PRAKTIKUM METALURGI FISIK LAPORAN AKHIR
MODEL PRAKTIKUM
: HARDENABILITY
TANGGAL PRAKTIKUM
: 11 DESEMBER 2016
NAMA ASISTEN
: ENGKOS
NAMA PRAKTIKAN
: TIO ERWINSYAH
NIM/KELOMPOK
: 2112162033/5
KELAS
: EKSTENSI MESIN A
REKAN KERJA
: NAMA
/ NIM
: FAHMI MUHAMMAD
/ 2112162034
: AGNHIA NABIL RAMADHAN
/ 2112162035
: SYAMSUL ALAM
/ 2112162036
: SRI SITI ADHIYANI SUNARYO
/ 2112162039
: AGITA SITI JOHANA
/ 2112162040
: OKI HIDAYAT NURSLAMET
/ 2112162041
LABORATOTIUM TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI 2016
BAB I PENDAHULUAN
1. 1.
Tujuan Praktikum metalurgi fisik ini dilakukan guna menunjang teori yang sedang atau telah diberikan pada mata kuliah metalurgi fisik. Adapun tujuan praktikum mampu keras (hardenability) ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui sifat logam besi paduan (baja), yang menentukan kedalaman dan distribusi kekerasan yang ditimbulkan oleh pendinginan cepat. 2. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui kepekaan pengerasan melalui proses quenching (pendinginan cepat). 3. Dengan melakukan praktikum ini diharapkan seseorang dapat menyadari pentingnya suatu analisa sifat fisik material yang dikaitkan dengan penggunaannya didalam praktek. 4. Untuk mengetahui perhitungan suatu pengujian material yang dikaitkan dengan penggunaanya didalam praktek. 5. Mengetahui sifat – sifat karakteristik dan spesifik dari material logam. 6. Mempratekkan teori – teori yang diperoleh dalam mata kuliah ilmu Material Teknik kedalam praktik
1. 2.
Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum sifat mampu keras ini adalah sebagai berikut : 1. Tungku muffle. 2. Penjepit specimen. 3. Media pendingin (air) 4. Mesin uji kekerasan. 5. Amplelas / kikir / gerinda. 6. Sarung tangan. 7. Spesimen uji : AISI 1045 8. Stopwatch
BAB II DASAR TEORI
2. 1.
Teori Dasar (Modul) Sifat mampu keras atau Hardenability adalah:
Kepekaan pengerasan melalui proses Quenching (Pendinginan cepat).
Sifat logam besi paduan (baja), yang mentukan kedalaman dan distribusi kekerasan yang ditimbulkan oleh pendinginan cepat.
Kapasitas logam besi paduan (baja) untuk bertransformasi sebagian atau seluruhnya menjadi martensit.
Pengujian sifat mampu keras suatu logam besi paduan (baja) dapat ditentukan dengan 2 metoda, yaitu metoda Grossman & Bain dan Jominy endquench test.
A.
Metoda Grossman & Bain Benda uji (spesimen) berbentuk batang silinder dengan diameter yang bervariasi, parameter pada pengujian Hardenability metoda Grossman & Bain ini adalah diameter kritis dan diameter kritis ideal. Diameter kritis (D) adalah diameter maksimum dari suatu batang silinder yang dicelup (quench) dalam media quench tertentu tanpa batas pemisah yang tidak mengalami pengerasan (daerah inti), seperti terlihat pada gambar 1. Batas pemisah tersebut adalah batas dimana struktur mikro mengandung 50% martensit (gambar 2)..Diameter kritis suatu material sebanding dengan severty of quench dari media quench (H) dimana bila H sangat tinggi, maka D akan tinggi pula.
Gambar Diameter batang tanpa dan dengan batas pemisah (AISI 1045)
Gambar Kurva hardenability grossman & bain dari baja SAE 1045 dengan berbagai diameter batang
Gambar Kurva pendinginan pada berbagai posisi, baja berdiameter 1 inch untuk H=4 B.
Metode Jominy Benda uji (spesimen) berbentuk batang silinder dengan diameter 1” (25,5 mm) dan panjang 4” (101,6 mm). Setelah mengalami austenisasi diletakan diatas suatu penyangga dan salah satu ujungnya disemprotkan air dengan jarak ½” (12,7mm) dari suatu kran dengan diameter ½” (12,7 mm). Setelah quenching tersebut dilakukan pengujian kekerasan pada sisi yang dibuat sejajar dengan jarak tertentu 1/16” dari ujung quench dan akan menghasilkan kurva hardenability yang menyatakan hubungan antara kekerasan terhadap jarak dari ujung quench. Tiap jenis material akan memiliki kurva hardenability yang berbeda tergantung paduan. Dari kurva tersebut dapat duhubungkan dengan CCT untuk jenis material tersebut sehingga dapat mengetahui laju pendinginan pada lokasi tertentu dari batang (Gb 4).
Gambar Diagram CCT dan kurva hardenability untuk material AISI 4140
Diameter kritis ideal (Di) adalah diameter dari batang silinder dengan 50% martensit pada quenching sempurna (Temperatur batang sama dengan temperatur media quench). Diameter kritis ideal ini tergantung: 1.
Besar butir y
2.
% karbon
3.
% unsur paduan Pengaruh ketiga hal tersebut diatas terhadap diameter – diameter kritis ideal
dicantumkan pada tabel berikut :
Tabel Faktor – Faktor pengali hardenability
Gambar Kurva Di Vs IH/DH
Gambar Contoh hardenability untuk berbagai jenis baja
Tabel Kekerasan martensit dan 50% martensit sebagai fungsi dari kadar karbon
Tabel Diameter kritis ideal berbagai jenis baja
2. 2.
Teori Tambahan Kekerasan suatu bahan pada umumnya, menyatakan terhadap deformasi dan untuk logam dengan sifat tersebut merupakan ukuran ketahanannya terhadap deformasi plastik atau deformasi permanen. apabila yang menyatakan kekerasan sebagai ukuran terhadap lekukan dan ada pula yang mengartikan kekerasan sebagai ukuran kemudahan dan kuantitas khusus yang menunjukkan sesuatu mengenai kekuatan dan perlakuan panas dari suatu logam.
Gambar Grafik Hardenability Terdapat 3 jenis ukuran kekerasan secara umum, yang bergantung pada cara pengujian ketiga jenis tersebut adalah:
1. Kekerasan goresan (Stracht Hardness), adalah kekerasan yang diukur dari hasil goresan yang terdapat pada benda kerja. misalnya cara pengujian MOHS. 2. Kekerasan Lekukan (Identation Hardness), adalah harga kekerasan yang diukur dari hasil lekukan yang terdapat pada benda kerja.
Kekerasan Pantulan ( Rebound ) atau kekerasan dinamik (Dinamic Hardness), adalah harga kekerasan yang diukur dari hasil pantulan yang lakukan pada saat pengujian.Penentuan kekerasan untuk keperluan industri biasanya digunakan metode.
Pengukuran ketahanan penetrasi bola kecil, kerucut atau piramida. Pengujian kekerasan adalah salah satu dari sekian banyak pengujian yang dipakai. Karena dapat dilaksanakan pada benda uji yang kecil tanpa kesukaran mengenai spesifikasinya.
Pengukuran kekerasan digolongkan dalam kelompok pengujian tak merusak. dan diterapkan untuk inspeksi sebagai suku cadang karena kekerasan dengan kekuatan tarik sedang ketahanan aus berbanding terbalik dengan kekerasan.
a. Pengaruh Perlakuan Panas Terhadap Kekerasan Macam-masam proses perlakuan panas :
1. Thermal Treatment
Gambar Thermal Treatment
Pada tiap perlakuan panas diatas mempunyai pengaruh yang berbeda-beda
pada
kekerasan
misalnya thermochemical
treatments,
pengaruhnya terhadap kekerasan hanya pada kedalaman tertentu dari benda kerja, sesuai dengan yang diinginkan pada pengujian kekerasan yang dilakukan, perlakuan panas yang digunakan adalah thermal treatment yang meliputi : annealing ( full annealing, recrystalization annealing, stress relief annealing), normalizing, hardening, tempering.
Tiap-tiap perlakuan panas memberikan efek yang berbeda pada bahan yang dikenai, sedangkan pada thermal treatment prosesnya meliputi:
1.
Hardening Proses pemanasan logam ( baja ) diatas temperature kritis untuk beberapa waktu, lalu dicelupkan kedalam media pendingin,
dengan cara seperti ini tingkat kekerasan akan meningkat. Hardening juga dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang bertujuan untuk mendapatkan struktur martensite yang keras dengan sifat kekerasan yang tinggi dan kekenyalan yang rendah.
2.
Tempering Proses memanaskan kembali baja yang telah dikeraskan untuk menghilangkan tegangan dalam. Pada proses tempering baja yang telah di heat treatmens dipanasi kembali pada suhu 150 oC 650 oC.
Gambar Grafik Tempering
3.
Anealing Proses heat treatment dimana pemanasannya dilakukan sampai mencapai temperatur tertentu, dan ditahan pada temperature tertentu yang diinginkan, kemudian didinginkan perlahan. Tujuan anealing adalah untuk menghilangkan tegangan dalam. Pada peristiwa ini dilakukan pemanasan sampai diatas suhu kritis (±60 oC), kemudian setelah suhu rata didinginkan di udara.
4.
Normalizing
Proses heat treatments yang dilakukan untuk mendapatkan struktur butiran yang halus dan seragam. Pada proses ini dilakukan pemanasan diatas suhu kritis 721 oC ( ±60 oC ), kemudian setelah merata didinginkan di udara.
Secara khusus jenis annealing yang dipergunakan adalah full annealing. Full annealing digunakan untuk membuat baja yang lebih lunak, menghaluskan butir dan dalam beberapa hal dapat memperbaiki machineability. Baja dalam proses pengerjaan mengalami pemanasan sampai temperatur yang tinggi. Biasanya butir kristalnya akan terlalu besar, sehingga sifat mekaniknya kurang baik. Maka butiran kristal tersebut perlu dihaluskan dengan full annealing.
Pada
baja
hypoutektoid
dipanaskan
dengan
range
temperatur 30 oC - 60 oC diatas A1 pada dapur pemanas, ditahan pada temperatur itu dan didinginkan secara lambat ( dengan media udara ), sedangkan pada baja hypotektoid perbedaannya hanya pada pemanasan pada range 30 oC - 60oC diatas garis A1.
Pembentukan martensit terjadi karena baja yang telah dipanaskan sampai suhu austenitnya didinginkan secara cepat/ di quench, sehingga atom karbon tidak sempat berdifusi dan hanya sempat bergeser mengisi rongga-rongga tetrahedral dan oktahedral pada struktur FCC austenit. Karena terisinya rongga-rongga tersebut sehingga mengakibatkan tidak teraturnya bentuk struktur FCC (laticce site lebih panjang) sehingga terjadi distorsi latis menjadi BCT. Efek ini disebut dengan “Efek Tetragonalitas”.
BAB III PROSEDUR PERCOBAAN
3. 1.
Prosedur Percobaan a. Standard spesimen dan pengujian : ASTM
Gambar Spesimen jominy test
Gambar Peralatan joimy test
Gambar Distribusi kekerasan hasil joimy test
b. Lakukan pengujian hardenability (jominy test) c. Lakukan pengujian kekerasan pada spesimen jominy test pada jarak : 1/16, 4/16, 8/16, 12/16, 16/16, 24/16 dan 32/16 in. d. Gambarkan secara grafis data-data kekerasan pada jarak-jarak tersebut dalam kurva hardenability band yang dihitung secara teoritis. e. Analisa hasilnya dan tentukan nilai diameter kritis ideal (Di) untuk jenis baja tersebut (Tabel 2 dan 3).
Metoda penggambaran hardenability band :
1. Tentukan diameter kritis ideal (Di) berdasarkan kadar karbon dikalikan dengan faktor pengali dari unsur-unsur paduannya. Di ini dicari nilainya berdasarkan komposisi kimia minimum dan maksimum Tabel 1. 2. Tentukan kekerasan awal (initial hardness, IH) yang merupakan nilai kekerasan pada jarak 1/16 in, IH ini ditentukan berdasarkan kadar karbon (minimum dan maksimum), lihat tabel 2. 3. Tentukan perbandingan IH dengan kekerasan (DH) pada jarak-jarak berikut : 4/16, 8/16, 16/16, 24/16, 28,16 dan 32/16 in. Perbandingan IH/DH ini
dilakukan untuk komposisi berdasarkan kadar minimum dan maksimum. Penentuan IH/DH, lihat gambar 5. 4. Tentukan nilai DH-nya berdasarkan perbandingan IH/DH pada tahap 3 diatas, buatlah tabelnya. 5. Gambarkan kekerasan DH tersebut VS jarak dari ujung semprot air berdasarkan komposisi kimia minimal dan maksimal tersebut sehingga menjadi hardenability band.
BAB IV ANALISA
Data hasil praktikum perlakuan panas, dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini. Praktikum 11 Desember 2016.
Tabel Data hasil hardenability No.
Jarak Antara Titik Percobaan (inchi)
Kekerasan HRC
1
1/16
28,5
2
4/16
18,5
3
8/16
43,5
4
12/16
40,5
5
16/16
35
6
20/16
31
7
24/16
30
8
28/16
31
9
32/16
26
Nilai rata-rata
31,55
Keterangan :
Jenis Material
: AISI 1040
Komposisi Kimia
: -
Temperatur Austenisasi
: 900 oC
Holding Time
: 30 (menit)
Media Quench
: Air
4. 1. Analisa Data Setelah dilakukan percobaan sifat mampu keras (hardenability)
dapat
dilihat bahwa dari data hasil pengujian mampu keras (hardenability) didapat nilai
rata-rata untuk kekerasa rockwell dengan selang jarak antara titik percobaan setiap 6 mm, nilai rata-rata kekerasannya sebesar 23,95 HRC. Dari data hasil praktikum dapat dilihat bahwa jarak antara titik percobaan menghasilkan kekerasan rockwell yang variatif. Nilai kekerasan rockwell paling tinggi
didapat pada saat jarak antara titik percobaan di 42 mm yaitu nilai
kekerasan rockwell nya sebesar 27,5 HRC. Sedangkan nilai kekerasan rockwell terkecil terdapat pada saat jarak antara titik percobaan di 6 mm yaitu nilai kekerasan rockwell nya sebesar 20,5 HRC. Adapun tabel kekerasan rockwell maksimum dan minimum pada jarak antara titik percobaan adalah sebagai berikut ini :
Tabel Data hasil hardenability No.
Jarak Antara Titik Percobaan (inchi)
Kekerasan HRC
1
4/16
18,5
2
8/16
43,5
4. 2. Analisa Matematis Pada analisa matematis ini, diharuskan menentukan diameter kritis ideal (Di) berdasarkan kadar karbon dikalikan dengan faktor pengali dari unsur-unsur paduannya. Nilai Di ini dicari nilainya berdasarkan komposisi kimia minimum dan maksimum tabel. 1. Pada pada praktikum ini tidak memakai atau mencampur bahan-bahan kimia.
Tabel Data Diameter Kritis (Di)
Diameter
Jarak Antara Titik
Kekerasan
Percobaan (6mm)
Rockwell
1
1/16
28,5
2
2
4/16
18,5
2
3
8/16
43,5
2
No
Kritis (Di) {Inchi}
4
12/16
40,5
2
5
16/16
35
2
6
20/16
31
2
7
24/16
30
2
8
28/16
31
2
9
32/16
26
2
Nilai rata-rata
31,55
4. 3. Analisa Teoritis Pada percobaan ini, benda kerja dipanaskan dulu pada temperatur austenisasinya dan austenit yang homogen, diatas 727oC, yaitu pada 875oC selama 30 menit, agar panas merata ke seluruh bagian spesimen. Benda kerja dipanaskan sampai fasanya menjadi austenit (g). Kemudian di quenching, didinginkan dengan cepat, melalui metode water jet pada bagian bawah spesimen. Pendinginan cepat ini bertujuan untuk membentuk martensit yang bersifat keras. Dari data hasil praktikum terlihat distribusi kekerasan yang tidak merata. Semakin jauh dari pusat quench, kekerasan semakin rendah. Hal ini disebabkan oleh laju pendinginan yang tidak merata. Daerah yang dekat dengan pusat quench akan memiliki kekerasan yang tinggi karena laju pendinginan yang cepat sehingga banyak martensit yang terbentuk. Namun semakin jauh dari pusat quench laju pendinginan melambat, sehingga martensit yang terbentuk tidak sebanyak sebelumnya sehingga harga kekerasan menurun. Pada percobaan ini martensit yang terbentuk tidak sempurna pada keseluruhan bagian spesimen. Berbeda dengan metode quench celup, harga kekerasan akan merata, namun akan terjadi vapour blanket di sekitar spesimen karena medium quench atau spesimennya statis. Vapour blanket adalah uap air di sekitar spesimen yang terbentuk karena air menguap, fenomena ini dapat dihilangkan dengan mengaduk medium quench atau menggoyangkan spesimen. Pada awalnya baja memiliki fasa ferrite (BCC) kemudian dipanaskan hingga fasanya menjadi austenite (FCC), jika didinginkan secara lambat akan menghasilkan pearlite (BCC), namun dalam percobaan ini baja didinginkan dengan
cepat sehingga terbentuk martensite (BCT). Pada pembentukan martensite, yang terjadi bukanlah difusi, melainkan mekanisme geser. Pada FCC, atom-atom C menempati rongga oktahedral. Jika pendinginan dilakukan dengan lambat maka atom C tetap pada posisi oktahedral, namun ketika didinginkan dengan cepat atom C menempati rongga tetragonal dengan mekanisme geser, dan strukturnya menjadi BCT (Body Centered Tetragonal). Pengaruh laju pendinginan terhadap pembentukan martensit dapat dilihat pada diagram CCT. Spesimen pada percobaan ini adalah AISI 1040, baja dengan 0.37-0.44% C, 0.60-0.90% Mn, sehingga diagram CCT yang digunakan adalah diagram CCT hypoeutectoid. AISI 1040 memiliki kadar karbon medium, implikasi pada diagram CCT nya adalah, hidungnya tidak terlalu dekat dengan sumbu vertikal dan garis martensite start yang tidak terlalu rendah, memungkinkan terjadinya martensite 100% walaupun pendinginan tidak terlalu cepat.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1. Kesimpulan Setelah melakukan pengujian dan perhitungan, maka dapat disimpulkan bahwa :
Gambar Grafik Hardenability Logam AISI 1040
Dari garfik diatas dapat dilihat bahwa semakin landai jarak antara puncak dengan lembahnya pada kurva yang didapat, maka martensit yang terbentuk akan lebih sempurna atau dapat dikatakan pembentukannya merata. Semakin landai kurvanya, maka mampu kerasnya semakin baik jika dibandingkan dengan kurva yang jarak puncak dengan lembahnya cukup curam
5. 2. Saran Adapun saran setelah melakukan praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Sebelum digunakan, alat harus dikalibrasi terlebih dahulu agar hasil sesuai dengan standar. 2. Perhatikan juga proses pengukuran dan kehalusan permukaan benda saat proses pengamplasan.
3. Praktikan seharusnya sungguh–sungguh dalam pelaksanaan praktikum,teliti dalam pengamatan dan cermat dalam pengukuran maupun perhitungan.
DAFTAR PUSTAKA
1. ASM “Metal Hand Book” Metallography and Micro structures Vol 9, Metal Park, 1980.
2. Materi kuliah ilmu bahan. ITS. Surabaya 3. Surdia Tata, 19987, “Pengetahuan Bahan Teknik” , Jakarta : Pradnya Pramita
LAMPIRAN TUGAS
1. Jelaskan mengapa perlunya melakukan pengujian hardenability ? Agar dapat mengetahui sifat mampu keras pada benda yang sedang di uji, dimana mampu keras ini merujuk kepada sifat baja yang menentukan dalamnya pengerasan sebagai akibat proses quench dari temperatur austenisasainya. Kemudian dapat mengetahui kapasitas logam besi paduan (baja) untuk bertransformasi sebagian atau seluruhnya menjadi martensit.
2. Sebutkan dan jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi sifat mampu keras (hardenability) dari suatu material?
a) Kecepatan pendinginan Setelah logam dipanaskan, lalu dilakukan pendinginan cepat, maka logam akan menjadi semakin keras. Proses pendinginan material dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
Annealing Pemanasan material sampai suhu austenit (727oC) lalu diholding kemudian dibiarkan dingin didalam tungku. Proses ini menghasilkan material yang lebih lunak dari semula.
Normalizing Pemanasan material sampai suhu austenit lalu diholding kemudian didinginkan di udara.
Quenching
Pemanasan material sampai suhu austenit lalu diholding kemudian dilakukan pendinginan cepat, yaitu dicelupkan kedalam media. Medianya adalah air, air garam dan oli. Proses ini yang menghasilkan material yang lebih keras dari semula.
b) Komposisi kimia
Komposisi kimia menentukan Hardenability Band. Karena komposisi material menentukan struktur dan sifat material. Semakin banyak unsur kimia yang menyusun suatu logam, maka makin keras logam tersebut
c) Kandungankarbon Semakin banyak kandungan karbon dalam suatu material maka makin keras material tersebut. Hal inilah yang menyebabkan baja karbon tinggi memiliki kekerasan yang tinggi setelah proses pengerasan karena akan membentuk martensit yang memiliki kekerasan yang sangat tinggi. Untuk meningkatkan kadar karbon dari beberapa material dapat dilakukan dengan beberapa perlakuan, yaitu:
Carborizing yaitu proses penambahan karbon pada baja, dengan menyemprotkan karbon pada permukaan baja.
Nitriding yaitu proses penambahan nitrogen untuk meningkatkan kekerasan material.
Carbonitriding yaitu proses penambahan karbon dan nitrogen secara sekaligus untuk meningkatkan kekerasan material.
d) Ukuran butir Ukuran butir Semakin besar ukuran butir, maka tingkat mampu keras dari suatu logam semakin rendah. e) Suhu pemanasan Suhu pemanasan Kemampuan keras lebih tinggi jika pemanasan dilakukan sampai suhu austenit