BAB II Pembahasan A. Kriminologi dan Kejahatan
Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan
seluas-luasnya
(kriminologi
teoritis
dan
murni)1.
Berdasarkan
kesimpulan-kesimpulan dari padanya di samping itu disusun kriminologi praktis. Kriminologi teoritis adalah ilmu pengetahuan yang berdasarkan pengalaman yang seperti ilmu pengetahuan lainnya yang sejenis, memperhatika gejala-gejala dan mencoba menyelidiki sebab-sebab dari gejala tersebut (aetiologi) dengan caracara cara yang ada padanya. Bacon sudah mengajarkan : ‘Vere scire est per causas scire’.2 Seorang Antropolog Perancis Paul Topinard 3 (1830 - 1911) memberi nama kepada cabang ilmu yang mempelajari kejahatan yaitu Kriminologi. Secara Etimologis sendiri dari 2 kata : Crimen : Kejahatan Logos : Ilmu Ilmu pengetahuan Sehingga kriminologi berarti ilmu pengetahuan tentang kejahatan. Kalau meninjau deffiresi dari beberapa sarjana : MR. Paul Moedigdo : Kriminologi adalah ilmu pengetahuan dari berbagai ilmu yang membahas kejahatan sebagai masalah manusia. Berbagai ilmu disini menunjukkan kriminologi belum merupakan ilmu yang berdiri sendiri.
1
Jika diartikan secara luas, juga lain-lain gejala dari patologi sosial seperti kemiskinan, anak
jadah, pelacuran, alkoholisme dan bunuh diri, yang satu sama lain ada hubungannya, kebanyakan mempunyai sebab yang sama atau yang bergandengan dan juga sebagian terdapat dalam satu etiologi termasuk dalam kriminologi. 2
Mengetahui sesuatu dengan sebenarnya, adalah mengetahui sebab musababnya.
3
Topo Santoso & Eva Achjani Zulfa, Kriminologi , (Depok : Rajawali pers, 2005) hlm. 9
1
Kejahatan adalah pokok penyelidikan, artinya kejahatan yang dilakukan dan orang-orang yang melakukannya; segi yuridis dari persoalan tersebut yaitu perumusan dari pada berbagai-bagai kejahatan itu, tidak menarik perhatiannya atau hanya dengan tidak langsung. Dipandang dari sudut formil (menurut hukum) kejahatan adalah suatu perbuatan, yang oleh masyarakat (dalam hal ini Negara) diberi pidana, suatu uraian yang tidak memberi penjelasan lebih lanjut seperti juga definisi-definisi yang formil pada umumnya. Ditinjau lebih dalam sampai pada intinya, suatu kejahatan merupakan sebagian dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan. Berdasarkan uraian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa : kejahatan adalah perbuatan yang sangat anti-sosial yang memperoleh tantangan dengan sadar dari negara berupa pemberian penderitaan (hukuman atau tindakan) 4 Unsur Kejahatan : a. Harus ada sesuatu perbuatan manusia. b. Perbuatan tersebut harus sesuai dengan apa yang dirumuskan dalam undangundang. c. Harus terbukti adanya dosa pada orang yang berbuat dan bertentangan dengan hukum. d. Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukuman yang diatur dalam undang-undang (Asas Nullum Delictum, Mula Poena Sine Praevia Lege Poenali). Pada saat ini kejahatan bukanlah sesuatu yang jarang terjadi, bahkan sebaliknya kejahatan tampaknya begitu mudah kita lihat dan kita alami dalam kehidupan sehari-hari. Kejahatan sudah menjadi hal biasa mewarnai kehidupan manusia. Yang mengkhawatir kan, apabila kejahatan tidak segera ditanggulangi, maka lambat laun kejahatan tersebut tidak dapat diidentifikasi lagi sebagai kejahatan, melainkan sudah dianggap sebagai budaya atau tradisi suatu
4
Bonger, Pengantar tentang Kriminologi, (Jakarta : Pustaka Sarjana & PT. Pembangunan, 1970) hlm. 19
2
masyarakat yang endemik. Sebagai contoh kejahatan korupsi. Apabila korupsi tidak dapat ditanggulangi, maka tingkah laku tersebut memberi pengaruh terhadap komunitas sosial untuk mentransformasi nilai-nilai korupsi dalam kehidupan sehari-harinya. Akibat kejahatan yang sudah mewabah maka muncul kejahatan-kejahatan baru yang sama sekali diluar perhitungan umat manusia.5 Sebagai contoh, kasus penyimpangan seks akan memunculkan seks
bebas (freesex),
prostitusi
(pelacuran), seks terhadap anak dibawah umur (phaedophilia), seks terhadap anak kandung (incest), dan perdagangan anak untuk tujuan seks (child trafficking for sex
exploitation).
Ketika
pembunuhan
merajalela
maka
memunculkan
pembunuhan jenis baru yaitu mutilasi yakni korban dibunuh dan dipotong-potong dipo tong-potong ada yang jumlahnya mencapai 4, 6, dan 12 potongan. Begitu pula kejahatan kerah putih (white collar crime, seperti korupsi dan penyalahgunaan wewenang), kejahatan jalanan (fear of crime), dan sebagainya. B. Faktor-Faktor Faktor-Faktor yang mendasari berkembangnya Kriminologi
Kriminologi termasuk matakuliah/cabang ilmu yang baru. Berbeda dengan Hukum Pidana yang muncul begitu manusia bermasyarakat. Kriminlogi baru berkembang tahun 1850bersama-sama dengan sosiologi, antropologi, dan psikologi, cabang-cabang ilmu yang mempelajari gejala/tingkah laku manusia dalam masyarakat. Harus diingat pula manusia adalah makhuk yang paling berkembang di antara makhluk lain. Berawal dari pemikiran bahwa manusia merupakan serigala bagi manusia yang lain (Homo homimi lupus), selalu mementingkan diri sendiri dan tidak mementingkan keperluan orang lain maka diperlukan suatu norma untuk mengatur kehidupannya. Hal itu penting sehingga manusia tidak selalu saling berkelahi untuk menjaga kelangsungan hidupnya, tidak selalu berjaga-jaga dari serangan manusia lain.
5
Chairil A Adjis & Dudi Akasyah, Kriminologi Syariah, (Jakarta Selatan : Rmbooks, 2007) hlm. 2
3
Tujuan dari norma adalah untuk ditaati, dan utuk ditaati tersebut harus diperlukan suatu sanksi. Dalam ilmu hukum dikenal berbagai norma yang berlaku di dalam masyarakat. Norma kesopanan, norma kesusilaan, norma adat, norma agama, dan norma hukum. Di antara norma-norma tersebut bentuk sanksi yang paling hebat terdapat dalam Hukum Pidana yaitu sanksi berupa derita atau nestapa yang diberikan secara sadar dan sengaja kepada seseorang yang telah melakukan suatu pelanggaran hukum. Pasal 10 KUHP menetapkan empat bentuk hukuman pokok bagi seorang pelaku tindak pidana yaitu hukuman mati, penjara, kurungan, dan denda. Hukum pidana sudah ada dengan sanksi yang begitu hebat, sudah ada tapi mengapa kejahatan tetap terjadi ?. Pada dasarnya pembentuk Hukum Pidana mengharapkan bahwa suatu saat kejahatan akan lenyap dan disinilah Kriminologi memegang peranan penting. Adalah suatu kenyataan bahwa Hukum Pidana tidaklah efektif. Thomas More membuktikan bahwa sanksi yang berat bukanlah faktor yang utama untuk memacu efektifitas dari Hukum Pidana. Adalah suatu kenyataan pada zamannya para pencopet tetap bereaksi ditengah kerumunan
masyarakat yang tengah
menyaksikan suatu eksekusi hukuman mati pada 24 penjahat. Suatu gambaran bahwa orang menjadi masa bodoh dengan dengan Hukum Pidana. Pada perkembangannya ada dua faktor yang memicu perkembangan Kriminologi6 : 1. Ketidakpuasan terhadap Hukum Pidana, Hukum Acara Pidana, dan Sistem Penghukuman.
Hukum Pidana pada abad ke-16 hingga abad ke-18 semata-mata dijalankan untuk menakut-nakuti dengan jalan menjatuhkan hukuman yang sangat berat. Hukuman mati mat i yang dilakukan dengan berbagai cara, umumnya dilakukan dil akukan dengan cara yang mengerikan dan hukuman badan merupakan hal yang biasa dijatuhkan terhadap kejahatan yang dilakukan di dala masyarakat. Yang menjadi
6
Topo Santoso & Eva Achjani Zulfa, Kriminologi , (Depok : Rajawali pers, 2005) hlm. 4
4
tujuan pada waktu itu adalah bagaimana supaya masyarakat pada umunya dapat terlindungi dari kejahatan. Dalam Hukum Acara Pidana, hal yang sama puun terjadi. Bonger melukiskan bahwa terdakwa diperlakukan seperti barang untuk diperiksa. Pemeriksaan dilakukan secara rahasia dan pembuktian digantungkan kepada kemauan si pemeriksa. Dalam kurun waktu selanjutnya gerakan menentang sistem tersebut pun lahir. Montesque (1689-1755) membuka jalan dengan bukunya Esprit des Lois (1748) menentang tindakan sewenang-wenang, hukuman yang kejam dan banyaknya hukuman yang dijatuhkan. Rosseau (1712-1778) memperdengarkan suara menentang perlakuan kejam terhadap para pejahat. Voltaire (1649-1778) pada tahun 1672 tampil ke muka dengan pembelaannya untuk Jean Calas yang tidak berdosa, yang telah dijatuhi hukuman mati dan menjadi penentang yang paling keras terhadap peradilan pidana yang sewenang-wenang itu. Adalah Cesare Beccaria (1738-1794) yang merupakan tokoh paling menonjol dalam usaha menentang kesewenang-wenangan lembaga peradilan pada saat itu. Dalam bukunya Dei Delitti E Clelle Pene, ia telah secara gamblang menguraikan keberatan-keberatannya terhadap Hukum Pidana, Hukum Acara Pidana, dan sistem penghukuman yang ada pada masa itu. Di dalam tulisannya inilah tergambar delapan prinsip yang menjadi landasan bagaimana Hukum Pidana, Hukum Acara Pidana, dan proses penghukuman dijalankan. Kedelapan prinsip7 tersebut adalah : 1) Perlunya dibentuk suatu masyarakat berdasarkan prinsip social contract. 2) Sumber Hukum adalah undang-undang dan bukan hukum penyatuan hukuman oleh hakim kasus didasarkan semata-mata karena undang-undang. 3) Tugas hukum hanyalah menentukan kesalahan seseorang. 4) Menghukum adalah merupakan hak negara dan hak itu diperlukan untuk melindungi masyarakat dan keserakahan individu. 5) Kasus dibuat suatu skala perbandingan antara kejahatan dan penghukuman. 7
Ibid, hlm. 6
5
6) Motif manusia pada dasarnya didasarkan pada keuntungan dan kerugian, artinya manusia dalam melakukan perbuatan akan selalu menimbang kesenangan yang akan didapatnya. 7) Dalam menentukan besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh suatu kejahatan maka yang menjadi dasar penentuan hukuman adalah perbuatan dan bukan niatnya. 8) Prinsip dari Hukum Pidana adalah ada pada sanksinya yang positif. Prinsip-prinsip ini kemudian diterapkan oleh Napoleon dalam undangundangnya yang dikenal sebagai Code Civil Napoleon (1791). Ada 3 Prinsip yang diadopsi dalam undang-undang tersebut : a. Kepastian Hukum. Asas ini diartikan bahwa hukum harus dibuat dalam bentuk tertulis. Beccaria bahkan melarang hakim menginterpretasikan undang-undang karena ia bukan lembaga legislatif. Hak untuk membuat undang-undang hanya dapat dilakuakn oleh lembaga legislatif. b. Persamaan di depan hukum. Asas ini menentang keberpihakan di depan hukum. Untuk itulah maka dituntut untuk menyamakan derajat setiap orang di depan hukum. c. Keseimbangan antara kejahatan dan hukuman. Beccaria melihat bahwa dalam pengalaman ada putusan-putusan hakim yang tidak sama antara satu dengan yang lain terhadap suatu kejahatan yang sama. Hal ini disebabkan karena spirit karena spirit of the law ada pada hakim melalui kekuasaannya dalam menginterpretasikan suatu undang-undang. Karenanya Beccaria menuntut adanya keseimbangan kejahatan dengan hukuman yang diberikan. Selain Beccaria dalam kepustakaan tercatat nama Jeremy Bentham (11748-1832) sebagai tokoh yang menghendaki perubahan terhadap sistem penghukuman yang ada pada waktu itu. Karya utamanya adalah Introduction to
6
the principles of moral . Di tahun 1791 ia menerbitkan suatu rencana pembuatan rumah penjara dengan nama panopticon nama panopticon atau the Inspection House. House. 2. Penerapan Metode Statistik
Statistik adalah pengamatan massal dengan menggunakan angka-angka yang merupakan salah satu faktor pendorong perkembangan ilmu pengetahuan sosial pada abad ke 17. J.Graunt (1620-1674), pengarang Natural and Political Observtion upon the Bills of Mortality (1662) yang menerapkan statistik dengan membuat daftar angka-angka yang bersangkutan menemukan bahwa jumlah kematian dan kelahiran dari tahun ke tahun selalu kembali dengan teratur sekali. Adalah Quatelet8 (1796-1829) ahli ilmu pasti dan sosiologi dari Belgia yang pertama kali menerapkan statistik dalam pengamatannya tentang kejahatan. Olehnya statistik kriminil dijadikan alat utama dalam sosiologi kriminil dan dialah yang membuktikan pertama kali bahwa kejahatan adalah fakta kemasyarakatan. Dalam pengamatannya Quatelet melihat bahwa dalam kejahatan terdapat pola pola
yang
setiap
tahun
selalu
sama.
Quatelet
dalam
pengamatannya
berkesimpulan bahwa kejahatan dapat diberantas dengan memperbaikitingkat kehidupan masyarakat. Sarjana lain yang penting dicatat dalam perkembangan statistik kriminil adalah G. Von Mayr (1841-1925). Dalam bukunya Statistik der Gerichtlichen Polizeiim Konigreiche Bayern und in einigen andern Landern, ia menemukan bahwa dalam perkembangan antara tingkat pencurian dengan tingkat harga gandum terdapat kesejajaran (positif). Tiap-tiap kenaikan harga gandum 5 sen dalam tahun 1835-1861 di Bayern, jumlah pencurian bertambah dengan 1 dari antara
100.000
penduduk.
Dalam
perkembangannya
ternyata
tingkat
kesejajaranini tidak selalu tampak. Karena adakalanya perkembangan ini menjadi invers9 antara perkembangan ekonomi dengan tingkat kejahatan.
8
Topo Santoso & Eva Achjani Zulfa, Kriminologi , (Depok : Rajawali pers, 2005) hlm. 8 Invers = berbanding terbalik
9
7
Otto Polack (AS-1955) meneliti tentang kejahatan yang dilakuakn oleh para wanita. Didapati suatu kenyataan bahwa banyak kejahatan yang dilakukan oleh para wanita tidak diketahui karena sifat kewanitaan dari pelakunya. C. Faktor Sosiologi
Dalam kajiannya kejahatan atau kriminalitas bisa terjadi karena beberapa faktor, salah satunya adalah karena faktor sosiologi. Di dalam faktor sosiologi sendiri dijelaskan beberapa hal yang memicu kriminalitas atau kejahatan, yaitu : 1. Terlantarnya Anak Kejahatan anak-anak, pemuda-pemuda sudah merupakan bagian yang besar dalam kejahatan, lagi pula kebanyakan penjahat- penjahat yang sudah dewasa umumnya sudah sejak mudanya menjadi penjahat sudah merosot kesusilaanya sejak kecil. 2. Kesengsaraan Pengaruh kesengsaraan terhadap kejahatan ekonomi sudah terbukti sangat besar asal saja yang dimaksud dengan kesengsaraan bukan hanya hampir mati karena kelaparan. Dari kejahatan ekonomi secara umum, yang paling banyak menjadi penyebabnya adalah kesengsaraan. 3. Nafsu Ingin Memiliki Pada umumnya sangat sukar untuk menentukan dengan pasti, karena dengan maksud apa suatu kejahatan dilakukan. Karena itu, statistik kriminil di NETHERLAND juga tidak berani mengadakan pembagian menurut maksudya. Barangkali dapat dikatakan bahwa pencurian biasa lebih banyak dilakukan karena maksud-maksud yang berhubungan dengan faktor kesengsaraan, sedangkan kejahatan terhadap kekayaan yang lebih berbelit-belit bentuknya, sering disebabkan karena nafsu ingin memiliki atau dilakukan oleh penjahat pencaharian. 4. Demoralisasi seksual Psyco-pathologi modern mengajarkan pada kita dengan terang, bahwa lingkungan pendidikan sewaktu masih muda besar sekali pengaruhnya terhadap
8
adanya kelainan-kelainan seksual (biasanya berhubungan dengan kejahatan). Dalam masyarakat sekarang banyak sekali anak-anak yang hidup di linkungan yang buruk (dari segi sosial, tetapi juga terutama psycologis dan paedagogis). Banyak anak-anak terutama dari golongan rendah dalam masyarakat mengenal penghidupan kesusilaan sedemikian rupa, sehingga menyebabkan mereka dapat memperoleh kerusakan dalam jiwanya, yang dapat bersifat hebat sekali. 5. Alkoholisme 10 Mengenai pengaruh langsung dari alkoholisme terhadap kejahatan dibedakan antara yang chronis dan yang akut. Alkoholisme yang chronis pada seorang yang diwanja sudah tidak sehat, selama perkembangannya begitu merusak penderita- penderitayang malang, hingga dapat menyebabkan kejahatan yang sangat berbeda macamnya. Dengan jelas hal ini terlihat umpanya pada golongan pengemis dan gelandangan, yang daftar hukumnya penuh dengan bermacam-macam
kejahatan, sedangkan kebanyakan dari
mereka
adalah
peminum yang chronis. chronis. Alkoholisme akut adalah terutama berbahaya karena ia menyebabkan hilangnya dengan sekonyong-konyong daya menahan diri dari sipeminum. Begitulah seseorang yang mempunyai gangguan-gangguan dalam kehidupan seksuilnya, jika minum alkohol yang melampaui batas, yang menyebabkan ia tak dapat menahan hawa nafsunya lagi, akan mencari kepuasan seksuilnya dengan cara yang melanggar undang-undang, dan akibatnya ia akan dituntut di depan pengadilan. 6. Kurangnya Peradaban Peradaban dan pengetahuan yang terlalu sedikit, dan kurangnya daya menahan diri yang bergandengan dengan itu. Tapi masih ada juga kelompokkelompok yang besar yang hidup dalam keadaan kerohanian yang menyedihkan, kebudayan untuk mereka semata-mata merupakan kata hampa saja : masih ada orang-orang barbar yang hidup dalam masyarakat beradab.
10
Chairil A Adjis & Dudi Akasyah, Kriminologi Syariah, (Jakarta Selatan : Rmbooks, 2007) hlm. 16
9
BAB III PENUTUP
Kesimpulan a. Secara Etimologis sendiri kriminologi terdiri dari 2 kata, crimen yang berarti kejahatan dan logos : Ilmu pengetahuan. Sehingga dapat diambil pengertian bahwa Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya. Sedangkan kejahatan adalah perbuatan yang sangat anti-sosial yang memperoleh tantangan dengan sadar dari negara berupa pemberian penderitaan (hukuman atau atau tindakan) b. Faktor-Faktor yang mendasari berkembangnya Kriminologi :
Ketidakpuasan Terhadap Hukum Pidana, Hukum Acara Pidana dan Sis tem Penghukuman.
Penerapan Methode Statistik.
c. faktor sosiologi sendiri di dalamnya dijelaskan beberapa hal yang memicu kriminalitas atau kejahatan, yaitu :
Terlantarnya Anak
Kesengsaraan
Nafsu ingin memiliki
Demoralisasi seksual
Alkoholisme
Kurangnya peradaban
Saran Bila dilihat dari uraian diatas seharusnya dapat kita ambil banyak ilmu tentang kejahatan yang dipicu oleh faktor sosiologi. Dan melakukan pencegahan agar tidak terjadi kejahatan baik terkait dengan faktor sosiologi diatas maupun berdasarkan faktor-faktor yang lain. Dan juga pemerintah membuat peraturan agar dapat memberikan sosial control untuk mencegah terjadinya kejahatan.
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Bonger, W.A. 1970. Pengantar Tentang Kriminologi. Jakarta : Pustaka Sarjana & PT. Pembangunan 2. A Adjis, Chairil. Akasyah, Dudi. 2007. Kriminologi Syariah : Kritik Terhadap Sistem Rehabilitasi. Rehabilitasi . Jakarta Selatan : Rmbooks 3. Santoso, Topo. Zulfa, Eva Achjani. 2005. Kriminologi. Kriminologi. Depok : Rajawali pers
11