KUMIS KUCING
Penggunaan bahan alam, baik sebagai obat maupun tujuan lain cenderung meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature . Obat tradisional dan tanaman obat banyak digunakan masyarakat terutama dalam upaya preventif, promotif dan rehabilitatif. Sementara ini banyak orang beranggapan bahwa penggunaan tanaman obat atau obat tradisional relatif lebih aman dibandingkan obat sintesis. Agar penggunaannya optimal, perlu diketahui informasi yang memadai tentang tanaman obat. Informasi yang memadai akan membantu masyarakat lebih cermat untuk memilih dan menggunakan suatu produk obat tradisional atau tumbuhan obat dalam upaya kesehatan. Tanaman kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth.) mudah sekali ditemukan di seluruh nusantara. Tanaman ini sangat mudah tumbuh sehingga mudah dikembangbiakan. Kumis kucing sudah digunakan masyarakat untuk diuretik, pengobatan hipertensi, gout dan rematik (Barnes et al.,
1996). Pada penyakit gout dan rematik terjadi inflamasi, karena inflamasi merupakan manifestasi dari kerusakan jaringan. Tanaman kumis kucing mengandung berbagai senyawa kimia, salah satunya adalah flavonoid. Penelitian terhadap flavonoid dari beberapa tanaman mempunyai efek farmakologis sebagai antiinflamasi (Narayana et al., 2001). 1) Klasifikasi tanaman kumis kucing ( Orthosiphon stamineus Benth.). Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Classis : Dicotyledoneae Sub Classis : Sympetalae Ordo : Tubiflorae / Solanales Famili : Labiatae Genus : Orthosiphon Species : Orthosiphon stamineus Benth (Van Steenis, 1947) 2) Nama Botani tanaman kumis kucing Tanaman kumis kucing mempuyai nama botani Orthosiphon stamineus Benth., dan mempunyai sinonim Orthosiphon aristatus Mig., Orthosiphon spicatus B.Bs, Orthosiphon grandiflorus Bld. (Van Steenis, 1947).
3) Nama lain kumis kucing Nama daerah tanaman kumis kucing di daerah antara lain, kumis kucing (Sunda), remujung (Jawa), se saleyan (Madura) songot koceng (Madura) (Heyne, 1987). Orthosiphon stamineus Benth. (sinonim O. aristatus (BI.) Miq.; O. grandiflorus Bold.; O. spicatus (Thumb) Bak.) termasuk family tumbuhan Lamiaceae. Di Indonesia tumbuhan ini
dikenal dengan nama kumis kucing. Di Negara lain tumbuhan ini terkenal dengan nama “Java Tea” (Anonim, 1995; Sangat, 2000) 4) Uraian tentang tanaman Tanaman kumis kucing dapat dideskripsikan sebagai berikut. Herba berkayu naik perlahan lahan, pada pangkal sering bercabang, berakar kuat, tinggi 0,4-1,5m batang berambut, pendek bertangkai daun berbentuk baji diatas pangkal yang bertepi rata, bergerigi kasar dapat berbunga 6 dan terkumpul menjadi tandan ujung. Daun pelindung kecil. Tangkai bunga pendek, Kelopak berambut pendek panjang 5,5-7,5mm, taju atau hampir sampai pangkal tabung berakhir dengan 2 rusuk, bulat telur terbalik dan lebih lebar dari taju lainya, taju samping dengan ujung runcing ungu, kedua mahkota berbibir 2, bawah lurus menjulang kedepan, kepala sari berwarna ungu. Bakal buah gundul, kelopak buah kurang lebih panjangnya 1cm, buahnya keras memanjang, berkerut halus (Van Steenis, 1947). 5) Daerah distribiusi, habitat dan budidayanya Tanaman kumis kucing dapat ditemukan pada daerah yang teduh tidak telalu kering; 1700m (Van Steenis, 1947) di Jawa dan pulau pulau lainya dari nusantara, tumbuh menjulang sepanjang anak air dan selokan, karena daunya berkhasiat untuk pengobatan, sering dibiarkan tumbuh di halaman (Heyne, 1987). 6) Penyebaran Menurut Cronquist (1981) family Lamiaceae terdiri dari 200 genus dan 3200 spesies, yang tersebar di berbagai Negara, terutama di wilayah Mediterania dan ke arah timur hingga Asia Tengah. Lebih dari 50% jumlah spesies tersebut termasuk ke dalam 8 genus utama, yaitu Salvia (500), Hyptis (350), Scutellaria (200), Coleus (200), Plectranthus (200), Stachys (200), Nepeta (150), dan Teucrium (100). Genus lain yang terkenal adalah Lavandula, Marrubium, Mentha, dan Thymus . Genus Orthosiphon termasuk famili Lamiaceae, dan salah satu spesies
yang termasuk genus ini ialah O. stamineus, suatu tumbuhan obat yang tersebar di Asia Tenggara dan Indonesia. (Cronquist. 1981) 7) Kegunaan di masyarakat Di Indonesia, daun kumis kucing, O. stamineus , digunakan secara merata sebagai diuretic atau peluruh kencing, dan juga untuk pengobatan kencing manis, tekana darah tinggi, aterosklerosis, radang ginjal, rematik, tonslitis, epilepsi atau ayan, gangguan menstruasi, gonorea, sipilis, dan sebagainya. (Heyne. 1987; Sastroadmidjojo. 1988; Wiart. 2002) Di Taiwan, daun kumis kucing, O. stamineus, juga digunakan sebagai diuretic, dan di Malaysia digunakan untuk pengobatan berbagai gangguan penyakit seperti ginjal, aterosklerosis dan rematik. Di Vietnam, herba tumbuhan ini digunakan untuk pengobatan demam, influenza, hepatitis, dan sakit kuning, sedangkan di Burma digunakan sebagai obat antidiabetik dan penyakit saluran uriner. (de Padua. 1999; Perry. 1980) Tanaman kumis kucing mempunyai banyak manfaatnya untuk pengobatan. Bagian tanaman yang biasa digunakan adalah herba baik segar maupun yang telah dikeringkan. Teh yang dibuat dari daun yang dikeringkan mempunyai reputasi yang baik sebagai obat-obatan terhadap penyakit ginjal (Van Steenis, 1947). Kumis kucing berkhasiat diuretik, di Jawa digunakan untuk pengobatan hipertensi dan diabetes, tanaman ini juga sudah digunakan masyarakat untuk pengobatan pendarahan, ginjal, batu empedu, gout dan rematik (Barnes, 1996).
7). Kandungan kimia Penyelidikan kimia terhadap tumbuhan O. stamineus sudah sejak lama dilakukan oleh banyak kelompok peneliti. Penyelidikan tersebut
menunjukkan bahwa tumbuhan ini
menghasilkan senyawa-senyawa terpenoid dan senyawa fenol, seperti diterpenoid jenis
isopimaran, flavanoid, benzokromen, dan turunan asam organik, yang merupakan cirri khas tumbuhan ini. Ciri khas senyawa diterpenoid yang diisolasi dari O. stamineus ialah mempunyai kerangka karbon jenis isopimaran yang terdiri dari tiga cincin dan mengadung banyak gugus fungsi oksigen. Umumnya, gugus fungsi oksigen terdapat pada atom karbon C-1, 2, 3, dan 7. Cincin C mengandung gugus hidroksi tersier pada C-8 dan gugus karbonil pada C-14, dan dapat pula mengandung gugus fungsi oksigen pada C-11, C-12, dan C-20. Gugus-gugus fungsi hidroksi ini seringkali teresterifikasi dengan asam asetat dan benzoat. (Awale. 2001) Daun kumis kucing mengandung beberapa senyawa kimia antara lain minyak atsiri 0,020,06%, terdiri dari 60 macam seskuiterpen dan senyawa fenolik (Sudarsono dkk., 1996). Tanaman ini juga mengandung Benzokhromon, Orthokhromen A, methyl riparikhromen A dan asetovanillochromen. Diterpen, isopimaran – type diterpen (orthosiphones dan orthosiphol), primaran – type diterpen (neoorthosiphol dan staminol A). Flavonoid, sinensetin, tetrametil sculaterin dan tetramethoksiflavon, eupatorin, salvigenin, circimaritrin, piloin, rhamnazin, trimethilapigenin, dan tetrametilluteonin, kadar flavonoid lipofilik pada daun kumis kucing ini antara 0,2-0,3%, kadar flavonoid glikosida juga sekitar itu. Kandungan lain pada tanaman ini
antara lain asam kafeat dan turunannya (contoh asam rosmarat) inositol, fitosterol (contoh β sitosterol) dan garam kalium (Barnes et al., 1996).
Penelitian yang dilakukan Anindhita (2007) menunjukkan infusa herba kumis kucing mempunyai efek antiinflamasi pada tikus putih jantan galur Wistar. Berbagai zat kimia ada pada tanaman kumis kucing ini, salah satu zat yang terdapat dalam tanaman ini adalah flavonoid, baik flavonoid hidrofilik maupun flavonoid lipofilik. Flavonoid yang terdapat pada tanaman kumis kucing antara lain sinensetin, tetrametil sculaterin dan tetrametoksiflavon, eupatorin, salvigenin, circimaritrin, piloin, rhamnazin, trimetilapigenin, dan tetrametilluteonin. Kadar flavonoid lipofilik ini
berkisar antara 0,2-0,3%, sedangkan kadar flavonoid glikosida yang bersifat hidrofilik juga sekitar itu. Flavonoid diketahui mempunyai aktivitas antiinflamasi (Barnes et al., 1996). Hasil penelitian pada beberapa tanaman, diketahui flavonoid mempunyai aktivitas antiinflamasi. Obat antiinflamasi adalah obat yang memiliki aktivitas menekan atau mengurangi peradangan. Tanaman kumis kucing secara empiris telah dimanfaatkan masyarakat untuk mengobati gout dan rematik (Barnes et al., 1996). Pada penyakit gout dan rematik terjadi inflamasi, karena inflamasi merupakan manifestasi dari kerusakan jaringan. Aktivitas antiinflamasi ini bisa terjadi karena cincin bensopiron yang ada pada sruktur flavonoid bisa berikatan dengan enzim siklooksigenase dan lipooksigenase, selain itu jika flavonoid mempunyai gugus hidroksil pada C dan C maka gugus ini juga bisa berikatan dengan enzim 5
7
lipooksigenase (Narayana et al., 2001). Kandungan flavonoid lipofilik yang bersifat non polar, dan flavonoid glikosida yang bersifat polar pada tanaman kumis kucing ini. Etanol bisa menyari zat tersebut karena etanol merupakan pelarut universal yang bisa menarik zat dari yang mepunyai kepolaran relatif rendah sampai relatif tinggi. Ekstrak etanol daun kumis kucing memungkinkan mempunyai efek antiinflamasi karena sebagian zat yang terdapat pada ekstrak etanol daun kumis kucing sama dengan yang tersari dalam infusa herba kumis kucing, dan telah diketahui penelitian infusa herba kumis kucing menunjukkan efek antiinflamasi pada tikus putih jantan galur Wistar.
DAFTAR PUSTAKA
Anindhita, M. A., 2007, Efek Antiinflamasi Infusa Herba Kumis Kucing (Orthosiphon spicatus B.B.S) Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. nd
Barnes, J., Anderson L. A., and Philipson J. D., 1996, Herbal Medicine, 2
edition, 126, 313,
Pharmacetical Press,London. Heyne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia , jilid III, diterjemahkan oleh Badan Litbang Kehutanan Jakarta, Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta. Narayana, K. R., Reddy, M. R, and Chaluvadi, M. R., 2001, Bioflavonoids Classification, Pharmacological,
Biochemical
Effects
and
Therapeutic
Potential, Indian
Journal
Pharmacology , (online), 2-16, (http://medind.nic.in/ibi/t01/i1/ibit01i1p2.pdf, diakses tanggal 8
April 2012). Sudarsono, Pudjoarinto, A., Gunawan, D., Wahyuono, S., Donatus, I. A., Purnomo, Dradjad, M.,Wibowo, S., Ngatijan, 1996, Tumbuhan Obat , PPTO UGM, Yogyakarta. van Steenis, C. G. G. J, 1947, Flora Untuk Sekolah di Indonesia, diterjemahkan oleh Surjowinoto, M., dkk., Pradnya Paramita, Jakarta.