TUTORIAL KLINIK HIDRONEFROSIS DAN HIDROURETER
1. IDENTITAS
• Nama
: Tn. Samuji
•
Jenis Kelamin
: Laki-laki
•
Umur
: 35 tahun
•
Alamat
: Ds. Banjardowo 5/3 Keradenan, Purwodadi
• No. RM
: 664673
2. SKENARIO
Seorang pasien laki-laki 35 tahun datang dengan keluhan nyeri perut disertai kembung, mual, muntah dan tidak bisa kentut. Hal tersebut berlangsung selama 3 hari. Pasien merasa perutnya nyeri dan terasa kemeng pada bagian perut kanan bawah. Nyeri dirasakan hilang timbul namun akhir-akhir ini terasa semakit sakit seperti ditusuk-tusuk. Pasien juga mengaku merasa sebah pada bagian ulu hati. Selain itu pasien mengeluh mual dan muntah sebanyak 3x selama 2 hari terakhir. Selain itu pasien juga mengeluh tidak bisa kentut yang mengakibatkan pasien merasa kembung. Nafsu makan juga dirasakan berkurang pada 3 hari terakhir. Pasien belum pernah memeriksakan diri sebelumnya, pasien hanya meminum obat maag biasa yang dijual di warung namun keluhan tidak berkurang. Pasien mengaku sering sakit seperti ini sebelumnya namun keluhan dapat membaik dengan sendirinya. Riwayat penyakit tekanan darah tinggi disangkal, riwayat kencing manis disangkal, asam urat disangkal. Tidak ada keluarga pasien yang sakit seperti ini. i ni.
3. PEMERIKSAAN FISIK
a.
Keadaan umum
: Tampak lemah
b.
Kesadaran
: Komposmentis
c.
Vital sign : TD
: 130/80 mmHg
N
: 84x/menit
RR
: 20x/menit
Suhu : 37 0 C
d.
Kulit
: warna sawo matang (+), ikterik (-)
e.
Kepala
: mesocephal
f.
Leher
: simetris, pembesaran kelenjar (-), deviasi trakea (-), JVP meningkat (-)
g.
Mata
: sekret (-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
h.
Hidung
: discharge (-), epistaksis (-)
i.
Telinga
: bentuk N, sekret (-), gangguan pendengaran (-)
j.
Tenggorokan
: nyeri telan (-), hiperemis (-)
k.
Mulut
: bibir kering (-), sianosis (-), sariawan (-)
l.
Pemeriksaan Thoraks (Paru)
INSPEKSI Statis
Anterior • • • • •
•
•
Posterior
RR : 28 x/menit Retraksi intercostal (-) Retraksi suprasternal (-) Diameter AP < LL Hemithorax kanan = kiri Hiperpigmentasi(-), tumor (-), spider nevi (-) Sudut arcus costa <90
Dinamis
Pergerakan kanan = kiri
PALPASI
Anterior
hemithorax
• • •
•
Diameter AP < LL Hemithorax kanan = kiri Hiperpigmentasi(-), tumor(-), spider nevi (-) Sudut arcus costa <90
Pergerakan kanan = kiri Posterior
hemithorax
3. PEMERIKSAAN FISIK
a.
Keadaan umum
: Tampak lemah
b.
Kesadaran
: Komposmentis
c.
Vital sign : TD
: 130/80 mmHg
N
: 84x/menit
RR
: 20x/menit
Suhu : 37 0 C
d.
Kulit
: warna sawo matang (+), ikterik (-)
e.
Kepala
: mesocephal
f.
Leher
: simetris, pembesaran kelenjar (-), deviasi trakea (-), JVP meningkat (-)
g.
Mata
: sekret (-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
h.
Hidung
: discharge (-), epistaksis (-)
i.
Telinga
: bentuk N, sekret (-), gangguan pendengaran (-)
j.
Tenggorokan
: nyeri telan (-), hiperemis (-)
k.
Mulut
: bibir kering (-), sianosis (-), sariawan (-)
l.
Pemeriksaan Thoraks (Paru)
INSPEKSI Statis
Anterior • • • • •
•
•
Posterior
RR : 28 x/menit Retraksi intercostal (-) Retraksi suprasternal (-) Diameter AP < LL Hemithorax kanan = kiri Hiperpigmentasi(-), tumor (-), spider nevi (-) Sudut arcus costa <90
Dinamis
Pergerakan kanan = kiri
PALPASI
Anterior
hemithorax
• • •
•
Diameter AP < LL Hemithorax kanan = kiri Hiperpigmentasi(-), tumor(-), spider nevi (-) Sudut arcus costa <90
Pergerakan kanan = kiri Posterior
hemithorax
Nyeri tekan (-), tumor (-) Sudut Arcus costae < 900 ICS melebar (-) Stem fremitus kanan = kiri
Nyeri tekan (-), tumor (-) ICS melebar (-) Stem fremitus kanan = kiri
PERKUSI
Dekstra = sonor seluruh lapang paru Sinistra = sonor seluruh lapang paru
Dekstra = Sonor seluruh lapang paru Sinistra = Sonor seluruh lapang paru
AUSKULT ASI
Dekstra = sinistra Vesikuler Ekspirasi > Inspirasi Suara tambahan -ronkhi (-) -wheezing (-)
Dekstra = sinistra Vesikuler Ekspirasi > Inspirasi Suara tambahan -ronkhi (-) -wheezing (-)
• • •
• • •
m. Pemeriksaan Jantung •
Inspeksi
: Iktus kordis tak tampak
•
Palpasi
: Iktus kordis teraba di ICS VI, 2 cm medial linea mid clavicula sinistra, kuat angkat (-), pulsus parasternal (-), sternal lift (-), pulsus epigastrium (-)
•
Perkusi
: Redup (+)
Batas atas jantung
: ICS II linea parasternal sinistra
Pinggang jantung
: ICS III linea parasternal sinistra
Kanan jantung
: ICS V linea parasternalis dextra.
Kiri bawah
: ICS VI 2 cm medial linea midclavicularis sinistra
•
Auskultasi : Suara murni, reguler, Bising (-)
Katup aorta
: SD I-II murni, reguler, AI
Katup trikuspid
: SD I-II murni, reguler, T1>T2
Katup pulmonal
: SD I-II murni, reguler, P1
Katup mitral
: SD I-II murni, reguler, M1>M2
n. Pemeriksaan Abdomen •
: Simetris, datar, frog like appearence (-),
Inspeksi
venektasi (-), striae (-), hiperpigmentasi(-) •
Auskultasi
: Peristaltik (+) N
•
Perkusi
: Pekak alih (-), undulasi (-)
Hepar : Hepar sulit dinilai Lien
: Lien sulit dinilai
Nyeri ketok ginjal (+)
•
Palpasi : Superfisial
: Supel, Nyeri tekan abdomen (+) regio hipokondria dextra
Dalam
: Nyeri tekan (+) pada regio hipokondria dextra, hepar dan lien sulit dinilai
o. Pemeriksan Ekstremitas
Ekstremitas
Superior
Inferior
Dekstra/Sinistra
Dekstra/Sinistra
Oedem
-/-
-/-
Akral dingin
-/-
-/-
Reflek fisiologis Ikterik
+/+
+/+
-/-
-/-
Jari tabuh
-/-
-/-
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Lab •
Darah Rutin Hb
: 14,8 gr/dl
•
•
Leukosit
: 9.100/mm3
Hitung Jenis
:
Segmen
: 86
Limfosit
: 10
Monosit
:4
Eritrosit
: 4,48 juta/mm3
Trombosit
: 243 ribu
Kimia Darah GDS
: 98 mg/dl
Ureum
: 25,1 mg/dl
Kreatinin
: 1,01 mg/dl
Urin Rutin Protein
: (-)
Reduksi
: (-)
Sedimen :
Epitel
Leukosit : 7-12/lpk
Eritrosit
: 1-2/lpk
Kristal
: Ca Oksalat (+)
Silinder
:-
Lain-lain
: (+)
: Bau (+)
b. Pemeriksaan Radiologi •
USG
Kesan : Hidronefrosis Dextra Stadium Sedang
•
IVU
BNO : Tak tampak bayangan batu opaq. IVU
Nefrogram dextra dan sinistra : Bentuk ukuran, letak dan fungsi ekskresi normal.
Pielogram –
PCS dextra : Kalix minor clubbing, flattening. Kalix mayor dan pelvix renalis melebar.
–
PCS sinistra: Kalix minor cupping. Kalix mayor dan pelvix renalis tidak melebar.
Ureter dextra melebar 1/3 proximal. Ureter sinistra tidak melebar.
Cystogram : Vesica urinaria dinding ireguler, filling defect (-), additional shadow (-), indentasi (-).
Post Micsi : Sisa kontras di vesica urinaria sedikit.
Kesan : •
Hidronefrosis dextra grade II-III.
•
Hidroureter 1/3 proximal dextra et causa curiga batu lusen ureter dextra
5. DAFTAR ABNORMALITAS
Anamnesa - nyeri perut disertai kembung, mual, muntah dan tidak bisa kentut - Nyeri perut kanan bawah seperti ditusuk-tusuk - Ulu hati terasa sebah
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang Ureum meningkat
- Abdomen : nyeri tekan superfisial dan dalam regio - Diemukan hipokondri sedimen urin dextra berupa leukosit - Nyeri ketok dan ca oxalat ginjal (+) dextra - Gambaran radiologi : USG (hidronefrosis dextra stadium sedang), IVU (Hidronefrosis dextra grade IIIII; Hidroureter 1/3 proximal dextra et causa curiga batu lusen ureter dextra)
STEP 1
1. Hidronefrosis dan Hidroureter a.
Definisi
b.
Etiologi
c.
Klasifikasi
d.
Patofisiologi
e.
Diagnosis
f.
Penatalaksanaan
g.
Komplikasi
h.
Prognosis
i.
DD
2. Batu a.
Teori pembentukan batu
b.
Klasifikasi
c.
Kandungan batu (radiolusen dan radioopaq)
STEP 7 Anatomi dan Fisiolofi Traktus Urinarius
Sistem kemih seluruhnya terletak di bagian retroperitoneal sehingga proses patologi perti obstruksi, radang dan pertumbuhan tumor terjadi di luar rongga abdomen, tetapi gejala dan tandanya mungkin tampak di perut menembus peritoneum parietal belakang. Gejala dan tanda jarang disertai tanda rangsang peritoneum. Arteri renalis dan cabangnya merupakan arteri tunggal tanpa kolateral (end artery)
sehingga
penyumbatan
mengakibatkan infark ginjal
pada
arteri
atau
pada
cabangnya
Kedua ginjal masing-masing mempunyai panjang sekitar 11 cm dan berat 130-150 gram. Dua pertiga bagian dalam ginjal merupakan pyramid, papilla atau ujung piramid menonjol ke dalam kaliks dan pelvis. Bagian luar dari piramid adalah korteks. Sama dengan pelvis, dinding ureter mempunyai lapisan otot yang kuat, yang dapat menyebabkan kontraksi hebat disertai nyeri hebat. Ureter menembus dinding muskuler vesica urinaria ke uretra. Lumen ureter ukurannya bervariasi dan terus menerus mengalami peristaltik. Terdapat daerah konstriksi normal tertentu pada tiga lokasi : 1. ureteropelvical junction 2. ureter bersimpangan dengan arteri iliaca eksterna atau arteri iliaca komunis 3. ureterovesical junction Vesica urinaria mempunyai kapasitas yang bervariasi, rata-rata setengah liter. Dari bagian terbawah vesica urinaria terdapat saluran fibromuskuler yaitu uretra, yang menghantarkan urin ke luar tubuh. Uretra pria panjangnya kurang lebih 20 cm, sedangkan wanita kurang lebih 4 cm. Pengaturan air kemih dilakukan oleh otot sadar yaitu m. sfinger uretra.
Kedua ginjal bersama-sama mengandung kurang lebih 2.400.000 nefron dan tiap nefron dapat membentuk urin sendiri. Pada dasarnya nefron terdiri dari (1) glomerulus, dimana cairan difiltrasikan, (2) tubulus, tempat cairan yang difiltrasikan tersebut diubah menjadi urin dalam perjalananya menuju ke pelvis ginjal. Filtrasi glomerulus bergantung pada tekanan hidrostastik arteri dikurangi tekanan osmotic koloid dan tahanan simpai Bowman. Seluruh volume darah difiltrasi dalam setengah jam di ginjal. Plasma darah dikurangi protein difiltrasi di ginjal. Reabsorbsi air, nutrien, dan elektrolit baik aktif maupun pasif terjadi di tubulus sebanyak 99 % volume filtrasi. Disamping itu terdapat sekresi tubulus untuk mempertahankan imbang elektrolit. Gangguan sekresi tubulus pada gangguan kronik faal ginjal dapat menyebabkan asidosis. Pengisian ureter merupakan proses pasif. Peristaltik pelvis ginjal dan ureter meneruskan urin dari ureter ke vesica urinaria, mengatasi tahanan pada hubungan ureter-vesica urinaria, sehingga mencegah refluks.
Hubungan ureter-vesica urinaria membentuk mekanisme katub muskuler sehingga makin terisi vesica urinaria, katub ureter-vesica makin tertutup. Sewaktu miksi, katub tertutup rapat karena tambahan kontraksi otot dinding trigonum. Keadaan patologis traktus urinarius disebabkan oleh kelainan bawaan, cedera, infeksi, batu dan tumor. Keadaan tersebut sering menyebabkan bendungan karena hambatan pengeluaran urin. Infeksi, trauma dan tumor dapat menyebabkan penyempitan atau striktura uretra sehingga terjadi bendungan dan stasis yang memudahkan infeksi. Lingkungan stasis dan infeksi memungkinkan terbentuk batu yang juga akan menyebabkan bendungan dan memudahkan infeksi karena bersifat sebagai benda asing. (Basmajian J.V., Slonecker C.E. Grant metode anatomi. Harjasudarma M. (editor). Edisi 11. Jakarta: Binarupa Aksara, 1995; 57-9. Sjamsuhidajat R., Wim de Jong (eds). Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: EGC, 1997; 995-7. Guyton A.C. fisiologi manusia dan mekanisme penyakit. Edisi 3. Jakarta: EGC, 1995;227-8).
1. Hidronefrosis dan Hidroureter a.
Definisi
Hidronefrosis
Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan perifer ginjal pada satu atau kedua ginjal akibatadanya obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin mengalir balik sehinggatekanan diginjal meningkat (Smeltzer dan Bare, 2002).
Hidronefrosis adalah obstruksi aliran kemih proksimal terhadap kandung bertekanan
kemih dalam
dapatmengakibatkan pelviks
ginjal
penimbunan dan
ureter
cairan yang
dapatmengakibatkan absorbsi hebat pada parenkim ginjal (Sylvia, 1995).
Hidronefrosis adalah penggembungan ginjal akibat tekanan balik terhadap
ginjal
karena
aliran
air
kemih
tersumbat.
Dalam keadaan normal, air kemih mengalir dari ginjal dengan tekanan
yang
sangat
rendah.
Jika aliran air kemih tersumbat, air kemih akan mengalir kembali ke dalam tabung-tabung kecil di dalam ginjal (tubulus renalis) dan ke dalam daerah pusat pengumpulan air kemih ( pelvis renalis). Hal ini akan menyebabkan ginjal menggembung dan menekan
jaringan
ginjal
yang
rapuh.
Pada akhinya, tekanan hidronefrosis yang menetap dan berat akan merusak jaringan ginjal sehingga secara perlahan ginjal akan kehilangan fungsinya. ( www.medicastore.com )
Hidronefrosis adalah dilatasi dari pelvis ginjal dan kaliks (pelvikalikstasis) yang berhubungan dengan perubahan tekanan balik dari parenkim ginjal. Terminologi hidronefrosis mengalami perkembangan yang berbeda-beda bagi seorang urolog, yang berarti hanya dilatasi pada sistem pengumpul. Nama lainnya adalah pelvikalikstasis dan mungkin berhubungan maupun tidak dengan penipisan parenkim ginjal. ( Tainer L.B. Urinary obstruction. In: Grainger R.G., Alison D.j. (eds). Diagnostic radiology. Vol.2, 2 nd ed. New york: Churchill Livingstone, 1992; 1269-73)
Keadaan patologis pada ginjal dan ureter yang menyebabkan gangguan
mekanis
mengakibatkan
maupun
terjadinya
fungsional
obstruksi
atau
dimana
akan
hambatan
urin
(Sukandar E. Nefrologi klinik. Edisi 2. Bandung: Penerbit ITB, 1997; 53-71)
Hidroureter
Dilatasi ureter disebut sebagai hidroureter, ureterostasis atau sederhananya disebut pelebaran ureter. Obstruksi belum tentu menyebabkan hidroureter walaupun terjadi dilatasi berat. Refluks vesikoureter dapat menjadikan ureter melebar dan berkelok-kelok ( Tainer L.B. Urinary obstruction. In: Grainger R.G., Alison D.j. (eds). Diagnostic radiology. Vol.2, 2 nd ed. New york: Churchill Livingstone, 1992; 1269-73)
b.
Etiologi
Jaringan parut ginjal/ureter. Batu Neoplasma/tomur Hipertrofi prostat Kelainan konginetal pada leher kandung kemih dan uretra Penyempitan uretra Pembesaran uterus pada kehamilan (Smeltzer dan Bare, 2002).
1. Hidronefrosis biasanya terjadi akibat adanya sumbatan pada sambungan ureteropelvik (sambungan antara ureter dan pelvis renalis):
Kelainan struktural, misalnya jika masuknya ureter ke dalam pelvis renalis terlalu tinggi
Lilitan pada sambungan ureteropelvik akibat ginjal bergeser ke bawah
Batu di dalam pelvis renalis
Penekanan pada ureter oleh: - jaringan fibrosa - arteri atau vena yang letaknya abnormal - tumor.
2. Hidronefrosis juga bisa terjadi akibat adanya penyumbatan dibawah sambungan ureteropelvik atau karena arus balik air kemih dari kandung kemih:
Batu di dalam ureter
Tumor di dalam atau di dekat ureter
Penyempitan ureter akibat cacat bawaan, cedera, i nfeksi, terapi penyinaran atau pembedahan
Kelainan pada otot atau saraf di kandung kemih atau ureter
Pembentukan jaringan fibrosa di dalam atau di sekeliling ureter akibat pembedahan, rontgen atau obat-obatan (terutama metisergid)
Ureterokel (penonjolan ujung bawah ureter ke dalam kandung kemih)
Kanker kandung kemih, leher rahim, rahim, prostat atau organ panggul lainnya
Sumbatan yang menghalangi aliran air kemih dari kandung kemih ke uretra akibat pembesaran prostat, peradangan atau kanker
Arus balik air kemih dari kandung kemih akibat cacat bawaan atau cedera
Infeksi saluran kemih yang berat, yang untuk sementara waktu menghalangi kontraksi ureter.
3. Kadang
hidronefrosis
terjadi
selama
kehamilan
karena
pembesaran rahim menekan ureter. Perubahan hormonal akan
memperburuk keadaan ini karena mengurangi kontraksi ureter yang secara normal mengalirkan air kemih ke kandung kemih. Hidronefrosis akan berakhir bila kehamilan berakhir, meskipun sesudahnya pelvis renalis dan ureter mungkin tetap agak melebar.
Pelebaran
pelvis
menghalangi
renalis
kontraksi
yang
otot
berlangsung
ritmis
yang
lama
secara
dapat normal
mengalirkan air kemih ke kandung kemih. Jaringan fibrosa lalu akan menggantikan kedudukan jaringan otot yang normal di dinding ureter sehingga terjadi kerusakan yang menetap. ( www.medicastore.com )
Malformasi kongenital dapat menyebabkan hidronefrosis maupun hidroureter pada anak, misalnya penyempitan ureteropelvic junction, anomali letak ureter, penonjolan katub uretra posterior, uterokel ektoptik, dan sindrom Prunebelly. Striktura uretra kongenital, stenosis meatus uretra, dan obstruksi leher buli dapat menyebabkan disfungsi buli sekunder yang menyebabkan hidroureter. Penyebab terbanyak pada orang dewasa adalah acquired defect (kelainan yang didapat), antara lain striktur uretra, infeksi yang biasanya diikuti penyulit lokal yaitu; abses periuretra, fistel, dan ekstravasasi, tumor, hipertropi prostat, dll (Brenner B.M., Milford G.L., Sefter J.L. Urinary tractus obstruction. In: Braunwala E., Isselbacher K.J., Petersclorf R.G., Wilson J.D., Martin J.B., Fauci A.S. Harison’s principle of internal medicine. Vol 2, 11 th edition. Hamburg: McGraw-Hill Inc, 1987; 1215-18).
c.
Klasifikasi Pemeriksaan IVU :
Grade I
: Gambaran dilatasi minimal. Sifat forniks kaliks
sedikit blunting (blunting)
Grade II
: Forniks dan kaliks terdapat blunting yang lebih
jelas dan pembesaran kaliks, meskipun flat mudah terlihat (flattening).
Grade III
: Kaliks membulat dengan obliterasi dar papilla
(clubbing).
Grade IV
: Terjadi balloning kaliks yang ekstrim (balloning). (Budjang Nurlelo. Traktus Uurinaria. Dalam Radiologi Diagnostik. Rasad S,Kartoleksono S, Ekayuda I.Ed FKUI Jakarta ,1998: 287-292)
Pemeriksaan USG : 1. Mild / minimal Terlihat sebagai suatu pemisahan ringan di bagian sentral dari eko pelvikokalises (halo sign) 2. Moderate Kalises dan pyelum tampak melebar, berupa struktur berisi cairan. 3. Severe Sistem kalises di bagian tengah akan tampak sebagai suatu zona echofree yang lobulated dan lama kelamaan pelvis akan terlihat sebaai suatu zona besar berisi cairan, bahkan kadang – kadang pyelum dan kalises sukar diidentifikasi. (Sjahriar Rasad, Sukonto Kartoleksono, Iwan Ekayuda. Radiologi diagnostik. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1999 : 273-299; 472481)
d.
Patofisiologi
Apapun penyebab dari hidronefrosis, disebabkan adanya obstruksi baik parsial ataupun intermitten mengakibatkan terjadinya akumulasi urin di piala ginjal. Sehingga menyebabkan disertasi piala dan kolik ginjal. Pada saat ini atrofi ginjal terjadi ketika salah satu ginjal sedang
mengalami kerusakan bertahap maka ginjal yang lain akan membesar secara bertahap (hipertrofikompensatori), akibatnya fungsi renal terganggu (Smeltzer dan Bare, 2002).
Urin terdorong dari pelvis renalis masuk dalam buli oleh peristaltik ureter. Tekanan normal pelvis renalis adalah <12mmHg. Tekanan ini berubah-ubah dengan adanya aliran urin. Tekanan dalam pelvis tetap rendah meskipun tekanan yang lebih tinggi dihasilkan dalam lumen ureter selama peristaltik dan dalam buli selama miksi. Dengan adanya obstruksi ureter atau refluks vesikoureter, tekanan pelvis meningkat dan memungkinkan terjadinya kerusakan ginjal. Akibat yang pertama-tama terjadi karena adanya obstruksi adalah dilatasi tubulus renalis. Sasaran utamanya adalah ductus collectivus, namun pada umumnya melalui sistem tubulus. Epitel tubulus menjadi pipih dan atrofi, akhirnya terjadi fibrosis interstitial yang menggantikan seluruh struktur tubulus. Perubahan
vaskuler
memegang
peran
penting
dalam
perkembangan hidronefrosis dan hidroureter. Distensi pelvis yang mengenai arteri interlobaris dan arteri arkuarta akan mempersempit diameter pembuluh darah dan menutup beberapa arteri intertubuler yang menyuplai darah untuk glomerulus. Hal ini akan mempengaruhi pembuluh darah postglomerulus yang menyuplai makanan untuk tubuli. Bagian ginjal yang paling buruk keadaannya adalah mendapat suplai darah paling sedikit. Perubahan vena pada prinsipnya sama dengan perubahan yang terjadi pada arteri. Tekanan pada tubulus dan pelvis renalis yang mengalami dilatasi menyebabkan atrofi hidronefrosis. Proses ini semakin parah dengan adanya anemia yang terjadi karena perubahan pembuluh darah.
Akibat dari obstruksi aliran urin terhadap fungsi ginjal dipengaruhi oleh jenis obstruksinya, unirateral atau bilateral, akut atau kronis, partial atau total, dan intermiten atau konstan. Derajat perbaikan struktur dan fungsi setelah obstruksi berasil teratasi akan bervariasi tergantung derajat kerusakan, luasnya daerah yang bebas dari infeksi, dan kemampuan stimulasi fungsional ( renal counterbalance ). Perbaikan struktur akan baik jika pada ginjal yang masih normal hanya terjadi kerusakan yang berlangsung lambat. Jika gimjal yang normal telah mengalami hipertrofi compensata, perbaikan struktur organ yang mengalami obstruksi dan hidronefrosis akan kurang efisien (Sjamsuhidajat R., Wim de Jong (eds). Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: EGC, 1997; 995-7.)
OBSTRUKSI
Terjadi infeksi
Back Flow
Infeksi Ascendens
Hidronefrosis
Pielonefritis
Menekan Parenkim Ginjal
Pyelonefritis
Parenkim Menipis
Fungsi Menurun
Gagal Ginjal
e.
Gagal Ginjal
Diagnosis
Gejala Klinik . PENJALARAN RASA SAKIT * Benda asing (batu) di ureter proksimal :
Kostovetebra – pinggan – epigastrium
Sepanjang ureter
Melalui syaraf genito cruralis : rasa sakit sampai di testis / ovarium, uretra.
Vesicosensory reflex melalui n. ilio inguinalis hiper estesi di paha bagian medial atas
Melalui ganglion coeliacus ke T 10 – L 1 ke medulla oblongata
nausea, vomitus, diare, mules, nyeri
epigastrium (DD gastritis)
Interspinal over flow penjalaran renorenal sakit di ginjal – kontra lateral.
Penjalaran ke dada, bahu, lutut
* Benda asing (batu) di ureter 1/3 tengah : Rasa sakit di Mc. Burney (DD / Appendicitis). Seperti
diverticulitis
/
penyakit-penyakit
descendens dan sigmoid. Sakit disudut kostovertebra.
* Benda asing (batu) di 1/3 distal :
kolon
ascendens,
Rasa sakit di : - Inguinal
- Supra pubic Gejala-gejala sistitis Sakit di skrotum Sakit di sudut kostovertebra
Batu Buli Gejala : iritasi Nyeri suprapubik Hesitansi Disuria Frekuensi intermitensi Perasaan tidak enak saat kencing Kencing
tiba-tiba berhenti dan lancar kembali setelah
perubahan posisi Refered pain di ujung penis, skrotum, perineum, pinggang
sampai kaki Anak : enuresis nokturna, sering menarik penis (laki-laki),
menggosok vulva (perempuan)
BATU URETRA Gejala : Nyeri pada shaft penis Kencing tiba-tiba berhenti Hematuria
Pemeriksaan Fisik Inspeksi genitalis eksterna; untuk pria, penis diinspeksi untuk melihat adalah stenosis meatus atau fimosis. Pada wanita, dilakukan inspeksi dan vaginal toucher dan recta’toucher yang diperkirakan berhubungan dengan onstruksi traktus urinarius. Dengan palpasi dan perkusi abdomen dapat dinilai ada tidaknya distenasi ginjal atau buli. Pemeriksaan rectal dilakukan dengan hati-hati, dapat untuk mengetahui pembesaran atau nodul prostat, tonus sfinger yang abnormal, massa pelvis atau massa rektal.
Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah untuk mengetahui adalah anemia, polisitemia, azotemia, hiperkalemi, dan kadar elektrolit darah lainnya seperti natrium, magnesium, dan fosfat. Urinalisis dan pemeriksaan sedimen urin mungkin menunjukkan hematuri, piuri, atau bakteriuri.
Pemeriksaan Radiologi Dilatasi traktus urinarius merupakan gambaran jelas dari uropati obstruktivus yang digunakan sebagai diagnosis dengan berbagai teknik pencitraan. Diagnosis yang baik menunjukkan hubungan anatomi dengan fungsi sebagai substansi dari bermacam-macam teknik pencitraan yang berbeda yang menunjukkan secara detail anatomi dan sisi lain informasi mengenai fungsi. Ultrasonografi (USG) abdomen menilai ukuran ginjal, buli, kontur pelvicocalices system, ureter serta masa pelvis. Adanya pelvicalicestasis yang ditunjukkan pada USG, mengarah kecurigaan obstruksi. Jika tidak ditemukan distensi dari organ tersebut maka kemungkinan obstruksi fungsional traktus urinarius dapat disingkirkan. Urografi Intra Vena (UIV) juga dapat memberikan informasi yang baik tentang anatomi dan fungsi. Dilatasi pada pelvicocalices system dan ureter menunjukkan adanya hidronefrosis dan hidroureter. Sistouretrografi dilakukan untuk menentukan ada tidaknya refluks vesikoureter, obstruksi leher buli dan uretra. Jika dengan pemeriksaan ini tidak didapatkan hasil yang cukup untuk menegakkan diagnosis, dilakukan pemeriksaan endoskopi untuk melihat lesi yang melibatkan uretra, prostat, buli dan orifisium ureter. Jika dicurigai ada kelainan pada ureter atau pelvis renalis, dilakukan pemeriksaan pielografi retrograd atau pielografi antergrad. Computerized Tomography (CT) dengan kontras menunjukkan anatomi yang sangat baik dan sering dapat mengetahui penyebab obstruksi, namun memberi informasi tentang fungsional yang agak terbatas. Teknik
radionuklid jika dibandingkan dengan USG, UIV dan CT memberi informasi fungsional yang lebih baik, namun kurang baik untuk melihat anatomi. Magnetic Resonance Imaging (MRI) masih belum dapat memberi gambaran anatomi traktus urinarius, namun sejauh ini dapat digunakan untuk mendiagnosis uropati obstruktivus (Sukandar E. Nefrologi klinik. Edisi 2. Bandung: Penerbit ITB, 1997; 53-71).
f.
Penatalaksanaan 1. Konservatif : bila gejala (-), obstruksi (-) 2. Medikamentosa - spasmolitik - diuretika - banyak minum - banyak gerak 3.
Operatif - ESWL ( Extracorporeal Shockwave Lithotripsy) - Endourologi : PNL ( Percutaneous Nephro Litholapaxy) Litotripsi Ureteroskopi atau uretero-renoskopi Ekstraksi Dormia
4. Bedah Terbuka -
Pielolitotomi / extended pielolitotomi
-
Nefrolitotomi / anatrophic nefrolitotomi
-
Multiple radikal nefrolitotomi
-
Teknik hipotermia
-
Parsial & total Nefrektomi
-
Ureterolithotomi
-
Vesicolithotomi
-
Uretrolitotomi
Indikasi Operasi pada uterolithiasis : 1. O > 5 mm 2. Kolik terus 3. Gross hematuria 4. Infeksi 5. Hidro ureteronefrosis 6. Tidak bergerak (Kuliah Prof. Rifky, Sp.B, Sp.U)
g.
Komplikasi Pielonephritis Pyelonefritis Gagal ginjal
h.
Prognosis Akibat dari obstruksi aliran urin terhadap fungsi ginjal dipengaruhi oleh jenis obstruksinya, unirateral atau bilateral, akut atau kronis, partial atau total, dan intermiten atau konstan. Derajat perbaikan struktur dan fungsi setelah obstruksi berasil teratasi akan bervariasi tergantung derajat kerusakan, luasnya daerah yang bebas dari infeksi, dan kemampuan stimulasi fungsional ( renal counterbalance ). Perbaikan struktur akan baik jika pada ginjal yang masih normal hanya terjadi kerusakan yang berlangsung lambat. Jika gimjal yang normal telah mengalami hipertrofi compensata, perbaikan struktur organ yang mengalami obstruksi dan hidronefrosis akan kurang efisien (Sjamsuhidajat R., Wim de Jong (eds). Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: EGC, 1997; 995-7.)
i.
DD
Divertikel ureter Biasanya tunggal tetapi dapat juga multiple. Biasanya ada infeksi dan disertai ureterolithiasis.
Mega Ureter
Mega ureter adalah dilatasi ureter yang terjadi bukan oleh karena obstruksi atau refluks. Kemungkinan disebabkan karena abnormalitas fungsi dari juxtavesical ureter yang gagal mengadakan peristaltic secara normal dan kekurangmampuan dalam peregangan ureter. Gambaran seperti paruh ayam didapatkan pada segmen distal ureter dan didapatkan gambaran dilatasi pada ureter proksimal yang dinamik. Dibagi atas 3 grade : Grade I
: dilatasi terbatas pada 1/3 distal ureter
Grade II : dilatasi terjadi sampai proksimal ureter dengan atau tanpa dilatasi ringan dari kaliks. Grade III : dilatasi dari seluruh ureter adanya dilatasi sedang sampai berat dari kaliks.
Stenosis kongenital Pada ujung bawah ureter timbul obstruksi organik pada ureterovesical junction.
Retrocaval Ureter Kelainan yang terjadi dimana 1/3 tengah ureter kanan melengkung ke tengah belakang vena cava inferior kemudian ke lateral sampai permukaan anteriornya berada pada posisi di paravertebra normal. Kelainan ini mengakibatkan obstruksi dari ureter bagian atas.
Ureterocele Kelainan ini merupakan dilatasi kistik congenital pada ureter bagian bawah. Pada urogram dengan media kontras, simple ureterocele menunjukkan gambaran peningkatan densitas daerah elips atau sirkuler ureter bagian bawah yang berdilatasi dengan dikelilingi oleh bayangan radioluscent dari dinding ureterocele. Ini menunjukkan gambaran “kepala kobra” (cobra head) (Davidson’s H artman .Radiology of Kidney .Fifth edtion .Volume I .Little Brown and Lamp Boston ,USA1993 :729-34,811-9.)
4. Batu
a.
Teori pembentukan batu (Teori fisiko-kimiawi)
Teori hipersaturasi Jika pada suatu saat konsentrasi lebih besar daripada titik endap, misal batu calsium yang terbentuk dari keadaan hipercalsiuria
Teori Matrix Bahwa untuk terbentuknya batu diperlukan adanya inti, misal infeksi pada traktus urinarius menimbulkan tertumpuknya detritus dan lekosit yang dapat menyebabkan inti daripada batu.
Teori agregrasi/adhesi Dimana terjadi perlekatan antara zat-zat tertentu yang kemudian menjadi batu
Teori perubahan pH Akibat adanya kenaikan pH dapat menyebabkan terjadinya batu oleh karena pengendapan
Teori kekurangan faktor inhibisi Akibat
tidak
adanya
faktor
inhibisi
yang
kemudian
menyebabkan terjadinya batu oleh karena pengendapan.
Teori Vaskular : 1. Hipertensi Hipertensi Aliran Turbulensi di papila ginjal -> Kapur mengendap ( Randall’s Plaque) 2. Hipercholesterolemia Hipercholesterolemia Butir- butir cholesterol dalam urin positif Kristal kalsium menempel / agregasi Batu kalsium oksalat / fosfat
Faktor-faktor lain yang diduga ikut mempengaruhi terbentuknya batu antara lain 1. Faktor Intrinsik:
- jenis kelamin -
ras
-
etnik
-
genetik
-
umur
2. Faktor Ekstrinsik: -
geografi
-
iklim
-
air minum
- pola makan - pekerjaan 3. Faktor Lain: - proses metabolisme -
infeksi
-
obstruksi
- benda asing sebagai inti batu (Rahardjo J.P, Tessy A. Batu Saluran Kencing. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Balai Penerbit FKUI Jakarta ,1990: 336).
Beberapa teori terbentuknya BSK, yaitu :
Teori Supersaturasi/Kristalisasi Urin mempunyai kemampuan melarutkan lebih banyak zat yang terlarut bila dibandingkan dengan air biasa. Dengan adanya molekul-molekul zat organic seperti urea, asam urat, sitrat dan mukoprotein, juga akan mempengaruhi kelarutan zatzat lain. Bila konsentrasi zat-zat yang relatif tidak larut dalam urin
(kalsium,
oksalat,
fosfat
dan
sebagainya)
makin
meningkat, maka akan terbentuk kristalisasi zat-zat tersebut. Batasan pH urin normal antara 4,5-8. Bila air kemih menjadi asam (pH turun) dalam jangka lama maka beberapa zat seperti asam urat akan mengkristal. Sebaliknya bila air kemih menjadi
basa (pH naik) maka beberapa zat seperti kalsium fosfat akan mengkristal. Dengan demikian, pembentukan batu pada saluran kemih terjadi bila keadaan urin kurang dari atau melebihi batas pH normal sesuai dengan jenis zat pembentuk batu dalam saluran kemih.
Teori Nukleasi/Adanya Nidus Nidus atau nukleus yang terbentuk, akan menjadi inti presipitasi yang kemudian terjadi. Zat/keadaan yang dapat bersifat sebagai nidus adalah ulserasi mukosa, gumpalan darah, tumpukan sel epitel, bahkan juga bakteri, jaringan nekrotik iskemi yang berasal dari neoplasma atau infeksi dan benda asing.
Teori Tidak Adanya Inhibitor Supersaturasi kalsium, oksalat dan asam urat dalam urin dipengaruhi oleh adanya inhibitor kristalisasi. Hal inilah yang dapat menjelaskan mengapa pada sebagian individu terjadi pembentukan batu saluran kemih, sedangkan pada individu lain
tidak,
meskipun
sama-sama
terjadi
supersaturasi.
Terbentuk atau tidaknya batu di dalam saluran kemih ditentukan juga oleh adanya keseimbangan antara zat-zat pembentuk batu dan penghambat (inhibitor). Ternyata pada penderita batu saluran kemih, tidak didapatkan zat yang bersifat
sebagai
inhibitor
dalam
pembentukan
batu.
Magnesium, sitrat dan pirofosfat telah diketahui dapat menghambat pembentukan nukleasi (inti batu) spontan kristal kalsium. Zat lain yang mempunyai peranan inhibitor, antara lain : asam ribonukleat, asam amino terutama alanin, sulfat, fluorida, dan seng.
Teori Epitaksi Epitaksi adalah peristiwa pengendapan suatu kristal di atas permukaan Kristal lain. Bila pada penderita ini, oleh suatu
sebab terjadi peningkatan masukan kalsium dan oksalat, maka akan terbentuk kristal kalsium oksalat. Kristal ini kemudian akan menempel di permukaan kristal asam urat yang telah terbentuk sebelumnya, sehingga tidak jarang ditemukan batu saluran kemih yang intinya terjadi atas asam urat yang dilapisi oleh kalsium oksalat di bagian luarnya.
Teori Kombinasi Teori terakhir mengenai pembentukan BSK adalah gabungan dari berbagai teori tersebut yang disebut dengan teori kombinasi. Terbentuknya BSK dalam teori kombinasi adalah sebagai berikut : Pertama, fungsi ginjal harus cukup baik untuk mengekskresi zat yang dapat membentuk kristal secara berlebihan. Kedua, ginjal harus dapat menghasilkan urin dengan pH yang sesuai untuk kristalisasi. Dari kedua hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa ginjal harus mampu melakukan ekskresi suatu zat secara berlebihan dengan pH urin yang sesuai sehingga terjadi presipitasi zat-zat tersebut. Ketiga, urin harus tidak mengandung sebagian atau seluruh inhibitor kristalisasi. Keempat, kristal yang telah terbentuk harus berada cukup lama dalam urin, untuk dapat saling beragregasi membentuk nukleus, yang selanjutnya akan mengganggu aliran urin. Statis urin yang terjadi kemudian, memegang peranan penting dalam pembentukan batu saluran kemih, sehingga nukleus yang telah terbentuk dapat tumbuh. (Batu Saluran Kemih, FKUSU)
b.
Kandungan batu (radiolusen dan radioopaq) Tipe Batu Radio Opaq 1. Calsium Oxalat
Frekuensi (%) 35-70
Etiologi
Hiperkalsiuri, hiperoksalouri, hiperuricuria, hipicittraturia,
2. Calsium Phosphat (hidroksiapatit) 3. Strutit atau carbonat
10-45
4. Cystin
1
Radio Luscent 1. Asam Urat
5-10
10
hipomagnesiuria. Hiperparatiroidisme primer, renal tubuler asidosi, terapi sodium alkali Infeksi saluran kemih dengan organisme splitting urea Cystinuria
Diatesis gout, hiperuricosuria, sindroma 2. 2,8 jarang diare kronik, dehidrasi dihidroksiadeninuria jarang 2,8-dihidroksiadeninuria 3. Triamteren jarang Terapi triamteren 4. Xantin Xantinuruia (Scherier RW. Gotts Chaik CW .Disease of The Kidney .Fifth Edition .Volume I. Little Brown and Lamp Boston, USA 1993: 729-34,811-9.)
Umumnya BSK dapat dibagi dalam 4 jenis yaitu : 1. Batu Kalsium
Batu jenis ini adalah jenis batu yang paling banyak ditemukan, yaitu 70-80% dari jumlah pasien BSK. Ditemukan lebih banyak pada lakilaki, rasio pasien laki laki dibanding wanita adalah 3:1, dan paling sering ditemui pada usia 20-50 tahun. Kandungan batu ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat atau campuran dari keduanya.3 Kelebihan kalsium dalam darah secara normal akan dikeluarkan oleh ginjal melalui urin. Penyebab tingginya kalsium dalam urin antara lain peningkatan penyerapan kalsium oleh usus, gangguan kemampuan penyerapan kalsium oleh ginjal dan peningkatan penyerapan kalsium tulang. 2. Batu Infeksi/Struvit
Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih.3 Adanya infeksi saluran kemih dapat menimbulkan gangguan keseimbangan bahan kimia dalam urin. Bakteri dalam saluran kemih mengeluarkan bahan yang dapat menetralisir asam dalam urin sehingga bakteri berkembang biak lebih cepat dan mengubah urin menjadi bersuasana basa. Suasana
basa memudahkan garam-garam magnesium, ammonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium ammonium fosfat (MAP) dan karbonat apatit. Terdapat pada sekitar 10-15% dari jumlah pasien BSK. Lebih banyak pada wanita, dengan rasio laki-laki dibanding wanita yaitu 1:5. Batu struvit biasanya menjadi batu yang besar dengan bentuk seperti tanduk (staghorn). 3. Batu Asam Urat
Ditemukan 5-10% pada penderita BSK. Rasio laki-laki dibanding wanita adalah 3:1. Sebagian dari pasien jenis batu ini menderita Gout, yaitu
suatu
kumpulan
penyakit
yang
berhubungan
dengan
meningginya atau menumpuknya asam urat. Pada penyakit jenis batu ini gejala sudah dapat timbul dini karena endapan/kristal asam urat (sludge) dapat menyebabkan keluhan berupa nyeri hebat (colic), karena endapan tersebut menyumbat saluran kencing. Batu asam urat bentuknya halus dan bulat sehingga sering kali keluar spontan. Batu asam urat tidak tampak pada foto polos. 4. Batu Sistin
Jarang ditemukan, terdapat pada sekitar 1-3% pasien BSK. Penyakit batu jenis ini adalah suatu penyakit yang diturunkan. Batu ini berwarna kuning jeruk dan berkilau. Rasio laki-laki dibanding wanita adalah 1:1. Batu lain yang juga jarang yaitu Batu Silica dan Batu Xanthine (Batu Saluran Kemih, FKUSU)
LAPORAN KASUS
TB PARU AKTIF TIPE MILIER
Disusun Oleh: Mega Astyanti
01.207.5526
Nurul Uly Rosyidah 01.207.5545
Pembimbing: dr. Rona Yulia, Sp.Rad
KEPANITRAAN KLINIK ILMU RADIOLGI RSUD RADEN SOEDJATI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG 2012
TUTORIAL KLINIK
HIDRONEFROSIS-HIDROURETER
Disusun Oleh: Mega Astyanti
01.207.5526
Nurul Uly Rosyidah 01.207.5545
Pembimbing: dr. Rona Yulia, Sp.Rad
KEPANITRAAN KLINIK ILMU RADIOLGI RSUD RADEN SOEDJATI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG 2012
LAPORAN KASUS
ILEUS OBSTRUKTIF
Disusun Oleh: Mega Astyanti
01.207.5526
Nurul Uly Rosyidah 01.207.5545
Pembimbing: dr. Rona Yulia, Sp.Rad
KEPANITRAAN KLINIK ILMU RADIOLGI RSUD RADEN SOEDJATI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG 2012