LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN CAIR DAN SEMI PADAT “EMULSI”
OLEH : KELOMPOKIII
DENNY
SUDARYATMO
NOBER SANDI LAYUK
ARDIANSYAH
ALFONSIUS SANDJAYA LEKO
RUSLAN
RONI WIBOWO
ABBAS RIANTO
ASISTEN : Ulfiah Rofianti
LABORATORIUM FARMASETIKA SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI MAKASSAR 2014
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang
Emulsi adalah sediaan cair yang tidak stabil secara termodinamika, mengandung paling sedikit 2 fase yang tidak bercampur (polifase sistem heterogen), dimana salah satu fase terdispersi (fase internal) dalam satu fase lainnya (fase eksternal) secara seragam. Adapun kedua fase yang tidak bercampur ini akan distabilkan oleh adanya zat pengemulsi atau yang lazim dikenal sebagai emulgator. Adapun hubungannya dengan farmasi adalah emulsi banyak dibuat dalam sediaan farmasi, seperti sediaan emulsi minyak ikan, dan emulsi shampo cair jernih. Sediaan farmasi tersebut mempunyai keuntungan dan kerugian masing-masing. Dalam percobaan ini akan dibahas mengenai emulsi. Sebagai mahasiswa farmasi dituntut untuk mengetahui cara formulasi maupun pembuatan sediaan emulsi. Maka dari itu dilakukan dilakukan percobaan ini yang membahas mengenai formula emulsi minyak ikan dan emulsi shampoo cair jernih. Disamping itu percobaan ini sangat penting dilakukan supaya mahasiswa farmasi dapat menerapkan cara formulasi dan pembuatan sediaan tersebut, dalam hal ini sediaan yang dibuat adalah sediaan emulsi minyak ikan dan emulsi shampoo cair jernih.
I.2. Maksud dan Tujuan I. 2. 1. Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara pembuatan dan formulasi sediaan emulsi I. 2. 2. Tujuan Percobaan
Mengetahui dan memahami cara formulasi sediaan emulsi minyak ikan dan emulsi shampo cair jernih. I.3. Prinsip Percobaan
Percobaan ini didasarkan pada pembuatan rancangan formula yang yang sebelumnya di preformulasi terlebih dahulu, kemudian dibuat sediaan emulsi berdasarkan formula tersebut.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II. 1. Defenisi Emulsi
Emulsi adalah sediaan cair yang tidak stabil secara termodinamika, mengandung paling sedikit 2 fase yang tidak bercampur (polifase sistem heterogen), dimana salah satu fase terdispersi (fase internal) dalam satu fase lainnya (fase eksternal) secara seragam dalam bentuk tetesan-tetesan kecil dengan ukuran diameter 0,1-100 µm yang distabilkan dengan emulgator yang sesuai. II. 2. Keuntungan dan Kerugian Emulsi
Keuntungan
Banyak bahan obat yang mempunyai rasa dan susunan yang tidak menyenangkan dan dapat dibuat lebih enak pada pemberian oral bila diformulasikan menjadi emulsi.
Aksi obat diperpanjang dari beberapa emulsi karena obat-obatan tersebut berdifusi dari fase air terdispersi melalui medium fase kontinyu minyak untuk mencapai aliran/sirkulasi jaringan.
Zat obat yang mengiritasi kulit umumnya kurang mengiritasi jika berada dalam fase luar yang mengalami kontak langsung dengan kulit.
Beberapa senyawa yang larut dalam lemak, seperti vitamin diabsorbsi lebih sempurna jika diemulsikan dan jika diberikan peroral dalam suatu larutan berminyak.
Emulsi dapat divariasikan dalam warna, tergantung bahan pengemulsi yang digunakan, bahan-bahan yang diemulsikan dan fase eksternal. Konsistensinya dapat berupa cairan bergerak sampai padatan keras.
Kerugian
Emulsi kadang-kadang sulit dibuat dan membutuhkan teknik pemprosesan khusus. Untuk menjamin karya tipe ini dan untuk membuatnya sebagai sediaan yang berguna, emulsi harus memiliki
sifat yang diinginkan dan menimbulkan sedikit mungkin masalahmasalah yang berhubungan.
Meskipun sekarang telah ditetapkan dengan baik bahwa struktur dari emulsi dapat menutupi pengaruh bioavailabilitas obat, mekanismenya jauh lebih sulit dan banyak literatur yang berlawanan dalam pelepasan obat ke kulit.
Walaupun dispersinya lebih baik, ada kecenderungan dari partikel tunggal untuk bergabung setelah kontak dan berkondensasi menjadi partikel yang lebih besar. Hal ini akan berlanjut hingga semua cairan bercampur berkumpul membentuk massa yang lebih besar dan membentuk lapisan terpisah.
II.3. Tipe-Tipe Emulsi
Tipe-tipe emulsi antara lain: 1. Emulsi O/W (Oil in water) Emulsi yang memiliki fase internal (fase terdispersi) minyak dan fase eksternal (fase pendispersi) air yang dimaksudkan sebagai emulsi minyak dalam air. 2. Emulsi W/O (Water in oil) Emulsi yang memiliki fase internal (fase terdispersi) air dan fase eksternal (fase pendispersi) minyak yang dimaksudkan sebagai emulsi air dalam minyak. 3. Emulsi ganda (Oil in water in oil atau water in oil in water) Emulsi ganda lebih dikenal dengan emulsi dalam emulsi, yaitu suatu emulsi tipe tertentu yang didispersikan lagi dalam suatu fase pendispersi. Pada emulsi ganda terdapat 2 pengemulsi, dimana satu dengan HLB rendah dan satunya lagi dengan HLB yang tinggi.Emulsi ini dapat dalam bentuk tipe O/W/O atau W/O/W.
II.4. Ukuran Tetesan Terdispersi
Secara umum tetesan-tetesan halus atau terdispersi dari emulsi memiliki diameter yang berkisar antara 0,1-100 µm. Dimana biasanya sekitar 0,1 sampai 10 µm, walaupun diameter partikel paling kecil yaitu 0,01 µm dan terbesar 100 µm, tetapi tidak biasa dalam beberapa sediaan. II.5.Cara memprediksi Tipe Emulsi
Cara memprediksi tipe emulsi yaitu: •
Jika
ampifil
adalah
larutan
air
yang
esensial
(misalnya
sabun
kalium/polioksietilen alkil dengan unit etilenoksida) biasanya membantu pembentukan emulsi M/A, jika surfaktan terutama larut dalam bagian lemak (sabun kalium, polioksietilen alkil dengan unit etilenoksida) dapat membantu pembentukan emulsi A/M jika kondisi lain diberikan. •
Bagian polar dari emulgator biasanya adalah barier yang lebih baik koalesens
daripada
bagian
hidrokarbonnya.
Oleh
karena
itu,
memungkinkan untuk membuat emulsi M/A dengan volume fase internal yang relatif tinggi. Di lain pihak emulsi A/M (bariernya adalah hidrokarbon alam) terbatas dalam bagian ini dan berubah dengan mudah jika jumlah air yang ada sama. Contohnyaair, minyak mineral, sorbitan monooleat, biasanya ditujukan untuk pembentukan emulsi A/M karena kurangnya unit etilenoksida hanya mungkin jika jumlah air <40 % dari volumenya. Jumlah air yang lebih tinggi akan membentuk emulsi M/A. •
Bahkan jika airnya 20-30 %, emulsi A/M akan tetap terbentuk jika air ditambahkan pada minyak pada pencampuran. Penambahan kedua fase bersama-sama diikuti dengan pencampuran menunjukkan emulsi M/A pada seluruh konsentrasi air diatas 10 %
•
Terakhir, tipe emulsi yang terbentuk dipengaruhi oleh viskositas masingmasing fase, peningkatan viskositas dari fase membentuk fase luar. Meskipun terdapat kesulitan ini, seseorang dapat mengharapkan suatu pengemulsi yang larut dalam air secara dominant membentuk emulsi
M/A. Sedangkan kebalikannya adalah besar untuk surfaktan yang pada dasarnya larut dalam minyak. II.6. Cara Menentukan Tipe Emulsi
Cara menentukan tipe emulsi yaitu: 1. Uji pengenceran Emulsi dapat diencerkan hanya dengan fase luarnya.Cara pengenceran ini hanya dapat digunakan untuk sediaan emulsi cair.Jika ditambah air dan emulsi tidak pecah, maka emulsi minyak dalam air. Gambar:
2. Uji konduktivitas (Uji kemampuan menghantarkan listrik) Air dapat menghantarkan listrik, karena itu sebuah emulsi dimana bentuk air sebagai fase kontiniu memainkan peranan sebagai konduktor.Minyak bukan konduktor, karena itu emulsi dimana minyak sebagai fase kontiniu memainkan peran bukan sebagai konduktor. Gambar:
3. Uji kelarutan warna Sebuah lembaran penyaring kering diisi dengan kobalt klorida dan akan berubah atau berputar dari biru ke pink pada tercapainya emulsi O/W yang stabil. Percobaan ini membuktikan bahwa bentuk minyak yang terdispersi dan air sebagai fase kontiniu dimana warna merah tua akan larut dalam minyak, tetapi tidak dalam air. Gambar:
4. Uji pengenceran tetesan Metode ini adalah dasar dari prinsip bahwa sebuah emulsi dapat bercampur dengan fase eksternalnya.Akibatnya, jika air ditambahkan ke sebuah emulsi O/W, maka dengan mudah terdispersi dalam emulsi.Jika minyak ditambahkan, tidak terdispersi tanpa mengaduk kuat.Kebalikan dengan emulsi W/O.
Gambar:
5. Uji Fluoresensi Minyak dapat berfluoresensi dibawah cahaya lampu UV, emulsi M/A fluoresensinya berupa bintik-bintik, sedang emulsi A/M fluoresensinya sempurna. 6. Uji arah creaming Creaming merupakan fenomena terpisahnya dua emulsi dari bentuk asalnya, dengan satu lapisan mengembang pada bagian atas dari lapisan lain. II.7. Pembentukan dan Pemecahan Tetesan Fase Terdispersi
Pembentukan dan pemecahan tetesan fase terdispersi: a. Proses dispersi untuk membentuk tetesan-tetesan Berdasarkan dua fase cair yang tidak saling bercampur melalui tes tube untuk mendispersikan suatu cairan sebagai tetesan-tetesan dalam cairan lainnya, antar muka antara dua cairan tersebut harus dihambat dan diperluas pada derajat yang cukup, sehingga “jari- jari” atau benangbenang dari cairan yang satu masuk kedalam cairan yang lainnya. Benang-benang ini tidak stabil dan menjadi bercabang-cabang dan berembun. Embun-embun ini akan terpisah menjadi bulatan-bulatan. Bergantung pada agitasi atau rate shear yang digunakan, tetesan yang lebih besar juga tidak terbentuk untuk menjadi benang-benang kecil. Dimana berubah menjadi tetesan yang lebih kecil.
Waktu agitasi sangat penting karena ukuran utama dari tetesan menurun dengan cepat pada beberapa detik pertama dari agitasi. Pembatasan ukuran range secara umum dicapai dalam waktu 1-5 menit dan dihasilkan dari jumlah tetesan koalesen yang menjadi equivalen terhadap jumlah tetesan yang baru terbentuk. Cairan
dapat
alasan.Pengocokan
teragitasi umumnya
atau
terputus
dikembangkan,
oleh
beberapa
khususnya
saat
komponennya memiliki viskositas rendah.Pengocokan intermitten biasanya lebih efisien dibanding pengocokan berlanjut, mungkin karena interval waktu yang singkat antara pengocokan benang-benang yang didorong sepanjang waktu antar muka untuk menghancurkannya menjadi tetesan-tetesan yang kemudian diisolasi menjadi fase yang berlawanan. Agitasi
cepat
berlanjut
dimaksudkan
untuk
menghalangi
penghancuran membentuk tetesan.Sebuah lumpang dan alu sering digunakan dalam pembuatan emulsi, merupakan teknik yang sangat tidak efisien dan tidak digunakan pada skala besar. Peningkatan
dispersi
dicapai
melalui
penggunaan
mikser
berkecepatan tinggi, blender, koloid mill, dan homogenizer, serta teknik ultrasonik juga telah dikembangkan.
b. Penggabungan tetesan-tetesan Koalesen adalah proses tersendiri dari flokulasi (agregasi) yang umumnya mengawali flokulasi. Sementara flokulasi adalah penyatuan partikel sedangkan koalesen adalah penggabungan aglomerat menjadi tetesan yang lebih besar atau tetesan-tetesan.Koalesen biasanya lebih cepat jika 2 cairan yang tidak saling bercampur dikocok bersama, sejak tidak ada energibarier yang besar untuk mencegah penggabungan tetesan dan reformasi dari fase bersama aslinya.Jika suatu bahan pengemulsi ditambahkan kedalam sistem, flokulasi masih dapat terjadi, tetapi koalesen dikurangi menjadi lebih sedikit tergantung manjurnya bahan pengemulsi untuk membentuk kestabilan lapisan koheren antar muka.Karena itu, sebaiknya membuat emulsi yang diflokulasi sebelum berkoalesen.Dalam penambahan lapisan antar muka sekitar aksi tetesan sebagai barier mekanik, tetesan juga dicegah dari pembentukan koalesen dengan adanya lapisan tipis dari fase kontiniu antara partikel yang berkumpul bersama. II.8. Teori Emulsifikasi
Banyak teori yang telah maju dalam mencoba untuk menjelaskan bagaimana peran agen pengemulasi dalam memperkenalkan emulsifikasi dan dalam mempertahankan kestabilan emulsi yang diproduksi yaitu:
Teori Penurunan Tegangan Antarmuka Menurut teori penurunan tegangan antarmuka dari emulsifikasi penggunaan zat-zat sebagai pengemulsi dan penstabil akan menghasilkan penurunan tegangan antarmuka dari kedua cairan yang tidak saling bercampur, menghasilkan gaya tolak menolak dan tarik menarik antarmolekul dan masing-masing cairan. Jadi bahan aktif permukaan membentuk serta memecahkan bola-bola besar menjadi bola-bola kecil yang kemudian mempunyai kecenderungan untuk bersatu menjadi lebih kecil dari sebelumnya.
Teori Oriented Wedge Teori ini menganggap lapisan monomolekular dari zat pengemulsi melingkari suatu tetesan dari fase dalam pada emulsi. Teori ini berdasarkan anggapan bahwa zat pengemulsi tertentu mengarahkan dirinya disekitar dan dalam suatu cairan yang merupakan gambaran kelarutannya pada cairan atau fase tertentu.
Teori Plastis Teori ini menempatkan zat pengemulsi pada antarmuka antara minyak dan air, mengelilingi fase dalam sebagai suatu lapisan tipis atau film yang terabsorbsi pada permukaan dari tetesan tersebut. Lapisan tersebut mencegah kontak dan bersatunya fase terdispersi, makin kuat dan makin lunak lapisan tersebut akan makin besar dan makin stabil emulsinya.
II.9. Fenomena Ketidakstabilan Emulsi
Fenomena ketidakstabilan emulsi meliputi:
Creaming dan sedimentasi Creaming adalah gerakan keatas dari tetesan relatif zat terdispersi ke fase kontiniu, sedangkan sedimentasi adalah proses pembalikan yaitu gerakan kebawah dari partikel. Dalam beberapa emulsi, suatu proses atau lebih tergantung pada densitas dari fase terdispersi atau fase kontiniu. Kecepatan sedimentasi tetesan atau partikel dalam cairan dihubungkan dengan hokum stokes. Sementara persamaan hokum stokes untuk sistem bermassa telah dikembangkan, hukum ini sangat berguna untuk menunjukkan faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan sedimentasi atau creaming antara lain diameter tetesan yang terdispersi, viskositas medium pendispersi, dan perbedaan berat jenis antara fase terdispersi dan fase pendispersi. Pengurangan ukuran partikel yang terkontribusi meningkatkan atau mengurangi creaming.
Agregasi dan koalesensi Lebih jauh, tetesan dapat diredispersikan kembali dengan pengocokan. Stabilitas dari emulsi dapat ditentukan dengan proses agregasi dan koalesensi. Dalam agregasi (flokulasi) tetesan yang terdispersi datang bersama namun tidak bercampur.Koalesensi komplit penyatuan tetesan, diarahkan untuk mengurangi jumlah tetesan dan pemisahan dua fase yang tidak saling bercampur.Agregasi mendahului koalesensi dalam emulsi.Namun demikian, koalesensi tidak perlu mengikuti agregasi.Agregasi dalam beberapa jumlah bersifat reversibel. Walaupun tidak serius koalesensi ini akan mempercepat creaming atau sedimentasi ketika agregat bertindak sebagai tetesan tunggal. Sementara agregasi dihubungkan dengan potensial elektrik.Tetesan koalesensi tergantung pada sifat struktur lapisan interfase. Tipe surfaktan membentuk
lapisan
monomolekuler
koalesensi
dilawan
dengan
elastisitas dan juga gaya kohesif lapisan film antara dua tetesan.
Inversi fase Emulsi dikatakan membalik ketika terjadi perubahan emulsi dari tipe M/A ke A/M atau sebaliknya.Inversi kadang-kadang terjadi dengan penambahan elektrolit atau dengan mengubah rasio fase volume.Sebagai contoh emulsi M/A yang mengandung natrium stearat sebagai pengemulsi dapat ditambahkan kalsium klorida karena kalsium strearat dibentuk
sebagai
bahan
pengemulasi
lipofilik
dan
mengubah
pembentukan produk A/M. II.10. Defenisi Emulgator
Emulgator (bahan pengemulsi) adalah bahan yang digunakan untuk pembentukan proses emulsifikasi pada waktu pembuatan dan pengontrolan saat penyimpanan.
II.11. Sifat Emulgator yang Ideal
Sifat-sifat emulgator yang diinginkan yaitu: •
Harus efektif pada permukaan dan mengurangi tegangan antar muka sampai di bawah 10
•
dyne
/cm.
Harus diabsorbsi cepat disekitar tetesan terdispersi sebagai lapisan kental mengadheren yang dapat mencegah koalesensi.
•
Memberikan tetesan-tetesan yang potensialnya listriknya cukup sehingga terjadi saling tolak-menolak.
•
Harus meningkatkan viskositas emulsi.
•
Harus efektif pada konsentrasi rendah.
II.12. Mekanisme Kerja Emulgator
Mekanisme kerja emulgator yaitu dengan cara: 1.
Penurunan Tegangan Antarmuka Peranan emulgator adalah sebagai pemberi batas antarmuka masing-masing cairan dan mencegah penggabungan antar partikelpartikel, sehingga dapat mencegah flokulasi.
- Pembentukan Lapisan Monomolekuler Antarmuka
- Pembentukan Lapisan Multimolekuler Antarmuka
2.
Penolakan elektrik
Air
Minyak
Lapisan yang sama atau serupa dapat menghasilkan gaya listrik tolak antara tetesan yang mendekat. Penolakan ini disebabkan oleh suatu lapisan listrik rangkap yang dapat timbul dari gugus-gugus bermuatan listrik yang mengarah pada permukaan bola-bola yang teremulsi m/a yang distabilkan dengan sabun Na. Molekul-molekul surfaktan tidak hanya berpusat pada antarmuka tetapi karena sifat polarnya, molekulmolekul tersebut terarah juga. Bagian bawah hidrokarbon dilarutkan dalam tetesan minyak, sedangkan kepala (ioniknya) menghadap ke fase kontinu (air). Akibat permukaan tetesan tersebut ditabur dengan gugusgugus bermuatan, dalam hal ini gugus karboksilat yang bermuatan negatif. Ini menghasilkan suatu muatan listrik pada permukaan tetesan tersebut menghasilkan apa yang dikenal sebagai lapisan listrik rangkap. 3.
Padatan terbagi halus
Bagian emulgator ini membentuk lapisan khusus disekeliling tetesan terdispersi dan menghasilkan emulsi yang meskipun berbutir kasar, mempunyai stabilitas fisik. Hal ini dapat menyebabkan padatan dapat bekerja sebagai emulgator.
II.13. Pembagian Emulgator
Emulgator dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Emulgator Alam Berasal dari tumbuhan contohnya tragakan, akasia. Berasal dari hewan contohnya gelatin. 2. Emulgator Sintetik a. Ionik - Anionik (Misalnya: Tween, span) - Kationik (Misalnya: Cetilpiridinum) b. Non ionik (Misalnya: Surfaktan) c. Amfoterik II.14.Hubungan Antara Struktur Kimia dan Mekanisme AksiEmulgator
Hubungan antara struktur kimia dan mekanisme aksi emulgator yaitu dengan melihat kearah HLB dimana HLB merupakan ukuran empiris untuk mengetahui hubungan antara gugus rumus kimia dengan mekanisme emulgator yang diberi bahan pengemulsi untuk memudahkan penyimpanannya. II.15. Metode Pembuatan Emulsi
Metode pembuatan emulsi ada beberapa cara yaitu:
Gom basah Metode ini digunakan jika emulgator berupa cairan atau harus dilarutkan terlebih dahulu dengan air seperti kuning telur dan metilselulosa.Metode ini dilakukan dengan caradibuat musilago kental dengan sedikit air ditambah minyak sedikit demi sedikit, diaduk kuat, ditambah sisa air dan minyak, diaduk sampai volumenya yang diinginkan tercapai ketika ditambahkan.
Gom kering Jika emulgatornya merupakan gom kering. Dengan cara dibuat korpus emulsi dengan mencampur 4 bagian minyak, 2 air dan 1 gom,
digerus, hingga terbentuk korpus emulsi, kemudian ditambahkan sisa bahan lain sedikit demi sedikit, diaduk hingga homogen.
Metode Beaker Metode ini digunakan apabila emulsi yang dibuat terdiri dari dua jenis emulgator (ada yang larut air danada yang larut minyak). Caranya: Masing-masing emulgator dimasukkan dalam beaker terpisah diatas 0
water bath dan dipanaskan sampai suhunya 70 C. Setelah itu, kedua emulgator mencapai suhu yang sama maka fase internal dimasukkan dalam fase eksternal dengan pengadukan dan terus diaduk sampai minyaknya hampir dingin, kalau tidak maka lapisan minyak akan naik ke permukaan campuran dan memadat membentuk cake, maka sedapat mungkin terdispersi secara seragam sampai sediaan jadi.
Metode Botol Metode ini digunakan khusus untuk emulsi yang mengandung minyak menguap dan minyak encer lainnya untuk mencegah zat tersebut terpercik. Caranya: Minyak dimasukkan dulu dalam botol besar, lalu segera ditambahkan gom kering dan dikocok dengan cepat. Penting untk menambahkan air dengan segera setelah gom terdispersi. Emulsi utama akan dibentuk emulsi pengocokan.
II.16. Intermitten Shaking
Menurut
RPS,
pengocokan
berselang-seling
lebih
efisien
dibandingkan dengan pengocokan terus menerus karena dengan interval waktu yang singkat dapat memberi kesetaraan terhadap fase terdispersi bercampur dengan fase pendispersi. Pengocokan terus menerus dapat merusak emulsi menjadi retak karena merusak lapisan pelindung antarmuka secara sempurna dalam air dengan pengocokan mekanis dengan waktu kira-kira 2 menit jika emulsi tersebut didiamkan selama 2030 detik.
II.17. Rekomendasi Tambahan Pembuatan Emulsi
Adapun rekomendasi tambahan dalam pembuatan emulsi antara lain: 1. Untuk membuat suatu fase minyak yang mengandung sama bahan larut dalam minyak maka dipanaskan kira-kira 5-10 derajat diatas titik didih dari bahan yang titik lelehnya paling tinggi. 2. Untuk fase air dipanaskan pada suhu yang lebih tinggi daripada fase o
o
minyak (misalnya minyak 70 dan air 80 ). Hal ini dimaksudkan karena minyak lebih lama dingin daripada air, sehinga jika suhu air lebih rendah dari minyak maka air akan terlebih dahulu dingin sehingga suhunya tidak sama lagi dengan minyak. 3. Jika sabun digunakan sebagai pengemulsi maka tidak perlu emulgator tambahan karena sabun bersifat insito dimana sabun merupakan hasil reaksi antara asam lemah dengan alkali dengan asam lemak ini akan bercampur dengan fase minyak sedang alkali akan bercampur dengan fase air membentuk suatu emulgator pada masing-masing fase. II.18. Defenisi HLB
HLB (Hidrofilic-Lipofilic Balance) adalah keseimbangan antara sejumlah emulgator hidrofilik dan lipofilik atau nilai perbandingan antara sejumlah molekul hidrofilik dan molekul lipofilik. II.19. Manfaat dan Kegunaan HLB
Nilai HLB harus dipertimbangkan karena merupakan hal yang penting dimana jika diketahui nilai HLB yang cocok untuk emulgator atau campuran emulgator maka dapat dihasilkan emulsi yang stabil. Dengan kata lain, HLB merupakan nilai untuk mengukur efisiensi emulgator atau surfaktan dimana semakin tinggi nilai surfaktannya, maka semakin tinggi nilai kepolarannya. Jadi, diperlukan nilai HLB yang cocok agar emulsi stabil.
II.I.20. Cara Hitung HLB
Cara menghitung nilai HLB: HLB = (Jumlah gugus hidrofilik-jumlah gugus lipofilik) + 7 II.I.21. Uji Stabilitas Sediaan Emulsi
Umur dan temperatur Umumnya diketahui bahwa dalam hal emulsi perubahan
temperatur menyebabkan terjadinya reaksi yang baru. Dengan jelas 0
diterapkan bahwa emulsi mungkin stabil secara sempurna pada 40-45 C 0
tetapi tidak dapat mentoleransi temperatur lebih dari 55 C atau 60
0
bahkan untuk beberapa jam sekalipun. Efek normal dari umur suatu emulsi pada temperatur yang dinaikan adalah percepatan laju penggumpalan atau pembentukan krim dan kini biasanya disertai dengan perubahan viskositas.
Sentrifugasi Becher mengatakan bahwa sentrifugasi pada 37750 rpm dalam
suatu radius sentrifugasi 10 cm dan waktu 5 menit setara dengan efek gravitasi untuk kira-kira 1 tahun.
Pengadukan Pengadukan dapat memecah emulsi. Mikroemulsi jernih
menjadi berkabut pada pengadukan singkat dalam suatu pencampuran karena penggumpalan partikel. II.I.22. Komposisi Emulsi
Emulsi yang stabil harus terdiri dari 3 komponen yaitu fase terdispersi, medium pendispersi, dan bahan pengemulsi.
BAB III METODE KERJA FORMULA 1 I.
FORMULA ASLI
“ Emulsi minyak ikan “ II.
RANCANGAN FORMULA
Tiap 5 mL mengandung : Oleum lecoris aselli
500 mg
Gom arabicum
15 %
Gliserin
0,02 %
Metil paraben
0,18 %
Propil paraben
0,02 %
Natrium sakarin
0,15 %
α-Tokoferol
0,1 %
Tatrazine
0,001 %
Oleum Citri
0,02 %
Aquadest
ad
200 mL
III. MASTER FORMULA
®
Nama Produk
: “COLIV EMULTION ”
No. Registrasi
: DBL.13.120.002.38 A1
No. Batch
: 13 002 38 A1
PT. STIFA Farma Kode Bahan OI Gum G MP
®
“COLIV EMULTION ” Nama Bahan Oleum lecoris aselli Gom arabicum Gliserin Metil paraben
Kegunaan Zat aktif Emulsifer Pengstabil Pengawet Fase air
Perdosis 20 g 30 g 30 g 0,04 g
Perbatch 22 g 33 g 33 g 0,044 g
PP Ns α-T Tr Oc Aq
Propil paraben Natrium sakarin α-Tokoferol Tatrazine Oleum Citri Aquadest
Pengawet fase minyak Pemanis Antioxidant Pewarna Pengaroma Pelarut
0,36 g 0,2 g 0,3 g 0,002 g 0,04 g 69,5 g
0,396 g 0,22 g 0,33 g 0,0022 g 0,044 g 76,49 g
IV. ALASAN PENAMBAHAN BAHAN
1. Oleum lecoris aselli Oleum lecoris aselli diperoleh dari minyak hati ikan segar yaitu ikan gadus morhus, kandungan kadar vitamin A dan vitamin D agak tinggi masing-masing minimal 600 dan 80 μ/gr. Begitu pula mengandung sejumlah polyunsa saturant fatety acid (PUFA) termasuk KI 18%. DHA berkhasiat antilipemis, antitrombastis dan hipertensi riangan serta zat tambahan pada pengobatan. Mekanisme kerjanya berdasarkan pendesakan asam arachidonat dari membran sel, sehingga tidak terbentuk lagi prostaglandin-E2 dengan efek stimulasi pertumbuhan tumor. 2. Gom arabicum Sangat baik untuk emulsi tipe O/W dan untuk obat minum, kestabilan emulsi yang dibuat dengan gom arab berdasarkan dua faktor yaitu kerja gom sebagai koloid pelindung dan terbentuknya cairan yang cukup kental sehingga laju pengendapan cukup kecil sedangkan massa mudah dituang. Akasia adalah gom pengemulsi yang paling umum digunakan, emulsi yang dibuat dengan akasia dapat memberi penampilan emulsi yang menarik dan stabil karena memiliki viskositas rendah. Akasia stabil diatas rentang pH 2-11. Monsentrasi sebagai agen pengemulsi yaitu 10-20%. 3. Gliserin
Gliserin digunakan terutama untuk sifat humektan dan emoliennya. Gliserin juga digunakan sebagai pelarut atau cosolvent. Dalam krim dan emulsi penggunaan humektan sangat berguna dalam penurunan sudut kontak dan pembasah akan dipermudah. Batas konsentrasi gliserin sebagai humektan adalah <30%. 4. Propil dan metil paraben Metil paraben berfungsi sebagai pengawet dalam larutan air, sedangkan propil paraben berfungsi sebagai pengawet larutan minyak. Propil dan metil paraben memiliki range pH asam sampai basa. Batas penggunaan propil paraben sebagai pengawet adalah 0,01-0,02% dan metil paraben 0,015-0,2%. Dalam emulsi digunakan kombinasi pengawet ini dengan konsentrasi 0,02-0,18%. 5. Tatrazine Pewarna sintetik yang memberikan warna kuning. Pewarna di sesuaikan dengan dengan pengaroma yang digunakan yaitu oleum cirti. Umumnya pewarna larut air dan tidak bereaksi dengan komponen lain . batas penggunaannya 100 mg/L. 6. Oleum citri Berfungsi sebagai pengaroma pada sediaan farmasi seperti larutan oral untuk menutupi bau obat yang tidak enak. Pengaroma disesuaikan dengan warna dari zat aktif. Dengan konsentrasi 0,2-1%. 7. Na-Sakarin Digunakan sebagai pemanis karena tidak incom dengan zat aktif dan zat lainnya. Tidak digunakan sorbitol karena sorbitol incom dengan metil paraben. Daya pemanisnya adlah sekitar 300 kali. Batas konsentrasi yang digunakan 0,04-0,25%.
8. α-Tokoferol Umumnya minyak mudah teroksidasi sehingga ditambah antioksidan yaitu α-Tokoferol karena memiliki kekuatan antioksidan yang besar dengan range 0,001-0,05%. 9. Aquadest Merupakan cairan pelarut. Dimana ditujukan untuk penggunaan secukupnya dan untuk melarutkan bahan-bahan yang mudah larut dalam air suling. V.
URAIAN BAHAN
1. Air suling (FI edisi III hal.96) Nama resmi
: Aqua destiliata
Nama lain
: Air suling,aquadest
RM/BM
: H2O/18,02
Pemerian
: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan
: Sebagai pelarut
2. Minyak ikan Nama resmi
:OLEUM LECORIS
Nama lain
: Minyak ikan
Pemerian
: Cairan, kuning pucat, bau khas, agak manis, tidak tengik, rasa khas.
Kelarutan
: Sukar larut dalam etanal (95%) P, mudah larut dalam kloroform P, dalam eter P dan eter, dan minyak tanah P.
BJ
: 0,917-0,924 gram
Penyimpanan
: Dalam
wadah
tertutup
terlindung dari cahaya. Kegunaan
: Sumber vitamin A dan D
baik,
terisi
penuh,
3. Gom arab Nama resmi
: GUMMI ARACIAE
Nama lain
: Gom akasia/gom arab
Pemerian
: Hampir tidak berbau, rasa tawar seperti lendir.
Kelarutan
: Mudah larut dalam air , menghasilkan larutan yang kental dan tembus cahaya. Praktis tidak larut dalam etanol (95%) P.
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan
: Sebagai emulsifer
4. Gliserin Nama resmi
: GLYCEROLUM
Nama lain
: Gliserin/gliserol
Pemerian
: cairan seperti sirup, jernih, tidak berbau, tidak berwarna, manis diikiti rasa hangat, higroskopik, jika disimpan beberapa lama pada suhu rendah dapat memadat membentik massa hablur.
Kelarutan
: Dapat campur dengan air, dan dengan etanol (95%) P, praktis tidak larut dalam kloroform P, dalam eter P, dan dalam minyak lemak.
BJ
: 1,255-1,260
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan
: Sebagai pensuspensi/pengstabil
5. Metil paraben Nama resmi
: METHYLIS PARABENUM
Nama lain
: Metil Paraben/Nipagin
Pemerian
: kristal tidak berwarna atau serbuk putih, berbau atau tidak berbau, berbau seperti lemak.
Kelarutan
: Larut dalam 400 bagian air dalam 3 bagian alkohol, 10 bagian eter, mudah larut dalam metil alkohol.
Konsentrasi
: 0,015-0,2%
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan
: Sebagai pengawet pada fase air
6. Propil paraben Nama resmi
: PROPHYLIS PARABENUM
Nama lain
: Propil paraben/Nipasol
Pemerian
: Serbuk hablur putih, tidak berbau, tidak berasa.
Kelarutan
: Sangat sukar larut dalam air, larut dalam 3,5 bagian etanol (95%) P, dalam 3 bagian gliserol P, dan dalam 40 bagian minyak lemak, mudah larut dalam larutan alkali hidroksida.
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan
: Sebagai pengawet pada fase minyak
7. Na. sakarin Nama resmi
: SACCHARINUM NATRICUM
Nama lain
: Natrium sakarin
Pemerian
: Hablur putih, tidak berbau, atau agak aromatik, sangat manis.
Kelarutan
: Larut dalam 1,5 bagian air dan dalam 50 bagian etanol (95%) P.
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan
: Sebagai pemanis.
8. α-Tokoferol Nama resmi
: TOCOPHEROLUM
Nama lain
: Tokoferol/Vitamin E
Pemerian
: Tokoferol tidak berbau atau sedikit berbau, tidak berasa atau sedikit berasa. Cairan seperti minyak, kuning jernih.
Kelarutan
:-
Penyimpanan
: Dalam wadah tertup baik
Kegunaan
: Sebagai antioksidan.
9. Tartrazine Nama resmi
: TARTAZINE
Nama lain
: Yellow 5
Pemerian
: Hablur berwarna kuning
Kegunaan
: Sebagai pewarna.
10. Oleum Citri Nama resmi
: OLEUM CITRI
Nama lain
: Minyak jeruk
Pemerian
: Cairan, kuning pucat atau kuning kehijauan, bau khas, rasa pedas dan agak pahit.
Kelarutan
: Larut dalam 12 bagian volume etanol (95%) P.
Penyimpanan
: Dalam wadah berisi penuh dan tertutup rapat, terlindung dari cahaya, ditempat sejuk.
Kegunaan VI.
: Sebagai pengaroma.
PERHITUNGAN BAHAN
Minyak ikan
= 200/5 x 500 mg
= 22 g
Gliserin
= (15/200) + 10%
= 33 g
PGA
= (15/200) + 10%
=33 g
Metil paraben
= (0,18/200) + 10%
= 0,044 g
Propil paraben
= (0,02/200) + 10%
= 0,396 g
Na. Sakarin
= (0,15/200) + 10%
= 0,22 g
α-Tokoferol
= (0,1/200) + 10%
= 0,33 g
Tatrazine
= (0,001/200) + 10%
= 0,0022 g
Oleum Citri
= (0,02/200) + 10%
= 0,044 g
Aquadest
= 76,49 g
VII. PENGENCERAN
Metil Paraben 42 mg =
= x =
= 16,8 mL
VIII. CARA KERJA
1. Disiapkan alat dan bahan 2. Dipisahkan fase minyak dan fase air 3. Dicampur fase minyak (α-Tokoferol, gliserin, dan propil paraben) pada minyak ikan. (campuran 1). 4. Dibuat mucilago dengan melarutkan PGA kedalam air panas setelah itu ditambahkan campuran 1. (campuran 2). 5. Dilarutkan nipagin kedalam air panas lalu ditambahkan pada campuran 2. 6. Ditambahkan Na.sakarin dan tartrazine kedalam campuran 2. 7. Diaduk semua bahan sampai homegen 8. Dimasukkan kedalam botol lalu ditambahkan oleum citri 9. Diberi etiket, lalu dikemas.
FORMULA 2 I.
FORMULA ASLI
“Emulsi Shampo Cair Jernih” II.
RANCANGAN FORMULA
Chloroxylenol
0,1%
Natrium Lauryl Sulfat
10 %
Polietilen Alkil Fenol
2%
Na.EDTA
0,1%
Cetyl Alkohol
3%
Gliserin
15 %
Propilenglikol
15 %
Nipagin
0,18 %
Nipasol
0,02 %
NaCl
2,5 %
Asam Sitrat
2%
Menthol
0,1%
Aquadest III.
ad
100 ml
MASTER FORMULA
Nama Produk
: SHACAJE
No.Reg
: DBL.13.120.002.38 A1
No.Batch
:13 002 38 A1
PT. STIFA FARMA Kode Bahan Ch NlS Paf NE
SHACAJE Nama bahan
Kegunaan
Perdosis
Perbatch
Chloroxylenol Na. lauryl sulfat Polietilen alkil fenol Na.EDTA
zat aktif surfaktan anionic Pendispersi
0,1 10
0,11 11
2
2,2
pengikat logam
0,1
0,11
Ca G P MP PP
IV.
NC
cetyl alkohol gliserin PG Metil paraben Propil paraben NaCl
AS M
As.Sitrat Menthol
Aq
Aquadest
Emolien Penjernih Humektan Pengawet Pengawet
9 15 15 0,18 0,02
9,9 16,5 16,5 0,198 0,022
pengatur viskositas pengatur Ph pemberi sensasi Pelarut
2,5
2,75
2 0,1
2,2 0,11
50
55
Alasan Penambahan Bahan
1. Natrium Lauryl Sulfat Merupakan surfaktan anionic yang dikenal sebagai deterjen yang mempunyai gugus hidrofilik dan lipofilik. Gugus lipofilik (asam laurat) akan mengikat minyak dan kotoran yang ada dirambut. Sedangkan natrium adalah gugus hidrofilik yang membuat kotoran tersebut mudah larut dalam air saat pembilasan setelah proses penyampoan. Jadi fungsi utama dari surfaktan ini adalah untuk membersihkan kotoran yang ada di rambut. Natrium Lauryl Sulfat mempunyai sifat deterjen yang utama dikehendaki shampo, yaitu kemampuan membangkitkan busa . busa adalah emulsi udara dalam cairan Natrium Lauryl Sulfat, juga berfungsi sebagai surfaktan sehingga teganggan permukaan menjadi lebih kecil dan kedua fase bercampur homogen. 2. Propilenglikol Digunakan sebagai humektan atau pembasah.
Propilenglikol
juga digunakan sebagai carrier dari bahan pengemulsi sehingga bahan pengemulsi dapat berfungsi. Selain itu propilenglikol juga berfungsi sebagai penjernih pada shampoo, batasnya hingga 15%.
3. Polietilen Alkil Fenol Berfungsi sebagai bahan pendispersi garam kalsium. Tujuan dari produk ini adalah untuk mencegah penggendapan sediaan kalsium perlekatan atau rambut yang lepek dari bahan ini. Aksi ini menyebabkan peningkatan busa. Bahan pendispersi garam kalsium adalah secara khusus penting bagi shampoo. 4. Na.EDTA Berfungsi untuk mengikat logam berat (KI Mg) yang terdapat dalam air pencuci
rambut. Penambahan sejumlah kecil 21%
sequestrant, akan kabut karena air yang kaya akan kalsium dari sabun shampoo dan jugamencegah flokulasi yang dapat terjadi pada botol oleh pelepasan garam kalsium . selain itu juga berfungsi memperbaiki busa dengan menghambat pembentukan busa. 5. Gliserin Shampo yang jernih secara absolut dapat berkabut, sehingga dapat digunakan gliserin untuk mencegah pengkabutan, selain itu gliserin juga digunakan sebagai pengubah viskositas dan juga dapat menyerap air sehingga dapat melembabkan kulit dan melindunginya dari kekeringan. 6. NaCl Pada shampo cair jernih, harus memiliki konsistensi yang sesuai. Oleh karena itu, digunakan NaCl dalam shampo sebagai pengental, menyesuaikan viskositas dengan cara mengubah sifat dari ion-ion yang
terdapat
didalamnya.
Selain
itu,
digunakan
untuk
mengendalikan ukuran pembentuk misel yang terbentuk dari bahan pengemulsi. 7. Asam Sitrat Digunakan sebagai pengatur pH diperlukan agar menetralisasi reaksi busa yang terjadi dalam penyampoan rambut, karena bila
shampo bersifat busa akan merusak rambut, karena bila shampoo bersifat basa akan merusak rambut. Batasnya 0,1-2%. 8. Cetyl Alkohol Digunakan sebagai pelembab rambut. Sebagai emolien untuk menstabilkan formulasi sebagai humektan dan emulsi yaitu 2-5%. 9. Nipagin Zat yang berguna untuk melindungi
rusaknya shampo dari
pengaruh mikroba yang dapat merusak sediaan, seperti hilangnya warna dan timbul kekeruhan. Digunakan dengan rentang pH 1-2%. V.
Uraian Bahan th
1. Natrium Lauryl Sulfat (RPS 18 ) Nama Resmi
: SODIUM LAURYL SULFATE
Sinonim
: Sulfonic acid monodecyl ester sodium
RM / BM
: C12H25O3Na
Pemerian
: Kristal putih/kuning muda, memiliki bau khas, bongkahan hablur putih
Kelarutan
: 1 gram dalam 10 ml air, membentuk larutan yang
sangat
mudah
larut
dalam
air,
membentuk llarutan yang sangat mudah larut dalam air, membentuk larutan berkabut, larut dalam etanol (95%) P. 2. Aquadest (FII Edisi III:96) Nama resmi
: Aqua destiliata
Nama lain
: Air suling,aquadest
RM/BM
: H2O/18,02
Pemerian
: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan
: Sebagai pelarut
3. Sodium Klorida Nama Resmi
:
NATRII CHLORIDUM
Sinonim
:
Natrium Klorida
RM / BM
:
NaCl / 58,14
Pemerian
:
Hablur heksahedral, tidak berwarna, bentuk hablur putih, tidak berbau, rasa asin.
Kelarutan
:
Larut dalam 0,8 bagian air, dalam 2,7 bagian air mendidih, dan dalam 10 bagian gliserol.
4. Gliserin (FE Edisi III P.271) Nama Resmi
:
GLYCEROLUM
Sinonim
:
Gliserol/gliserin
RM / BM
:
C3H8O3/92,10
BJ
:
1,255-1,260
Pemerian
:
Cairan seperti sirop, jenih, tidak berwarna, tidak berbau
Kelarutan
:
Dapat bercampur dengan air, dengan etanol (95%) P.
5. Na EDTA Nama Resmi
:
NATRIUM ETILENDIAMIN TETRA ASETAT
Sinonim
:
Disodium Edetat
Pemerian
:
Cairan jernih; tidak berwarna atu kuning; bau mirip amoniak.
Kelarutan
:
Praktis tidak larut dalam kloroform dan eter, sedikit larut dalm etanol (95%0; larut dalam 11 bagian air
Stabilitas
:
Garam edetat lebih stabil dari pada asam bebas, yang mana dekarboksilat jika dipanasi diatas
150°C.
disodium
edetat
dihidrat
kehilangan air dari Kristal saat dipanasi pada temperatur 120°C. larutan encer asam edetat atau garam edetat dapat disterilisasi dengan autoclave, dan dapat disimpan pada wadah bebas basa 6. Cetyl Alkohol Nama Resmi
:
CETYL ALKOHOL
Sinonim
:
Alcohol cetylicus
RM/BM
:
C16H34O / 242.44
Pemerian
:
Bentuk lilin, serpih putih, bentuk kubus, warna redup dan rasa lunak.
Kelarutan
: Mudah larut dalam etanol (95%) dan eter, kelarutan
dapat
ditingkatkan
dengan
meningkatkan temperatur, praktis tidak larut dalam air, 7. Nipagin Nama resmi
:
METHYL HYDROXIBENZOATE
Sinonim
:
metil para hidroxybenzoat/methyl oxiben
Pemerian
:
Kristal tidak berwarna atau serbuk putih, berbau atau tidak berbau, seperti bau lemak
Kelarutan
:
larut dalam 400 bagiam air, dalam 3 bagianalcohol, 10 bagian eter, mudah larut dalammetal alkohol.
VI.
PERHITUNGAN BAHAN
Chloroxylenol
0,1% x 110 ml
= 0,1 ml
Natrium Lauryl Sulfat
10 % x 110 ml
= 11 ml
Polietilen Alkil Fenol
2 % x 110 ml
= 2,2 ml
Na.EDTA Cetyl Alkohol Gliserin Propilenglikol
0,1% x 110 ml 3 % x 110 ml 15 % x 110 ml 15 % x 110 ml
= 9,9 ml = 16,5 ml = 16,5 ml
Nipagin
0,18 % x 110 ml
= 0,198 ml
Nipasol
0,02 % x 110 ml
= 0,022 ml
NaCl
2,5 % x 110 ml
= 2,75 ml
Asam Sitrat Menthol
2 % x 2,2 ml 0,1% x 110 ml
Aquadest VII.
= 0,11 ml
= 2,2 ml = 0,11 ml = 38,4 ml
CARA KERJA
1. Disiapkan alat dan bahan. 2. Semua bahan ditimbang sesuai dengan perhitungan. 3. Dilarutkan nipagin dalam air panas dan ditambahkan menthol 4. Natrium lauryl sulfat dimasukkan kedalam lumping, diaduk hingga mengembang (membentuk busa putih) ditambahkan H 2O sedikit demi sedikit hingga homogen. 5. Ditambahkan Chloroxylenol, polietylen alkil fenol, Na.EDTA, dan Propilenglikol. 6. Dimasukkan campuran lainnya seperti gliserin, cetyl alcohol, nipasol, nipagin,NaCl , dan asam sitrat. 7. Dimasukan semua campuran bahan kedalam botol yang sudah ditarer kemudian dicukupkan dengan aquadest. 8. Dikemas dan diberi etiket.
BAB IV PEMBAHASAN
Emulsi adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih bahan aktif yang terdiri dari 2 fase yang tidak saling bercampur satu sama lainnya, dimana ada fase air dan fase minyak yang distabilkan dengan zat penstabil berupa emulgator. Pada percobaan emulsi ini formula emulsi yang dibuat adalah emulsi minyak ikan dan emulsi shampo cair jernih. Pada formula 1 (satu) emulsi yang dibuat adalah emulsi minyak ikan. Emulsi minyak ikan zat aktif yang digunakan yaitu Oleum lecoris aselli diperoleh yang dari minyak hati ikan segar yaitu ikan gadus morhus, kandungan kadar vitamin A dan vitamin D agak tinggi masing- masing minimal 600 dan 80 μ/gr. Zat pengemulsi yang digunakan yaitu gom arab
karena gom arab sangat baik
digunakan untuk emulsi tipe O/W dan untuk obat minum, kestabilan emulsi yang dibuat dengan gom arab berdasarkan dua faktor yaitu kerja gom sebagai koloid pelindung
dan
terbentuknya
cairan
yang
cukup
kental
sehingga
laju
pengendapan cukup kecil sedangkan massa mudah dituang. Gliserin digunakan terutama untuk sifat humektan dan emoliennya. Gliserin juga digunakan sebagai pelarut atau cosolvent. Dalam krim dan emulsi penggunaan humektan sangat berguna dalam penurunan sudut kontak dan pembasah akan dipermudah. Sedangkan pada formula 2 (dua) emulsi yang dibuat adalah e mulsi shampo cair jernih menggunakan bahan aktif yaitu chloroxylenol untuk membersihkan kotoran pada kepala, Na.lauryl sulfat sebagai surfakatan dan sebagai pemberi busa pada shampo yang juga dapat sebagai pembersih, propilenglikol sebagai humektan atau pembasah dan juga dapat digunakan sebagai penjernih pada shampoo, kemudian Na.EDTA digunakan untuk mengikat logam berat (KI/Mg) yang terdapat dalam air pencuci rambut, dan juga dapat berfungsi untuk memperbaiki busa dengan menghambat pembentukan busa. Lalu digunakan NaCl yang memiliki konistensi yang sesuai, yang digunakan sebagai pengental,
menyesuaikan viskositas dengan cara mengubah sifat ion-ion yang terdapat didalamnya. Cetyl alcohol untuk melembabkan rambut, dan sebagai emolien untuk menstabilkan formulasi. Shampo cair jernih sendiri merupakan sediaan kosmetik untuk membersihkan kulit kepala yang digunakan umumnya 1 kali sehari, dan untuk perawatan biasanya digunakan 2 kali sehari.
BAB V PENUTUP V.1. Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Pada percobaan emulsi minyak ikan tidak dilakukan pembuatan , sehingga tidak ada sediaan yang dihasilkan. Dan formula emulsi minyak ikan berupa formula yang terdiri dari bahan-bahan seperti Oleum Lecoris Aselli, Gom Arab, Gliserin, Metil Paraben, Natrium Sakarin, α -tokoferol, tartrazin, oleum citri, dan aquadest. 2. Dan pada percobaan shampoo cair jernihjuga tidak dilakukan, sehingga tidak ada sediaan yang dihasilkan. Untuk formula yang dibuat adalah emulsi shampocair jernihterdiri dari bahan-bahanSodium Lauril Sulfat, Chloroxylenol, setil alkohol, polioksietilen alkil fenol, gliserin, Na 2EDTA, metil paraben, propil paraben, mentol, PEG, NaCl, Asam sitrat, dan Aquadest. V.2. Saran
Diharapkan agar selanjutnya dilakukan praktikum di laboratorium tentang formula yang telah disetujui oleh asisten.