I.
JUDUL PERCOBAAN
: Kinetika Reaksi Saponifikasi Etil
Asetat II.
HARI / TANGGAL PERCOBAAN : Selasa, 31 Oktober April 2017 Pukul
07.30 III.
SELESAI PERCOBAAN
: Selasa, 31 Oktober 2017 Pukul 10.10
IV.
TUJUAN PERCOBAAN
:
1. Untuk memberikan gambaran bahwa reaksi penyabunan hidroksida adalah reaksi orde dua 2. Menentukan konstanta kecepatan reaksi pada reaksi tersebut V.
DASAR TEORI 1. kinetika Kimia
Kinetika kimia merupakan bagian dari ilmu Kimia Fisika yang mempelajari tentang kecepatan reaksi-reaksi kimia dan mekanisme reaksireaksi yang bersangkutan. Tidak semua reaksi kimia dapat dipelajari secara kinetik. Reaksi-reaksi yang berjalan sangat cepat seperti reaksi-reaksi ion atau pembakaran dan reaksi-reaksi yang sangat lambat seperti pengkaratan, tidak dapat dipelajari secara kinetik. Diantara kedua jenis ini, banyak reaksi-reaksi yang kecepatannya dapat diukur. Ditinjau dari fase zat yang bereaksi, dikenal dua macam reaksi, yaitu : 1. Reaksi homogen, yaitu reaksi dimana tidak terjadi perubahan fase. 2. Reaksi heterogen, yaitu reaksi dimana terjadi perubahan fase.
Kecepatan reaksi adalah kecepatan perubahan konsentrasi terhadap waktu, jadi tanda negatif menunjukkan bahwa konsentrasi berkurang bila waktu
bertambah. (sukarjo. 1997 : 323-324) Kinetika kimia adalah bagian dari ilmu kimia yang mempelajari laju
dan mekanisme reaksi kimia. Besi lebih cepat berkarat dalam udara lembab daripadadalam udara kering, makanan lebih cepat membusuk bila tidak didinginkan, kulit bule lebih cepat menjadi gelap dalam musim panas daripada dalam musim dingin.Ini merupakan tiga contoh yang lazim dari perubahan kimia yang kompleksdengan laju yang beraneka menurut kondisi reaksi . (www.chem-is-try.org/10/11/2011).. (www.chem-is-try.org/10/11/2011)
2. Laju Reaksi
Bidang kimia yang mengkaji kecepatan , atau laju terjadinya reaksi kimia dinamakan kinetika kimia ( chemical kinetics ). Energi kinetik adalah energi yang tersedia karena gerakan suatu benda. Laju reaksi yaitu perubahan konsentrasi reaktan atau produk terhadap waktu (M/s) (Chang, 2004; 30). Setiap reaksi dapat dinyatakan dengan persamaan umum : Reaktan
produk
Persamaan ini, memberitahukan bahwa ,selama berlangsungnya suatu reaksi, molekul reaktan bereaksi sedangkan molekul produk terbentuk. Sehingga dapat diamati jalanya jalanya reaksi dengan dengan cara memamntau memamntau menurunnya menurunnya konsentrasi reaktan atau meninggkatnya konsentrasi produk . A
B
Menurunnya jumlah molekul A dan meningkatnya molekul B seiring dengan waktu. Secara umum, akan lebih mudah apabila menyatakan laju dalam perubahan konsentrasi terhadap waktu. Jadi , untuk reaksi diatas dapat dinyatakan laju sebagai Laju = -
∆[] ∆
atau laju =
∆[] ∆
Dengan ∆[A] dan ∆[B] adalah perubahan perubaha n konsentrasi (dalam molalitas) selama waktu ∆t. Karena konsentrasi A menurun selama selang waktu , ∆[A] merupakan kuantitas negatif. Laju reaksi adalah kuantitas positif, sehingga tanda minus diperlukan dalam rumus laju agar lajunya positif. Sebaliknya ,pada laju pembentukan produk ti dak memerlukan tanda minus sebab ∆[B] adalah kuantitas positif (konsentrasi B meningkat seiring waktu) (Chang, 2004; 30). Untuk menentukan laju dari reaksi kimia yang diberikan, harus ditentukan seberapa cepat perubahan konsentrasi yang terjadi pada reaktan atau produknya. Secara umum, apabila terjadi reaksi A → B, maka mula -mula zat yang A dan zat B sama sekali belum ada. Setelah beberapa waktu,
konsentrasi B akan meningkat sementara konsentrasi zat A akan menurun (Partana, 2003 :47). Hukum Laju , dalam membahas reaksi kesetimbangan kimia telah ditekankan
bahwa reaksi ke kanan maupun ke kiri dapat terjadi begitu produk terbentuk, produk ini dapat bereaksi kembali menghasilkan reaktan semula. Laju bersih ialah: Laju bersih = laju ke kanan – laju ke kiri Dapat dikatakan, pengukuran konsentrasi memberikan laju bersih, bukannya sekedar laju ke kanan. Bagaimanapun, sesaat sebelum reaksi yang dimulai dari reaktan murni, konsentrasi reaktan jauh lebih tinggi dibandingkan produknya sehingga laju ke kiri dapat diabaikan. Selain itu, banyak reaksi berlangsung sempurna (K>>1) sehingga laju yang terukur hanyalah reaksi ke kanan atau eksperimen dapat diatur agar produknya dapat dialihkan jika terbentuk. Dalam subbab ini, persamaan diberikan pada laju ke kanan saja (www.chem-is-try.org/10/11/2011) . Hukum laju dapat ditentukan pula dengan melakukan serangkain eksperimen secara sistematik pada reaksi A + B → C, untuk menentukan orde reaksi terhadap A maka konsentrasi A dibuat tetap sementara konsentrasi B divariasi kemudian ditentukan laju reaksinya pada variasi konsentrasi tersebut. Sedangkan untuk menentukan orde reaksi B, maka konsentrasi B dibuat tetap sementara itu konsentrasi A divariasi kemudian diukur laju reaksinya pada variasi konsentrasi tersebut (Partana, 2003 :49). 3. Orde Reaksi
Orde reaksi adalah banyaknya faktor konsentrasi zat reaktan yang mempengaruhi kecepatan reaksi. Penentuan orde reaksi tidak dapat diturunkan dari persamaan reaksi tetapi hanya dapat ditentukan berdasarkan percobaan. Suatu reaksi yang diturunkan secara eksperimen dinyatakan dengan rumus kecepatan reaksi: (Keenan, 1996)
v = k [A][B] Orde dari suatu reaksi menggambarkan bentuk matematika dimana hasil perubahan dapat ditunjukkan. Orde reaksi hanya dapat dihitung secara eksperimen dan hanya dapat diramalkan jika suatu mekanisme reaksi diketahui seluruh orde reaksi yang dapat ditentukan sebagai jumlah dari eksponen untuk masing-masing reaktan, sedangkan hanya eksponen untuk masing-masing reaktan dikenal sebagai orde reaksi untuk komponen itu. Orde reaksi adalah jumlah pangkat faktor konsentrasi dalam hukum laju bentuk diferensial. Pada umumnya orde reaksi terhadap suatu zat tertentu tidak sama dengan koefisien dalam persamaan stoikiometri reaksi aA + bB → produk, dimana a ≠ b dan [A]o ≠[B]o. persamaan laju diferensial adalah :
[A]
=
[]
= [ ][]……………………………(1)
Dan persamaan laju yang di integralkan adalah [] []
[] −[]
ln([
][]
) = ……………………………..…(2)
Jika a=b=1, persamaan 2 menjadi
1 []0 []0
ln(
[]0 [ ] )= [][ ]0
Plot sisi kiri persamaan 1 dan 2 terhadap t akan merupakan garis lurus, knstanta laju dapat dihitung dari kemiringan dan konsentrasi awal reaktan dari intersep tersebut (Keenan,1996) Untuk memberikan gambaran bahwa reaksi penyabunan etilasetat oleh ion hidroksi adalah orde dua yaitu reaksi dibawah ini : CH3COOC2H5 + OH-
t=0
→
CH3COO- + C2H5OH
a
b
-
-
x
x
x
x
(b-x)
x
x
t = t (a-x)
Reaksi bimolekuler tingkat dua dapat dinyatakan sebagai berikut :
A + B
→
t=0
a
b
t=t
a – x b – x
hasil-hasil
0 x
Dimana : a = konsentrasi awal ester (mol/L) b = konsentrasi awal ion OH- (mol/L) x = jumlah mol/L ester atau basa yang telah bereaksi k2 = tetapan laju reaksi (mmol-1.menit-1) (Teguh, 2012) Menurut Hukum Kegiatan Massa, kecepatan reaksi pada temperatur tetap, berbanding lurus dengan konsentrasi pengikut-pengikutnya dan masingmasing berpangkat sebanyak molekul dalam persamaan reaksi (Supardiyo, 2009)
Orde reaksi 1 : A → hasil Rate = k 1.CA. Orde reaksi 2 : 2A → hasil Rate = k 2. CA2. A + B → hasil Rate = k 2.CA.CB Orde reaksi 3 : A + 2B → hasil Rate = k 3.CA.CB2. 2A + B → hasil Rate = k 3.CA2.CB.
teori reaksi pada proses saponifikasi etil asetat memiliki orde 2. Untuk membuktikannya dapat digunakan metode sebagai berikut: 1. Metode integral grafik Pertama-tama dicari data konsentrasi salah satu zat yang tersisa pada waktu masing-masing t kemudian dibuat grafik 2. Metode integral non grafik Dengan cara menghitung nilai k satu per satu dengan persamaan integralorde 2 lalu mencocokan hasilnya. Jika diperoleh nilai k yang sama maka reaksi tersebut berorde 2. 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi diantaranya adalah konsentrasi, sifat dasar zat yang bereaksi, suhu, katalisator, dan juga ukuran partikel. a. Konsentrasi Semakin besar konsentrasi zat-zat yang bereaksi makin cepat reaksinya berlangsung. Makin besar konsentrasi makin banyak zat-zat yang bereaksi sehingga semakin besar kemungkinan terjadi tumbukan dengan demikian makin
besar
pula
kemungkinan
terjadinya
reaksi
(www.chem-is-
try.org/10/11/2011) . b. Sifat dasar zat yang bereaksi Zat-zat berbeda secara nyata dalm lajunya mereka mengalami perubahan kimia. Molekul hidrogen dan flour bereaksi secara meledak, bahkan pada temperatur kamar, dengan menghasilkan molekul hidrogen flourida H2 + F2
2HF
( sangat cepat pada suhu kamar)
Pada kondisi serupa, molekul hidrogen dan oksigen bereaksi begitu lambat, sehingga tak nampak sesuatu perubahan kimia : 2H2 + O2
2H2O (sangat lambat pada suhu kamar)
Suatu reaksi dapat bersifat sederhana, artinya perubahan energi bebasnya, ∆G negatif. Selisih kereaktifan dapat diterangkan dalam perbedaan sruktur yang berlainan dari atom dan molekul bahan yang bereaksi. Jika suatu reaksi melibatkan dua spesi molekul dengan atom yang sudah terikat oleh ikatan kofalen yang kuat ,tabrakan antara molekul-molekul ini pada temperatur biasa mungkin tak menyediakan cukup energi untuk memutuskan ikatan-ikatan ini (Keenan.1984; ). c. Suhu Pada umumnya reaksi akan berlangsung lebih cepat apabila suhu dinaikan. Dengan menaikan suhu maka energi kinetika molekul-molekul zat yang bereaksi akan bertambah sehingga akan lebih banyak molekul yang memiliki energi sama atau lebih dari energi aktifasi. Dengan demikian lebih banyak molekul yang dapat mencapai keadan transisi atau dengan kata lain kecepatan reaksi menjadi lebih besar (www.chem-is-try.org/10/11/2011). d. Katalisator Katalisator adalah zat yang ditambahkan ke dalam reaksi dengan maksud memperbesar reaksi. Katalis terkadang ikut terlibat dalam reaksi tetapi tidak mengalami perubahan kimiawi yang permanen, dengan kata lain pada akhir reaksi katalis akan dijumpai kembali dalam bentuk dan jumlah yang sama seperti sebelum reaksi. Fungsi katalis adalah memperbesar kecepatan reaksinya( mempercepat reaksi) dengan energi pengaktifan suatu reaksi dan dibentuknya tahap-tahap reaksi yang baru. Dengan menurunkan energi pengaktifasi maka pada suhu yang sama dapat berlangsung lebih cepat (www.chem-is-try.org/10/11/2011). e. Ukuran partikel Semakin luas permukaan maka semakin banyak tempat bersentuhan untuk berlangsungnya reaksi. Luas permukaan dapat dicapai dengan cara memperkecil ukuran zat tersebut (www.chem-is-try.org/10/11/2011).
5. Saponifikasi
Saponifikasi adalah suatu reaksi yang menghasilkan sabun dan gliserol, dengan menghidrolisa dengan basa, suatu lemak atau minyak. (Keenan.1992 :679) Saponifikasi pada dasarnya adalah proses pembuatan sabun yang berlangsung dengan mereaksikan asam lemak khususnya trigliserida dengan alkali yang menghasilkan gliserol dan garam karboksilat (sejenis sabun). Sabun merupakan garam (natrium) yang mempunyai rangkaian karbon yang panjang. Reaksi dibawah ini merupakan reaksi saponifikasi tripalmitin / trigliserida. Saponifikasi merupakan proses hidrolisis basa terhadap lemak dan minyak, dan reaksi saponifikasi bukan merupakan reaksi kesetimbangan. Hasil mula-mula dari penyabunan adalah karboksilat karena campurannya bersifat basa. Setelah campuran diasamkan, karboksilat berubah menjadi asam karboksilat. Reaksi pembuatan sabun atau saponifikasi menghasilkan sabun sebagai produk utama dan gliserin sebagai produk samping. Gliserin sebagai produk samping juga memiliki nilai jual. Sabun merupakan garam yang terbentuk dari asam lemak dan alkali. Sabun dengan berat molekul rendah akan lebih mudah larut dan memiliki struktur sabun yang lenih keras. Sabun memiliki kelarutan yang tinggi dalam air, tetapi sabun tidak larut menjadi partikel yang lebih kecil, melainkan larut dalam bentuk ion. Hidrolisis suatu ester dalam basa atau penyabunan (saponifikasi) merupakan suatu reaksi tak reversibel. Karena tak reversibel penyabunan seringkali menghasilkan asam karboksilat dan alkohol dengan rendemen yang lebih baik daripada hidrolisis asam. Asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis suatu lamak atau minyak disebut asam lemak. Karena hidrolisis berlangsung pada suasana basa, hasil penyabunan ialah garam karboksilat. Asam bebas akan diperoleh bila larutan itu diasamkan. Kata saponifikasi berasal dari kata “sabun” (Fessenden,1984;127-128).
6. Sifat Fisik Kimia Bahan
a. NaOH 0,5M Natrium hidroksida merupakan padatan putih,tersedia di serpih, butiran dan sebagai larutan 50% jenuh. Sangat larut dalam air , dari larutan berair pada 12,3-61,8oC mengkristal di monohidrat dengan titik lebur 65,1 oC dan densitas 1,829 g/cm 3. NaOH mempunyai sifat ∆H pembubaran untuk diencerkan berair -44,45 kJ/mol (anonim;2010). b. CH3COOC2H5 Nama lain dari etilasetat adalah asam ester etil asetat atau etil etanoat dan merupakan cairan bening yang memiliki bau seperti buah. Memiliki berat molekul 88 g/mol, titik didih 77oC dan memiliki titik leleh sebesar -83oC. Apabila dilepaskan ke dalam tanah, bahan ini akan larut dalam tanah, dan bahan ini memiliki log oktanol-air koefisiensi partisi kurang dari 3,0 (anonim,2010).
VI.
ALAT DAN BAHAN
:
Alat : a. Pipet tetes
secukupnya
b. Corong kaca
1 buah
c. Stopwatch
1 buah
d. Gelas kimia
1 buah
e. Erlenmeyer
3 buah
f.
1 buah
Buret
g. Statif dan klem
1 buah
h. Gelas ukur
1 buah
i.
1 buah
Termometer
Bahan : a. Etil asetat 0,02N b. Indikator PP c. Larutan NaOH 0,02N
d. Aquades e. Larutan HCl 0,02N
VII.
ALUR PERCOBAAN
1. Titrasi Blanko 10 mL HCl 0,02 N -
Dimasukkan dalam Erlenmeyer Ditambahkan 2 tetes larutan indikator PP Dititrasi dengan larutan NaOH 0,02 N sampai larutan berwarna soft pink Dicatat volume NaOH yang digunakan untuk titrasi
Larutan Berwarna Biru
2. Perlakuan Larutan 125 mL etil asetat 0,02 N
100 mL NaOH 0,02 N
-
Dimasukkan dalam erlenmeyer Diletakkan dalam termostat untuk mencapai suhu yang sama
Etil asetat + NaOH mencapai suhu yang sama -
Dicampur kedua larutan dengan cepat Dikocok dengan baik Dijalankan stopwatch saat kedua larutan telah bercam ur
Hasil Pencampuran NaOH + Etil asetat
3. Titrasi Larutan 5 mL campuran larutan NaOH + Etil Asetat -
Diambil campuran setelah 3 menit dari proses pencampuran Dimasukkan ke dalam salah satu erlenmeyer yang telah berisi 10 mL HCl 0,02 N Diaduk dengan baik Ditambahkan 2 tetes indikator PP Dititrasi dengan larutan standar NaOH 0,02 N Diulangi percobaan dengan pengambilan campuran larutan pada menit ke 8, 15, 25, 40 dan 65 dan 2 hari Dicatat volume NaOH yang digunakan untuk titrasi
Hasil
Reaksi-reaksi Sampel :
-
NaOH(aq) → CH3COONa(aq) + C2H5OH(aq) NaOH(aq) + 2HCl(aq) → NaCl(aq) + H2O(l) + HClsisa(aq) HClsisa (aq) + NaOH(aq) → NaCl(aq) + H2O(l)
Blanko :
- NaOH(aq) + 2HCl(aq) → NaCl(aq) + H2O(l) + HClsisa(aq) - HClsisa (aq) + NaOH(aq) → NaCl(aq) + H2O(l)
VIII. HASIL PENGAMATAN
No. 1.
Prosedur Percobaan 25 mL Etil Asetat 0,02N
20 mL NaOH 0,02N
- Diletakkan dalam termostat untuk mencapai suhu an sama Kedua larutan mencapai suhu yang - Kedua larutan dicampurkan dengan cepat - Dikocok dengan baik - Dijalankan stopwatch ketika larutan bercampur - 3 menit setelah reaksi, dipipet 5 mL dan dimasukkan dalam erlenmeyer yang berisi 10 mL HCl - Diaduk dengan baik dan dititrasi dengan larutan standar NaOH 0,02N - Dilakukan en ambilan kembali ada menit ke Larutan merah muda + Volume NaOH
Hasil Pengamatan Sebelum : - Etil asetat : larutan tidak berwarna - NaOH : larutan tidak berwarna - HCl : larutan tidak berwarna - Indikator pp : tidak berwarna Sesudah : - Etil asetat + NaOH : larutan tidak berwarna - Ditambah HCl : larutan tidak berwarna - Ditambah indikator PP : larutan tidak berwarna - Dititrasi dengan NaOH 0,02 N : larutan berwarna pink pudar - Volume NaOH untuk titrasi : 3 menit : 7,2 mL 8 menit : 8,2 Ml 15 menit : 8,5 mL 25 menit : 8,8 mL 40 menit : 9,1 mL 65 menit : 9,5 mL
Dugaan/reaksi CH3COOC2H5(aq) + NaOH(aq) → CH3COONa(aq) + C2H5OH(aq) NaOH(aq) + 2HCl(aq) → NaCl(aq) + H2O(l) + HClsisa(aq) HClsisa (aq) + NaOH(aq) → NaCl(aq) + H2O(l) Secara teori, reaksi ini memiliki orde reaksi 2
Kesimpulan Reaksi saponifikasi etil asetat, merupakan reaksi yang berorde 2
2.
Larutan blanko
10 mL Larutan HCl - Dimasukkan ke dalam erlenmeyer - Ditambahkan indikator pp - Dititrasi dengan larutan standar NaOH 0,02N - Dicatat volume yang dibutuhkan Larutan merah muda + Volume NaoH
Sebelum : - HCl : larutan tidak berwarna - Indikator PP : tidak berwarna - NaOH : larutan tidak berwarna Sesudah : - HCl + Indikator PP : larutan tidak berwarna - Dititrasi dengan NaOH : larutan berwarna merah muda pudar - Volume NaOH : 9,8 mL
NaOH(aq) + 2HCl(aq) → NaCl(aq) + H2O(l) + HClsisa(aq) HClsisa (aq) + NaOH(aq) → NaCl(aq) + H2O(l)
Larutan blanko memerlukan NaOH 9,8 mL untuk menintrasi kelebihan HCl
IX.
Analisis Pembahasan
Pada percobaan ini bertujuan untuk memberikan gambaran bahwa reaksi penyabunan hidroksida adalah reaksi orde dua dan menentukan konstanta kecepatan reaksi pada reaksi tersebut. Mula-mula, 25 mL etil asetat 0,02 N dimasukkan kedalam gelas kimia dan diukur suhunya. Larutan etil asetat merupakan larutan yang tidak berwarna dan memiliki aroma yang khas. Saat diukur suhunya menggunakan termometer, di dapatkan suhu larutan etil asetat sebesar 300C. Selanjutnya, diambil pula 20 mL NaOH 0,02 N dan dimasukkan kedalam gelas kimia dan diukur suhunya menggunakan termometer. Larutan NaOH merupakan larutan yang tidak berwarna dan tidak berbau. Saat diukur suhunya, ternyata termometer menunjukkan angka 30 0C. Jika terdapat perbedaan suhu diantara kedua larutan tersebut, maka kedua larutan tersebut diletakkan kedalam thermostat untuk mencapai suhu yang sama. Suhu dari kedua larutan tersebut harus sama karena suhu juga berperan dalam mempengaruhi laju reaksi. Apabila suhu pada suatu reaksi yang berlangsung dinaikkan, maka menyebabkan partikel semakin aktif bergerak, sehingga tumbukan yang terjadi semakin sering, menyebabkan laju reaksi semakin besar (semakin cepat). Sebaliknya, apabila suhu diturunkan, maka partikel semakin tak aktif, sehingga laju reaksi semakin kecil (semakin lambat). Oleh sebab itu, suhu pada campuran kedua larutan mengikuti pada suhu yang rendah agar reaksi yang terjadi dapat bereaksi lebih lambat sehingga memudahkan dalam proses pengamatan. Setelah suhu kedua larutan tersebut sama, maka larutan etil asetat dan larutan NaOH dicampurkan dengan cepat dan di kocok dengan baik. Saat proses pencampuran ini, stopwatch langsung dinyalakan bersamaan dengan saat proses pencampuran di lakukan untuk mengukur waktu dimana waktu digunakan sebagai variabel manipulasi dalam percobaan ini. Reaksi yang terjadi saat dilakukan pencampuran antara etil asetat dengan NaOH adalah sebagai berikut: CH3COOC2H5(aq) + NaOH(aq) → CH3COONa(aq) + C2H5OH(aq) + NaOH(aq) sisa Selanjutnya, setelah bereaksi selma 3 menit, maka larutan campuran tersebut di pipet sebanyak 5 mL dan dimasukkan kedalam erlenmeyer yang sebelumnya telah berisi 10 mL HCl 0,02 N.Campuran ini menghasilkan larutan yang tidak berwarna. Tujuan penambahan HCl adalah untuk menghentikan reaksi yang terjadi antara etil asetat
dengan NaOH. Produk dari reaksi antara etil asetat dengan NaOH adalah natrium asetat dan etanol. Namun, dalam waktu 3 menit bereaksi, tentunya NaOH tidak akan bereaksi semuanya dengan etil asetat. Oleh karena itu, saat ditambahkan HCl, maka HCl akan bereaksi dengan NaOH sisa. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: NaOH (aq) sisa + HCl (aq) NaCl (aq) + H2O (l) Setelah itu, campuran antara NaOH dengan HCl yang berada di dalam erlenmeyer ditambahkan 3 tetes indikator PP. Mula-mula indikator PP tidak berwarna. Setelah ditambahkan kedalam larutan tersebut, tetap menghasilkan larutan yang tidak berwarna. Fungsi penambahan indikator PP adalah sebagai indikator untuk titrasi asam basa yang mempunyai rentang pH 8,3 – 10. Selanjutnya, campuran HCl dan NaOH yang berada di dalam erlenmeyer kemudian di titrasi dengan larutan NaOH. Dalam hal ini, larutan NaOH pada buret akan bereaksi dengan HCl sisa. Sedangkan jumlah HCl sisa sama dengan jumlah mmol NaOH sisa. Oleh karena itu, saat dicari mmol HCl sisa dengan cara di titrasi menggunakan larutan NaOH, otomatis dapat diketahui juga jumlah mmol dari NaOH sisa. Reaksi yang terjadi saat titrasi adalah sebagai berikut: HCl (aq) sisa + NaOH (aq)
NaCl
(aq) + H 2O (l)
Titrasi dihentikan saat terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi pink pudar. Kemudian, di catat volume NaOH yang di butuhkan untuk titrasi. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, di dapatkan hasil bahwa volume NaOH yang di butuhkan untuk titrasi adalah 7,2 mL. Selanjutnya, perlakuan ini diulangi dengan perbedaan waktu 8 menit, 15 menit, 25 menit, 40 menit, dan 65 menit. Hasil volume NaOH yang digunakan untuk menitrasi dengan perlakuan perbedaan waktu tersebut adalah sebagai berikut: t (menit)
V NaOH (mL)
3
7,2
8
8,2
15
8,5
25
8,8
40
9,1
65
9,5
Berdasarkan hasil volume titrasi NaOH dengan HCl sisa, di dapatkan kesimpulan bahwa semakin bertambahnya waktu yang digunakan untuk etil asetat bereaksi dengan NaOH, maka semakin banyak pula volume NaOH (pada buret) yang digunakan untuk menitrasi HCl sisa. Oleh karena volume NaOH titrasi semakin banyak, maka jumlah HCl sisa akan semakin banyak pula. Dan oleh karena HCl sisa semakin banyak, maka HCl yang bereaksi dengan NaOH sisa semakin sedikit, dikarenakan jumlah NaOH sisa yang berada di dalam erlenmeyer juga semakin sedikit. Jadi, seiring dengan bertambahnya waktu, maka etil asetat terus bereaksi dengan NaOH, sehingga jumlah NaOH akan semakin sedikit seiring dengan bertambahnya waktu. Setelah itu, dilakukan uji untuk larutan blanko. Larutan blanko merupakan larutan yang digunakan sebagai pembanding dan tidak berisikan sampel uji. Dalam hal ini, sampel uji yang dimaksud adalah larutan campuran dari etil asetat dengan NaOH. Jadi, untuk membuat larutan blanko, langkah-langkah yang digunakan adalah diambil 10 mL HCl dan dimasukkan kedalam erlenmeyer. Selanjutnya, ditambahkan 2 tetes indikator PP. Kemudian di titrasi dengan NaOH 0,02 N. Titrasi di hentikan saat terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi pink pudar. Berdasarkan percobaan yang telah di lakukan, di dapatkan volume NaOH yang digunakan untuk titrasi adalah 9,8 mL. Berdasarkan, percobaan yang telah dilakukan, di dapatkan data untuk menghitung orde reaksi adalah sebagai berikut:
t (s)
x
(a-x)
(b-x)
180
0,0672 0,056 0,0116
480
0,0084 0,0472 0,036
900
0,0144
0,0412
0,03
1500 0,0204 0,0352 0,024 2400 0,0264 0,0292 0,018 3900 0,0344 0,0212
0,01
ln a
ln (ax)
ln b
ln (bx)
1/a
1/a-x
1/b
1/b-x
-
-
-
-
-
-
-
-
2,8896 2,8896 2,8896 2,8896 2,8896
3,0534 3,1893 3,3467 3,5336 3,8538
3,1145 3,1145 3,1145 3,1145 3,1145
3,3242 3,5066 3,7297 4,0174 4,6052
17,9856
21,1864
22,5225
27,7778
17,9856
24,2718
22,5225
33,3333
17,9856
28,4091
22,5225
41,6667
17,9856
34,2466
22,5225
55,5556
17,9856
47,1698
22,5225
100
Sehingga, berdasarkan data tersebut, dapat di tentukan orde reaksi secara non grafik. Penentuan orde reaksi secara non grafik terlampir dalam lampiran perhitungan. Sedangkan untuk penentuan orde reaksi secara grafik, digunakan data sebagai berikut: a. Orde Satu t (sekon) 480 900 1500 2400 3900
(a-x) 0,0472 0,0412 0,0352 0,0292 0,0212
ln (a-x) -3,053361 -3,189317 -3,346709 -3,533587 -3,853754
Kurva Orde 1 0.05 0.045 0.04 0.035 ) 0.03 x a 0.025 ( n l 0.02 0.015 0.01 0.005 0
Series1
y = -7E-06x + 0.0482 R² = 0.9635
0
1000
2000
3000
Linear (Series1)
4000
5000
t (s)
b. Orde Dua t (sekon) 480 900 1500 2400 3900
1/b-a 89,28571429 89,28571429 89,28571429 89,28571429 89,28571429
(a-x) 0,0472 0,0412 0,0352 0,0292 0,0212
ln (a-x)/b(-x)
1/b-a . ln (a-x)/(bx)
(b-x)
(a-x)/(b-x)
0,036 0,03 0,024 0,018 0,01
1,31111111
0,270874954
24,18526376
1,37333333
0,317240875
28,3250781
1,46666667
0,382992252
34,19573681
1,62222222
0,483796951
43,19615637
2,12
0,751416089
67,0907222
Kurva Orde 2 80 70 ) x b ( / ) x a ( n l . a b / 1
y = 0.0124x + 16.581 R² = 0.9841
60 50 40
Series1
30
Linear (Series1)
20 10 0 0
1000
2000
3000
4000
5000
t (sekon)
Jadi, berdasarkan hasil percobaan dan perhitungan yang telah di lakukan, maka dapat di simpulkan bahwa reaksi saponifikasi etil asetat adalah reaksi berorde dua. X.
DAFTAR PUSTAKA
Fessenden, Ralph.J dan Joan S.Fessenden . 1982 . Fessenden dan Fessenden Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid 2 . Jakarta : Erlangga. Khopkar,S.M. 2008 . Konsep Dasar Kimia Analitik . Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Press). Keenan,dkk. 1984 . Edisi Keenam Kimia Untuk Universitas Jilid 2 . Jakarta : Erlangga. Chang, Raymond. 2003 . Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 2 . Jakarta : Erlangga. Sukarjo. 1997. Kimia Fisika. Jakarta: PT Aneka Cipta Svehla, G. 1985 . Bagian 1 Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi Kelima . Jakarta : PT. Kalman Media Pustaka. www.chem-is-try.org/materi-kimia/kimia-industri/saponifikasi/ , di akses tanggal 3 november 2017 jam 13.30 Suyono, Bertha Yonata. 2017. Panduan Praktikum Kimia Fisika III . Surabaya: Fakultas MIPA Universitas Negeri Surabaya
JAWABAN PERTANYAAN
1. Kenyataan apakah yang membuktikan bahwa reaksi penyabunan etil asetat adalah reaksi orde dua? Jawab: Kenyataan yang membuktikan bahwa reaksi saponifikasi etil asetat merupakan reaksi orde dua dapat dilihat dari grafik antara t (waktu) dengan ln (a – x)/(b – x). Kenyataan lain juga dapat dilihat dari nilai konstanta laju reaksi. 2. Apakah perbedaan antara orde reaksi dengan kemolekulan reaksi? Jawab:
Orde
reaksi
adalah
banyaknya
faktor
konsentrasi
zat
reaktan
yang
mempengaruhi kecepatan reaksi.
Kemolekulan reaksi merupakan banyaknya molekul zat pereaksi (reaktan) dalam sebuah persamaan stoikiometri reaksi yang sederhana. Kemolekulan reaksi selalu berupa bilangan bulat positif. Contoh : Reaksi : a A + b B = c C + d D Kemolekulan reaksinya = a + b Reaksi: 2 A + B 3 = C + 2 D Kemolekulan reaksinya = 2 + 1 = 3
3. Apakah yang mempengaruhi laju reaksi ? Jelaskan! Jawab: Laju reaksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
Luas permukaan sentuh Luas permukaan sentuh memiliki peranan yang sangat penting dalam banyak, sehingga menyebabkan laju reaksi semakin cepat. Begitu juga, apabila semakin kecil luas permukaan bidang sentuh, maka semakin kecil tumbukan yang terjadi antar partikel, sehingga laju reaksi pun semakin kecil. Karakteristik kepingan yang direaksikan juga turut berpengaruh, yaitu semakin halus kepingan itu, maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi; sedangkan semakin kasar kepingan itu, maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi.
Suhu
Suhu juga turut berperan dalam mempengaruhi laju reaksi. Apabila suhu pada suatu reaksi yang berlangusng dinaikkan, maka menyebabkan partikel semakin aktif bergerak, sehingga tumbukan yang terjadi semakin sering, menyebabkan laju reaksi semakin besar. Sebaliknya, apabila suhu diturunkan, maka partikel semakin tak aktif, sehingga laju reaksi semakin kecil.
Katalis Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi kimia pada suhu tertentu, tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri. Suatu katalis berperan dalam reaksi tapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk. Katalis memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi pada suhu lebih rendah akibat perubahan yang dipicunya terhadap pereaksi. Katalis menyediakan suatu jalur pilihan dengan energi aktivasi yang lebih rendah. Katalis mengurangi energi yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi.
Konsentrasi Karena persamaan laju reaksi didefinisikan dalam bentuk konsentrsi reaktan maka dengan naiknya konsentrasi maka naik pula kecepatan reaksinya. Artinya semakin tinggi konsentrasi maka semakin banyak molekul reaktan yang tersedia dengan demikian kemungkinan bertumbukan akan semakin banyak juga sehingga kecepatan reaksi meningkat.
4. Apakah yang dimaksud dengan tetapan laju reaksi ? Jawab: Tetapan laju reaksi ( ) adalah perbandingan antara laju reaksi dengan konsentrasi reaktan. Nilai k akan semakin besar jika reaksi berlangsung cepat, walaupun dengan konsentrasi reaktan dalam jumlah kecil. Nilai hanya dapat diperoleh melalui analisis data eksperimen, tidak berdasarkan stoikiometri maupun koefisien reaksi.
LAMPIRAN FOTO
No 1.
Dokumentasi
Keterangan Menyiapkan alat dan bahan
2.
Etil asetat dan NaOH dimasukkan dalam gelas kimia terpisah
3.
Dimasukkan dalam termostat sampai suhunya sama, diperoleh suhu 290C
4.
Etil asetat dan NaOH dicampurkan dan dikocok dengan baik, dijalankan stopwatch saat larutan bercampur
5.
Mengambil 10 mL HCl dan masukkan ke erlenmeyer
6.
Dimasukkan pada erlenmeyer yang berisi 10 mL HCl sebnyak10 mL larutan campuran yang diambil setelah 3,8,15,25,49,65 menit
7.
Ditambah 2 tetes indikator pp dan Dititrasi dengan NaOH 0,02 N
8.
Diperoleh larutan berwarna merah muda pudar, volume NaOH yang dibutuhkan : 3 menit : 6,8 mL 8 menit : 7,2 Ml 15 menit : 7,7 mL 25 menit : 8,5 mL 40 menit : 8,8 mL 65 menit : 9,1 mL
No 1.
Dokumentasi
Keterangan Diambil 10 mL HCl, dimasukkan dalam erlenmeyer
2.
Ditambah 2 tetes indikator pp
3.
Dititrasi dengan NaOH Diperoleh larutan berwarna merah muda pudar, volume NaOH yang dibutuhkan 9,8 mL