LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA EKSPERIMEN II
“STATISTIC NUCLEAR COUNTING”
Disusun Oleh (Kelompok V) : 1. Muhammad Irsal (24040112150007) 2. Naeli Ni’matin A. (24040112150009) 3. Nora Fajria (24040112150028)
PROGRAM S-1 LINTAS JALUR FISIKA MEDIS FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2013
A. TUJUAN PERCOBAAN
1. Mempelajari cara kerja detektor tabung Geiger Muller. 2. Mempelajari watak statistik radiasi nuklir.
3. Dapat menggambar pola distribusi Gauss dan distribusi Poisson. B. MANFAAT PERCOBAAN
1. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta memberikan informasi kepada praktikan mengenai cara kerja detektor Geiger Muller dan watak statistik radiasi nuklir. 2. Dapat menambah pustaka tentang penghitungan statistik radiasi nuklir menggunakan detektor Geiger Muller. C. DASAR TEORI 1. Radiasi
Radiasi adalah suatu berkas zarah atau foton yang dipancarkan dari suatu sumber yang mengalami proses perubahan inti atom dari keadaan tidak stabil menjadi stabil. Dalam fisika, radiasi mendeskripsikan setiap proses di mana energi bergerak melalui media atau melalui ruang, dan akhirnya diserap oleh benda lain. Beberapa jenis radiasi memiliki energi yang cukup untuk mengionisasi partikel. Secara umum, hal ini melibatkan sebuah elektron yang terlempar dari cangkang atom elektron, yang akan memberikan muatan (positif). Jenis radiasi umunya terjadi di limbah radioaktif dan peluruhan radioaktif. Radioaktivitas adalah proses nuklir
yaitu partikel dari inti sebuah atom
memberikan hasil peninggalan dibelakangnya sebuah atom yang lain, yang menempati tempat yang berbeda di dalam daftar berkala. Dengan perkataan lain radioaktivitas melibatkan transmutasi unsur-unsur. Sifat – – sifat sifat sinar radioaktif adalah :
a. Sinar Alfa ( ) 1) Memiliki daya tembus terlemah. 2) Memiliki jangkauan beberapa cm di udara dan dapat masuk masuk sejauh 10-2 mm dalam logam tipis 3) Memiliki daya ionisasi yang paling kuat 4) Dapat di belokkan dalam medan magnet
b. Sinar Beta ( )
2
1) Daya tembus yang dimiliki lebih besar dibandingkan dengan sinar kecil dibandingkan dengan sinar
dan lebih
2) Dibelokkan dalam medan magnet dan medan listrik 3) Kecepatan partikel ini terletak antara 0,32 sampai 0,9mkali kecepatan cahaya
c. Sinar Gamma ( ) 1) Merupakan radiasi gelombang elektromagnetik dengan energy yang tinggi atau panjang gelombang yang sangat pendek. 2) Tidak dibelokkan dalam medan magnet maupun medan listrik 3) Kecepatan yang dimiliki sama dengan kecepatan cahaya 4) Mempunyai daya tembus paling besar namun daya ionisasi paling kecil. 5) Sinar Gamma tidak mempunyai nomor atom dan nomor massa maka inti induk yang memancarkan sinar gamma
tidak berubah nomor atom dan nomor
massanya.
Gambar 1. Radiasi alfa, beta dan gamma 2. Detektor Geiger Muller
Alat deteksi sinar radioaktif disebut detektor radiasi. Detektor merupakan suatu bahan yang peka terhadap radiasi, yang bila dikenai radiasi akan menghasilkan tanggapan. Suatu bahan yang sensitif terhadap suatu jenis radiasi belum tentu sensitif terhadap jenis radiasi yang lain. Sebagai contoh, detektor radiasi gamma belum tentu dapat mendeteksi radiasi neutron. Detektor radiasi bekerja dengan cara mengukur perubahan yang disebabkan oleh penyerapan energi radiasi
oleh medium penyerap.
Sebenarnya terdapat banyak mekanisme yang terjadi di dalam detektor tetapi yang sering digunakan adalah proses ionisasi dan proses sintilasi. Jadi detektor radiasi dapat dibedakan menjadi 3 yaitu : a. Detektor Isian Gas b. Detektor Sintilasi c. Detektor Semikonduktor 3
Pencacah Geiger, atau disebut juga Pencacah
Geiger-Müller
adalah
sebuah
alat pengukur radiasi ionisasi. Pencacah Geiger bisa digunakan untuk mendeteksi radiasi alpha dan beta. Sensornya adalah sebuah, sebuah tabung yang diisi oleh gas yang akan bersifat
konduktor ketika partikel atau foton radiasi menyebabkan gas (umumnya
Argon) menjadi konduktif. Alat tersebut akan
membesarkan sinyal dan menampilkan
pada indikatornya yang bisa berupa jarum penunjuk, lampu atau bunyi klik dimana satu bunyi menandakan satu partikel. Pada kondisi tertentu, pencacah Geiger dapat digunakan untuk mendeteksi radiasi gamma, walaupun tingkat reliabilitasnya kurang. Pencacah geiger tidak bisa digunakan untuk mendeteksi neutron. Bagian-bagian Detektor Geiger Muller : Anoda Katoda
Pencacah Geiger Muller
Gambar 2. Bagian-bagian Detektor Muller Keterangan :
Katoda yaitu dinding tabung logam yang merupakan elektroda negatif. Jika tabung terbuat dari gelas maka dinding tabung harus dilapisi logam tipis.
Anoda yaitu kawat tipis atau wolfram yang terbentang di tengah - tengah tabung. Anoda sebagai elektroda positif.
Isi tabung yaitu gas yang bertekanan rendah, biasanya gas beratom tunggal dicampur gas poliatom (gas yang banyak digunakan Ar dan He).
Apabila radiasi nuklir
, ,
dan
masuk ke tabung detektor maka dapat
menimbulkan proses ionisasi dan proses eksitasi pada atom-atom gas mulia. Banyaknya pasangan elektron-ion yang terjadi pada detektor Geiger-Muller tidak sebanding dengan tenaga zarah radiasi yang datang. Hasil ionisasi i ni disebul elektron primer. Karena antara anode dan katode diberikan beda tegangan maka akan timbul medan listrik di antara kedua elektroda tersebut. Ion positif akan bergerak kearah d inding tabung 4
(katoda) dengan kecepatan yang relatif lebih lambat bila dibandingkan dengan elektronelektron yang bergerak kearah anoda (+) dengan cepat. Kecepatan geraknya tergantung pada besarnya tegangan V. sedangkan besarnya tenaga yang diperlukan untuk membentuk elektron dan ion tergantung pada macam gas yang digunakan. Dengan tenaga yang relatif tinggi maka elektron akan mampu mengionisasi atomatom sekitarnya. sehingga menimbulkan pasangan elektron-ion sekunder. Pasangan elektron-ion sekunder inipun masih dapat menimbulkan pasangan elektron-ion tersier dan seterusnya. sehingga akan terjadi lucutan yang terus-menerus (avalanche). Kalau tegangan V dinaikkan lebih tinggi lagi maka peristiwa pelucutan elektron sekunder atau avalanche makin besar dan elektron sekunder yang terbentuk makin banyak. Akibatnya, anoda diselubungi serta dilindungi oleh muatan negatif elektron, sehingga peristiwa ionisasi akan terhenti. Karena gerak ion positif ke dinding tabung (katoda) lambat, maka ion-ion ini dapat membentuk semacam lapisan pelindung positif pada permukaan dinding tabung. Keadaan yang demikian tersebut dinamakan efek muatan ruang atau space charge effect. Tegangan yang menimbulkan efek muatan ruang adalah tegangan maksimum yang membatasi berkumpulnya elektron-elektron pada anoda. Dalam keadaan seperti ini detektor tidak peka lagi terhadap datangnya zarah radiasi. Oleh karena itu efek muata ruang harus dihindari dengan menambah tegangan V. Penambahan tegangan V dimaksudkan supaya terjadi pelepasan muatan pada anoda sehingga detektor dapat bekerja normal kembali. Pelepasan muatan dapat terjadi karena elektron mendapat tambahan tenaga kinetik akibat penambahan tegangan V. Apabila tegangan dinaikkan terus menerus, pelucutan alektron yang terjadi semakin banyak. Pada suatu tegangan tertentu peristiwa avalanche elektron sekunder tidak bergantung lagi oleh jenis radiasi maupun energi (tenaga) radiasi yang datang. Maka dari itu pulsa yang dihasilkan mempunyai tinggi yang sama. Sehingga detektor Geiger muller tidak bisa digunakan untuk mengitung energi dari zarah radiasi yang datang. Kalau tegangan V tersebut dinaikkan lebih tinggi lagi dari tegangan kerja Geiger muler, maka detektor tersebut akan rusak, karena s ususan molekul gas atau campuran gas tidak pada perbandingan semula atau terjadi peristiwa pelucutan terus menerusbyang disebut continuous discharge. Hubungan antara besar tegangan yang dipakai dan banyaknya ion yang dapat dikumpulkan dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
5
Gambar 3. Pembagian Daerah Tegangan Operasi Pembagian daerah tegangan kerja tersebut berdasarkan jumlah ion yang terbentuk akibat kenaikan tegangan yang diberikan kepada detektor isian gas. Adapun pembagian tegangan tersebut dimulai dari tegangan terendah adalah sebagai berikut: I. II.
= daerah rekombinasi = daerah ionisasi
III.
= daerah proporsional
IV.
= daerah proporsioanl terbatas
V. VI.
= daerah Geiger Muller = daerah continuous discharge.
Kurva yang atas adalah ionisasi Alpha, sedangkan kurva bawah adalah ionisasi oleh Beta. Kedua kurva menunjukkan bahwa pada daerah tegangan kerja tersebut, detektor ionisasi dan detektor proporsional masih dapat membedakan jenis radiasi dan energi radiasi yang datang. Dengan demikian, detektor ionisasi dan detektor proporsional dapat digunakna pada analisis spectrum energi. Sedangkan detektor Geiger Muller tidak dapat membedakan jenis radiasi dan energi radiasi. Tampak dari gambar tersebut bahwa daerah kerja detektor Geiger Muller terletak pada daerah V. pada tegangan kerja Geiger Muller elektron primer dapat dipercepat membentuk elektron sekunder dari ionisasi gas dalam tabung Geiger Muller. Dalam hal ini peristiwa ionisasi tidak tergantung pada jenis radiasi dan besarnya energi radiasi. Tabung Geiger Muller memanfaatkan ionisasi sekunder sehingga zarah radiasi yang masuk ke detektor Geiger Muller akan menghasilkan pulsa yang tinggi pulsanya sama. Atas dasar hal ini, detektor Geiger Muller tidak dapat digunakan untuk melihat spectrum energi, tetapi hanya dapat digunakan untuk melihat jumlah cacah radiasi saja. Maka
6
detektor Geiger Muller sering disebut dengan detektor Gross Beta gamma karena tidak bisa membedakan jenis radiasi yang datang. Besarnya sudut datang dari sumber radiasi tidak mempengaruhi banyaknya cacah yang terukur karena prinsip dari detektor Geiger Muller adalah mencacah zarah radiasi selama radiasi tersebut masih bisa diukur. Berbeda dengan detektor lain misalnya detektor sintilasi dimana besarnya sudut datang dari sumber radiasi akan mempengaruhi banyaknya pulsa yang dihasilkan. 3. Distribusi Gauss
Sifat acak suatu pengukuran selalu mengikuti suatu distribusi tertentu, sebagai contoh eksperimen uang logam dan dadu di atas mengikuti distribusi binomial. Bila distribusi binomial tersebut mempunyai probabilitas sangat kecil maka akan berubah menjadi distribusi Poisson, sedangkan bila distribusi Poisson tersebut menghasilkan nilai ukur yang besar (beberapa literatur menuliskan > 40) maka berubah menjadi distribusi Gauss (Normal). Tiga jenis distribusi tersebut memang tidak dibahas pada tulisan ini, bagi yang berminat untuk mempelajari lebih lanjut silahkan membaca literature statisti k. Zat radioaktif mempunyai konstanta peluruhan ( λ ) yang sangat kecil, misalnya U -
dan aktivitas sumber biasanya bernilai “sangat besar” dalam orde Bq (peluruhan per detik), misalnya aktivitas 1 μCi setara dengan 3.7 peluruhan per 238 adalah 4.88
detik. Oleh karena itu pancaran radiasi mengikuti distribusi Gauss (Normal).
Gambar 4. Distribusi Gauss Gambar di atas menunjukkan probabilitas nilai ukur yang mungkin dihasilkan oleh pengukuran berulang terhadap suatu besaran yang mengikuti distribusi Gauss. Terlihat bahwa nilai ukur yang dihasilkannya dapat bermacam-macam, dengan probabilitas terbesar adalah terletak pada nilai rata-ratanya. 7
Gambar 5. Intensitas Radiasi yang Dipancarkan Suatu Sumber Radiasi Oleh karena aktivitas zat radioaktif bersifat acak mengikuti distribusi Gauss (Normal) maka intensitas radiasi yang terukurpun akan bersifat acak sehingga data hasil pengukurannya juga akan mengikuti distribusi Gauss. Pengukuran intensitas radiasi yang dilakukan secara berulang pasti akan memperoleh hasil pengukuran yang berbeda-beda. Yang menjadi pertanyaan adalah “berapakah nilai ukur yang sebenarnya”. Dengan fenomena tersebut di atas maka pengukuran intensitas radiasi harus dilakukan secara berulang, baik beberapa kali atau dalam selang waktu cukup panjang, yang berarti akumulasi nilai dari pengulangan waktu beberapa detik. Nilai ukur sebenarnya diduga berada di dalam rentang nilai rata-rata ± nilai simpangannya Sebagaimana perhitungan matematika biasa, nilai rata-rata dapat dihitung dengan persamaan berikut:
̅ = Sedangkan nilai simpangan ( σ ) dari pengukuran tunggal suatu besaran yang mengikuti distribusi Gauss adalah akar dari nilai ukurnya. σ=
4. Distribusi Poisson
Percobaan yang menghasilkan peubah acak
yang bernilai numerik, yaitu
banyaknya hasil selama waktu tertertu, disebut percobaan Poisson. Banyaknya hasil
dalam suatu percobaan Poisson disebut peubah acak Poisson dan fungsi distribusi peluangnya disebut distribusi Poisson (Walpole dan Myers, 1995). Kurva dari Peluang P(m) sebagai fungsi hasil cacah m, membentuk kurva distribusi yang ternyata berupa distribusi Poisson. Distribusi Poisson dipakai untuk menentukan peluang suatu kejadian yang jarang terjadi, tetapi mengenai populasi yang luas atau area yang luas dan juga berhubungan dengan waktu. 8
() () Dimana P(m) adalah peluang hasil cacahan n adalah harga rata-rata pencacahan P(m)
1
2
3
4
5
7
6
m
Gambar 6. Kurva Distribusi Poisson Rerata dari m adalah :
̅ ∑ ()
Nilai rata-rata dari 100 kali pencacahan adalah :
〈〉 () () Derajat fluktuasi pencacah terhadap nilai rata-rata pencacahan tergantung pada besarnya standar deviasi dari distribusi pencacahan dengan :
()( ) Pada gambar dinyatakan distribusi Poisson untuk n = 3, dan distribusi Poisson akan diperoleh apabila pengamatan dilakukan sebanyak
50 kali dan n . Untuk n 10,
maka distribusi itu mendekati pola distribusi Gauss. Sebagaimana diketahui proses pancaran radiasi suatu peluruhan zat radioaktif bersifat tidak menentu (random). Untuk proses tersebut keboleh jadiannya akan mengikuti grafik fungsi Poisson. Peristiwa ini sangat jelas kelihatan apabila digunakan sumber radiasi yang lemah dan waktu pencacah yang pendek. Untuk ini digunakan 9
pencacahan dengan waktu yang singkat misalnya 10 detik sampai 100 kali dari suatu sumber yang lemah atau cacah latar. Dari hasil yang dapat dilakukan pengelompokan sehingga akan diperoleh N(m) yaitu banyaknya hasil pencacahan yang menghasilkan cacah sebesar m sebanyak n persatuan waktu dengan m = 1,2,3...maks. Kemudian dibuat grafik P(m) = N(m)/ 100 vs. m, dimana P(m) adalah kebolehjadian pencacahan persatuan waktu yang mengasilkan cacah sebesar m. Grafik tersebut dapat dibandingkan dengan grafik distribusi Poisson. 5. Statistik Nuclear Counting
Watak statistic emisi radiasi nuklir diselidiki dengan sumber yang sangat lemah dan waktu yang dipilih pendek, maka fluktuasi counting rate nampak sangat jelas. Dari 100 kali counting diperoleh hasil beraneka ragam (pencacahan yang dengan interval waktu dan kondisi yang sama). Hasil yang sama dikelompokkan sehingga diperoleh: N(m) sama dengan banyaknya pengamatan yang hasil countingnya m count/menit dengan m = 0, 1, 2, 3,…..max. Dibuat grafik p(m) = 1/100 N(m) terhadap m, dimana P(m) adalah kebolehjadian selama 10 menit dengan counting tercatat sebesar m. Untuk 100 kali counting harga rata-ratanya adalah yang besarnya
̇ ∑ ()
() ∑ Kemudian grafik tersebut dibandingkan dengan grafik distribusi poisson
() () Dengan n adalah harga rata-rata counting Distribusi itu berlaku untuk sejumlah peristiwa, saat-saat terjadinya random. Untuk pengecekan ini grafik distribusi poisson juga harus digambarkan pada tempat yang sama. Karena distribusi poisson juga berlaku untuk distribusi statistic dari sejumlah peristiwa yang sangat terjadinya pulsa bersifat tak tertentu (random), maka ini berarti timbulnya pulsa bersifat random demikian juga proses emisi radiasi dan disintegrasi nuklir yang mengakibatkan adanya pulsa-pulsa ter sebut.Mengingat .
()() ∑
10
() ∑ ( ) ∑
∑ ()
Maka disamping merupakan harga rata-rata pada distribusi poisson, derajat fluktuasi counting terhadap harga rata-ratanya tergantung pada deviasi standar
dari
distribusi counting dengan:
∑( )() D. METODE PERCOBAAN 1.
Alat dan Bahan a. Alat
1) Penyedia Tegangan Tinggi 2) Sumber Radiasi 3) Detektor Geiger Muller 4) Sistem Pencacah 5) Planchet 6) Alat tulis b. Bahan
1) Radioisotop Cesium-137
11
2.
Diagram Alir Mulai
Penyedia tegangan tinggi dinolkan, sehingga saklar HV dalam keadaan nol
Planchet dalam keadaan tanpa radioaktif karena perhitungan cacahan pada radiasi latar.
Menaikkan HV pada 800 volt, kemudian catat cacahan setiap 10 detik sebanyak 100 kali yang akan diperoleh harga m = 1,2,3 dst.
Menentukan harga N(m) untuk m = 1,2,3,dst dan kemudian hitung nilai P(m) = N(m)/100 berbagai m.
Setelah mendapatkan nilai P(m) carilah nilai n = untuk berbagai m dan dibuat grafik antara P(n) dengan n.
Untuk percobaan dengan menggunakan radioaktif Cesium-137. Kemudian dilakukan pengukuran seperti percobaan pada radiasi latar.
Selesai
12
3.
Skema Alat e
c
f
d
b
a
Keterangan : a. Planchet b. Sumber Radiasi c. Detektor Geiger Muller d. Penyedia Tegangan Tinggi e. Pencacah f.
Timer
13
E. PEMBAHASAN 1. Hasil a. Radiasi Latar No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Cacahan 5 2 5 3 5 3 3 6 4 3 3 7 2 4 3 3 4 5 6 3 5 5 3 5 3
No 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
Cacahan 5 5 4 10 6 5 2 7 5 6 12 4 4 2 9 4 10 8 2 2 4 3 5 3 8
No 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75
Cacahan 8 3 1 2 6 4 3 2 7 5 5 8 6 1 2 8 3 4 2 6 3 2 5 4 3
No 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100
Cacahan 3 7 5 7 3 5 4 6 3 5 4 4 4 4 4 6 4 0 3 4 2 7 6 2 3
14
b. Radioisotop Cesium-137 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Cacahan 218 178 215 202 193 204 189 176 192 196 217 215 172 202 207 197 197 207 209 193 200 190 194 193 206
No 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
Cacahan 188 177 182 165 193 176 232 206 202 198 203 200 164 181 179 184 185 219 193 205 201 198 204 201 225
No 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75
Cacahan 200 197 206 190 184 211 174 196 228 195 164 177 179 187 195 201 200 203 205 200 192 192 200 192 208
No 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100
Cacahan 206 193 190 171 185 197 222 195 205 234 200 172 206 206 187 196 210 197 199 190 200 181 218 207 194
2. Pembahasan
Pada percobaan yang berjudul statistika pencacahan radiasi ini mempunyai tujuan yaitu
untuk mempelajari
prinsip kerja detektor
Geiger muller
serta dapat
menggambarkan pola distribusi statistika pencacah radiasi. Pada percobaan ini digunakan alat dan bahan yaitu seperangkat detektor Geiger Muller yang berfungsi untuk menangkap radiasi cacah latar atau udara bebas. Dalam percobaan ini detector Geiger Muller hanya dapat menangkap sinar alfa dan sinar beta. Dalam percobaan ini digunakan pula counter yang berfungsi untuk menampilkan jumlah cacahan yang dihasilkan oleh detector Geiger Muller. Prinsip kerja dari percobaan ini adalah dimana radiasi alpha dan beta (α dan β) pada udara luar atau lingkungan terbuka (cacah latar) akan diterima oleh detektor Geiger
15
Muller yang kemudian diproses dalam rangkaian counter dan hasilnya akan dapat terlihat pada display di counter. Detektor radiasi bekerja dengan cara mengukur perubahan yang terjadi di dalam medium karena adanya penyerapan energi radiasi oleh medium tersebut. Sebenarnya terdapat banyak mekanisme atau interaksi yang terjadi di dalam detektor tetapi yang sering dimanfaatkan untuk mendeteksi atau mengukur radiasi adalah proses ionisasi dan proses sintilasi. Proses Ionisasi adalah peristiwa terlepasnya elektron dari ikatannya di dalam atom. Peristiwa ini dapat terjadi secara langsung oleh radiasi alpha atau beta dan secara tidak langsung oleh radiasi sinar-X, gamma dan neutron. Jadi dalam proses ionisasi ini, energi radiasi diubah menjadi pelepasan sejumlah elektron (energi listrik). Bila diberi medan listrik maka elektron yang dihasilkan dalam peristiwa ionisasi tersebut akan bergerak menujuk ke kutub positif. Proses sintilasi adalah terpencarnya sinar tampak ketika terjadi transisi elektron dari tingkat energi (orbit) yang lebih tinggi ke tingkat energi yang lebih rendah di dalam bahan penyerap. Dalam proses ini, sebenarnya, yang dipancarkan adalah radiasi sinar-X tetapi karena bahan penyerapnya (detektor) dicampuri dengan unsur Pada percobaan ini radiasi yang ditangkap oleh detector akan dibaca dan ditampilkan oleh counter sehingga dapat diketahui berapa banyak jumlah cacahan yang diperoleh. Dalam percobaan ini, sebelum dilakukan pengukuran cacahan radiasi pada sumber radiasi Cesium-137 terlebih dahulu dilakukan penentuan radiasi latar. Hasil pengukuran pada radiasi latar akan menentukan pola distribusi probabilitas radiasi yang tercacah. Dari hasil pengukuran radiasi yang tercacah pada radiasi latar dapat diimplementasikan ke dalam bentuk tabel berikut. No
Cacahan Radiasi / 10 s (m)
Frekuensi (N(m))
() ()
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 2 13 22 19 18 10 6 5 1 2 0
0,01 0,02 0,13 0,22 0,19 0,18 0,10 0,06 0,05 0,01 0,02 0 16
13
12
1
0,01
Berdasarkan tabel di atas, hasil nilai probabilitas P(m) dapat dilihat distribusinya dengan dibuat kurva. Kurva menunjukkan nilai probabilitas P(m) terhadap hasil cacahan ( m ) dimana P(m) = N(m)/100. Kurva distribusi Statistik untuk penentuan radiai latar ditunjukkan pada kurva di bawah ini.
Kurva Distrbusi Statistik P(m) Vs m 0.25
0.22 0.19
0.2 0 0 1 0.15 / ) m ( N = ) 0.1 m ( P
0.18
0.13 0.1 0.06
0.05 0.01
0.05
0.02
0.01
0.02 0
0.01
0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
m
Selain dengan perhitungan P(m) =N(m)/100 dapat dihitung dengan menggunakan rumus distribusi Poisson yaitu
() ()
dimana
(). ()
Hasil
perhitungan dengan menggunakan rumus distribusi Poisson dapat ditampilkan ke dalam bentuk tabel berikut.
17
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k.
Cacahan Radiasi Setiap 10 s (m) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Jumlah
Frekuensi N (m)
( )
1 2 13 22 19 18 10 6 5 1 2 0 1
0 2 26 66 76 90 60 42 40 9 20 0 12
∑() ∑ ()
( ) () () () () () () () () () () () () () () () () () () ) () () ( ( ) ) ( ) ( ) () () ( ) () () ( () ) () ( ) () () ( () () () 18
l.
() ()
) (
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, untuk melihat bagaimana distribusi probabilitas menurut distribusi Poisson maka dibuat dalam kurva seperti dibawah ini.
Kurva Distribusi Poisson P(m) Vs m 0.25 0.1911
0.2
0.1729
0.1693
0.15
0.125
0.1169
P(m)
0.1
0.0791 0.0527
0.0438
0.05
0.0215 0.0095 0.0038 0.0014
0.0119 0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
m
Dari kedua kurva diatas untuk penentuan radiasi latar dapat dilihat bagaimana watak statistik secara distribusi statistik dan distribusi Poisson. Grafik distribusi untuk penentuan radiasi latar dapat ditunjukkan pada grafik di bawah ini.
19
Kurva Distribusi Pada Radiasi Latar 0.25
0.2
0.15 ) m ( P
P(m)=N(m)/100 0.1
P(m)
0.05
0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
m
Berdasarkan grafik diatas, menunjukkan bahwa adanya kesamaan pada beberapa titik antara grafik distribusi statistik dengan grafik distribusi Poisson. Bentuk kurva untuk penentuan radiasi latar dengan menggunakan rumus distribusi Poisson sudah sesuai dengan bentuk kurva distribusi Poisson yang seharusnya. Sedangkan, bentuk kurva dengan menggunakan distribusi statistik sebaran kurvanya tidak merata terlihat adanya kenaikan dan penurunan pada saat hasil cacahan mengalami peningkatan. Untuk pengukuran radiasi yang tercacah dengan sumber radiasi Cesium-137 sama halnya dengan pengukuran pada radiasi latar. Hasil perhitungan probabilitas P(m) dengan menggunakan distribusi statistic dan distribusi Poisson pada sumber radiasi Cesium-137 dapat ditunjukkan pada tabel berikut. m
N(m)
0
0
5
P(m)
m*N(m)
m!
n
e^-n
n^m
n^m*e^-n
P(m)
0
0
1
17.25
3.2242E-08
1
3.22419E-08
3.22419E-08
0
0
0
120
17.25
3.2242E-08
1527374.36
0.049245402
0.000410378
10
0
0
0
3628800
17.25
3.2242E-08
2.3329E+12
75216.16408
0.020727558
15
55
0.55
825
1.30767E+12
17.25
3.2242E-08
3.5632E+18
1.14883E+11
0.087853095
20
45
0.45
900
2.4329E+18
17.25
3.2242E-08
5.4423E+24
1.7547E+17
0.072123627
25
0
0
0
1.55112E+25
17.25
3.2242E-08
8.3124E+30
2.68008E+23
0.017278339
30
0
0
0
2.65253E+32
17.25
3.2242E-08
1.2696E+37
4.09348E+29
0.001543239
35
0
0
0
1.03331E+40
17.25
3.2242E-08
1.9392E+43
6.25228E+35
6.05071E-05
poisson
20
100
1725
Setelah didapatkan nilai probabilitas P(m) dengan menggunakan distribusi statistik maka dapat dibuat grafik antara P(m) dengan m dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Kurva Distribusi Statistik Pada Cesium-137 0.7 0.55
0.6
0.45
0.5 0 0 0.4 1 / ) m ( 0.3 N = ) m 0.2 ( P
0.1
0
0
0
0
50
100
0
0
0
250
300
350
0 150
200
-0.1
400
m
Berdasarkan kurva diatas, kurva menunjukkan bahwa distribusinya curam menandakan bahwa kurva tersebut mengikuti distribusi Poisson. Selain kurva distribusi statisti dapat juga dibuat kurva distribusi Poisson, kurva distribusi Poisson pada sumber radiasi Cesium-137 dapat dilihat pada kurva berikut ini.
Kurva Distribusi Poisson P(m) Vs m Pada Sumber Radiasi Cs-137 0.1
0.087853095 0.072123627
0.08 ) 0.06 m ( P s a t i 0.04 l i b a b o r P 0.02
0.020727558
3.22419E-08
0.017278339 0.001543239
0.000410378
6.05071E-05
0 0 -0.02
50
100
150
200
250
300
350
400
Hasil Cacahan (m)
21
Kedua kurva diatas yang menunjukkan distribusi statistik dan distribusi Poisson dapat digabungkan untuk melihat ada tidaknya kesamaan pada beberapa titik dan kesesuaian yang menunjukkan sifat random. Penggabungan kedua kurva dapat dilihat pada kurva berikut.
Kurva Distribusi Pada Sumber Radiasi Cesium-137 0.7 0.6 0.5
P(m)=N(m)/100
0.4
P(m)
) m0.3 ( P
0.2 0.1 0 0
50
100
150
-0.1
200
250
300
350
400
m
Berdasarkan kurva diatas, kurva distribusi mempunyai bentuk kurva yang sangat curam dibandingkan dengan kurva distribusi Poisson. Namun jika dilihat pada masingmasing kurva menunjukkan adanya bentuk atau pola yang hampir sama. Pada kedua kurva, puncak kurva terdapat pada interval m = 150 – 200. F.
KESIMPULAN
1.
Prinsip percobaan statistika pencacah radiasi yaitu detektor Geiger-Muller menangkap adanya radiasi peluruhan dari udara bebas yang
kemudian diubah
menjadi sinyal listrik sebagai banyak terjadinya peluruhan radioaktif oleh counter. 2.
Bentuk kurva yang diperoleh dari percobaan statistika pencacahan radiasi berupa distribusi Poisson, yaitu bentuk grafik lebih lancip ke atas dan lebih curam dibandingkan kurva distribusi Gauss.
3.
Perbandingan antara kurva distribusi statistik dengan distribusi Poisson pada penentuan radiasi latar maupun dengan sumber radiasi Cesium-137 menunjukkan bahwa keduanya mempunyai pola atau bentuk yang hamper sama.
22
G. DAFTAR PUSTAKA
Beiser, Arthur. 1987. Konsep Fisika Modern. Jakarta : Penerbit Erlangga. Dudewicz dan Mishra. 1988. Modern Mathematical Statistic. John Willey & Son, Inc. Khan, M. Faiz. 2005. Physical Theory of Radiation Theraphy. Jakarta: Erlangga. Kusnanto, Mukti. 2012. Statistik Pencacahan Radiasi. Surakarta : Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta. Lombardi, Max, H. 2007. Radiation Safety In Nuclear Medicine. London : Taylor and Francis. Manglumpun, Irawaty. 2011. Teknik Pencacah Radiasi Nuklir . Manado : Universitas Negeri Manado. Muljono, 2003. Fisika Modern. Yogyakarta : Andi. Munir, Rinaldi. 2010. Beberapa Distribusi Peluang Kontinu Bahan Kuliah II2092 Probabilitas dan Statistik . Bandung : Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB. Purwanto A., 2007. FISIKA STATISTIK . Gava Media. Yogyakarta. Santoso, Agus dan Surakhman. Pengaruh Tekanan Isian terhadap Operasi Detektor Geiger Muller . Yogyakarta. Soedojo, Peter. 2001. Azas-azas Ilmu Fisika Jilid 4 Fisika Modern. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. The American Nuclear Society. Geiger-Muller Detector: Operational Directions And Experiments for Students. The Ohio State University. USA. Walpole, RE dan Myers. 1990. Dasar-dasar Statitiska untuk Insinyur dan Ilmuwan. Edisi ke-4. ITB Bandung. Wiyatmo, Yusman. 2006. Fisika Nuklir Dalam Telaah Semi-klasik dan Kuantum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
23