BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Peran serta teknologi sangat dibutuhkan, terutama untuk kegiatan pascapanen pertanian. Saat ini teknologi pascapanen produk pertanian semakin maju dan berbagai penanganan pascapanen semakin baik dalam meningkatkan kualitas mutu produk. Berbagai uji dilakukan untuk meningkatkan dan mengetahui kualitas dari suatu produk agar produk diterima di pasaran. Salah satu pengujian yang sering dilakukan pada produk pertanian adalah warna. Warna merupakan parameter yang sering dilakukan pada kegiatan panen, sortasi, grading dan lain-lain. Biasanya semakin cerah dan bersih suatu warna produk pertanian, maka grade-nya semakin tinggi. Pada umumnya warna dari produk pertanian dipengaruhi oleh kematangan bahan tersebut, biasanya semakin matang maka warna buah akan semakin cerah. Pada proses penentuan warna, dapat ditetapkan dengan beberapa model yaitu dengan Hue atau penentuan warna sesuai dengan warna sebenarnya seperti merah, jingga, biru, hijau dan lain sebagainya. Model berikutnya adalah chrome yaitu menyatakan kemurnian warna atau seberapa banyak warna putih yang dimiliki. Salah satu alat yang dapat digunakan dalam pengukuran warna adalah menggunakan pengambil citra digital. Praktikan diharapkan dapat memahami materi yang berkaitan dengan karakteristik optik tersebut dengan menentukan ukuran warna suatu buah atau bahan pangan dan membandingkannya menggunakan alat pengambil citra digital dari beberapa jenis/sampel jus buah yang telah disediakan asisten dosen.
1.2 Tujuan Praktikum Tujuan praktikum kali ini sebagai berikut: 1.2.1 Tujuan Instruksional Umum (TIU) Mahasiswa dapat menentukan karakteristik optik pada bahan hasil pertanian. 1.2.2 Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Mahasiswa dapat menganalisis warna dan menerapkan pengukuran karakteristik optik L*, a*, b*, C dan H dengan alat Pengambil Citra Digital.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sifat Optik Bahan Pertanian Penilaian kualitas sensori produk bisa dilakukan dengan melihat bentuk, ukuran, kejernihan, kekeruhan, warna, dan sifat-sifat permukaan seperti kasarhalus, suram-mengkilap, homogen-heterogen, dan datar-bergelombang. Banyak sifat atau mutu komoditas dapat dinilai dari warnanya. Misalnya, buah pisang jika masih hijau dan sudut-sudut buah masih terlihat menandakan kalau buah belum matang. Atribut sensori yang dapat diuji dengan menggunakan indera penglihatan adalah HUE (warna), depth of color (membedakan tingkat kedalaman warna dari gelap ke terang), brightness (mengacu pada intensitas dan kemurnian warna), clarity (menguji dengan melihat sinar yang dapat melewati produk), shine (jumlah sinar yang direfleksikan dari permukaan produk), evenness (keseragaman/ keadaan rata), bentuk dan ukuran serta tekstur (Setyaningsih et al., 2010). Satu dari karakteristik penting produk pertanian adalah warnanya, baik eksternal maupun internal, yang dalam banyak hal dapat menentukan dengan jelas tingkat kematangan dan kualitasnya. Klasifikasi buah-buahan dan sayuran berdasarkan warna saat ini telah berkembang secara luas. Disamping warna, sifat optik lain seperti sifat penyerapan cahaya (absorban), sifat penerusan (transmittance) dan sifat pemantulan (reflectance) cahaya juga penting untuk evaluasi kuantitatif berbagai sifat bahan. Dengan perubahan warna, kemampuan penerusan dan pemantulan dari produk juga berubah (Purwantana, 2005). Cahaya adalah energi radiasi berbentuk gelombang elektromagnetik dengan rentang panjang gelombang sekitar 400-800 nm. Menurut definisi ini, warna (seperti bau, rasa, dan tekstur) tidak dapat dipelajari tanpa sistem penginderaan manusia. Warna yang diterima jika mata memandang objek yang disinari berkaitan dengan tiga faktor, yaitu sumber sinar, ciri kimia dan fisika objek, dan sifat-sifat kepekaan spektrum mata. Untuk menilai sifat objek, kita harus menstandarkan kedua faktor yang lain (Ririn, 2011).
Gelombang elektromagnetik banyak dimanfaatkan dalam bidang pertanian, antara lain: 1.
Spektrum Visible (400-700 nm) Digunakan untuk penentuan karakteristik mutu fisik (warna, permukaan, cacat) bahan, indikator panen, kesegaran, serta proses sortasi dan grading.
2.
Spektrum NIR (700-2500nm) Digunakan untuk penentuan karakteristik mutu komposisi bahan (kandungan kimia bahan) seperti kadar air, protein, lemak dan lain-lain. Selain itu dapat digunakan untuk proses sortasi dan grading.
3.
Spektrum Infrared (2500-10000nm) Digunakan untuk pengeringan dan pemanasan (Ririn, 2011).
Seperti telah diketahui, variasi warna adalah bentuk variasi panjang gelombang radiasi elektromagnetik. Suatu bahan akan menyerap atau memantulkan sinar cahaya berbagai panjang gelombang secara berbeda-beda, tergantung warnanya. Warna adalah spektrum tertentu yang terdapat di dalam suatu cahaya sempurna (berwarna putih). Identitas suatu warna ditentukan panjang gelombang cahaya tersebut. Panjang gelombang warna yang masih bisa ditangkap mata manusia berkisar antara 380-780 nanometer. Dengan demikian pengukuran-pengukuran dapat dilakukan menggunakan cahaya tunggal (monochromatic) berbagai panjang gelombang (spectrophotometry). Spektrum cahaya nyata (visible light) pada umumnya dibagi dalam delapan interval berdasarkan karakteristik warnanya (Purwantana, 2005).
2.2 Atribut Warna Warna dapat dimodelkan berdasarkan atribut warnanya. Setiap warna memiliki 3 buah atribut, yaitu intensity (I), HUE (H), dan chroma (C). 1.
Intensity (I) Atribut yang menyatakan banyaknya cahaya yang diterima oleh mata tanpa
mempedulikan warna. Kisaran nilainya adalah antara gelap (hitam) dan terang (putih). Besaran intensity dapat dihitung langsung dengan: I=
R+G+B 3
........... (1)
2.
HUE (H) HUE (H) menyatakan warna sebenarnya, seperti merah, violet, dan kuning.
HUE digunakan untuk membedakan warna-warna dan menentukan kemerahan (redness), kehijauan (greenness) dari cahaya. HUE berasosiasi dengan panjan gelombang cahaya, dan bila menyebut warna merah, violet, atau kuning sebenarnya menspesifikasikan nilai HUE-nya. HUE merupakan sudut dari warna yang mempunyai rentang dari 0o sampai 360o. Pada 0o menyatakan warna merah, lalu memutar nilai-nilai spectrum warna tersebut dan kembali lagi ke 0o untuk menyatakan merah lagi (Hariyanto, 2009). Menghuting nilai HUE digunakan rumus berikut. H = a tan (2√3(G-B) 2 R- G- B) ........... (2) Tabel 1. Nilai HUE dan Daerah Kisaran Warna Kromatisitas. Nilai HUE
Daerah Kisaran Warna Kromatisitas
342 – 18
Red Purple (RP)
18 – 54
Red (R)
54 – 90
Yellow Red (YR)
90 – 126
Yellow (Y)
126 – 162
Yellow Green (YG)
162 – 198
Green (G)
198 – 234
Blue Green (BG)
234 – 270
Blue (B)
270 – 306
Blue Purple (BP)
306 – 342
Purple (P)
Sumber: (Hutchings, 1999).
3.
Chroma (C) Chroma (C) menyatakan tingkat kemurnian warna cahaya atau kejenuhan,
yaitu mengindikasikan seberapa banyak warna putih diberikan pada warna. Jika HUE menyatakan warna sebenarnya maka chroma menyatakan seberapa jenuh warna tersebut. Sebuah rona chroma tinggi tidaklah hitam, putih atau abu-abu. Menambahkan putih, hitam atau abu-abu dapat mengurangi warna kroma. Chroma
dapat dianggap sebagai kecerahan warna dibandingkan dengan putih (Lukmandaru, 2009). Menghitung nilai chroma digunakan rumus berikut: C = (a*2 + b*2)1/2 ........... (3)
2.3 Metode Pengukuran Warna Ada dua metode pengukuran warna yang banyak digunakan, yaitu metode pengukuran warna secara objektif maupun subjektif. Warna merupakan sifat produk pangan yang dapat dipandang sebagai sifat fisik (obyektif) dan sifat organoleptik (subyektif). Warna dapat dianalisa secara obyektif dengan instrumen fisik dan secara organoleptik atau subyektif dengan indera manusia. Pengukuran objektif
dapat
dilakukan
dengan
Spektrophotometer,
Colorimeter
atau
Chromameter, dan kamera CCD. Sedangkan pengukuran subjektif dapat dilakukan dengan menggunakan diagram warna Chromaticity CIE 1931, Munsell, dan Hunter (Ririn, 2011). 2.3.1 Sistem Warna Hunter (Lab) Sistem warna Hunter dikembangkan oleh Hunter tahun 1952. Pengukuran warna dengan metode ini jauh lebih cepat dengan ketepatan yang cukup baik. Pada sistem ini term penilaian terdiri atas 3 parameter yaitu L, a dan b. Lokasi warna pada sistem ini ditentukan dengan koordinat L∗, a∗, dan b∗. Notasi L*: 0 (hitam); 100 (putih) menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu dan hitam. Notasi a*: warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a* (positif) dari 0 sampai +80 untuk warna merah dan nilai –a* (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Notasi b*: warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b* (positif) dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai –b* (negatif) dari 0 sampai -70 untuk warna biru (Suyatma, 2009). Nilai L dalam pengukuran ini langsung dapat dibandingkan dengan nilai Y pada CIE system atau value pada system Munsell. Nilai-nilai pengukuran pada sistem Hunter bisa dikonversikan ke x, y dan z pada system CIE.
Gambar 1. Diagram Warna L*a*b* Sumber: (Suyatma, 2009)
2.3.2 CIE (Commission International de l’Eclairage) Warna-warna yang diterima oleh mata merupakan hasil kombinasi cahaya yang panjang gelombangnya berbeda. Penelitian menun-jukkan: kombinasi warna yang memberikan rentang warna yang paling lebar adalah Red (R), Green (G), dan Blue (B). CIE (Commission International de l’Eclairage) atau International Lighting Committee adalah lembaga yang membakukan warna pada tahun 1931. CIE mula-mula menstandarkan panjang gelombang warna-warna pokok yaitu (R: 700 nm, G: 546.1 nm, dan B : 435.8 nm) (Gonydjaja, 2015). Warna-warna lain dapat dihasilkan dengan mengkombinasikan ketiga warna pokok tersebut. Model warna yang digunakan sebagai acuan dinamakan model RGB. Ditetapkan oleh Komisi Internationale de l’Eclairage (CIE), ruang warna L*a*b* dimodelkan setelah teori warna lainnya yang menyatakan bahwa dua warna tidak bisa merah dan hijau pada waktu yang sama atau kuning dan biru pada saat yang sama waktu. Seperti ditunjukkan di bawah, L* menunjukkan Light/terang, a* adalah koordinat merah/hijau , dan b* adalah koordinat kuning/biru. Perbedaan untuk L* (ΔL*), a* (Δa*) dan b* (Δb*) bisa positif (+) atau negatif (-). Total perbedaan, Delta E (ΔE*), selalu positif. 1. ΔL* (L* sampel dikurangi L* standar) = perbedaan terang dan gelap (positif = lebih terang, negatif = gelap). 2. Δa* (a* sampel minus a* standar) = perbedaan merah dan hijau (positif = merah, negatif = hijau).
3. Δb* (b* sampel dikurangi b* standar) = perbedaan kuning dan biru (positif = lebih kuning, negatif = biru). 4. ΔE* = Total perbedaan warna (Gonydjaja, 2015). 2.3.3 Colorimeter/Chromameter Prinsip alat ini adalah mengukur parameter atau tristimulus warna XYZ menggunakan tiga buah filter X (merah), Y (hijau), dan Z (biru). Selain tiga buah filter, chromameter memiliki beberapa komponen penting antara lain adalah sumber cahaya, sensor, penguat, pengolah data dan display. Chromameter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur warna dari permukaan suatu objek. Prinsip dasar dari alat ini ialah interaksi antara energi cahaya diffus dengan atom atau molekul dari objek yang dianalisis. Alat ini terdiri atas ruang pengukuran dan pengolah data. Ruang pengukuran berfungsi sebagai tempat untuk mengukur warna objek dengan diameter tertentu. Setiap kromameter dengan tipe berbeda memiliki ruang pengukuran dengan diameter yang berbeda pula. Sumber cahaya yang digunakan yaitu lampu xenon. Lampu inilah yang akan menembak permukaan sampel yang kemudian dipantulkan menuju sensor spektral. Selain itu, enam fotosel silikon sensitifitas tinggi dengan sistem sinar balik ganda akan mengukur cahaya yang direfleksikan oleh sampel (Ririn, 2011). Skema pengukuran dari kromameter yaitu sampel diberi cahaya diffus dan diukur pada sudut tertentu. Cahaya diffus yang mengenai sampel dipantulkan pada sudut tertentu, kemudian diteruskan ke sensor spektral, lalu dihitung menggunakan komputer mikro. Data hasil pengukuran dapat berupa Yxy (CIE 1931), L*a*b* (CIE 1976), Hunter Lab atau nilai tristimulus XYZ, yang sebelumnya diolah melalui pengolah data. Sistem pengukuran yang paling sering digunakan ialah sistem CIE L*a*b* atau CIELAB. Sistem warna CIELAB merupakan suatu skala warna-warna yang seragam dalam dimensi warna (Ririn, 2011).
2.4 Pengolahan Warna Persepsi warna dalam pengolahan citra tergantung kepada tiga faktor yaitu: 1.
Sifat pantulan spektrum (spectral reflectance) dari suatu permukaan, (menentukan bagaimana suatu permukaan memantulkan gelombang cahaya hingga menampakkan suatu warna).
2.
Kandungan spektrum (spectral content) dari cahaya yang menyinari (kandungan warna dari cahaya yang menyinari permukaan).
3.
Respon spektrum (spectral response) dari sensor dalam peralatan sistem visual, (kemampuan merespon warna dari sensor dalam imaging system).
Salah satu kunci untuk mengolah warna dalam pengolahan citra adalah menentukan model warna yang sesuai dengan persepsi manusia terhadap warna. Model warna telah banyak dikembangkan oleh para ahli, seperti model RGB (Red, Green, Blue), model CMY (K) (Cyan, Magenta, Yellow), model YCbCr (luminase serta dua komponen kromasi Cb dan Cr), dan model HSI (Hue, Saturation, Intensity). Model warna RGB merupakan model warna pokok aditif, yaitu warna dibentuk dengan mengkombinasikan energi cahaya dari ketiga warna pokok dalam berbagai perbandingan. Model warna HSI merupakan model warna yang paling sesuai dengan manusia. Nilai Hue dapat diaplikasikan untuk membedakan antara obyek dan latar belakang. Saturation (kejenuhan) yang tinggi dapat menjadi jaminan nilai Hue yang akurat dalam membedakan obyek dan latar belakang. Intensity merupakan nilai abu-abu dari piksel dalam citra abu-abu (Ahmad, 2005). Tabel 2. Tabel Warna dan Deskripsinya. Model Warna RGB
CMY (K)
YcbCr
HIS
Deskripsi Merah, Hijau, dan Biru (warna pokok). Sebuah model warna pokok aditif yang digunakna pada sistem display. Cyan, Magenta, Kuning (dan Hitam). Sebuah model warna subtraktif yang digunakan pada mesin printer. Luminase (Y) dan dua komponen kromasiti (Cb dan Cr). Digunakan dalam siaran gelombang televisi. Hue, Saturasi, dan intensitas. Berdasarkan pada persepsi manusia terhadap warna.
Sumber: (Ahmad, 2005).
Lab merupakan model warna yang dirancang untuk menyerupai persepsi penglihatan manusia dengan menggunakan tiga komponen yaitu L sebagai luminance (pencahayaan) dan a dan b sebagai dimensi warna yang berlawanan. Perancangan sistem aplikasi ini menggunakan model warna Lab. Model warna ini dipilih karena terbukti memberikan hasil yang lebih baik daripada model warna RGB dalam mengukur nilai kemiripan ciri warna dalam citra. Model warna Lab juga dapat digunakan untuk membuat koreksi keseimbangan warna yang lebih akurat dan untuk mengatur kontras pencahayaan yang sulit dan tidak mungkin dilakukan oleh model warna RGB. Dalam melakukan konversi model warna RGB ke model warna Lab terlebih dahulu dilakukan proses konversi model warna RGB ke CIE XYZ. Tahap selanjutnya baru dilakukan konversi model warna CIE XYZ ke CIE Lab (Ririn, 2011).
2.5 Pengolahan Citra Digital (Imaging Processing) Image processing adalah proses untuk mengamati dan menganalisa suatu objek tanpa berhubungan langsung dengan objek yang diamati. Proses dan analisanya melibatkan persepsi visual dengan data masukan maupun data keluaran yang diperoleh berupa citra dari objek yang diamati. Teknik-teknik image processing meliputi penajaman citra, penonjolan fitur tertentu dari suatu citra, kompresi citra dan koreksi citra yang tidak fokus atau kabur (Ahmad, 2005). Menurut Arymurthy dan Setiawan (1992), pengolahan citra merupakan proses pengolahan dan analisis citra yang banyak melibatkan persepsi visual. Proses ini mempunyai ciri data masukan dan informasi keluaran yang berbentuk citra. Citra merupakan sekumpulan titik-titik dari gambar yang berisi informasi warna dan tidak tergantung pada waktu. Umumnya citra dibentuk dari kotak-kotak persegi empat yang teratur sehingga jarak horizontal dan vertikal antar pixel sama pada seluruh bagian citra. Warna citra didapat melalui penjumlahan nilai Red, Green, Blue (RGB) (Ririn, 2011). Menurut Arymurthy dan Setiawan (1992), citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa foto, bersifat analog berupa sinyalsinyal video seperti gambar pada monitor televisi, atau bersifat digital yang dapat langsung disimpan pada suatu pita magnetik. Menurut presisi yang digunakan untuk
menyatakan titik-titik koordinat pada domain spasial atau bidang dan untuk menyatakan nilai keabuan atau warna suatu citra, maka secara teoritis citra dapat dikelompokkan menjadi empat kelas, yaitu citra kontinu-kontinu, kontinu-diskrit, diskrit-kontinu, dan diskrit-diskrit; dimana label pertama menyatakan presisi dari titik-titik koordinat pada bidang citra sedangkan label kedua menyatakan presisi nilai keabuan atau warna. Kontinu dinyatakan dengan presisi angka tak terhingga, sedangkan diskrit dinyatakan dengan presisi angka terhingga. Komputer digital bekerja dengan angka-angka presisi terhingga, dengan demikian hanya citra dari kelas diskritdiskrit yang dapat diolah dengan komputer; citra dari kelas tersebut lebih dikenal sebagai citra digital. Citra digital merupakan suatu array dua dimensi atau suatu matriks yang elemen-elemennya menyatakan tingkat keabuan dari elemen gambar; jadi informasi yang terkandung bersifat diskrit (Ririn, 2011).
Gambar 2. Skema Pengambilan dan Pengolahan Citra Digital Sumber: (Ririn, 2011).
Dalam pengambilan citra, hanya citra yang berbentuk digital yang dapat diproses oleh komputer digital, data citra yang dimasukkan berupa nilai-nilai integer yang menunjukkan nilai intensitas cahaya atau tingkat keabuan setiap pixel. Citra digital dapat diperoleh secara otomatis dari sistem penangkap citra membentuk suatu matrik dimana elemen-elemennya menyatakan nilai intensitas cahaya pada suatu himpunan diskrit dari titik. Pada pengolahan citra ada dua unsur utama sebagai penyusunnya, yaitu perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Komponen utama dari perangkat keras pengolahan citra digital adalah
kamera penangkap citra, komputer, dan alat peraga. Kamera yang sering digunakan untuk menangkap citra adalah kamera CCD (Charge Coupled Device). Sedangkan komputer dan alat peraga yang digunakan tersebut bisa dari jenis yang multi guna atau dari jenis khusus yang dirancang untuk pengolahan citra digital (Ririn, 2011). Perangkat lunak (software) yang digunakan dalam pengolahan citra tergantung pada jenis penangkap bingkai citra (image frame grabber) yang digunakan. Dari segi penggunaan, sedikitnya ada dua jenis image frame grabber, yaitu jenis yang bisa diprogram (programmable) dimana pustaka fungsinya disertakan dan cara pemakaiannya dalam pemrograman dengan bahasa pemrograman tertentu diberikan, dan jenis yang tidak bisa diprogram (non-programmable), atau setidaknya tanpa dilengkapi buku petunjuk dan fungsi pustaka untuk melalukan pemrograman, sehingga sulit membuat program khusus untuk menggunakannya (Ririn, 2011).
BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu: 1. Alat pengambil citra digital dalam bentuk program/aplikasi citra digital CIE Lab untuk mengukur warna pada sampel jus buah. 2. Kalkulator untuk menghitung nilai C (Chroma) dan H (derajat Hue) teoritis. 3. Kertas asturo hitam yang ditempatkan pada bagian bawah mesin blackbox agar hasil pengukuran warna sampel jus buah pada monitor display mendapatkan nilai yang baik/akurat. 4. Laptop untuk menjalankan aplikasi citra digital CIE Lab menampilkan hasil analisa warna pada monitor display. 5. Mesin blackbox yang dihubungkan dengan kamera untuk mengambil warna dari sampel jus buah yang kemudian ditampilkan pada monitor display. 6. Wadah sampel sebagai tempat menyimpan sampel jus buah yang akan diamati.
3.1.2 Bahan Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu: 1. Jus anggur. 2. Jus apel. 3. Jus guava. 4. Jus mangga.
3.2 Prosedur Percobaan Prosedur percobaan pada praktikum kali ini diantaranya: 1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam praktikum.
2. Menghubungkan kamera dengan blackbox dan monitor display pada posisi yang benar. 3. Mengukur karakteristik warna L, a*, b*, C, dan H dengan menyimpan sampel yang telah disimpan pada cawan lalu menyimpan didalam blackbox yang memiliki alas berwarna hitam. 4. Melakukan pengulangan sebanyak 3 kali untuk mendapatkan rata-ratanya. 5. Menghitung C (Chroma) dan H (derajat Hue) untuk masing-masing sampel dengan rumus dibawah ini: H = tan-1 (b*/a*) dengan satuan derajat C= [(a*)2+(b*)2]1/2
BAB IV HASIL
4.1 Hasil Percobaan Tabel 1. Hasil Pengukuran Sampel Menggunakan Program CIE LAB Sampel
Jus A (Apel)
Jus B (Anggur)
Jus C (Guava)
Jus D (Mangga)
Jus B+C
Ulangan
Pengukuran
Teoritis
L*
a*
b*
C
H
C
H
1
98,840
6,595
21,375
34,056
8.603
22,369
72,853
2
98,994
-6,621
19,816
34,247
8,657
20,768
72,465
3
98,776
-6,773
22,115
34,002
8,591
23,128
72,972
Rata-rata
98,87
-2,146
21,102
34,101
8,617
22,088
72,763
1
69,520
15,572
7,899
33,667
8,715
17,4609 26,8967
2
69,955
15,756
8,564
33,396
8,639
17,9330 28,5258
3
70,255
15,365
8,563
32,428
8,378
17,5900 29,1312
Rata-rata
69,91
15,564
8,342
33,164
8,577
17,6613 28,1846
1
95,218
0,852
12,644
30,837
7,814
12,672
86,145
2
87,617
1,442
7,150
18,880
4,906
7,2409
78,597
3
83,862
1,351
5,204
10,769
2,945
8,410
82,188
Rata-rata
88,899
1,143
8,332
20,162
5,221
9,441
82,31
1
98,280
-11,446
44,013
34,293
8,611
45,476
-75,425
2
98,264
-11,547
44,582
34,294
8,610
46,053
-75,478
3
98,447
-10,117
36,610
34,178
8,604
37,982
-75,521
Rata-rata
98,330
-11,036
41,735
34,255
8,608
43,169
-75,187
1
77,103
14,006
13,614
33,527
8,383
19,532
44,186
2
77,424
18,329
11,146
25,380
6,406
15,196
47,178
3
79,701
14,140
13,015
32,689
8,172
19,217
42,627
Rata-rata
26,46
12,825
12,591
30,532
7,653
17,982
44,66
Gambar
Tabel 2. Nilai HUE dan Kisaran Warna Kromatisitas Sampel Sampel
Nilai HUE
Daerah Kisaran Warna Kromatis
Pengukuran
Teoritis
Pengukuran
Teoritis
Jus A
86,17
72,763
Red Purple (RD)
Yellow Red (YR)
Jus B
8,5773
28,1846
Red Purple (RD)
Red (R)
Jus C
5,221
82,31
Red Purple (RD)
Yellow Red (YR)
Jus D
8,6083
75,1875
Red Purple (RD)
Yellow Red (YR)
Jus A + B
7,6536
44,66
Red Purple (RD)
Red (R)
6.2 Perhitungan 1. Perhitungan Nilai H (derajat Hue) H = tan-1
b* a*
a. Jus A (Apel) oleh Kelompok 1 Ulangan 1 : H = tan-1
21,375 = 72,85301702 6,595
Ulangan 2 : H = tan-1
19,816 = 72,46571418 -6,261
Ulangan 3 : H = tan-1
22,115 = 72,97212648 -6,773
b. Jus B (Anggur) oleh Kelompok 2 Ulangan 1 : H = tan-1
7,899 = 26,8967035 15,572
Ulangan 2 : H = tan-1
8,564 = 26,52580375 15,756
Ulangan 3 : H = tan-1
8,563 = 26,13116716 15,365
c. Jus C (Guava) oleh Kelompok 3 Ulangan 1 : H = tan-1
12,644 = 86,145 0,852
Ulangan 2 : H = tan-1
7,150 = 78,597 1,442
Ulangan 3 : H = tan-1
5,204 = 82,188 1,351
d. Jus D (Mangga) oleh Kelompok 4 Ulangan 1 : H = tan-1
44,013 = -75,42258912 -11,446
Ulangan 2 : H = tan-1
44,582 = -75,47914914 -11,547
Ulangan 3 : H = tan-1
36,610 = -75,55211484 -10,117
e. Jus B + C (Anggur + Guava) oleh Kelompok 5 Ulangan 1 : H = tan-1
13,614 = 44,18687771 14,006
Ulangan 2 : H = tan-1
11,146 = 31,42943855 18,329
Ulangan 3 : H = tan-1
13,015 = 42,627653927 14,140
2. Perhitungan Nilai C (Chroma) C = [(a*)2 + (b*)2]1/2 a. Jus A (Apel) oleh Kelompok 1 Ulangan 1 : C = [(6,595)2 + (21,375)2]1/2 = 22,36927 Ulangan 2 : C = [(-6,261)2 + (19,816)2]1/2 = 20,76806421 Ulangan 3 : C = [(-6,773)2 + (22,115)2]1/2 = 23,12891597 b. Jus B (Anggur) oleh Kelompok 2 Ulangan 1 : C = [(15,572)2 + (7,899)2]1/2 = 17,46085293 Ulangan 2 : C = [(15,756)2 + (8,564)2]1/2 = 17,93303187 Ulangan 3 : C = [(15,365)2 + (8,563)2]1/2 = 17,59000267 c. Jus C (Guava) oleh Kelompok 3 Ulangan 1 : C = [(0,852)2 + (12,644)2]1/2 = 12,672 Ulangan 2 : C = [(1,442)2 + (7,150)2]1/2 = 7,2409 Ulangan 3 : C = [(1,351)2 + (5,204)2]1/2 = 8,410 d. Jus D (Mangga) oleh Kelompok 4 Ulangan 1 : C = [(-11,446)2 + (44,013)2]1/2 = 45,476 Ulangan 2 : C = [(-11,547)2 + (44,582)2]1/2 = 46,053 Ulangan 3 : C = [(-10,117)2 + (36,610)2]1/2 = 37,982
e. Jus B + C (Anggur + Guava) oleh Kelompok 5 Ulangan 1 : C = [(14,006)2 + (13,614)2]1/2 = 19,532256 Ulangan 2 : C = [(18,329)2 + (11,146)2]1/2 = 21,451935397 Ulangan 3 : C = [(14,410)2 + (13,015)2]1/2 = 19,2179558
4.3 Grafik 120 100
L*
80 60 98,87 40
88,898
98,33
69,91
20 24,46 0 Jus A
Jus B
Jus C
Jus D
Jus B + C
Macam Jus Gambar 3. Grafik L* terhadap Semua Macam Bahan 20 15 10 15,564
12,825
a*
5 0
-2,146 Jus A
1,143 Jus B
Jus C
-5
Jus D -11,036
-10 -15
Macam Jus Gambar 4. Grafik a* terhadap Semua Macam Bahan
Jus B + C
45 40 35
b*
30 25 41,735
20 15 10
21,102
5
8,342
8,332
Jus B
Jus C
12,591
0 Jus A
Jus D
Jus B + C
Macam Jus Gambar 5. Grafik b* terhadap Semua Macam Bahan 160 140
L*, a*, b*
120 100
41,735 21,102 8,342 15,564
80
8,332 1,143
60 40
98,87 69,91
88,898
98,33
20 0 -20
12,591 12,825 26,46
-2,146 Jus A
Jus B
Jus C
-11,036 Jus D
Jus B + C
Macam Jus Gambar 6. Grafik L*, a*, b* terhadap Semua Macam Bahan
BAB V PEMBAHASAN
Praktikum kali ini membahas mengenai karakteristik optik dalam pengukuran warna bahan hasil pertanian menggunakan alat pengambil citra digital. Percobaan ini melibatkan suatu program/aplikasi citra digital CIE Lab untuk pengambilan dan pengolahan citra bahan pertanian sehingga dapat diketahui ukuran warna pada sampel jus buah yang ada. Program penangkap citra digunakan untuk merekam citra objek dengan latar belakang atau background hitam yang berasal dari kertas asturo hitam yang ditempatkan pada bagian bawah blackbox. Citra objek direkam dengan resolusi tertentu menggunakan suatu kamera yang dihubungkan ke laptop. Program pengolahan citra yang disusun dapat berfungsi untuk menentukan beberapa parameter citra objek yang dianalisis melalui citra warna seperti indeks warna RGB (Red, Green , Blue), nilai L* (perbedaan cerah dan terang), a* (perbedaan antara hijau dan merah), b* (perbedaan antara biru dan kuning), dan nilai HSI (Hue, Saturation, Intensity). Hasil yang didapat kemudian ditampilkan pada monitor display, hasil yang diperoleh sebelumnya ditransformasikan terlebih dahulu dari citra warna ke citra biner dan perhitungan warna RGB, Lab, dan HSI untuk sampel jus yang ada. Bahan pertanian yang digunakan untuk pengukuran adalah jus apel, anggur, guava, mangga, dan campuran guava+mangga. Hal ini dilakukan untuk membedakan pengukuran warna pada setiap sampel jus buah yang ada. Dari kelima bahan tersebut dilakukan pengamatan 3 kali supaya didapat hasil yang valid. Pengamatan pertama dilakukan pada jus apel, dari hasil pengamatan nilai C dan H pada hasil pengukuran berupa nilai rata-rata yaitu 34,101 dan 8,617. Jika dilihat dari tabel Hue, maka buah tersebut kromatisitasnya adalah berwarna Red Purple (RD). Sedangkan jika dihitung secara teoritis jus tersebut memiliki nilai C dan H rata-rata yaitu 22,088 dan 72,763 maka secara teoritis jus tersebut memiliki warna. Yellow Red (YR). Apabila diamati secara kasat mata jus apel tidak memiliki warna merah atau pun ungu. Jadi pada pengukuran ini bisa dikatakan perhitungan secara teoritis lebih benar.
Pengamatan yang kedua dilakukan pada jus anggur dari hasil pengamatan, nilai C dan H pada hasil penungukuran yaitu 33,164 dan 8,577. Hampir sama dengan pengukuran pertama, jus buah tersebut kromatisitasnya adalah berwarna red purple. Sedangkan jika dihitung secara teoritis jus tersebut memiliki nilai C dan H yaitu 17,6613 dan 28,1846 maka secara teoritis jus tersebut memiliki warna Red. Pada pengukuran jus anggur, apabila dilihat dari nilai teoritis dan pengukuran yang cukup jauh maka bisa disebut terjadi kesalahan pada alat ukur atau karena perhitungan, hal ini bisa dilihat dari derajat warna yang cukup jauh karena berada 2 kategori warna yang berbeda. Pengamatan ketiga dilakukan pada jus guava dari hasil pengamatan ini, nilai C dan H pada hasil penungukuran yaitu 20,162 dan 5,221 untuk jus buah ini kromatisitasnya adalah berwarna Red Purple (RD). Sedangkan secara teoritis jus tersebut memiliki nilai C dan H yaitu 9,441 dan 82,31 maka jus tersebut memiliki warna Yellow Red (YR). Hasil pengukuran dengan perhitungan teoritis pada jus guava cukup jauh. Namun, apabila dilihat dari warna yang dihasilkan, maka warna yang paling memungkinkan adalah Yellow Red karena secara kasat mata pun jus guava tidak memiliki warna merah atau pun ungu. Jadi pada pengukuran ini bisa dikatakan perhitungan secara teoritis lebih benar. Pengamatan keempat dilakukan pada jus mangga hasilnya nilai C dan H pada hasil pengukuran yaitu 34,255 dan 8,608 jika dilihat dari table hue, maka buah tersebut kromatisitasnya adalah berwarna Red Purple (RD). Sedangkan jika dihitung secara teoritis jus tersebut memiliki nilai C dan H yaitu 43,169 dan -75,187 maka secara teoritis jus tersebut memiliki warna Yellow Red (YR). Sama dengan jus guava, jika dibandingkan dengan secara kasat mata, jus mangga lebih menjurus ke Yellow Red (YR). Lalu pengamatan terakhir dilakukan pada campuran jus anggur dengan guava hasilnya nilai C dan H pada hasil tidak jauh berbeda dengan pengukuranpengukuran sebelumnya yaitu 30,532 dan 7,653 maka buah tersebut kromatisitasnya adalah berwarna Red Purple (RD). Sedangkan jika dihitung secara teoritis jus tersebut memiliki nilai C dan H yaitu 17,082 dan 44,66. Nilai derajat warnanya yaitu Red (R). Hal ini menunjukkan bahwa warna pada sampel jus
tersebut lebih dominan pada warna Red pada anggur dibandingkan warna Yellow pada guava. Selain dari warna yang terkandung dalam bahan, ternyata dari peletakan bahan pun bisa mempengaruhi beberapa derajat nilai Hue, hal ini terlihat dari 3 kali pengulangan hasilnya berbeda-beda dan yang paling akurat adalah yang peletakannya yang tepat dibawah kamera. Selain itu, warna hitam pada kertas asturo menyebabkan semua spektrum cahaya diserap, oleh karena itu energi radiasi yang diterima pada warna hitam menjadi semakin besar seiring bertambahnya spekrum cahaya yang diserap. Selain itu terdapat pengaruh interaksi cahaya terhadap objek yang sedang diukur, seperti pantulan, serapan, penyebaran dan bayangan sebagai akibat cahaya yang dihalangi oleh bagian objek tertentu. Kualitas lampu dan tingkat kecerahan yang berbeda-beda juga mempengaruhi nilai kecerahan. Oleh karena itu, sebaiknya perlu dilakukan pengukuran intensitas cahaya terlebih dahulu sebelum pengambilan citra untuk memastikan bahwa intensitas cahaya pada saat pengambilan citra tetap. Akan tetapi pada praktikum ini, pengukuran intensitas cahaya tidak dilakukan karena keterbatasan praktikum dan perlakuan praktikum bukan mengarah pada tingkat intensitas cahaya. Selain itu pula, tingkat keseragaman pencahayaan yang kurang juga mempengaruhi hasil pengukuran karena pencahayaan hanya dilakukan pada bagian atas, sehingga hanya bagian atas yang terlihat terang sedangkan bagian samping objek tidak memperoleh pencahayaan yang cukup. Pengetahuan tentang karakteristik optik pada citra yang dimaksud mungkin meliputi sifat intensitas dari objek, ukuran objek, bagian dari citra yang ditempati objek, jumlah dan jenis yang berbeda dari objek-objek yang muncul dalam citra.
BAB VI PENUTUP
6.1
Kesimpulan Kesimpulan pada praktikum ini adalah: 1.
Program pengolahan citra berfungsi untuk menentukan beberapa parameter citra objek yang dianalisis melalui citra warna seperti indeks warna RGB (Red, Green, Blue), nilai L* (perbedaan cerah dan terang), a* (perbedaan antara hijau dan merah), b* (perbedaan antara biru dan kuning), dan nilai HSI (Hue, Saturation, Intensity).
2.
Jika dihitung secara teoritis, secara berurutan jus apel, anggur, guava, mangga dan anggur+guava memiliki nilai C dan H rata-rata yaitu 22,088 dan 72,763 dengan warna. Yellow Red (YR), jus anggur yaitu 17,6613 dan 28,1846 dengan warna Red (R), jus guava yaitu 9,441 dan 82,31 dengan warna. Yellow Red (YR), jus manggar yaitu 43,169 dan -75,187 dengan warna. Yellow Red (YR) dan jus anggur+guava yaitu 44,66 dan 17,082 dengan warna Red (R).
3.
Semua sampel jus yang diamati dan diukur setiap jus memiliki unsur Red (R) dan sebagian besarnya memiliki kromatisasi warna Yellow Red (YR).
4.
Peletakan bahan dapat mempengaruhi beberapa derajat nilai Hue, yang paling akurat adalah yang peletakannya yang tepat dibawah kamera.
5.
Nilai kecerahan suatu bahan dipengaruhi oleh interaksi cahaya terhadap objek yang sedang diukur, seperti pantulan, serapan, penyebaran dan bayangan sebagai akibat cahaya yang dihalangi oleh bagian objek tertentu, kualitas lampu dan tingkat kecerahan yang berbeda-beda.
6.2
Saran Adapun saran untuk praktikum ini adalah: 1.
Sebelum pengambilan data sebaiknya dilakukan pengukuran terhadap intensitas cahaya lampu yang digunakan dan dijaga kestabilannya selama periode pengukuran.
2.
Perlu dirancang penyusunan lampu pada blackbox agar pencahayaan lebih seragam sehingga hasilnya lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA Ahmad U. 2005. Pengolahan Citra Digital dan Teknik Pemrogramannya. Yogyakarta: Graha IlmuArymurthy AM, Setiawan S. 1992. Pengantar Pengolahan Citra. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Gonydjaja, Rosny. 2015. Mengidentifikasi Perbedaan Warna Menggunakan Koordinat L*a*b* atau L*C*h*. Universitas Gunadarma. Hutchings, John B. 1999. Food Color and Appearance. An-Aspen Publication. Setyaningsih D, Apriyantono A, Sari MP. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. Bogor: IPB Press. Lukmandaru, Ganis. 2009. Sifat Kimia dan Warna Kayu Teras Jati pada Tiga Umur Berbeda. Fakultas Kehutanan. Universitas Gadjah Mada. Purwantana, B. 2005. Sifat Optik Bahan. Available at: http://www.bambangpurwantana.staff.ugm.ac.id/handout2.html (diakses pada 20 November 2016 pukul 20:38 WIB). Ririn. 2011. Pengembangan Pengukuran Warna Menggunakan Kamera CCD (Charge Coupled Diviced) dan Image Processing. Available at: http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/51961/F11rnu1.pdf;j sessionid=F0FE1350A7B4044696A357DA2239FA3F?sequence=1 (diakses pada 20 November 2016 pukul 9:02 WIB). Suyatma, Nugraha E. 2009. Analisis Warna. Available at: http://Anpang+Lanjut++Analisis+Warna+2009+NES.ppt (diakses pada 21 November 2016 pukul 20:34 WIB).
LAMPIRAN
Dokumentasi Praktikum
Gambar 7. Sampel Jus Anggur
Gambar 8. Blackbox berisi Sampel Jus Anggur
Gambar 9. Hasil Analisa Warna Jus Anggur dengan Program CIE LAB pada Monitor Display