PEMETAAN GEOLOGI DAERAH GRIGAK DAN SEKITARNYA, KABUPATEN KULONPROGO, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
DISUSUN OLEH: MAYA WULANDARI 111.090.107 PLUG 1
LABORATORIUM TEKNIK KOMUNIKASI GEOLOGI PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA 2012
DAFTAR ISI
Halaman Judul .......................................................................................................................... i Daftar Isi ................................................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1 I.1 Latar Belakang Penelitian ............................................................................................ 1 I.2 Maksud dan Tujuan Penelitian .................................................................................... 1 I.3 Lokasi Penelitian ......................................................................................................... 2 BAB II GEOLOGI REGIONAL DAN GEOLOGI LOKAL ................................................... 3 II.1 Fisiografi Regional ..................................................................................................... 3 II.2 Stratigrafi Regional .................................................................................................... 5 II.3 Struktur Geologi Regional ....................................................................................... 11 II.3 Stratigrafi Geologi Lokal ......................................................................................... 11 II.3 Struktur Geologi Lokal ............................................................................................ 12 II.3 Geomorfologi Lokal ................................................................................................. 12 BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 13 III. 1 Kesimpulan ............................................................................................................ 13
LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang Penelitian
Pemetaan Geologi mengajarkan kepada mahasiswa untuk dapat melaksanakan pemetaan geologi secara mandiri, mulai dari tahap penelusuran pustaka, pembuatan proposal, pengamatan dan perekaman data lapangan, pengolahan data, hingga penyusunan dalam suatu bentuk laporan pemetaan geologi. Kegiatan Pemetaan Geologi diharapkan dapat menjadi sarana untuk menjadikan seorang geologist yang handal baik teori maupun prakteknya dengan menjalankan program – program agar mencapai kompetensinya agar berguna di masyarakat. Mahasiswa diharapkan dapat mengembangkan keilmuannya, sehingga dapat menerangkan atau menafsirkan kejadian geologi suatu daerah dengan pola fikir kegiatan yang terencana, terlaksana dan terukur dengan baik.
I.2
Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dilakukannya kegiatan Pemetaan Geologi ini adalah untuk mengetahui satuan batuan daerah telitian. Adapun tujuan dari kegiatan Pemetaan Geologi ini adalah untuk membuat Peta Lintasan dan Lokasi Pengamatan, Peta Geomorfologi, Peta Geologi dan Penampang Geologi, Kolom Stratigrafi yang sesuai dengan kaidah pemetaan geologi serta pembuatan laporan geologi. Sehingga dapat memahami kondisi geologi daerah telitian.
I.3
Lokasi Penelitian
Lokasi Pemetaan Geologi
ini
berada pada Derah
Grigak,
Kabupaten
Kulonprogo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
BAB II GEOLOGI REGIONAL DAN GEOLOGI LOKAL
II.1
Fisiografi Regional
Kabupaten Kulonprogo merupakan wilayah bagian Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak paling barat dengan batas sebelah barat dan utara adalah Propinsi Jawa Tengah dan sebelah selatan adalah Samudera Indonesia . Secara geografis terletak antara 7o 38'42" - 7o 59'3" Lintang Selatan dan 110 o 1'37" - 110 o 16'26" Bujur Timur. Kulonprogo dan sekitarnya telah banyak diteliti para ahli geologi dengan mengemukan susunan stratigrafi. Beberapa ahli tersebut antara lain : -
Bemmelen (1949), dengan urutan stratigrafinya dari tua ke muda : Eosen of Nanggulan,
Old Andesite Formation yang berfasies volkanik, tidak selaras diatasnya diendapkan Djonggrangan Beds pada Miosen Awal dan Sentolo Beds pada Miosen Akhir. -
Marks (1957), mengusulkan perubahan “Beds” menjadi “Formasi” pada Djonggrangan
Beds dan Sentolo Beds menjadi Formasi Djonggrangan dan Formasi Sentolo, dimana kedua formasi tersebut tidak selaras terhadap Formasi Andesit Tua. -
Sujanto dan Roskamil (1975), dengan urutan Formasi Nanggulan berumur Eosen, tidak
selaras diatasnya Formasi Andesit Tua berumur Oligosen Akhir, menerus diendapkan Formasi Sentolo pada Miosen – Pliosen dan Formasi Sambipitu pada Miosen Awal, tidak selaras Formasi Jonggrangan pada Miosen Awal – Miosen Akhir. Diatas Formasi Sentolo tidak selaras diendapkan Formasi Wonosari pada Pliosen dan termuda berupa Endapan Volkanik Muda.
-
Pringgoprawiro dan Purnamaningsih (1981), menambahkan Anggota Seputih pada
Formasi Nanggulan yang disusun napal berumur Eosen Akhir – Oligosen Akhir, Formasi Andesit Tua tidak selaras diatasnya. Diatas Formasi Andesit Tua tidak selaras diendapkan Formasi Sentolo yang bersilang-jari dengan Formasi Jonggrangan. -
Kadar (1986), mengsulkan pada Formasi Sentolo dibagi menjadi tiga anggota, yaitu
Anggota Kanyar-anyar, Anggota Genung, dan Anggota Tanjunggunung yang selaras diatas Formasi Andesit Tua. -
Pringgoprawiro dan Riyanto (1987), melakukan revisi Formasi Andesit Tua menjadi
dua formasi baru, yaitu Formasi Kaligesing berfasies darat dan Formasi Dukuh berfasies laut dalam, umur Oligosen Akhir – Miosen Awal. Formasi Kaligesing disusun oleh perselingan breksi volkanik, lava, batupasir tufan, dan endapan lahar, sedang Formasi Dukuh disusun oleh perselingan breksi volkanik, lava, batupasir tufan, batulempung dan sisipan karbonat, dimana hubungan keduanya saling menjari atau kontak sesar.
Menurut Van Bemmelen ( 1949, hal. 596), Pegunungan Kulon dilukiskan sebagai dome besar dengan bagian puncak datar dan sayap-sayap curam, dikenal sebagai “Oblong Dome”. Dome ini mempunyai arah utara timur laut - selatan barat daya, dan diameter pendek 15-20 Km, dengan arah barat laut-timur tenggara.
Gambar Sketsa Fisografi Jawa (Van Bemmmelen, 1949) dan Citraan Landsat (SRTM NASA, 2004)
Di bagian utara dan timur, komplek pegunungan ini dibatasi oleh lembah Progo, dibagian selatan dan barat dibatasi oleh dataran pantai Jawa Tengah. Sedangkan di bagian barat laut pegunungan ini berhubungan dengan deretan Pegunungan Serayu. Inti dari dome ini terdiri dari 3 gunung api Andesit tua yang sekarang telah tererosi cukup dalam, sehingga dibeberapa bagian bekas dapur magmanya telah tersingkap. Gunung Gajah yang terletak di bagian tengah dome tersebut, merupakan gunung api tertua yang menghasilkan Andesit hiperstein augit basaltic. Gunung api yang kemudian terbentuk yaitu gunung api Ijo yang terletak di bagian selatan. Kegiatan gunung api Ijo ini menghasilkan Andesit piroksen basaltic, kemudian Andesit augit hornblende, sedang pada tahap terakhir adalah intrusi Dasit pada bagian inti. Setelah kegiatan gunung Gajah berhenti dan mengalami denudasi, di bagian utara mulai terbentuk gunung Menoreh, yang merupakan gunung terakhir pada komplek pegunungan Kulonprogo. Kegiatan gunung Menoreh mula-mula menghasilkan Andesit augit hornblende, kemudian dihasilkan Dasit dan yang terakhir yaitu Andesit. Dome Kulonprogo ini mempunyai puncak yang datar. Bagian puncak yang datar ini dikenal sebagai “Jonggrangan Platoe“ yang tertutup oleh batugamping koral dan napal dengan memberikan kenampakan topografi “kars“. Topografi ini dijumpai di sekitar desa Jonggrangan, sehingga litologi di daerah tersebut dikenal sebagai Formasi Jonggrangan. Pannekoek (1939), vide (Van Bammelen, 1949, hal 601) mengatakan bahwa sisi utara dari Pegunungan Kulonprogo tersebut telah terpotong oleh gawir-gawir sehingga di bagian ini banyak yang hancur, yang akhirnya tertimbun di bawah alluvial Magelang. II.2
Stratigrafi Regional
Daerah penelitian yang merupakan bagian sebelah timur dari Pegunungan Serayu Selatan, secara stratigrafis termasuk ke dalam stratigrafis Pegunungan Kulon Progo. Unit stratigrafis yang paling tua di daerah Pegunungan Kulonprogo dikenal dengan Formasi nanggula, kemudian secara tidak selaras diatasnya diendapkan batuan-batuan dari Formasi Jonggaran dan Formasi Sentolo, yang menurut Van Bemmmelen (1949, hal.598), kedua formasi terakhir ini mempunyai umur yang sama, keduanya hanya berbeda faises. 1. Formasi Nanggulan
Formasi Nanggulan merupakan formasi yang paling tua di daerah pegunungan Kulonprogo. Singkapan batuan batuan penyusun dari Formasi Naggulan dijumpai di
sekitar desa Nanggulan, yang merupakan kaki sebelah timur dari Pegunungan Kulonprogo. Penyusun batuan dari formasi ini menurut Wartono Raharjo dkk (1977) terdiri dari Batupasir dengan sisipan Lignit, Napal pasiran, Batulempung dengan konkresi Limonit, sisipan Napa dan Batugamping, Batupasir dan Tuf serta kaya akan fosil foraminifera dan Moluska. Diperkirakan ketebalan formasi ini adalah 30 meter. Marks (1957, hal.101) menyebutkan bahwa berdasarkan beberapa studi yang dilakukan oleh Martin (1915 dan 31 ), Douville (1912), Oppernorth & Gerth (1928), maka formasi Nanggulan ini dibagai menjadi 3 bagian secara strtigrafis dari bawah ke atas adalah sebagai berikut a) Anggota Axinea Berds, marupakan bagian yang paling bawah dari formasi Nanggulan. Ini terdiri dari Batupasir dengan interkalasi Lignit, kemudian tertutup oleh batupasir yang banyak mengandung fosil Pelcypoda, dengan Axinea dunkeri Boetgetter yang dominan. Ketebalan anggota Axinea ini mencapai 40 m. b) Anggota Djogjakartae (‘Djokjakarta”). Batuan penyususn dari bagian ini adalah Napal pasiran, Batuan dan Lempung dengan banyak konkresi yang bersifat gampingan. Anggota Djokjakartae ini kaya akan Foraminifera besar dan Gastropoda. Fosil yang khas adalah Nummulites djokjakartae MARTIN, bagian ini mempunyai ketenalan sekitar 60 m. c) Anggota Discocyclina (“Discocylina Beds”). Batuan penyusun dari bagian ini adalah Napal pasiran, Batupasir arkose sebagai sisipan yang semakin ke atas sering dijumpai. Discocyclina omphalus, merupakan fosil penciri dari bagian ini.Ketebalan dari anggota ini mencapai 200 m. Berdasarkan pada studi fosil
yang diketemukan, Formasi
Nanggulan
mempunyai kisaran umur antara Eosen Tengah sampai Oligosen Atas (Hartono, 1969, vide Wartono Raharjo dkk, 1977). 2. Formasi Andesit Tua
Batuan penyusun dari formasi ini terdiri atas Breksi andesit, Tuf, Tuf Lapili, Aglomerat dan sisipan aliran lava andesit. Lava, terutama terdiri dari Andesit hiperstein dan Andesit augit hornblende (Wartono Raharjo dkk, 1977). Formasi Andesit Tua ini dengan ketebalan mencapai 500 meter mempunyai kedudukan yang tidak selaras di atas formasi Nanggulan. Batuan penyusun formasi ini berasal dari kegiatan vulaknisme di daerah tersebut, yaitu dari beberapa gunung api tua di daerah Pegunungan Kulonprogo yang oleh Van Bemmelen (1949) disebut sebagai Gunung Api Andesit Tua. Gunung api yang dimaksud adalah Gunung Gajah, di bagian tengah pegunungan, Gunung Ijo di bagian selatan, serta Gunung Menoreh di bagian utara Pegunungan Kulonprogo. Aktivitas dari Gunung Gajah di bagian tengah mengahasilkan aliran-aliran lava dan breksi dari andesit piroksen basaltic. Aktivitas ini kemudian diikuti Gunung Ijo di bagian selatan Pegunungan Kulonprogo, yang menghasilkan Andesit piroksen basaltic, kemudian Andesit augit hornblende dan kegiatan paling akhir adalah intrusi Dasit. Setelah denudasi yang kuat, sedikit anggota dari Gunung Gajah telah tersingkap, di bagian
utara,
Gunung
Menoreh
ini
menghasilkan
batuan
breksi
Andesit
augithornblende, yang disusul oleh intrusi Dasit dan Trakhiandesit. Purnamaningsih (1974, vide warttono rahardjo, dkk, 1977) menyebutkan telah menemukan kepingan Tuf napalan yang merupakan fragmen Breksi. Kepingan Tuf napalan ini merupakan hasil dari rombakan lapisan yang lebih tua, dijumpai di kaki gunun Mujil. Dari hasil penelitian, kepingan Tuf itu merupakan fosil Foraminifera plantonik yang dikenal sebagai Globigerina ciperoensis bolli, Globigerina geguaensis weinzrel ; dan applin serta Globigerina praebulloides blow. Fosil-fosil ini menunjukkan umur Oligosen atas. Formasi Andesit Tua secara stratrigrafis berada di bawah Formasi Sentolo dan dibagi atas dua formasi yaitu Kaligesing dan Dukuh. Harsono Pringgoprawiro (1968, hal.8) dan Darwin Kadar (1975, hal.2) menyimpulkan bahwa umur Formasi Sentolo berdasarkan penelitian terhadap Foraminifera plantonik adalah berkisar antara Awal Meiosen sampai Pliosen. Formasi Nanggulan, yang terletak di bawah Formasi Andesit Tua mempunyai kisaran umur Eosen Tengah hingga Oligosen Atas (hartono, 1969, vide Wartono Rahardjo, dkk, 1977). Jika kisaran umur itu dipakai, maka Formasi Andesit
Tua diperkirakan berumur Oligosen Atas sampai Meiosen Bawah. Menurut Purbaningsih (1974, vide wartono Rahardjo, dkk, 1977) umur Formasi Tua ini adalah Oligosen. 3. Formasi Jonggrangan
Litologi dari Formasi Jonggrangan ini tersingkap baik di sekitar desa Jonggrangan, suatu desa yang ketinggiannya di atas 700 meter dari muka air laut dan disebut sebagai Plato Jonggrangan. Bagian bawah dari formasi ini terdiri dari Konglomerat yang ditumpangi oleh Napal tufan dan Batupasir gampingan dengan sisipan Lignit. Batuan ini semakin ke atas berubah menjadi Batugamping koral (Wartono rahardjo, dkk, 1977) Formasi Jonggrangan ini terletak secara tidak selaras di atas Formasi Andesit Tua. Ketebalan dari Formasi Jonggrangan ini mencapai sekitar 250 meter (van Bemmelen, 1949, hal.598). koolhoven (vide van Bemmelen, 1949, hal.598) menyebutkan bahwa formasi Jonggrangan dan Formasi Sentolo keduanya merupakan Formasi Kulonprogo (“Westopo Beds”) ini diduga berumur Miosen Tengah. 4. Formasi Sentolo
Litologi penyusun Formasi Sentolo ini di bagian bawah, terdiri dari Aglomerat dan Napal, semakin ke atas berubah menjadi Batugamping berlapis dengan fasies neritik. Batugamping koral dijumpai secara lokal, menunjukkan umur yang sama dengan formasi Jonggrangan, tetapi di beberapa tempat umur Formasi Sentolo adalah lebih muda (Harsono Pringgoprawiro, 1968, hal.9). Berdasarkan penelitian fosil Foraminifera yang dilakukan Darwin kadar (1975) dijumpai beberapa spesies yang khas, seperti : Globigerina insueta CUSHMAN & STAINFORTH, dijumpai pada bagian bawah dari Formasi Sentolo. Fosil-fosil tersebut menurut Darwin Kadar (1975, vide Wartono Rahardjo, dkk, 1977) mewakili zona N8 (Blow, 1969) atau berumur Miosen bawah. Menurut Harsono Pringgoprawiro (1968) umur Formasi Sentolo ini berdasarkan penelitian terhadap fosil Foraminifera Plantonik, adalah berkisar antara Miosen Awal sampai Pliosen (zona N7 hingga N21). Formasi Sentolo ini mempunyai ketebalan sekitar 950 meter ( wartono rahardjo, dkk, 1977).
Dari uraian di atas terlihat stratigrafi daerah Pegunungan Kulonprogo, baik itu perbedaan hubungan stratigrafis antara formasi, maupun perbedaan umur dari masingmasing formasi. Ini disebabkan oleh adanya perbedaan data fosil yang digunakan untuk penentuan umur, karena sebagian ahli mempergunakan fosil Moluska dan Foraminifera besar sebagai dasar penelitian, sedangkan ahli lain mempergunakan Foraminifera kecil plantonik sebagai penelitian. Tidak lengkapnya data merupakan penyebab utama adanya perbedaan tersebut. Untuk lebih jelasnya perbedaan tentang susunan stratigrafi di daerah pegunungan Kulonprogo tersebut. II.3
Struktur Geologi Regional
Seperti yang sudah dibahas pada geomorfologi regional, pegunungan Kulonprogo oleh Van Bemmelen (1949, hal.596) dilukiskan sebagai kubah besar memanjang ke arah barat daya - timur laut, sepanjang 32 km, dan melebar ke arah ternggara - barat laut, selebar 15-20 km. Pada kaki-kaki pegunungan di sekekliling kubah tersebut banyak dijumpai sesar-sesar yang membentuk pola radial.
Gambar Skema blok diagram dome pegunungan Kulonprogo, yang digambarkan Van Bemmelen (1945, hal.596)
Pada kaki selatan gunung Menoreh dijumpai adanya sinklinal dan sebuah sesar dengan arah barat-timur, yang memisahkan gunung Menoreh dengan gunung ijo serta pada sekitar zona sesar.
II.4
Stratigrafi Lokal
Secara stratigrafi, urutan satuan batuan dari tua ke muda menurut penamaan litostratifrafi menurut Van Bemmmelen (1949, hal.598) adalah: 1. Formasi Kaligesing
Lokasi formasi ini terletak pada daerah Giripurwo. Batuan penyusunnya terdiri dari breksi. 2. Formasi Dukuh
Lokasi formasi ini terletak pada daerah Tanjungharjo. Batuan penyusunnya terdiri dari batupasir. Formasi Dukuh selaras di atas Formasi Kaligesing.
II.5
Struktur Geologi Lokal
Gejala struktur geologi yang berkembang di daerah Grigak dan sekitarnya, Kabupaten Kulonprogo, tidak terlepas dari tatanan tektonik pulau Jawa. Dampak pergerakan lempeng dalam kurun geologi yang panjang itu telah menimbulkan terjadinya banyak sesar. Pada singkapan-singkapan itu diperkirakan terdapat sesar turun dengan arah barat laut tenggara serta sesar mendatar dengan arah barat timur.
II.5
Geomorfologi Lokal •
Satuan Geomorfik Dataran Aluvial
Satuan ini merupakan dataran dengan morfometri landai dengan luasan 50 %. Satuan ini memiliki resistensi lemah dengan proses eksogen yang berupa erosi dan pelapukan. •
Satuan Geomorfik Perbukitan Homoklin
Satuan ini merupakan perbukitan dengan morfometri curam dengan luasan 35 %. Satuan ini memiliki resistensi kuat dengan proses eksogen yang berupa erosi dan pelapukan . •
Satuan Geomorfik Lembah Homoklin
Satuan ini merupakan lereng dengan morfometri curam dengan luasan 15%. Satuan ini memilkik resistensi kuat dengan proses eksogen yang berupa erosi dan pelapukan. •
Satuan Geomorfik Tubuh Sungai
Satuan ini merupakan dataran dengan morfometri datar dengan luasan 4 %. Satuan ini memiliki resistensi lemah dengan proses eksogen berupa erosi. •
Satuan Geomorfik Gosong Sungai
Satuan ini merupakan dataran dengan morfometri datar dengan luasan 1%. Satuan ini memiliki resistensi lemah dengan proses eksogen berupa erosi.
BAB III KESIMPULAN
Berdasarkan hasil interpretasi geomorfologi dan geologi, maka pada daerah telitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1.
Daerah telitian secara geomorfologi dapat dibagi menjadi 2 bentuk asal, yaitu bentuk asal Fluvial yang terdiri dari satuan geomorfik fluvial yaitu terdiri dari satuan geomorfik dataran aluvial, satuan geomorfik tubuh sungai, satuan geomorfik gosong sungai, serta bentuk asal Struktural yang terdiri dari satuan geomorfik perbukitan homoklin, serta satuan geomorfik lembah homoklin
2.
Stratigrafi dapat dibagi menjadi 2 satuan batuan, berturut-turut dari tua ke muda yaitu Satuan breksi dan Satuan batupasir, di mana keduanya secara berurutan merupakan bagian dari Formasi Kaligesing dan Formasi Dukuh. Formasi Kaligesing dan Formasi Dukuh memiliki hubungan selaras, namun formasi dukuh tidak selaras dengan soil yang berada diatasnya.
3.
Gejala struktur geologi yang berkembang di daerah Grigak ini diperkirakan berupa sesar turun dengan arah tenggara baratlaut serta sesar mendatar dengan arah barat timur.