1. Korupsi dalam Perspektif Sosial – Budaya Apabila seseorang menghubungkan korupsi dengan budaya, maka dapat dicatat bahwa korupsi di Indonesia, antara lain bersumber pada peninggalan feodal, yang sekarang menimbulkan benturan kesetiaan yaitu antara kewajiban-kewajiban terhadap keluarga dan kewajiban terhadap Negara. Oleh karena itu, banyak orang terkemuka seperti pejabat dalam masyarakat Indonesia, meskipun berpangkat rendah menganggap biasa melakukan korupsi. Hal ini tentunya berkaitan erat dengan kepribadian yaitu meliputi mental dan moral yang dimiliki. Jika dipertanyakan, apa sebabnya kepribadian orang-orang terkemuka menjadi demikian dan mengapa menempuh jenis kehidupan yang demikian. Hal tersebut jawabannya ialah, kebudayan yang dianutnya bertanggung jawab. Sebab kebudayaan adalah kesempurnaan atau klengkapan yag direncanakan untuk kelangsungan dan peningkatan hidup manusia. Dengan demikian semua segi kehidupan manusia tentu dipengaruhi oleh kebudayaannya, bahkan kebutuhan biologisnya, seperti makanan, buang air, dan hubungan seks. Demikian pul kelakuan manusia dalam mata pencahariannya, baik yang halal maupun tidak halal seperti korupsi misalnya dan perlakuan terhadap sesamanya. Masalah hukum dapat ditangani dengan hukum, sedangkan masalah budaya tentu saja ditangani dengan tindakan – tindakan dibidang kebudayaan juga. Inilah hal yang tidak mudah. Berbeda kalau masyarakat secara keseluruhan sudah menganut ukuran yang sama dalam hal rasa keadilan, maka usaha pengenalan dan pengendalian korupsi akan jauh lebih mudah. Di negara kita perubahan dari ” Orde Lama ” ke ” Orde Baru ” kemudian di ikuti dengan masa reformasi, bukannya tanpa pengorbanan yang besar. Barangkali karena masalah korupsi belum berkembang menjadi masalah yang benar – benar menggerogoti kelangsungan hidup bangsa Indonesia, maka penanggulangannya belum perlu dilakukan dengan revolusi. Demikianlah dengan memahami kaitan – kaitan faktor budaya, maka kita bisa mengerti mengapa usaha – usaha pemberantasan korupsi di Indonesia jarang mencapai hasil yang memuaskan. 2. Korupsi dalam Perspektif Politik Terjadinya korupsi bisa disebabkan oleh faktor politik atau yang berkaitan dengan masalah kekuasaan. Para pakar dalam disiplin ilmu politik menyebutkan bahwa factor kekuasaan yang menyebabkan korupsi sebagaimana yang dikemukakan oleh lord acton yaitu kekuasaan cenderung korupsi, dan kekuasaan yang berlebihan menyebabkan
korupsi berlebihan pula. Perkembangan korupsi di Indonesia tampaknya terpelihara dan secara tertutup dilingdungi oleh mereka yang berkuasa. Suatu bentuk baru dalam sejarah korupsi di Indonesia waktu itu yaitu peranan bank dalam meningkatkan korupsi yang biasa terjadi yaitu korupsi pejabat bank dalam bentuk komisi-komisi atau penyuapan setiap pinjaman yang diperoleh dari bank namun dari jaminan keamanan yang cukup. Perwujudan kegiatan korupsi itu merupakan partisipasi para direktur bank dalam mengorganisasi persekutuan perbankan yang illegal (Syed Husen Alatas, 1986:2) Keyakinan pemerintah bahwa korupsi adalah merupakan masalah politik makin lama makin terlihat jelas. Sesudah komisi IV, pemerintah membentuk berbagai panitia untuk mengatur dan mengawasi manajemen Pertamina dan BULOG. Juga Presiden menginstruksikan pendaftaran kekayaan pejabat dan PNS yang harus pensiun pada umur 56 tahun. Semua ini menunjukkan bahwa pemerintah sudah menyadari bahwa pemberantasan korupsi adalah merupakan tugas politik yang penting bagi pemerintah. 3. Korupsi dalam Perspektif Ekonomi Dalam artikel yang berjudul ”Civil Service Compensation in Indonesian” . Dr Clive Gray pada pokoknya memberikan garis besar kerangka pemikiran yang dianggap perlu mendasari satu penelitian mengenai aspek ekonomi dari korupsi dan kaitannya dengan efisiensi pelaksanaan tugas – tugas administrasi pemerintahan. Titik tolak analisa ekonomi ( pasar ) mengenai korupsi tersimpul dalam dua definisi, yaitu :
Seorang PNS yang korup menganggap kantornya sebagai satu perusahaan di
mana pendapatannya akan diusahakan setinggi mungkin. Korupsi berarti pergeseran dari model penetapan harga pemerintah menjadi sebuah model pasar bebas. 4. Korupsi dalam Perspektif Hukum Korupsi yang disebabkan oleh factor yuridis yaitu berupa lemahnya sanki hukum maupun peluang terobosan pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Sehingga dalam penegakan hukum ini dapat dilihat dari dua aspek pertama, menyangkut peranan hati meskipun sesuai dan tepat dengan kesalahan terdakwa korupsi serta dari segi peraturan perundang-undangan telah benar namun diluar ketentuan yang digariskan tersebut hakim selaku unsur penegak hokum yang bertanggung jawab
dalam membentuk hukum tentunya harus memiliki persepsi pemikiran yang luas dalam menjatuhkan keputusan akhir sehingga jangan sampai terjadi kekeliruan dalam menjatuhkan putusan pidana atau vonis apalagi seperti memberikan hukuman yang terlalu ringan bagi para koruptor. Kedua sanki yang memang lemah berdasarkan bunyibunyi pasal dan ayat pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi.jika faktor kelemahan yuridis tersebut disebabkan oleh peratran perundang-undangan yang tidak canggih dan tidak mampu mengikuti arus perkembagan ilmu, budaya, dan teknologi kiranya perlu dengan segera untuk merumuskan dan menyusun kembali peraturan perudang-undangan tentang korupsi, yang mampu dan sesuai dengan perkembangan zaman.