobaan tekan terhadap tabung alat pemadam api maka tabung tersebut tidak boleh digunakan sudah 10 (sepuluh) tahun terhitung tanggal pembuatannya dan selanjutnya dikosongkan. Tabung-tabung gas (gas containers) dan jenis tabung yang dibuang setelah digunakan atau tabungnya telah terisi gas selama 10 (sepuluh) tahun tidak diperkenankan dipakai lebih lanjut dan isinya supaya dikosongkan. Tabung gas (tabung gas containers) yang telah dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk dipakai lebih lanjut harus dimusnahkan. Apabila dalam pemeriksaan alat pemadam api jenis carbon dioxida (CO2) sesuai dengan ketentuan dalam pasal 12 terdapat cacat karena karat atau beratnya berkurang 10% dari berat seharusnya, terhadap alat pemadam api tersebut harus dilakukan percobaan tekan dan jangka waktu percobaan tekan berikutnya tidak boleh lebih dari 5 (lima tahun). Setelah dilakukan percobaan tekan terhadap setiap alat pemadam api ringan, tanggal percobaan tekan tersebut dicatat dengan cap diselembar pelat logam pada badan tabung. 4.
Pengisian Ul Ulang Setiap tabung alat pemadam api ringan harus diisi kembali dengan cara: a) untuk asam soda, soda, busa, busa, bahan bahan kimia, kimia, harus harus diisi diisi setahun setahun sekali; sekali; b) untuk jenis cairan busa yang dicampur lebih dahulu harus diisi 2 (dua) tahun sekali; c) untuk jenis jenis tabung tabung gas hydro hydrocarbon carbon berhalo berhalogen, gen, tabung tabung harus harus diisi 3 (tiga (tiga tahun sekali, sedangkan jenis Iainnya diisi selambat -lambatnya 5 (lima) tahun.
Bagian dalam dari tabung alat pemadam api ringan hydrocarbon berhalogen atau tepung kering (dry chemical ) harus benar-benar kering sebelum diisi kembali Alat pemadam api ringan jenis cairan dan busa diisi kembali dengan cara: a) Bagian dalam dari dari tabung tabung alat alat pemadam pemadam api jenis cairan cairan dan dan busa busa (Chemical) harus dicuci dengan air bersih b) Saringan, bagian dalam tabung, pipa pelepas isi dalam tabung dan alat-alat alat -alat expansi tidak boleh buntu atau tersumbat. Pengisian ulang tidak boleh melewati tanda batas yang tertera. c) Setiap melakuk melakukan an penglarut penglarutan an yang diperlukan, diperlukan, harus harus dilakuka dilakukan n dalam bejana yang tersendiri. d) Larutan Larutan sodium sodium bicarbona bicarbonatt atau larutan larutan lainnya lainnya yang yang memerluk memerlukan an penyaringan pelaksanaannya dilakukan secara menuangkan kedalam tabung melalui saringan. e) Timbel penahan penahan alat lainny lainnyaa untuk untuk menahan menahan asam asam atau larutan garam asam asam ditempatkan kembali ke dalam tabung. f) Timbel penahan penahan yang yang agak longgar longgar harus harus diberi diberi lapisan lapisan tipis/petro tipis/petroleum leum jelly sebelum dimasukan. g) Tabung Tabung gas sistim sistim dikempa dikempa harus diisi diisi dengan dengan gas atau udara udara sampai sampai pada batas tekanan kerja, kemudian ditimbang sesuai dengan berat isinya termasuk lapisan zat pelindung. Alat pemadam api ringan jenis hydrocarbon berhalogen hydrocarbon berhalogen harus diisi kernbali dengan cara: a) Untuk tabung tabung gas bertekan bertekanan, an, harus harus diisi diisi dengan dengan gas atau atau udara udara kering kering sampai batas tekanan kerjanya.
b) Tabung gas bertekanan harus ditimbang dan lapisan cat pelindung dalam keadaan baik. c) Jika digunaka digunakan n katup katup atau pen pen pengaman, pengaman, katup atau atau pen pengaman pengaman tersebut harus sudah terpasang sebelum tabung dikembalikan pada kedudukannya. Alat pemadam api ringan jenis tepung kering ( dry chemical ) harus diisi dengan cara: a) Dindin Dinding g tabu tabung ng dan mulut mulut panc pancar ar (nozzle (nozzle)) dibersihkan dan tepung kening (dry chemical ) yang melekat; b) Ditiup dengan udara kering dan kompressor; kompressor; c) Bagian sebelah dalam dalam dari dari tabung harus diusaha diusahakan kan selalu selalu dalam keadaan kering; d) Untuk tabung tabung gas bertekanan bertekanan harus harus ditimban ditimbang g dan lapisan lapisan cat perlindun perlindungan gan harus dalam keadaan baik. e) Katup atau pen pen pengaman pengaman harus harus sudah sudah terpasang terpasang sebelum sebelum tabung tabung dikembalikan pada kedudukannya. c. Alat Alat peme pemerc rcik ik air air oto otoma mati tiss (Springkler (Springkler ) Sprinkler adalah alat pemancar air untuk pemadaman kebakaran yang mempunyai tudung tudung berbentuk deflektor pada ujung mulut mulut pancarnya, sehingga air dapat memancar kesemua arah secara merata (Kep Men PU No. 10/KPTS/2000).
Persyaratan Kinerja
1)
Pemakaian Sistem Sprinkler harus dipasang pada bangunan sebagaimana ditunjukkan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1.
Persyaratan Pemakaian Sprinkler Jenis Bangunan
Semua kelas bangunan: a. termasu termasuk k lapangan lapangan parki parkirr terbuka dalam bangunan campuran b. lapangan parkir terbuka tidak termasuk, yang merupakan bangunan terpisah Bangunan pert ertokoan (K (Kelas las 6) 6)
Bangunan Rumah Sakit Ruang pertemuan umum, Ruang pertunjukan, Teater. Konstruksi Atrium Bangunan berukuran besar yang terpisah
Ruang parkir, selain ruang parkir terbuka Bangunan dengan resiko bahaya kebakaran amat tinggi *)
Kapan Sprinkler diperlukan:
Pada bangunan yang tinggi efektifnya lebih dari 14 m atau jumlah lantai lebih dari 4 lantai.
Dala alam ko komparte rtemen ke kebakaran dengan salah satu ketentuan berikut, berlaku: a. luas luas lan lantai tai lebi lebih h dari dari 3.5 3.500 00 M2 b. volume ruangan lebih dari 21.000 21.000 3 M Lebih dari 2 (dua) lantai Luas panggung dan belakang panggung lebih dari 200 M 2 Tiap bangunan ber-atrium Ukuran kompartemen yang lebih besar mengikuti: a. Bangunan Bangunan Kelas Kelas 5 s.d. 9 dengan dengan luas maksimum 18.000 M2 dan volume 108.000 M 3. b. Semua bangunan dengan luas lantai lebih besar dari 18.000 m 2 dan volume 108.000 m 3. Bila menampung lebih dari 40 kendaraan. Pada kompartemen dengan salah satu dari 2 (dua) persyaratan berikut, berlaku: a. luas lantai lantai melebih melebihii 2.000 2.000 M2. b. volume lebih dari 12.000 M3.
Catatan:
*) Jenis bangunan dengan resiko atau potensi bahaya amat tinggi meliputi:
a) UNIT PENGOLAHA PENGOLAHAN N ATAU ATAU PENYIMPAN PENYIMPANAN AN BENDA BENDA BERBAHAYA, BERBAHAYA, SEPERTI: hanggar pesawat terbang, pabrik pembuatan barang rotan dan penyimpanannya,
penyimpanannya, pabrik korek api, petasan, dan penyimpanannya, pabrik
barang-barang
bahan
plastik,
busa
pengolahan
dan
penyimpanannya, pabrik pembuatan lembaran bahan hidro-karbon seperti penutup lantai
vinil,pengolahan dan penyimpanannya. pabrik pembuatan bahan-bahan serat/serabut kayu mudah terbakar.
b) TIMBUNAN BENDA BERBAHAYA YANG YANG VOLUMENYA MELEBIHI 1.000 M 3 DENGAN TINGGI TIMBUNAN/TUMPUKAN LEBIH DARI 4 M, ANTARA LAIN:
aerosol dengan kandungan mudah terbakar,
karpet dan pakaian,
peralatan listrik,
papan serat dan kayu lapis,
bahan karton tanpa melihat volumenya,
bahan serat mudah terbakar,
mebel/furnitur termasuk kayu, rotan dan komposit dicampur bahan dari busa dan plastik,
gudang kertas (segala jenis baru maupun bekas) seperti bal, lembaran,gulungan vertikal dan horisontal dilapisi lilin atau diproses,
bahan baku tekstil dan perlengkapannya dalam bentuk hamparan maupun gulungan,
penyimpanan/penimbunan
bahan
kayu,
gudang
kayu
termasuk
lembaran/papan kayu, panel, balok dan potongan-potongan kayu,
bahan vinil, plastik, plastik busa, karet, dan lembaran bahan baha n karpet dan kasur busa,
bahan-bahan yang dipakatau dikemas dalam petikemas dari bahan plastic campuran busa.
2)
Pemasangan Berdasarkan Berdasarkan SNI SNI 03-398903-3989- 2000 ,Sistem springkler terdiri dari 3 klasifikasi sesuai dengan klasifikasi Hunian Bahaya kebakaran, yaitu : a) sistem bahaya bahaya kebakaran kebakaran ringan, ringan, b) sistem bahaya kebakaran sedang, c) sistem bahaya bahaya kebakaran kebakaran berat. Jaringan pipa untuk dua sistem bahaya kebakaran atau lebih yang berbeda boleh dihubungkan pada satu katup kendali dengan ketentuan jumlah kepala springkler yang dilayani tidak melampaui jumlah maksimum. Perhitungan hidrolik tiap sistem harus direncanakan berdasarkan kepadatan pancaran pada daerah kerja maksimum yang diperkirakan (banyaknya kepala springkler yang dianggap bekerja) dibagian hidrolik tertinggi dan terjauh dari gedung yang dilindungi. Kepadatan pancaran yang direncanakaan dan daerah kerja maksimum yang diperkirakan untuk ketiga klasifikasi tersebut diatas tercantum dibawah ini : a)
Sistem bahaya kebakaran ringan.
Kepadatan pancaran yang direncanakan 2,25 mm/menit. Daerah kerja 2
maksimum yang diperkirakan : 84 m . Catatan :
Tambahan kepadatan sebesar 5 mm/men diberikan untuk daerah tertentu pada hunian bahaya kebakaran ringan, seperti : ruang atap, ruang besmen, ruang ketel uap, dapur, ruang binatu, ruang penyimpanan, ruang kerja bengkel dan lain-lain dengan penentuan jarak kepala springkler kepala springkler yang yang lebih.
b)
Sistem bahaya kebakaran sedang.
Kepadatan pancaran yang direncanakan 5 mm/menit. 2
Daerah kerja maksimum yang diperkirakan 72 ~ 360 m . Catatan : Sistem bahaya kebakaran sedang terdiri dari 3 (tiga) kelompok berdasarkan daerah kerja maksimum yang diperkirakan, yaitu : 2
kelompok I, (bahaya kebakaran sedang ringan) 72 m , 2
kelompok II,144 m (bahaya kebakaran sedang-sedang) 144 m , 2
kelompok III, (bahaya kebakaran sedang berat) 216 m .
Apabila kemungkinan terjadi penyalaan serentak, misalnya yang mungkin 2
terjadi pada proses persiapan di pabrik tekstil, maka luas maksimumnya maksimumnya 360 m .
3)
Peme Pemeri riks ksaa aan n dan dan peng penguj ujia ian n Setelah pemasangan selesai harus diadakan pemeriksaan dan pengujian oleh instalatur dan disaksikan oleh pemilik dan pejabat yang berwenang. Instalatur dapat meninggalkan pekerjaan apabila semua cacat telah diperbaiki dan sistem springkler siap beroperasi. Berita acara serah terima harus dibuat dan ditanda tangani oleh semua pihak yang bersangkutan sebagai tanda bukti penyerahan pekerjaan.
Semua pengujian yang diminta dalam standar ini harus dilakukan oleh instalatur. Instalatur harus memberitahukannya terlebih dahulu sebelum pengujian dilaksanakan kepada pemilik dan pejabat yang berwenang. Apabila tidak ada petugas dari pihak yang berwenang dapat hadir pada waktu pengujian dan ijin pengujian telah diberikan, maka pengujian dapat dilaksanakan oleh pemilik atau orang yang ditunjuknya. Hasil pengujian harus diserahkan kepada pejabat yang berwenang untuk disahkan.
2.6. Sarana Penyelamatan Jiwa (evakuasi)
Pada saat kebakaran, sarana penyelamatan jiwa merupakan hal yang penting dilakukan, mengingat jiwa manusia tidak bisa dinilai dengan harta ataupun yang lainnya. Upaya penyelamatan jiwa merupakan upaya untuk membimbing orang menuju jalan keluar, mengarah jauh dari daerah bahaya dan mencegah agar tidak terjadi panik. Rute penyelamatan terdiri dari tiga tipe yang dapat digunakan untuk melarikan diri dari bahaya kebakaran, yaitu: 1. Langsu Langsung ng menuju menuju tempat tempat terbuka terbuka 2. Melal Melalui ui kor korid idor or atau atau gan gang g 3. Melalui Melalui terow terowong ongan an atau tang tangga ga kedap kedap asap/ap asap/apii Perlu adanya penyelamatan berupa upaya kegiatan penyelamatan sampai tempat aman pada saat terjadi kebakaran, yang terdiri dari: 1.
Tangga darurat Tangga yaitu alat tersendiri / bagian dari suatu bangunan untuk turun atau naik dari satu dataran ke dataran lain (Suma’mur, 1996)
Sedangkan yang dimaksud tangga darurat adalah tangga yang direncanakan khusus untuk penyelamatan bila terjadi kebakaran (SNI-03-1735:2000). Pada koridor tiap jalan keluar menuju tangga darurat di lengkapi dengan pintu darurat yang tahan api lebih kurang 2 jam dan panic bar sebagai pegangan sehingga mudah di buka dari sebelah tangga (luar) untuk mencegah asap masuk kedalam tangga darurat (SNI 17281989). Tiap tangga darurat dilengkapi dengan kipas penekan / pendorong udara yang dipasang di atap (top (top)) udara pendorong akan keluar melalui grill di setiap lantai yang terdapat di dinding tangga darurat dekat pintu pintu darurat. Rambu – rambu keluar (exit (exit sign) sign) ditiap lantai dilengkapi dilengkapi tenaga baterai darurat yang yang sewaktu – waktu diperlukan bila terjadi pemadaman. Bordes antar tangga minimal 8 dan maksimal 18 hal ini karena tangga kurang dari 8 akan menyebabkan kemiringan tangga menjadi curam dan bila lebih dari 18 tangga akan jadi landai sehingga melelahkan saat naik maupun turun (SNI 1728-1989). Tangga kebakaran tidak di batasi dinding, tidak menyimpan barang, terawat dengan baik dengan baik dan bersih tidak di gunakan untuk jalan pipa atau cerobong AC, ruang sirkulasi berhubungan langsung dengan pintu kebakaran, tidak boleh berbentuk tangga spiral (SNI 03-1746-1989). 03-1746-1989). 2.
Pintu da darurat Pintu darurat tidak boleh terkunci dan dapat menutup secara otomatis sehingga dapat menghalangi masuknya asap (Kep Men PU No.02/KPTS/1985). Penempatan pintu darurat harus diatur sedemikian rupa sehingga dimana saja penghuni dapat menjangkau pintu keluar ( exit ) tidak melebihi jarak yang telah ditetapkan. Jumlah pintu darurat minimal 2 buah setiap lantai yang mempunyai penghuni >60, dan dilengkapi tanda dan sinyal yang bertuliskan ’KELUAR’ yang
menghadap ke koridor, mudah dicapai dan dapat mengeluarkan seluruh penghuni dalam waktu 2,5 menit (SNI 03-1746-1990).
3.
Tand Tandaa petu petunj njuk uk jalan jalan kelu keluar ar/ex /exit it Menurut Keputusan Mentri Pekerjaan Umum No. 10/KPTS/2000, Suatu tanda eksit harus jelas terlihat bagi orang yang menghampiri eksit dan harus dipasang pada, di atas atau berdekatan dengan setiap: a. pintu yang memberikan memberikan jalan ke ke luar langsung langsung dari dari satu lantai ke: 1) tangga, tangga, jalan terusan terusan atau atau ramp yang yang dilindun dilindungi gi struktur struktur tahan tahan api, yang yang berfungsi sebagai eksit yang memenuhi persyaratan; dan 2) tangga tangga luar, jalan jalan terusan terusan atau ramp ramp yang memenuhi memenuhi syarat sebagai sebagai eksit;da eksit;dan n 3) serambi atau atau balkon balkon luar luar yang memberik memberikan an akses menuju menuju ke eksit, dan b. pintu dari suatu tangga, jalan terusan te rusan atau ramp yang dilindungi struktur tahan api atau tiap level hamburan ke jalan umum atau ruang terbuka; dan c. eksit horizontal horizontal adalah pintu ke luar luar yang yang menjembatani menjembatani atau menghubun menghubungkan gkan 2 bagian bangunan yang terpisah dari bagian lainnya lainnya oleh dinding tahan api, dan d. pintu yang yang melayani melayani atau memben membentuk tuk bagian bagian dari eksit eksit yang disyaratkan disyaratkan pada pada lantai bangunan yang harus dilengkapi dengan pencahayaan darurat Bila suatu eksit tidak dapat terlihat secara langsung dengan jelas oleh penghuni atau pengguna bangunan, maka harus dipasang tanda penunjuk dengan tanda panah menunjukkan arah, dan dipasang di koridor, jalan menuju ruang besar ( hallways), hallways), lobi dan semacamnya yang memberikan indikasi penunjukkan arah ke eksit yang disyaratkan.
Setiap tanda eksit harus: a. Jelas dan dan pasti serta mempuny mempunyai ai huruf huruf dan simbol simbol berukuran berukuran tepat; dan dan b. diberi pencahayaan yang cukup agar jelas terlihat setiap waktu saat bangunan dihuni atau dipakai oleh setiap se tiap orang yang berhak untuk memasuki bangunan; dan c. dipasang dipasang sedemikia sedemikian n rupa sehingga sehingga bila bila terjadi terjadi gangguan gangguan listrik, listrik, maka pencahayaan darurat segera menggantikannya; dan d. bila diterangi diterangi dengan dengan sistem sistem pencahayaan pencahayaan darurat, darurat, maka kompon komponen en pengkabelan pengkabelan dan sumber daya dan lain-lain harus memenuhi syarat Tanda penunjuk penunjuk arah ke luar harus memenuhi syarat yaitu warna tulisan hijau diatas dasar putih tembus cahaya dan bagian belakang tanda tersebut dipasang dua lampu pijar yang selalu menyala (Depnaker). 4.
Kori Korido dorr / sara sarana na jala jalan n kel kelua uar r Menurut Keputusan Mentri Pekerjaan Umum No. 10/KPTS/2000, sarana jalan keluar berfungsi pada Setiap bangunan harus dilengkapi dengan sarana evakuasi yang dapat digunakan oleh penghuni bangunan, sehingga memiliki waktu yang cukup untuk menyelamatkan diri dengan aman tanpa terhambat hal-hal yang diakibatkan oleh keadaan keadaan darurat. darurat. Persyaratan teknis dari sarana jalan keluar ini, terdiri dari: a. Kebu Kebutu tuha han n saran saranaa jalan jalan kelu keluar ar 1) Semua bangunan: bangunan: Setiap bangunan bangunan harus mempunyai mempunyai sedikitnya sedikitnya 1 eksit eksit dari dari setiap lantainya. 2) Bangunan Bangunan kelas kelas 2 s.d kelas kelas 8: Selain terdapat terdapat eksit eksit horisontal, horisontal, minimal minimal harus harus tersedia 2 eksit: a) tiap lantai lantai bila bangunan bangunan memilik memilikii tinggi tinggi efektif efektif lebih dari 2,5 2,5 m;
b) bangunan kelas 2 atau 3 atau gabungan kelas kela s 2 dan 3 dengan ketinggian 2 lantai atau lebih dengan dengan jenis konstruksi tipe - C, maka setiap unit hunian hunian harus mempunyai: akses ke sedikitnya 2 jalan ke luar; atau akses langsung ke jalan atau ruang terbuka
3) Bismen: Bismen: Selain adanya adanya eksit eksit horisontal horisontal minimal minimal harus harus tersedia tersedia 2 eksit dari dari setiap lantai, bila jalur penyelamatan dari lantai tersebut naik lebih dari 1,5 m kecuali: a) luas luas lan lantai tai tak tak lebi lebih h dari dari 50 50 m2, dan b) jarak tempuh dari titik manapun pada lantai dimaksud kesatu eksit tidak lebih dari 20 m. 4) Bangunan Bangunan kelas kelas 9: Selain tersedia tersedia eksit eksit horisontal horisontal,, minimal minimal harus tersedia tersedia 2 jalan ke luar pada: a) tiap lantai lantai bila bila bangunan bangunan memiliki memiliki lantai lantai lebih dari 6 atau atau ketinggian ketinggian efektif lebih dari 2,5 m; b) tiap lantai termasuk area perawatan pasien pada bangunan kelas 9a; c) tiap lantai lantai pada pada bangunan bangunan kelas 9b 9b yang digunakan digunakan sebagai sebagai pusat pusat perawatan balita ; d) setiap lapis lapis lantai lantai pada bangu bangunan nan Sekolah Sekolah Dasar Dasar dan Sekolah Sekolah Lanjut Lanjutan an Pertama dengan ketinggian 2 lantai atau lebih; 5) Eksit dan Area perawatan perawatan pasien: pasien: Pada Pada bangunan bangunan kelas 9a sedikitny sedikitnyaa harus harus ada 1 buah eksit dari setiap bagian lantai yang telah disekat menjadi kompartemen-kompartemen tahan api. 6) Eksit pada pada Panggung Panggung terbuka: terbuka: Pada panggun panggung g terbuka terbuka yang menampung menampung lebih lebih dari 1 deret tempat duduk, setiap deret harus mempunyai minimal 2 tangga
atau ramp, masingmasing-masing masing membentu membentuk k bagian jalur jalur lintasan ke minimal minimal 2 buah eksit. 7) Akses ke eksit: Tanpa Tanpa harus harus melalui melalui unit hunian hunian tunggal tunggal lainnya, lainnya, setiap penghuni pada lantai atau bagian lantai bangunan harus harus memiliki akses ke: a)
suatu eksit; at atau
b)
sedikitnya 2 eksit, apabila ada 2 akses, maka dibutuhkan 2 buah eksit atau lebih. lebih.
b. Eksit yang Terlindung terhadap Kebakaran 1) Bangunan Bangunan kelas kelas 2 dan 3: Setiap Setiap eksit yang yang diperlukan diperlukan harus harus dilindun dilindungi gi terhadap kebakaran, kecuali jalan tersebut menghubungkan tidak lebih dari: a) 3 lapis lapis lantai lantai berurutan berurutan dalam suatu bangunan bangunan kelas kelas 2, 2, atau b) 2 lapis lantai berurutan dalam suatu bangunan kelas 3, dan termasuk termasuk 1 c) lapis lantai lantai tambah tambahan an bila bila digunaka digunakan n sebagai sebagai tempat tempat menyim menyimpan pan kendaraan bermotor atau keperluan pelengkap lainnya. 2) Bangunan Bangunan kelas kelas 5 s.d. s.d. 9: Setiap eksit harus harus terlindun terlindung g terhadap terhadap bahaya bahaya kebakaran kecuali: a) pada bangun bangunan an kelas 9a: 9a: eksit tidak tidak menghub menghubungk ungkan an atau melalui melalui lebih lebih dari 2 lapis lantai berurutan pada area yang bukan area perawatan pasien; atau b) merupakan bagian dari panggung penonton terbuka untuk tempat penonton; atau c) tidak menghubun menghubungkan gkan atau melewati melewati lebih dari dari 2 lapis lapis lantai lantai secara secara berurutan atau 3 lapis lantai berurutan, bila bangunan tersebut t ersebut mempunyai sistem sprinkler c. Jara Jarak k Tem Tempu puh h ke ke Eks Eksit it
1) Bang Bangun unan an kela kelass 2 dan dan 3: 3: a)
6 m dari dari satu satu eksit eksit atau atau dari dari suatu suatu tempa tempatt di mana mana dari dari tempa tempatt tersebu tersebutt terdapat jalur yang berbeda menuju ke 2 eksit; atau
b)
20 m dari eksit tunggal yang melayani lantai pada level penyelamatan
c)
menuj menuju u ke ke jalan jalan atau atau ke ruan ruang g terb terbuk uka; a; dan dan
2) Bagian bangunan bangunan kelas kelas 4: Pintu masuk masuk kesetiap kesetiap bagian bagian Bangunan Bangunan Kelas Kelas 4, harus tidak lebih dari 6 m dari suatu eksit, atau dari suatu tempat di mana terdapat jalur dua arah menuju ke 2 eksit. 3) Bang Bangun unan an kela kelass 5 s.d. s.d. 9: 9: a) Setiap tempat harus harus berjarak berjarak tidak tidak lebih 20 m dari dari pintu ke ke luar, atau atau dari tempat dengan jalur dua arah menuju ke 2 pintu ke luar tersedia, jika jarak maksimum ke salah satu pintu ke luar tersebut tidak melebihi 40 m, dan b) Pada bangunan kelas kela s 5 atau 6, jarak ke eksit tunggal yang melayani lantai pada level akses ke jalan atau ke ruang terbuka dapat diperpanjang sampai 30 m. 4) Bangunan Bangunan kelas kelas 9a: Pada Pada area perawatan perawatan pasien pasien di bangun bangunan an kelas 9a: 9a: a) Jarak dari dari setiap setiap titik pada lantai lantai ke suatu tempat di di mana di tempat tempat tersebut dua jalur yang berbeda menuju ke 2 eksit yang tersedia sesuai persyaratan, tidak lebih dari 12 m; dan b) Jarak maksimum dari tempat tersebut ke salah satu dari eksit tidak lebih dari 30 m. 5) Tempat Duduk Duduk Penon Penonton ton yang yang Terbuka: Terbuka: Jarak tempuh tempuh menuju menuju ke eksit pada pada bangunan kelas 9b, yang dipakai dipakai sebagai tempat duduk terbuka bagi 6) penonton, penonton, harus tidak boleh lebih dari 60 m. m.
7) Gedung Gedung Pertemuan: Pertemuan: Pada Pada bangunan bangunan kelas kelas 9 b yang bukan bukan gedung gedung sekolah sekolah atau atau pusat asuhan balita, jarak ke salah satu eksit boleh 60 m, bila: a) jalur lintasan lintasan dari ruang ruang tersebut tersebut ke eksit eksit melewati melewati ruang ruang lain lain yakni yakni koridor, lobby, ramp, atau ruang sirkulasi lainnya, dan b) konstruksi ruang tersebut bebas asap, memiliki TKA tidak kurang dari 60/60/60 dan konstruksi setiap pintunya terlindung serta dapat menutup sendiri dengan ketebalan tidak kurang dari 35 mm. c) jarak tempuh tempuh maksimu maksimum m dalam ruang tidak tidak boleh boleh melebihi melebihi 40 40 m dan dari dari pintu ke ruang melalui ruang sirkulasi ke eksit tidak boleh melebihi 20 m. d. Jarak Jarak Anta Antara ra Eksi Eksit-ek t-eksit sit Alterna Alternatif tif Eksit yang disyaratkan sebagai alternatif jalan ke luar harus: 1) tersebar merata di sekeliling sekeliling lantai lantai yang dilayani dilayani sehingga sehingga akses akses ke minimal minimal dua eksit tidak terhalang dari semua tempat termasuk area lif di lobby; dan 2) jarak jarak tidak tidak kuran kurang g dari dari 9 m antar antar eksit; eksit; dan dan 3) jarak jarak antar antar eksi eksitt tidak tidak lebih lebih dari: dari: a) 45 m pada pada bang banguna unan n kelas kelas 2 atau atau kelas kelas 3, 3, atau b) 45 m pada bangunan kelas 9a, bila eksit tersebut melayani tempat perawatan pasien, atau c) 60 m, untu untuk k bang banguna unan n lainn lainnya. ya. 4) terletak sedemikian sedemikian rupa rupa sehingga sehingga alternatif alternatif jalur jalur lintasan tidak bertemu, bertemu, sehingga jarak antar eksit kurang dari 6 m. 5.
Sara Sarana na peng pengen enda dali lian an asap asap Yang dimaksud dengan asap yaitu zat padat atau cair yang melayang di udara dan gas yang ditimbulkan jika bahan mengalami pemanasan atau pembakaran,
bersama – sama dengan sejumlah sej umlah udara yang dimasukkan dengan kata lain dicampur dica mpur kedalam kedalam massanya massanya (SNI 03-6571-20 03-6571-2001). 01). Metoda pengendalian asap menurut Depnaker ILO (1987) ada empat cara yaitu: a. Melema emahkan
(dilution) dilution)
yaitu
dengan
cara
memberikan
ventilasi
untuk
mekanis
untuk
memasukkan udara segar dari luar dan memberikan saluran asap. b. Menghabiskan
(exhaust )
yaitu
memberikan
peralatan
mengendorkan / menyedot asap c. Membatasi Membatasi
yaitu yaitu
memasang memasang
sarana
pengha penghambat mbat
asap asap
untuk untuk
mencegah mencegah
menjalarnya asap ke suatu daerah d. Tekanan Tekanan udar udaraa yaitu temp tempat at – tempat tempat jalur jalur pelari pelarian an seper seperti ti korido koridorr dan ruang ruang tangga tangga harus di jamin aman sementara sementara dari serangan serangan asap dan gas dengan cara memberikan tekanan udara sedikit lebih tinggi ± 2.5 mm kolom air 6.
Ramp amp / jalan lan land andai Jalan landai merupakan salah satu sarana penyelamatan jiwa (evakuasi) pada saat kebakaran. Jalan landai untuk sarana evakuasi mempunyai bahan yang tidak licin, diberi lapisan kasar dengan anti slip sehingga tidak menyulitkan saat proses evakuasi dilakukan serta jalan landai untuk bangunan perawatan kemiringannya tidak boleh dari 1:12 (Kep Men PU No.02/KPTS/1985). No.02/KPTS/1985).
7.
Lif ke kebakaran Berdasarkan Berdasarkan Keputusan Keputusan Mentri Pekerjaan Umum No. 10/KPTS/2 10/KPTS/2000, 000, Untuk penanggulangan saat terjadi kebakaran sekurang-kurangnya ada satu buah lif yang disebut lif kebakaran atau lif keadaan darurat (emergency ( emergency lift ) yang yang harus harus dipasan dipasang g pada: a. bangunan bangunan yang memiliki memiliki ketinggi ketinggian an efektif lebih lebih dari 25 m, dan
b. bangunan kelas 9a yang daerah perawatan pasiennya ditempatkan di atas level permukaan jalur penyelamatan langsung ke arah jalan umum atau ruang terbuka. Pada saat tidak terjadi kebakaran lif kebakaran dapat dikombinasikan sebagai lif penumpang. Bila ada dua lif atau lebih terpasang pada saf yang berbeda dan melayani lantai - lantai yang sama, di luar lif yang yang terdapat dalam atrium sekurangkurangnya dua lif kebakaran tersedia untuk melayani lantai-lantai tersebut. Lif kebakaran harus terdapat dalam saf yang tahan api. Lif kebakaran harus: a. memenuhi memenuhi standar standar lif yang yang berlaku, berlaku, b. pada bangunan kelas 9a yang yang melayani ruang perawatan pasien, maka: 1)
memiliki memiliki ukuran ukuran atau dimensi dimensi minimum minimum yang diukur diukur dalam dalam keadaan keadaan bebas bebas
2)
pengha penghalan lang g termasu termasuk k pegang pegangan an tangg tanggaa sebaga sebagaii beriku berikut: t: kedalaman minimum
: 2.280 mm;
lebar minimum
: 1.600 mm;
jarak dari lantai ke langit - langit, minimum : 2.300 mm; tinggi pintu minimum
: 2.100 mm;
lebar pintu minimum
: 1.300 mm; dan
c. dihubungk dihubungkan an dengan dengan sistem pembangkit pembangkit tenaga tenaga darurat darurat yang selalu siaga, siaga, dan dan d. mempunyai mempunyai kapasitas kapasitas sekuran sekurang-kur g-kurangny angnyaa 600 kg untuk bangun bangunan an yang memiliki ketinggian efektif lebih dari 75 m. Lif kebakaran dioperasikan oleh petugas pemadam kebakaran untuk keperluan penanggulangan keadaan darurat kebakaran, harus dapat berhenti disetiap lantai. Keberadaan lif kebakaran diberikan dengan tanda tertentu di setiap lantai dekat pintu lif. Sumber daya listrik untuk lif kebakaran harus direncanakan dari dua sumber dan menggunakan kabel tahan api.
Lif kebakaran harus memiliki akses ke tiap lantai hunian di atas atau di bawah lantai tertentu atau yang ditunjuk, harus berdekatan dengan tangga eksit serta mudah dicapai oleh petugas pemadam kebakaran disetiap lantai. Lif kebakaran harus dilengkapi dengan sarana operasional yang dapat digunakan oleh petugas pemadam kebakaran untuk membatalkan panggilan awal atau sebelumnya yang dilakukan secara tidak sengaja atau aktif karena kelalaian terhadap lif tersebut. Tanda peringatan harus: a. Dipasang Dipasang ditempat ditempat yang mudah terlihat terlihat dan terbaca terbaca diantaranya: diantaranya: 1)
dekat setiap tombol tombol panggil panggil untuk lif penump penumpang ang atau kelompok kelompok lif pada pada bangunan gedung, kecuali kecuali
2)
lif lif ke kecil sep seperti dumb waiter atau sejenisnya yang digunakan untuk mengangkut barang-barang.
b. Dibuatkan tulisan dengan tinggi huruf minimal minimal 20 mm 1)
huruf yang diukir/dipa diukir/dipahat hat atau atau huruf huruf timbul timbul pada logam, logam, kayu, kayu, plastik atau sejenisnya dan dipasang tetap di dinding atau
2)
huruf diukir diukir atau dipahat dipahat langsun langsung g dipermuk dipermukaan aan lapis lapis penutu penutup p dinding dinding..
3)
bila diperlukan diperlukan,, dengan dengan penampilan penampilan khusus khusus sehingga sehingga dapat terbaca pada keadaan gelap atau sewaktu-waktu terjadi kebakaran.
8.
Penca encah hayaa ayaan n daru darura ratt Berdasarkan Keputusan Mentri Pekerjaan Umum No. 10/KPTS/2000, Suatu bangunan harus dilengkapi: a. pencahayaan pencahayaan yang yang cukup cukup memadai memadai bila bila sistem pencaha pencahayaan yaan buatan buatan yang yang normal normal pada bangunan tidak berfungsi saat keadaan darurat; dan b. pencahayaan yang cukup diartikan masih mampu berfungsi untuk:
1)
memperingatk memperingatkan an penghuni/p penghuni/penggu engguna na bangunan bangunan untuk menyelamatka menyelamatkan n diri; dan
2)
menga mengatu turr pros proses es evak evakua uasi; si; dan dan
3)
mengen mengenali ali tanda tanda eksi eksitt dan dan jalu jalurr menu menuju ju ke ke eksit. eksit. Berdasarkan Keputusan Mentri Pekerjaan Umum No. 10/KPTS/2000, Suatu
sistem pencahayaan darurat harus dipasang: a. disetiap tangga, tangga, ramp dan dan jalan terusan terusan yang yang dilindu dilindungi ngi terhadap terhadap kebakara kebakaran, n, dan b. disetiap lantai pada bangunan kelas 5, 6, 7, 8 atau 9 yang luas lantainya l antainya lebih dari 300 m2, yakni di: 1) setiap jalan jalan terusan, terusan, koridor, koridor, jalur jalur penghubun penghubung g di ruangan ruangan besar besar (hall) atau semacamnya yang menjadi bagian dari jalur perjalanan ke eksit ; dan 2) setiap ruanga ruangan n yang mempunyai mempunyai luas lantai lantai lebih dari dari 100 m 2 yang tidak membuka ke arah koridor atau ruang yang mempunyai pencahayaan darurat atau ke jalan umum atau ke ruang terbuka; dan 3) setiap ruanga ruangan n yang yang mempunyai mempunyai luas lantai lantai lebih lebih dari 300 m2; dan c. disetiap jalan terusan terusan,, koridor, koridor, jalan jalan menuju menuju ke hall atau atau semacamnya semacamnya yang yang mempunyai panjang lebih dari 6 m dari pintu masuk pada unit hunian tunggal di bangunan kelas 2,3 atau bagian kelas 4 ke pintu terdekat te rdekat yang langsung membuka ke: 1)
tangga, tangga, ramp atau jalan jalan terusan terusan yang yang dilin dilindun dungi gi terhada terhadap p api, api, atau atau
2)
tangga luar yang yang melayan melayanii atau pengganti pengganti tangga tangga,, ramp atau jalan jalan terusan terusan yang dilindungi terhadap api
3)
serambi atau balkon balkon luar yang yang menuju menuju ke tangga, tangga, ramp atau atau jalan terusan terusan yang yang dilindungi terhadap api; atau
4)
jalan jalan umum umum atau atau rua ruang ng terbu terbuka ka;; dan dan
d. disetiap tangga tangga yang yang dilindung dilindungii terhadap terhadap tepi dan memenuhi memenuhi persyarat persyaratan an sebagai sebagai jalur penyelamatan, dan e. di unit unit hunian hunian tunggal tunggal pada pada bangunan bangunan kelas 5, 5, 6, atau 9 bila: 1)
luas luas lant lantai ai uni unitt terse tersebu butt lebih lebih dari dari 300 300 m2, dan
2)
eksit dari dari unit unit tersebut tersebut tidak membuka membuka ke ke jalan umum atau ruang terbuka terbuka atau ke tangga luar, jalan terusan, balkon atau ramp yang langsung menuju ke jalan umum atau ruang terbuka, dan
f. disetiap kamar atau atau ruang ruang lantai lantai bangunan bangunan kelas 6 atau atau 9b yang yang dihubungk dihubungkan an dengan jalan jalan masuk untuk untuk umum, umum, bila: 1)
luas ruang ruang dilanta dilantaii terse tersebu butt lebih lebih dari dari 300 300 m2; atau
2)
setiap titik di di lantai lantai tersebut tersebut berjarak berjarak lebih dari 20 20 m dari dari pintu pintu terdekat terdekat yang membuka langsung ke tangga, ramp, jalan terusan, jalan umum atau ruang terbuka.
3)
penyel penyelama amatan tan diri diri dari dari lantai lantai tersebut tersebut dapa dapatt menggun menggunaka akan n kenaik kenaikan an
4)
vertikal vertikal dalam dalam bangun bangunan an lebih lebih dari dari 1,5 1,5 m, atau setiap setiap kenaikan kenaikan vertikal vertikal bila lantai tersebut tidak memiliki pencahayaan yang cukup ; atau
5)
lantai tersebut tersebut menyediak menyediakan an suatu suatu jalur dari lantai yang disyaratkan disyaratkan memiliki memiliki pencahayaan darurat berdasarkan a, b, atau c diatas.
g. di bang bangun unan an kelas kelas 9a: 9a: 1)
disetiap jalan terusan, terusan, korido koridor, r, jalan jalan menuju menuju hall hall atau atau semacamnya semacamnya yang melayani daerah perawatan atau bangsal perawatan; dan
2) 9.
di daerah daerah perawa perawatan tan pasie pasien n yang yang mempun mempunyai yai luas luas lebi lebih h dari dari 120 m2, dan
Sumb Sumber er daya daya list listri rik k dar darur urat at Sumber daya listrik darurat digunakan antara lain untuk mengoperasikan: a. Penc Pencah ahay ayaa aan n daru darura rat, t,
b. Sarana komunikasi darurat, c. Lif Lif kebak ebakar aran an,, d. Detek Deteksi si dan dan alarm alarm keb kebak akara aran, n, e. Hidr Hidran an keba kebaka kara ran, n, f. Spri Sprink nkle lerr keba kebaka kara ran, n, g. Alat Alat peng pengen enda dali li asap, asap, h. Pint Pintu u tah tahan an api api otom otomati atis, s, i.
Ruan Ruang g pusat pusat pen penge gend ndali ali keb kebak akar aran an.. Daya yang disuplai untuk mengoperasikan sistem daya darurat diperoleh
sekurang-kurangnya dari dua sumber sebagai berikut: a. PLN, dan ata atau b. Sumber darurat berupa: 1) Batere 2) Generat rator Sumber daya listrik darurat harus direncanakan dapat bekerja secara otomatis apabila sumber daya utama tidak bekerja dan harus dapat bekerja setiap saat. Bangunan atau ruangan yang sumber daya utamanya dari PLN harus dapat juga dilengkapi dengan generator sebagai sumber daya darurat dan penempatannya harus memenuhi TKA yang berlaku (Kep Men PU No. 10/KPTS/2000). 10. Pering Peringatan atan dan dan Komun Komunika ikasi si darurat darurat Suatu sistem pemberitahuan atau peringatan dan interkomunikasi darurat sesuai dengan standar yang berlaku harus dipasang pada: a. bangun bangunan an denga dengan n tinggi tinggi efekti efektiff lebih lebih dari dari 25 m; dan dan b. bangunan kelas 3 yang mempunyai mempunyai jumlah lantai lebih dari 2, dan
c. bangunan bangunan kelas kelas 3 yang dipakai dipakai untuk untuk bangun bangunan an rumah tingga tinggall untuk untuk panti usia lanjut, kecuali apabila sistem tersebut: 1) harus diatur diatur untuk untuk memberi peringa peringatan tan atau pemberitahu pemberitahuan an untuk untuk para petugas petugas panti; dan 2) pada daerah daerah hunian, hunian, alarm harus harus disetel disetel sesuai dengan dengan volume volume dan dan pesan untuk mengurangi kepanikan, sesuai dengan jenis dan kondisi penghuni bangunan; dan d. di bangun bangunan an kelas kelas 9a yang yang mempu mempunya nyaii luas lantai lantai lebih lebih dari dari 1.000 1.000 m 2 atau jumlah lantai lebih dari 2, kecuali bahwa sistem tersebut: 1) harus diatur diatur untuk untuk menginga mengingatkan tkan petugas petugas rumah rumah sakit, sakit, perawat; perawat; dan 2) di bagian bangsal, bangsal, alarm dapat dapat diatur diatur volume volume maupun maupun nada pesanny pesannyaa untuk mengurangi kepanikan, disesuaikan dengan kondisi pasien; dan e. diba dibang ngun unan an kel kelas as 9b: 9b: 1) digunakan digunakan sebagai sebagai banguna bangunan n sekolah yang yang memiliki memiliki jumlah jumlah lantai lebih lebih dari 3; atau 2) digunakan digunakan sebagai sebagai teater, teater, auditoriu auditorium, m, ruang ruang besar dan dan semacamnya semacamnya yang yang memiliki luas lantai lebih dari 1.000 m 2 atau jumlah lantai lebih dari 2. 11. Tempat Tempat berkum berkumpul pul darura daruratt Tempat berhimpun sementara
dan dapat disediakan pada suatu lantai pada
bangunan yang karena ketinggiannya menuntut lebih dari satu tempat berhimpun sementara. Tempat berkumpul pengungsi ataupun barang/dokumen penting yang dan aman dari pengaruh kebakaran (Depnaker).
1.7. 1.7. Ker Kerang angka ka Teori Teori
Teori yang mengenai pengertian kebakaran dan konsep terjadinya api diambil dari PERDA DKI Tahun 1992 dan Dinas Kebakaran DKI. Sedangkan penulis dalam melakukan komparatif menggunakan KepMenPU, Permenaker, dan PERDA. Aturan mengenai proteksi kebakaran di Indonesia tertuang dalam peraturan yang di keluarkan oleh Departemen/Badan/lembaga yang mempunyai wewenang ,mengeluarkan peraturan mengenai proteksi kebakaran seperti Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Tenaga Kerja, dan Pemerintahan DKI Jakarta. KepMenPU No.10/KPTS/2000 lebih memfokuskan kepada program penanggulangan kebakaran pada bangunan gedung mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pembangunan sampai pada tahap pemanfaatan sehingga bangunan gedung senantiasa handal dan berkualitas sesuai dengan fungsinya. KepMenPU
No.02/KPTS/1985
memuat
ketentuan
teknis
mengenai
upaya
pencegahan dan penanggulangan yang lebih terperinci dan aplikatif masalah sarana proteksi umum kebakaran dan penyelamatan jiwa. Permenaker Permenaker RI No.PER No.PER 04/MEN/1980, 04/MEN/1980, lebih terperinci terperinci mengenai mengenai syarat – syarat mengenai pemasangan dan pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR). Peraturan Daerah DKI Jakarta No.8 Tahun 2008 memuat teknis mrngenai pencegahan dan penanggulangan kebakaran khusus daerah ibukota Jakarta Selain teori diambil dari departemen/badan/lembaga diatas, penulis juga mengambil dari literatur buku.