ILMU MA'RIFAT PART 11
Hati adalah tempat bergeraknya ruh, dan ilmu yang mengulas tentang gerakan hati disebut ilmu thariqah. Kerjanya berkaitan dengan 4 nama Allah. Sebagaimana denga n 12 nama Dzat¼4 nama ini tidak berhuruf dan tidak berbunyi, sehingga nama-nama it u tidak dapat diucapkan. Pada setiap peringkat ( dari 4 tingkatan ) yang dilalui oleh ruh terdapat 3 buah nama yang berbeda. Dan dengan cara ini Tuhan dapat memegang hati kekasihNya yan g sedang dalam perjalanan cinta menuju kepadaNya. Ada 7 titik, yang 3 merupakan titik inti dan yang 4 adalah pendamping dan apabil a diolah nantinya akan akan berhubungan dengan 9 lubang di badan kita. Cara pengolahannya ada beberapa cara ; 1. Dengan berpuasa lahir dan batin, bukan berpuasa hanya puasa lahir tapi batin juga karena lahir hanya menggembleng lahir saja (jasmani ), tetapi batin akan me ggembleng lahir dan batin. 2. Meditasi, dengan pengolahan nafas secara benar dan teratur, kontinyu, karena nafas adalah tali jiwa. 3. Dengan adanya pembukaan titik melalui orang lain yang bisa membukanya¼..tetapi biasanya ini kurang membuat kita lebih matang dan kurang bisa mengolahnya dengan baik nantinya¼.karena kendala setelah itu akan banyak. Dalam islam, kalimat La ilaaha illallaah itu melahirkan 12 nama Allah, setiap na ma tercantum pada setiap hurufyang menyusun kalimat tersebut. Dan Allah akan mem eberikan nama kepada setiap huruf dalam proses kemajuan hati seseorang itu. 1. Lailaha illallaah : Tiada Ilah kecuali Allah 2. Allah : Nama Dzat 3. Huwa : Dia 4. Al-Haqq : Yang Benar 5. Al-Hayy : Yang Hidup 6. Al- Qayyum : Yang berdiri sendiri kepadaNya segala sesuatu bergantung 7. Al-Qahar : Yang Maha Berkuasa dan Perkasa 8. Al-Wahab : Yang Maha Pemberi 9. Al-Fattah : Yang Maha Pembuka 10. Al-Wahid : Yang Satu 11. Al-Ahad : Yang Maha Esa 12. As-Shamad : Sumber, puncak segala sesuatu Hati adalah tempat bergeraknya ruh dan ruh selalu memandang ke alam ` Malakut ' yang identik dengan kebaikan, dan dialam ini ruh dapat melihat surga alam malakut bes erta para penghuninya, cahaya, dan para malaikat yang ada didalamnya. Dan dialam inilah ruh ruh bergerak dan melakukan percakapan-percakapan tanpa kat
a dan suara, dan dalam percakapan itu pikiran akan selalu berputarmencari rahasi a-rahasia atau makna dalam batin. Ruha yang bergerak akan melalui berbagai tingkatan dalam perjalanannya. Dan temp at ruh yang telah mencapai tingkatan tinggi adalah di tengah hati, yaitu Hati ba gi Hati. Yang sangat berhubungan dengan Sukma Sejati adalah bagaimana kita mengetahui dan memahami tentang ªRasa Sejatiº ¼..bagaimana pembentukan rasa sejati adalah sebagai be rikut: Eka Kamandhanu, artinya kandungan berumur satu bulan mulai bersatunya kama lakilaki dan perempuan. Dari detik ke detik, kama tersebut menggumpal dan merajut an gan-angan untuk mencipta embrio. Kama tersebut menyatu padu dalam kandungan ibu menjadi benih unggul dan keadaan benih belum begitu kelihatan besar dalam perut ibunya. Saat itu biasanya wajah ibu berseri-seri karena itu sering dinamakan Eka Padmasari artinya sari-sari bunga sedang berkumpul dalam kandungan ibu, dalam k eadaan penuh kegembiraan. Pada saat ini hubungan seksual masih diperbolehkan, ba hkan dimungkinkan hubungan akan semakin hangat karena kedua pasangan tengah akan menikmati anugerah Tuhan yang sebelumnya telah dinanti-nantikan. Detik keberhas ilan hubungan seksual ini akan menjadi spirit hidup sebuah pasangan. Dwi Panunggal, umur kandungan dua bulan. Pada saati ini juga boleh melakukan hub ungan seks. Dalam istilah jawa disebut nyepuh ibarat seorang empu sedang membuat keris, semakin banyak nyepuh artinya menambah kekuatan magis keris, keris akan semakin ampuh. Juga hubungan seks pada waktu hamil muda akan semakin hangat dan menarik kedua pasangan, biasanya seorang wanita pada tahap ini ingin jalan-jalan pagi, ingin plesir ke tempat yang sejuk, indah dan mempesona, karena itu disebu t pula dwi amratani, artinya rata kemana-mana, bepergian kemana-mana sebagai ung kapan kesenangan dan juga sambil memikirkan nama yang mungkin akan diberikan kep ada anaknya kelak. Tri Lokamaya, artinya umur benih tiga bulan kandungan, dan benih masih berada da lam alam maya. Benih belum ada roh yang ditiupkan, karena itu suasananya gondargandir atau gawat. Jika hubungan seks tidak hati-hati kemungkinan besar benih ta di bisa gugur dan terjadi pendarahan. Maka ada baiknya mengurangi kuantitas hubu ngan seks, dan menghindari percekcokan atau sering marah-marah, karena secara ps ikologis akan mengakibatkan benih gugur karena merasa panas, ini artinya hubunga n yang harmonis dalam keluarga amat menentukan kondisi benih yang dikandungan. P ada saat ini sikap selalu bersolek diri seseorang pasangan sangat menentukan. Ka rena itu candra benih tiga bulan sering dinamakan trikawula busana, artinya wani ta sudah berpikir masalah pakaian seperti daster, pakaian bayi, dll, hal ini mem ungkinkan wajah wanita akan lebih berseri-seri bagai bulan purnama dan lebih can tik jelita. Catur Anggajati, benih berumur empat bulan mulai terbentuk organ-organ tubuh sec ara lengkap. Benih unggul telah berbentuk manusia. Karena itu telah menghisap sa ri-sari makanan melalui sang ibu, umur seperti ini juga sudah ditiupkan roh sehi ngga benih telah hidup, sebagai tandanya sering bergerak. Karena itu hubungan se ks yang berlebihan kurang baik pada saat ini, bahkan hubungan seks atas bawah ak an berbahaya bagi benih dalam kandungan. Saat ini pula benih mulai merekam denyu t hidup kedua pasangan. Karenanya kedua pasangan jangan berbuat hal-hal yang tid ak baik atau terjadi penyelewengan akan berbahaya bagi benih bayi tersebut. Cand ra benih berumur empat bulan disebut catur wanara rukem, artinya tingkah laku ib u akan seperti kera yang sedang diatas pohon rukem, dia mulai nyidam buah-buahan yang asam dengan cara lotisan dan akan sangat aneh-aneh sehingga membutuhkan ke sabaran bagi pasangan, kadang kurang wajar. Ia mendapat tambahan otak, karena it u sudah punya keinginan. Panca Yitmayajati, artinya benih berumur lima bulan, dan benar-benar telah hidup , dan hubungan seks harus dilakukan lebih hati-hati, agar memperhatikan posisi s
ehingga tidak merugikan benih, dan pasangan harus telah tumbuh keberanian untuk menghadapi resiko lahirnya seorang bayi nanti. Karenanya candra benih berumur li ma bulan sering dinamakan panca sura panggah, ada keteguhan dan keberanian mengh adapi rintangan apapun ketika pasangan hamil lima bulan, tentu saja dari aspek m ateri jelas memerlukan persiapan berbagai hal. Mendapatkan tambahan otot mulai b ergerak erlahan-lahan. Sad Lokajati, benih berumur enam bulan semakin besar, karena itu kedua pasangan harus lebih berhati-hati. Karena itu candra benih dinamakan sad guna weweka, art inya mulai bersikap hati-hati dalam bertindak dan bertutur kata, jika diantara p asangan ada yang berbuat kasar, mencaci maki apalagi berbuat keji akan mengakiba tkan benih yang dikandung tidak baik, bahkan suami dilarang membunuh binatang ka rena secara insting benih sudah dapat merekam keadaan sekelilingnya. Mendapatkan tambahan tulang karena itu ia bisa naik turun, jungkir balik. Sapta Kawasajati, umur benih tujuh bulan telah lengkap semua organ dan cipta, ra sa, serta karsa, karena itu apabila ada bayi yang lahir pada umur tujuh bulanpun dimungkinkan. Dalam tradisi jawa sering dilakukan ritual mitoni dengan maksud m emohon agar bayi yang akan lahir diberi kelancaran, dan pada waktu ini hubungan seks dilarang sama sekali, kalaupun dilakukan harus diperhatikan secara ekstra h ati-hati ( posisi diperhatikan ). Karena candra bayi tuuh bulan adalah sapta kul ilawarsa artinya seperti burung yang terguyur air hujan, merasa letih. Lelah, da n sedikit pucat, kurang bergairah dan perlu pengertian dari pasangan. Dan ia mem peroleh tambahan rupa, dan mendapat tambahan Kodrat dari Allah Ta 'ala sperti rambu t, darah dan daging. Astha Sabdajati, benih berumur delapan bulan biasanya siap lahir, siap menuju du nia besar setelah bertapa dalam kandungan. Bayi hampir weruh padange hawa, ingin menghirup udara dunia yang sesungguhnya. Saat ini hanya timbul sikap pasrah unt uk menghadapi perang sabil. Candra bayi adalah astha sacara-cara, artinya terjad i sikap berserah diri dengan cara apapun bayi akan lahir ibunya telah siap sedia bahkan siap berkorban jiwa raga. Manakala bayi umur delapan bulan belum mapan p osisinya, tentu sang ibu akan gelisah. Untuk itu ada gugon tuhon juga agar ibu d ilarang makan buah yang melintang posisinya, seperti kepel, agar posisi bayi tid ak melintang yang akan menyulitkan kelahiran. Calon anak sudah dapat mengoperasi kan saudara yang empat, sbb; Pertama : kakawah ( air ketuban ) Kedua : bungkus Ketiga : ari-ari Keempat : darah Kakawah artinya menjadi pengasih, bungkus menjadi kekuatan, darah menjadi waliya s mati, harus diketahui bahwa Kakawah itu adalah malaikat Jibril, bungkus adalah Mikail, ari-ari adalah Malaikat Israfil, dan darah adalah malaikat Izrail. Jibril pada kulit, Mikail pada tulang, Israfil pada otot, Izrail pada dagingakhi rnya selamatlah sentosa, semua itu tidak kelihatan karena Kodrat Allah. Nawapurnajati, bayi telah mendekati detik-detik lahir, yaitu sembilan bulan, dan tentu yang tepat sembilan bulan sangat jarang. Pada saat itu memang keadaan bay i dan ibunya sangat lelah, karena itu candra suasana disebut nawa gralupa artiny a keaaan sangat lemas, tak berdaya, seperti orang lapar dan dahaga. Apalagi sete lah sembilan bulan sepuluh hari dengan candra khusus dasa yaksa mati, artinya se perti raksasa mati terbunuh ksatria-seorang ibu setelah melahirkan bayi. Oleh ka rena itu hubungan seksual sangat dilarang, paling tidak kurang lebih 40 hari seo rang suami harus berpuasa.
Sembilan langkah tersebut diatas di harapkan pasangan suami istri dapat menjalan kan sesirik ( prihatin ), ibarat sedang bertapa gaib. Segala tingkah laku akan m enjadi cerminan hidup anak yang masih dalam kandungan. Itulah sebabnya sikap dan perilaku dijaga baik-baik dengan tujuan manembah dan karyenak tyasing sesama, m aksudnya hubungan vertikal selalu harus terus menerus dan hubungan dengan sesama mahkluk agar jangan sampai berbuat diluar kewajaran. Ada empat yang dianugerahk an Allah Ta 'ala dengan KodratNya ; Pertama : Budi Kedua : Rahsa Ketiga : Angan-angan Keempat : Hidup Enget-enget anggite kang nulis, perdhu iku sajroning niyat, lafat Allahu anggite , lafal Hu tibanipun, lafal Akbar nyatane singgih yekti, lafal ingkang tetiga, a nyipta sajrone werdaya, perdu iku tibane dipun uning, den waspada tingalira. Terjemahan : Ingat-ingatlah karya penulis, tentang hal yang wajib dalam niat, lafal Allahu it u tempatnya,lafal Hu jatuhnya, lafal Akbar kenyataan sejati, lafal yang tiga it u ciptalah dalam hati, itulah wajib yang harus diingat, dan waspadailah konsentr asimu. Yogya sami angawruhana kaki, anedyaa tingal jrone shalat, sirnane shalat westane , sekawan kathahipun, kawrughana sawiji-wiji, dhingin iku munajat, kalih ikramip un, jangkep ingkang kaping tiga, iku arane ingkang tubadil, lan mikraj kaping se kawan. Terjemahan : Segeralah kau ketahui Nak, konsentrasi dalan shalat yaitu, dinamakan lenyapnya s halat, jumlahnya ada empat hal ketahuilah satu-persatu, pertama munajat, kedua d isebut ihram, ketiga tubadil dan kempat mikraj. Tegesira kang munajat iku, wewacane wau ingkang shalat, sajrone salat mangke, yw a ngrasa aturipun, sapocapan kelawan Gusti, sebarang den apalna, cipta jroning k albu, Pangeran ingkang miyarsa, tingalna adhepe marang Hyang Widhi, dene takbiri ra. Terjemahan : Artinya munajat adalah, seluruh bacaan dalam shalat, dalam shalat, jangan merasa itu ucapanmu (karena engkau) satu ucapan dengan Tuhan, semuanya hafalkanlah, he ning ciptakan dalam kalbu, Tuhan yang mendengar, konsentrasilah (bahwa) Tuhan ad a di depanmu, (ketika) engkau takbir. Nulya lajeng maca wajah, ngadhepaken Pangerane, ingkang asih aduduhe, ngabekti m ring Hyang Agung, wajah puniku sunat sayekti, Fatihah ika perdhu, Bismillahipun iku, namane Hyang kang Mahamurah aneng donya, ingkang asih tembe akhir, teka ari kiyamat. Terjemahan : Kemudian bacalah wajah (doa iftitah), untuk menghadapkan diri dengan Tuhan Yang Maha Pengasih, (dan yang memberi) petunjuk, (dan pernyataan) pengabdian kepada T uhan, wajah itu hanya sunah, Surat Al Fatihah yang wajib, lalu bacalah Bismillah (menyebut), nama Tuhan yang Maha Pemurah dan pengasih, di dunia dan sampai akhi r kelak, di Hari Kiamat. Ikram iku jenenge lumiring, kalimputan dhateng sipat jamal, tan kena mengeng tin gale, bisa jamal puniku, iya iku sipate Gusti, maknane iku indah, Adi Maha Luhur , datan ana kang memadha, ingkang asih ngasihaken sajroning ati, ngasihi mring k awula. Terjemahan : Ihram itu adalah terliputi kepada sifat jamal, tak boleh berubah konsentrasinya, jamal itu adalah sifat Tuhan, yang maknanya indah, adi dan Mahaluhur, tak ada y ang menyamai, Maha Pengasih dan mengasihidalam hati, setiap manusia. Tegesira kang aran tubadil, angareksa barang tingkahira, kenyataan sakabehe, sam
pun kena luput iku, angrasani Hyang Agung, lir damar lan surya kaki, dadi karone tunggal, tan dadi roh iku sembah kang utama, apan mikraj iku tegese kaki, tan r umangsa tingkahnya. Terjemahan : Artinya tubadil, menyadari segala tingkahnya, (dan) kenyataan semuanya, jangan sampai salah, membecarakan Tuhan Yang Maha Agung, bagaikan lampu dan cahaya, Nak , keduanya satu, tidak menjadi ruh itu sembah utama, lalu mikraj artinya, Nak, t idak merasa terhadap segala tingkahnya. Lawan mikraj tegese puniki, napinira tan nora kuwasa, apan pangucape mangke, kwa sa jeneng suwung, saosike saking Hyang Agung, kabeh saking Pangeran, obah osikip un, kawula pan nora karya, saosike upama lir sarah keli, manut kanthine toyan. Terjemahan : Mikraj itu artinya, kekosongandirimu tidak berkuasa, segala ucapanya adalah kua sa (tetapi) kosong, seluruh geraknya dari Allah, semua dari Allah, gerak tindaka nnya, karena hamba tak bisa membuat gerak dan tindakan itu hanya bagaikan sampah yang hanyut, ikut perjalanan air. ÐÐ-T A M A T Ðб ¼¼¼¼¼¼¼¼¼¼¼. Nuwun Alang Alang Kumitir. Ditulis dalam SULUK TIYANG SHALAT | 22 Komentar ± komentar » SULUK PRATINGKAHING SHALAT (bagian 04) Juni 6, 2009 Angandika Nabi kang sinelir, angrasani jenenge wong salat, arep weruh Pangerane, kelawan ora weruh, siya-siya dennya nglampahi, pertingkahe wong shalat, den wer uh sadennya nglampahi, pertingkahe wong shalat, den weruh satuhu, weruhe kadi pu napa, yen weruha sameleke dadi kapir, pan ora werna rupa. Terjemahan : Berkata Nabi yang terkasih, membicarakan orang yang shalat, hendak mengetahui Tu hannya, (jika) tidak mengetahui maka sia-sialah salat yang dilakukannya, tingkan g laku orang shalat, (ingin) mengetahui sesungguhnya, mengetahui seperti apa, ji ka mengetahui seperti mata melihat maka jadilah ia kafir, (karena Tuhan itu) tan pa warna tanpa rupa. Lamun ora weruh ing Hyang Widhi, yekti wuta benjang neng akherat, arep weruh ing semangke, yogya sami nggegurua, ing pagawruh kang sejati, pratingkahe wong shal at, ya weruh satuhu, jenenge asalat tunggal, tunggal wujud kawula kelawan Gusti, kang dadi kenyatan. Terjemahan : Jika tidak mengetahui Tuhan, sesungguhnya akan buta besok di akherat, hendak men getahui nantinya, maka carilah seorang guru, tentang kawruh sejati, tingkah laku orang shalat, harus tahu benar, perihal shalat tunggal, tunggal wujud hamba dan dan Tuhan, yang menjadi kenyataan. Weruhipun kawula Gusti, jeneng niyat kang tigang perkara, qasdu takrun lan takyi ne, weruhe bedanipun, niyat iku sawiji-wiji, qasdu ingkang panedya, ingkang niya t iku, dudu bangsa lan suara, ingkang ngadeg sujud rukuk kang rekangat, tan kena kaleru, takyine kang kaping tiga, nyatakken wektu Subuh lan Maghrib, klawan Ngi sake pisan. Terjemahan : Mengetahui hamba dan Tuhan, niat tiga hal, qasdu takrun dan takyin, ketahuilah p erbedaannya niat yang tiga itu satu-persatu, qasdu adalah permohonan, niat itu b ukan jenis dan ucapannya, berdiri rukuk dan sujud itu juga bukan niat. Ping kalih takrun kang gumanti, lungguhira bakdane rakangat, papat lawan tetigan e, ing Ngasar lan Subuh, dipun awas sawiji-wiji, jenenge kang rekangat, tan kena kaleru, takyine kang kaping tiga, nyatakken wektu Subuh lan Maghrib, klawan Ngi sake pisan. Terjemahan : Yang kedua, takrun yang menggantikan, dudukmu stelah rekaat, yang keempat atau k etiga, dalam waktu Ngasar atau Subuh, pahamilah satu-persatu, menghitung rekaat
tidak boleh keliru, takyin yang ketiga, menyatakan padaSshalat Subuh, Magrib dan Isya. Yen nganggoa qasdu takyin, tan sampurna shalate wong ika, yen ora nganggo kepriy e, pan batal salatipun, niyat iku jenenge wajib, tan kena tinggal, iya ingkang t etelu, yen lamun meksih nganggoa, qasdu takrun kelawan takyin puniki, shalate ta n sampurna. Terjemahan : Jika (tidak) memakai qasdu takyin, maka salatnya orang itu tidak sempurna, jika tidak memakai bagaimana, apakah batal shalatnya, niat itu adalah yang wajib, ya ng tak boleh ditinggal, sedangkan ketiganya, qasdu takrun dan takyin itu, jika t ak dipakai shalatnya tidak sempurna (tetapi tidak batal). Waler sengker pocapan puniki, kang satengah nora duwe duga, dene ayuh bebasane, nggeguyu peksa weruh, pangucape, pegel kena ati, tan kena den kalahena, padune w ong bingung, kudu ngajak kakerengan, kang saweneh ngaku yen bisa tapsir, katungk ul ngudi sastra. Terjemahan : Nasehat ini adalah nasehat yang terlarang, yang sebagaian jangan sampai kurang p ertimbangan, peribahasanya menertawakan memaksa (orang yang) hendak tahu, perkat aannya menyakitkan hati, tak bisa dikalahkan, justru (sebenarnya) itu orang yang bingung, ingin mengajak pertengkaran, dan menyombongkan kalau bisa ilmu tafsir, (tapi) terlalu mementingkan nilai susastranya. Atakona ingkang padha mukmin, jeneng kawruh sejatine shalat, den weruh pisah kum pule, pundi kang mukmin tuhu, iya iku ingkang ngawruhi, sejatine wong shalat, pi sah kumpulipun, dudu shalate kawula, sejatine kanugrahaning Hyang Widhi, kang ti ba mring kawula. Terjemahan : Bertanya pada orang mukmin, tentang pengertian shalat, ketahuilah berpisah dan b erkumlpulnya, siapakah orang mukmin sebenarnya, yaitu orang yeng mengetahui, kes ejatian shalat, dan berpisah bersatunya (hanba dan Tuhan), shalat itu bukanlah s halat hamba, melainkan anugrah Tuhan yang melimpah pada hamba. Ingkang tinggal shalat mapan wajib, wus sampurna ingkang tinggal shalat, yogya a pa pangawruhe, lamun tan kaya iku, siya-siya dennya nglampahi, angel jeneng shal at, manawa kaleru, dwn dalih atinggal pisan, bebayane aninggal shalat sejati, pa n wajib linakonan. Terjemahan : Yang meninggalkan shalatyang wajib, dan yang sudah sempurna ªmeninggalkan shalatº, seperti apa perbuatannya, jika tidak tahu sia-sia olehnya menjalani, sulit memah ami shalat, jangan sampai keliru, dikiranya sudah bersatu (padahal belum), bahay anya meninggalkan shalat sejati, yang wajib dilakukan. Lamun tinggal shalat apan kapir, nora kena mayite dinusan, wong mati bangka huku me, kelawan malihipun, nora tinggal lan bukti, ingkang tinggal shalat, iku janji nipun, lawan malih nora apsah, anembeleh angrusak kalimah kalih, iya wong atingg al shalat. Terjemahan : Jika meninggalkan shalat adalah kafir, tak boleh mayatnya dimandikan, itu adalah orang yang mati tidak sempurna, tidak berhak meninggalkan bukti, itulah orang y ang meninggalkan shalat, itulah janjinya, dan lagi tidak absah menyembelih (kare na) telah mrusak kalimah dua (syahadat), itulah orang yang meninggalkan shalat. Bersambung¼¼¼¼¼¼ ¼¼¼¼¼¼¼¼¼¼¼. Nuwun Alang Alang Kumitir. Ditulis dalam SULUK TIYANG SHALAT | 10 Komentar ± komentar » SULUK SHALAT (bagian 03) Juni 5, 2009 Kepriye wong tinggal shalat, ngaku becik anglakoni, temen sir ya angas, amemada
ing wong mukmin, bari angisin-isini, pan sasat nggeguyu rasul, dadi ratuning dur ga, kaya kapir wong Yahudi, mesthi lebur gempur ing naraka. Terjemahan : Bagaimanakah orang yang meninggalkan shalat, mengaku menjalakan dengan baik, sun gguh sangat mengerikan, menyamai-nyamai orang mukmin, bahkan memalukan, (orang s eperti itu) bagaikan menertawakan Rasul, kelak merekan akan menjadi pimpinan keb urukan, sperti orang kafir Yahudi, dan (di akherat) pasti akan hancur lebur di n eraka. Lulure wong tinggal shalat, kadi pundi yen ngawruhi, wajibe wong tinggal salat, wajibe ya kadi pundi, atinggal lahir batin, tan ana liya kaetung, miwah panggaw e kita, mapan nora anduweni, anging Allah polahe ya ingkang shalat. Terjemahan : Sesungguhnya orang yang meninggalkan shalat, bagaimanakah jika (ingin) mengetahu i, wajib meninggalkan shalat, wajibnya itu bagaimana, meninggalkan lahir (atau) batin, tak ada hal lain yang diperhitungkan, juga perbuatan kita, bahwa kita tid ak memiliki, tetapi hanya Allah yang mengusai seluruh gerak shalat. Ingkang jenenge kawula, sru sirna tan ana keri, datan ana ananira, gegentine mar ang Hyang Widhi, mangan jenenge napi, kawula ing lalisipun, lir lintang karainan , kasorotang ing Hyang Rawi, lintang ilang ing raditya. Terjemahan : Yang namanya hamba, segera sirna tak ketinggalan, sesungguhnya ADAnya hamda adal ah tidak ada, digantikan oleh ADA-Nya, hamba sesungguhnya adalah nafi, hamba dal am kelaiannya ibarat bintang kesiangan, terkena sorot matahari, bintang hilang t idak tanpak. Wong tumeka salat tunggal, qasdu takrun lawan takyin, iya iku kang sampurna, kaw ruhana ingkang budi, lawan atining ati, ya puniki tegesipun, arep amarengine, qa sdu takrun lawan takyin, aparengna lafal Allahu Akbar. Terjemahan : Orang yang hendak melakukan shalat tunggal, (hendaknya mengamalkan) qasdu takrun dan takyin, itulah yang sempurna, pahamilah budi, hati nurani, maksudnya memaha mkan qasdu takrun dan takyin, dan menghayati lafal Allahu Akabar. ÐÐÐÐÐÐÐTeks terputus di sini. Secara matan isi teks belum selesai, akan tetapi langsung berganti tembang dan lain pula yang dipaparkan. Aksara Ha aparengna, aksara Alip kang kaki, niyat iku Lam kang awal, Lam akhir n iyat singgih, Hu tibaning niyati, parengna niyatipun, ya Allah jeneng Dat, tiban e ingkang sayekti, Allahu Akbar sampurnaning niyatira. Terjemahan : Perhatikan abjad Ha, dan makna abjad Alif yang hak, niyat itu Lam awal, Lam akhi r demikian juga, Hu jatuhnya niyat, pahamilah niyat itu, kepada Allah satu-satun ya zat, itulah niyat yang lurus, Allahu Akbar adalah lafal niat yang sempurna. Jenenging niyat tan ana, pengleburan kang kekalih, tan ana Gusti kawula, yen isi h kawula gusti, mangan turu utami, kadi pundi slametipun, ron dadi satunggan, sa tunggal dadi kekalih, ora ilang kawula lawan Pangeran. Terjemahan : Niyat adalah tak ada, penyatuan yang dua, tidak ada Gusti Kawula, jika masih kaw ula Gusti (ketika shalat), lebih baik makan tidur saja, bagaimana agar selamat, dua menjadi satu, satu menjadi dua, tidak hilang kawula Gusti. Kawruh iya kawula, parengna sihing Hyang Widhi,lamun tunggal kang kawula, tan an a ingkang ngarani, ingkang anebut Gusti, tan liya kawulanipun, dadi nyata Panger an, ingkang nembah kang muji, pan kawula kinarya aling-alingan. Terjemahan : Pengetahuan seorang hamba, pikirkanlah kasih sayang Tuhan, jika manunggal dengan hamba, tidak ada yang menyebut Tuhan, kecuali adalah hamba-Nya, jadi sesungguhn ya adalah, Tuhan sendirilah yang menyembah dan memuji, hamba hanya dijadikan sar ana. Kawula anggome nyata, kahananira Hyang Widhi, pan angaken wujud tunggal, kekalih ira Hyang Widhi, amung jenenging jalmi, kekalihira Hyang Agung, amung jeneng man ungsa, kang dadi tibaning sang sih, mora ana liyane ingkang manungsa. Terjemahan :
Hamba adalah tempat wujud nyata, dari keadaan Tuhan yang sesungguhnya, jika dika takan wujud tunggal, yang kedua adalah Tuha., yang namanya manusia, adalah kekas ih Tuhan, yang namanya manusia, adalah menjadi tempat anugrah, tidak ada yang l ain selain manusia. Endi kang aran manungsa, ingkang terus lahir batin, kang narima ing Hyang Suksma , tan darbe polah kekalih, amung marang Hyang Widhi, kang paring marga luhur, ap an tan ana liyan, Pangeran ingkang ngasihi, den anarima sih nugrahaning Hyang Su ksma. Terjemahan : Siapakah yang disebut manusia, yang terus lahir batin, (yang dalam dirinya) ada Tuhan, tidak memiliki gerak mendua, hanya kepada Tuhan, yang memberikan jalan y ang luhur, dan tidak ada lain, hanya Tuhan yang memberi anugrah, maka segala apa yang di anugrahkan Tuhan hendaknya diterima. Utawa jenenging shalat, lelima kathahe nenggih, dhihin Shalat Jumungah, kang kaw etu saking lathi, pakumpulaning jalmi, Shalat Jumumgah ranipun, samya den estokn a, kang kelahir saking lathi, iya iku lakune Shalat Jumungah. Terjemahan : Shalat itu ada lima jenis, pertama shala jamaah, adalah apa yang keluar dari lid ah, tempat berkumpulnya orang-orang, itulah yang disebut shalat jamaah, laksanak an dengan baik, apa yang telah diucapkan, itulah laku shalat berjamaah. Kang sira den ucapna, asih lahir lawan batim, ja katungkul wus manuta, Kanjeng N abi kang sinelir, kekasihing Hyang Widhi, punika analika wau, yogya angawruhana, bangsa lahir lawan batin, iya ik kang aran Shalta Jumungah. Terjemahan : Apa yang engkau ucapkan, selaras antara lahir dan batin, yang terlena oleh karen a mengikuti saja, Nabi yang dikasihi, yang dicintai Tuhan, hal yang demikian itu , pahamilah apayang lahir dan yang batin, itulah yang dimaksud shalat jamaah. Ping kalihe Salat Wusta, dadi papadhang kang ati, tegese kang nora pegat, samani ng alamiing ati, sapatemon Hyang Widhi, kaya parena patrepipun, lamun atetemu, n ora kontha nora wani, tegesipun jaba jero awasira. Terjemahan : Yang kedua adalah shalat wusta, menjadi penerang hati, adalah tidak putus, sama dengan lama hati, bertemu dengan Tuhan, sebagai tujuan hidupnya, hendak bertemu dengan-Nya, zat yang tanpa rupa tanpa warna, maka luar dalam waspadamu. Ping kalihe Shalat Wusta, jenenge kawula Gusti, pan kawula nora ana, kawula jen enge napi, apa nora ndarbeni, purba wasesa puniku, pan kagenten Hyang Suksma, we ruha marang Hyang widhi, polah tingkah iku purbaning Pangeran. Terjemahan : Yang kedua shalat wusta, namanya hamba dan Tuhan, bahwa hamba sesungguhnya tidak ada, hamba itu bersifat nafi, dia tidak memiliki, purba wasesa semua adalah hak Tuhan, Tuhan dan segala gerak laku adalah kehendak Tuhan. Shalat kang kaping tiga, aja ningali kekalih, eroh jasad winicara, jasad eroh ka di pundi, papan dadi gegenti, nggone nyata kendhang agung, jati-jatining tunggal . Terjemahan : Shalat yang ketiga (yaitu shalat haji), jangan lagi melihat hamba dan Tuhan seca ra dualis, ruh yang berbicara, fungsi jasad digantikan oleh ruh, tempat kenyataa n ªkendang agungº, kesatuan yang sebenar-benarnya. Iya iku durerasan, panemu kang angawruhi, luput bener kawiwara, lupute pan kadi pundi, luput kang dereng yekti, abener kang sampun weruh, yogya den gurokna, pun ika jenenging ngelmi, Shalat Haji poma sami kawruhana. Terjemahan : Hal itu bukanlah bahan pembicaraan, (hanya) pendapat yang mengetahui, tentang sa lah benar oleh Sang Pujangga, mana hal yang salah, salah bagi yang belum mengala mi, benar bagi yang sudah mengetahui, maka carilah guru (yang mumpuni), itulah y ang namanya ilmu, yakni pahamilah makna shalat haji. Waler sengker kang satengah, yen lamun arebut ngilmi, tan ana gelem kasirnan, da tan reja mupakati, mila pating barekin, labete rebutan kawruh, yeku sami wasisny a, tan mikir luputing diri, kaluputan ngelmune pan dadi sasar. Terjemahan :
Sebagian adalahhal yang dilarang, jika hendak memperebutkan ilmu, tak ada yang mau kehilangan, tidak juga mau bermufakat, maka ramai tidak karuan, padahal maks udnya mencari ilmu, tapi sama-sama merasa pandai, tidak mau berfikir kemungkinan kesalahan diri, padahal jika salah maka jadilah tersesat. Dadine wong kang rayah, angresa wasis pribadi, tanpa ngrasa yen kapurba, dalil Q ur'an ili muni, arepa mengawruhi, pan akeh jenenging ngelmu, dadi wong punika, wer uha ngelmu sejati, darbe raga aja angrasa yen bisa. Terjemahan : Jadinya orang-orang saling berebut, merasa paling pandai, tidak merasa, dalil Qu r'an itu berbunyi (bahwa) jika hendak mengetahui, menunutut ilmu yang banyak, manu sia harus memahami ilmu sejati, punya badan jangan merasa kalau bisa. Shalat Daim ping sekawan, nora mengeng saking ati, uwis eningali, marang Maha Hy ang Kang Luhur, jenengipun malrifat, tan ana Gusti kekalih, kang kasebut ing ati Allah Kang Tunggal. Terjemahan : Keempat adalah shalat daim, tak pernah putus dalam hati, sudah melihat terhadap Tuhan Yang Mahaluhur, itulah makrifat, tak adalagi Tuhan dan hamba, yang disebut dalam hati, hanyalah Allah Yang Tunggal. Aja angeloro Pangeran, ing awal tumekeng akhir, awake pun durung ana, jenenge ak hir kang keri, akhir jisime isi, awek jeneng rohipun, pan dadi kanyatan, manipak sa (ª) sejati, iya iku tegese tunggal tinunggal. Terjemahan : Jangan mendua Tuhan, dari awal hingga akhir, zat-Nya memang belum ada, namanya a khir yang ketinggalan, yang akhir jasadnya, kemudian diberi ruh, yang menjadi ke nyataan, keterpaksaan sejati, itulah artinya satu yang menyatu. Tegese kang kaping lima, kanugrahan kanugrahan kang sayekti, Shalat Ismu Ngalim ika, jenenging roh lawan jisim, yogya dipun kawruhi, tegese kang Maha Agung, asm a Allah tan pegat, aningali kang dumadi, jagat iku yekti langgeng aneng suksma. Terjemahan : Yang kelima artinya adalah, anugrah yang sejati, namanya shalat ismu alam, adany a roh dan jasad, sebaiknya pahamilah, maksudnya Yang Maha Agung, sebutlah asma T uhan tak pernah henti, melihat Tuhan dunia akan abadidalam suksma. Tan pegat ing tingaliran, dadine bumi lan langit, iya iku kanugrahan, kang dadi ayat sayekti, kang kajenging ngelmi, tan ana loro tetelu, jenenging kanyatan waj ah, tuwah ingkang suci, iya eroh tegese kang aran wajah. Terjemahan : Tanpa henti perhatianmu, (memikirkan) terjadinya bumi dan langit, itulah anugrah kehendak Allah, merupakan ayat atau tanda yang sejati, yang dikehendaki ilmu, t idak dua atau tiga, itulah kenyataan wajah (doa tawajuh), mantra yang suci, yang dimaksud wajah adalah ruh. Utawi tegese pan, kathahe ingkang prakawis, ingkang dhingin pana ing Dat, kapind ha sipat, kaping tiga winardi, wong kang pan apngalipun, tegesee pan ing Dat tan anane nenggih, ora ana anging Allah wujud baka. Terjemahan : Ada hal yang perlu diketahui, tentang tiga hal, pertama adalah zat, kedua sifat, dan winardi, yaitu orang yang tahu ag 'alnya, maksudnya zat adalah, tidak ada zat lain kecuali zat Allah yang kekal abadi. Anapun ana sipat, akabutana urip, langaliman lakuta, tan ana kuwasa singgih, tan ana angawruhi, anging Allah ingkang agung, kang amurba amasesa, tan ana ingkang madani, ora urip anging Allah Wujud hayat. Terjemahan : Ada pun yang disebut sifat, adalah disebut hidup, menguasai alam malakut, tak ad a yang berkuasa, tak ada yang memberinya ilmu, hanya Allah Yang Agung, yang amur ba amasesa, tak ada yang menyamai, tidak hidup kecuali Allah wujud hidup. Tegese pan apngal, anane duwe pangreti, anging Allah ingkang karya, kawula tan a nduweni, salira polah jisim, tan ana iya kaetung, miwah panggawe kita, tan ruman gsa anduweni, apngalira ora ana kang kuwasa. Terjemahan : Ada pun yang disebut af 'al, adanya punya pengertian, hanya Allah yang berkarya, ha mba tidak memiliki, baik jiwa maupun raga, tidak ada yang terhitung, termasuk pe
rbuatan kita, bukan kita yang memiliki, ketahuilah bahwa hambasama sekali tak me miliki kuasa. Sing sapa weruh ing awak, iku weruh marang Gusti, tegese wruhing salira, tan ana wujude singgih, mapan kawula napi, datan ana wujudipun, tandane wruhing Allah, kawruhana kang sayekti, ora ana anging Allah kang mulya. Terjemahan : Barang siapa tahu akan dirinya, akan tahu siapa Tuhan-nya, maksudnya barang siap a bisa memahami sesungguhnya dirinya itu tidak ada, bahwa dirinya itu nafi, tak berwujud apa pun, pertanda ia tahu akan Allah, ketahuilah yang sesungguhnya, tak ada lain kecuali Allah Yang Mahamulia. Angendika Rasulullah, pangawruh ingkang sayekti, sing sapa nembah ing asma, ora weruh asma singgih, punika dadi kapir, yen tan weruh tegesipun, wong munapik, wo ng ngaku tan wruhing asma. Terjemahan : Berkata Rasulullah, ilmu pengetahuan yang sejati, adalah barang siap yang menyem bah asma (Tuhan), tetapi tidak tahu siapa asma (Tuhan) itu, sungguh dia itu kafi r, kalau tidak tahu artinya, orang munafik, orang yang mengaku tidak tahu akan a sma (Tuhan-nya). Wong weruh asma lan makna, sirik yen ora ngawruhi, wong kang weruh marang makna. Kelawan hak angawruhi, yen ta wus weruh iki, yaiku mukmin satuhu, lan tinggal i ngkang makna, hak ingkang dipun kawruhi, iya iku kang aran mukmin makrifat. Terjemahan : Orang (harus tahu akan) asma dan maknanya, syirik jika tidak mengetahuinya, oran g yang tahu akan makna, dengan pengetahuan yang benar, kalaulah sudah tahu, itul ah mukmin yang sebenarnya, dan tinggal makna, kebenaran yang diketahui, itulah y ang disebut mukmin makrifat. Angendika wong hakikat, alabtu thalabul rahmi, ingsun ngulati roh iku, kaya ngul ati Hyang Widhi, lan tegesipun ngulati, roh kelawan ingkang agung, lah para kabe ta roh, nora beda ngelmu jati, iya eroh lan Pangeran antaranya. Terjemahan : Berkata ahli hakikat, saya mengenali (melihat) ruhku, seperti mengenali Tuhan, d an maksudnya mengenali ruh yang Agung adalah (dengan) mendekatinya ruh, tidak be da dengan ilmu sejati, ialah antara ruh dan Tuhan. Ngendika Seh Mahmud ika, adoh mesih ing Hyang Widhi, kaya pisaha kapir, saking s uwarga kang luhur, lapal watarkus shalat, tinggal ashalat sayekti, luwih luhur t inggal shalat banjur ngojah. Terjemahan : Berkata Syekh Mahmud, jauhnya tempat Tuhan bersemayam itu, seperti jauhnya orang kafir, dari surga yang luhur, (karena mereka) meninggalkan shalat sejati, lebih luhur tinggal shalat lalu ngobrol. Tegese atinggal shalat, salat lahir lawan batin, tan ngresa memuji nembah, eling kang sawiji-wiji, apan nora ndarbeni, panguwasa polahipun, anging nikmating tin gal, tang angrasa nembah muji, polah tingkahe Allah kang shalat. Terjemahan : Meninggalkan shalat itu maksudnya, shalat lahir dan batin, tak merasa memuji men yembah, ingat pada satu-satunya, tidak merasa memiliki, tak berkuasa atas tindak annya, hanya anugrah Allah, tak merasa menyebah memuji, seluruh tindakan shalat adalah tindakan Allah. Sampurnane shalat iku, nora ningali kekalih, nora ningali Pangeran, kawula nora kaeksi, ilang kawula Gusti, tan ana dulu dinulu, ananging idhepira, kang anembah kang amuji, pan kagenten sih nugrahaning Pangeran. Terjemahan : Sempurnanya shalat itu, tidak melihat dua, tidak melihat Tuhan, hamba tidak dipe rlihatkan, hilang kawula Gusti, tak ada kuasa menguasai, tetapi maksudmu, yang m enyembah dan memuji itu, telah diganti oleh anugrah Allah. Angandika wong utama, shalat iku malih-malih, kang ngendi tegese nyata, kang ara n nyata kang endi, tegese nyata iki wau kang nyata satuhu, nyata ing dalem akal, ingkang nyata ingkang ngendi, alak iku roh satuhu kawruhana. Terjemahan :
Berkata orang yang utama, shalat itu berubah-ubah, mana yang dimaksud nyata, yan g disebut nyata yang mana, artinya nyata ini yang benar-benar nyata dalam akal, yang nyata yang mana, akal itu adalah roh sejati maka pahamilah. Anapon shalat pasa, lawan jakat munggah Haji, pinedhakken brahala, mapan jeneng shalat wajib, wektu metu iki, wektuning shalat kawektu, iku dadi brahala, apan i sih amemuji, pan tinampi kasembahe dadi brahala. Terjemahan : Adapun shalat puasa, dan zakat serta naik haji, meruntuhkan berhala, adapun shal at wajib, (adalah tergantung pada) waktu, waktu shalat yang ditentukan, itu menj adi berhala jika masih memuji, tidak diterima panembahnya (jika masih) jadi berh ala. Pundi tegese asalat, wong kang weruh ing Hyang Widhi, kelawan ati kang padhang, kawruhana kang sayekti, aja kaliru tampi, jatining ening puniku, pundi eningkang tunggal, kang ingaran ati ening, iya iku cahyaning e-Dat kang nyata. Terjemahan : Bagaimanakah maksud shalat, orang yang mengetahui Tuhan, dengan hati yang terang , pahamilah yang sebaik-baiknya, jangan sampai salah terima, sesungguhnya hening itu, adalah hening pada Yang Tunggal, yang disebut hati hening, yaitu cahaya za t yang nyata. Angandika Abu Bakar, kinasihan ing Hyang Widhi, ingkang antuk rahmatullah, teges e shalat sejati, tarkulu syai 'in, ing tinggal sawiji iku, kang liyan saing Allah, tan ana sawiji-wiji, anging tunggal Allah kang murba misesa. Terjemahan : Berkata Abu Bakar, orang yang dikasihi Allah, yang mendapat rahmatullah, bahwa y ang dimaksud shalat sejati (adala) meninggalkan segala sesuatu (dan memusatkan p ada) satu hal, bukan pada yang lain selain Allah, tak ada sesuatu pun melainkan hanya Allah Yang Esa, yang amurba amasesa. Tegese anane shalat, sekawan kathahe nenggih, kalima sampurnanira, dhingin wulu tanpa warih, kapindho niyat singgih, ikrar kaping tiganipun, kaping sekawan makr ifat, tan kelawan netra jati, ping limane nora kelawan makrifat. Terjemahan : Yang dimaksud shalat, empat jumlahnya, dan kelima kesempurnaannya, pertama wudhu tanpa air, kedua niyat, ketiga ikrar, keempat makrifat tanpa netra jati, dan ke lima tanpa makrifat. Kang sira awas makrifat, yaiku yekti Hyang Widhi, kang muji pinuji dawak, memuji pujining Widi, tan ana liyan sejati, anging Allah ingkang Agung, ilang jeneng m anungsa, tan ana makhluk sejati, anging Allah ya jenenge ingkang shalat. Terjemahan : Ingatlah dikau waspada makrifat, yaitu Tuhan yang sesungguhnya, yang memuji dan dipuji sendiri, memuji pujian-Nya, tak ada yang lain sejati, hanya Allah yang Ag ung, hilanglah esensi manusia, tak ada makhluk yang sejati, hanya diri Allah-lah yang melakukan shalat. SULUK TIYANG TILAR SHALAT (bagian 02) Juni 5, 2009 Kaya paran tumekoa, tingale marang Hyang Widhi, tingal pangkon sarta angas, agug uyu wong ngabekti, satengah amadani, wus sasat maido rasul, kapire wus tetala, k aya tingkah wong Yahudi, pesthi langgeng dadi dasaring naraka. Terjemahan : Kepad tujuan datangilah, arah konsentrasi kepada Tuhan, perhatian ditujukan ke h ariban dengan rasa ngeri, menertawakan orang yang berbakti, setengah menyamai (m engolok-olok), bahkan menghina rasul, kafirnya sudah jelas, seperti prilaku oran g Yahudi, kelak pasti kekal menjadi dasarnya neraka. Kathah wong kaliru tampa, dening ujar kang ngawingit, tekadipun kaluputan, miyar sa panemu jati, sisip dadya nampani, pan dadi saya delurung, ujar kasamaran, tin ggal salat iku wajib, paninggale yaiku utama. Terjemahan : Banyak orang salah paham, oleh perkara yang rahasia, tekadnya jadi salah, menden gar pendapat sejati, salah paham dalam menerima, malah menjadi semakin tersesat,
akan perkataan yang samar, meninggalkan shalat itu wajib, meninggalkannya itu l ebih utama, meninggalnya itu lebih utama. Ujar iku kasamaran, saweneh den gawe batin, nyatane atinggal salat, tan idhep ik u wajib, parentahing Hyang Widi, dateng Nabi satus ewu, pat likur samnya, kinen salat anetepi, pan sadaya tan ana atinggal salat. Terjemahan : Itulah perkataan yang samar, ada yang dibuat batini, nyatanya meninggalkan shala t, tidak tahu bahwa itu wajib, (padahal) perintah Tuhan, kepada Nabi yang seratu s dua puluh empat ribu, disuruh menegakkan shalat, semua tak ada yang meninggalk annya. Nabi Musa cinarita, parentahipun Hyang Widhi, seket wektu prelonira, sadina lawa n sawengi, umate anetepi, ika mukmin kang hakiki, iya iku mukmin ingkang utama. Terjemahan : Tersebutlah Nabi Musa a.s. diperintahkan Tuhan agar mendekatkan (diri pada) Tuha n, lima puluh waktu fardhu, dalam sehari semalam, umatnya mengikuti, perintah Tu han tersebut, tak ada yang mengeluh, itulah mukmin yang sesungguhnya, yaitu mukm in yang utama. Atinggal salat sampurna, kadi pun leh ngawruhi, apan wajib tinggal salat, wajibe lah kadi pundi, osiking lair batin, miwah sembah pujenipun, aja angrasa bisa, a nging Allah kang darbeni. Terjemahan : Meninggalkan shalat sempurna, bagaimanakah cara memahami, bahwa wajib meninggalk an shalat, wajibnya itu bagaimana, gerak lahir ataupun batin, dan sembah puji, j angan merasa bisa, hanya Allah yang memiliki. Aja ngrasa duwe sembah, aja ngrasa duwe puji, miwah barang tingkah polah, angras a anduweni, miwah tingaling ati, wajibing duwe Hyang Agung, miwah lan wujud kita , puniku hukume napi, tanpa polah, polahe Allah kang Murba. Terjemahan : Jangan merasa punya sembah, jangan merasa punya puji, dan segala gerak tindakan, jangan merasa memiliki, dan arah perhatian hati, wajib milik TuhanYyang Maha Ag ung, bahkan seluruh diri kita, itu adalah nafi, manusia tanpa memiliki gerak, te tapi Allah yang mengatur. Kang jenenging kawula, duk sirna tan ana keri, apan dadi wujudira, kangeten deni ng Hyang Widhi, ingkang ngawujud iki, anenggih prelambangipun, lir lintang karah inan, kasorotan Sang Hyang Rawi, lintang ilang kasorotan ing raditya. Terjemahan : Yang namanya hamba, ketika hilang musnah tanpa ketinggalan, bahkan yang menjadi diri kita, digatikan oleh wujud Tuhan, yang mewujud ini perlambangnya adalah, ba gaikan bintang kesiangan, tersinari oleh matahari, bintang hilang tersinari ole h matahari. Wong tumeka ing ngasalat, ngangkat qasdu datan runtik, yen iya iku kawruhana, in g tinggal sajroning ati, kelawan ati ening, ati ening tegesipun, arep ta parengn a, qasdu takrun lawan takyin, yen rapale alip iku lah tetiga. Terjemahan : Orang yang datang melakukan shalat, mengangkat qasdu tanpa ragu, jika itu diketa huinya, dam perhatian di hati, dan dengan hati bening, hati bening artinya membe rsamakan qasdu, takrun dan takyin (dan) lafal alif ketiganya itu. Hurup sekawan punika, nenggih kang kariyin Alip, Alip hakekate niyat, Lam awal k elawan akhir, tibane pareksami, umanggihe niyatipun, Allah asmaning Dat, kang si nembah kang pinuji, rapal Akbar sampurna niyat sedaya. Terjemahan : Huruf yang empat itu, pertama adalah Alif, Alif hakikatnya niyat, Lam awal dan L am akhir, jatuhnya bersamaan, bertemu dengan niyat, Allah nama zat, yang di semb ah dan dipuj,, pada lafal Akbar sempurnalah segala niyat. Jatining niyat utama, arep leburing kekalih, tan ana Gusti kawula, yen meksih ka wula Gusti, iku dereng utami, dereng tilar salatipun, tegese satunggal-satunggal kaleka maksih kekalih, ora ilang anane roroning tunggal. Terjemahan : Sesungguhnya niat yang utama, adalah akan leburnya yang dua hal, tak ada lagi Gu sti Kawula, jika masih kawula Gusti, itu belum utama, belum tinggal shalatnya, m
aksudnya masih (terpisah) satu-satu, ternyata masih dua, tidak hilang adanya ror oning atunggal. Jatenipun tingalira, pareng akasih ing Hyang Widhi, kawula pan ora bisa, yen ora kelawan sih, wisane angabekti, angugrahaning Hyang Agung, kang tumiba kawula ka ng dadi lantaran puji, dadi pareng sembah puji lan nugraha. Terjemahan : Sesungguhnya perhatianmu, bersama kasih Tuhan, (karena) hamba tidak sanggup, kal au tidak karena anugrah, bisanya berbakti anugrah Tuhan yang dijatuhkan pada ham ba, yang menjadi perantara puji, jadi kehendak sembah puji dan anugrah. Kawula enggoning nyata, kahananipun Hyang Widhi, pangaken wujud tingal, kang dad i tibaning asih, kang sembah kang amuji, tan liyan kawulanipun, pan tajalining s ipat, miwah Datipun Hyang Widhi, pan kawula puniki kinarya buat. Terjemahan : Hamba adalah wujud nyata, dari keadaan Tuhan, mengheningkan wujud konsentrasi, y ang menjadi tempat jatuhnya anugrah, yang menyembah dan memuji, tak lain adalah hambanya, yaitu tajali sifat Dzat Tuhan, hamba itu hanya dijadikan sarana. Endi kang aran kawula, kang dadi tanda sayekti, iya ingkang cari iya, liron sih mring Hyang Widhi, mapan tan wonten malih, kang asung marga kang luhur, poma dip un narima, ing siyang kalawan lastri, malah nyasar dadi kawula kawarna. Terjemahan : Mana yang disebut hamba, yang menjadi tanda sejati, yaitu yang dicari, sebagai k ekasih Tuhan, bahwa dan adalagi, yeng memberi jalan luhur, maka terimalah, baik siang dan malam, (agar) tidak tersesat sebagai hamba. Yen manteping panarima, ing siyang kalawan lastri yeku ingkang tinarima, kumawul a maring Gusti, yen sampun tumeka ing sih, kang sinedya apan tiba, kapriye puji sembah, tinggal dereng pratitis, pangrasane waliyullah kang tumeka. Terjemahan : Dan mantapnya penerimaan, pada siang dan malam, yaitu yang diterima, menghamba k epada Tuhan, jika sudah sampai kepada mahabbah (sih), apa yang dikehendaki pasti tercapai, bagaimana puji dan sembah, pada konsentrasi belum tepat, perasaannya waliyullah yang datang. Dadine wong sumektan, kang ngrasa dadi kekasih, panembahe duna dungkap, adhepe p as shalat napi, lupute kapir sidik, ingkang saya kupur agung, lah poma den prayi tna, iku kabeh anglampahi, salah tanda pangelmune, tanda dadi bahya. Terjemahan : Jadinya orang siap sedia, yang merasa menjadi kekasih Tuhan, (padahal) penyembah annya salah kira, menghadapny ketika shalat nafi, salahnya kafir sidik, yang jus tru kafir besar, maka waspadailah, itu semua menjalani, salah tanda ilmunya, tan da menjadi berbahaya. Tegese sidik puniku, angrasa murbeng ing widhi, atawa amisahena, ngelmu iku luwi h rungsid iku ugi, tan kejaba tan kejero, cerak tanpa gepokan, adohe tan ana mun g neng, iku dipun waspada mring alamika. Terjemahan : Yang dimaksud dengan sidik, merasa dapat mengatur Tuhan, atau memisahkannya, ilm u itu lebih ªberbahayaº, berbahayanya itu juga, tidak hanya luar dalam, dekat tidak bersentuhan, jauhnya tak ada hanya diam, itu waspadailah di alammu. Rapalipun ladah rukalama jalma, mangke iki tegesipun nora pisah nora kumpul lawa n Gusti, nanging nora kari, ing barang polahipun, ewuh iku ing tampa, sisipen sa lah tampi, perlambange lir kumandang lan suwara. Terjemahan : Lafalnya adalah ladah rukalama jalma, artinya tidak berpisah tidak berkumpul den gan Tuhan, tapi tidak ketinggalan dalam tindakannya, jika sulit diterima maksudn ya, tapi jangan sampai salah terima, perlambangnya bagaikan kumandang dengan sua ra. Kadi guruh lawan toya, kadi kukus lawas geni, lir dhalang lawan wayang, kadya pa pan lawan tulis, den samnya ngawruhi, tegese sudama iku, malah madarma reka, tin galira ing Hyang Widhi, den prayitna sampun kaliru ing tampa. Terjemahan : Bagaikan guruh dengan air, bagaikan asap dan api, sperti Ki Dalang dengan wayang
, ibarat papan dengan tulisan, pahamilah, maksudnya dermawan itu, malah berderma padanya, memperhatikan Tuhan dan waspada jangan sampai salah paham. Tan tumeka tingalira, kumawula ing Hyang Widi, wong ing kalawan panembah, sarta kalawan pamuji, ing siyang kalawan lastri, supaya lamun kadulu, lamun tan muji l an nembah, elinga maring Hyang Widhi, kita darbe cipta ala. Terjemahan : Tidak akan sampai perhatiannya, menghambakan diri pada Tuhan, tetapi dengan pers embahan dan pujian itu, pada siang dan malam hari, agar sungguh-sungguh mencari, jika tidak memuji dan menyembah, ingatlah Tuhan, yang memiliki kita semua. Namaning sembah sedaya, lilima ingkang rumiyin, ingaran sembah Jumungah, kalahir kawetu lathi, kathah ingkang teka, sembah Jumungah aranipun, marang kabeh rapal e, iya iku lampahan sembah Jumunggah. Terjemahan : Jenis sembah semuanya, lima jumlahnya, pertama sembahyang jamaah namanya, adalah apa yang keluar dari lidah, banyak yang datang, itulah sembahyang jamaah namany a, apa yang telah diucapkan, itulah laku sembahyang berjamaah. Ping kalihe sembah wustha, iku tingal jroning ati, sampun angloro tingal, sapate mon ing Hyang Widhi, kalamun aningali, kados pundi patrapipun, upama tan nemua, nora warna nora rupi, kaya paran sapatemon ing Hyang Suksma. Terjemahan : Kedua sembah wusta, itu di dalam hati, jangan mendua perhatian, bersatu dengan T uhan, jika melihat bagaimana caranya,jika tidak menemukan (karena Tuhan itu), ta npa rupa tanpa warna, seperti tujuan bertemu dengan Tuhan. Bersambung¼¼¼¼¼¼. ¼¼¼¼¼¼¼¼¼¼¼. Nuwun Alang Alang Kumitir. Ditulis dalam SULUK TIYANG SHALAT Pembukaan : Amenangi jaman edan ewuh aya ing pambudi Melu edan nora tahan yen tan melu anglakoni boya kaduman melik Kaliren wekasanipun Dilalah karsa Allah Begja-begjane kang lali luwih begja kang eling lawan waspadaº (pupuh 7, Sent Kalatidha) Terjemahan : Mengalami jaman gila sukar sulit (dalam) akal ikhtiar Turut gila tidak tahan
kalau tak turut menjalaninya tidak kebagian milik kelaparanlah akhirnya Takdir kehendak Allah sebahagia-bahagianya yang lupa lebih berbahagia yang sadar serta waspadaº. - Syair jaman edan, dimana manusia kehilangan dasar sikap dan perilaku yang bena r. - Di dalam Serat Kalatidha, Sabda Pranawa Jati Ki pujangga melihat kesusahan yan g terjadi pada jaman itu . . . Rajanya utama, patihnya pandai dan menteri-menterinya mencita-citakan kesejahter aan rakyat serta semua pegawai-pegawainya cakap. Akan tetapi banyak kesukaran-ke sukaran menimpa negeri; orang bingung, resah dan sedih pilu, serta dipenuhi rasa kuatir dan takut. Banyak orang pandai dan berbudi luhur jatuh dari kedudukannya . Banyak pula yang sengaja menempuh jalan salah . . . harga diri turun . . . akh lak merosot. Pada waktu-waktu seperti itu berbahagialah mereka yang sadar/ingat dan waspada. - Menghadapi jaman seperti itu Ki Ronggowarsito memberikan petuah-petuahnya, yai tu yang dapat disebut sebagai empat pedoman hidup. I. Tawakal marang Hyang Gusti -
Pedoman yang pertama; yaitu kepercayaan iman dan pengharapan kepada Tuhan.
-
Pedoman inilah yang menjadi dasar hidup, perilaku dan karya manusia.
1. ªMupus papasthening takdir, puluh-puluh anglakoni kaelokanº (pupuh 6, Kalatidha). Arti : Menyadari ketentuan takdir, apa boleh buat (harus) mengalami keajaiban. Manusia hidup harus menerima keputusan Tuhan. 2. ªDialah karsa Allah, begja-begjane kang lali, luwih becik eling lawan waspadaº (pupuh 7, Kalatidha) Arti : - Memanglah kehendak Allah, sebahagia-babagianya yang lupa, lebih bahagia yang s adar ingat dan waspada. - Manusia harus selalu menggantungkan diri kepada kehendak (karsa) Allah. - Karsa atau kehendak Allah itu seperti yang tersirat dalam ajaran agama, kitab suci, hukum-hukum alam, adat istiadat dan ajaran leluhur. 3. Muhung mahasing ngasepi, supaya antuk parimirmaning Hyang suksma.
(pupuh 8, Kalatidha) Arti: Sebaiknya hanya menjauhkan diri dari keduniawian, supaya mendapat kasih sayang T uhan. - Di kala ingin mendekatkan jiwa pada Tuhan, memang pikiran dan nafsu harus terl epas dari hal keduniawian. - Supayantuk: Supaya dilimpahi Parimirmaning Hyang suksma; Kasih sayang Tuhan. 4. Saking mangunah prapti, Pangeran paring pitulung. (pupuh 9, Kalatidha) Arti : Pertolongan datang dari Tuhan, Tuhan melimpahkan pertolongan. - Hanya Dia, Puji sekalian alam, Gembala yang baik, yang dapat menolong manusia dalam kesusahannya. - Mangunah Prapti
:
Pertolongan Tuhan : Datang.
5. Kanthi awas lawan eling, kang kaesthi antuka parmaning suksma. (pupuh 10, Kalatidha) Arti: Disertai dasar/awas dan ingat, bertujuan mendapatkan kasih sayang Tuhan. 6. Ya Allah ya Rasululah kang sifat murah lan asih. (pupuh 11, Kalatidha) Arti : Ya Allah ya nabi yang pemurah dan pengasih. 7. Badharing sapudendha, antuk mayar sawatawis, borong angga suwarga mesti marta ya. (pupuh 12, Kalatidha) Arti (Untuk) urungnya siksaan (Tuhan), mendapat keringanan sekedarnya, (sang pujangga ) berserah diri (memohon) sorga berisi kelanggengan. - Pengakuan kepercayaan bahwa pada Tuhanlah letak kesalamatan manusia. Pupuh-pupuh tambahan: 8. Setyakenang naya atoh pati, yeka palayaraning atapa, gunung wesi wasitane tan kedap ing pan dulu ning dumadi dadining bumi, akasa mwang; riya sasania paptani pun, jatining purba wisesa, tan ana lara pati kalawan urip, uripe tansah tunggaº.
(pupuh 88, Nitisruti) Arti: Bersumpahlah diri dengan niat memakai tuntunan (akan) mempertaruhkan nyawa, yait ulah laku orang bertapa di (atas) gunung besi (peperangan) menurut bunyi petuah. Tak akan salah pandangannya terhadap segala makhluk dan terjadinya bumi dan lan git serta segala isinya. Sekaliannya itu sifat Tuhan; tak ada mati, hiduppun tia da, hidupnya sudah satu dengan yang Maha suci. - Karya sastra Nitisruti ditulis oleh Pangeran di Karangayam (Pajang), pada tahu n saka atau 1591 M. - Mengenai tekad untuk mengenal Tuhan dan rahasiaNya. - Mengenal kekuasaan di balik ciptaan-Nya, karena sudah bersatu dengan Gusti-Nya . 9. Sinaranan mesu budya, dadya sarananing urip, ambengkas harda rubeda, binudi k alayan titi, sumingkir panggawe dudu, dimene katarbuka, kakenan gaibing widi. (Dari serat Pranawajati) Arti: Syaratnya ialah memusatkan jiwa, itulah jalannya di dalam hidup, menindas angkar a yang mengganggu, diusahakan dengan teliti, tersingkirkanlah perbuatan salah, s upaya terbukalah mengetahui rahasia Tuhan. - Serat Pranawajati ditulis oleh Ki R.anggawarsita - Pupuh ini menjelaskan jalan kebatinan untuk mencapai (rahasia) Tuhan. 10. Pamanggone aneng pangesthi rahayu, angayomi ing tyas wening, heninging ati k ang suwung, nanging sejatine isi, isine cipta kang yektosº. (Dari serat Sabda Jati) Arti: Tempatnya ialah di dalam cita-cita sejahtera, meliputi hati yang terang, hati ya ng suci kosong, tapi sesungguhnya berisi, isinya cipta sejati. 11. Demikianlah orang yang dikasihi Tuhan, yang selalu mencari-Nya untuk memuask an dahaga batin. Ia akan berbahagia dan merasa tentram sejahtera; sadar akan art i hidup maupun tujuan hidup manusia. Pembawaannya rela, jujur dan sabar; pasrah, sumarah lan nanima, berbudi luhur dan teguh dihati. II. Eling lawan Waspada - Pedoman yang kedua; yaitu sikap hidup yang selalu sadar-ingat dan waspada. - Pedoman inilah yang menjaga manusia hingga tidak terjerumus ke dalam lembah ke hinaan dan malapetaka. Pupuh-pupuh : 1. Dilalah karsa Allah, begja-begjane kang lali luwih becik kang eling lawan was pada.
(Pupuh 1, Kalatidha) Arti : akdir kehendak Allah, sebahagia-bahagianya yang lupa, lebih bahagia yang sadar / ingat dan waspada. 2. Yen kang uning marang sejatining kawruh, kewuhan sajroning ati, yen tan niru nora arus, uripe kaesi-esi, yen niruwa dadi asor. (Pupuh 8, Sabda Jati) Arti: Bagi yang tidak mengetahui ilmu sejati bimbanglah di dalam hatinya, kalau tidak meniru (perbuatan salah) tidak pantas, hidupnya diejek-ejek, kalau meniru (hidup nya} menjadi rendah. 3. Nora ngandel marang gaibing Hyang Agung, anggelar sekalir-kalir, kalamun teme n tinemu, kabegjane anekani, kamurahaning Hyang Mononº. (Pupuh 9, Sabda Jati) Arti : Tidak percaya kepada gaib Tuhan, yang membentangkan seluruh alam, kalau benar-be nar usahanya, mestilah tercapai cita-citanya, kebabagiaannya datang, itulah kemu rahan Tuhan. - Serat Sabda Jati adalah juga ditulis oleh pujangga Ki Ranggawarsita. - Pupuh 8 membicarakan keragu-raguan hati karena melihat banyak orang menganggap perbuatan salah sebagai sesuatu yang wajar. - Akan tetapi bagi yang sadar/ingat dan waspada, tuntunan Tuhan akan datang memb awa kebahagiaan batin. 4. Mangka kanthining tumuwuh, salami mung awas eling, eling lukitaning alam, dad i wiryaning dumadi, supadi nir ing Sangsaya, yeku pangreksaning urip. (Pupuh 83, Wedhatama) Arti : Untuk kawan hidup, selamanya hanyalah awas dan ingat ingat akan sasmita alam, me njadi selamatlah hidupnya, supaya bebas dari kesukaran, itulah yang menjaga kese jahteraan hidup. 5. Dene awas tegesipun, weruh warananing urip, miwah wisesaning Tunggal, kang at unggil rina wengi, kang makitun ing sakarsa, gumelar ngalam sekalir. (Pupuh 86, Wedhatama) Arti : Adapun awas artinya, tahu akan tabir di dalam hidup, dan kekuasaan Hyang Maha Tu nggal, yang bersatu dengan dirinya siang malam, yang meliputi segala kehendak, d isegenap alam seluruhnya.
- Wedhatama ditulis oleh Pangeran Mangkunegara IV. 6. Demikianlah sikap hidup yang berdasarkan ªEling lawan waspadaº; yaitu selalu meng ingat kehendak Tuhan sehingga tetap waspada dalam berbuat; untuk tidak mendatang kan celaka. Kehendak Tuhan mendapat dicari/ditemukan di dalam hukum alam, wahyu jatmika yang tertulis dalam kitab suci maupun karya sastra, adat-istiadat, naseh at leluhur/orang tua dan cita-cita masyarakat. 7. Elingº juga berarti selalu mengingat perbuatan yang telah dilakukan, baik maupu n buruk, agar ªwaspadaº dalam berbuat. Berkat sikap ªeling lawan waspadaº ini, terasalah ada kepastian dalam langkah-langkah hidup. III. Rame ing gawe. - Pedoman hidup yang ketiga, yaitu hidup manusia yang dihiasi daya-upaya dan ker ja keras. - Menggantungkan diri pada wasesa dan karsa Hyang Gusti adalah sama dengan mene rima takdir. Karena siapakah yang dapat meriolak kehendak Nya? 1. Ada tertulis: Tidak ada sahabat yang melebihi (ilmu) pengetahuan Tidak ada musuh yang berbahay a dan pada nafsu jahat dalam hati sendiri Tidak ada cinta melebihi cinta orang t ua kepada anak-anaknya Tidak ada kekuatan yang menyamai nasib, karena kekuatan n asib tidak tertahan oleh siapapunº. (Ayat 5, Bagian II Kitab Nitiyastra). 2. Tetapi apakah kekuatiran atau ketakutan akan nasib menjadi akhir dan pada usa ha atau daya upaya manusia? Berhentikah manusia berupaya apabila kegagalan mengh ampiri kerjanya? 3. ¼. Karana riwayat muni, ikhtiar iku yekti, pamilihe reh rahayu, sinambi budi da ya, kanthi awas lawan eling, kang kaesthi antuka parmaning suksma. (Pupuh 10, Kalatidha) Arti : ¼. Karena cerita orang tua mengatakan, ikhtiar itu sungguh-sungguh, pemilih jalan keselamatan, sambil berdaya upaya disertai awas dan ingat, yang dimaksudkan mend apat kasih sayang Tuhan. - Menerima takdir sebagai keputusan terakhir, tidak berarti mengesampingkan ikht iar sebagai permulaan daripada usaha. 4. Kuneng lingnya Ramadayapati, angandika Sri Rama Wijaya, heh bebakal sira kiye , gampang kalawan ewuh, apan aria ingkang akardi, yen waniya ing gampang, wediya ing kewuh, sabarang nora tumeka, yen antepen gampang ewuh dadi siji, ing purwa nora ana. (Tembang Dandanggula, Serat Rama) Arti : Haria sehabis haturnya Ramadayapati (Hanoman), bersabdalah Sri Rama : Hai, kau i tu dalam permulaan melakukan kewajiban, ada gampang dan ada sukar, itu adalah (T
uhan) yang membuat. Kalau berani akan gampang; takut akan yang sukar, segala ses uatu tidak akan tercapai. Bila kau perteguh hatimu, gampang dan sukar menjadi sa tu, (itu) tidak ada, tidak dikenal dalam permulaan (usaha). 5. Demikianlah, takdir yang akan datang kelak tidak seharusnya menghentikan usah a manusia. Niat yang tidak baik adalah niat ªmencari yang mudah, menghindari yang sukarº. Semua kesukaran atau tugas harus dihadapi dengan keteguhan hati. ªRame ing g aweº dan ªRawe-rawe rantas malang-malang putungº adalah semangat usaha yang lahir dari keteguhan hati itu. Catatan: Pupuh ke empat adalah cuplikan dari serat Rama, yang ditulis oleh Ki Yosadipura. (1729 ± 1801 M) IV. Mawasdiri: - Pedoman hidup yang keempat, yaitu perihal mempelajari pribadi dan jiwa sendiri ; yang merupakan tugas semua mamusia hidup. Pupuh-pupuh: 1. Wis tua arep apa, muhung mahasing ngasepi, supayantuk parimirmaning Hyang Suk sma. (Pupuh 8, Kalatidha) Arti : Sudah tim mau apa, sebaiknya hanya menjauhkan diri dari keduniawian, supaya mend apat/kasih sayang Tuhan. - Nasehat agar tingkat orang yang telah berumur menunjukkan martabat. 2. Jinejer neng wedhatama, mrih tan kemba kembenganing pambudi, sanadyan ta tuwa pikun, yen tan mikani rasa, yekti sepi asepi lir sepah samun, samangsaning paku mpulan, gonyak-ganyuk ngliling semi. (Pupuh 2, Pangkur, Wedhatama) Arti: Ajarannya termuat dalam Wedhatama, agar supaya tak kendor hasrat usahanya member i nasehat, (sebab) meskipun sudah tua bangka, kalau tak ketahuan kebatinan, tent ulah sepi hambar bagaikan tak berjiwa, pada waktu di dalam pergaulan, kurang ada t memalukan. 3. ¼. Pangeran Mangkubumi ing pambekanipun. Kang tinulad lan tinuri-luri, lahir pr apteng batos, kadi nguni ing lelampahane, eyang tuwan kan jeng senopati, karem m awas diri, mrih sampurneng kawruh.Kawruh marang wekasing dumadi, dadining lalako n, datan samar purwa wasanane, saking dahat waskitaning galih, yeku ing ngaurip, ran manungsa punjul. (Dari babad Giyanti) Arti : ¼.Pangeran Mangkubumi budi pekertinya. Yang ditiru dan dijunjung tinggi, lahir sam pai batin, seperti dahulu sejarahnya, nenek tuan kanjeng senopati gemar mawas di
ri untuk kesempumaan ilmunya. Ilmu tentang kesudahan hidup, jadinya lelakon, tid ak ragu akan asal dan kesudahannya (hidup), karena amat waspada di dalam hatinya , itulah hidup, disebut manusia lebih (dari sesamanya). - Babad Giyanti ditulis oleh pujangga Yasadipura I. Isinya memberi contoh tentan g seseorang yang selalu mawas diri, yaitu Panembahan Senopati. 4. Mawas diri adalah usaha meneropong diri sendiri dan dengan penuh keberanian m engubah pribadinya. Maka inilah asal dan akhir dari pada keteguhan lahir dan bat in. 5. Laku lahir lawan batin, yen sampun gumolong, janma guna utama arane, dene sam pun amengku mengkoni, kang cinipta dadi, kang sinedya rawuhº. (Dari babad Giyanti) Arti : Amalan lahir dan batin, bilamana sudah bersatu dalam dirinya, yang demikian itu disebut manusia pandai dan utama, karena ia sudah menguasai dan meliputi, maka y ang dimaksudkan tercapai, yang dicita-citakan terkabul. 6. Nadyan silih prang ngideri bumi, mungsuhira ewon, lamun angger mantep ing idh epe, pasrah kumandel marang Hyang Widi, gaman samya ngisis, dadya teguh timbul).º (Tembung Mijil, Dari babad Giyanti) Arti : Meski sekalipun perang mengitari jagad, musuhnya ribuan, tetapi asal anda tetap di dalam hati, berserah diri percaya kepada Tuhan, semua senjata tersingkirkan, menjadi teguh kebal. 7. Demikianlah ajaran Ki Ranggawarsita, yaitu mengenai empat pedoman hidup. Begi tulah orang yang menggantungkan dirinya kepada kekuasaan Tuhan dan menerima tunt unan-Nya. Ia akan memiliki kepercayaan pada diri sendiri, tetapi tanpa disertai kesombongan maupun keangkaraan. Cita-cita kemasyarakatan. 1. Ki pujangga Ranggawarsito mencita-citakan pula datangnya jaman Kalasuba, yait u jaman pemerintahan Ratu Adil Herucakra. Karena itu beliau merupakan seorang pe nyambung lidah rakyatnya, yang menciptakan masyarakat ªpanjang punjung tata karta raharjaº ¼. ªgemah ripah loh jinawiº ¼.loh subur kang sarwa tinandurº dimana ªwong cilik baka gumuyu. 2. Tiga hal yang pantas diperjuangkan, untuk menegakkan pemerintahan Ratu Adil; yaitu: Bila semua meninggalkan perbuatan buruk, bila ada persatuan dan bila hadi r pemimpin-pemimpin negara yang tidak tercela lahir batinnya. 3. Dengarlah! 4. Ninggal marang pakarti tan yukti, teteg tata ngastuti parentah, tansah sarege p ing gawe, ngandhap lan luhur jumbuh, oaya ana cengil-cengil, tut runtut golong karsa, sakehing tumuwuh, wantune wus katarbuka, tyase wong sapraya kabeh mung h aryanti, titi mring reh utama. (Dari Serat Sabdapranawa) Arti :
Meninggalkan perbuatan buruk, tetap teratur tunduk perintah, selalu rajin bekerj a, bawahan dan atasan cocok-sesuai tak ada persengketaan, seia sekata bersatu ke mauan, dari segala makhluk, sebab telah terbukalah, tujuan orang seluruh negara hanyalah kesejahteraan, faham akan arti ulah keutamaan. 5. Ngarataning mring saidenging bumi, kehing para manggalaningpraya, nora kewuh an nundukake, pakarti agal lembut, pulih kadi duk jaman nguni, tyase wong sanaga ra, teteg teguh, tanggon sabarang sinedya, datan pisan nguciwa ing lahir batin, kang kesthi mung reh tama. (Tembang Dandanggula, Serat Sabdapranawa) Arti: Merata keseluruh dunia; sebanyak-banyak pemimpin negara tak kesukaran menjalanka n perbuatan kasar-halus; kembalilah seperti dahulu kala, tujuan orang seluruh ne gara, tetap berani sungguh, boleh dipercaya segala maksudnya, tak sekali-kali te rcela lahir batinnya, yang dituju hanyalah selamat sejahtera. 6. Demikianlah yang dicita-citakan pujangga agung Ranggawarsita. By alang alang
Tinggalkan Balasan Klik di sini untuk membatalkan balasan. Nama (wajib) E-mail (wajib) Situs web Beritahu saya mengenai komentar-komentar selanjutnya melalui surel. Beritahu saya tulisan-tulisan baru melalui surel. Entri Tersimpan * * * * * *
Tanggal Tulisan : 21 Oktober 2010 at 12:00 Kategori : Tak Berkategori Lakukan Lebih Lanjut : You can leave a response, or trackback from your own site.
Blog pada WordPress.com. Ð Theme: Connections by www.vanillamist.com.