PENGAMATAN / IDENTIFIKASI CACING FILARIA
I. Tujuan 1. Tujuan instruksional umum
-
Mahasiswa mampu mengetahui prosedur dan pembacaan preparat sediaan kering
-
Mahasisawa mampu menjelaskan prosedur dan pembacaan/identifikasi sediaan kering
2. Tujuan instruksional khusus
-
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan / identifikasi preparat sediaan kering cacing filaria
-
Mahasiswa mampu mengidentifikasi dan membedakan unsur-unsur mikroskopis pada preparat sediaan kering.
II. Metode
Indirek preparat ( preparat tidak langsung )
III. Prinsip
Mikroskop disiapkan → preparat diletakkan di meja preparat → diamati dengan pembesaran 10 x → preparat ditambahkan oil imersi → diputar ke pembesaran 100x → diamati.
IV. Dasar teori
Filariasis merupakan salah satu penyakit tertua yang paling melemahkan yang dikenal dunia. Terdapat lebih dari 200 spesies parasit filaria, namun hanya sedikit yang menginfeksi manusia. Dari berbagai parasit filaria yang dapat menginfeksi manusia, Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori, timori, merupakan penyebab infeksi yang paling sering dan menimbulkan gejala sisa yang patologis. Penyebaran penyakit filariasis dipelantarai oleh nyamuk sebagai vektor. Cacing dewasa filaria hidup pada pembuluh limfa, sedangkan mikrofilaria hidup di dalam darah (Mc Mahon dan Simonsen. 1996). Wuchereria bancrofti terdapat bancrofti terdapat secara terbatas pada beberapa daerah di Indonesia yaitu dari Sumatera sampai Irian Jaya. Wuchereria bancrofti bancrofti yang terdapat di kota ( tipe urban) hanya terdapat di sekitar Jakarta dan Semarang, vektornya biasanya dari jenis Culex
quinquefasciatus. Sedangkan yang terdapat di daerah perdesaan ( tipe rural) biasanya ditularkan oleh nyamuk dari jenis Anopheles sp. dan Aedes sp. Mikrofilarianya bersifat periodik
nokturna.
Penyakit
yang
disebabkan
oleh Wuchereria bancrofti adalah
wukereriasis/filariasis bancrofti. Brugia malayi hanya terdapat di perdesaan, penyebarannya cukup luas yaitu dari Sumatera sampai ke pulau Seram. Pada Brugia malayi terdapat 2 varian, yaitu Brugia malayi yang hidup pada manusia dan yang hidup pada manusia dan hewan, seperti kucing dan kera. Penyakit yang disebabkan oleh Brugia malayi adalah filariasis malayi. Pada umumnya vektor penularannya adalah nyamuk Anopheles barbirostris dan Mansonia. Periodisitas Brugia malayi adalah periodik nokturna, subperiodik nokturna atau non periodik. Brugia timori hanya terdapat di Indonesia bagian timur, di pulau Timor, Flores, Alor, Rote dan beberapa kepulauan disekitarnya. Mikrofilarianya bersifat periodik nokturna dan vektor penularannya adalah Anopheles barbirostris. Penyakit yang disebabkan oleh Brugia timori adalah filariasis timori.
KLASIFIKASI ILMIAH
Filum
: Platyhelminthes
Kelas
: Nematoda
Subclass
: Secernentea (Phasmidia)
Ordo
: Spiruridia
Superfamily : Filarioidea Family
: Filariidae
Genus
: Wuchereria
Species
: Wuchereria bancrofti
Filum
: Platyhelminthes
Kelas
: Nematoda
Subclass
: Secernentea (Phasmidia)
Ordo
: Spiruridia
Superfamily : Filarioidea Family
: Filariidae
Genus
: Brugia
Species
: Brugia malayi
Filum
: Platyhelminthes
Kelas
: Nematoda
Subclass
: Secernentea (Phasmidia)
Ordo
: Spiruridia
Superfamily : Filarioidea Family
: Filariidae
Genus
: Brugia
Species
: Brugia timori
MORFOLOGI a. Wuchereria bancrof ti
Cacing dewasa berbentuk halus seperti benang, mempunyai kutikula halus, dan ditemukan dalam kelenjar dan saluran limfe. Cacing jantan panjangnya kira-kira 40 mm dan diameternya 0,1mm. Cacing betina panjangnya 80-100mm dan diameternya 0,24-0,30mm. Guna melanjutkan siklus hidupnya, cacing dewasa betina menghasilkan mikrofilaria bersarung. Panjang mikrofilarianya berkisar dari 244 sampai 296 µm serta aktif bergerak dalam darah dan limfe. Mikrofilarianya bersarung dan inti badannya tidak sampai ujung ekor. Pulasan seperti Giemsa, Wright, atau hemaktosilin Delafield telah
digunakan
untuk
membantu
membedakan
gambaran
morfologi
dalam
menentukan spesies mikrofilaria. Mikrofilaria yang dipulas panjangnya 245-300 µm dengan lebar 7- 8 µm, ruang pada kepala (cephalic space) yaitu panjang = lebar, memiliki inti yang teratur, lekukan badan halus dengan sarung berwarna pucat. Pada banyak daerah di Indonesia, mikrofilaria Wuchereria bancrofti termasuk dalam tipe periodik nokturna. Konsentrasi tertinggi mikrofilaria dalam peredaran darah yaitu pada malam hari umumnya diantara jam 10 malam sampai jam 2-4 pagi. 1. Ukuran 244-296μ 2. Memiliki Sheath pada tubuhnya 1. Nocturnal periodic: terpisah/terlepas 2. Nocturnal subperiodic: tidak terpisah/terlepas 3. Tubuh memenjang, agak melengkung,dan dinding tubuh halus 4. Body nuclei, terpisah/berdiri sendiri dan berwarna biru 5. Body nuclei, tidak menyapai ekor 6. Cephalic space, pendek (sama dengan ukuran tubuh)
b. Br ugia malayi
a. Memiliki sheath yang berwarna merah muda pada pewarnaan terang b. Sheath pada preparat kering bisa tampak terbungkus maupun terlepas c. Ukuran 177-230μ d. Tubuh lebih kasar dari Wuchereria bancrofti, lebih pendek, twisted dan kinky.
e. Body nuclei, bergerombol, bahkan tumpang tindih satu sama lain, berwarna ungu tua/gelap pada pewarnaan f.
Memiliki terminal nuclei berjumlah satu atau dua nuclei di posterior
g. Cephalic space, lebih panjang daripada Wuchereria bancrofti, pada mikrofilaria panjang dua kali lebar tubuh
c. Br ugia timori
a. Mikrofilaria: nocturnal periodic,
mirip dengan mikrofilaria Brugia malayi
(dibedakan dari panjang tubuhnya) b. Cephalic space: 3 kali lebar badannya c. Pada pewarnaan Giemsa, warna sheath lebih pucat bila dibandingkan dengan Wuchereria brancrofti dan Brugia malayi
SIKLUS HIDUP
Hospes pelantara dari filaria, yaitu nyamuk mendapatkan infeksi dengan menelan mikrofilaria dalam darah yang diisapnya. Mula-mula parasit ini memendek, bentuknya menyerupai sosis dan disebut larva stadium I (L1) dalam waktu 3 hari. Dalam waktu kurang lebih seminggu larva ini bertukar kulit tumbuh menjadi lebih gemuk dan panjang yang disebut larva stadium II (L2). Pada hari ke 10-14 selanjutnya larva ini bertukar kulit sekali lagi tumbuh makin panjang dan lebih kurus, disebut larva stadium III (L3) yang merupakan bentuk infektif dan dapat dijumpai di dalam selubung probosis nyamuk. Larva bermigrasi ke labela nyamuk dan masuk ke dalam kulit hospes definitive melalui luka tusukan ketika sedang mengisap darah. Dalam tubuh hospes definitive (manusia), larva L3 menembus lapisan dermis menuju saluran limfe dan berkembang menjadi larva L4 dalam waktu 9-14 hari setelah infeksi. Larva L4 kemudian berkembang menjadi cacing dewasa di dalam kelenjar limfe dan melakukan kopulasi . Mikrofilaria akan dilepaskan oleh cacing betina yang gravid dan dapat dideteksi di sirkulasi perifer dalam 8 sampai 12 bulan setelah infeksi. Dari saluran limfe, mikrofilaria memasuki sistem vena lalu ke kapiler paru dan akhirnya memasuki sistem sirkulasi perifer.
PATOLOGI DAN GEJALA KLINIK
Gejala klinik yang berhubungan dengan infeksi Wuchereria bancrofti bervariasi dari yang tidak menunjukan gejala sampai pasien dengan manifestasi klinik yang berat seperti elephantiasis dan hidrokel (Partono, 1987). Patologi dan Gejala klinis filariasis bancrofti dapat disebabkan oleh cacing dewasa maupun mikrofilaria. Namun, perubahan patologi yang utama terjadi akibat kerusakan pada sistem limfatik yang disebabkan oleh cacing dewasa dan bukan disebabkan oleh microfilaria. Mikrofilaria biasanya tidak menimbulkan kelainan, namun dalam keadaan tertentu dapat menyebabkan occult filariasis. Patologi dan Gejala klinik yang disebabkan oleh cacing dewasa dapat berupa limfadenitis dan limfangitis retrograd pada stadium akut, hidrokel, kilurian, dan Limfedema (elephantiasis) yang mengenai seluruh kaki atau lengan, skrotum, vagina dan payudara pada stadium kronis.
DIAGNOSIS
Sekarang ini telah terdapat beberapa teknik diagnosis yang dikembangkan dan digunakan secara rutin untuk diagnosis filariasis bancrofti. Umumnya diagnosis diarahkan pada identifikasi mikrofilaria atau antigen antibodi yang bersirkulasi dalam darah, karena sulitnya menemukan cacing dewasa. Beberapa diagnosis yang digunakan untuk identifikasi filariasis bancrofti diantaranya adalah : 1. Pemeriksaan Makroskopis
Yaitu dengan melihat dari gejala klinis yang disebabkan oleh cacing dewasa Wuchereria bancrofi. Salah satu gejala klinisnya berupa elephantiasis yang dapat mengenai seluruh lengan, pangkal paha sampai mata kaki serta dapat menyerang system kelamin, payudara dan vulva. 2.
Pemeriksaan mikroskopis
Pemeriksaan
mikroskopik
dilakukan
dengan
tujuan
untuk
menemukan
mikrofilaria, cacing dewasa ataupun untuk mendeteksi adanya antigen dan/atau antibodi pada kasus occult filariasis. Beberapa pemeriksaan mikroskopis yang digunakan untuk identifikasi filariasis bancrofti yaitu 3.
Pemeriksaan mikrofilaria dalam darah
Pemeriksaan sediaan darah adalah pemeriksaan yang paling sering digunakan dalam mendiagnosa infeksi filariasis bancrofti.
Pemeriksaan sediaan darah ini
dilakukan untuk menemukan mikrofilaria dalam darah. Namun pemeriksaan ini memiliki kelemahan, yaitu hanya dapat dilakukan pada malam hari (22.00 – 02.00), yang disebabkan mikrofilaria bancrofti memiliki periodisitas nokturna. Terdapat beberapa metode sediaan darah yang digunakan, diantaranya adalah : a. Sediaan Hapus Darah Tebal
Yaitu darah kapiler diteteskan pada bagian tengah kaca obyek, kemudian darah disebarkan hingga menjadi sediaan darah berdiameter 2x3 cm serta biarkan kering diudara. Lalu darah dihemolisis dan dibiarkan mengering . Setelah kering darah di fiksasi dan diwarnai dengan pewarnaan Giemsa lalu diperiksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 40x. Keuntungan pada pemeriksaan sediaan hapusan tebal, kita dapat mengetahui morfologi, serta spesies mikrofilar b. Sediaan Hapus Segar
Yaitu darah kapiler diteteskan pada bagian tengah kaca obyek, lalu ditambahkan 1 tetes NaCl dan dihomogenkan. Sediaan kemudian ditutup dengan deckglass dan diperiksa dibawah mikroskop dengan lensa objektif 10 kali dan 40 kali untuk mengetahui spesiesnya. Adanya mikrofilaria ditandai dengan pergerakan cepat diantara sel darah merah. Keuntungan dari hapusan segar ini dapat diketahui spesies dan patogenitasnya. Patogenitasnya dapat diketahui dengan = tebal : 6-8 µm (kira-kira sama dengan diameter sel darah merah ) dan panjangnya : 250-300 µm (setengah lapang pandang) c. Filtrasi membran
Yaitu 1 mL darah difilter dengan menggunakan membran yang mempunyai pori dengan ukuran 5 µm. Filter diletakkan diatas kaca obyek kemudian difiksasi dengan methanol selama 1 menit lalu diwarnai dengan pewarnaan Giemsa selama 15 menit. Pemeriksaan dilakukan dibawah mikroskop 100x dan dihitung jumlah mikrofilarianya. d. Tabung Kapiler
Yaitu tabung kapiler diisi dengan darah sitrat sebanyak ¾ tabung, lalu salah satu ujung tabung kapiler ditutup. Tabung dipusingkan dengan sentrifus mikrohematokrit selama 2 menit. Tabung kapiler dilekatkan diatas kaca obyek
dengan menggunakan selotip, kemudian diperiksa dibawah mikroskop pada garis pemisah antara sel darah merah dan plasma menggunakan lensa objektif 10x. Mikrofilaria yang bergerak akan nampak di dasar kolom plasma, tepat dibawah lapisan sel darah putih. e. Darah Vena
Yaitu darah sitrat sebanyak 4 mL dicampurkan ke dalam 10 mL larutan Formaldehida 2% lalu dihomogenkan. Darah disentrifus selama 5 menit lalu supernatannya dibuang. 1 tetes endapan ditempatkan pada kaca obyek dan disebarkan hingga menjadi hapusan tipis lalu biarkan hingga kering. Fiksasi dengan etanol dan diwarnai dengan pewarnaan Giemsa lalu diperiksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 40x. f.
Cara Provokasi
Yaitu pasien diberikan minum 100 mg tablet dietilkarbamazin, ditunggu 30 - 60 menit, kemudian dilakukan pemeriksaan darah tepi. Tujuan adalah agar dapat melakukan pengambilan darah pada siang hari. Tes ini digunakan untuk merangsang mikrofilaria keluar ke dalam darah. Cara Provokasi ini memiliki keuntungan, yaitu dapat dilakukan pemeriksaan pada siang hari. Kerugiannya yaitu
dapat
menyebabkan
perubahan
dan
kekeliruan
periodisitas
pada
mikrofilaria g. Teknik Knott
Yaitu darah sebanyak 1 mL dicampurkan dengan 10 mL larutan Formalidehida 2% dalam tabung pemusing, kemudian dihomogenkan. Lalu disentrifuge
selama
5
menit
dengan
kecepatan
1.500 – 2.000
rpm.
Supernatannya dibuang, 1 tetes endapan ditempatkan pada kaca obyek dan diperiksa langsung sebagai preparat basah dibawah mikroskop atau diwarnai dengan pewarnaan Giemsa untuk mendeteksi microfilaria
V. Alat dan bahan :
1. Alat -
:
Mikroskop binokuler
2. Bahan
:
-
Sediaan darah tetes tebal
-
Oil imersi
-
Tissue lensa
VI. Cara kerja
1. APD ( Alat Pelindung Diri ) dipakai dengan baik benar dan lengkap 2. Menyiapkan semua bahan dan alat yang akan digunakan 3. Memastikan semua bahan dan alat yang disiapkan dalam keadaan siap digunakan 4. Meletakkan sediaan darah kering yang diamati di meja mikroskop 5. Mencari lapang pandang dengan pembesaran lensa objektif 10X 6. Mengamati lapang pandang yang ditemukan, kemudian dipindahkan lensa objektif dengan cara memutar revolver ke arah pembesaran lensa objektif 100X 7. Mengamati lapang pandang yang ditemukan dan identifikasi ciri-ciri dari cacing yang ditemukan 8. Dicatat hasil pengamatan yang diperoleh 9. Membersihkan meja/ tempat kerja dan merapikan alat dan juga bahan yang digunakan.
VII. Hasil pengamatan
7.1 Hasil pembacaan sediaan darah tetes tebal I Lensa objektif pembesaran 10X
Interpretasi hasil
Lensa objektif pembesaran 100X
Parameter pemeriksaan
Hasil pemeriksaan
Wuchereria bancrofti
(-) tidak ditemukan
Brugia malayi
(+) ditemukan mikrofilaria
Brugia timori
(-) tidak ditemukan
7.2 Hasil pembacaan sediaan darah tetes tebal II Lensa objektif pembesaran 10X Lensa objektif pembesaran 100X
Interpretasi hasil Parameter pemeriksaan
Hasil pemeriksaan
Wuchereria bancrofti
(-) tidak ditemukan
Brugia malayi
(-) tidak ditemukan
Brugia timori
(+) ditemukan mikrofilaria
VIII. Pembahasan
Pemeriksaan microfilaria dilakukan dengan pengamatan mikroskopis sediaan darah tetes tebal yang telah diwarnai dengan cat Giemsa. Karena pada praktikum ini dilakukan pengamatan preparat kering, maka sebelum diamati dengan mikroskop, preparat ditetesi 1 tetes oil imersi. Yang paling penting adalah selalu gunakan alat pelindung diri (APD) agar tidak terkena infeksi, sebab sediaan darah yang diperiksa bersifat infectious. Secara mikroskopis, pada sediaan darah tetes tebal I ditemukan mikrofilaria Brugia malayi dengan ciri-ciri morfologi : a. Memiliki sheath yang berwarna merah muda b. Bentuk tubuh yang berpilin
c. Body nuclei yang bergerombol d. Inner body terlihat tumpang tindih satu sama lain (overlapping ) dan berwarna ungu tua (gelap) e. Memiliki cephalic space dengan ukuran panjang = 2 kali lebarnya f. Terdapat terminal nuclei pada bagian posterior (ekor) g. Terdapat tonjolan (knob) pada bagian posterior (ekor) Secara mikroskopis, pada sediaan darah tetes tebal II ditemukan mikrofilaria Brugia timori dengan ciri-ciri morfologi : a. Memiliki sheath yang tidak terwarnai oleh cat Giemsa b. Body nuclei yang bergerombol c. Inner body terlihat tumpang tindih satu sama lain (overlapping ) dan berwarna ungu tua (gelap) d. Memiliki cephalic space dengan ukuran panjang = 3 kali lebarnya e. Terdapat terminal nuclei pada bagian posterior (ekor) f. Terdapat tonjolan (knob) pada bagian posterior (ekor)
IX. Kesimpulan
1. Pemeriksaan mikroskopis untuk filariasis dilakukan dengan mengamati sediaan darah tetes tebal yaitu preparat kering yang diwarnai dengan cat Giemsa. 2. Pada sediaan darah tetes tebal I ditemukan mikrofilaria Brugia malayi. 3. Pada sediaan darah tetes tebal II ditemukan mikrofilaria Brugia timori.
X. Daftar pustaka
Brown, H. 1979. Basic Clinical Parasitology. Jakarta: PT. Gramedia Chernin, E. 1987. The disappearance of bancroftian filariasis from Charleston, South Carolina. Am J Trop Med Hyg 37 (1): 111 – 4. Cross, John H. 1996. "Filarial Nematodes: Lymphatic Filariae Wuchereria Bancrofti and Brugia Malayi" , Medical Microbiology (4th ed.), The University of Texas Medical Branch at Galveston. The National Institutes of Health. Irianto, Kus. 2011. Parasitologi. Bandung: CV Yrama Widya.
John, David T. & Petri, William A. (2006), Markell and Voge's Medical Parasitology (9th ed.), St. Louis: Saunders Elsevier Melrose WD. 2002. Lymphatic filariasis: New insight into an old disease. Int. J. Parasitol 32(8) : 947-60. Purnomo, et.al. 1977. The microfilaria of Brugia timori. Journal of Parasitology 63(3): 10011006.
XI. Lembar pengesahan
Mengetahui, Pembimbing I
Pembimbing II
(I Wayan Merta, S.KM., M.Si.)
(I Nyoman Jirna, S.KM., M.Si.)
Pembimbing III
Pembimbing IV
(Sucipto, S.KM., M.PH.)
(I Nyoman Mura Adiatmika, S.Pd.)
Pembimbing V
(Heri Setiyo Bekti, SST.)