KINETIKA SAPONIFIKASI ETILASETAT
I.
Tujuan Menentukan orde reaksi, konstanta laju reaksi, dan factor pre-eksonensial dari
reaksi saponifikasi ester dengan metode konduktometri. II.
Pendahuluan Kinetika kimia merupakan bagian dari ilmu Kimia Fisika yang mempelajari
tentang
kecepatan
reaksi-reaksi
kimia
dan
mekanisme
reaksi-reaksi
yang
bersangkutan. Tidak semua s emua reaksi kimia dapat dipelajari secara kinetik. Reaksi-reaksi Reaksi -reaksi yang berjalan sangat cepat seperti reaksi-reaksi ion atau pembakaran dan reaksi-reaksi yang sangat lambat seperti pengkaratan, tidak dapat dipelajari secara kinetik. Diantara kedua jenis ini, banyak reaksi-reaksi yang kecepatannya dapat diukur. Reaksi pembuatan sabun atau saponifikasi menghasilkan sabun sebagai produk utama dan gliserin sebagai produk samping. Gliserin sebagai produk samping juga memiliki nilai jual. Sabun merupakan garam yang terbentuk dari asam lemak dan alkali. Sabun dengan berat molekul rendah akan lebih mudah larut dan memiliki struktur sabun yang lebih keras. III. Dasar Teori 1. Laju Reaksi Bidang kimia yang mengkaji kecepatan atau laju, terjadinya reaksi kimia dinamakan kinetika kimia (chemical kinetics). Dan laju reaksi yaitu perubahan konsentrasi reaktan atau produk terhadap waktu (M/s). Setiap reaktan dapat dinyatakan dengan persamaan umum reaktan
produk
persamaan ini memberitahukan bahwa, selama berlangsungnya suatu reaksi, molekul reaktan bereaksi sedangkan sedangkan molekul produk terbentuk. Sebagai hasilnya, kita dapat mengamati jalannya reaksi dengan cara memantau menurunnya konsentrasi reaktan atau meningkatnya konsentrasi produk. Laju = -
atau laju =
dengan ∆[A] dan ∆[B] adalah perubahan konsentrasi ( dalam molalitas ) selama waktu ∆t. Karena konsentrasi A menurun selama selang waktu , ∆[A] merupakan kuantitas negatif. Laju reaksi adalah kuantitas positif, sehingga tanda minus diperlukan dalam rumus laju agar lajunya positif. Sebaliknya ,pada laju pembentukan produk tidak memerlukan tanda minus sebab ∆[B] adalah kuantitas positif (konsentrasi B meningkat seiring waktu) (Chang, (Chang, 2004:30). Salah satu cara untuk mengkaji pengaruh konsentrasi reaktan terhadap laju reaksi adalah dengan menentukan bagaimana laju awal bergantung pada konsentrasi awal. Konstanta laju yaitu konstanta kesebandingan antara laju reaksi dan konsentrasi reaktan. Dan hukum laju, persamaan yang menghubungkan laju reaksi dengan konstanta laju dan konsentrasi reaktan (Chang,2004:34). 2. Orde Reaksi Jumlah dari pangkat – pangkat – pangkat pangkat setiap konsentrasi reaktan yang ada dalam hukum laju disebut orde reaksi (Chang, ( Chang, 2004:34). Ada beberapa orde reaksi yaitu : a.
Reaksi orde nol Reaksi dinyatakan berorde nol terhadap salah satu pereaksinya apabila
perubahan konsentrasi pereaksi tersebut tidak mempengaruhi laju reaksi. Artinya asalkan terdapat jumlah tertentu, perubahan konsentrasi pereaksi itu tidak mempengaruhi laju reaksi. Bila dinyatakan dalam laju reaksi : V =-
= k [A]o
Integrasinya diperoleh = [A] = -kt + [Ao] Dengan membuat plot [A] terhadap t akan diperoleh garis-garis lurus dengan slope (kemiringan) = -k. Reaksi orde nol dapat digambarkan dengan grafik
sebagai berikut :
Pemetaan garis lurus reaksi orde nol
→ hasil reaksi.
[A] berkurang dari maksimum [A]o pada waktu t=0 menjadi [A] = 0 pada waktu t = [A]o/k . tetapan laju = k ,kemiringan kurva (petrucci,1987 ) b. Reaksi orde pertama Ialah reaksi yang lajunya bergantung pada konsentrasi reaktan dipangkatkan dengan satu. Dalam reaksi pertama dari jenis reaksinya ialah: A
produk
Laju =
Dari hukum laju, juga mengetahui bahwa, laju = k [A]
= k [A]
k=
= -kt
ln [A] – [A] – ln ln [A]o = -kt orde pertama = ln [A] = -kt + ln [A] o dengan grafik
slope =-k ( Chang, 2004;36-37). c. Reaksi orde dua Ialah reaksi yang lajunya bergantung pada konsentrasi salah satu reaktan dipangkatkan dua atau pada konsentrasi dua reaktan berbeda yang masing-masing dipangkatkan satu. Jenis paling sederhana hanya melibatkan satu molekul reaktan A dengan
laju =
produk
laju = k[A]2
Dari hukum laju
=k [A]2
∫ = k ∫ = kt +
Dengan grafik,
(Chang ,2004;41-42). 3. Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi Faktor yang mempengaruhi laju reaksi diantaranya adalah konsentrasi, sifat dasar zat yang bereaksi, suhu, katalisator, dan ukuran partikel. a. Konsentrasi Semakin besar konsentrasi zat-zat yang bereaksi makin cepat reaksinya berlangsung. Makin besar konsentrasi makin banyak zat-zat yang bereaksi sehingga semakin besar kemungkinan terjadi tumbukan dengan demikian makin
besar
pula
kemungkinan
terjadinya
reaksi
(www.chem-is-
try.org/10/23/2011)) . try.org/10/23/2011 b. Sifat zat yang bereaksi Sifat
sukarnya
zat
yang
bereaksi
akan
menentukan
kecepatan
berlangsungnya reaksi Secara umum dinyatakan bahwa reaksi antara senyawa ion berlawanan berlangsung cepat dan reaksi antara senyawa sen yawa kovalen umumnya berlangsung lambat.
c. Suhu Pada umumnya reaksi akan berlangsung lebih cepat apabila suhu dinaikan. Dengan menaikan suhu maka energi kinetika molekul-molekul zat yang bereaksi akan bertambah sehingga akan lebih banyak molekul yang memiliki energi sama atau lebih dari energi aktifasi. Dengan demikian lebih banyak molekul yang dapat mencapai keadan transisi atau dengan kata lain kecepatan reaksi menjadi lebih besar (www.chem-is-try.org/10/23/2011 www.chem-is-try.org/10/23/2011)). d. Katalisator Katalisator adalah zat yang ditambahkan ke dalam reaksi dengan maksud memperbesar reaksi. Katalis terkadang ikut terlibat dalam reaksi tetapi tidak mengalami perubahan kimiawi yang permanen, dengan kata lain pada akhir reaksi katalis akan dijumpai kembali dalam bentuk dan jumlah yang sama seperti sebelum reaksi. Fungsi katalis adalah memperbesar kecepatan reaksinya( mempercepat reaksi) dengan energi pengaktifan suatu reaksi dan dibentuknya tahap-tahap reaksi yang baru. Dengan menurunkan energi pengaktifasi maka pada suhu yang sama dapat berlangsung lebih cepat (www.chem-is-try.org/10/23/2011 www.chem-is-try.org/10/23/2011)). e. Ukuran Partikel Semakin luas permukaan maka semakin banyak tempat bersentuhan untuk berlangsungnya reaksi. Luas permukaan dapat dicapai dengan cara memperkecil ukuran zat tersebut (www.chem-is-try.org/10/23/2011 www.chem-is-try.org/10/23/2011)). 4. Konduktometri Konduktometri merupakan metode analisis kimia yang didasarkan pada daya hantar listrik suatu larutan analat. Daya hantar listrik (G) suatu larutan bergantung pada jenis dan konsentrasi ion didalam larutan. Daya hantar listrik berhubungan dengan pergerakan suatu ion didalam larutan ion yang mudah bergerak mempunyai daya hantar listrik yang besar. Salah satu bagian penting dari konduktometer adalah sel yang terdiri dari sepasang elektroda yang terbuat dari bahan yang sama. Biasanya elektroda berupa logam yang dilapisi dengan logam
platina untuk menambah efektifitas permukaan elektroda. el ektroda. Metode konduktometri dapat digunakan untuk menentukan titik ekuivalen suatu titrasi. Sedangkan metode konduktansi dapat digunakan untuk mengikuti reaksi titrasi jika perbedaan antara konduktansi cukup besar sebelum dan sesudah penambahan reagen (Khopkar,1990;385-387). Suatu metode yang penting untuk menentukan derajat ionisasi, didasarkan atas pengukuran konduktivitas elektrolit tersebut (metode konduktivitas). Metode ini berkaitan fakta, bahwa arus listrik dibawa oleh ion-ion yang terdapat dalam larutan, jumlah relatif ion-ion ini yang sangat erat kaitannya dengan derajat disosiasi akan menentukan konduktivitas larutan itu. Konduktivitas adalah suatu besaran yang diturunkan, karena ia tak dapat diukur langsung. l angsung. Untuk menentukan konduktivitas, harus mengukur resistan spesifik dari larutan itu (Vogel,1985;13). 5. Saponifikasi Hidrolisis suatu ester dalam basa atau penyabunan (saponifikasi) merupakan suatu reaksi tak reversibel. Karena tak reversibel penyabunan seringkali menghasilkan asam karboksilat dan alkohol dengan rendemen yang lebih baik daripada hidrolisis asam. Asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis suatu lamak atau minyak disebut asam lemak. Karena hidrolisis berlangsung pada suasana basa, hasil penyabunan ialah garam karboksilat. Asam bebas akan diperoleh bila bila larutan itu diasamkan. Kata saponifikasi berasal dari kata “sabun” (Fessenden,1984;127,128). Dalam pembuatan sabun, lemak dipanasi dalam ketel besi yang besar dengan larutan natrium hidroksida dalam air, sampai lemak itu terhidrolisis sempurna. Pereaksi semacam ini disebut penyabunan. Dari persamaan diatas jelas bahwa dapat merupakan campuran senyawa seperti natrium stearat, C17H35CO2 Na, natrium palmitat, C 15H31CO2 Na, natrium oleat, C17H33CO2 Na, dan garam natrium dari asam-asam lemak lain (Keenan,1980). 6. Energi aktivasi Setiap molekul yang bergerak memiliki energi kinetik, semakin cepat gerakannya semakin besar energi kinetiknya. Jika energi kinetik awalnya besar, molekul yang bertumbukan akan bergetar kuat sehingga memutuskan beberapa ikatan kimianya. Putusnya ikatan merupakan langkah pertama pembentukan
produk. Jika energi kinetik awalnya kecil, molekul hanya akan terpental tetapi masih utuh. Dari segi energi, ada semacam energi energi tumbukan minimum yang harus tercapai agar terjadi reaksi (Keenan,1984). Untuk bereaksi, molekul yang bertumbukan harus memiliki energi kinetik total sama dengan atau lebih besar daripada energy aktivasi activation energy) (Ea), yaitu jumlah minimum energi yang diperlikan untuk mengawali reaksi kimia. Spesi yang terbentuk sementara oleh molekul reaktan sebagai akibat tumbukan sebelum membentuk produk dinamakan kompleks teraktifkan (activated complex) (juga dinamakan keadaan transisi). Energi aktivasi adalah energi yang dibutuhkan untuk mencapai keadaan transisi (Chang,2004:44). (Chang,2004:44). A+B
C+D
7. Persamaan Archenius Ketergantungan konstanta laju reaksi terhadap suhu dapat dinyatakan dengan persamaan berikut, dikenal dengan persamaan Arrhenius : k = k = Aе-Ea/RT Dimana Ea adalah energi aktivasi dari reaksi (dalam kilojoule per mol), R adalah konstanta gas (8,314 J/K . mol), T adalah suhu mutlak, dan е adalah basis dari skala logaritma natural. Besaran A menyatakan frekuensi tumbukan dan dinamakan faktor frekuensi. Faktor ini dapat dianggap sebagai konstanta untuk sistem reaksi tertentu dalam dala m kisaran suhu yang cukup lebar. (Raymond Chang,2003;45). ln k = k = ln Aе-Ea/RT = ln A – A – E Ea/RT Diubah ke bentuk persamaan linear : ln k (-E (-Ea/R)(1/T) + ln A jadi, plot ln k terhadap terhadap 1/T menghasilkan garis lurus yang kemiringannya m sama dengan – Ea/R dan titik potong b dengan sumbu y y adalah ln A (Raymond Chang,2003;45). 8. Sifat Fisik Bahan a. NaOH Natrium hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik atau soda hidroksida adalah sejenis basa logam kauslik. NaOH membentuk larutan
alkalin yang kuat ketika dilarutkan kedalam air. Ia digunkan diberbagai macam industri, kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses tekstil, air minum, sabun dan detergen. NaOH adalah basa yang paling umum digunakan dilabolatorium kimia. NaOH murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pellet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%. Bersifat lembab cair dan secara spontan menyerap karbon dioksida dari udara bebas. NaOH sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika larutan. Ia juga larut dalam etanol dan metanol. Walaupun kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih kecil dari pada kelarutan KOH. Tidak larut dalam dietil eter dan pelarut non polar lainnya, meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas. Massa molar NaOH yaitu 39,9971 gr/mol. Penampilan berupa zat padat putih, densitasnya 2,1 gr/cm3, padat, titik lelehnya 3,8 oC (591 K), titik didih 1390 oC (1663 K), kelarutan dalam air 111 gr/100 ml (20oC), kebebasan (pKe) yaitu – 2, 43, titik nyalanya yaitu tidak mudah menguap. b. CH3COOC2H5 Nama lain dari etilasetat adalah asam ester etil asetat ase tat atau etil etanoat dan merupakan cairan bening yang memiliki bau seperti buah. Memiliki berat molekul 88 g/mol, titik didih 77oC dan memiliki titik leleh sebesar -83oC. Apabila dilepaskan ke dalam tanah, bahan ini akan larut dalam tanah, dan bahan ini memiliki log oktanol-air koefisiensi partisi kurang dari 3,0 (anonim,2010)
IV.
Alat dan Bahan 1. Alat Alat yang digunakan dalm percobaan ini yaitu konduktometer, gelas arloji besar, labu takar 500 mL, gelas beker 250 mL, thermometer, hot plate, statif dan klem, magnetic stirer, pinset, gelas beker 150 mL, botol akuades, bola hisap, gelas beker 500 mL, pipet ukur 1 mL, gelas ukur 100 mL, pipet volume 25 ml, serta corong gelas. 2. Bahan Bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu NaOH 0,5 M, CH3COOC2H5, dan akuades.
V.
Cara kerja Langkah kerja yang dilakukan dalam percobaan ini yang pertama yaitu 25 mLlarutan NaOH 0,5 M diambil kemudian diencerkan dengan akuades menjadi 500 mL pada labu takar dan di kocok sampai larutan homogeny. Setelah itu disiapkan 1,2 mL CH 3COOC2H5 pekat dan diencerkan juga menjadi 500 mL dalam labu takar. Setelah itu diambil masing – masing masing larutan NaOH 100 mL dan larutan CH3COOC2H5 100 mL. kedua larutan tersebut dipanaskan sampai mencapai suhu yang diinginkan yaitu pada suhu 30 oC dan diletakkan juga thermometer ke dalam larutan
tersebut. Setelah mencapai suhu yang
diinginkan kedua larutan tersebut dicampur di atas hot plate dan dipasang konduktometer ke dalam larutan, kemudian diamati daya hantarnya setiap satu menit selama 30 menit. Dan diulangi untuk suhu selanjutnya yaitu 40 oC, 50oC, dan 60oC. VI.
Hasil percobaan 1. a. Tabel konduktometri pada suhu 30 oC λ∞ = 1733 µs /cm=1,733 x 10-3 ms/cm Waktu (menit)
Daya hantar (ms/cm)
λt-λ∞
(10-3 Ω-1cm-1)
1/λt-λ∞ (10-3 Ω-1cm-1)
1
2,52
0,787
1,271
2
2,49
0,757
1,321
3
2,47
0,737
1,357
4
2,44
0,707
1,414
5
2,42
0,687
1,456
6
2,40
0,667
1,499
7
2,38
0,647
1,545
8
2,36
0,627
1,595
9
2,34
0,607
1,647
10
2,33
0,597
1,675
11
2,32
0,587
1,704
12
2,31
0,577
1,733
13
2,29
0,557
1,795
14
2,28
0,547
1,828
15
2,28
0,547
1,828
16
2,27
0,537
1,862
17
2,26
0,527
1,897
18
2,25
0,517
1,934
19
2,25
0,517
1,934
20
2,24
0,507
1,972
21
2,23
0,497
2,012
22
2,23
0,497
2,012
23
2,21
0,477
2,096
24
2,21
0,477
2,096
25
2,20
0,467
2,141
26
2,20
0,467
2,141
27
2,19
0,457
2,188
28
2,19
0,457
2,188
29
2,18
0,447
2,237
30
2,18
0,447
2,237
c. Grafik 3 2 y = 0.0329x + 1.3102 R² = 0.9857
2
Series1 1
Linear (Series1)
1 0 0
10
20
30
40
2. a. Tabel konduktometri pada suhu 40 oC λ∞ = 1733 µs /cm=1,733 x 10-3 ms/cm Waktu (menit)
Daya hantar (ms/cm)
kt-k∞ (10-3 Ω-1cm-1)
1/kt-k∞ (10-3 Ω-1cm-1)
1
2,71
0,977
1,023
2
2,69
0,957
1,045
3
2,65
0,917
1,090
4
2,62
0,887
1,127
5
2,57
0,837
1,195
6
2,52
0,787
1,271
7
2,49
0,757
1,321
8
2,46
0,727
1,376
9
2,44
0,707
1,414
10
2,42
0,687
1,455
11
2,40
0,667
1,499
12
2,39
0,657
1,522
13
2.37
0,637
1,569
14
2,35
0,617
1,621
15
2,34
0,607
1,647
16
2,33
0,597
1,675
17
2,31
0,577
1,733
18
2,30
0,567
1,764
19
2,29
0,557
1,795
20
2,29
0,557
1,795
21
2,28
0,547
1,828
22
2,27
0,537
1,862
23
2,26
0,527
1,897
24
2,25
0,517
1,934
25
2,25
0,517
1,934
26
2,24
0,507
1,972
27
2,24
0,507
1,972
28
2,23
0,497
2,012
29
2,23
0,497
2,012
30
2,23
0,497
2,012
b. grafik 3
2 y = 0.0356x + 1.0611 R² = 0.9706
2
Series1 Linear (Series1)
1
1
0 0
10
20
30
40
3. a. Tabel konduktometri pada suhu 50 oC λ∞ = 1733 µs /cm=1,733 x 10-3 ms/cm Waktu (menit)
Daya hantar (ms/cm)
kt-k∞ (10-3 Ω-1cm-1)
1/kt-k∞ (10-3 Ω-1cm-1)
1
3,15
1,417
0,706
2
3,10
1,367
0,731
3
3,05
1,317
0,759
4
3,02
1,287
0,777
5
2,99
1,257
0,795
6
2,97
1,237
0,808
7
2,95
1,217
0,822
8
2,94
1,207
0,828
9
2,93
1,197
0,835
10
2,93
1,197
0,835
11
2,91
1,177
0,849
12
2,90
1,167
0,857
13
2,89
1,157
0,864
14
2,89
1,157
0,864
15
2,88
1,147
0,872
16
2,88
1,147
0,872
17
2,88
1,147
0,872
18
2,88
1,147
0,872
19
2,87
1,137
0,879
20
2,87
1,137
0,879
21
2,87
1,137
0,879
22
2,87
1,137
0,879
23
2,86
1,127
0,887
24
2,86
1,127
0,887
25
2,86
1,127
0,887
26
2,85
1,117
0,895
27
2,85
1,117
0,895
28
2,85
1,117
0,895
29
2,85
1,117
0,895
30
2,85
1,117
0,895
b.grafik 1 0.9 0.8 y = 0.0052x + 0.7691 R² = 0.7958
0.7 0.6 0.5
Series1
0.4
Linear (Series1)
0.3 0.2 0.1 0 0
10
20
30
40
4. a. Tabel konduktometri pada suhu 60 oC λ∞ = 1733 µs /cm=1,733 x 10-3 ms/cm
Waktu (menit)
Daya hantar (ms/cm)
kt-k∞ (10-3 Ω-1cm-1)
1/kt-k∞ (10-3 Ω-1cm-1)
1
3,23
1,497
0,668
2
3,19
1,457
0,686
3
3,12
1,387
0,721
4
3,06
1,327
0,753
5
3,01
1,277
0,783
6
2,99
1,257
0,795
7
2,97
1,237
0,808
8
2,95
1,217
0,822
9
2,94
1,207
0,828
10
2,93
1,197
0,835
11
2,92
1,187
0,842
12
2,92
1,187
0,842
13
2,93
1,197
0,835
14
2,93
1,197
0,835
15
2,92
1,187
0,842
16
2,92
1,187
0,842
17
2,92
1,187
0,842
18
2,91
1,177
0,849
19
2,91
1,177
0,849
20
2,91
1,177
0,849
21
2,91
1,177
0,849
22
2,91
1,177
0,849
23
2,91
1,177
0,849
24
2,91
1,177
0,849
25
2,92
1,187
0,842
26
2,92
1,187
0,842
27
2,92
1,187
0,842
28
2,92
1,187
0,842
29
2,92
1,187
0,842
30
2,92
1,187
0,842
b.grafik 1 0.9 0.8 y = 0.004x + 0.7564 R² = 0.5304
0.7 0.6 0.5
Series1
0.4
Linear (Series1)
0.3 0.2 0.1 0 0
10
20
30
40
5. a. Tabel konduktometri ln Kr Vs 1/t T (Kelvin)
1/T
Kr
Ln Kr
303
0,0033
0,032
-3,44
313
0,0032
0,035
-3,35
323
0,0031
0,005
-5,29
333
0,0030
0,004
-5,52
c. Grafik ln Kr Vs 1/T 0 0.0029
0.003
0.0031 0.0032 0.0033 0.0034
-1 -2 Series1
-3
Linear (Series1)
-4 y = 8180x - 30.167 R² = 0.8219 -5 -6
VII.
Pembahasan Percobaan kali ini berjudul kinetika saponifikasi etilasetat mempunyai tujuan
yaitu mencari orde reaksi, konstanta laju reaksi, energi aktivasi, dan factor pre – eksonensial dari suatu reaksi saponofikasi ester dengan metode konduktometri. Prinsip kerja yang dilakukan pertama kali yaitu dilakukan pengenceran NaOH 0,5 M. Sebanyak 25 mL NaOH diambil dan diletakan dalam labu takar 500 mL dan diencerkan dengan akuades sampai tanda, kemudian dikocok dan dimasukkan dalam gelas beker. Setelah itu diambil larutan CH3COO2H5 pekat sebanyak 1,2 mL dan diencerkan juga sebanyak 500 mL dengan akuades, dikocok kemudian dimasukkan dalam gelas ke dalam gelas beker. Prinsip kerja yang selanjutnya yaitu larutan NaOH dan CH3COO2H5 yang sudah diencerkan dipanaskan sebentar untuk mencari suhu yang diinginkan, kemudian dicampurkan dalam gelas beker dan diamati daya hantarnya setiap 1 menit selama 30 menit dengan konduktometer. Dalam pengamatan ini dilakukan variasi dalam 4 suhu yaitu 30˚C, 40˚C, 50˚C, dan 60˚C.Pencampuran 60˚C.Pencampuran kedua larutan ini telah mewakili dan menjelaskan prinsip dari saponifikasi yaitu reaksi hidrolisis asam lemah (CH3COO2H5) dengan basa kuat (NaOH), dan diperoleh persamaan yaitu : CH3COO2H5 + NaOH
→ CH3COONa + CH 3CH2OH
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dapat dibuat grafik hubungan antara t dengan 1/ k t-k ∞.Dimana nilai kt yaitu besarnya daya hantar dari konduktometri yang kita dapatkan dari pengamatan dan k ∞ adalah konstanta dengan nilai 1,733 x 10-3 Ω-1cm-1. Dari data yang diperoleh dari pengamatan pada suhu 30˚C diperoleh 30˚C diperoleh grafik linear yang berarti bahwa semakin banyak waktu (t) yang diperlukan maka nilai 1/ k t-k ∞ semakin meningkat. Sehingga 1/ k t-k ∞ dan (t) berbanding lurus, dan diperoleh persamaan garisnya yaitu y = 0,0032x + 1,310. Dari data pengamatan kedua yaitu pada suhu 40˚C 40˚C juga didapatkan grafik linear mirip dengan grafik pertama yang berarti bahwa semakin banyak waktu (t) yang diperlukan maka nilai nilai 1/ k t-k ∞ semakin meningkat. Didapatkan persamaan garis yaitu y = 0,0035x + 1,061. Pengamatan pada suhu 50˚C 50˚C diperoleh grafik hubungan antara t dan 1/ k t-k ∞ yang kurang sempurna atau tidak stabil karena daya hantar yang didapatkan dari pengamatan naik turun. Hal ini dapat disebabkan karena sulitnya mempertahankan suhu untuk konstan. Persamaan grafik yang diperoleh yaitu y = 0,005x + 0,769. Pengamatan pada suhu 60˚C juga 60˚C juga didapatkan grafik yang tidak stabil. Hal ini juga dapat disebabkan karena suhunya tidak konstan sehingga daya hantar yang dihasilkan juga tidak tetap. Dari data yang diperoleh, didapatkan persamaan grafik yaitu y = 0,004x + 0,756. Setelah data pengamatan dari keempat suhu dihitung dan didapatkan persamaan garisnya maka dapat diketahui nilai kr yaitu 0,0032, 0,0035, 0,005,dan 0,004 yang dari nilai kr tersebut dapat dicari nilai energy potensial dan factor preeksonensial dari percobaan. Prinsip kerja yang ketiga yaitu menentukan nilai energy aktivasi dan factor pre-eksonensial dari percobaan yaitu dengan membuat grafik hubungan antara 1/T dan ln kr dan diperoleh persamaan garis yaitu y = 8180x + 30,16. Perhitungan untuk menentukan energy aktivasi dari persamaan garis diketahui nilai Ea/R yaitu 8180 dan diperoleh nilai energy aktivasi (Ea) sebesar -68008,52. Nilai energy aktivasi (Ea) bernilai negatif mungkin karena Ea/R yang bernilai besar dan nilai ln kr yang besar. Dan faktor pre-eksonensial yang didapatkan yaitu
VIII.
Kesimpulan Pada percobaan ini untuk menentukan orde reaksi dapat dilihat dari grafik yang diperoleh yaitu garis linear yang itu membuktikan bahwa reaksi berlangsung pada orde dua. Untuk konstanta laju reaksi dapat dilihat pada grafik yang masing-masing telah ada nilai k r r-nya, diantaranya: T1 = 303
k r r = 0,0032
T2 = 313
k r r = 0.0035
T3 = 323
k r r = 0.005
T4 = 333
k r r = 0.004
Kemudian untuk energy aktivasi dapat dilihat pada grafik terakhir yang dengan persamaan garis y = 8180x – 8180x – 30,16 30,16 , dengan – Ea/R Ea/R = 8180 , jadi nilainya adalah 68008,52 , dan factor pre-eksonensialnya A = dengan reaksi saponifikasi pada percobaan: CH3COOC2H5 + NaOH IX.
CH3COONa + CH 3CH2OH
Daftar Pustaka Fessenden, Ralph.J dan Joan S.Fessenden . 1982 . Fessenden dan Fessenden Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid 2 . Jakarta : Erlangga. Khopkar,S.M. 2008 . Konsep Dasar Kimia Analitik . Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Press). Keenan,dkk. 1984 . Edisi Keenam Kimia Untuk Universitas Jilid 2 . Jakarta : Erlangga. Chang, Raymond. 2003 . Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 2 . Jakarta : Erlangga. Svehla, G. 1985 . Bagian 1 Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi Kelima . Jakarta : PT. Kalman Media Pustaka. www.chem-is-try.org/materi-kimia/kimia-senyawa/F www.chem-is-try.org/mater i-kimia/kimia-senyawa/Faktor-yangaktor-yangmempengaruhi-laju-reaksi/laju-reaksi/ , di akses tanggal 23 oktober 2012 jam 20:13
X.
Lampiran 1.Perhitungan a.Penentuan nilai Ea (energy aktivasi) ln k r r = -Ea/R x 1/T + ln A y = 8180x – 8180x – 30.16 30.16 -Ea/R = 8180 -Ea/8.314 = 8180 Ea = -R x 8180 = -8.314 x 8180 = -68008.52 b.Penentuan nilai A (pre-eksonensial) ln A = -30.16 A = ℮-30.16 = 1,25 x 10 13