PRAKTIKUM URINALIS Nama Sampel
: Hayyu Safira F.
Usia / Jenis Kelamin : 18 tahun / Perempuan
PEMERIKSAAN FISIS URIN
Diskusi A. Pemeriksaan Warna dan Buih Pemeriksaan urin merupakan suatu pemeriksaan guna membantu menegakkan diagnosa suatu penyakit. Normalnya,urine yang dikeluarkan dari dalam tubuh seseorang yang normal sekitar 5 liter/hari. Banyaknya air yang diminum dan keadaan suhu mempengaruhi banyaknya urin yang kita keluarkan. Apabila suhu udara dingin, pembentukan urine meningkat sedangkan jika suhu panas, pembentukan urine sedikit.Warna urin secara umumnya berwarna kuning. Warna kuning pada urin dipengaruhi oleh zat warna empedu yang mengandung bilirubin dan biliverdin. Warna urin juga tergantung dari jumlah urin yang dikeluarkan. Apabila urin encer warnanya kuning pucat, apabila urin lebih kental maka warnanya kuning pekat dan urin yang segar berwarna kuning jernih. Selain itu konsumsi makanan dan obat-an juga akan mempengaruhi warna urin. Pada praktikum kali ini kami memeriksa warna dan buih pada sampel urin. Langkah pertama adalah memasukkan 1 ml sampel urin apda tabung rekasi, kemudian diamati. Pada sampel urin yang kami periksa warna urin adalah kuning jernih, hal tersebut menunjukkan bahwa urin sampel dalam keadaan normal.Perubahan warna pada urin bisa disebabkan oleh keadaan patologis dan non-patologis. Keadaan non-patologis bisa disebabkan oleh makanan atau obatobatan. Bila urin dikocok akan terjadi buih, buih pada urine normal berwarna putih. Jika urine mudah berbuih, menunjukkan bahwa urine tersebut mengandung protein. Sedangkan jika urine memiliki buih yang berwarna kuning, hal tersebut disebabkan oleh adanya pigmen empedu yaitu bilirubin dalam urine. Pada sampel
1
urin yang kami periksa tidak ditemukan adanya buih yang terbentuk, sehingga bisa disimpulkan bahwa dalam sampel urin tersebut tidak mengandung protein. B. Pemeriksaan Bau Pada urin yang normal, baunya tidak keras. Bau urine yang tidak keras pada kondisi normal ini disebabkan oleh sebagian asam-asam organik yang mudah menguap. Tetapi pada urine yang telah lama dikeluarkan dari tubuh, dalam hal ini tidak baru, uranium yang terkandung didalamnya akan diubah menjadi amoniak oleh bakteri yang ada dalam urine, sehingga menimbulkan bau yang keras/ menyengat. Pada praktikum yang kami lakukan, sampel urin berbau tidak keras. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi sampel urin normal, dan juga disebabkan oleh kondisi sampel yang masih baru. C. Mengukur Ph Urin Pengukuran pH dilakukan dengan cara memasukkan kertas nitrazin ke dalam urin. Kemudian ditunggu hingga kering, setelah mengering kertas nitrazin dicocokkan dengan warna standart. Dari hasil pengukuran diketahui bahwa pH yang terdapat pada urin adalah 7. pH urin orang sehat berkisar antara 4,8 hingga 7,5 dengan rata-rata 6. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pH urin adalah normal. Derajat keasaman atau pH urin dapat dipengaruhi oleh asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi. Orang yang banyak mengkonsumsi protein urinnya asam, namum urin pada vegetarian lebih basa. Urin asam biasanya terdapat pada penyakit asidosis, diabetes mellitus, kelaparan, diare dan penyakit febris. Urin alkalis biasanya terdapat pada alkalosis, muntah-muntah yang hebat dan infeksi traktus urinalis (kistisis).
2
D. Berat Jenis Urin Pengukuran berat jenis urin bertujuan untuk mengetahui fungsi pemekatan atau pengenceran oleh ginjal dan komposisi urin itu sendiri. Berat jenis merupakan barometer untuk mengukur jumlah solid yang larut, yang didapatkan dari berat volume urin dengan berat volume air. Sehingga, makin pekat urin, maka makin besar pula berat jenisnya. Harga normal dari BJ urin seseorang adalah 1,003-1,030. Pada pengujian berat jenis urin dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut tabung gelas urometer dan urinometer. Hal pertama yang dilakukan adalah menera urinometer dengan menggunakan akuadest, tujuannya untuk mengkalibrasi alat sehingga didapatkan data yang valid. Urinometer dimasukkan ke dalam akuadest dan diputar, pengukuran dilakukan dengan pembacaan meniskus. Air memiliki berat jenis 1,000. Jadi jika hasil akhir yang didapatkan 1,000 maka urinometer siap digunakan, jika lebih dari 1,000 (misal 1,005) maka pada hasil akhir dikurangi dengan nominal kelebihan tersebut (dikurangi 0,005). Selanjutnya, tabung gelas urometer diisi dengan urin hingga ¾ bagian. Buih yang terbentuk dihilangkan dengan kertas saring atau dengan penambahan satu tetes eter. Selanjutnya dilakukan pengujian pada urin sampel dengan cara urinometer dimasukkan dan diputar dalam urin sampel, setelah urinometer stabil, lalu pengukuran dilakukan dengan membaca meniskus dan dilakukan pada tempat yang datar agar tidak mempengaruhi hasil pengukuran. Tiap garis pada meniskus mewakili 0,001. Pada percobaan kali ini urin tidak dilakukan pengenceran urin sehingga tidak perlu mengkalikan hasil akhir dengan faktor pengenceran. Hasil : -
Pada urinometer terlihat menunjukkan garis ke 9. Sehingga hasilnya adalah 1,009.
-
Teraan pada urinometer adalah suhu 20˚C, dan suhu ruangan saat itu adalah 27˚C. Sehingga pada setiap keanikan 3˚C harus ditambahkan 0,001. Maka, x 0,001 = 0,002 Sehingga hasil akhir BJ urin = 1,009 + 0,002 = 1,011 3
PEMERIKSAAN KIMIAWI URIN
A. Protein Pada praktikum pemeriksaan kimiawi urin kali ini, yang pertama kali dilakukan adalah pemeriksaan terhadap kadar protein dalam urin. Di mana penetapan kadar protein dalam urin biasanya dinyatakan berdasarkan timbulnya kekeruhan pada urin. Karena padatnya atau kasarnya kekeruhan itu menjadi satu ukuran untuk jumlah protein yang ada, maka menggunakan urin yang jernih menjadi syarat penting dalam praktikum kali ini. Salah satu uji protein yang cukup peka adalah melalui pemanasan urin dengan menggunakan asam asetat atau asam cuka. Pemberian asam asetat dilakukan untuk mencapai atau mendekati titik iso-elektrik protein, sementara dilakukannya pemanasan bertujuan untuk denaturasi sehingga terjadilah presipitasi (pengendapan). Langkah awal yang dilakukan untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya protein di dalam urin adalah memanaskan urin di dalam tabung reaksi yang telah
4
difiltrasi/dipusingkan hingga urin mendidih. Selanjutnya ditambahkan 2-3 tetes asam cuka 6% dan rebus kembali hingga mendidih. Setelah itu hasil bisa diinterpretasi sebagai berikut:
Negatif
: apabila urin tetap jernih
+
: bila terjadi kekeruhan minimal, huruf cetak pada kertas
masih dapat dibaca menembus kekeruhan
++
: bila kekeruhan nyata dan terlihat butir-butir halus. Garis
tebal dibalik tabung masih dapat dilihat
+++
: bila terlihat gumpalan-gumpalan yang nyata
++++
: bila terlihat gumpalan-gumpalan besar atau membeku
Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, tidak terlihat adanya denaturasi protein dan endapan yang terbentuk setelah dilakukannya pemanasan, serta warna dari urin tetap jernih. Hal tersebut menunjukkan bahwa hasil yang didapatkan adalah negatif (tidak terdapat kandungan protein di dalam urin). Sehingga urin pada sample dalam keadaan normal dan tidak ada indikasi kelainan atau keadaan patologis. B. Karbohidrat Pemeriksaan kadar glukosa pada urine adalah penting untuk tes adanya glukosuria. Pada orang normal tidak ditemukan adanya glukosa dalam urin. Glukosuria dapat terjadi karena peningkatan kadar glukosa dalam darah yang melebihi kapasitas maksimum tubulus untuk mereabsorpsi glukosa. Hal ini dapat ditemukan pada kondisi diabetes mellitus, tirotoksikosis, sindroma Cushing, phaeochromocytoma, peningkatan tekanan intrakranial atau karena ambang rangsang ginjal yang menurun seperti pada renal glukosuria, kehamilan dan sindroma Fanconi. Pemeriksaan glukosa urin dapat melalui dua cara, yaitu tes reduksi dan enzimatik. Tes reduksi terdiri dari fehling, benedict dan clinitest tablet. Sedangkan
5
tes enzimatik meliputi tes glucose oxidase dan hexokinase. Pada praktikum kali ini digunakan dengan metode fehling dengan prinsip bahwa dalam suasana alkali, glukosa mereduksi kupri menjadi kupro kemudian membentuk Cu2O yang mengendap dan berwarna merah. Intensitas warna merah dari ini secara kasar menunjukkan kadar glukosa dalam urine yang diperiksa. Pada pemeriksaan kadar karbohidrat diawali dengan mencampurkan 2 ml fehling A dan 2 ml fehling B dalam satu tabung reaksi dan kemudian menambahkannya dengan 1 ml urine yang akan diperiksa. Setelah itu dipanaskan dengan api kecil dan tunggu hingga mendidih. Setelah mendidih, tunggu hingga dingin dan kemudian hasil dapat diinterpretasi sebagai berikut.
negative
: tetap biru atau hijau jernih
+
: hijau keruh atau agak kuning
++
: kuning kehijauan dengan endapan agak kuning
+++
: kuning kemerahan dengan endapan kuning
kemerahan
++++
: merah jingga sampai merah bata
Berdasarkan hasil praktikum, didapatkan hasil bahwa terdapat kandungan glukosa pada urine sampel (+). Hal tersebut dapat diketahui dari adanya perubahan warna pada urin, yang awalnya berwarna biru karena adanya fehling A dan fehling B, berubah menjadi warna hijau keruh (+). Namun hasil positif pada pemeriksaan kadar glukosa ini tidak dapat dijadikan pedoman bahwa sampel menderita penyakit Diabetes Mellitus. Hasil positif bisa juga disebabkan karena sebelum dilakukan pemeriksaan, sampel mengonsumsi makanan sehingga kadar glukosa dalam darah masih tinggi. Selain itu dalam suatu penelitian diketahui bahwa hasil positif pada pemeriksaan dengan metode reduksi yang menghasilkan hasil positif tidak selalu berarti pasien menderita Diabetes Melitus. Hal ini dikarenakan pada penggunaan cara reduksi dapat terjadi hasil positif palsu pada urin yang disebabkan karena adanya kandungan bahan reduktor selain glukosa. Bahan reduktor yang dapat
6
menimbulkan reaksi positif palsu tersebut antara lain : galaktosa, fruktosa, laktosa, pentosa, formalin, glukuronat dan obat-obatan seperti streptomycin, salisilat, dan vitamin C. Oleh karena itu perlu dilakukan uji lebih lanjut untuk memastikan jenis gula pereduksi yang terkandung dalam sampel urine. Hal ini dikarenakan hanya kandungan glukosa yang mengindikasikan keberadaan penyakit diabetes. Penggunaan cara enzimatik lebih sensitif dibandingkan dengan cara reduksi.
C. Bilirubin Pada praktikum urinalisis pemeriksaan kimia urin, salah satunya dilakukan percobaan pemeriksaan bilirubin. Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari hemoglobin dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel. Disamping itu sekitar 20% bilirubin berasal dari perombakan zat-zat lain. Sel retikuloendotel membuat bilirubin tidak larut dalam air, bilirubin yang disekresikan dalam darah harus diikatkan albumin untuk diangkut dalam plasma menuju hati. Di dalam hati, hepatosit melepaskan ikatan dan mengkonjugasinya dengan asam glukoronat sehingga bersifat larut air, sehingga disebut bilirubin direk atau bilirubin terkonjugasi. Bilirubin direk adalah bilirubin bebas yang bersifat larut dalam air sehingga dalam pemeriksaan mudah bereaksi. Bilirubin terkonjugasi adalah bilirubin bebas yang terikat albumin. Bilirubin yang larut dalam air masuk ke dalam saluran empedu dan diekskresikan ke dalam usus. Didalam usus oleh flora usus bilirubin diubah
7
menjadi urobilinogen yang tak berwarna dan larut air, urobilinogen mudah dioksidasi menjadi urobilirubin yang berwarna. Sebagian terbesar dari urobilinogen keluar tubuh bersama tinja, tetapi sebagian kecil diserap kembali oleh darah vena porta dikembalikan ke hati. Urobilinogen yang demikian mengalami daur ulang, keluar lagi melalui empedu. Ada sebagian kecil yang masuk dalam sirkulasi sistemik, kemudian urobilinogen masuk ke ginjal dan diekskresi bersama urin Prinsip dari pemeriksaan bilirubin, yaitu BaCl2 bereaksi dengan sulfat dalam urin dan membentuk endapan Ba SO4 dan bilirubin menempel pada molekul ini. Dan bilirubin dapat mereduksi ferilklorida menjadi senyawa yang berwarna hijau. Prosedur yang dilakukan untuk pemeriksaan bilirubin adalah dengan mengambil 3ml urin, dimasukkan kedalam tabung reaksi dan ditambah 3 ml BaCl2. Lalu ditunggu sampai terbentuk endapan. Selanjutnya endapan disaring menggunakan kertas saring dan filtrate ditampung dalam tabung reaksi lain. Kemudian kertas saring dibuka dan endapannya ditetesi dengan reagen fouchet sebanyak 1-2 tetes. Selanjutnya diamati perubahan warna pada endapan yang telah ditetesi reagen fouchet. Setelah diamati, warna endapan menjadi coklat pudar yang berarti negatif. Normalnya bilirubin memang ada di dalam urine, namun dalam jumlah sangat sedikit sehingga tidak dapat terdeteksi melalui pemeriksaan rutin.
8
KESIMPULAN Dari hasil pemeriksaan fisis urin yang kita lakukan, didapatkan urin sample dapat dikatagorikan normal. Pada pemeriksaan warna dan bau di dapatkan warna urin sample berwarna kuning cerah dan encer dengan bau yang tidak begitu menyengat. Pada pemeriksaan berat jenis setelah melakukan pecobaan penghitungan berat jenis urindidapatkan hasil BJ urin = 1,011. Harga normal dari BJ urin seseorang adalah 1,003 - 1,030. Jadi, dapat disimpulkan bahwa berat jenis urin sampel adalah normal. Selain melakukan pemeriksaan fisis kita juga melakukan permeriksaan kimiawi pada urin termasuk pemeriksaan protein, karbohidrat dan bilirubin. Pada pemeriksaan protein Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, tidak terlihat adanya denaturasi protein dan endapan yang terbentuk setelah dilakukannya pemanasan, serta warna dari urin tetap jernih. Hal tersebut menunjukkan bahwa hasil yang didapatkan adalah negatif (tidak terdapat kandungan protein di dalam urin). Sehingga urin pada sample dalam keadaan normal dan tidak ada indikasi kelainan atau keadaan patologis. Selain itu berdasarkan hasil praktikum pemeriksaan Karbohidrat dapat disimpulkan bahwa dalam urine sampel terdapat kandungan glukosa karena terdapat perubahan warna pada urine menjadi hijau keruh. Dan pemeriksaan terakhir yaitu pemeriksaan bilirubin dapat disimpulkan bahwa urine sampel negatif. Hal ini merupakan kondisi normal, karena kadar bilirubin dalam urine sangat sedikit sehingga tidak dapat terdeteksi melalui pemeriksaan rutin.
9