d. Fase keempat Bila pasien atau pihak yang berwenang menyetujui untuk dilakukan tindakan medis, barulah persetujuan tersebut diberikan, berdasar UndangUndang Nomor 29 Tahun 2004 Pasal 45 ayat 5 menyatakan di dalam penjelasan bahwa yang disebut tindakan medis medis yang beresiko tinggi adalah tindakan bedah atau tindakan invasif lainnya.
2.5. Pihak yang Terkait a. Pemberi informasi berkaitan dengan inform consent
4
Pemberi informasi adalah dokter yang melakukan tindakan medis itu sendiri, bukan oleh orang lain misalnya perawat. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 585/MENKES/PER/IX/1989 Pasal 6 (1) Dalam hal tindakan bedah (operasi) atau tindakan invasif lainnya, informasi harus diberikan oleh dokter yang akan melakukan operasi itu sendiri. 4
Dalam keadaan tertentu saat tidak ada dokter yang melakukan tindakan tersebut maka informasi harus diberikan oleh dokter lain dengan pengetahuan atau petunjuk dokter yang bertanggung jawab.
Penjelasan diberikan dengan bahasa dan kata-kata yang dapat dipahami oleh pasien sesuai dengan tingkat pendidikan dan kedewasaannya, serta situasi emosionalnya.4
Dokter mengecek apakah penjelasannya memang dipahami dan diterima pasien. Jika belum, dokter harus mengulangi lagi uraiannya sampai pasien memahami benar.4
Dokter tidak boleh berusaha mempengaruhi atau mengarahkan pasien untuk menerima dan menyetujui tindakan medis yang sebenarnya diinginkan dokter. 4
b. Penerima informasi
Pemberi persetujuan atau menandatangani perjanjian adalah pasien yang sudah dewasa (> 21 tahun atau sudah menikah) dan dalam
keadaan sehat mental (Permenkes (Pe rmenkes No. 585 tahun 1989 mengenai Persetujuan Tindakan Medik). 4
Apabila pasien berada di bawah pengampuan, persetujuan atau penolakan tindakan medis dapat diberikan oleh keluarga terdekat antara lain suami/istri, ayah/ibu a yah/ibu kandung, kandung, anak-anak kandung atau saudara kandung (Pasal 45 UU No. 29/2004). 4
Pemberi persetujuan adalah individu yang kompeten, ditinjau dari usia maka seseorang dianggap kompeten apabila telah berusia 18 yahun atau lebih atau telah pernah menikah. Sedangkan anak berusia 16 tahun atau lebih tetapi belum berusia 18 tahun dapat membuat persetujuan tindakan kedokteran tertentu yang tidak beresiko apabila mereka dapat menunjukkan kompetensinya dalam membuat keputusan (KKI 2006).4
Untuk pasien tidak sadar, pingsan atau tidak didampingi oleh keluarga terdekat dan secara medis dalam keadaan gawat darurat dan perlu dilakukan tindakan segera atau yang bersifat menyelamatkan kehidupan tidak diperlukan persetujuan. Namun, setelah pasien sadar atau dalam kondisi yang sudah memungkinkan segera dibe rikan penjelasan dan dibuat persetujuan.4
Untuk pasien di bawah umur 21 tahun ta hun atau pasien dengan gangguan jiwa maka yang menandatangani adalah orang tua tua atau keluarga terdekat atau walinya. 4 Suatu persetujuan tindakan medis dianggap sah apabila (KKI 2006):
Pasien telah diberi penjelasan/informasi
Pasien atau yang sah mewakilinya dalam keadaan cakap (kompeten) untuk memberikan keputusan/persetujuan
Persetujuan diberikan secara sukarela
2.6. Isi Persetujuan Tindakan Medis
Persetujuan yang diberikan oleh pasien memerlukan beberapa masukan sebagai berikut : 4
a.
Penjelasan lengkap mengenai prosedur yang akan digunakan dalam tindakan medis tertentu (masih berupa upaya percobaan).
b.
Deskripsi tentang efek-efek sampingan serta akibat-akibat yang tidak diinginkan yang mungkin timbul.
c.
Deskripsi tentang keuntungan-keuntungan yang dapat diantisipasi untuk pasien.
d.
Penjelasan tentang perkiraan lamanya prosedur / terapi / tindakan berlangsung.
e.
Deskripsi tentang hak pasien untuk menarik kembali consent tanpa adanya prasangka mengenai hubungannya hubungannya dengan dokter dan lembaganya. lembaganya.
f.
Prognosis tentang kondisi medis pasien bila ia menolak tindakan medis tersebut. Informasi yang harus diberikan oleh dokter dengan lengkap kepada pasien
menurut UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 45, ayat (3) sekurang-kurangnya mencakup: 4 a.
Diagnosis dan tata cara tindakan medis;
b.
Tujuan tindakan medis yang dilakukan;
c.
Alternatif tindakan lain dan risikonya;
d.
Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi;
e.
Prognosis (perkiraan hasil) dari tindakan yang dilakukan
f.
Pembiayaan Konsil Kedokteran Indonesia (2006) dalam Pasal 45 UU Praktik Kedokteran
memberikan batasan minimal informasi yang selayaknya diberikan kepada pasien yaitu :4 a.
Diagnnosis dan tata cara tindakan medis
b.
Tujuan tindakan medis yang dilakukan
c.
Alternatif tindakan lain dan resikonya
d.
Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
e.
Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
Dengan mengacu kepada kepustakan KKI memberikan 12 kunci informasi yang sebaiknya diberikan pada pasien : 4 a. Diagnosis dan prognosis secara rinci dan juga prognosis apabila tidak diobati b. Ketidakpastian tentang diagnosis (diagnosis kerja dan diagnosis banding) termasuk pilihan pemeriksaan lanjutan sebelum dilakukan pengobatan c. Pilihan pengobatan atau penatalksanaan terhadap kondisi kesehatannya, termasuk pilihan untuk tidak diobati. d. Tujuan dari rencana pemeriksaan atau pengobatan, rincian dari prosedur atau pengobatan yang dilaksanakan,termasuk tindakan subsider seperti penganan nyeri, bagaimana pasien seharusnya mempersiapkan diri, rin cian apa yang akan dialami pasien selama dan sesudah tindakan, termasuk efek samping yang biasanya terjadi dan serius. e. Untuk
setiapn
piliha
tindakan,
diperluka
keterangan
tentang
kelebihan/kekurnagan dan tingkat kemungkinan keberhasilannya dan diskusi tentang kemungkinan risiko yang serius atau sering terjadi dan perubahan gaya hidup sebagia akibat tindakan tersebut. f. Nyatakan bila rencana pengobatan tersebut adalah upaya yang masih eksperimental g. Bagaimana dan kapan kondisi pasien dan akibat sampingnya akan dimonitor atau dinilai kembali. h. Nama dokter yang bertanggung jawab secara keseluruhan untuk pengobatan tersebut, serta bila mungkin nama anggota tim lainnya. i. Bila melibatkan dokter yang sednag mengikuti pelatihan atau pendidikan, maka sebaiknya dijelaskan peranannya di dalam rangkaian tindakan yang akan dilakukan. j. Mengingatkan kembali bahwa pasien dapat mengubah pendapatnya setiap waktu. Bila hal itu dilakukan maka pasien bertanggung jawab penuh atas konsekuensi pembatalan yang akan dilakukan. k. Mengingatkan bahwa pasien berhak memperoleh pendapat kedua dari dokter lain l. Bila memungkinkan juga diberitahu tentang perincian biaya.
2.7. Dampak Tidak Adanya Informed Consent
Menurut Konsil Kedokteran Indonesia (2006), jika seseorang tidak memperoleh persetujuan tindakan kedokteran yang sah, maka dampaknya adalah bahwa dokter tersebut akan dapat mengalami masalah, antara lain:10 1.
Hukum pidana Menyentuh atau melakukan tindakan terhadap pasien tanpa persetujuan dapat dikategorikan sebagai “penyerangan” (assault). Hal tersebut dapat menjadi alasan pasien untuk mengadukan dokter ke penyidik polisi, meskipun kasus semacam ini sangat jarang terjadi. 10 Aspek Hukum Pidana “Inform Consent” mutlak Consent” mutlak harus dipenuhi dengan adanya pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan antara lain berbunyi (1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah (2) Jika perbuatan mengakibatkan luka berat, yang bersalah diancam paling lama penjara selama lima tahun (3) Jika mengakibatkan mati, diancam penjara paling lama tujuh tahun. Suatu tindakan invasive(misalnya invasive(misalnya pembedahan, tindakan radiology invansive) yang dilakukan pelaksana jasa tindakan medis tanpa adanya izin dari pihak pasien, maka pelaksana jasa tindakan medis dapat dituntut telah melakukan tindak pidana penganiayaan. 10
2.
Hukum perdata Untuk mengajukan tuntutan atau klaim ganti rugi terhadap dokter, maka pasien harus dapat menunjukkan bahwa dia tidak diperingatkan sebelumnya mengenai hasil akhir tertentu dari tindakan diaksud padahal apabila dia telah diperingatkan sebelumnya maka dia tentu tidak akan mau mengalaminya, atau menunjukkan bahwa dokter tela melakukan tindakan tanpa persetujuan (perbuatan melanggar hukum).
10
Hal tersebut sesuai KUHP Perdata Pasal 1234 yang berbunyi “Tiap-tiap “Tiap -tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk
tidak berbuat sesuatu. Maka apabila tidak berbuat dalam hal ini memberikan informed consent maka maka dapat dikatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum karena ingkar janji atau wanprestasi. 10 Tanggung jawabperdata dokter karena perbuatan melawan hukum (onrechmatig daad ) adalah dapat dituntut berdasarkan KUHP Perdata Pasal 1365 “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. 10 3.
Pendisiplinan oleh MKDKI Bila MKDKI menerima pengaduan tentang seorang dokter atau dokter gigi yang melakukan hal tersebut, maka MKDKI akan menyidangkan dan dapat memberikan sanksi disiplin kedokteran, yangd apat berupa teguran hingga rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi.10 Menurut Soeraryo Darsono (2006) penerapan hukum kedokteran berdasarkan Pasal 1239 KUHP Perdata menyatakan bahwa dokter dapat dituntut secara perdata apabila; melakukan wanprestasi atau ingkar janji, wanprestasi tersebut juga termasuk tidak memberikan informed consent dalam suatu tindakan medis.10 Sedangkan menurut Brunner dan Suddarth (1996) informed consent adalah untuk melindungi pasien terhadap tuntutan dari suatu lembaga hukum. Sementara ditinjau dari KUHP Pidana Pasal 354, ayat (1) Barangsiapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melakukan berat dengan pidana
penjara
paling
lama
delapan
tahun(2)
Jika
perbuatan
itu
mengakibatkan kematian yang ebrsalah diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun. 10 Terkait dengan dampak ketidakadaannya informed consent adalah KUHP Pidana Pasal 359 adalah “Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya menyebabkan oranglain mati, diancam dengan pidana penjara lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.” Sementara ketidaklegkapan informed consent juga dapat dikaitkan dengan pemalsuan surat sesuai dengan bunyi KUHP Pidana Pasal 263 ayat
(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukan dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isiya benar dan tidak palsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana paling lama enam tahun. t ahun. 10
2.8. Landasan Hukum
Ketentuan Perundangan yang menjadi dasar Informed dasar Informed Consent adalah :8 a. Pasal 53 Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, yang menyebutkan :
Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.
Ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
b. Permenkes nomor 585/Menkes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis; yaitu :8 1) Bab II ( Persetujuan )
Pasal 2 ayat (1) : Semua tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapatkan persetujuan.
Pasal 2 ayat (2) : Persetujuan dapat diberikan secara tertulis atau lisan.
Pasal 2 ayat (3) : Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medik yang bersangkutan serta risiko yang ditimbulkannya.
Pasal 2 ayat (4) : Cara penyampaian dan isi informasi harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan serta kondisi dan situasi pasien.
Pasal 3 ayat (1) : Setiap tindakan medis yang mengandung risiko tinggi harus dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.
2) Bab III ( Informasi)
Pasal 4 ayat (1) : Informasi tentang tindakan medis harus diberikan kepada pasien, baik diminta maupun tidak diminta.
Pasal
4
ayat
(2)
:
Dokter
harus
memberikan
informasi
selengkaplengkapnya kecuali bila dokter menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau pasien menolak diberikan informasi.
Pasal 4 ayat (3) : Dalam hal sebagaimana dimaksud ayat (2), dokter dengan persetujuan pasien dapat memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat dengan didampingi oleh seorang perawat / paramedik lainnya sebagai saksi.
Pasal 5 ayat (1) : Informasi yang diberikan mencakup keuntungan dan kerugian dari tindakan medis yang akan dilakukan, baik diagnostik maupun terapeutik.
Pasal 5 ayat (4) : Dalam hal-hal sebagaimana dimaksud ayat (3), dokter dengan persetujuan pasien dapat memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat pasien.
3) Bab IV ( Yang berhak memberikan persetujuan)
Pasal 8 ayat (1) : Persetujuan diberikan oleh pasien dewasa yang berada dalam keadaan sadar dan sehat mental.
Pasal 8 ayat (2) : Pasien dewasa sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah yang telah berumur 21 (duapuluh satu) tahun atau telah menikah.
Pasal 9 ayat (1) : Bagi pasien dewasa yang berada dibawah pengampuan (curatele (curatele), ), persetujuan diberikan oleh wali / curator .
Pasal 9 ayat (2) : Bagi pasien dewasa yang menderita gangguan mental, persetujuan diberikan oleh orangtua / wali / curator.
Pasal 10 : Bagi pasien dibawah umur 21 (duapuluh satu) tahun dan tidak mempunyai orangtua / wali dan / atau orangtua / wali berhalangan, persetujuan diberikan oleh keluarga terdekat atau induk semang ( guardian). guardian).
c. Undang-Undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran, yaitu :
Pasal 45 ayat (1) : Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi yang akan dilakukan oleh pasien harus mendapatkan persetujuan.
Pasal 45 ayat (2) : Persetujuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap.
Pasal 45 ayat (3) : Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup : o
diagnosis dan tatacara tindakan medis;
o
tujuan tindakan medis yang dilakukan;
o
alternatif tindakan lain dan risikonya;
o
risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
o
prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
d. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1419/Menkes/Per/X/2005 tentang Penyelenggaraan Praktik Kedokteran :
Pasal 13 ayat (1) yang berbunyi dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktek kedokteran didasarkan pada kesepakatan antara dokter atau dokter gigi dengan pasien dalam upaya pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Pasal 17 ayat (1) : Dokter atau dokter gigi dalam memberikan pelayanan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi terlebih dahulu harus
memberikan
penjelasan
kepada
pasien
tentang
tindakan
kedokteran yang akan dilakukan.
Ayat (2) : Tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud ayat (1) harus mendapat persetujuan pasien.
Ayat (3) : Pemberian penjelasan dan persetujuan s ebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan.
e. Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 1996 tentang tenta ng Tenaga Kesehatan Bab V tentang Standar Profesi dan Perlindungan Hukum Pasal 22 ayat (1) huruf c yang berbunyi : “Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam menjalankan tugas profesinya berkewajiban :
Memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan dilakukan.
Meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan”.
f. Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI) pada Bab III tentang Kewajiban Rumah Sakit Terhadap Pasien Pasal 11 yang berbunyi : “Rumah Sakit harus meminta persetujuan pasien ( Informed Consent ) sebelum melakukan tindakan medik”. g. Penjelasan Undang-Undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran :
Pasal 45 ayat (1) yang dapat diuraikan sebagai berikut : o
Pada prinsipnya yang berhak memberikan persetujuan atau penolakan tindakan medis adalah pasien yang bersangkutan.
o
Persetujuan tindakan medis dapat dilakukan oleh bukan pasien dalam hal :
o
Pasien berada dibawah pengampuan ( under curetale );
Pasien anak-anak ( belum dewasa );
Pasien tidak sadar.
Yang berhak mewakili pasien dalam 3 (tiga ) keadaan diatas adalah :
Keluarga terdekat antara lain : suami / istri, ayah / ibu kandung, anak-anak kandung, saudara-saudara kandung.
Bila keluarga tidak ada, maka penjelasan diberikan kepada yang mengantar pasien.
o
Apabila tidak ada yang mengantar dan tidak ada keluarganya maka dalam keadaan gawat darurat untuk menyelamatkan jiwa pasien
tidak diperlukan persetujuan, penjelasan diberikan langsung kepada pasien (termasuk anak-anak ) pada kesempatan pertama sesudah pasien sadar.
Pasal 45 ayat (2) : “Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat 1 diberikan setelah pasien mendapat penjelasan mendapat penjelasan secara lengkap”.
Pasal 45 ayat (5) menyatakan bahwa” setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung resiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh pasien atau keluarga terdekat pasien.
h. KUH Per data data Pasal 1321 bahwa “Tiada sepakat yang sah apabila kesepakatan itu diperolehnya dengan paksaan atau penipuan”. i. Undang – Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Pasal 52 bahwa pasien dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran mempunyai hak :
Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis yang akan dilakukan;
Meminta second Meminta second opinion kepada dokter lain;
Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
Menolak tindakan medis;
Mendapatkan isi rekam medis.
a. Surat Keputusan Direktorat Jendral Pelayanan Medis No. HK. 00.06.3.5. 1866 tahun 1999 tentang Pedoman Persetujuan Tindakan Medis dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan dan prosedur tentang informed consent , setiap rumah sakit harus memperhatikan ketentuan:
Pengaturan persetujuan tindakan medis harus dalam bentuk kebijakan dan prosedur (Standard (Standard Operating Procedure/SOP )
Memperoleh informasi dan penjelasan merupakan hak pasien dan sebaliknya memberikan informasi dan penjelasan merupakan kewajiban dokter.
Informed consent diberikan untuk tindakan medis yang secara spesifik.
Informed consent diberikan tanpa paksaan.
Informed consent diberikan oleh seseorang kepada pasien yang sehat mental dan yang memang berhak memberikannya dari segi hukum.
Informed consent diberikan setelah cukup (adekuat) informasi dan penjelasan yang diperlukan.
komponen yang terkandung, antara lain : 8 5. Pasien
harus
mempunyai
kemampuan
(capacity (capacity
or
ability) ability)
untuk
mengambilkeputusan;
6. Dokter harus memberi informasi mengenai tindakan yang hendak dilakukan,pengetesan, atau prosedur, termasuk didalamnya manfaat serta resiko yangmungkin terjadi;
7. Pasien harus memahami informasi yang diberikan; 8. Pasien harus secara sukarela memberikan izinnya tanpa ada paksaan atautekanan
BAB III KESIMPULAN
Pelayanan medis yang modern memberikan kesempatan melalui informed consent sebagai sebagai prinsip-pripsip dasar yang benar kepada pasein untuk menerima atau menolak bermacam tindakan medis tertentu karena Informed consent merupakan salah satu bentuk dari penerapan komunikasi dokter dan pasien. Informed Consent merupakan persetujuan atau izin oleh pasien atau keluarga yang berhak kepada dokter untuk melakukan tindakan medis pada pasien, seperti pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lain-lain untuk menegakkan diagnosis, memberi obat, melakukan suntikan, menolong bersalin, melakukan pembiusan, melakukan pembedahan, melakukan tindak-lanjut jika terjadi kesulitan. Mendapat penjelasan lengkap terhadap tindakan yang akan dilakukan adalah satu hak pasien yang diakui oleh undang-undang dengan kalimat pendek, Informed Consent adalah Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP). Informed consent dilakukan karena memiliki beberapa tujuan yaitu untuk penelitian (pasien diminta untuk menjadi subyek penelitian), mencari diagnosis dan terapi. Informed consent sebaiknya dilakukan karena ada beberapa dampak yang dapat ditimbulkan bila tidak dilakukanya informed consent pada keadaan tertentu, dampak tersebut ditujukan kepada dokter baik secara hukum pidana, perdata maupun pendisiplinan melalui MKDKI. Namun informed consent tidaklah suatu hal yang wajib dilaksanakan yaitu seperti dalam keadaan emergency, jadi dokter dapat langsung melakukan suatu tindakan terhadap pasien tanpa melalui persetujuan pasien maupun keluarga pasien. Jadi, informed consent dalam dunia medis me dis merupakan suatu hal yang harus dipahami khususnya bagi seorang dokter. Karena pada dasarnya melalui informed consent yang baik maka akan terwujud suatu hubungan dokter pasien yang baik pula.
DAFTAR PUSTAKA