LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II PERCOBAAN I KESETIMBANGAN KIMIA DI DALAM LARUTAN
NAMA SYABATINI
: ANNISA
NIM
: J1B107032
HARI / TANGGAL PRAKTIKUM : SENIN / 30 MARET 2009 HARI / TANGGAL DIKUMPUL
: SENIN / 6 APRIL 2009
HARI / TANGGAL ACC
:
KELOMPOK
: 5
ASISTEN
: EKA PURNAMAWATI PROGRAM STUDI S-1 KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2009 PERCOBAAN I KESETIMBANGAN KIMIA DI DALAM LARUTAN 1. I. TUJUAN PERCOBAAN Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengkaji kesetimbangan homogen dalam pelarut air dan menunjukkan validitas hukum aksi massa. 1. II. PRINSIP PERCOBAAN
Pada temperatur, tekanan dan konsentrasi tertentu yaitu saat reaksi tersebut energinya sama antara produk dan reaktan maka hubungan konsentrasi dan hasil reaksi tetap, pada saat ini reaksi dikatakan setimbang. Jika reaksi ada pada suhu, tekanan, dan konsentrasi tertentu, titik pada saat reaksi sama. Hubungan antara reaksi, yaitu pereaksi dan hasil kali reaksi tetap. Tetapi banyak reaksi kimia yang berjalan tidak sempurna yaitu berhenti pada satu titik dengan meninggalkan zat-zat sisa yang tidak bereaksi. III. TINJAUAN PUSTAKA Suatu reaksi kimia dapat berlangsung secara sempurna jika terjadi suatu kesetimbangan dari reaksi tersebut. Kesetimbangan dibagi menjadi dua macam, yaitu keseimbangan homogen dan keseimbangan heterogen. Homogen bila terdapat hanya satu fase, sedangkan heterogen bila terdapat lebih dari satu fase. Pada saat setimbang, kecepatan reaksi ke kanan sama dengan kecepatan reaksi kekiri. Kesetimbangan merupakan kesetimbangan dinamis, bukan statis. Kesetimbangan dapat dipengaruhi oleh perubahan konsentrasi, tekanan, volum dan temperatur. Dalam hal ini kondisi reaksi menentukan hasil reaksi kesetimbangan dalam industri (Keenan, 1989). Kecepatan reaksi kimia pada suhu konstan sebanding dengan hasil kali konsentrasi zat yang bereaksi. Reaksi kimia bergerak menuju kesetimbangan yang dinamis, di mana terdapat reaktan dan produk, tetapi keduanya tidak lagi mempunyai kecenderungan untuk berubah. Kadang-kadang konsentrasi produk jauh lebih besar daripada konsentrasi reaktan yang belum bereaksi di dalam campuran kesetimbangan, sehingga reaksi dikatakan reaksi yang “sempurna”. GN Lewis memperkenalkan besaran termodinamika baru yaitu keaktifan yang bisa dipakai sebagai ganti konsentrasi. Sangat memudahkan jika keaktifan dianggap sebagai perkalian antara konsentrasi zat yang dimaksud dengan suatu koefisien keaktifan. Dengan persamaan sebagai berikut: K = a = keaktifan
f = koefisien keaktifan
(Syukri, 1999). Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan apabila suatu zat terlarut terdistribusi antara dua pelarut yang tidak dapat campur, maka pada suatu temperatur konstan antara kedua pelarut itu, dan angka banding distribusi ini tak bergantung pada spesi molekul lain apapun yang mungkin ada. Dalam kesetimbangan kimia, jika tekanan diperbesar sama dengan volume diperkecil, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah jumlah koefisienkoefisien gas yang lebih kecil, dan jika tekanan diperkecil sama dengan volume diperbesar maka kesetimbangan akan bergeser ke arah jumlah koefisien-koefisien gas yang lebih besar (Atkins, 1997). Dalam suatu kesetimbangan suatu larutan, maka apabila jumlah koefisien di sebelah kiri sama dengan jumlah koefisien di sebelah kanan, faktor tekanan dan volume tidak mempengaruhi pergeseran kesetimbangan dan jika suhu dinaikkan maka kesetimbangan
bergeser ke arah yang endotermis dan jika diturunkan maka kesetimbangan bergeser ke arah reaksi yang eksotermis (dalil Van’t Hoff). Air dan karbon tetraklorida (CCl4) memiliki perbedaan kepolaran dalam suatu kelarutan, dalam hal ini air merupakan pelarut polar sedangkan karbon tetraklorida merupakan pelarut non polar (Syukri, 1999). Apabila kedua pelarut yang berbeda kepolaran dalam kelarutan tersebut dicampurkan maka mereka tidak akan bisa bercampur. Diperlukannya suatu zat perantara untuk dapat membuat kedua pelarut yang berbeda kepolaran tersebut dapat bercampur. Dalam hal ini zat antara merupakan suatu zat yang dapat bercampur dalam keadaan polar apabila dilarutkan dalam suatu pelarut polar dan juga dapat bercampur apabila dilarutkan dalam pelarut non polar (Keenan, 1989). IV. METODOLOGI PERCOBAAN 4.1 Alat dan Bahan 4.1.1 Alat Alat-alat yang digunakan adalah 3 labu erlenmeyer 500 ml, gelas piala, pipet volume 5 ml; 10 ml; 25 ml, buret 50 ml, statif, propipet, corong pisah, gelas ukur, erlenmeyer dan pipet tetes. 4.1.2 Bahan Bahan-bahan yang digunakan adalah larutan I2 0,08 M dalam CCl4, larutan I2 0,06 M dalam CCl4, larutan I2 0,04 M dalam CCl4, larutan I2 0,02 M dalam CCl4, larutan I2 0,01 M dalam CCl4, larutan KI 0,1 M, larutan Na2S2O3 0,1 M, larutan Na2S2O3 0,01 M, indikator amilum dan akuades. 4.1 PROSEDUR KERJA 4.1.1 Membuat larutan I2 dalam CCl4 dengan konsentrasi 0,08 M; Menyentimbangkan 0,1 M KI 20 ml dengan 0,08 M larutan I2 dalam CCl4 20 ml dan menempatkan dalam termostat sehingga tercapai kesetimbangan. 4.1.2 Mengambil lapisan air dari corong pisah dan memasukkan ke dalam erlenmeyer. 4.1.3 Menambahkan sebanyak 1 tetes indikator kanji dan kemudian mentitrasi dengan menggunakan 0,1 M larutan Na2S2O3. 4.1.4 Mencatat volume yang dibutuhkan untuk titrasi yakni sampai penghilangan warna ungu kebiruan menjadi jernih. 4.1.5 Melakukan hal yang sama untuk larutan I2 dalam CCl4 dengan konsentrasi 0,08 M; 0,06 M; 0,04 M; 0,02 M dan 0,01 M.
1. V. HASIL DAN PEMBAHASAN [I2] No. (M) 1. 0,08 M 2. 0,06 M 3. 0,04 M 4. 0,02 M 5. 0,01 M 5.1 HASIL
V I2 dalam CCl4 (ml) 24,8 23,8 24,8 24 23,12
V KI (0,1 M) 25 25 25 25 25
V pengenceran (mL) 34 24 16 8 4
5.2 PERHITUNGAN Untuk Konsentrasi 0,08 M Contoh perhitungan Diketahui :V I2 dalam CCl4 = 24,8 mL M KI = 0,1 M M Na2S2O3 untuk yang larut dalam air = 0,1 M M I2 untuk yang larut dalam CCl4 = 0,08 M V titrasi Na2S2O3 0,1 M = 5,6 ml Kd = (1/85) ; sumber : Oxtoby, 2001 ; hal.340. Ditanyakan :
Kc……?
Jawab : 1. Konsentrasi I2 dalam CCl4 (V.M) I2 dalam CCl4 = (V1.M) Na2S2O3 M I2 dalam CCl4 = 1. Konsentrasi I2 dalam Air 1. Konsentrasi Iodium Total 1. Konsentrasi
V Na2S2O3 Perubahan Warna (mL) 5,6 4,3 2,9 1,7 0,8
Ungu kebiruan – bening Ungu kebiruan – bening Ungu kebiruan – bening Ungu kebiruan – bening Ungu kebiruan – bening
1. Konsentrasi 6.
Menghitung Kc
Tabel Hasil Perhitungan [I2] (M) 0,08 0,06 0,04 0,02 0,01
Campuran I2 dalam I2 dalam air Larutan CCl4 (M) (M) 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1
0,023 0,018 0,012 0,007 0,003
2,70 x 10-4 2,11 x 10-4 1,41 x 10-4 8,23 x 10-5 3,52 x 10-5
T
I3-
IKc
(M) 1,806 x 10-2 1,804 x 10-2 4,677 x 10-3 1,417 x 10-3 3,46 x 10-4
(M) 1,77 x 10-2 1,06 x 10-2 4,53 x 10-3 1,33 x 10-3 3,11 x 10-4
(M) 0,0823 0,0894 0,0954 0,0986 0,0996
795,14 562,03 336,80 163,91 88,50
1. VI. PEMBAHASAN Pada percobaan ini dikaji tentang penerapan hukum distribusi, dimana iodium yang digunakan dilarutkan dalam dua pelarut berbeda yang tak campur, yaitu pelarut organik CCl4 dan air. Untuk menentukan konsentrasi-konsentrasi spesi yang berada dalam kesetimbangan dilakukan melalui kesetimbangan heterogen iodium dalam dua pelarut tak campur, air dan CCl4. Penentuan konsentrasi I2 dan I3- dalam larutan air dilakukan dengan menyetimbangan larutan KI dengan larutan I2 dalam CCl4. Setelah tercapai kesetimbangan, kedua larutan dipisahkan dan masing-masing dititrasi dengan natrium tiosulfat untuk menentukan kadar I2. Campuran larutan I2 dalam CCl4 dengan larutan KI memberikan warna ungu pada larutan. Setelah didiamkan beberapa saat, ternyata larutan tersebut terpisah. Pada bagian atas berwarna kuning kemerahan sedangkan bawah berwarna ungu tua. Bagian yang berwarna kuning tersebut adalah iodium dalam air. Berdasarkan pengamatan yakni terpisahnya larutan tersebut, kemungkinan kesetimbangan iodium yang terdistribusi ke larutan CCl4 telah tercapai. Untuk menentukan konstanta kesetimbangan, langkah pertama yang dilakukan adalah menghitung konsentrasi iodium total, kemudian iodium dalam CCl4, iodium dalam air, dan kadar I3- dan I-. Setelah semua konsentrasi spesi yang ada pada keadaan setimbang telah diketahui maka nilai konstanta kesetimbangan dapat ditentukan. Kesetimbangan yang terjadi jika iodium dilarutkan dalam air sebagai kalium iodida memiliki reaksi sebagai berikut : I2 + I- I3Setelah itu, larutan tersebut didiamkan sampai terlihat jelas perbedaan kedua lapisan tersebut. Lalu kemudian ditambahkan indikator amilum. Penambahan indikator ini
bertujuan untuk mengetahui titik akhir titrasi dengan perubahan warna yang menunjukkan titik akhir titrasi. Indikator ini akan mengikat I2 yang lepas dari ikatannya dengan air ataupun dengan CCl4. Masuknya I2 ke dalam amilum akan menghasilkan warna biru gelap pada larutan yang dititrasi. Setelah itu kemudian kedua lapisan larutan tersebut dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat untuk konsentrasi yang berbeda untuk setiap lapisan tersebut untuk menentukan konsentrasi I2. Untuk lapisan atas yang berupa lapisan CCl4 dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 M. Lapisan CCl4 berada dibagian atas karena lapisan ini lebih besar massa jenisnya daripada lapisan air. Titrasi ini dilakukan sampai terjadi perubahan warna pada larutan tersebut dari warna ungu kebiruan menjadi jernih. Waktu kesetimbangan adalah sangat penting, karena itu perlu dilakukan titrasi secepat mungkin setelah larutan tersebut diberi indikator amilum. Titrasi dengan natrium tiosulfat dimaksudkan untuk menentukan besarnya konsentrasi total (T) sebagai I2 dan I3-. Hal ini terjadi karena reaksi antara I2 dengan Na2S2O3 yang menyebabkan berubahnya konsentrasi I2 dalam reaksi segera disetimbangkan dari pembebasan iod baru dari iod trioksida, karena berdasarkan asas Le Chatelier, kesetimbangan kimia akan bergeser ke arah di mana konsentrasinya berkurang. Setelah dititrasi dengan larutan Na2S2O3 pada saat tercapai kesetimbangan warna larutan berubah menjadi bening, sesuai dengan reaksi Iod-amilum + Na2S2O3 2NaI + Na2S2O6 tak berwarna Dari data yang diperoleh dapat dihitung nilai dari tetapan kesetimbangannya (K). Dari hasil perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa nilai tetapan kesetimbangan akan semakin besar dengan meningkatnya konsentrasi dari I2 dalam CCl4 hal ini berarti kesetimbangan cenderung bergerak ke arah produk, atau ke kanan, terlihat bahwa reaksi cenderung bergeser pada pembentukan I3- karena nilai K lebih dari 1. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan bahwa semakin besar konsentrasi larutan I2 dalam CCl4 dan Larutan KI maka semakin besar pula konsentrasi I- atau KI bebasnya, sebaliknya tetapan kesetimbangan akan semakin kecil. Konsentasi molekul I2, dan ion I3yang paling besar ditemukan pada campuran I2 dalam CCl4 0,08M & KI 0,1M dengan nilai secara berturut-turut 0,023 M dan 1,77 x 10-2 M. Lain halnya dengan nilai konsentrasi ion I-, nilai yang terbesar justru ditemukan pada campuran CCl4 0,02M & KI 0,1M dengan nilai 0,0986 M. 1. VII. KESIMPULAN Kesimpulan pada percobaan ini adalah : 1. Berdasarkan percobaan, kesetimbangan tercapai saat terjadinya pemisahan dari kedua campuran larutan, I2 dalam CCl4 dan KI.
2. Kesetimbangan yang terjadi adalah kesetimbangan homogen, yang ditunjukkan oleh konsentrasi dalam bentuk molaritas dalam setiap spesi es yang terlibat sebagai hukum aksi massa. 3. Iod dalam dua pelarut tak bercampur air dan CCl4, terlarut dalam air sebagai I- dan I3-, serta terlarut dalam CCl4 sebagai I2. Semakin besar konsentrasi larutan I2 dalam CCl4 dan Larutan KI maka semakin besar pula konsentrasi I- atau KI bebasnya. 4. Kesetimbangan yang terjadi jika Iodium dilarutkan dalam air sebagai KI merupakan kesetimbangan homogen dan dapat menunjukkan validitas hukum aksi masa.
DAFTAR PUSTAKA Atkins, P.W. 1990. Kimia Fisika Jilid 2 Edisi Keempat. Penerbit Erlangga.
Jakarta.
Keenan. 1999. Kimia Untuk Universitas. Erlangga. Jakarta. Sukardjo. 1990. Kimia Anorganik. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. Tony, Bird. 1987. Kimia Fisika Untuk Universitas. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.