Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material 3 Modul B Teori Laminat Klasik oleh:
Nama
: Egi Setiawan
NIM
: 13714007
Kelompok
:9
Anggota (NIM) : Jonathan Sebastian
(13713002)
Dyfan Aji K
(13713058)
Egi Setiawan.
(13714007)
Ahmad M. Anwar
(13714019)
Huda Diwang Ariyoseto (13714033)
Tanggal Praktikum
: Jumat, 10 Maret 2017
Tanggal Penyerahan Penyerahan Laporan : Rabu, 14 Maret 2017 Nama Asisten (NIM)
: Darmawan Muhaimin (13713001) (13713001)
Laboratorium Metalurgi dan Teknik Material Program Studi Teknik Material Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung 2017
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada zaman ini seiring kebutuhan akan material dengan sifat yang unggul mendorong akan dibutuhkannya material yang jenis baru yang mumpuni. Material ini dibuat bertujuan untuk mendapatkan sifat-sifat baru yang diinginkan dan sesuai dengan kebutuhan, material ini disebut material komposit. Dalam material komposit, ada komponen penyusun yang bertindak sebagai penguat dan sebagai pengikat. Sifat-sifat yang yang muncul dari material komposit komposit adalah sifat gabungan dari komponen-komponen komponen-komponen penyusunnya. Sebelum melakukan perancangan akan sebuah komposit, akan lebih mudah apabila dilakukan terlebih dahulu yang namanya pemodelan. Pemodelan ini bertujuan untuk untuk melihat rancangan komposit komposit yang akan akan dibuat. Banyak faktor yang yang mempengaruhi penyusunan komposit salah satunya penyusunan lamina, cara penyusunan lamina dan dan jenis-jenis pembebanan yang dapat diberikan pada laminat dimodelkan dengan menggunakan Teori Laminat Klasik yakni suatu metode untuk menganalisa material komposit berupa laminat secara. Pada percobaan ini pemodelan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ( software) software) GENLAM untuk memodelkannya.
1.2 Tujuan
1. Menentukan distribusi tegangan dan regangan terhadap laminat ketika dilakukan variasi pembebanan dengan simulasi oleh program Genlam. 2. Menentukan nilai strength ratio ratio (R) untuk mengetahui kriteria kegagalan laminat dengan menggunakan program Genlam.
1
BAB II TEORI DASAR 2.1. Material Material Komposit
Material Komposit merupakan penggabungan dua jenis material atatu lebih untuk memperoleh sifat yang paling optimum dari setiap material penyusunnya, Umumnya tersusun dari dua jenis material: material dasar (matriks) yang secara kontinyu melingkupi dan menyatukan material lain (penguat/reinforcement (penguat/ reinforcement ) yang tersebar merata. Material komposit memiliki sifat yang unik yakni memliki kekakuan dan kekuatan specific yang tinggi bahkan lebih tinggi dari pada baja. Selain itu material komposit juga memiliki sifat tailorability yakni tailorability yakni penguatannya dapat diarahkan searah dengan arah pembebanannya sehingga lebih efisien.
2.2. Klasifikasi Material Kompositi
Material komposit memiliki ragam jenisnya sehingga diklasifikasikan sebagai berikut: 2.2.1
Berdasarkan jenis penguat:
1. Particle-reinforced composites
Large-particle composites
Dispersed-strengthened composites
Gambar 2.1 contoh material Large-particle composites Sumber: http://nanophotonics.sp http://nanophotonics.spiedigitallibrary.org/a iedigitallibrary.org/article.aspx? rticle.aspx?articleid=1225279 articleid=1225279 dikases pada tanggal 12 Maret 2017 pukul 20.00
2
2. Fiber-reinforced composites:
Discontinuous (Short) fiber composites
Continuous (long) fiber composites
Example: fiber glass
3. Structural-reinforced composites
Sandwich composites
Laminar composites Gambar 2.3 Structural-reinforced Structural-reinforced composites (honeycomb)
Sumber : http://majalah100 http://majalah1000guru.net/2013/05/ca 0guru.net/2013/05/carbon-nanotubes-m rbon-nanotubes-material-cerdas aterial-cerdas// diakses pada tanggal 13 Maret 2017 pukul 20.00
2.2.2
Berdasarkan jenis matriksnya komposit dibagi jenisnya menjadi sebagai berikut: 1. Polymer matrix composites (PMC):
Carbon fibre reinforced polymer
Glass fibre reinforced polymer
Metal fibre reinforced polymer
2. Metal matrix composites (MMC):
Boron or carbon fibre reinforced Aluminium
Alumina particle reinforced Aluminium
3
3. Ceramic matrix composites (CMC):
Zirconia in alumina
Carbon fibre reinforced carbon
2.3. Mikromekanik
Mikromechanik adalah studi sifat material komposit dalam hal interaksi antara komponen-komponen (matrix dan reinforcement ) dari komposit dalam skala mikro. Sedangkan macromechanics adalah studi material komposit dengan mengasumsikan bahwa material bersifat homogen dan efek masing - masing komponen seragam dari rata-rata sifatnya.
E , ,E , ,G , 1
1
2
2
12
3
12
1 2
Gambar 2.4 Model Mikromekanik untuk Uni Directional Fiber Sumber: Slide Kuliah Material Komposit, Hermawan Judawisastra, 2011.
2.4. Makromekanik
Di dalam komposit sangat erat kaitannya dengan istilah lamina dan laminat karena dari sinilah sifat dari suatu komposit muncul dan dapat diperkirakan lalu dapat dimodelkan. Lamina merupakan satu lapis pelat datar/lengkung dari unidirectional fiber atau woven fabrics dalam matriks sedangkan Laminat merupakan pelat yang terdiri dari tumpukan lamina yang orientasinya dapat
4
ditentukan. Koordinat lamina ditunjukkan dengan notasi sumbu 1,2,3 sedangkan koordinat laminat ditunjukkan dengan notasi sumbu x, y, z.
Gambar 2.5. Perbedaan Lamina dan Laminat Sumber: Slide Kuliah Material Komposit, Hermawan Judawisastra, 2011.
Gambar 2.6 Hubungan Lamina-Laminate, Micromechanics-Macromechanics Sumber: Slide Kuliah Material Komposit, Hermawan Judawisastra, 2011.
5
Berdasarkan orientasi lamina penyusunnya, laminat dibedakan menjadi sebagai berikut: 1. Laminat Simetri Merupakan laminat yang memiliki susunan orientasi simetris terhadap mid planenya atau dapat dikatakan terhadap mid-plane setiap lapis memiliki cerminannya pada jarak yang sama dari mid-plane tersebut. Contohnya: a-b-c-c-b-a. 2. Laminat Asimetris Merupakan laminat yang memiliki susunan orientasi tidak simetris dan tidak teratur terhadap mid-planenya. Contohnya: a-b-c-a-b-c. 3. Laminat Antisimetris Merupakan laminat yang memiliki susunan orientasi berkebalikan terhadap mid-planenya. Contohnya: a-(-a) 4. Laminat Cross Ply Merupakan laminat yang memiliki susunan orientasi selang-seling antara laminanya. Contohnya adalah:
Untuk laminat simetris, urutan cross ply nya: 0,90,90,0.
Untuk laminat asimetris, urutan cross ply nya: 0,90,0,90.
Laminat yang akan dimodelkan dapat ditentukan parameter parameternya yakni sebagai berikut:
Jenis material dari lamina
Jumlah tumpukan lamina
Orientasi dari susunan lamina tersebut
6
2.5. Genlam
Genlam merupakan software yang berguna untuk melakukan simulasi dengan memodelkan laminat jika diberikan pembebanan baik itu pembebanan mekanik maupun pembebanan hygrotehermal . Pembebanan mekanik yakni pembebanan yang dialami benda kerja akibat dari beban mekanik (terik, tekan, dan/atau puntir). Pembebanan hygrothemal adalah pembebanan yang dialami benda kerja akibat kelembaban udara dan akibat perbedaan temperature curing dengan temperature operasi komposit. Sifat mekanik dari komposit dapat beraneka ragam hal ini dapat dianalisis baiki secara mikromekanik maupun secara makromekanik. Teori laminat klasik merupakan metode untuk menganalisa material komposit berupa laminat secara makromekanik. Skema Perhitungan Teori Laminat Klasik
Gambar 2.7 Skema Perhitungan Teori Laminat Klasik
Sumber: Slide Kuliah Material Komposit, Hermawan Judawisastra, 2011.
7
Keterangan: N = Gaya per satuan lebar M = Momen per satuan lebar A = Kekakuan terhadap defleksi memanjang/memendek B = Kekakuan coupling D = Kekakuan terhadap tekuk/puntir e0 = Deformasi berupa defleksi/perpanjangan pada bidang tengah (mid-plane) k = Deformasi berupa kelengkungan bidang Adapun asumsi yang digunakan pada teori laminat klasik ini adalah seba gai berikut:
Setiap layer: homogen dan ortotropik
Ikatan antar material penyusun baik
Produk komposit tidak memiliki defect
Transverse shear diabaikan
Terdapat kriteria kegagalan dalam Teori laminat klasik, yaitu: 1.
First Ply Failure (FPF) Kriteria kegagalan komposit saat lamina di dalam laminat mengalami
kegagalan pertama kali akibat pembebanan (bisa satu lamina gagal atau lebih). Bila hal ini terjadi, belum tentu seluruh laminat itu akan langsung mengalami kegagalan, tapi lamina-lamina lain akan mengalami kegagalan secara bertahap. Setiap titik pembebanan yang ada dalam FPF locus adalah titik yang aman, yaitu tidak terjadi
8
kegagalan lapisan. Daerah di luar FPF locus, paling sedikit satu dari lapisan telah mengalami kegagalan. FC 90°
FPF
FC 0°
Gambar 2.8 First Ply Failure locus
Sumber: Slide Kuliah Material Komposit, Hermawan Judawisastra, 2011.
2.
Last Ply Failure (LPF) Kriteria kegagalan komposit LPF berupa kegagalan seluruh laminatnya
karena sudah tidak mampu lagi menerima pembebanan. Daerah dari failure locus pada lapisan yang telah mengalami degradasi disebut last ply failure.
FC 90°degraded
LPF
FC 0°degraded
Gambar 2.9 Last Ply Failure locus
Sumber: Slide Kuliah Material Komposit, Hermawan Judawisastra, 2011.
9
BAB III PENGOLAHAN DATA Latihan 1 Sifat-Sifat Elastis 1-a. Dari software GENLAM didapat data engineering constant AS-3501 (02, 902)
s dan AS-3501 (0, 90)2s sebesar: AS-3501 (02, 902) s
AS-3501 (0, 90)2s
10
1.b. Dari software GENLAM didapat data engineering constant Scotch-Ply UD dan
Scotch-Ply (0, 90)2 sebesar:
Scotch-Ply UD
Scotch-Ply (0, 90)2
11
Latihan 2 Pembebanan dan Tegangan
Asumsi: temperature curing = 100oC 2.1 Tanpa Pembebanan dan Temperatur 25 oC a. Scotch-ply UD Tegangan
Regangan
12
b. Scotch-ply (0, ±45, 90, 0, ±45, 90) Tegangan
Regangan
13
c. IM6 epoxy (0, ±45, 90, 0, ±45, 90) Tegangan
Regangan
14
2.2. Scotch-ply UD
a. Pembebanan Tarik biaxial masing masing 1 MN/m 2 Tegangan
Regangan
15
b. Pembebanan geser sebesar 10 N/mm 2 Tegangan
Regangan
16
c. Momen bending M1 sebesar 10 N.m Tegangan
Regangan
17
d. Momen torsi sebesar 5 N.m Tegangan
Regangan
18
2.3 Grafik tegangan dan regangan jika diberi beban tarik biaxial 10 N/mm 2 a. Scotch-ply UD Tegangan
Regangan
19
b. Scotch-ply (0, ±45, 90, 0, ±45, 90) Tegangan
Regangan
20
Latihan 3 Kegagalan pada laminat
3.1 Pembebanan biaksial 50N/mm, tarik- tarik, tarik-tekan, tekan-tarik, tekan-tekan untuk laminat: a. B-N5505 UD Case 1 : beban Tarik biaksial Tegangan :
Rasio Tegangan :
21
Case 2 : Tarik - Tekan Tegangan :
Rasio Tegangan :
22
Case 3 : Tekan - Tarik Tegangan :
Rasio Tegangan :
23
Case 4 : Tekan - Tekan Tegangan :
Rasio Tegangan :
24
b. B-N5505 ( +45)s Case 1 : Tarik - Tarik Tegangan :
Rasio Tegangan :
25
Case 2 : Tarik - Tekan Tegangan :
Rasio Tegangan :
26
Case 3 : Tekan - Tarik Tegangan :
Rasio Tegangan :
27
Case 4 : Tekan - Tekan Tegangan :
Rasio Tegangan :
28
c. IM6-Epoxy (+/-30,+-60)s Case 1 : Tarik Tarik Tegangan :
Rasio Tegangan :
29
Case 2 Tarik - Tekan Tegangan :
Rasio Tegangan :
30
Case 3 : Tekan - Tarik Tegangan :
Rasio Tegangan :
31
Case 4 : Tekan - Tekan Tegangan :
Rasio Tegangan :
32
3.2 Cross-Ply Kevlar-Epoxy pada temperatur 25 0C Nilai Rasio Tegangan
33
BAB IV ANALISIS DATA Latihan 1
a. AS-3501 (0, 0, 90, 90) s dengan AS-3501 (0,90)2s Pada kedua laminat ini, inplane constants memiliki nilai yang sama. Hal ini disebabkan karena kedua lamina tersebut memiliki jumlah lamina yang sama pada setiap orientasinya, dan hanya memiliki orientasi 0 dan 90. Hanya saja memiliki perbedaan cara penyusunan lamina yang tidak berpengaruh terhadap nilai E. Akibatnya kedua laminat tersebut memiliki nilai E1, E2, dan E6 yang sama. Nilai modulus elastisitas laminat AS-3501 (0,0,90, 90) s yang lebih besar pada arah 1 dikarenakan terdapat 2 lapis lamina terluar yang orientasinya sejajar yaitu 0. Sedangkan pada laminat AS-3501 (0,90)2s, lapisan terluarnya sejajar namun lapisan kedua dari luar memiliki orientasi yang tegak lurus sehingga kemampuan menahan tegangan tarik/tekannya lebih rendah dibandingkan dengan laminat AS3501 (0,0,90,90). Sehingga pada kasus tersebut, diarah 1 laminat yang 2 lapisan terluarnya memiliki lamina yang orientasinya sejajar 0 akan lebih kaku daripada laminat yang 2 lapisan lamina terluarnya saling tegak lurus. Hal demikian dapat terjadi karena pada flexural strength, distribusi tegangan tarik/tekan material semakin ke permukaan semakin besar. b. Scotch-ply UD dengan Scotch-ply (0,90)2 Dari percobaan didapat nilai inplane constant dan flexural constant antara kedua laminat berbeda, hal tersebut disebabkan karena kedua laminat memiliki orientasi yang bebeda, pada Scotch-ply UD hanya memiliki orientasi yaitu 0 saja sedangkan pada Scotch-ply (0,90)2 memiliki orientasi 0 dan 90. Nilai inplane constant Scotch-ply UD lebih besar daripada Scotch-ply (0,90)2 pada arah 1. Hal terjadi dikarenakan orientasi Scotch-ply UD searah dengan arah pembebanannya, sehingga lebih mampu menerima pembebanan. Nilai inplane constant Scotch-ply (0,90)2 lebih besar daripada IM6 epoxy UD pada arah 2. Hal tersebut dikarenakan
34
orientasi Scotch-ply (0,90)2 searah dengan arah pembebanannya, sehingga lebih mampu menerima pembebanan.
Latihan 2.1.
a. Scotch-ply UD Pada hasil percobaan terlihat bahwa laminat mengalami tegangan tekan di arah longitudinal dan tegangan tarik di arah transversal. Distribusi tegangan yang dialami laminat seragam orientasi dan susunan sama disemua lamina. Sehingga dapat disimpulkan bahwa beban higrothermal yang diberikan pada laminat dapat menyebabkan terjadinya tegangan normal pada laminat meskipun nilainya sangat kecil. Untuk percobaan yang menggunakan laminat yang sama namun terlihat mengalami perubahan dimensi berupa pengurangan dimensi di arah longitudinal dan penambahan dimensi di arah transversal. Karena orientasi dan susunan lamina yang sama menyebabkan distribusi regangan secara merata diseluruh bagian laminat.
Sehingga
dapat
disimpulkan,
bahwa
pembebanan
higrothermal
menyebabkan terjadinya perubahan dimensi pada laminat.
b. Scotch-ply (0, -45, +45, 90, 0, -45, +45, 90) Pada laminat ini, distribusi tegangan yang terjadi pada tiap lamina menunjukan nilai yang berbeda. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan orientasi dan susunan lamina. Lamina yang mengalami tegangan yang paling tinggi dialami oleh lamina keempat yang memiliki orientasi, di arah transversal yang mengalami tegangan terbesar adalah lamina kelima dengan orientasi 0, dan pada tegangan geser yang mengalami tegangan geser terbesar adalah pada lamina ketiga dengan orientasi -45 lamina keenam dengan orientasi +45.
Kemiringan pada grafik
disinyalir merupakan pengaruh dari interface lamina. Pada distribusi regangan terjadi hasil nilai yang tidak merata, hal tersebut disebabkan karena adanya perbedaan orientasi dan susunan lamina. Regangan yang 35
terjadi pada lamina berbeda pada arah 1, 2 dan 6. Dapat dilihat pada grafik apabila terjadi penambahan dimensi maka nilai reganganya positif dan sebaliknya jika nilai regangan negatif berarti terjadi pengurangan dimensi. Kemiringan pada grafik diatas bersifat linier , hal ini dapat terjadi karena setiap ujung mengalami regangan yang berbeda yang dipengaruhi oleh lamina diatas dan dibawahnya. Kemiringan linier pada regangan terjadi karena interface antar lamina yang saling menyatu sehingga dapat disimpulkan bahwa laminat belum mengalami kegagalan.
c. IM6 epoxy (0, 45, -45, 90, 0, 45, -45, 90) Pada hasil percobaan terlihat bahwa distribusi tegangan tiap lamina berbeda-beda. Hal ini terjadi karena orientasi dan susunan lamina yang berbeda beda. Lamina dengan orientasi 90 pada arah longitudinal mengalami tegangan paling, di arah transversal pada lamina kelima dengan orientasi 0, tegangan geser pada lamina ketiga dengan orientasi -45 dan lamina keenam dengan orientasi 45. Pada gambar di atas juga terlihat adanya gradien tegangan yang menunjukkan bahwa tegangan di setiap lamina tidak sama. Nilai distribusi regangan yang terjadi juga tidak merata, hal tersebut dikarena adanya perbedaan orientasi dan susunan lamina. Regangan yang terjadi pada lamina berbeda pada arah 1, 2 dan 6. Pada grafik dapat disimpulkan jika nilai regangan postif maka terjadi penambahan dimensi dan sebaliknya jika nilai regangan negatif berarti terjadi pengurangan dimensi.
36
Latihan 2.2
Pembebanan mekanik Scotch-ply UD a. Pembebanan tarik biaksial masing-masing sebesar 10 N/mm Dari grafik hasil percobaan, tegangan yang terjadi adalah sama, baik pada arah longitudinal maupun pada arah transversal karena orientasinya hanya pada arah 0 sehingga tegangan yang terjadi pada arah 1 dan 2 sama besar. Pada arah tegangan geser terlihat tidak ada nilainya Karena pembebanan yang diberikan merupakan beban biaksial. Pada pembebanan ini juga terjadi perubahan dimensi. Nilai regangan yang terjadi pada arah 1 berbeda dengan arah 2. Arah 2 mengalami pertambahan dimensi yang lebih besar daripada pada arah 1, hal tersebut disebabkan karena orientasinya lamina yang ada di satu arah, sehingga muncul regangan yang cukup besar pada arah tegangan yang tidak searah dengan arah serat.
b. Pembebanan geser sebesar 10 N/mm Dalam grafik hasil percobaan dapat dilihat bahwa tegangan dan regangan terbesar terjadi pada arah geser. Hal ini terjadi karena pembebanan yang diberikan merupakan pembebanan geser sehingga hasil tegangan regangan terbesar akan ada pada arah gesernya.
c. Momen bending M1 sebesar 10 N Saat dilakukan pembebanan bending, laminat mengalami distribusi tegangan pada penampangnya. Pembebanan bending dilakukan pada arah 1, maka dari itu tegangan dan regangan terbesar ada pada arah 1. Laminat mengalami distribusi tegangan yang berbeda, pada permukaan mengalami tegangan maksimun sedangkan pada titik tengah memiliki tegangan sama dengan nol. Laminat juga mengalami regangan, pada arah 1 mengalami perubahan dimensi yang lebih besar disbanding arah 2 karena laminat menerima pembebanan pada arah 1.
37
d. Momen torsi sebesar 5 N Dari hasil pemberian beban torsi sebesar 5N, distribusi tegangan dan regangan paling besar terjadi pada arah geser. Hal tersebut disebabkan adanya pembebanan momen torsi pada arah gesernya. Nilai tegangan dan regangan yang maksimum terjadi pada permukaan laminat dan secara linier berubah semakin kecil menuju titik tengah dari laminat.
Latihan 2.3
a. Scotch-ply UD Sesuai dengan grafik hasil percobaan, dapat terlihat bahwa laminat memiliki orientasi searah, dengan terlihat distribusi tegangan yang homogen dari lapis pertama hingga terakhir pada arah 1 maupun arah 2, hal tersebut berlaku pada tegangan dan regangan. Dan pada pembebanan arah geser bernilai nol karena tidak ada pembebanan bending yang diberikan. b. Scotch-ply (0, ±45, 90, 0, ±45, 90) Dari hasil percobaan dapat terlihat di grafik, tegangan atau regangan yang diterima laminat tidak homogen ketika diberi beban, diakibatkan oleh orientasi yang berbeda-beda pada setiap lamina dalam laminatnya. Lapis paling bawah dan atas menerima regangan paling besar di arah 1 dan 2, dan tegangan yang diterima tidak teratur karena adanya perbedaan orientasi. c. IM6 epoxy (0, ±45, 90, 0, ±45, 90) Dari hasil percobaan dapat terlihat di grafik, ketika epoxy diberikan beban aksial yang sama dengan diberikan kepada scotch-ply, kurva tegangan dan regangan yang muncul berbeda. Hal tersebut disebabkan oleh sifat dari bahan yaitu kekuatan materialnya berbeda, walaupun orientasinya sama. Untuk tegangan, lamina yang tengah menerima tegangan paling besar dan untuk regangan, dapat dilihat bahwa
38
regangan menurun pada sigma-1 karena adanya penurunan kekakuan. Terjadi regangan dan tegangan pada arah geser disebabkan karena fenomena coupling , seperti pada scotch-ply, yang menyebabkan adanya beban bending.
LATIHAN 3
a. Latihan 3.1.a Pada percobaan kali ini, komposit yang digunakan adalah B-N5505 UD. Ketika diberikan pembebanan berupa beban tarik dan beban tekan s ebesar 50N/mm, dengan kombinasi tarik-tarik, tarik-tekan, tekan-tarik, dan tekan-tekan. Dapat dilihat dari grafik laminat mengalami tegangan tarik pada dua sumbu dan tidak mengalami tegangan geser selama variasi pembebanan yang diberikan. Berdasarkan simulasi pada genlam komposit tidak mengalami kegagalan karena nilai 1/R dari komposit tidak mencapai nilai 1. Namun komposit tersebut tidak tahan terhadap beban tarik. Hal tersebut ditunjukan dengan nilai 1/R dari komposit tersebut yang mendekati nilai 1.
b. Latihan 3.1.b Pada latihan ini digunakan komposit B-N5505 dengan orientasi simetric regular angle ply (±45) s. Pembebanan yang dilakukan 50 N/mm. Bila dilihat dari bagian 1/R laminat dengan orientasi ini gagal terhadap beban tarik-tekan maupun tekan-tarik. Hal ini ditunjukan dengan nilai 1/R yang melewati nilai 1. Pada laminat ini juga nilai dari 1/R inkal dan degrade memiliki nilai yang hampir sama, sehingga ketika FPL terjadi maka LPL terjadi pula. Selain itu bila dilihat dari tegangan geser yang diterima laminat selama pembebanan. Laminat yang diberikan pembebanan tarik-tekan maupun tekan-tarik mendapatkan tegangan geser terbesar. Nilainya yang melebihi nilai tegangan tarik yang diterimanya dapat menunjukan bahwa material akan gagal.
39
c. Latihan 3.1.c Pada percobaan kali ini, komposit yang digunakan adalah komposit IM6-epoxy dengan orientasi lamina ±30, ±60 simetri dengan pembebanan yang diberikan 50
N/mm. Pada semua variasi pembebanan yang diberikan, terdapat perbedaan besar tegangan yang terdistribusi antara lamina ±30 dan ±60, hal ini disebabkan adanya perbedaan kekakuan antara lamina ±30 dan ±60. Selain itu, dapat dilihat bahwa disetiap jenis pembebanan, lamina dengan orientasi ±60 mengalami distribusi tegangan lebih besar di arah 2. Sedangkan lamina dengan orientasi ±30 mengalami distribusi tegangan lebih besar di arah 1. Dari simulasi yang dilakukan, keempat jenis variasi pembebanan yang diberikan masih dalam batas aman karena nilai 1/R yang ditunjukkan grafik kurang dari 1. d. Latihan 3.2 Pada soal latihan 3.2 ini, laminat komposit yang terdiri dari lamina serat Kevlar dan matriks Epoksi dengan susunan lamina cross-ply diberi beban termal sebesar temperatur kamar yakni 25 oC. Berdasarkan grafik hasil percobaan, dapat dianalisis bahwa nilai 1/R masih menunjukan angka kurang dari 1 yang artinya laminat masih dalam batas aman.
40
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
a. Distribusi tegangan dan regangan bervariasi tergantung pada variasi pembebanan yang diberikan, orientasi, dan susunan lamina dalam laminat. b. Nilai strength ratio (R) digunakan untuk mengetahui kriteria kegagalan laminat. Laminat akan gagal ketika nilai 1/R > 1. 5.2. Saran
a. Software yang kurang mengikuti perkembangan jaman sehingga harus mencari pinjaman kesana – kemari untuk laptop yang mumpuni. Alngkah baiknya menggunakan software yang ramah terhadap perkembangan zaman. b. Sebaiknya dalam modul atau asisten menjelaskan cara menerjemahkan data berupa grafik yang didapat dari pemodelan dengan program GENLAM sehingga praktikan lebih memahami dan memudahkan dalam menganalisis data.
41
Daftar Pustaka -
Ramelan, Aditianto dkk. 2017. Panduan Praktikum MT3203 – Laboratorium Teknik Material 3. Bandung
-
Judawisastra, H. 2011. Diktat Kuliah: Material Komposit Rev-04. Bandung: Penerbit ITB
-
http://nanophotonics.spiedigitallibrary.org/article.aspx?articleid=1225279 dikases pada tanggal 12 Maret 2017 pukul 20.00
-
http://majalah1000guru.net/2013/05/carbon-nanotubes-material-cerdas/ diakses pada tanggal 13 Maret 2017 pukul 20.00
-
42
Lampiran TUGAS SETELAH PRAKTIKUM
1. Laminat T300 epoxy dengan susunan berbeda tetapi mempunyai konstanta teknik bidang (in-plane engineering constants) yang sama Komposit T300 epoxy dengan stacking sequence (0,60,60,0)s
Komposit T300 epoxy dengan stacking sequence (60,0,0,60)s
43
2. Laminat (02, ±45, 90) AS-3501
FPF terjadi pada lapisan 1 bottom karena R-int pada lapisan 1 bottom memiliki nilai R paling kecil yaitu 0.603. Tegangan yang bertanggung jawab atas terjadinya kegagalan adalah
σ1
= -515,41 MPa. Lapisan yang
bertanggung jawab atas terjadinya kegagalan terakir laminat adalah lapisan 5 karena mempunyai nilai safety factor (R) paling tinggi daripada lapisan lain.
44
TUGAS TAMBAHAN
1. Mengapa laminat yang telah terdegradasi dapat menerima regangan lebih besar di LPF dibanding FPF? Apa yang akan terjadi ketika grafik LPF dsuperposisi dengan FPF? Jawab:
Hal ini disebabkan oleh daerah aman dan locus dari masing-masing laminat pada LPF lebih besar daripada FPF. LPF akan sama dengan FPF untuk laminat yang telah terdegradasi. Ketika grafik FPF digabung dengan LPF:
Akan terjadi superposisi dimana apabila ada lamina yang gagal didaerah FPF namun lamina tersebut masih aman didaerah LPF sehingga tidak terjadi kegagalan laminat. Penggabungan dua kriteria kegagalan ini dapat memberikan pemahaman dan perkiraan lebih lanjut tentang apa yang akan terjadi pada laminat ketika diberi pembebanan.
45