LAPORAN PRAKTIKUM ILMU FAAL PENGHANTAR IMPULS, KEPEKAAN SARAF, KERJA OTOT DAN TETANI
Disusun oleh : KELOMPOK A4 No.
Nama
NPM
1.
Parta Anantama
11700055
2.
Galih Pertiwi
11700057
3.
Putra Narendra
11700059
4.
Putra Dwipayana
11700061
5.
Mande Ariati
11700063
6.
Putri Yogi Suari
11700065
7.
Mirna Cristanti
11700067
8.
Rizky Dwi Ratna Sari
11700069
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA SEMESTER GASAL TAHUN AKADEMIK 2014/2015
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Teori
1.1.1
Sistem Saraf
Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan berhubungan serta terdiri dari jaringan saraf. Menurut strukturnya, sistem saraf dibagi menjadi dua macam, yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medulla spinalis yang dilindungi tulang cranium dan kanal vertebralis. Sistem saraf perifer meliputi seluruh jaringan saraf selain saraf pusat dalam tubuh. Sistem ini terdiri dari cranial dan saraf spinal yang menghubungkan otak dan medulla spinallis dengan reseptor danefektor. Secara fungsional sistem saraf perifer terbagi menjadi sistem aferen dan sistem eferen.
Saraf eferen (sensorik)
Mentranmisi informasi dari reseptor sensorik ke sistem saraf pusat (SSP)
Saraf eferen (motorik)
Mentransmisi informasi dari SSP ke otot dan kelenjar. Sistem eferen dibagi menjadi dua macam divisi: a.
Divisi somatik (volunteer)
Berkaitan dengan perubahan lingkungan eksternal dan pembentukan respon motorik volunter pada otot rangka. b.
Divisi otonom (involunter)
Mengendalikan seluruh respons involunter pada otot polos, otot jantung, dan kelenjar dengan cara mentransmisi impuls saraf melalui dua jalur, yaitu simpatis dan parasimpatis. 1)
Saraf simpatis
Berasal dari area thorax dan lumbal pada medulla spinalis 2)
Saraf parasimpatis
Berasal dari area otak dan sakral pada medulla spinalis
Fungsi saraf dibagi menjadi dua macam, yaitu: 1.
Irritability
Kemampuan untuk menanggapi stimulus dan mengubahnya menjadi impuls saraf. 2.
Conductivity
Kemampuan untuk mengirim impuls ke neuron, otot, dan kelenjar.
Mekanisme jalannya rangsangan dalam sistem saraf ini dimulai dari adanya stimulus atau rangsangan. Ada beberapa macam rangsangan berdasarkan intensitasnya: 1.
Rangsangan Subliminal
Yaitu rangsangan terkecil yang belum mampu menimbulkan respon 2.
Rangsangan Liminal
Yaitu rangsangan terkecil yang mampu menimbulkan respon 3.
Rangsangan Supramaksimal
Yaitu rangsangan terkecil yang mampu menimbulkan respon yang lebih besar 4.
Rangsangan Submaksimal
Yaitu rangsangan dengan intensitas yang bervariasi dari minimal sampai maksimal 5.
Rangsangan Maksimal
Yaitu rangsangan dengan intensitas terbesar (maksimal) dan hasil responsnya maksimal 6.
Rangsangan Supramaksimal
Yaitu rangsangan dengan intensitas lebih besar dari maksimal, tetapi respons yang dihasilkan sama dengan rangsangan maksimal.
Rangsangan tersebut
ditangkap oleh reseptor sensorik yang kemudian
mengubahnya menjadi impuls saraf. Reseptor sensorik dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi sensasinya antara lain:
1.
Eksteroreseptor
Yaitu reseptor yang sensitif terhadap stimulus eksternal terhadap tubuh dan terletak pada atau dekat permukaan tubuh misalnya, sentuhan, tekanan, nyeri pada kulit, suhu, penciuman, penglihatan, serta pendengaran. 2.
Proprioreseptor
Yaitu reseptor yang terletak pada tubuh dalam otot, tendon, dan persendian juga mencakup reseptor ekuilibrium pada area telinga dalam. Jika distimulasi bagian tersebut akan menyampaikan kesadaran akan posisi bagian tubuh, besarnya tonus otot, dan ekuilibrium. 3.
Interoseptor
Yaitu reseptor yang dipengaruhi oleh stimulus yang muncul dalam organ visceral dan pembuluh darah yang memiliki inervasi motorik dari sistem saraf otonom (SSO). Contohnya adalah stimulus yang terjadi akibat perubahan selama proses digesti, ekskresi, dan sirkulasi. Setelah melalui reseptor, impuls saraf tersebut akan diteruskan kesaraf pusat melalui serangkaian potensial aksi. Kemudian setelah diolah dalam saraf pusat menjadi informasi, maka akan diteruskan ke efektor melalui saraf motorik. Efektor tersebut dapat berupa otot atau kelenjar.
1.1.2
Otot Rangka
Otot rangka terdiri dari serabut-serabut yang tersusun dalam berkas yang disebut vesikel. Semakin besar otot, semakin banyak jumlah serabutnya. Lapisan jaringan ikat fibrosa membungkus setiap otot dan masuk ke bagian dalam untuk melapisi vesikel dan serabut individual. Jaringan ini menyalurkan impuls saraf dan pembuluh darah ke dalam otot dan secara mekanis mentransmisikan daya kontraksi dari satu ujung otot ke ujung lainnya. Setiap serabut otot menerima satu ujung neuron motorik somatik (sel saraf pada medulla spinalis yang mentransmisikan impuls ke otot rangka). Setiap serabut otot mengandung beratus-ratus dan beberapa ribu myofibril. Tiaptiap myofibril selanjutnya terletak berdampingan, sekitar 1500 filamen miosin, dan 3000 filamen aktin yang merupakan molekul protein polimer bertanggung jawab untuk kontraksi otot. Filamen aktin dan myosin saling bertautan dan menyebabkan myofibril secara bergantian mempunyai pita gelap dan pita terang.
Otot ini memiliki gambaan serat-lintang yang sangat jelas, biasanya tidak berkontraksi tanpa rangsangan dari saraf, tidak memiliki hubungan anatomik dan fungsional di antara serabut otot, dan umumnya di bawah kendali volunteer. Otot jantung juga berpola serat-lintang, tatapi membentuk sinsitium fungsional serta berkontraksi secara ritmik walaupun tanpa persarafan eksternal, karena memiliki sel-sel pacu (pacemaker) di miokardium yang mencetuskan impuls spontan. Otot polos tidak memperlihatkan gambaran serat-lintang. Jenis otot ini ditemukan di hampir semua organ visera yang berongga, membentuk sinsitium fungsional, dan memiliki sel pemacu yang melepaskan impuls secar tidak teratur. Jenis otot yang ada di mata dan beberapa tempat lain tidak aktif secara spontan dan menyerupai otot rangka. Susunan otot rangka yang memperlihatkan bahwa semua otot rangka dibentuk oleh sejumlah serabut yang diameternya berkisar 10 samapi denga 80 mikrometer. Masing-masing serabut ini terbuat dari rangkaina subunit yang lebih kecil. Pada sebagian otot rangka masing-masing serabut biasanya hanya dipersarafi oleh satu ujung saraf yang terletak didekat bagian tengah serabut. Sarkolema. Sarkolema adalah membrane sel dari serabut otot. Sarkolema terdiri dari membrane sel yang sebenarnya, yang disebut membrane plasma, dan sebuah lapisan luar yang terdiri dari satu lapisan tipis materi polisakarida yang mengandung sejumlah fibril kolagen tipis. Di setiap ujung serabut otot, lapisan permukaan sarkolema ini bersatu dengan serabut tendon, dan serabut-serabut tendon kemudian berkumpul menjadi berkas untuk membantu tendon otot dan kemudian menyisip ke dalam tulang. (Sumber : Guyton & Hall, edisi 11 hal.74)
1.1.3 Jenis-Jenis Kontraksi Kontraksi otot meliputi pemendekan elemen-elemen kontraktil otot. Akan tetapi, karena otot mempunyai elemen-elemen elastic dan kenyal yang tersusun seri dengan elemen kontraktil, kontraksi dapat terjadi tanpa pemendekan yang berarti pada berkas otot. Kontraksi semacam itu disebut sebagai kontraksi isometric (“dengan ukuran yang tetap” atau “dengan panjang yang tetap”). Kontraksi melawan beban yang tetap, dengan pemendekan otot, dinamakan kontraksi
isotonic (“tegangan yang tetap”). Perhatikan bahwa karena kerja merupakan hasil perkalian daya dan jarak, kontraksi isotonic menhasilkan kerja, sedangkan kontraksi isometric tidak. Pada keadaaan lain, otot dapt melakukan kerja negative pada saat berkontraksi. Hal ini dapat terjadi, misalnya bila meletakkan suatu beban berat ke atas meja. Dalam hal ini, otot secara aktif menahan turunnya objek, tetapi efek keseluruhannya adalah pemanjangan otot pada saat otot kontraksi.
1.1.4 Hubungan Antara Panjang Otot, tegangan, & kecepatan kontraksi Baik tegangan yang dihasilkan otot bila dirangsang untuk kontraksi isometric (tegangan total) maupun tegangan pasif yang terbentuk oleh otot yang tidak dirangsang, berbeda-beda sesuai dengan panjang serat otot. Hubungan ini dapat diamati pada satu berkas sediaan otot. Panjang otot dapt berubah dengan cara mengubah jarak antara kedua fiksasinya. Pada setiap panjang tertentu, tegangan pasif diukur, kemudian otot diberi rangsang listrik, dan tegangan total diukur. Perbedaan antara kedua nilai tersebut untuk tiap panjang otot merupakan besarnya tegangan yang dihasilkan oelh proses kontraksi, yaitu tegangan aktif. Rekaman yang diperoleh dengan menyandingkan nilai-nilai tegangan pasif dan nilai-nilai tegangan total terhadap panjang otot. Kurva-kurva yang sama akan diperoleh dari pengamatan satu serat otot. Panjang otot yang bertepatan dengan tegangan aktif maksimal disebut sebagai panjang istirahat. Istilah ini diperoleh dari berbagai percobaan yang memperlihatkan bahwa panjang dari sejumlah besar otot tubuh pada keadaaan istirahat merupakan panjang otot yang menghasilakn tegangan maksimal. Hubungan panjangt tegangan yang tampak pada otot rangka dapat dijelaskan dengan konsep mekanisme pergeseran filament pada kontraksi otot. Bila serat berkontraksi isometric, tegengan yang timbul sebanding dengan jumlah ikatan-silang yang terbentuk antara aktin dan myosin. Bila otot diregang, tumpang tindih antara aktin dan myosin berkurang, dan karena itu jumlah ikatan-silang akan berkurang. Sebaliknya bila oto lebih pendek dari panjang istirahat, jarak yang dapat ditempuh oleh filamen-filamen tipis akan memendek. Kecepatan kontraksi otot berbanding terbalik besar beban pada otot. Pada beban tertentu,
kecepatan kontraksi adalah maksimal pada panjang istirahat, dan menurun bila otot lebih pendek atau lebih panjang dari panjang istirahat.
1.1.5 Sel otot dan Sel Saraf sebagai Sel Peka Rangsang (Exitable Cell) Dalam praktikum kali ini otot yang dipakai adalah otot rangka, yakni otot gastrocnemius, sedangkan saraf yang dipakai adalah nervus ischiadicus. Kedua sel yang peka terhadap rangsangan ini dapat menjalankan impuls elektrokimia sepanjang permukaan membrane plasmanya. Sinyal saraf dihantarkan melalui potensial aksi yang merupakan suatu proses perubahan yang cepat pada potensial membran untuk menhantarkan sinyal saraf. (Sumber : Guyton, Bab 5 Pendahuluan)
1.
Sel Saraf
Sistem Saraf Pusat (SSP) manusia mengandung ± 100 neuron. Neuron merupakan kompleks bangunan dasar susunan saraf. Pada neuron terdapat soma, dendrit, dan akson. Soma adalah badan utama dari neuron. Dendrit adalah sejumlah besar penonjolan tipis dari soma yang memanjang keluar sepanjang 1mm ke daerah sekitar medulla spinalis yang berfungsi sebagai membrane reseptor rangsang. Sedangkan akson adalag bentuka memanjang dari soma ke dalam saraf perifer yang meninggalmakn medulla spinalis. Adanya stimulus mempengaruhi perubahan potensi membran. Jika stimulus memadai atau cukup, maka sel akan memberi suatu potensial aksi yang berfungsi sebagai sinyal untuk jarak. Potensial aksi mula-mula akan terjadi pada segmen permulaan akson. Kemudian potensial aksi ini akan dijalarkan sepanjang permukaan akson dan jika mecapai uakson maka akan merangsang terlepasnya neurontransmiter. Ini merupakan salah satu komponen penting dalam sistem penghantaran impuls ke saraf lain. Sewaktu sel saraf menghantarkan impuls, diketahui adanya perubahan potensial listrik, dimana perubahan potensial saraf perifer seperti nervus ischiadicus merupakan penjumlahan aljabar dari seluruh potensial aksi “all or none” dari banyak akson dalam saraf itu sendiri, dimana tiap akson memiliki niali ambang yang berbeda.
(Sumber : Fisiologi kedokteran 11, Guyton & Hall) 2.
Sel Otot
Potensial aksi yang mencapai serabut otot segera akan menimbulkan kontraksi otot, dimana mula-mula ion Ca terlepas dari sarcomplasmic reticulum. Dalam tubuh, otot rangka dirangsang oleh serabut saraf bermyelin yang berhubungan di neuromuscular junction yang terletak dipertengahan serabut otot sehingga potensial aksi akan menyebar di kedua ujungnya. Supaya terjadi kontaksi, aliran listrik dari potensial aksi harus masuk ke celah myofibril. Hal ini memungkinkan karena transmisi potensial aksi akan mengalir ke sepanjang tubulus yang menembus ke serabut otot. Potensial aksi dari tubulus selanjutnya menyebabkan sarcoplasmic reticulum melepaskan ion Ca2+ ke seluruh myofibril hingga kontraksi terjadi. Beberapa macam gambaran kontraksi dapat terlihat pada apa yang disebut single muscle twich yang berlangsung kurang dari 1 detik. (Sumber : Fisiologi Kedokteran Ganong & William)
1.1.6 Kekuatan Otot Kecepatan kontraksi otot berbanding terbalik dengan besar beban pada otot. Pada pemberian beban, kecepatan akan maksimal pada panjang istirahat dan menurun bila otot lebih pendek atau ebih panjang dari lamanya istirahat. Otot melakukan kerja bila suatu otot berkontraksi melawan suatu beban. Ini berarti ada energi yang dipindahkan dari otot ke beban eksternal, sebagai contoh untuk mengangkat suatu objek yang lebih tinggi atau untuk mengimbangi tahapan pada waktu melakukan gerak. Dalam perhubungan matematis, kerja ini didefinisikan oleh persamaan berikut:
W=F.S
Dimana: F = m.g W = Hasil kerja
m = massa beban
F = Beban yang diterima oleh otot
g = gaya gravitasi
S = jarak peregangan otot
1.1.7 Kelelahan Otot Kelelahan otot adalah gejala kesakitan yang dirasakan otot akibat otot terlalu tegang. Ketika otot diberi stimulus, ia akan berkontraksi dan terjadi ketegangan. Jika stimulus diberikan terus menerus, maka performanya akan semkain menurun, yaitu pada kekuatan otot dan gerakan yang semakin melambat. Kelelahan otot meningkat hampir berbanding langsung dengan kecepatan penurunan glikogen otot. Pada kondisi tubuh terdapat cukup oksigen, kontraksi otot akan berlangsung secara aerobic. Sedangkan pada kondisi tubuh tidak terdapat cukup oksigen, kontraksi otot akan berlangsung secara anaerobic dan menghasilkan asam laktat. Kandunga asam lakat yang tinggi inilah yang akan menimbulkan rasa lelah.
1.1.8 Penghantar impuls Dalam mekanisme kontraksi otot, peranan impuls atau rangsangan sangat penting. Proses penghantaran impuls bias dikatakan sebagai faktor kunci yang menjadi awal kontraksi otot seperti dalam praktikum kali ini. Impuls yang digunakan dalam kontraksi otot rangka (M. Gastrocnemius) adalah berupa impuls listrik.
1.1.9 Potensial Aksi Saraf Sinyal saraf dihantarkan melalui potensial aksi yang merupakan perubahan cepat pada potensial membran. Tiap potensial aksi dimulai dengan perubahan mendadak dari potensial negatif istirahat normal menjadi potensial membarn positif (depolarisasi) dan kemudian kecepatan yang hampir sama kembali ke potensial negatif (repolarisasi). Untuk menghantarkan sinyal saraf, potensial aksi bergerak di sepanjang serat saraf sampai tiba di ujung saraf. Potensial aksi merupakan manifestasi elektris antara dalam dan luar membran sel. Perubahan potensial elektris tersebut disebabkan perubahan kontraksi elektrolit di dalam maupun di luar sel. Transmembran potensial pada akson antara di dalam dan di luar sel pada keadaan istirahat adalah -70mV sampai –90 mV, yang menunjukkan potensial elektris di dalam sel lebih negatif dibandingkan di luar sel. Elektrolit utama yang berperan terhadap perbedaan potensial antara dalam dan luar sel membran eksitabel adalah Na, K, dan Chlor.
Pada keadaan istirahat, ion Na (sodium) jauh lebih banyak di luar daripada di dalam sel. Sebaliknya ion K (potassium) jauh lebih banyak di dalam daripada di luar sel. Rangsangan adekuat pada sel eksitabel akan memberi jawaban berupa suatu potensial aksi. Potensial aksi yang terjadi akan mengikuti hukum “all or none” dan akan dirambatkan ke semua arah (propagation), yang dapat direkam dengan osiloskop. Rangsangan yang tidak mencapai nilai ambang/threshold hanya menimbulkan suatu potensisal local yang tidak akan disebarkan dan mengikuti hukum suamasi. Potensial aksi atau disebut impuls dirambatkan sepanjang membran sel. Oleh karena rangsangan yang adekuat maka permeabilitas membran terhadap ion Na meningkat sehingga masuk ke dalam (influk), oleh karena Na membawa muatan positif maka di dalam sel menjadi lebih positif dibanding di luar sel. Fase ini disebut depolarisasi. Selanjutnya ion K keluar sehingga di luat sel kembali positif dan keadaan ini di sebut fase repolarisasi. Membran sel yang sedang mengalami potensial aksi berarti dalam keadaan refrakter, apabila dirangsang tidak akan menghasilkan aksi. Urutan tahap potensial terdiri dari:
Tahap istirahat. Tahap ini adalah tahap potensial membran istirahat
sebelum terjadi potensial aksi. Membran dikatakan menjadi terpolarisasi selama tahap ini karena potensial membran negatif yang besar.
Tahap depolarisasi. Pada tahap ini membran tiba-tiba menjadi permeable
terhadap ion Na, sehingga banyak ion Na bermuatan positif mengalir ke dalam akson. Keadaan polarisasi normal sebesar -90 mV akan menghilang dan potensial meningkat dengan cepat dalam arah positif (keadaan di dalam sel menjadi lebih positif). Pada serat saraf besar, potensial membran mempengaruhi nilai nol dan menjadi sedikit lebih positif, namun pada serat yang lebih kecil juga banyak neuron SSP, potensial hanya mendekati nilai nol dan tidak melampaui sampai keadaaan positif.
Tahap repolarisasi. Dalam waktu yang sangat singkat sekali (sekitar satu
per beberapa puluh ribu detik) sesudah membran menjadi sangat permeable terhadap ion Na, saluran Na mulai menutup dan saluran K mulai terbuka lebih
daripada normal. Selanjutnya difusi ion K yang berlansung cepat ke bagian luar akan membentuk kembali potensial membran istirahat negative yang normal. (Sumber : Guyton dan Hall, ed.9. hal. 76)
1.1.10 Kepekaan saraf perifer Sel saraf dan sel otot merupakan sel peka rangsang. Bila suatu motorne uron mengalami rangsangan, maka rangsangan dilanjutkan menuju otot melalui neuromuscular junction. Rangsangan terhadap motorneuron akan menyebakan terjadinya aksitasi dan kontraksi setelah melewati masa laten (latent period) terhadap sekumpulan muscle fiber yang diinervasi. Motorneuron dengan muscle fiber yang diinervasi disebut motor unit. Muscle fiber dalam setiap motor unit saling tumpang tindih dengan motor unit lain. Hal ini menyebabkan motor unit satu dengan yang lain, akan berkontraksi dalam membantu yang lain. Setiap muscle fiber hanya diinervasi oleh satu motorneuron, sedangkan motorneuron dapat menginervasi banyak muscle fiber. Otot diinervasi oleh beberapa motorneuron yang diaktifkan dan kekuatan dari motor unit yang diaktifkan (multiple fiber summation/spatial summation). Dalam satu berkas saraf terdapat banyak serabut-serabut saraf yang memiliki threshold. Semakin banyak serabut saraf yang diaktifkan, maka sebagian besar kontraksi otot yang dihasilkan. Berdasarkan intensitas dan frekuensi rangsangan, dapat dibedakan sebagai berikut :
Rangsangan subliminal : rangsangan dengan intensitas lebih kecil dari
nilai ambang (treshold) yang hanya megakibatkan terjadinya respon berupa potensial lokal.
Rangsangan liminal : rangsangan terkecil yang sudah dapat menimbulkan
potensial aksi, oleh karena rangsangan tersebut mencapai nilai ambang.
Rangsangan supraliminal : rangsangan yang intensitasnya melebihi
liminal, tapi responnya juga menimbulkan potensial aksi yang sama besar dengan potensial aksi akibat rangsangan liminal (mengikuti hukum “all or none”).
Rangsangan submaksimal : rangsangan dengan intensitas lebih rendah
dari rangsangan maksimal tapi dapat mengaktifkan hampir semua sel saraf.
Rangsangan maksimal : rangsangan terkecil yang dapat mengaktifkan
semua serat saraf untuk menimbulkan potensial aksi maksimal.
Rangsangan supramaksimal : rangsangan dengan intensitas lebih tinggi
dari rangsangan maksimal tetapi kekuatan yang dihasilkan sama dengan rangsangan maksimal. Contoh : Frekuensi kritis RGS : 125 RGS perdetik – maka akan menimbulkan tetani lurus pada M. Gastrocnemius. Apabila RGS beruntun dilakukan 100 RGS perdetik maka hanya akan menimbulkan tetani bergerigi. (Sumber : http://karlinawatiamala.blogspot.com)
1.1.11 Kontraksi After Loaded After loaded disebut juga after stimulated loaded artinya setelah otot berkontraksi akibat rangsangan barulah otot mendapat pembebanan (after stimulated loaded). Pembebanan tersebut mempengaruhi sifat kontraksi, yaitu: (a).
Dengan bertambahnya beban pada kontraksi after loaded, maka jarak
pemendekan otot berkurang. (b).
Dengan bertambahnya berat beban pada kontraksi after loaded maka
kecepatan otot berkurang.
1.1.12 Kontraksi Pre Loaded Kontraksi pre loaded disebut juga pre stimulated loaded yaitu kontraksi yang terjadi apabila otot diberi beban terlebih dahulu sebelum dirangsang untuk berkontraksi. Berbeda dengan after loaded, masa laten kontraksi pre loaded relatif lebih cepat sehingga kecepatan pemendekan otot juga menjadi lebih cepat. Pemendekan otot juga dipengaruhi oleh beban yang diangkat. Semakin besar beban yang diangkat menyebabkan pada suatu saat resultan kontraksi otot dengan gaya beban sama dengan nol di mana otot tidak dapat mengangkat beban lagi. 1.1.13 Kontraksi sumasi dan tetani Sumasi merupakan penjumlahan kontraksi kedutan otot (twitch) untuk meningkatkan kontraksi otot. Pada umumnya sumasi terjadi melalui 2 cara yaitu:
1.
Dengan meningkatkan motor unit motorik yang berkontraksi secara
serentak. 2.
Dengan cara meningkatkan kecepatan kontraksi tiap motor unit.
Sumasi kontraksi ada dua macam : 1.
Sumasi temporal
Disebut juga sumasi gelombang karena bentuknya seperti gelombang. Sumasi temporal dapat terjadi dengan cara mengubah interval rangsangan (waktu istirahat antara rangsangan pertama dan kedua diperpendek sehingga rangsangan kedua tepat saat kontraksi pertama akan relaksasi). Akibatnya kontraksi pertama dan kedua bersatu menjadi satu kontraksi yang lebih besar (sumasi kontraksi). 2.
Sumasi spasial
Disebut juga multiple motor unit summation karena pertambahan besar/amplitudo kontraksi akibat pertambahan intensitas rangsangan. Dengan meningkatkan intensitas rangsangan maka makin banyak motor unit yang terangsang, akibatnya kontraksi akan semakin besar. Pada umumnya sumasi dapat terjadi dengan cara meningkatkan jumlah unit motorik yang berkontraksi secara serentak dan dengan meningkatkan kecepatan kontraksi tiap unit motorik. Kontraksi tetani adalah kontraksi otot secara beruntun atau multiple yang tidak diselingi untuk relaksasi. Tetani dibagi menjadi dua, diantaranya : 1.
Tetani lurus
:
terjadi
saat
kontraksi
sebelumnya
belum
mengalami fase relaksasi. Stimulus yang diberikan terus menerus sehingga mampu berelaksasi kembali. 2.
Kontraksi tetani bergerigi : stimulus yang diberikan pada otot sebelum
terjadi relaksasi sehingga mengakibatkan terjadinya peningkatan reaksi. 1.1.14 Hukum “ALL or NONE” Begitu suatu potensial aksi timbul pada titik manapun dalam membrane serabut normal, proses depolarisasi berjalan sepanjang membran jika kondisinya memungkinkan. Prinsip ini berlaku di semua jaringan normal yang mudah tereksitasi. Secara singkat prinsip “All or None” dapat diterangkan sebagai rangsangan adekuat atau rangsangan yang mencapai nilai ambang, baik yang
besar maupun yang kecil, akan menimbulkan potensial aksi sama besar. Artinya, potensial aksi tidak dapat bertambah besar walaupun rangsangan diperbesar.
1.2
Permasalahan
1.2.1
Apa bedanya antara rangsangan luminal dan nilai ambang?
1.2.2
Apakah perbedaan antara rangsangan maksimal dan supramaksiamal,
kontraksi maksimal dan supramaksimal? 1.2.3
Bagaimana menerangkan hubungan antara hukum all or none dengan
peristiwa-peristiwa percobaan di atas? 1.2.4
Apa beda tetani dan sumasi?
1.2.5
Bilamana didapatkan kontraksi tetani bergerigi dan tetani lurus?
1.2.6
Apa yang terjadi bila rangsangan multiple diberikan terus dalam waktu
lama?
1.3 1.3.1
Tujuan Praktikum Mengetahui kepekaan
saraf perifer
dengan pemberian
intensitas
rangsangan yang berbeda. 1.3.2
Mengetahui hubungan kerja otot dengan pemberian beban dan dua prinsip
berbeda, yaitu after loaded dan pre loaded. 1.3.3
Mengetahui mekanisme sumasi dan tetani serta hubungannya dengan
peningkatan frekuensi rangsangan. 1.3.4
Membedakan kontraksi sumasi, kontraksi tetani bergerigi, dan kontraksi
tetani lurus. 1.3.5
Mempelajari pengaruh frekuensi pemberian rangsangan terhadap kekuatan
kontraksi otot. 1.3.6
Memahami macam-macam rangsangan serta kontraksi yang terjadi.
1.3.7
Mengetahui bagaimana otot dapat mengalami fatique/ kelelahan otot.
BAB II METODE KERJA
2.1
Alat dan Bahan Praktikum
Alat : - Kimograf + kertas pencatat - Jarum penusuk - Seperangkat alat bedah - Benang - Pipet tetes - Papan fiksasi - Jarum penusuk (untuk fiksasi kakai katak) - Beban @ 10 gram - Elektroda perangsang - Pengukur waktu
Bahan : -
Katak hidup
-
Larutan Rimger
2.2
Tata Kerja Praktikum
I.
Persiapan
A.
Merusak Otak Katak dan Medula Spinalis
1.
Pegang Katak dengan tangan kiri, sedemikian rupa sehingga jari telunjuk
terletak diletakkan di bagian belakang kepala dan ibu jari di bagian punggung. Tekan jari telunjuk agar kepala sedikit tunduk, sehingga terdapat lekukan antara cranium dan columna vertebralis (sela interspinalisnya lebar). 2.
Bagian perut dan kaki katak jangan dipegang terlalu keras agar tidak
rusak. 3.
Tusukkan jarum penusuk pada lekukan antara cranium dan columna
vertebralis.
4.
Arahkan jarum penusuk pada rongga tenggorak dan gerakkan kesana
kemari untuk merusak otak katak. 5.
Pindahkan arah jarum ke jurusan medulla spinalis. Putar jarum kea rah
yang berlainan untuk merusak medulla spinalis. 6.
Tanda bahwa jarum masuk ke dalam rongga atau medulla spinalis adalah
kekejangan dari kedua otot kaki katak.
B.
Membuat Sediaan Otot Gastrocnemius
1.
Letakkan katak tengkurap pada papan
2.
Gunting kulit tungkai kanan melingkar setinggi pergelangan kaki
3.
Angkat kulit yang telah lepas ke atas dengan pinset
4.
Pisahkan tendon Archilles dari jaringan sekitarnya dengan alat tumpul
(jangan dipotong dulu) 5.
Ikat bagian insertio tendon Archilles dengan ikatan mati yang kuat
6.
Potong tendon Archilles pada bagian distal dari ikatan benang
7.
Pasang ikatan benang yang kuat pada tulang tibia, fibula,serta otot-otot
yang melekat padanya kira-kira 5mm di bawah lutut 8.
Potonglah tulang-tulang beserta otot-otot yang telah diikat tersebut di
bawah ikatan benang 9.
Kembalikan kulit tadi ke bawah sehingga menutupi kembali otot
gastrocnemius untuk melindunginya agar tidak kering 10.
Basahi sediaan ini setiap kali dengan larutan Ringer agar tidak kering
C.
Membuat sediaan saraf Ischiadicus
1.
Letakkan katak telungkup, guntinglah kulit memanjang pada bagian paha
belakang kanan sehingga ototnya terbuka 2.
Cari saraf Ischiadicus dengan memisahkan otot-otot pada daerah paha
dengan alat tumpul. Hati-hati jangan sampai merusak pembuluh darah yang berjalan bersama-sama saraf tersebut 3.
Buat simpul longgar pada saraf Ischiadicus, kemudian kembalikan saraf
diantara otot-otot
D.
Mempersiapkan sediaan saraf otot untuk percobaan selanjutnya
1.
Letakkan katak tertelungkup pada papan katak
2.
Fiksasi kaki kanan, dengan lutut pada tepi bawah papan, sehingga nantinya
otot gastrocnemius dapat tergantung bebas 3.
Fiksasi ketiga kaki yang lain sehingga paha kana dalam posisi tegak lurus
untuk memudahkan pemasangan elektroda 4.
Hubungkan tali pada ujung tendon Archilles dengan penulis
5.
Atur posisi penulis, tanda rangsangan dan tanda waktu sehingga ujung
ketiganya pada posisi vertikal
II.
Pelaksanaan
A.
Kepekaan Saraf Perifer
1.
Siapkan preparat katak untuk sediaan saraf otot
2.
Tahan penulis otot dengan sekrup penyangga
3.
Berikan rangsangan tunggal dengan intensitas rangsangan yang minimal
4.
Seterusnya beri rangsangan berturut-turut dengan interval 30 detik, dengan
tiap kali menambah intensitas rangsangan. Sehabis tiap rangsangan, drum diputar = ±0,5cm 5.
Cari rangsangan dengan kontraksi sub luminal, luminal, supraliminal,
submaksimal, maksimal, dan supramaksimal.
B.
Kontraksi “After Loaded” Otot Katak
1.
Atur sekrup penyangga sehingga ujung sekrup menyangga penulis dan
garis dasar (base line) penulis tidak berubah. Dengan demikian panjang otot tidak aka berubah (tidak direnggangkan) oleh beban meskipun tempat beban diisi beban. 2.
Rangsanglah dengan rangsangan tunggal yang maksimal (dengan voltage
yang diperolah pada percobaan A, dan voltage yang dicapai ini dinaikkan sedikit). Jangan mengubah voltage ini selama percobaan selanjutnya. 3.
Putar kimograf ± ¾ cm setiap kali memberi rangsangan.
4.
Beri otot katak istirhat selama ± 20 detik antara satu rangsangan dengan
rangsangan berikutnya.
5.
Beri beban 10 gram, putar kimograf ± ¾ cm dan rangsanglah lagi.
6.
Ulangi tindakan no.5 dengan setiap kali menambah beban sebesar 10 gram
hingga otot tidak dapat mengangkat beban lagi.
C.
Kontraksi “Pre Loaded” Otot Katak
1.
Ambil semua beban yang dipasang pada percobaan C.
2.
Longgarkan sekrup penyangga yang menyangga penulis sehingga kini otot
katak secar langsung menahan beban. 3.
Atur letak penuis sehingga posisinya horizontal.
4.
Rangsangah dengan rangsangan tunggal yang maksimal (dengan voltage
yang diperoleh pada percobaan A). 5.
Putar kimograf ± ¾ cm, beri beban 10 gram, putar lagi kimograf ± ¾ cm,
dan berilah rangsangan. 6.
Ulangi tindakan no. 5 dengan setiap kali menambah beban sebesar 10
gram hingga otot tidak dapat mengangkat beban lagi.
D.
Kontraksi Tetani
1.
Siapkan sediaan saraf otot katak.
2.
Atur pemasangan electrode perangsang dan tindakan lain seperti pada
percobaan kepekaan saraf perifer. 3.
Tentukan besarnya rangsangan maksimal (dengan voltage yang diperoleh
pada percobaan A). 4.
Lakukan rangsangan berulang (multiple) dengan frekuensi rendah selama
3-5 detik. Beri istirahat ± 60 detik sebelum rangsangan berikutnya. 5.
Seterusnya lakukan rangsangan berkali-kali dengan frekuensi yang makin
tinggi, sehingga didapatkan kontraksi tetani lurus. Jangan lupa member istirahat tiap kali sebelum memberi rangsangan berikutnya.
BAB III HASIL PRAKTIKUM
3.1
Hasil Pengamatan Praktikum Pengantar Impuls, Kepekaan saraf, Kerja
Otot dan Tetani. 3.2 KEPEKAAN SARAF PERIFER
KONTRAKSI AFTER
RANGSANGAN KONTRAKSI
LOADED
(volt)
(cm)
0,1
0
0,2
0
Lim → 0,5
BEBAN
KONTRAKSI
(gram)
(cm)
10
1,2
20
0,2
2,3
1
2,5
2
3
3
3,5
4
4
5
7
6
8
FREK. RANGSANGAN
TETAN
SUMAS
(kali/detik)
I (+/-)
I (+/-)
1 x/det
-
+
2 x/det
-
+
3 x/det
-
+
4 x/det
+
-
5 x/det
+
-
10 x/det
+
-
25 x/det
+
-
50 x/det
+
-
100 x/det
+
-
KONTRAKSI PRE LOADED
NB
BEBAN
KONTRAKSI
(gram)
(cm)
10
2,3
20
1,5
30
1,1
40
0,3
: panjang sekrup ke beban (e) = 1,5 cm Panjang sekrup ke penulis (c) = 18 cm
3.2 a.
Grafik kimograf yang Diperoleh Ketika Praktikum Kepekaan Saraf Perifer
Hari/Tanggal : Selasa, 14 Maret 2014 Pukul
: 10.30-16.30
Tempat
: Laboratorium Faal FK UWKS
Keterangan: Dengan menggunakan rangsang pertama sebesar 0,5 volt dan terjadi kontraksi sebesar 2,3 cm. Pada rangsangan ini disebut sebagai rangsangan liminal. Setelah 6 volt terjadi kontraksi maksimal, yang kemudian rangsangan ini disebut rangsangan maksimal. Meskipun rangsangan ditambah hingga 7 volt tetapi kontaksi yang ditimbulkan tidak melebihi rangsangan maksimal. Rangsangan ini disebut rangsangan supramaksimal.
b.
Kontraksi Pre Loaded
Hari/Tanggal : Selasa, 14 Maret 2014 Pukul
: 10.30-16.30 WIB
Tempat
: Laboratorium Faal FK UWKS
Keterangan: Beban pertama yang digunakan adalah 10 gr terjadi kontraksi sebesar 2,3 cm, kami terus menambah beban sampai akhirnya beban 50 gr otot tidak mampu berkontraksi lagi.
c.
Kontraksi After Loaded
Hari/Tanggal : Selasa, 14 Maret 2014 Pukul
: 10.30-16.30 WIB
Tempat
: Laboratorium Faal FK UWKS
Keterangan: Beban pertama yang digunakan adalah sebesar 10 gram terjadi kontraksi setinggi 1,2 cm. setelah ditambah beban otot tidak lagi berkontraksi
Kontraksi Tetani dan Sumasi Hari/Tanggal : 14 Maret 2014 Pukul
: 10.30-16.30 WIB
Tempat
: Laboratorium Faal FK UWKS
Keterangan: Otot diberi rangsangan multiple dari frekuensi rendah ke frekuensi tinggi, sumasi terjadi antara kisaran frekuensi dari rangsangan 1 sampai 3 kali/detik. Pada frekuensi rangsangan 25 kali/detik terjadi tetani bergerigi dan pada frekuensi 50 kali/detik mulai terjadi tetani lurus.
BAB IV PEMBAHASAN
4.1
Diskusi Hasil Praktikum
4.1.1 Kepekaan Saraf Perifer Rangsangan yang diberikan pada N. Ichiadicus menimbulkan reaksi berupa kontraksi M. Gastrocnemius. Dari percobaan yang dilakukan, didapatkan bahwa besar kontraksi otot ini sebanding dengan besar rangsang yang diberikan pada N. Ichiadicus. Besar rangsang liminal yang dapat menyebabkan kontraksi pada percobaan didapatkan 0,5 volt. Sedangkan rangsang maksimal yang dapat menyebabkan kontraksi terbesar pada otot katak terjadi pada rangsangan 6 volt. Selanjutnya rangsangan diberikan sebesar 7 volt namun hasil kontraksinya lebih rendah.
Sehingga
dapat
dikatakan
rangsangan
tersebut
rangsangan
supramaksimal.
4.1.2
Kontraksi After Loaded
Berdasarkan hasil percobaan diperoleh bahwa otot mampu menahan beban hingga sebesar 10 gram. Kecilnya beban yang sanggup diangkat oleh otot katak disebabkan karena otot katak mendapat rangsangan terlebih dahulu sebelum deberi beban. Sehingga menyebabkan energi pada otot katak menjadi berkurang. Hal inilah yang menyebabkna After Loaded lebih kecil daripada Pre Loaded.
4.1.3
Kontraksi Pre Loaded
Hasil percobaan kontraksi pre load menunjukkan beban yang dapat ditanggung oleh otot katak sebesar 40 gram. Hal ini diakibatkan pemberian beban sebelum otot berkontraksi, maka beban yang sanggup ditanggung akan lebih besar dibandingkan dengan setelah kontraksi diberi beban lagi (after loaded). Karena kadar Ca dalam sitoplasma sel otot yang telah berkontraksi telah terpakai sejumlah besar yang digunakan otot untuk melakukan kerja sebelumnya. Sehingga pada waktu diberikan rangsangan otot katak mampu mengangkat beban yang lebih besar dari After Loaded.
4.1.4
Kontraksi Tetani dan Sumasi
Pada percobaan kontraksi sumasi dan tetani, sumasi dan tetani didapatkan dengan meningkatkan frekuensi rangsangan secara terus menerus. Sumasi pertama terjadi saat diberikan rangsangan dengan frekuensi 1x/detik. Sedangkan pada saat reakski rangsangan mencapai 25 x/detik, otot katak mengalami tetani bergerigi. Hal ini karena awal reaksi otot katak bereaksi akibat diberi rangsangan multiple. Saat frekuensi rangsangan mencapai 50x/detik otot katak mengalami tetani lurus.
4.2 4.2.1 1.
Diskusi Jawaban Pertanyaan Kepekaan Saraf Perifer Apa bedanya antara rangsangan liminal dan nilai ambang?
Jawaban: Nilai ambang adalah batas nilai terkecil untuk terjadinya suatu potensial aksi, sementara rangsangan liminal adalah rangsangan atau stimulus terkecil yang sudah mampu menimbulkan potensial aksi pada kerja otot sebab rangsangan tersebut sudah mencapai nilai ambang.
2.
Apakah perbedaan antara rangsangan maksimal dan supramaksimal,
kontraksi maksimal dan supramaksimal? Jawaban: a.
Rangsangan maksimal merupakan rangsangan yang lebih besar daripada
rangsangan liminal dan mampu menimbulkan kontraksi otot maksimal, sementara rangsangan supramaksimal merupakan rangsangan dengan intensitas lebih tinggi dari maksimal namun kontraksi yang dihasilkan bisa sama atau lebih kecil dari kontraksi maksimal.
b.
Kontraksi Maksimal adalah kontraksi yang tidak bertambah kekuatannya
meskipun rangsangan untuk menimbulkan kontraksi tersebut di tingkatkan lagi, sementara Kontraksi Supramaksimal adalah kontraksi dengan intensitas rangsangan diatas rangsangan maksimal anmun kontraksi yang dihasilkan sama atau lebih kecil dari kontraksi maksimal.
3.
Bagaimana menerangkan hubungan antara hukum “all or none” dengan
peristiwa-peristiwa pada percobaan ini? Jawaban: Neuron serta sel otot termasuk jaringan eksitabel (excitability tissue). Jaringan eksitabel adalah jaringa atau sel apabila mendapat rangsangan yang adekuat (mencapai nilai ambang) maka akan memberi jawaban atau respon yang spesifik yaitu berupa suatu potensial aksi (action potential). Potensial aksi merupakan manfestasi antara didalam dan diluar membran sel yang direkam dengan suatu oscilloscope (CRO : Cathode ray oscilloscope). Perubahan ini diakibatkan karena perubahan konsentrasi elektrolit didalam maupun diluar sel. Elektrolit utama yang berperan terhadap perubahan potensial antara didalam dan diluar membran eksitabel adalah Na, K, dan Cl.Saluran ion yang sangat berhubungan dengan konduksi impuls adalah voltage gated natrium channels (saluran ion natrium yang dipengaruhi oleh perubahan voltase elektris). Selain saluran ion Na, juga terdapat saluran ion K, Ca, Cl maupun ion yang lainnya. Pada keadaan istirahat ion Na (sodium) jauh lebih banyak dibandingkan didalam sel, kebalikan ion potassium (Kalium) jauh lebih banyak didalam dibanding diluar sel. Pada keadaan istirahat ion Na (sodium) jauh lebih banyak dibanding didalam sel, kebalikannya ion K (potasium) jauh lebih banyak didalam dibanding diluar sel. Rangsangan adekuat pada sel eksitabel akan memberi jawaban berupa suatu potensial aksi. Potensial aksi yang terjadi mengikuti hukum All or nothing (All or none) dan dirambatkan kesemua arah (propagation). Rangsangan yang tidak mencapai treshold (nilai ambang), hanya menimbulkan potensial lokal yang tidak akan disebarkan. Rangsangan adekuat atau mencapai nilai ambang, baik yang besar atau yang kecil akan menimbulkan potensial aksi yang sama besar. Artinya, potensial aksi tidak akan bertambah besar biarpun rangsangan diperbesar. Pada fase depolarisasi – potensial aksi, ion Na masuk kedalam sel, sedangkan pada fase repolarisasi, ion potasium keluar dari dalam sel. Rangsangan yang adekuat menyebabkan permiabilitas membran terhadap ion Na meningkat (menyebabkan saluran ion Na terbuka : terbukanya voltage gated sodium channels) sehingga ion Na masuk kedalam (nflux), oleh karena ion Na
membawa muatan positif maka didalam sel akan lebih positif dibanding diluar sel, fase ini disebut fase depolarisasi. Selanjutnya ion K keluar, sehinga diluar sel kembali lebih positif dan keadaan ini disebut fase repolarisasi. Macam-macam rangsangan yang dapat menimbulkan potensial aksi pada jaringan eksitabel, yaitu : •
Rangsangan elektris
•
Rangsangan kimiawi
•
Rangsangan mekanis
•
Rangsangan thermis.
4.2.2 1.
Kontraksi After Loaded dan Pre Loaded Hitunglah kerja otot untuk tiap-tiap beban pada percobaan B dan C!
(Rumus: Kerja Otot= pemendekan otot X beban) Jawaban : PRE LOADED a. 10 gram
Dik : m = 1.10-2kg d = 2,5cm = 2,5 x 10-2m
=
b. 20 gram Dik : m = 1.10-2kg d = 1,5cm = 1,5 x 10-2m
=
c. 30 gram Dik : m = 3.10-2kg d= 1,3cm = 1,3 x 10-2m
=
d. 40 gram Dik : m = 4 x 10-2kg d = 0,4cm = 0,4 x 10-2m
=
AFTER LOADED
a. 10 gram Dik : m = 1. 10-2kg d = 1,1 cm = 1,1 x 10-2m
=
b.
20 gram Dik : m = 2. 10-2kg d = 0,3cm = 0,3 x 10-2kg
=
Perhitungan Hasil Praktikum
d
c a
e
f
Keterangan : a = garis yang tercetak pada kertas milimeter (m) b = Pemendekan otot (m) c = Jarak sekrup ke penulis = 20 cm = 20.10-2m e = Jarak otot ke sekrup = 2 cm = 2.10-2 m Rumus untuk menghitung kontraksi:
Kerja otot = beban x pemendekan otot W
=FxS
F= m.g
=m.g.h
h=b
Keterangan : W
= Usaha / kerja otot (joule) m= Beban (kg)
g = Percepatan gravitasi (10 m/s2) h = Pemendekan otot (m) dalam perhitungan dilambangkan “b”
b
4.2.3
Kontraksi Tetani dan Sumasi
1.
Apa bedanya antara tetani dan sumasi?
Jawaban : Tetani adalah kontraksi otot secara maksimal yang terjadi secara beruntun atau multiple yang tidak diselingi untuk relaksasi, sementara Sumasi adalah penjumlahan kontraksi untuk dapat meningkatkan intensitas seluruh kontraksi otot.
2.
Bilamana didapatkan kontraksi tetani bergerigi dan tetani lurus?
Jawaban : Kontraksi Tetani bergerigi, didapatkan bila intensitas frekuensinya lebih kecil sehingga otot masih dapat berelaksasi yang kemudian disambung dengan kontraksi lagi, sementara Kontraksi Tetani lurus, didapatkan bila intensitas yang lebih besar dan cepat sehingga tidak memberi kesempatan untuk berelaksasi.
3.
Apakah yang terjadi bila rangsangan multiple diberikan terus dalam waktu
yang lama? Jawaban : Rangsangan multiple yang diberikan secara terus menerus akan mengakibatkan kelelahan otot (fatigue). Hal ini terjadi akibat pengunaan O2 intrasel secara terus menerus sehingga glikogen yang dihasilkan dalam otot cenderung menurun sebagai gantinya dilakukan reaksi anaerobik (tanpa menggunakan O2 yang menghasilkan asam laktat. Asam laktat yang berlebih dapat menimbulkan rasa pegal atau kelelahan otot.
BAB V PENUTUP
5.1 1.
Kemungkinan Kesalahan Praktikum Kesalahan pada penulisan kimograf, kelayakan pada alat dipakai
praktikum 2.
Kesalahan tidak sengaja yang dilakukan oleh anggota kelompok pada saat
praktikum 3.
5.2 1.
Kesalahan dari perhitungan waktu
Kesimpulan N. Ischiadicus mengandung suatu
serat-serat saraf motorik yang
memelihara M. Gastrocnemius. Oleh sebab itu, M. Gastrocnemius tidak bisa berkontraksi tanpa adanya impuls rangsangan dari N. Ischiadicus. 2.
Kerja otot dalam kontraksi pada Pre-Loaded lebih besar daripada After
Loaded, namun pada beban yang ditanggung sema besar sebab kadar Ca dalam sitoplasma sel otot yang telah berkontraksi telah terpakai sejumlah besar yang digunakan otot untuk melakukan kerja sebelumnya. 3.
Sumasi
merupakan
penjumlahan
kontraksi
kedutan
otot
untuk
meningkatkan intensitas kontraksi otot. 4.
Tetani merupakan suatu kontraksi otot secara maksimal yang terjadi secara
beruntun/multiple yang tidak diselingi oleh relaksasi. 5.
Sumasi dan Tetani terjadi karena peningkatan frekuensi rangsangan dan
pemberian rangsangan secara terus-menerus sampai batas tetanus hingga tiding dapat berkontraksi kembali.
KEPUSTAKAAN
Ganong, William F.2002.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20.Jakarta:EGC Guyton, A.C. dan J.E. Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9.Jakarta:EGC Guyton, A.C. dan J.E. Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11.Jakarta:EGC Koesomawati, Heni, dr.2006.Kamus Kedokteran Dorlan edisi 29. Jakarta:EGC http://wulanthestarshine.wordpress.com/2010/05/28/kontraksi-otot-lurik/ http://www.crayonpedia.org/mw/2._Otot_11.1 http://www.scribd.com/doc/44670962/dasar-teori-jadi